22
IMPLEMENTASI HAM DI INDONESIA IMPLEMENTASI HAM DI INDONESIA Ada tiga konsep dan model pelaksanaan HAM di dunia yang dianggap mewakili, masing-masing di negara-negara Barat, Komunis-Sosialis dan ajaran Islam. Adanya HAM menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara paralel dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan menimbulkan pelanggaran HAM itu sendiri. Khusus tentang implementasi HAM di Indonesia, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia dan belum kondusifnya mekanisme penyelesaiannya,, tetapi secara umum baik menyangkut perkembangan dan penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan serta dibentuknya Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang dimandatkan sebagai wadah antar bangsa dalam perwujudan prinsip-prinsip yang terkandung didalam DUHAM, ternyata hingga saat ini masih diragukan kemampuannya untuk bertindak dan membuat kebijakan yang adil bagi Negara-negara anggotannya. Badan dunia ini bahkan tak mampu keluar dari dominasi negara-negara utara dan pemegang veto di Dewan Keamanan PBB. PBB bahkan juga tak mampu mengendalikan lagi operasi lembaga-lembaga keuangan internasional (seperti Bank Dunia dan IMF) yang dilahirkannya, yang telah mereproduksi berbagai bentuk pelanggaran HAM secara sistematis dan berkelanjutan di negara- negara wilayah operasinya. Di Indonesia, diskursus tetang penegakan hak asasi manusia juga tidak kalah gencarnya. Keseriusan pemerintah di bidang HAM paling tidak bermula pada tahun 1997, yaitu semenjak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) didirikan setelah diselenggarakannya Lokakarya Nasional Hak Asasi Manusia pada tahun 1991. Sejak itulah tema tentang penegakan HAM di Indonesia menjadi pemebicaraan yang serius dan berkesinambungan. Kesinambungan itu berwujud pada usaha untuk mendudukkan persoalan HAM dalam kerangka budaya dan sistem politik nasioanal sampai pada tingkat implementasi untuk membentuk jaringan kerjasama guna menegakkan

Implementasi Ham Di

Embed Size (px)

Citation preview

IMPLEMENTASI HAM DI INDONESIA

IMPLEMENTASI HAM DI INDONESIA

Ada tiga konsep dan model pelaksanaan HAM di dunia yang dianggap mewakili, masing-masing di negara-negara Barat, Komunis-Sosialis dan ajaran Islam. Adanya HAM menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara paralel dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan menimbulkan pelanggaran HAM itu sendiri. Khusus tentang implementasi HAM di Indonesia, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia dan belum kondusifnya mekanisme penyelesaiannya,, tetapi secara umum baik menyangkut perkembangan dan penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan serta dibentuknya Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang dimandatkan sebagai wadah antar bangsa dalam perwujudan prinsip-prinsip yang terkandung didalam DUHAM, ternyata hingga saat ini masih diragukan kemampuannya untuk bertindak dan membuat kebijakan yang adil bagi Negara-negara anggotannya. Badan dunia ini bahkan tak mampu keluar dari dominasi negara-negara utara dan pemegang veto di Dewan Keamanan PBB. PBB bahkan juga tak mampu mengendalikan lagi operasi lembaga-lembaga keuangan internasional (seperti Bank Dunia dan IMF) yang dilahirkannya, yang telah mereproduksi berbagai bentuk pelanggaran HAM secara sistematis dan berkelanjutan di negara-negara wilayah operasinya.Di Indonesia, diskursus tetang penegakan hak asasi manusia juga tidak kalah gencarnya. Keseriusan pemerintah di bidang HAM paling tidak bermula pada tahun 1997, yaitu semenjak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) didirikan setelah diselenggarakannya Lokakarya Nasional Hak Asasi Manusia pada tahun 1991. Sejak itulah tema tentang penegakan HAM di Indonesia menjadi pemebicaraan yang serius dan berkesinambungan. Kesinambungan itu berwujud pada usaha untuk mendudukkan persoalan HAM dalam kerangka budaya dan sistem politik nasioanal sampai pada tingkat implementasi untuk membentuk jaringan kerjasama guna menegakkan penghormatan dan perlindungan HAM tersebut di Indonesia. Meski tidak bisa dipungkiri adanya pengaruh internasional yang menjadikan hak asasi manusia sebagai salah satu isu global, namun penegakan hak asasi manusia di Indonesia lebih merupakan hasil dinamika intrenal yang merespon gejala internasional secara positif.Dalam mewujudkan HAM masih merupakan perjalanan panjang yang tak kunjung sampai. Walau secara tersirat, di dalam konstitusi Indonesia terkandung prinsip-prinsip DUHAM, namun hingga saat ini implementasinya masih jauh dari harapan. Bahkan, dalam era Orde Baru, HAM sempat diwacanakan sebagai gagasan subversif. Wacana HAM baru diakomodasi ketika tuntutan masyarakat internasional tak bisa dielakkan dan HAM diletakkan sebagai instrumen diplomasi.

Akibatnya, hingga saat ini, Pemerintah Indonesia masih meletakkan HAM sebagai kosmetika demokrasi dan bukan sebagai perwujudan amanat dan tanggungjawab negara terhadap warga negaranya. Ratifikasi sejumlah konvensi dan covenants tidak dilanjutkan dengan langkah harmonisasi regulasi administratif dan kebijakan hukum nasional. Bahkan modalitas yang dimiliki sebagai anggota Dewan HAM PBB tidak dimanfaatkan sepenuhnya untuk menjamin pemenuhan HAM warga negaranya. Politik HAM baru mengabdi pada pencitraan pemegang kekuasaan.

Pelanggaran HAM yang baru-baru ini sedang marak adalah pelanggaran hak asasi perlindungan anak. Padahal di dalamnya sudah terdapat Undang Undang yang mengatur di dalamnya, antara lain Undang Undang No. 4 tahun 1979 diatur tentang kesejahteraan anak, Undang Undang No. 23 tahun 2002 diatur tentang perlindungan anak, Undang Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 diatur tentang ratifikasi konversi hak anakRatifikasi 2 kovenan pokok HAM yaitu Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik serta Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang telah dilakukan oleh Indonesia sejak akhir 2005, misalnya, ternyata tak segera diimplementasikan. Bahkan pada tataran pelaksanaannya justru bertentangan dengan kewajiban-kewajiban minimum yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam konvensi dan Komentar Umum (General Comment) yang dihasilkan dalam sidang-sidang PBB.

Terhadap hak-hak sipil dan hak-hak budaya yang mengharuskan negara untuk tidak ikut campur dan membatasi, pemerintah dan parlemen justru menciptakan regulasi dan perundang-undangan yang bersifat mengekang pemenuhan dan penikmatan atas hak-hak tersebut. Bahkan sejumlah aturan diciptakan untuk mengkriminaslisasikan warga masyarakat yang melaksanakan dan menikmati pemenuhan hak–hak sipil dan Hak–hak budaya tersebut; hak untuk menikmati kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi beberapa kelompok masyarakat sampai saat ini masih dilanggar.

Tindakan aparat kepolisian yang menangkap atau membiarkan penyerangan orang atau sekelompok orang yang sedang melakukan pemenuhan hak untuk menyebarkan informasi dalam bentuk sosialisasi pencegahan HIV/AIDs dan pentingnya alat pelindung (kontrasepsi) dengan tuduhan melakukan tindak pidana pornografi, merupakan bentuk nyata pelanggaran HAM di Indonesia.

Pada sisi lain, pemerintah lalai dan mengabaikan kewajibannya untuk memastikan pemenuhan dan penikmatan Hak warga negaranya atas: pangan yang layak dan terbebaskan dari penderitaan kelaparan, ketersediaan air bersih dan tempat tinggal yang layak. Setengah jumlah penduduk Indonesia mengalami kekurangan pangan dan jutaan penduduk mengalami gizi buruk dan busung lapar sebagai akibat kebijakan liberalisasi distribusi dan harga pangan pokok. Menurut data FAO yang dikeluarkan tanggal 9 Desember 2008, Indonesia merupakan salah satu negara dari 7 negara didunia ini yang mengalami kelaparan akut.

Lebih dari 300.000 (tiga ratus ribu) anak-anak –sebagian besar bayi dan balita– meninggal setiap tahunnya akibat penyakit diare karena tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih, sebagai akibat kebijakan privatisasi dan liberalisasi air. Jutaan penduduk hidup di wilayah kumuh tanpa akses terhadapat layanan public dan jutaan lainnya mengalami pengusiran paksa dari tempat tinggalnya karena tanah dan tempat tinggal mereka digunakan sebagai target pembangunan infrastruktur atau proyek-proyek investasi. Jutaan perempuan mengalami tekanan (stress) dan penambahan beban kerja dan beban keuangan karena kelangkaan dan mahalnya minyak tanah dan gas, sebagai akibat proyek gagal konversi minyak tanah ke gas yang dipaksakan oleh pemerintah. Hampir seluruh kebijakan liberalisasi, privatisasi, kenaikan harga BBM serta konversi minyak tanah ke gas yang diciptakan oleh pemerintah merupakan adopsi dan pelaksanaan persyaratan utang dan hibah yang didorongkan oleh Negara-negara maju sebagai kreditor dan Lembaga

Keuangan Internasional seperti World Bank, IMF (International Monetary Fund) dan Asian Development Bank (ADB). Atas nama prinsip Harmonisasi Bantuan (Aid Harmonization) yang tercantum dalam Deklarasi Paris (Paris Declaration), mereka secara sistematis memaksakan agar prinsip-prinsip kapitalisme seperti liberalisasi, privatisasi layanan public, swastanisasi asset nagara, deregulasi, dan investasi asing langsung diterapkan secara baik oleh pemerintah Indonesia.

Pembayaran utang luar negeri itu sendiri telah merampas hak-hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik dalam bidang kesehatan, pendidikan, air minum dan pangan serta penyediaan lapangan kerja yang manusiawi. Alokasi APBN setiap tahun untuk pembayaran utang luar negeri jauh melampaui alokasi APBN untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.

Hampir dapat dipastikan, bahwa pemerintah sesungguhnya mengetahui dampak negatif atas kebijakan kapitalisme yang dipaksakan di Indonesia. Persoalannya, sejumlah birokrat dan aparatur Negara yang memiliki posisi kunci sebagai perencana dan pengambil keputusan telah terperangkap dalam jebak pemberi utang (creditor) dan pemberi hibah (Grantor) dalam bentuk penikmatan atas keuntungan dan keamanan bisnis pribadinya ataupun fasilitas beasiswa pendidikan (S2 dan S3) yang disediakan oleh creditor dan grantor.

Dalam situasi krisis ekonomi seperti saat ini di Indonesia, sebagai akibat dari krisis ekonomi di Amerika dan negara-negara maju yang selama ini bersifat predatory, pemerintah Indonesia sangat giat menciptakan utang-utang baru. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap sen dari utang yang diperoleh akan berdampak pada perubahan kebijakan dan peraturan perundangan di Indonesia, yang akan semakin menjauhkan upaya-upaya pemenuhan dan penikmatan Hak Asasi Manusia bagi warga Negara Indonesia.

Kalau kita tengok ke belakang beberapa peristiwa yang dianggap “Melanggar hak asasi manusia” di indonesia sebelum masa reformasi cukup banyak, diantaranya belum terungkap karena memang ada pihak – pihak yang menutupinya. Pelanggaran – pelanggaran itu antara lain:

19651. Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan Darat.2. Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia. Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini.

19661. Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara.2. Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember.3. Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.

19671. Koran- koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.2. April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta.3. Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.

19691. Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana.2. Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.3. Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.4. Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik.

19701. Pelarangan demo mahasiswa.2. Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.3. Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru.4. Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.

1971:1. Usaha peleburan partai- partai.2. Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar.3. Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak.4. Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.

19741. Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh.2. Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar Lubis.

19751. Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.2. Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.

19771. Tuduhan subversi terhadap Suwito.2. Kasus tanah Siria- ria.3. Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim.4. Kasus subversi komando Jihad.

19781. Pelarangan penggunaan karakter- karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia.

2. Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.19801. Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang, Pekalongan dan Kudus.2. Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negri.

19811. Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.

19821. Kasus Tanah Rawa Bilal.2. Kasus Tanah Borobudur. Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai.3. Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta. Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.

19831. Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di muka umum.2. Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.

19841. Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.2. Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.3. Tuduhan subversi terhadap Dharsono.4. Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur.

19851. Pengadilan terhadap aktivis- aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.

19861. Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.2. Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.3. Kasus subversi terhadap Sanusi.4. Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.

19891. Kasus tanah Kedung Ombo.2. Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.3. Kasus tanah Kemayoran.

4. Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari5. Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.19911. Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda- pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.

19921. Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaannya Tommy Suharto.2. Penangkapan Xanana Gusmao.

19941. Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberitaan kapal perang bekas oleh Habibie.

19951. Kasus Tanah Koja.2. Kerusuhan di Flores.

19961. Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 19962. Kasus tanah Balongan.3. Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran lingkungan.4. Sengketa tanah Manis Mata.5. Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.6. Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamungkas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkunjung di sana.7. Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.8. Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.9. Kerusuhan Sambas – Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember1996.

19971. Kasus tanah Kemayoran.2. Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.

19981. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 19982. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta, dua hari sebelum kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.

19991. Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini terjadi 24 Juli 19992. Pembumi hangusan kota Dili, Timor Timur oleh Militer indonesia dan Milisi pro integrasi. Peristiwa ini terjadi pada 24 Agustus 1999.3. Pembunuhan terhadap seorang mahasiswa dan beberapa warga sipil dalam demonstrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Peristiwa Ini terjadi pada 23 – 24 November 1999 dan dikenal sebagai peristiwa Semanggi II.4. Penyerangan terhadap Rumah Sakit Jakarta oleh pihak keamanan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 Oktober 1999.

Untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat, perlu segera dibentuk suatu Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

http://sagimansmart.wordpress.com/2011/03/16/implementasi-ham-di-indonesia/

BAB I

PENDAHULUAN

1.1          Latar Belakang

Hak asasi manusia merujuk kepada hak yang dimiliki oleh semua insan. Konsep hak asasi manusia adalah berdasarkan memiliki suatu bentuk yang sama sebagaimana yang dimiliki oleh semua insan manusia yang tidak dipengaruhi oleh asal, ras, dan warga negara. Oleh karena itu secara umum hak asasi manusia dapat diartikan sebgai hak-hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia lahir dan merupakan pemberian Tuhan. Ruang lingkup hak asasi manusia itu sendiri adalah:

1.     Hak untuk hidup

2.     Hak untuk memperoleh pendidikan

3.     Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain

4.     Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama

5.     Hak untuk mendapatkan pekerjaan

Dalam hal proses penegakan hukum, apabila implementasi lebih berorientasi pada penghoirmatan terhadaphak asasi manusia maka akan lebih “menggugah” masyarakat untuk menjunjung tinggi hukum itu sendiri.

Dalam hubungannya dengan hal ini, hak asasi manusia memiliki dua segi yaitu segi moral dan segi perundangan. Apabila dilihat dari segi moral, hak asasi manusia merupakan suatu tanggapan moral yang didukung oleh anggota masyarakat. Sehubungan dengan segi ini anggota masyarakat akan mengakui wujud hak tertentu yang harus dinikmati oleh setiap individu, yang dianggap sebagai sebagaian dari sifat manusia, walaupun mungkin tidak tercantum dalam undang-undang. Jadi, masyarakat pun mengakui secara moral akan eksistensi hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia.

Dari segi perundangan, hak asasi manusia diartikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dalam konteks nasional, tak dapat dipungkiri bahwa isi dari adat istiadat dan budaya yang ada   di Indonesia juga mengandung pengakuan terhadap hak dasar dari seorang manusia. Apabila dilihat dari konteks ini, maka sebenarnya bangsa Indonesia sudah memiliki pola dasar dalam pengakuannya terhadap hak asasi manusia. Dasar-dasar hak asasi manusia di Indonesia terletak

pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.

Sedangkan dalam hubungannya dengan konteks internasional, hak asasi manusia (HAM) merupakan substansi dasar dalam kehidupan bermasyarakat di dunia, yang terdiri dari berbagai macam unsur adat istiadat serta budaya yang tumbuh dan berkembang di dalamnya. Jadi yang dimaksud dengan hukum hak asasi manusia internasional adalah hukum mengenai perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang dilindungi secara internasional dari pelanggaran yang terutama dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, termasuk di dalam upaya penggalakan hak-hak tersebut. Oleh karena itu, dengan dilakukan dialog dan pedekatan antar suku bangsa di dunia, maka dimungkinkan dapat mewujudkan penerapan hak asasi manusia yang jujur dan berkeadilan. Dalam hal hak asasi manusia dilihat dari konteks internasional ini, tentu penerapan, mekanisme penegakan hingga penyelesaiannya pun lebih kompleks bila dibandingkan dengan penanganan hak asasi manusia dalam lingkup nasional.

Walaupun perkembangan dunia sudah semakin maju dan kompleks, selama ini penegakan hak asasi manusia hanya diikat perjanjian bilateral antarnegara yang sifatnya moral. Padahal di sisi lain, masyarat internasional harusloah tunduk pada mekanisme internasional dalam hal penegakan hak asasi manusia. Oleh karena itu, instrumen internasional sangatlah dibutuhkan untuk mewujudkannya. Dalam hubungannya dengan penulisan makalah ini, sebagai awal kita harus mengetahui mengenai konsep hukum internasional itu sendiri. Hukum internasional diartikan sebagai hukum yang hanya mengatur hubungan antar negara.

Kemudian pada masa setelah Perang Dunia ke-II diperluas hingga mencakup organisasi internasional sebagai subyek hukum internasional yang memiliki hak-hak tertentu berdasarkan hukum internasional. Manusia sebagai individu dianggap tidak memiliki hak-hak menurut hukum internasional, sehingga manusia lebih dianggap sebagai obyek hukum daripada sebagai subyek hukum internasional. Teori-teori mengenai sifat hukum internasional ini kemudian membentuk kesimpulan bahwa perlakuan negara terhadap warga negaranya tidak diatur oleh hukum internasional, sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap hak negara-negara lainnya. Karena hukum internasional tidak dapat diterapkan terhadap pelanggaran HAM suatu negara terhadap warga negaranya, maka seluruh permasalahan ini secara eksklusif berada di bawah yurisdiksi domestik setiap negara. Dengan kata lain, masalah HAM merupakan urusan dalam negeri setiap negara sehingga negara lain tidak berhak bahkan dilarang untuk turut campur tangan terhadap pelanggaran HAM di dalam suatu negara.

Dari keseluruhan alasan itulah, maka kelompok kami ingin mendeskripsikan  mengenai mekanisme penegakan hak asasi manusia internasional baik dari konsep mekanisme, perkembangannya dari dahulu maupun implementasinya dalam perkembangan dunia saat ini.

1.2          Perumusan Masalah

1.     Apa latar belakang timbulnya mekanisme penegakan Hak Asasi Manusia internasional?

2.     Apakah mekanisme penegakan Hak Asasi Manusia Internasional yang telah berjalan hingga saat ini?

1.3          Tujuan Penulisan

1.     Untuk mendeskripsikan latar belakang timbulnya mekanisme penegakan Hak Asasi Manusia internasional sehingga timbul mekanisme yang telah berjalan hingga sekarang.

2.     Untuk mendeskripsikan mekanisme penegakan Hak Asasi Manusia internasional baik dari segi konsepsi maupun implementasinya di dalam kehidupan pergaulan masyarakat internasional.

BAB II

ISI

HAM adalah hak-hak yang seharusnya diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodratnya sebagai manusia. Adapun pembatasan terhadap HAM tersebut dapat dibagi menjadi :1. universal : tanpa melihat perbedaan suku, agama, ras, kepercayaan, usia, latar belakang, jenis kelamin, warna kulit.2. Melekat (inherent) : hak tersebut bukan hasil pemberian kekuasaan/ orang lain.Adapun ruang lingkup dari HAM adalah :

a. Larangan DiskriminasiPrinsip non diskriminasi adalah suatu konsep sentral dalam kaidah hak asasi manusia. Prinsip tersebut dapat diketemukan dalam instrumen umum hak asasi manusia. Komite Hak Asasi Manusia telah menyatakan bahwa dengan mengacu pada persamaan jenis kelamin Kovenan International mengenai hak sipil dan politik tidak hanya memerlukan perlindungan tetapi juga memerlukan tindakan penguat yang dimaksudkan untuk menjamin perolehan positif hak-hak yang sama.

b. Hak atas Penghidupan, Kemerdekaan, dan Keselamatan seseorang.Hak atas penghidupan dalam instrumen tidak dijamin sebagai hak mutlak. Misalnya, menurut Konvensi Eropa, pencabutan nyawa tidak bertentangan dengan hak atas penghidupan, apabila pencabutan ini diakibatkan oleh tindakan tertentu yang sudah ditetapkan. Dalam beberapa instrumen, laran gan hukuman mati dimuat dalam sebuah Protokol tersendiri. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan Konvensi Amerika keduanya membatasi hukuman mati pada “kejahatan yang paling berat,” keduanya mengatur bahwa hukuman mati harus hanya boleh dikenakan dengan suatu “keputusan final suatu pengadilan yang berwenang” sesuai dengan undang-undang yang tidak retroaktif. Kedua perjanjian internasional ini memberikan hak untuk mencari “pengampunan atau keringanan hukuman” dan melarang pengenaan hukuman mati pada orang di bawah usia delapan belas tahun pada saat melakukan kejahatan, dan melarang eksekusinya pada wanita hamil. Konvensi Eropa mensyaratkan hukuman mati dikenakan oleh suatu pengadilan, sesudah memperoleh keyakinan mengenai suatu kejahatan yang karena keputusannya ditetapkan oleh undang-undang.

c. Larangan .penganiayaanSemua instrumen umum melarang penganiayaan atau perlakuan secara kejam deng an tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan. Konvensi melawan penganiayaan atau perlakuan secara kejam dengan tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan ini disetujui pada tahun 1984 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tersebut menetapkan bahwa Negara berkewajiban mengekstradisi pelaku penganiayaan dan menuntutnya. Prinsip ini melibatkan yurisdiksi universal yang berarti bahwa setiap negara mempunyai yurisdiksi dan memiliki hak untuk mengekstradiksi atau menuntut pelaku penganiayaan tanpa dibatasi oleh kewarganegaraan pelaku penganiayaan atau tempat pelanggaran yang dituduhkan.

d. Hak Persamaan di Muka Hukum.Ketentuan ini pada dasarnya merupakan suatu klausul nondiskriminasi. Ada tiga aspek yang dicakup oleh ketentuan ini. Aspek pertama adalah persamaan di muka hukum. Aspek kedua yaitu perlindungan hukum yang sama, dan aspek ketiga adalah perlindungan dari diskriminasi.

e. Hak Kebebasan Bergerak dan BerdiamDalam perjanjian-perjanjian internasional hak-hak asasi manusia umum, hak kebebasan bergerak dan berdiam mencakup kebebasan memilih tempat tinggal dalam suatu Negara, kebebasan meninggalkan dan memasuki negerinya sendiri, hak untuk tidak dikeluarkan dari suatu negeri tanpa diberi kesempatan untuk menyanggah keputusan tersebut, dan bebas dari pengasingan.

f. Hak atas Kebebasan Pikiran, Hati Nurani, dan AgamaKovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan politik menyatakan bahwa perwujudan agama dan kepercayaan seseorang boleh dijadikan sasaran pembatasan seperti itu hanya karena ditentukan oleh undang-undang dan diperlukan untuk melindungi keselamatan umum, ketertiban umum, kesehatan masyarakat, atau moral umum, atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.

Hubungan antara HAM dengan konsep Negara hukumNegara hukum (the rule of law) lahir pada zaman Paus VII and Henriech IV th 1122, dimana kekuasaan raja/ gereja sebelumnya bersifat mutlak, perintahnya mengingkat kepada orang lain namun tidak pernah mengikat raja tersebut dimana kekuasaan semacam ini dikenal sebagai (the rule of man — titah). Jadi dengan lahirnya konsep the rule of law maka segala hukum yang lahir dari konsep kesepakatan ditempatkan pada posisi paling tinggi, yang pada akhirnya mendorong lahirnya “magna charta” yang isinya membatasi kekuasaan raja dan menghormati hak-hak warga kota (citizen). Jadi dalam suatu negara yang menerapkan konsep the rule of law, maka jaminan akan dihormatinya HAM lebih mudah diwujudkan.

B. SEJARAH HAM INTERNASIONALDi Inggris 1215 ; Magna Charta ; membatasi kekuasaan raja2 (raja John). Setelah PD I : Perjanjian negara-negara Eropa untuk melindungi kelompok minoritas dan harus dituangkan ke dalam uu Negara tersebut.Abad 19 :• Penghapusan perdagangan budak dan perlindungan hak buruh samapi lahirnya konvensi LBB untuk menghapus Perbudakan dan Perdagangan Budak).• Pendirian ILO

• Pendirian ICRC Lahirnya Konvensi Genewa 1864 tentang perlindungan korban perang dan batas-batas cara dan pemakaian mesin perang.• Lahirnya Konvensi Den Hag tentang pelarangan penggunaan gas beracun, senjata kimia• Lahirnya Declaration of the Rights of Man and of citizens, AS 1776 diikuti Belanda 1798, Swedia 1709, Norwegia 1814, belgia 1831, Spanyol 1812 dsb.Setelah Perang Dunia II• Lahir Konvensi Genewa 1949 tentang Hukum Humaniter• 1977 lahir Konvensi Genewa tentang gabungan antara konvensi genewa tentang perlindungan korban perang dan konvensi tentang tata cara perang.

Abad 20• Nazi 1930-1940 Holocoust: pembantain kaum minoritas• 1948 Universal Decalaration of Human Rights• 1966 The International Covenant on Civil and Political Rights• 1966 The International Covenant on Economical and Social and Cultural Rights.C. SEJARAH PERKEMBANGAN HAM NASIONAlTekad bangsa Indonesia untuk mewujudkan penghormatan dan penegakan HAM sangat kuat ketika bangsa ini memperjuangkan hak asasinya, yaitu: “kemerdekaan”, yang telah berabad-abad dirampas oleh penjajah.Para pendiri negeri ini telah merasakan sendiri bagaimana penderitaan yang dialami karena hak asasinya diinjak-injak oleh penjajah. Oleh karena itu, tidak mengherankan setelah berhasil mencapai kemerdekaan, para pendiri negeri ini mencanturnkan prinsip-prinsip HAM dalam Konstitusi RI (Undang-undang Dasar 1945 dan Pembukaannya) sebagai pedoman dan cita-cita yang harus dilaksanakan dan dicapai.

Namun dalam perjalanan sejarah bangsa, pedoman dan cita-cita yang telah dicanturnkan dalam konstitusi tersebut tidak dilaksanakan bahkan dilanggar oleh pemerintah yang seharusnya melaksanakan dan mencapainya. Kita semua sudah mengetahui bahwa Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru tidak hanya tidak melaksanakan penghormatan dan penegakan HAM namun juga banyak melakukan pelanggaran HAM. Hal ini disebabkan oleh alasan politis dan teknis. Alasan politis adalah situasi politik di tingkat nasional dan tingkat intemasional (perang dingin). Di jaman Orde Lama, focus kebijakan Pemerintah RI adalah “Revolusi”. Kebijakan ini membawa kita ke konflik internal (domestik) dan intemasional, serta berakibat melupakan hak asasi rakyat. Sedangkan di jaman Orde Baru kebijakan pemerintah terfokus pada pembangunan ekonomi. Memang pembangunan ekonomi juga termasuk upaya pemenuhan HAM (hak ekonomi dan sosial). Namun kebijakan terlalu terfokus pada pembangunan ekonomi dan mengabaikan hak sipil dan politik, telah menyebabkan kegagalan pembangunan ekonomi itu sendiri. Adapun alasan teknis adalah karena prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam konstitusi belum dijabarkan dalam hukum positif aplikatif (Undang-undang Organik).

Sejak memasuki era reformasi, Indonesia telah melakukan upaya pemajuan HAM, termasuk menciptakan hukum positif yang aplikatif. Dilihat dari segi hukum, tekad bangsa Indonesia tercermin dari berbagai ketentuan yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) dan Pancasila, dalam Undang-undang Dasar yang telah di amandemen, Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM, Undang-undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan ratifikasi yang telah dilakukan terhadap sejumlah instrumen HAM intemasional

D. HAM DALAM UUD 1945Dalam Pembukaan UUD 45 dengan tegas dinyatakan bahwa “pejajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dalam Pancasila yang juga tercantum dalam Pembukaan UUD 45 terdapat sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Da1am P4, meskipun sekarang tidak dipakai lagi, namun ada penjelasan Sila kedua yang masih relevan untuk disimak, yaitu bahwa “dengan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban asasinya, tanpa membedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit, dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan ‘tepa salira ” serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain”.Dibandingkan dengan UUDS 1950, ketentuan HAM di dalam UUD 1945 relatif sedikit, hanya 7 (tujuh) pasal saja masing-masing pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31 dan 34, sedangkan di dalam UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu sejumlah 35 pasal, yakni dari pasal 2 sampai dengan pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration of Human Rights.Meskipun di dalam UUD 1945 tidak banyak dicantumkan pasal-pasal tentang HAM, namun kekuarangan-kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah Undang-undang antara lain UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 8 Tahun 1981 yang banyak mencantumkan ketentuan tentang HAM. UU No. 14 Tahun 1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU No. 8 Tahun 1981 memuat 40 pasal. Lagipula di dalam Pembukaan UUD 45 didapati suatu pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM yang berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Dalam amandemen kedua UUD 1945, pasal 28 telah dirobah menjadi bab tersendiri yang memuat 10 pasal mengenai hak asasi manusia. Sebagian besar isi perubahan tersebut mengatur mengani hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Adapun Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dalam Bab X A Undang-undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :

Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A) Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah (Pasal 28 B ayat 1) Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2) Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C ayat 1) Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C ayat 1) Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C ayat 2) Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D ayat 1) Hak utnuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 3) Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3)

Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D ayat 4) Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1) Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E ayat 1) Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E ayat 1) Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat 1) Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E ayat 2) Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3) Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F) Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G ayat 1) Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G ayat 1) Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G ayat 2) Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H ayat 1) Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H ayat 1) Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2) Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H ayat 3) Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun (Pasal 28 H ayat 4) Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1) Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28 I ayat 2) Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I ayat 3) Perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (pasal 28 I ayat 4) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (pasal 28I ayat 5) Setiap orang wajib menghormati hak orang lain (pasal 28 J ayat 1) Setiap orang dalam menjalankan hak dan kebebasanya wajib tunduk kepada pembatasan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang (pasal 28 J ayat 2)

Definisi hak-hak sipil dan politikHak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar menusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik.Adapun yang berkewajiban untuk melindungi hak-hak sipil dan politik warga negara sesuai dengan Pasal 8 Undang-undang No. 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa perlindungan, Pemajuan, Penegakan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.

Karakteristik hak-hak sipil dan politik:1. Dicapai dengan segera;2. Negara bersifat pasif;3. Dapat diajukan ke pengadilan;4. Tidak bergantung pada sumber daya;5. Non-ideologis.Di dalam perlindungan hak-hak sipil dan politik, peran negara harus dibatasi karena hak-hak sipil dan politik tergolong ke dalam negative right, yaitu hak-hak-hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan terpenuhi apabila peran negara dibatasi. Bila negara bersifat intervensionis, maka tidak bisa dielakkan hak-hak dan kebebasan yang diatur d idalamnya akan dilanggar negara.Hak-hak yang termasuk ke dalam hak-hak sipil dan politik1. Hak hidup;2. Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi;3. Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa;4. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi;5. Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah;6. Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum;7. Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama;8. Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi;9. Hak untuk berkumpul dan berserikat;10. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.Instrumen HAM yang mengatur hak-hak sipil dan politik:1. UUD 1945 (Pasal 28 A, 28 B (ayat 1, 2), 28 D ayat (1, 3, 4), 28 E ayat (1, 2, 3), 28 F, 28 G ayat (1, 2), 28 I ayat (1, 2).

BAB III

KESIMPULAN

Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah tuhan yang maha esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara sebagimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbasis hak asasi manusia.

http://bryantobing01.blog.com/hak-asasi-manusia/