Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
dalam Strategi Kebijakan Pengelolaan Cendana (Santalum album L.) Secara Berkelanjutan
Cendana (Santalum album L.) merupakan salah satu spesies hasil hutan endemik Indonesia yang bernilai ekonomi �nggi mencapai Rp900.000,00/kg untuk kayu terasnya serta sangat potensial untuk dikembangkan. Cendana bernilai ekonomi �nggi karena memiliki aroma wangi yang khas pada bagian batang dan akarnya. Strategi kebijakan dalam pengelolaan cendana sangat diperlukan untuk mempertahankan keberlanjutan populasinya, salah satunya melalui diversifikasi produk guna mengurangi limbah. Desain penggunaan cendana dengan konsep circular economic berusaha memanfaatkan seluruh bagian kayu untuk berbagai macam tujuan penggunaan. Op�malisasi penggunaan tersebut didasarkan pada karakteris�k fisis kayu maupun karakteris�k fisis dan kimia minyak atsiri cendana. Rekomendasi kebijakan circular economic untuk pengelolaan cendana yang berkelanjutan guna op�malisasi pemanfaatan kayunya adalah dengan melakukan seleksi pemanenan pohon masak tebang dengan diameter minimal 15 cm dan proporsi teras minimal 48.53% dengan desain penggunaan utama untuk minyak atsiri dan kerajinan kayu.
RingkasanEksekutif
(Executive Summary)
Deden Nurochman
Volume 14 No. 5 tahun 2020
ISSN: 2085-787X
Badan Peneli�an, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Peneli�an dan Pengembangan Sosial,Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim
PolicyBrief
1Implementasi CircularEconomicdalam Strategi Kebijakan Pengelolaan Cendana (SantalumalbumL.) Secara Berkelanjutan
ImplementasiCircularEconomic
Pernyataan Masalah
(Statement of the Issue/
Problem)
Penurunan populasi cendana di Indonesia sudah sangat mengkhawa�r-kan, d i mana pada tahun 1997 Interna�onal Union for Conserva�on of Natural Resources ( IUCN) telah memasukkan cendana (S. album L.) ke dalam kategori rentan atau vulnerable (IUCN 1998, Havea 2007, Kurniawan et
al. 2013). Oleh karena itu diperlukan strategi kebijakan dalam pengelolaan cendana, antara lain: 1) s istem p e r m u d a a n y a n g m e n j a m i n keberlanjutan dan 2) pembatasan (seleksi) jumlah pohon yang ditebang (Simon, 2010). Sistem permudaan yang menjamin keberlanjutan cendana
2 Policy Brief Volume 14 No. 5 Tahun 2020
Pe m a n e n a n c e n d a n a ya n g dilakukan tanpa disertai dengan strateg i kebi jakan untuk mem-p e r ta h a n ka n ke b e r l a n j u ta n nya mengakibatkan terjadinya penurunan kuan�tas dan kualitas cendana di Indonesia. Kondisi ini dipicu dengan �dak adanya pembatasan jumlah pohon (seleksi pohon) yang akan d i p a n e n s e h i n g ga p e n ge l o l a a n cendana menjadi �dak berkelanjutan (Boroh 2001, dan Widiyan� et al. 2013). Hal ini dapat diketahui dengan semakin
menurunnya jumlah sebaran populasi dan produksi cendana. Konsep circular economic dalam ko n t e k s p e n g e l o l a a n c e n d a n a bertujuan untuk mempertahankan keberlanjutan cendana dengan cara mengop�malkan pemanfaataan s e h i n g g a l i m b a h p r o d u k s i n y a berkurang. Op�malisasi pemanfaatan dilakukan dengan mendesain berbagai tujuan penggunaan (diversifikasi) berdasarkan pada karakteris�k fisis (kayu dan minyak atsiri) cendana, melipu�:
Temuan Kunci (Key Findings)
Gambar 1. Konsep Circular economic dalam pengelolaan cendana secara berkelanjutan.
dapat dianalisis menggunakan konsep hutan normal dan proporsi �ngkat pohon terhadap anakan (Supratman dan Alam, 2009). Seleksi penebangan pohon cendana dilakukan mengguna-kan konsep circular economic untuk meningkatkan efisiensi dan me-n g u r a n g i l i m b a h b e r d a s a r k a n karakteris�k fisis kayu dan kimia minyak atsiri cendana. Geissdoerfer et al. (2017) dan Husgafvel et al. (2018) menyatakan bahwa konsep circular economic
berkembang pada tahun 1970-an dengan menjelaskan bahwa sumber daya a lam sangat berpengaruh terhadap perekonomian dengan memberikan masukan (input) untuk kegiatan produksi maupun konsumsi serta berfungsi untuk meminimalkan limbah produksi. Implementasi circular economic dalam pengelolaan cendana b e r t u j u a n u n t u k m e m b e r i k a n rekomendasi kebijakan pemanenan berdasarkan desain penggunaan, sebagaimana dapat dil ihat pada Gambar 1.
3
a. Analisis sifat fisis kayu berdasarkan B r i � s h S ta n d a r d ( B S 1 9 5 7 ) . Parameter sifat fisis kayu cendana yang digunakan, antara lain: warna teras, bobot jenis, dan kembang/ susut pada masing-masing bidang pengamatan kayu.
b. Analisis sifat fisis dan kimia minyak atsiri cendana berdasarkan ISO (2002), parameter yang diuji melipu�: warna, bobot jenis, dan kandungan senyawa α-santalol dan β-santalol . Anal is is senyawa santalol dalam minyak atsir i cendana menggunakan GC-MS,
karena memudahkan dalam proses oten�fikasi dan kontrol kualitas minyak atsiri (Howes et al. 2004).
Pohon cendana dikelompokkan berdasarkan kelas diameter pohon ( d b h ) k e m u d i a n d i l a k u k a n penebangan. Pemilihan pohon yang dipanen didasarkan pada kondisi pohonnya, melipu� diameter, kulit batang memiliki alur yang dalam (retak atau pecah), dan bagian pucuk pohon terdapat daun yang mengering. Selanjutnya bagian pangkal batang dan akar dilakukan pengukuran proporsi kayu teras dan gubalnya menggunakan so�ware Jshape (Tabel 1).
Kelas diameter Diameter pohon setinggi
dada (cm)
Proporsi kayu teras rata-rata (% )
Bagian batang Bagian akar
1 < 5 0.00 0.00
2 5 - < 10 31.04 38.54
3 10 - < 15 36.73 39.48
4 ≥ 15 48.53 52.36
Tabel 1. Kelas diameter pohon cendana dan proporsi kayu teras rata-rata pada bagian
batang dan akar.
Berdasarkan karakteris�k sifat fisis kayu dan sifat kimia minyak atsiri cendana sebagaimana Tabel 2, maka
dapat didesain tujuan penggunaan cendana sebagai berikut:
Kelas diameter
pohon
Proporsi teras (%)
Warna
teras
BJ kayu (g/cm3)
Penyusutan T/R
Warna minyak
BJ minyak (g/cm3)
Senyawa santalol (%)
α- β-
Batang:
1 0.00 - 0.69 2.57 kp 0.9636 14.00 19.47
2 31.04 c 0.73 2.32 kp 0.9641 34.04 14.39
3 36.73 cct 0.79 2.13 kp 0.9673 35.73 19.68
4 48.53 cct 0.87 1.93 kp 0.9695 45.83 20.77
Akar:
1 0.00 - 0.71 1.63 kp 0.9641 11.10 24.87
2 38.54 c 0.78 1.58 kp 0.9648 33.52 15.56
3 39.48 cct 0.81 1.58 kp 0.9681 39.73 16.16
4 52.36 cct 0.88 1.46 kp 0.9696 44.96 24.36
Pilihan dan Rekomendasi
kebijakan (Policy Options and Recommendations)
Keterangan: c : coklat | cct : coklat dan coklat tua | kp : kuning pucat
Implementasi CircularEconomicdalam Strategi Kebijakan Pengelolaan Cendana (SantalumalbumL.) Secara Berkelanjutan
1. Kerajinan kayu (wood cra�).Penggunaan kayu cendana untuk bahan baku kerajinan telah banyak dilakukan di Provinsi DI. Yogyakarta dan Bali dalam bentuk ukiran patung, kipas, dan kerajinan lainnya dengan nilai jual yang �nggi. Desain penggunaan keraj inan kayu didasarkan pada parameter, sebagai berikut: gradasi warna kayu teras, bobot jenis kayu
3sedang (Bj kayu 0.40 – 0.75 g/cm ) s.d.
3berat (Bj kayu > 0.75 g/cm ) dan rasio penyusutan bidang tangensial dan radial < 2.00% (Suranto 2001, Kasmudjo 2 0 1 0 ) . B e rd a s a r ka n p a ra m ete r tersebut, maka kayu cendana yang memenuhi persyaratan untuk tujuan penggunaan kerajinan kayu berasal dari pohon dengan kelas diameter 4, baik pada bagian batang dan akar. Kelas diameter 4 juga memiliki senyawa Santalol (α dan β) yang paling �nggi. Senyawa santalol menghasilkan aroma wangi khas cendana dan dijadikan tolok ukur utama dalam menetapkan kualitas produk cendana.
2. Minyak atsiri (essen�al oil).Penggunaan kayu cendana untuk tujuan penggunaan minyak atsiri memiliki nilai jual yang sangat �nggi mencapai USD2,500/kg (INTRACEN 2014). Desain penggunaan untuk m i ny a k a t s i r i d i d a s a r k a n a t a s parameter: warna minyak (kuning pucat), bobot jenis (0.9680-0.9830) dan kandungan α-santalol 41-55% serta β-santalol 16-24% (ISO 2002). Kayu cendana yang memenuhi persyaratan desain penggunaan minyak atsiri berasal dari pohon dengan kelas diameter 4, baik pada bagian batang dan akar.
3. Dupa wangi (fragrant incense).Cendana juga memiliki nilai sosial dan budaya bagi masyarakat untuk kegiatan ritual keagamaan dan upacara adat tertentu dalam bentuk dupa wangi. Desain penggunaan dupa wangi �dak memiliki parameter kualitas tertentu, yang terpen�ng adalah menghasilkan
asap wangi ke�ka dibakar atau berasal dari bahan baku yang harum (MEDEP 2010). Bahan baku cendana yang harum akan mengurangi penggunaan bahan pewangi tambahan (adi�f) pada saat proses pembuatan dupa wangi (Roemantyo 1990). Bahan baku cendana yang harum dan meng-hasilkan asap wangi saat dibakar ditandai dengan adanya senyawa santalol (α-santalol dan β-santalol). Berdasarkan parameter kualitas tersebut, maka semua kelas diameter kayu cendana, baik pada bagian batang dan akar memenuhi persyaratan sebagai bahan baku dupa wangi.
Konsep circular economy diguna-kan untuk intervensi kebijakan guna m e n g o p � m a l ka n p e m a n fa a t a n cendana (mengurangi limbah produksi) berdasarkan desain tujuan peng-gunaannya. Oleh karena itu tujuan utama penggunaan cendana didesain untuk minyak atsiri dan kerajinan kayu yang memiliki nilai jual paling �nggi, sedangkan tujuan penggunaan untuk dupa wangi diutamakan mengguna-kan limbah (sisa) pemanenan pohon cendana pada bagian batang, cabang, ran�ng dan akar pohon cendana, limbah kerajinan kayu maupun ampas serbuk cendana hasil penyulingan minyak atsiri. Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa terdapat korelasi posi�f antara diameter kayu cendana dengan proporsi kayu teras, sehingga kayu cendana yang berdiameter besar akan menghasilkan minyak atsiri cendana berkualitas �nggi (Kumar et al. 2011). Nilai α-santalol dan β-santalol pada kelas diameter 4 juga telah memenuhi standar Howes et al. (2004) untuk minyak atsiri cendana, yaitu α-santalol ≥ 43% dan β-santalol ≥ 18%. Lebih lanjut Howes et al. (2004) menjelaskan bahwa nilai α-santalol ≥ 43% dan β-santalol ≥ 18% menunjukkan bahwa minyak atsiri cendana tersebut berasal dari kayu cendana yang berkualitas dan berasal dari pohon yang telah masak
4 Policy Brief Volume 14 No. 5 Tahun 2020
tebang. Berdasarkan nilai parameter standar kualitas tersebut, maka pohon cendana dengan diameter pohon (dbh) ≥ 15 cm dan proporsi kayu teras ≥ 48.53% merupakan pohon yang telah masak tebang , seh ing ga dapat dijadikan landasan kebijakan dalam melakukan seleksi pemanenan pohon cendana . Urutan desain tujuan p e n g g u n a a n k a y u c e n d a n a berdasarkan karakteris�k fisis kayu dan karakteris�k kimia minyak atsirinya, yaitu: minyak atsiri, kerajinan kayu, dan
dupa wangi. P o h o n c e n d a n a m e m i l i k i pertumbuhan riap diameter tahunan (MAI) sebesar 0.6-0.7 cm/tahun (Susila, 2009), sehingga untuk mendapatkan pohon cendana dengan diameter p o h o n ( d b h ) s e b e s a r 1 5 c m memerlukan waktu tumbuh (daur) selama 25 tahun. Proporsi kayu teras pada bagian batang pohon cendana dapat diketahui dengan melakukan pengeboran terlebih dahulu pada bagian batang pohon yang telah memiliki diameter 15 cm.
Deden NurochmanSekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi LestariEmail: [email protected]. 085217393139
Rujukan untuk konsultasi
(Sources consulted)
[BS] Bri�sh Standard. 1957. BS 373-1957
Methods of tes�ng small clear
specimens of �mber. London (UK):
BSI.
Boroh P. 2001. Potensi cendana sebagai
andalan otonomi di Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Ilmiah Berita Biologi
5(5):469-474.
Geissdoerfer M, Savaget P, Bocken NMP,
Hutlink EJ. 2017. The circular
economy – A new sustainability
paradigm?. Journal of Cleaner
Produc�on 143:757-768.
Havea M. 2007. Vegeta�ve propaga�on of the
S a n d a l wo o d s p e c i e s S . Ya s i ,
S. album and F1 S. hybrid (yasi x
album). [Master Thesis]. Suva (FJ).
School of Biological, Chemical &
Environmental Sciences.
Howes MJR, Simmonds MSJ, Kite GC. 2004.
Eva l u a� o n o f t h e q u a l i t y o f
sandalwood essen�al oil by gas
c h r o m a t o g h r a p y – m a s s
spectrometry. J. Chromatograhy
A.1028 (2004):307-312.
Husgafvel R, Linkosalmi L, Hughes M, Kanerva J,
Dahl O. 2018. Forest sector circular
economy development in Finland: A
Regional study on sustainability
driven compe��ve advantage and
an assessment of the poten�al for
cascading recovered solid wood.
Journal of Cleaner Produc�on
181:483-497.
[IAWA] Interna�onal associa�on of wood
anatomists. 1989. AWA list of
microscopic features for hardwood
iden�fica�on. Didalam: Wheeler EA,
Baas P, Gasson PE, editor. Leiden
(NED).
[ I S O ] I n t e r n a � o n a l O r ga n i za � o n fo r
Standardisa�on. 2002. ISO 3518 oil
of sandalwood (Santalum album L.).
ISO.
[IUCN] Interna�onal Union For Conserva�on of
Nature and Natural Resources. 1998.
Santalum album The IUCN Red List of
T h r e a t e n e d S p e c i e s 1 9 9 8
h�p://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK
.1998.RLTS.T31852A9665066.en.
Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan Suatu
Pe n g a n ta r . Yo g ya ka r t a [ I D ] :
Cakrawala Media.
Kumar AN, Srinivasa YB, Josh G, Seetharam A.
Referensi(References)
5Implementasi CircularEconomicdalam Strategi Kebijakan Pengelolaan Cendana (SantalumalbumL.) Secara Berkelanjutan
2011. Variability in and rela�on
between tree growth, heartwood
and oil content in Sandalwood
(Santalum album L.). Current Science
100(6):827-830.
Kurniawan H. 2012. Strata tajuk dan kompe�si
pertumbuhan Cendana (Santalum
album Linn.) di Pulau Timor . J.
Peneli� Kehutanan Wallacea 1(2):
103-115.
Kurniawan H, Soenarno, Prase�yo N A. 2013.
Kajian beberapa aspek ekologi
Cendana (Santalum album Linn.)
pada lahan masyarakat di Pulau
T i m o r. J Pe n e l i � H u t a n d a n
Konservasi Alam 10(1): 33-49.
Marsoem SN. 2004. Pemanfaatan hasil hutan
tanaman Acacia mangium. Di dalam:
Hardiyanto EB, Arisman H, editor.
Pembangunan hutan tanaman
Acacia mangium: Pengalaman di PT.
Musi Hutan Persada Sumatera
Selatan. Palembang, Indonesia (ID).
[MEDEP] Micro Enterprise Development
Programme. 2010. Value Chain
Analysis Incense S�ck. Value Chain
Analysis Series No.3. Lalitpur (IND):
MEDEP.
Rao RV, Hemavathi TR, Sujatha M, Chauhan L,
Raturi R. 1998. Stemwood and
rootwood anatomy of Santalum
album Linn. and the problem of
wood adultera�on. Di dalam:
R a d o m i l j a c A M ,
Ananthapadmanabho HS, Welburn
RM, Rao KS, editor. Sandals and Its
P r o d u c t s . P r o c e e d i n g o f a n
Interna�onal Seminar at the
Ins�tute of Wood Science and
Technology (ICFRE) Bangalore,
India.; 1997 December 18-19;
Canberra, Australia (AUS). ACIAR
Proceeding (84):93-102.
Rao MS, Ravikumar G, Triveni PR, Rajan VS,
Nau�ya S. 2016. Analysis of policies
in sustaining Sandalwood resources
in India. Di dalam: Nau�yal S,
Schaldach R, Raju KV, Kaechele H,
Pritchard B, Rao KS, editor. Climate
change challenge (3C) and social
economic ecological interface
bu i ld ing: Exp lor ing poten�al
adapta�on strategies for Bio-
r e s o u r c e c o n c e r v a � o n a n d
livelihood development. (84):93-
102. Springer. DOI 10.1007/978-3-
319-31014-5.
Roemantyo HS. 1990. Ethnobotany of the
Javanese incense. Economic Botany
44: 413-416.
Shmulsky R, Jones PD. 2011. Forest Products
and Wood Science: An Introduc�on.
Sixth edi�on. West Sussex (UK): John
Willey & Sons Ltd.
Simon H. 2010. Perencanaan Pembangunan
S u m b e r d a y a H u t a n : T i m b e r
management. Yogyakarta [ID]:
Pustaka Pelajar.
Supratman, Alam S. 2009. Manajemen Hutan.
Makasar (ID): Fakultas Kehutanan.
Universitas Hasanuddin.
Suranto Y. 2001. Kayu cendana sebagai bahan
baku insudtri kerajinan rakyat
menyongsong otonomi daerah
Propinsi Nusa Tenggara Timur. J.
Ilmiah Berita Bio 5(5): 613-619.
Suryawan A, Mayasari A, Kinho J. 2012. Sifat
fisis mekanika dan potensi kayu
hitam (Diospyros pilosanthera
Blanco.) di Cagar alam Tangkoko,
Sulawesi Utara. Seminar Nasional
Mapeki XV tanggal 6 - 7 Nopember
2012. Makasar (ID).
Susila IWW. 2009. Riap hutan tanaman ja� dan
cendana di Nusa Tenggara Timur.
Jurnal Peneli�an Hutan Tanaman
6(3):157-185.
Widiyan� MP, Purnaweni H, Soeprobowa� TR.
2013. Pengelolaan cendana di Desa
A s u m a n u Ke c a m a t a n R a i h a t
Kabupaten Belu Provinsi Nusa
Te n g g a r a T i m u r. P r o s i d i n g
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan: 13-18.
6 Policy Brief Volume 14 No. 5 Tahun 2020
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
7Implementasi CircularEconomicdalam Strategi Kebijakan Pengelolaan Cendana (SantalumalbumL.) Secara Berkelanjutan
P3SEKPI