18
IMPETIGO Abstrak: Impetigo adalah infeksi kulit yang umum yang sangat sering terjadi pada anak-anak. Secara historis, impetigo disebabkan oleh salah satu streptococci β-hemolytic grup A atau Staphylococcus aureus. Saat ini, patogen yang paling sering terisolasi adalah S. aureus. Artikel ini membahas tentang faktor-faktor mikrobiologis dan virulensi streptococci β- hemolytic gruo A dan Staphylococcus aureus, ciri khas klinis, komplikasi, serta pendekatan untuk diagnosis dan manajemen impetigo. Agen topikal untuk terapi impetigo telah ditinjau. Kata kunci: agen Anti-bakteri; Impetigo; Staphylococcus aureus; Streptococcus pyogenes PENGANTAR Kulit normal dikolonisasi oleh sejumlah besar bakteri yang hidup sebagai komensal di permukaan atau di folikel rambut. Kadang-kadang, pertumbuhan yang berlebihan dari bakteri tersebut menyebabkan penyakit kulit, dan dalam kesempatan lain, bakteri yang biasanya ditemukan pada kulit dapat berkoloni dan menyebabkan penyakit. Mikroflora kulit sebagian besar terdiri dari difteroid aerobik (Corynebacterium spp.), Difteroid anaerobik (Propionibacterium acnes) dan stafilokokuskoagulase negatif (Staphylococcus epidermidis). Penelitian genetik terbaru menunjukkan Pseudomonas spp. dan Janthinobacterium spp. Dalam jumlah besar di kulit yang bebas penyakit. Bakteri tersebut membentuk biofilm pada permukaan kulit. Biofilm merupakan agregat kompleks dan sessile yang 1

Impetigo

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kulit

Citation preview

Page 1: Impetigo

IMPETIGO

Abstrak: Impetigo adalah infeksi kulit yang umum yang sangat sering terjadi pada anak-

anak. Secara historis, impetigo disebabkan oleh salah satu streptococci β-hemolytic grup A

atau Staphylococcus aureus. Saat ini, patogen yang paling sering terisolasi adalah S. aureus.

Artikel ini membahas tentang faktor-faktor mikrobiologis dan virulensi streptococci β-

hemolytic gruo A dan Staphylococcus aureus, ciri khas klinis, komplikasi, serta pendekatan

untuk diagnosis dan manajemen impetigo. Agen topikal untuk terapi impetigo telah ditinjau.

Kata kunci: agen Anti-bakteri; Impetigo; Staphylococcus aureus; Streptococcus pyogenes

PENGANTAR

Kulit normal dikolonisasi oleh sejumlah besar bakteri yang hidup sebagai komensal

di permukaan atau di folikel rambut. Kadang-kadang, pertumbuhan yang berlebihan dari

bakteri tersebut menyebabkan penyakit kulit, dan dalam kesempatan lain, bakteri yang

biasanya ditemukan pada kulit dapat berkoloni dan menyebabkan penyakit. Mikroflora kulit

sebagian besar terdiri dari difteroid aerobik (Corynebacterium spp.), Difteroid anaerobik

(Propionibacterium acnes) dan stafilokokuskoagulase negatif (Staphylococcus epidermidis).

Penelitian genetik terbaru menunjukkan Pseudomonas spp. dan Janthinobacterium spp.

Dalam jumlah besar di kulit yang bebas penyakit. Bakteri tersebut membentuk biofilm pada

permukaan kulit. Biofilm merupakan agregat kompleks dan sessile yang terdiri dari satu atau

lebih spesies bakteri yang terkait dengan substansi polimer ekstraseluler. Bakteri dalam

biofilm berkisar 50 sampai 500 kali lebih tahan terhadap antibiotik dari bakteri dalam

plankton (organisme yang memiliki sedikit atau tidak ada kemampuan untuk bergerak).

Selain menginduksi toleransi antibiotik, biofilm dapat meningkatkan virulensi bakteri. Bayi

yang baru lahir biasanya aseptik dan kolonisasi dimulai dalam dua minggu pertama

kehidupan.

Faktor-faktor inang, seperti integritas barier kulit dengan pH asamnya, adanya sekresi

sebasea (asam lemak, terutama asam oleat), lisozim dan produksi defensin dan status gizi

yang memadai, memainkan peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi. Kehadiran

maserasi, kelembaban, lesi kulit sebelumnya, obesitas, pengobatan kortikosteroid atau

kemoterapi, dysglobulinemia, gangguan leukosit seperti leukemia dan penyakit

granulomatosa kronis, diabetes, malnutrisi, imunodefisiensi kongenital atau akuisata lainnya,

seperti AIDS, merupakanfaktor-faktor predisposisi. Sebagian besar bakteri tumbuh paling

baik dalam pH netral dan suhu 370C.

1

Page 2: Impetigo

Tindakan mencuci tangan, dengan sabun antiseptik atau bahkan sabun biasa, terutama

di kalangan pengasuh anak-anak, sangat menurunkan kesempatan mereka dalam

mendapatkan infeksi seperti pneumonia, diare dan impetigo. Dalam sebuah studi terkontrol,

penulis mengamati 34% kejadian impetigo yang lebih rendah pada kelompok yang menjalani

program orientasi tentang tindakan mencuci tangan.

KARAKTERISTIK STREPTOKOKUS

Klasifikasi Lancefield tentang streptokokus adalah berdasarkan antigen karbohidrat C

dinding sel, yang tersebar dari A sampai T. Berbagai streptokokus dapat komensal pada kulit,

membran mukosa, dan saluran pencernaan. Isolasi streptokokus kelompok lain selain dari A

dapat berarti infeksi sekunder dari lesi-lesi atau kolonisasi di permukaan kulit sebelumnya.

Streptokokus grup A dapat dibagi lagi menjadi beberapa serotipe, berdasarkan antigenisitas

protein M-nya. Patogenisitas streptokokus grup A adalah jauh lebih tinggi dari grup lainnya.

Mereka adalah kuman dengan potensi invasif, yang dapat mencapai beberapa stuktur

jaringan, seperti epidermis (impetigo), dermis (ektima) atau jaringan subkutan yang lebih

dalam (selulit). Mereka dapat menyebabkan edema lokal, limfadenopati lokal dan demam.

Penemuan agen tersebut pada kulit anak yang sehat mendahului munculnya lesi di sekitar 10

hari dan mereka dapat diisolasi dari orofaring antara 14 dan 20 hari setelah muncul pada

kulit. Dengan demikian, alurnya berangkat dari kulit yang normal menuju kulit yang terluka

dan selanjutnya dapat mencapai orofaring.

Penelitian epidemiologi dalam beberapa dekade menunjukkan bahwa ada beberapa

strain streptokokus grup A yang menimbulkan infeksi orofaringeal, tetapi jarang

menyebabkan impetigo. Di sisi lain, terdapat grup yang berbeda dari strain yang

menyebabkan infeksi kulit tapi grup tersebut tidak mempengaruhi tenggorokan. diketahui,

berbagai komplikasi dapat menyertai infeksi yang disebabkan oleh streptokokus grup A,

seperti demam rematik, glomerulonefritis difus akut, dan eritema nodosum, tergantung pada

strain yang terlibat. Demam rematik dapat menjadi komplikasi dari faringitis streptokokus

atau tonsilitis, tetapi tidak terjadi setelah infeksi kulit. Sebaliknya, glomerulonefritis dapat

dihasilkan dari infeksi streptokokus di kulit atau saluran pernapasan bagian atas, tetapi kulit

adalah lokasi sebelumnya yang paling utama. Pengobatan impetigo tidak mengurangi risiko

glomerulonefritisnya, tetapi dapat mengurangi penyebaran strain nefritogenik dalam

populasinya. Periode latensi untuk glomerulonefritis adalah 7 sampai 21 hari setelah infeksi

saluran pernapasan atas dan mungkin lebih lama pada kasus impetigo. Streptokokus beta

hemolitik grup A tidak sering dijumpai sebelum usia dua tahun, tapi ada peningkatan yang

2

Page 3: Impetigo

progresif pada anak-anak yang berusia lebih tua. Glomerulonefritis mengenai hingga 5% dari

seluruh pasien dengan impetigo.

Streptokokus dapat diambil dengan kultur dari material lesi orofaring atau kulit.

Pemberian dosis antistreptolisin O mungkin tidak berguna untuk infeksi kulit karena

perannya yang tidak meningkat secara memuaskan. Tes deteksi cepat untuk streptokokus

menggunakan lateks hanya digunakan untuk menunjukkan keberadaan agen ini di orofaring.

Untuk penyakit kulit, serologi tes anti-DNA-ase B, berguna untuk menunjukkan infeksi

streptokokus sebelumnya (streptokokus grup A), dapat dilakukan. Namun, selain memiliki tes

sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas yang rendah,hanya ada sedikit laboratorium yang

telah menyetandarkannya dalam rutinitas mereka.

KARAKTERISTIK STAFILOKOKUS

Faktor penting tentang virulensi infeksi adalah kemampuan bakteri tersebut untuk

menghasilkan toksin yang bersirkulasi yang bertindak sebagai superantigen. Superantigen

dapat melewati langkah-langkah respon imun tertentu dan meningkatkan aktivasi limfosit T

secara masif dan juga produksi berbagai limfokin seperti interleukin 1 dan 6 dan faktor

alphanekrosis tumor. Respon ini dapat menyebabkan pembentukan erupsi eksfoliatif kulit,

muntah, hipotensi dan syok. Impetigo bulosa dan scalded skin syndrome, yang disebabkan

oleh toksin stafilokokus dan toxic shock syndrome, yang disebabkan oleh toksin stafilokokus

atau streptokokus adalah contoh penyakit yang dimediasi toksin.

Stafilokokus koagulase negatif adalah organisme yang paling umum pada flora kulit

normal, dengan sekitar 18 spesies yang berbeda, dan Staphylococcus epidermidismenjadi

yang paling umum sebagai stafilokokus penghuni. S. aureus (koagulase positif) sering

ditemukan di kulit, dalam sifat yang sementara, pada anak-anak yang sehat. Status karier

(pembawa) dapat terjadi pada lubang hidung di 35% dari populasi, pada perineum di 20%,

pada aksila dan daerah interdigital dalam 5 sampai 10%. Stafilokokus yang dibawa oleh

hidung ditemukan sampai dengan 62% dari pasien dengan impetigo. Pada pasien dengan

dermatitis atopik, dapat ditemukan pada sampai dengan 90% kasus (kulit kering dan

hiperkeratinisasi akan memfasilitasi faktor adheren untuk stafilokokus). Terutama pada

pembawa, lesi kulit dapat dijelaskan dengan inokulasi oleh dirisendiri secara sekunder

keekskoriasi kulit oleh pasien. Jalurnya akan mulai dari lubang hidung atau perineum menuju

kulit yang normal, dan kemudian menuju kulit yang terluka. Faktor inang tampaknya

menentukan timbulnya tidaknya penyakit. Imunosupresi dan kerusakan jaringan dianggap

penting dalam proses genesis patologis, karena kemampuan untuk menghasilkan koagulase,

3

Page 4: Impetigo

leukosidin dan toksin tampaknya sama pada flora kariernormal dan bakteri yang terisolasi

dari lesi kulit.

Stafilokokus ditularkan terutama dengan tangan, khususnya di rumah sakit. Infeksi

stafilokokus hadir di semua kelompok umur.

IMPETIGO

IMPETIGO BULOSA

Impetigo bulosa hampir secara universal disebabkan oleh organisme tunggal, S.

aureus, terutama milik grup II (80%); tipe phage 71 (60% kasus). Jenis phage lain yang

terlibat adalah 3A, 3C dan 55. terdapat deskripsi, dalam literatur, impetigo bulosa yang

disebabkan oleh streptokokus grup A.

S. aureus menghasilkan toksin eksfoliatif, yang merupakan protease yang secara

selektif menghidrolisis salah satu molekul adhesi intraseluler, desmoglein-1, hadir dalam

desmosom-desmosom keratinosit yang terletak di lapisan granular dermis. Toksin adalah

faktor virulensi terbesar dari S. aureus, menyebabkan disosiasi sel epidermis dengan

pembentukan blister. Lepuhannya terlokalisasi dalam impetigo bulosa dan menyebar di

scalded skin syndrome. Setidaknya ada dua jenis toksin eksfoliatif, toksin eksfoliatif A

berhubungan dengan impetigo bulosa dan toksin B dengan scalded skin syndrome. Scalded

skin syndrome biasanya dimulai setelah infeksi lokal pada konjungtiva, hidung, pusar atau

regio perioral dan jarang setelah pneumonia, endokarditis dan arthritis. Strain S. aureusyang

memproduksi toksin eksfoliatif sering terisolasi dari pasien dengan impetigo.

Impetigo bulosa dimulai dengan vesikel kecil, yang menjadi lepuhan flasid, berukuran

sampai 2 cm, awalnya dengan isi yang jernih yang kemudian menjadi purulen (Gambar 1).

Atap lepuhan mudah pecah, memperlihatkan sebuah dasar yang eritematosa, mengkilap dan

basah. Sisa dari atap dapat terlihat sebagai kolaret di pinggiran dan pertemuan antar lesi

memperlihatkantampilangambaran polisiklik (Gambar 2 dan 3). Impetigo bulosa paling

sering terjadi di daerah intertriginosa seperti daerah diaper, aksila dan leher, meskipun area

kulit dapat juga terkena, termasuk telapak tangan dan kaki (Gambar 1 dan 2). Pembesaran

nodus limfatik regional biasanya tidak ada. Hal ini sangat penting dalam periode neonatal,

awal mula biasanya setelah minggu kedua kehidupan, meskipun dapat hadir pada saat lahir

dalam kasus membran pecah prematur. Impetigo bulosa adalah yang paling umum di antara

anak-anak usia 2-5 tahun.

4

Page 5: Impetigo

GAMBAR 1: Impetigo bulosa di daerah genital - pustula intak (utuh) dan flasid, bekas

ulserasi dan sisik di kolaret.

GAMBAR 2:Impetigo bulosa - deskuamasi kolaret dan lepuhan flasid.

GAMBAR 3: Impetigo bulosa di daerah diaper.

IMPETIGO NON BULOSA (KRUSTOSA)

Impetigo nonbulosa mewakili lebih dari 70% dari semua kasus impetigo. Ini terjadi

pada orang dewasa dan anak-anak tapi jarang pada yang di bawah usia dua tahun. Agen

etiologi utama bervariasi dari waktu ke waktu. S. aureus adalah agen dominan pada tahun 40-

an dan 50-an, dengan peningkatan selanjutnya pada prevalensi streptokokus. Dalam studi

yang dilakukan selama tiga dekade terakhir, telah ada kebangkitan S. aureus sebagai agen

utama impetigo berkrusta. S. aureus, tunggal atau dalam kombinasi dengan streptokokus beta

5

Page 6: Impetigo

hemolitik grup A, bertanggung jawab untuk sekitar 80% dari kasus, menjadi agen yang

paling sering ditemukan terisolasi. Meskipun kami belum menemukan studi yang dilakukan

orang Brasil dalam beberapa dekade terakhir mengenai epidemiologi impetigo, data tersebut

dikuatkan dalam studi yang dilakukan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Israel,

Thailand, Guyana, India, Chili, dan Jepang. Beberapa peneliti percaya pada kemungkinan

bahwa S.aureusis merupakan penginvasi sekunder dan bukan agen penyebab utama.

Impetigo berkrusta dapat terjadi pada kulit normal atau impetiginisasidapat muncul

selama dermatosis sebelumnya seperti dermatitis atopik, dermatitis kontak, gigitan serangga,

pedikulosis dan skabies. Malnutrisi dan higiens yang buruk merupakan faktor predisposisi.

Lesi inisialnya adalah vesikel, terletak di dasar yang eritematosa, yang mudah pecah. Ulserasi

superfisial yang dihasilkan diselimuti dengan dischargepurulen yang mengering sebagai

sebuah krusta yang lengket dan kekuningan (berwarna seperti madu). Setiap lesi berkisar 1-2

cm dan tumbuh secara sentrifugal (Gambar 4). Penemuan lesi satelit, yang disebabkan oleh

inokulasi leh sendirinya, sering terjadi. Terdapat dominasi lesi di daerah yang terkena,

terutama pada tungkai dan wajah (Gambar 5 dan 6). Limfadenopati regional umum terjadi

dan demam dapat terjadi pada kasus yang berat. Impetigo non bulosa dapat sembuh secara

spontan tanpa pengobatan dalam 2-3 minggu.

GAMBAR 4: Impetigo krustosa– vesikel-vesikel, berwarna seperti madu dan krusta hematik.

6

Page 7: Impetigo

GAMBAR 5: Impetigo krustosa yang terletak di lengan

GAMBAR 6: Impetigo krustosa(non bulosa) pada wajah

PENGOBATAN

EVOLUSI RESISTENSI BAKTERI

S. aureus mudah mendapatkan resistensi antimikroba, membuat pengobatannya sulit.

Selama lebih dari 60 tahun, hampir semua strain S. aureus mampu memproduksi beta-

laktamase (penisilinase), menjadi resisten terhadap antibiotik sensitif beta-laktamase. Enzim

ini menghidrolisis cincin beta laktam, dan mereka, sampai sejauh ini, merupakan mekanisme

utama resistensi terhadap antibiotik Betalaktam.

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pertama kali terdeteksi pada

tahun 1961. Kasus infeksi yang disebabkan oleh MRSA di masyarakat dilaporkan pada tahun

80an, tapi kepentingan kelompok ini telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun

terakhir. Infeksi MRSA tidak lagi terbatas hanya di rumah sakit, namun tingkat community-

associated MRSA (CA-MRSA) bervariasi sangat jauh diantara studi-studi yang ada.

Kehadiran MRSA sebagai agen penyebab impetigo pada pasien nonrawat inap dianggap tidak

biasa dan dengan distribusi yang heterogen. Impetigo stafilokokal biasanya disebabkan oleh

strain S. aureus yang memiliki gen toksin eksfoliatif. Di sisi lain, community-associated

MRSA(CA-MRSA) tidak memiliki gen toksin eksfoliatif, tetapi memiliki gen Panton-

7

Page 8: Impetigo

Valentine-Leucodin (PVL). Stafilokokus yang memiliki gen PVL menyebabkan infeksi kulit

supuratif seperti abses dan furunkel. Oleh karena itu, kekhawatiran tentang MRSA pada

infeksi yang di dapat di masyarakat, harus lebih besar denganadanya furunkel dan abses dan

lebih kecil dengan adanya impetigo.

PERAWATAN UMUM PASIEN DENGAN IMPETIGO

Pada pasien dengan impetigo, lesi harus tetap bersih, dicuci dengan sabun dan air

hangat dan sekresi dan krusta harus dihilangkan. Sabun biasa atau yang mengandung zat

antiseptik seperti triklosan, chlorhexidine dan povidone iodine, dapat digunakan. Dalam

tinjauan pengobatan impetigo yang dilakukan oleh Cochrane Database of Systematic

Reviews, penulis melaporkan relatif kurangnya data tentang kemanjuran antiseptik topikal. Di

sisi lain penggunaannya tidak mengecewakan, karena mereka tampaknya tidak meningkatkan

resistensi bakteri.

INDIKASI UNTUK PENGOBATAN DENGAN ANTIBIOTIK SISTEMIK

Antibiotik topikal adalah terapi pilihan untuk sebagian besar kasus impetigo. Agen

antimikroba sistemik diindikasikan bila ada keterlibatan struktur yang lebih dalam (jaringan

subkutan, fasia otot), demam, limfadenopati, faringitis, infeksidekat rongga mulut, infeksi

pada kulit kepala dan / atau banyak lesi (jumlah lebih dari lima) (Gambar 6).

TERAPI ANTIBIOTIK SISTEMIK

Spektrum antibiotik yang dipilih harus mencakup stafilokokus dan streptokokus, baik

untuk impetigo bulosa serta untuk impetigo krustosa. Dengan demikian, benzathine penisilin

atau mereka yang sensitif terhadap penicillinase tidak diindikasikan dalam pengobatan

impetigo. Penisilin yang resisten terhadap penisilinase (oksasilin, kloksasilin, dicloxacillin)

dapat digunakan, tetapi kesulitan terletak pada tidak adanya formulasi khusus untuk

penggunaan oral di Brasil. Sefalosporin generasi pertama, seperti sefaleksin dan cefadroxil,

dapat digunakan, karena tidak ada perbedaan di antara mereka yang ditemukan di sebuah

meta-analisis.

Eritromisin, yang lebih murah, bisa menjadi antibiotik pilihan untuk populasi yang

paling miskin. Harus mempertimbangkan kemungkinan resistensi terhadap S. aureus, yang

terjadi pada tingkat yang berbeda-beda, tergantung pada populasi yang diteliti. Makrolida

lainnya seperti klaritromisin, roxithromycin dan azitromisin memiliki keuntungan

menghadirkan efek samping yang lebih sedikit pada saluran pencernaan, serta cara

8

Page 9: Impetigo

penggunaannya yang lebih nyaman, meskipun dengan biaya yang lebih tinggi. Strain

stafilokokal yang resisten terhadap eritromisin juga akan tahan terhadap klaritromisin,

roxithromycin dan azitromisin.

Amoksisilin yang diasosiasikan dengan asam klavulanat adalah kombinasi dari satu

penisilin dengan agen penghambat beta-laktamase (asam klavulanat), sehingga

memungkinkan cakupan yang memadai untuk streptokokus dan stafilokokus.

Klindamisin, sulfamethoxazole / trimetoprim, minocycline, tetracycline dan

fluoroquinolone adalah antibiotik pilihan untuk MRSA.

PENGOBATAN TOPIKAL

Terdapat bukti kuat tentang keunggulan, atau setidaknya kesetaraan, antibiotik topikal

dibandingkan dengan antibiotik oral dalam pengobatan impetigo lokal. Selain itu, antibiotik

oral memiliki efek samping yang lebih besar dari antibiotik topikal.

Mupirosin dan asam fusidat adalah obat pilihan pertama. Dalam publikasi meta-

analisis, tidak ada perbedaan yang ditunjukkan antara dua agen tersebut. Sampai saat ini,

hanya ada satu penelitian yang membandingkan retapamulin dan asam fusidat, menunjukkan

tidak adanya perbedaan statistik antara kedua produk tersebut. Kombinasi neomycin dan

basitrasin tidak menyebabkan eradikasi bakteri.

ANTIBIOTIK TOPIKAL - KARAKTERISTIK ASAM FUSIDAT

Asam fusidat sangat efektif terhadap S. aureus, dengan penetrasi yang baik ke

permukaan kulit dan konsentrasi yang tinggi di tempat infeksi. Ini juga efektif, pada tingkat

yang lebih rendah, terhadap Streptokokus dan Propionibacterium acne. Basil gram negatif

bersifat resisten terhadap asam fusidat.

Resistensi, in vitro dan in vivo, terhadap asam fusidat telah diverifikasi tetapi pada

tingkat yang rendah. Seperti pada grup fusidan, ia memiliki struktur kimia yang sangat

berbeda dari antibiotik kelas-kelas lainnya, seperti betalaktam, aminoglikosida dan

makrolida, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi silang.

Insiden reaksi alerginya rendah dan alergi silang belum terlihat. Antibiotik ini tidak

dipasarkan di Amerika Serikat. Tidak seperti di Eropa, di Brazil obat ini hanya dapat

ditemukan sebagai krim 2%, dengan demikian tidak tersedia untuk penggunaan oral.

9

Page 10: Impetigo

MUPIROCIN

Mupirosin (asam pseudomonik A) adalah metabolit utama dari fermentasi

Pseudomonas fluorescens. Struktur kimianya tidak berhubungan dengan agen antibakteri dan

karena mekanisme yang unik dalam aksinyayang tidak memiliki resistansi silang dengan

antibiotik lainnya. Mupirosin bertindak dengan menghambat sintesis protein bakteri, dengan

mengikat bersama enzim isoleucyl-tRNA sintetase, sehingga mencegah penggabungan

isoleusin menjadi rantai protein. Hal ini sangat efektif terhadap Staphylococcus aureus,

Streptococcus pyogenes dan semua spesies streptokokus lain kecuali grup D. Obat ini kurang

efektif terhadap bakteri Gram-negatif, tapi secara in vitro menunjukkan aktivitas dalam

melawan Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae, Pasteurella multocida, Bordetella

pertussis, dan Moraxella catarrhalis. Obat ini tidak aktif terhadap bakteri dari flora kulit

normal dan karena itu tidak mengubah pertahanan alami kulit. Aktivitas bakterisida

mupirocin ini meningkat dengan keasaman pH pada kulit. Ini dapat membasmi S. aureus

pada kulit.

Tingkat resistensi bakterinya rendah, sekitar 0,3% untuk strain S. aureus. Resistensi

MRSA untuk mupirosin telah dijelaskan. Efek samping telah dilaporkan pada 3% pasien,

dengan gatal dan iritasi di lokasi penggunaan obatadalah yang yang paling umum. Sepertinya

bukan fotoreaksi, karena berbagai sinar ultraviolet yang diserap oleh produk tidak menembus

lapisan ozon. Penyerapan sistemik jumlahnya minimal dan hanya sedikit yang diserap

kemudian dengan cepat diubah menjadi metabolit tidak aktif, karena itulah alasan mengapa

tidak ada formulasi oral atau parenteral yang tersedia. Penggunaan di daerah yang luas atau

pada pasien dengan luka bakar tidak dianjurkan, karena risiko nefrotoksisitas dan penyerapan

vehikulum obat, polietilen glikol, terutama pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Di

Amerika Serikat sudah ada formulasi salep mupirosin tanpa polietilen glikol. Itu dianggap

aman dan efektif pada pasien berusia lebih dari dua bulan. Hal ini tercantum dalam kategori

B untuk digunakan pada wanita hamil dan menyusui.

Produk ini ditemukan di Brazil sebagai krim 2%.

ASOSIASI NEOMISIN DAN BASITRASIN

Aminoglikosida melakukan aktivitas antibakteri mereka dengan mengikat subunit

ribosom 30S dan mengganggu sintesis protein. Neomisin sulfat adalah antibiotik dari

kelompok aminoglikosida yang paling umum digunakan dalam bentuk topikal. Ini adalah

hasil fermentasi Streptomyces fradiae. Formulasi yang tersedia secara komersial adalah

campuran dari neomisin B dan C, sedangkan framisetin, yang digunakan di Kanada dan

10

Page 11: Impetigo

beberapa negara Eropa, terdiri dari neomisin B murni. Neomisin sulfat bersifat aktif terutama

terhadap bakteri Gram-negatif aerobik (Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella

pneumoniae, Proteus vulgaris). Sebagian besar spesies Pseudomonas aeruginosabersifat

resisten terhadap itu. Tindakannyadalam melawan sebagian besar bakteri Gram-positif masih

terbatas. Streptococcus pneumoniae dan Streptococcus pyogenes sangat tahan terhadap

neomisin, itulah mengapa obat ini biasanya diasosiasikan dengan basitrasin untuk mengobati

infeksi kulit. Meskipun S. aureus merupakan bakteri Gram positif yang dihambat oleh

neomisin, penggunaan obat secara topikal tidak mampu memberantas mereka dari kulit,

karena itulah efeknya lebih rendah dibandingkan dengan asam fusidat dan mupirosin.

Asosiasi ini tidak efektif terhadap MRSA. Obat ini tersedia di Brazil dalam bentuk salep,

tunggal atau dalam kombinasi dengan basitrasin. Penggunaannyabersama kortikosteroid

topikal dan / atau agen antijamur tidak dianjurkan.

Basitrasin adalah antibiotik topikal awalnya berasal dari bakteri Bacillus subtilis yang

pertama kali diisolasi dari pasien yang memiliki patah tulang terkontaminasi oleh tanah

("baci", bacillus + "tracina", berasal dari pasien bernama Tracy). Ini adalah polipeptida yang

dibentuk oleh beberapa komponen (A, B dan C). Basitrasin A adalah komponen utama dari

produk komersial dan umumnya diformulasikan sebagai garam zink. Ia bekerja dengan

mengganggu pembentukan dinding sel bakteri. Ia aktif terhadap kokus Gram-positif seperti

stafilokokus dan streptokokus. Kebanyakan mikroorganisme Gram-negatif dan yeast (ragi)

tahan terhadapnya.Efek sampingnya, dermatitis kontak dan yang lebih jarang, syok

anafilaksis telah dilaporkan.

Di Brasil obat ini tersedia sebagai salep dan dalam kombinasi dengan neomisin.

RETAPAMULIN

Retapamulin adalah agen semi-sintetik yang berasal dari jamur merang yang disebut

Clitopilusscyphoides. Aksi antibakterinya terjadi melalui penghambatan sintesis protein

dengan mengikat secara selektif pada ribosom bakteri. Ia efektif terhadap S. aureus dan S.

pyogenes.

Kesembuhan impetigo secara klinis dengan menggunakan retapamulin didefinisikan

dengan baik, jika dibandingkan dengan plasebo. Sebagai obat bakteriostatik, eradikasi bakteri

mungkin tidak terjadi, bahkan setelah kesembuhan impetigo secara klinis. Retapamulin tidak

diindikasikan untuk infeksi MRSA. Inikurang efektif pada lesi-lesi traumatik dan lesi-lesi

dengan pembentukan abses (biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob dan MRSA).

Tersedia sebagai salep 1%, dapat digunakan pada anak-anak berusia lebih dari 9 bulan.

11