Upload
doquynh
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI PROGRAM BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL ( BPJS ) KETENAGAKERJAAN
DI KOTA TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
HABIBULLAH
NIM 6661102116
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, Juli 2016
ABSTRAK
Habibullah. 6661102116. Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I, Kandung Sapto Nugroho, M.Si., Pembimbing 2, Julianes Cadith, S.Sos., M.Si.
Latar belakang penelitian ini adalah perbedaam pelayanan dan fasilitas yang masih diterima oleh beberapa orang dari peserta BPJS Ketenagakerjaan yang ada di Kota Tangerang, juga kurangnya sosialisasi yang diterima oleh tenagakerja mengenai program, fungsi dan tujuan dari program BPJS Ketenagakerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang. Teori yang digunakan adalah teori Mazmanian dan Paul Sabatier dengan indikator mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan dengan beberapa sub indikatornya dukungan teori dan teknologi, keragaman perilaku dan kelompok sasaran dan tingkat perubahan yang dikendalikan; kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi dengan sub indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, ketepatan hirarki antar lembaga pelaksana dan perekrutan pejabat pelaksana; dan variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi dengan sub indikatornya kondisi sosio, ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan sumber daya dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana. Teknik pengumpulan data yang digunakan diantaranya melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dari hasil penelitian ini diperoleh Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang Dari semua hasil wawancara dengan informan yang peneliti temui, maka peneliti menyimpulkan bahwa implementasi program BPJS Ketenagakerjaan masih belum berjalan dengan baik, karena beberapa faktor variabel yang menunjukkan belum maksimalnya dukungan di lapangan.
Kata Kunci : Implementasi, Program, BPJS Ketenagakerjaan.
ABSTRACT
Habibullah. 6661102116. Implementation of BPJS Employment Program In Tangerang city. Public Administration Department, Social and Political Sciences Faculty, Sultan Ageng Tirtayasa University. 1st Advisor, Kandung Sapto Nugroho, M.Si., 2nd Advisor, Julianes Cadith, S.Sos., M.Si.
The background of this research are services and facilities different which is accepted by some participants of BPJS Employment in Tangerang city, also lack of socialization received by labor regarding the program, the function and the purpose of BPJS Employment program. The purpose of this research was to determine the implementation of BPJS Employment Program in Tangerang city. The theory used are Mazmanian and Paul Sabatier theory by the indicator whether the problems are easy or not to controlled by several sub indicators theory and technology, behavior variety and group target and the rate of change which is controlled; the ability of policy to structure the implementation process with sub indicators clarity and consistency purpose, the used of causal theory, the accuracy of fund allocation, the accuracy of the hierarchy between institution implementer and the recruitment of functionary implementer;, and the variable beyond the policy that influence the Implementation process by the sub indicators socioal condition, economic and technology, public support, attitude and resource from constituents, the support of higher functionary and commitand leadership qualities of functionary implementer. Data collection techniques used include observation, interviews, and documentation. From the results of this research obtained Implementation of BPJS Employment Program in Tangerang City from all the interview result with the informants. So, researcher concluded that the implementation of BPJS Employment Program still has not running well, because some variable factors that indicate support in the filed has not maximal yet.
Keywords : Implementation, Program, BPJS Employment Program.
Alhamdulillahi Robbil’alamin . . .
SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK :
Kedua Orangtua Tercinta Ayahanda H. Ir. Murtadho Salim dan Ibunda
Hj. Eli Salamah, S.PdI,
Kakak – Kakak Tersayang, Ridha Musthafa Almurtadza, S.E
dan (Alm) Fitri Ramadhana, A.Md. Keb
Saudara seiman dan seperjuangan, dan teman teman.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaannirrohiim
Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, para sahabatnya dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Program BPJS
Ketenagakerjaan di Kota Tangerang” ini penulis susun sebagai syarat dalam
menempuh mata kuliah skripsi dan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial
(S.Sos) pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Dengan segala keterbatasan, penulisan skripsi ini tersusun atas bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan moril maupun materiil.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, pengarahan serta
kerendahan hati. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini terutama kepada :
i
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Bapak Iman Mukhroman, M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Ibu Listyaningsih, S.Sos,. Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Bapak Riswanda, P.hD., Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si pembimbing I penulis.
Terima kasih telah meluangkan waktu, pikiran, nasihat, arahan, dan
bimbingan Bapak yang sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga selalu
dalam keadaan sehat dan lindungan Allah SWT.
9. Bapak Julianus Cadith, S.Sos, M.Si., pembimbing II penulis. Terima kasih
telah meluangkan waktu, pikiran, nasihat, arahan, dan bimbingan Bapak
yang sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga selalu dalam keadaan sehat
dan lindungan Allah SWT.
ii
10. Ibu Ima Maesaroh, S.AG, M.SI sebagai dosen pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan motivasi, bimbingan dan arahan kepada peneliti
selama menjalani perkuliahan.
11. Semua Dosen Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membekali penulis
dengan ilmu pengetahuan yang tak terhingga selama perkuliahan.
12. Bapak Efa Zuryadi, Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor
BPJS Ketenagakerjaan Cikokol, dan semua yang telah membantu penulis
dalam proses wawancara.
13. Bapak Achmad Faisal Santoso, Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah
Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Batu Ceper, dan semua yang
telah membantu penulis dalam proses wawancara.
14. Pihak Rumah Sakit Awal Bros sebagai salah satu rumah sakit yang
bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan
15. Mas Harri Widiarsa, dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan
Provinsi Banten.
16. Bapak Amri Luzarfi, S.E., Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas
Tenaga Kerja Kota Tangerang.
17. Untuk Ayahanda H. Ir. Murtadho Salim dan Mamah Hj. Eli Salamah,
S.PdI., tercinta yang selalu memberikan dukungan moril dan materil, serta
doa yang tak pernah terputus, senantiasa memberi semangat dan kasih
sayang yang tak terukur nilainya. Terima kasih banyak dan mohon maaf
iii
apabila selama ini penulis belum bisa menjadi anak yang terbaik untuk
kalian dan belum bisa membalas kebaikan kalian selama ini. Juga untuk
kakak-kakak Ridha Mushthafa Al Murtadza, S.E dan (Alm) Fithri
Ramadhan, A.Md. Keb yang selama hidupnya memberikan semangat dan
saudara tercinta, yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi
untuk penulis.
18. Untuk sahabat-sahabat “BEGLEITER” tercinta Andri Wijaya. S.Sos,
Abdul Yusuf, S.Sos, Hesti Risma Piani, S.Sos, Aat Qodrat, Ingga Andika
Putra, Amalia Anjani dan Desyanita yang selalu memberikan motivasi dan
canda tawa yang tak terlupakan sampai kapanpun.
19. Untuk kawan-kawan Jurusan Administrasi Negara FISIP UNTIRTA Non
Reguler angkatan 2010.
20. Teman – teman Big Family JAKAMPUS PERSIJA Jakarta dan
JAKAMPUS UNTIRTA #WeAreFamily yang memberikan dorongan
semangat dan motivasi untuk dapat menyelesaikan pendidikan kuliah ini.
21. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari kata sempurna, hal ini tidak lepas dari keterbatasan kemampuan dan ilmu
pengetahuan yang penulis miliki. Segala saran dan kritik yang bersifat
membangun penulis harapkan dengan senang hati, sehingga dapat bermanfaat dan
berguna untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang.
iv
Akhir kata, kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT. Semoga penulisan
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Tangerang, Juni 2016
Habibullah
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 13
1.3 Pembatasan Masalah 14
1.4 Rumusan Masalah 14
1.5 Tujuan Penelitian 14
1.6 Manfaat Penelitian 14
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka 16
2.1.1 Kebijakan Publik 16
2.1.2 Tahapan Kebijakan Publik 19
2.1.3 Implementasi Kebijakan Publik 22
2.2 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik 26
2.3 Pengertian BPJS 37
2.3.1 BPJS Ketenagakerjaan 38
2.3.2 Fungsi BPJS Ketenagakerjaan 39
2.3.3 Wewenang BPJS Ketenagakerjaan 39
2.4 Penelitian Terdahulu 44
2.5 Kerangka Pemikiran Penelitian 47
2.6 Asumsi Dasar 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian 53
3.2 Instrumen Penelitian 53
3.3 Teknik Pengumpulan Data 56
3.4 Informan Penelitian 60
3.5 Teknik Analisis Data 62
3.6 Teknik Keabsahan Data 64
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian 66
2
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian 67
4.1.1 Profil Kota Tangerang 69
4.1.2 Profil BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangerang 72
4.1.3 Profil Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang 73
4.2 Deskripsi Data 74
4.3 Pembahasan 111 4.3.1 Pembahasan Hasil Penelitian 111
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan120
5.2 Saran 123
DAFTAR PUSTAKA xvii
LAMPIRAN
3
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 6
Tabel 1.2 6
Tabel 1.3 8
Tabel 2.1 22
Tabel 2.2 24
Tabel 2.3 28
Tabel 2.4 31
Tabel 2.5 49
Tabel 3.1 55
Tabel 3.2 58
Tabel 3.3 60
Tabel 3.4 64
Tabel 4.1 73
Tabel 4.2 88
Tabel 4.3 106
1
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Penelitian
Lampiran 2 Member check
Lampiran 3 Matriks Hasil Wawancara
Lampiran 4 Peraturan Perundang-undangan
Lampiran 5 Daftar Bimbingan Skripsi
Lampiran 6 Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan aspek penting dari Hak Asasi Manusia, sebagaimana
disebutkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
tanggal 10 November 1948 yang menyatakan bahwa setiap hidup orang berhak atas
taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan
keluarganya. Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, khususnya paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/MEN/1979 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja meliputi: pemeriksaan
kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan
khusus.
Kemudian Pasal 86 ayat 1. Setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas (a). Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Sebagai Hak
Asasi Manusia, maka kesehatan adalah hak yang melekat pada seseorang karena
kelahirannya sebagai manusia, bukan karena pemberian seseorang, dan oleh sebab itu
tentu saja tidak dapat dicabut dan dilanggar oleh siapapun. Sehat itu sendiri tidak
1
2
hanya sekedar bebas dari penyakit, tetapi adalah kondisi sejahtera dari badan, jiwa,
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara ekonomis,
sehingga kesehatan menjadi salah satu ukuran selain tingkat pendidikan dan ekonomi,
yang menentukan mutu dari sumber daya manusia itu sendiri.
Kesehatan merupakan keadaan sehat seseorang baik jasmani maupun rohani,
sedangkan keselamatan kerja adalah keadaan dimana para pekerja terjamin
keselamatan pada saat bekerja, baik di dalam menggunakan mesin, alat kerja, proses
pengolahan tempat kerja dan lingkungan yang juga terjamin dan juga merupakan
dasar diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak
sederajat secara kondisional dan seseorang tidak akan mampu memperoleh hak- hak
lainnya. Hal tersebut ditegaskan dalam Undang – undang No. 23 Tahun 1992 Pasal 1
Poin 1 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
Hak atas kesehatan ini bermakna bahwa pemerintah harus menciptakan
kondisi yang memungkinkan setiap individu untuk hidup sehat, dan ini berarti
pemerintah harus menyediakan sarana pemenuhan hak atas kesehatan yang memadai
dan terjangkau untuk semua. Dalam upaya pemenuhan hak atas kesehatan sebagai
hak asasi manusia, maka pemerintah yang mempunyai tugas dan kewenangan untuk
3
mensejahterakan warga negara mempunyai kewajiban untuk menghormati,
melindungi, dan memenuhi hak-hak tersebut.
Aspek kesehatan ini harus dijadikan pertimbangan penting dalam setiap
kebijakan pembangunan. Salah satu bentuk implementasinya adalah kewajiban
pemerintah untuk menyediakan anggaran memadai untuk pembangunan kesehatan
yang melibatkan masyarakat luas. Pada dasarnya kesehatan dan keselamatan kerja
bagi para pegawai, buruh atau tenaga kerja lainnya sangat dibutuhkan karena
merupakan sebuah jaminan tersendiri bagi mereka jika nantinya terjadi risiko di
dalam pekerjaan yang dilakukannya. Para pekerja seperti buruh dan pegawai industri
kecil biasanya hanya bekerja mendapatkan upah atau gaji yang minim, tapi terkadang
tidak sesuai dengan risiko kecelakaan dan penyakit yang mungkin sangat bahaya
akibatnya.
Maka sesuai dengan norma hak asasi manusia, negara berkewajiban untuk
menghornati, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi kesehatan tersebut. Kewajiban
menghormati hak-hak asasi itu, antara lain dilakukan dengan cara menciptakan
persamaan akses pemenuhan hak atas kesehatan, tindakan yang dapat menurunkan
status kesehatan masyarakat, melakukan langkah yang dapat menjamin perlindungan
kesehatan masyarakat, dan membuat kebijakan kesehatan, serta menyediakan
anggaran dan jasa pelayanan kesehatan yang layak dan memadai untuk seluruh
masyarakat. Di era globalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
4
Kerja ( K3 ) tidak lain adalah untuk menekan serendah mungkin risiko kecelakaan
kerja dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan
produktivitas dan efisiensi.
Risiko kecelakaan kerja tersebut yang seringkali membuat pekerjanya mau
tidak mau untuk berobat dan dirawat dirumah sakit, dan memerlukan biaya yang tidak
sedikit, belum lagi dari pihak rumah sakit yang biasanya sering mempersulit karena
masalah tidak adanya dana dari calon pasien, masalah dana inilah yang menghambat
pekerja mendapat perawatan atau bahkan dari pihak rumah sakit yang menolak
menerima pasien dengan alasan kamar sudah penuh hingga proses registrasi yang
berbelit apabila tidak mampu untuk membayar registrasi tersebut, mulai dari surat
keterangan tidak mampu, surat pengantar dari RT, RW dan sebagainya.
Maka dibuatlah sebuah asuransi kesehatan jamsostek yang pada tanggal 1
Januari 2014 dilebur namanya menjadi BPJS. Berdasarkan Undang – Undang Nomor
24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan sebuah lembaga hukum nirlaba untuk
perlindungan sosial dalam menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
hidup yang layak sekaligus dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial di Indonesia. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Ketenagakerjaan
menyelenggarakan program jaminan kecelekaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari
5
tua, dan jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang
bekerja di Indonesia paling singkat dalam kurun waktu 6 ( enam ) bulan di Indonesia.
Dengan adanya program BPJS Ketenagakerjaan dari pemerintah, maka para
pekerja tidak perlu pusing lagi apabila dirinya mengalami kecelakaan kerja dalam
menjalankan pekerjaannya, karena setiap risiko yang dialaminya nanti akan
mendapatkan asuransi dari pihak perusahaan dengan memangkas beberapa persen
dari gajinya umtuk membayar asuransi keselamatan dan kesehatan kerja atas nama
dirinya sendiri dan juga untuk meringankan beban pengeluaran pribadi dari korban
apabila risiko yang diterima di luar dari pekerjaannya sehingga korban tidak perlu
pusing lagi memikirkan biaya pengobatan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Ketenagakerjaan Kota
Tangerang terbagi dalam 5 cabang yang tersebar di daerah Cikokol, Cimone,
Serpong, Citra Raya, dan Kebon Besar ini tidak hanya berkoordinasi dengan rumah
sakit terkait yang bekerjasama, melainkan juga melakukan koordinasi komunikasi
dengan perusahaan yang ada di Kota Tangerang, dengan kriteria tertentu. Hal ini
dilakukan agar tidak adanya kesalahpahaman diantara keduanya apabila terjadi
kecelakaan. Berdasarkan tabel 1.1 dapat di lihat jumlah kecelakaan yang terdaftar di
kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan Tangerang II Cimone bahwa pada tahun 2014
dari bulan Januari hingga per tanggal 11 Desember masih banyak terjadi kecelakaan
kerja khususnya pada bulan Mei yang jumlah kecelakaannya mencapai 142 kasus,
6
sedangkan bulan November mengalami penurunan jumlah kecelakaan kerja yang
hanya berjumlah 2 kasus. Untuk lebih jelasnya bisa di lihat tabel dibawah ini:
Tabel 1.1 Data Kecelakaan KerjaBulan Kecelakaan tenaga kerjaJanuari 102Februari 127Maret 121April 115Mei 142Juni 98Juli 59
Agustus 64September 38Oktober 23
November 2Desember 0
Jumlah sementara 889(sumber: BPJS Ketenagakerjaan Kantor Tangerang II Cimone, 11 Desember 2014)
Sedangkan dari data peserta aktif di Kantor cabang Untuk wilayah kantor
cabang II Cimone Kota Tangerang, bisa di lihat pada tabel 1.2 berikut dibawah ini :
Tabel 1.2 Data Peserta BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang I Cikokol dan II Cimone Kota Tangerang
bulan Januari – November 2014
BulanCabang I Cabang II
Aktif Peserta aktif Peserta tidak aktifJanuari 5.450 618 418
Feberuari 1.150 290 29Maret 6.701 183 99April 9.139 397 50Mei 10.311 215 26Juni 8.529 260 51Juli 6.428 133 29
Agustus 5.658 85 4September 6.970 1372 26Oktober 9.129 387 1
7
November 10.665 285 0Total sampai bulan
November 2014 80.130 4255 733
(sumber: BPJS Ketenagakerjaan Kantor II Cimone Kota Tangerang)
Dari tabel 1.2 di atas dapat terlihat bahwa jumlah tenaga kerja yang terdaftar
aktif di kantor cabang II Kota Tangerang total adalah sebanyak 4.225 pekerja dari
bulan Januari sampai dengan bulan November 2014 dan peserta non aktif sebanyak
733. Jika melihat jumlah daftar peserta aktif dengan kantor cabang Cikokol, jumlah
peserta baru yang jumlahnya meningkat sangat pesat pada bulan tertentu seperti bulan
Mei ( 10.311 ) dan November ( 10.665 ) karena banyaknya banyaknya permintaan
pasar yang membuat beberapa pabrik untuk membuka lowongan pekerjaan.
Menurut pemaparan dari Bapak Eva selaku Kepala Pemasaran Peserta
Penerima Upah BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang, Jumlah peserta non-aktif
yang mencapai ratusan ini pada tahun 2014 dapat juga dilihat pada tabel 1.2 didasari
oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah karyawannya yang tidak diperpanjang
kontrak kerja oleh perusahaan sehingga tidak melanjutkan kepesertaan, perusahaan
yang berpindah lokasi operasional yang mendorong perusahaan tersebut untuk
memindah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di kantor cabang lain yang dekat
dengan perusahaan. Jumlah tenaga kerja yang tercatat pada tahun 2012 dalam Badan
Pusat Statistik Kota Tangerang berdasarkan golongan umur adalah sebagai berikut:
8
Tabel 1.3 Jumlah Tenaga Kerja di Kota Tangerang tahun 2012
Golongan umur Buruh/karyawan15-19 38.38720-24 98.42325-29 110.11030-34 133.22835-39 74.98240-44 72.55145-49 40.905
50 – 54 31.395≥55 26.857
Jumlah (thn 2012 ) 626.8382011 538.995
(Sumber: BPS Kota Tangerang, Sakernas – Agustus 2012)
Berdasarkan tabel 1.3 di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah angka
tenaga kerja pada tahun 2012 yang tergolong dalam jenis kelompok umur pada umur
30 – 34 memiliki jumlah angka tenaga kerja yang paling banyak yaitu 133.228 dan
total keseluruhan meningkat sebanyak 87.843 dari tahun 2011 yang tercatat sebanyak
538.995. Dari informasi yang didapat, uang jaminan sosial tenaga kerja tersebut tidak
bisa langsung di klaim begitu saja bagi para peserta yang baru mendaftarkan dirinya,
mereka setidaknya baru bisa mengklaim jaminannya setelah jangka waktu 5 tahun
terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, berbeda dengan peserta yang sebelumnya telah
terdaftar atau mendaftarkan diri di Jamsostek, sehingga mereka hanya harus
9
melakukan registrasi ulang pendataan dan bisa langsung mengambil uang jaminan
sosial mereka ketika membutuhkan.
Program BPJS Ketenagakerjaan yang diberikan oleh pemerintah pun bukan
tanpa masalah, pada observasi awal yang peneliti lakukan, peneliti menemukan
beberapa masalah yang terdapat dalam program BPJS Ketenagakerjaan ini,
diantaranya sebagai berikut :
Pertama, perbedaan fasilitas dan pelayanan antar Rumah Sakit di kategori
kelas yang sama dalam penanganan kasus kecelakaan ketenagakerjaan. Perbedaan
fasilitas dan pelayanan antar rumah sakit yang dimaksud dalam hal ini adalah dari
semisal 2 rumah sakit dengan 2 kelas yang sama, namun fasilitas yang diterima
berbeda, kemudian dari pasien yang menggunakan asuransi BPJS Ketenagakerjaan
dengan yang menggunakan biaya regular dengan menggunakan uang sendiri. Bukan
hal umum lagi bahwa pasien dengan menggunakan asuransi pemerintah lebih sering
terpinggirkan pelayanannya. Perbedaan fasilitas antar rumah sakit disini yang peneliti
temui diantaranya adalah seperti AC di ruangan rawat inap yang tidak berfungsi
maksimal, tombol darurat untuk pasien yang berada di ranjangnya juga pun tidak
dapat difungsikan setiap saat, kemudian untuk fasilitas tambahan untuk keluarga
menunggu atau menjenguk pasien seperti kursi, bantal atau selimut. Untuk
pelayanannya sendiri yang peneliti temui di lapangan ketika observasi, biasanya
perawat atau suster memilih milih untuk memberikan pelayanan maksimal kepada
10
pasien, contohnya seperti pasien yang menggunakan BPJS Ketenagakerjaan yang
biasa dan yang menggunakan uang pelicin untuk minta dicarikan kamar untuk pasien,
karena biasanya juga rumah sakit selalu memberi alasan bahwa kamar sedang penuh.
Hal seperti ini sempat terjadi di sebuah Rumah Sakit Awal Bross Tangerang yang
berlokasi di jl. Mh. Thamrin no. 3 Kebon Nanas Cikokol Kota Tangerang oleh
pengguna asuransi BPJS Ketenagakerjaan yang peneliti mintai keterangan
mengungkapkan bahwa dirinya pernah beberapa kali menggunakan fasilitas dari
program tersebut namun mendapatkan fasilitas dan pelayanan yang seadanya dari
pihak rumah sakit dan pegawainya (suster atau perawat) yang bertugas disana
(wawancara singkat di RS Awal Bros dengan Ihsan Kurnia sebagai salah satu
peserta BPJS Kesejahteraan). Secara keseluruhan, hampir semua rumah sakit dan
klinik yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan adalah dari pihak swasta,
sedangkan dari rumah sakit pemerintah sendiri seperti RSUD Kota Tangerang masih
belum bekerjasama dan belum menerima pasien BPJS Ketenagakerjaan sejak
bergulirnya program BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014.
Permasalahan kedua, yang peneliti lihat dan temui adalah kurangnya
sosialisasi yang gencar dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan perusahaan yang
dituju, hal ini bukan tanpa alasan karena biasanya untuk melakukan sosialisasi, BPJS
Ketenagakerjaan dan perusahaan harus menyesuaikan waktu yang tepat untuk bisa
melaksanakan kegiatan sosialisasi, tidak serta merta langsung bisa mengadakan
11
sosialisasi di tempat tersebut, BPJS Ketenagakerjaan tersebut harus mencocokkan
waktu dengan perusahaan yang akan diberi sosialisasi mengenai program BPJS
Ketenagakerjaan. Kondisi seperti ini yang membuat banyaknya tenagakerja kurang
pemahaman sehingga tidak mengetahui apa dan bagaimana cara klaim dengan benar.
Seperti seorang yang sedang mengantri di kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan Kota
Tangerang II, pegawai tersebut mengungkapkan bahwa dirinya masih bingung
dengan bagaimana cara mengklaim asuransi tersebut, karena yang pegawai tersebut
tahu pihak perusahaan membagi gaji perbulannya untuk membayarkan asuransi
tersebut. Bagi karyawan sebelumnya yang sudah pernah menggunakan jasa asuransi
Jamsostek mungkin sudah mengetahui bagaimana teknis cara melakukan klaim
asuransinya, namun yang jadi permasalahan disini adalah karyawan atau pegawai
yang baru pertama kali mendaftarkan atau di daftarkan diri sebagai peserta BPJS
Ketenagakerjaan. Hal tersebut juga peneliti temui ketika sedang hendak meminta data
di kantor BPJS ketenagakerjaan Kota Tangerang ada penelpon yang bertanya tentang
bagaimana cara mendaftarkan dirinya sendiri secara online, dan juga banyaknya
mention dari akun social media di twitter @BPJSKinfo yang kebanyakannya masih
meminta penjelasan singkat tentang bagaimana cara mendaftar, membayar asuransi
ataupun mengecek saldo asuransi mereka (pengamatan melalui akun twitter
@BPJSTKInfo dan dilapangan).
12
Permasalahan ketiga, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pelaksana
program BPJS Ketenagakerjaan. Pengawasan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit
yang pernah peneliti temui, pihak rumah sakit hanya memberikan angket untuk
melihat seberapa banyak kepuasan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
disana. Dewan pengawas yang dilakukan oleh BPJS Ketengakerjaan sendiri
berjumlah 7 orang yang diantaranya 2 orang unsur pemerintah, 2 orang unsur pekerja,
2 orang unsur pemberi kerja dan 1 orang tokoh masyarakat. Fungsi dari dewan
pengawasan tersebut adalah melakukan pengawasan atas kebijakan, melakukan
pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan memberi saran, nasihat dan
pertimbangan.
13
Beberapa rekapitulasi data keluhan pasien BPJS Ketenagakerjaan Propinsi
Banten ( sumber : Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Banten )
1. Syarat perusahaan untuk terdaftar BPJS Ketenagakerjaan ( misalkan
perusahaan tersebut tidak ada pegawai tetap ).
2. Kamar perawatan selalu dikatakan sudah penuh dan penanganan pasien
masih lambat.
3. Untuk melakukan tindakan operasi , pasien diharuskan mengantri minimal
1 bulan.
4. Terbatasnya loket pembuatan pada Kantor Perwakilan BPJS
Ketenagakerjaan untuk pendaftar mandiri dengan perusahaan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk
mengetahui “Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Ketenagakerjaan di Kota Tangerang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah yang peneliti temukan dari latar belakang dan
penelitian awal ke lapangan adalah sebagai berikut :
1. Perbedaan fasilitas dan pelayanan Rumah Sakit dalam penanganan kasus
kecelakaan ketenagakerjaan.
14
2. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan
mengenai cara ataupun proses klaim asuransi.
3. Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan Kota
Tangerang, Dinas Tenagakerja Kota Tangerang dan Rumah Sakit yang
bekerjasama.
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian dapat lebih terarah, maka penelitian akan dibatasi yakni
berfokus pada bagaimana implementasi yang dilakukan pada Program Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Ketenagakerjaan di Kota Tangerang.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang muncul adalah bagaimana Implementasi
Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Ketenagakerjaan di Kota
Tangerang?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang penulis lakukan secara umum adalah untuk
mengetahui Implementasi program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )
Ketenagaakerjaan di Kota Tangerang.
1.6 Manfaat Penelitian
15
Penelitian yang diharapkan mampu memberikan manfaat kepada semua pihak,
terutama bagi yang mempunyai kepentingan langsung terhadap permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini. Adapun manfaat penelitian ini meliputi:
1.6.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis terkait dengan kontribusi tertentu dalam penyelenggaraan
penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu pengetahuan dunia akademik.
1. Sumbangsih pemikiran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan terutama
pada konsep dan teori – teori kebijakan publik.
2. Memberikan pemahaman tentang Implementasi Program BPJS
Ketenagakerjaan di Kota Tangerang.
1.6.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dalam
penyelenggaraan penelitian terhadap objek penelitian.
1. Memberikan informasi dan bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan dan evaluasi.
2. Bagi kalangan pelaksana kebijakan dan masyarakat umum, sebagai bahan
evaluasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang dan sebagai
bahan acuan serta dapat memperbaiki dalam program-program yang akan
datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah dasar berpijak dari sisi kajian teori dan kerangka
konseptual. Tinjauan pustaka dibuat dengan cukup lengkap agar seluruh bagian dari
karya ilmiah terdukung oleh konsep teoritis. Jadi dapat disimpulkan tinjauan pustaka
yaitu peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait serta membuktikan kesesuaian
dalam penelitian.
2.1.1 Kebijakan Publik
Dimensi paling inti dari suatu kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di
sini kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu
kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara
berkesinambungan, saling menentukan dan saling membentuk. Kebijakan publik
merupakan hal yang sangat vital, karena menyangkut kepentingan warga masyarakat.
Sebelum di implementasikan, suatu kebijakan dapat juga mengalami kemunduran
karena gagal mencapai maksud dan tujuan.
16
17
Menurut Agustino (2008:8) beberapa karakteristik utama dari kebijakan
publik adalah sebagai berikut:
1. Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak;
2. Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah;
3. Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi atau menawarkan perumahan rakyat;
4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negatif, kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun, padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan;
5. Kebijakan publik, paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah.
Sedangkan menurut Hogwood dan Gunn dalam Suharto (2005:4) menyatakan
bahwa kebijakan publik adalah “seperangkat tindakan pemerintah yang didesain
untuk mencapai hasil-hasil tertentu”. Mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh
Hogwood dan Gunn, kebijakan publik mencakup beberapa hal yaitu:
1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum pernyataan-pernyataanyang ingin dicapai
2. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintahyang dipilih
3. Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan pemerintah4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan
sumber daya lembaga dan strategi pencapaian tujuan5. Keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah
18
sebagai produk dari kegiatan tertentu.
Menurut Peter Bridgman dan Glyn Davis dalam bukunya yang berjudul The
Australian Policy Handbook2nd Edition (2000) adalah banyaknya definisi kebijakan
publik menjadikan kita sulit untuk menentukan secara tepat sebuah definisi kebijakan
publik. Oleh karenanya, untuk memudahkan pemahaman kita terhadap kebijakan
publik, kita dapat meninjaunya dari lima karakteristik kebijakan publik, yaitu:
1. Memiliki tujuan yang didesain untuk dicapai atau tujuan yang dipahami
2. Melibatkan keputusan beserta dengan kosekuensinya
3. Terstruktur dan tersusun menurut aturan tertentu
4. Pada hakikatnya adalah politis
5. Bersifat dinamis
Selain kelima karakteristik di atas, Bridgman dan Davis mengemukakan pula
bahwa Kebijakan Publik dapat ditinjau dari tiga dimensi yakni (1) as authoritative
choice; (2) as hypotesis; dan (3) as objective (Wicaksono 2006;65).
Kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.
Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila ( Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan
Keadilan ) dan UUD 1945 ( Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
hukum dan tidak semata-mata kekuasaan ), kebijakan publik adalah seluruh prasarana
19
( jalan, jembatan, dan sebagainya ) dan sarana ( mobil, bahan bakar, dan sebagainya )
untuk mencapai “tempat tujuan” tersebut ( Nugroho, 2012;170-171 ).
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik
adalah serangkaian yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh
pemerintah yang mempunyai tujuan atau orientasi pada tujuan tertentu demi
kepentingan seluruh masyarakat, dan selain itu juga dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik adalah sebuah atau suatu kebijakan yang dibuat oleh pemegang
kekuasaan publik dengan sejumlah rangkaian kegiatan yang diputuskan oleh
pemerintah yang terdiri dari berbagai tujuan dan kegiatan yang pada dasarnya
ditujukan kepada publik luas dengan tujuan tertentu, atau juga kesimpulan lainnya
adalah pola ketergantunagn yang kompleks dari pilihan – pilihan kolektif yang saling
bergantung, termasuk keputusan – keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh
badan ataupun kantor pemerintah.
2.1.2 Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu
beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi
proses - proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Menurut
20
William Dunn sebagaimana dikutip dalam Winarno (2014:35) tahap-tahap kebijakan
publik adalah sebagai berikut:
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Sumber : William Dunn dalam Winarno (2014:35)
1. Tahap Penyusunan Agenda
Para pejabat menempatkan masalah dalam agenda publik. Sebelumnya
masalah-masalah ini diseleksi berdasarkan prioritas untuk masuk kedalam
21
agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah
penyelesaian suatu masalah berdasarkan prioritas yang sudah dirumuskan.
2. Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah-masalah yang telah masuk agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah
tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy
alternatives/policy options) yang ada.
3. Tahap Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyaknya alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh perumus
kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut
diadopsi dengan dukungan mayoritas legislatif.
4. Tahap Implementasi Kebijakan
Keputusan peraturan atau program kebijakan yang telah diambil sebagai
alternatif pemecahan masalah harus di implementasikan, yakni
dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen
22
pemerintah di tingkat bawah hingga mencapai hasil yang sudah
dirumuskan.
5. Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat atau
dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah
mampu memecahkan masalah.
2.1.3 Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakan suatu proses dalam kebijakan publik yang
mengarah pada pelaksanaan kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan
merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis
dengan adanya intervensi dari berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan
dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan
oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya yang berjudul
Implementation and Public Policy dalam Agustino (2008:139) mendefinisikan
sebagai pelaksanaan keputusan kebisaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-
undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan
eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut
mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan
23
atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau
mengatur proses implementasinya.
Sedangkan menurut Van Meter dan Van Horn (1975) dalam (Agustino,
2008:139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.
Dari dua definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan
menyangkut tiga hal, yaitu (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya
aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; (3) adanya hasil kebijakan. Keberhasilan
suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian
tujuan hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.
Implementasi kebijakan menurut Lester dan Stewart Jr. (2000:104) dalam
Agustino (2008:139) adalah implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil
(output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari
proses dan pencapaian tujuan yang ingin diraih.
Van Metter Van Horn mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai berikut:
”Policy implementation encompasses those actions by public and private individuals (and groups) that are directed at the achievement of goals and objectives set forth in prior policy decisions”.
Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok – kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya
24
tujuan - tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Agustino, 2006:153).
Sementara itu, Grindle merumuskan definisi yang berbeda dari beberapa definisi-
definisi diatas, beliau memandang implementasi sebagai berikut:
”Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada actionprogram dari individual project dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai” ( Agustino, 2006:153).
Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini masalah-masalah
yang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama
adalah konsistensi implementasi. Proses perencanaan selalu mengalami dinamika
dalam pelaksanaanya sehingga mempengaruhi perubahan target capaian kinerja.
Ripley dan Franklin dalam Winarno (2007:145) berpendapat bahwa:
Implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi mencakup: 1.Badan-badan pelaksana yang ditugasi oleh undang-undang dengan
tanggung jawab melaksanakan program harus mendpatkan sumber - sumber yang dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar. Sumber – sumber ini meliputi personil, peralatan, lahan tanah, bahan mentah dan uang.
2. Badan-badan pelaksana mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi arahan arahan konkret, regulasi serta rencana-rencana dan desain program.
3. Badan pelaksana harus mengngorganisasikan kegiatan-kegiatan mereka dengan menciptakan unit-unit birokrasi dan rutinitas untuk mengatasi beban capaian program.
Implementasi kebijakan sendiri merupakan hal yang dianggap sangat sulit
karena apa yang terjadi didalam lapangan prakteknya, tidak atau belum tentu terdapat
25
didalam konsepnya ketika kebijakan tersebut dibuat. Dari definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu proses pelaksanaan
kebijakan setelah kebijakan itu dirumuskan oleh pemegang keputusan hingga
mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan dan / atau sasaran kebijakan itu sendiri.
Dalam Nugroho (2009:618) memberi makna implementasi kebijakan sebagai cara
agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang.
Ditambahkan pula, bahwa untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua
pilihan langkah yang ada, yaitu: langsung mengimplementasikan dalam bentuk
program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik
tesebut. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Sekuensi (Rangkaian) Implementasi Kebijakan(Sumber: Nugroho (2009: 619)
26
Rangkaian implementasi kebijakan, dari gambar di atas, dapat dilihat dengan jelas
yaitu mulai dari program, ke proyek, kegiatan dan pemanfaatan. Model tersebut
mengadaptasi mekanisme yang lazim dalam manajemen, khususnya manajemen
sektor publik. Kebijakan publik dalam bentuk Undang-undang atau Perda adalah jenis
kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering
diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung
operasional antara lain Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri,
Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain.
2.2.2 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik
2.2.2.1 Implementasi Sistem Rasional (Top-Down)
Model Top-Down disebut juga sebagai model yang mendominasi awal
perkembangan studi implementasi kebijakan, walaupun dikemudian hari diantara
pengikut model pendekatan ini terdapat perbedaan-perbedaan sehingga menelurkan
pendekatan bottom up. Inti pendekatan model top down secara sederhana dapat
dimengerti sebagai, sejauhmana tindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur serta
tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat. Beberapa
ahli yang mengembangkan model implementasi kebijakan dengan perspektif top
down adalah sebagai berikut :
27
2.1.2.2 Implementasi Kebijakan Publik Model Donald Van Metter dan Carl Van
Horn
Implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik,
implementor dan kinerja kebijakan publik. Van Metter dan Van Horn menawarkan
suatu model dasar yang dilukiskan dalam gambar 2.2 model yang mereka tawarkan
membentuk kaitan antara kebijakan dan kinerja yakni tidak hanya menentukan
hubungan-hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Mengenai
kepentingan variabel-variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Standar dan Tujuan Kebijakan
Menurut van Metter van Horn, identifikasi indikator-indikator kinerja merupakan
tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan. Indikator-indikator
kinerja ini menilai sejauhmana ukuran-ukuran dasar atau standar dan tujuan
kebijakan telah direalisasikan.
28
Gambar 2.2 Model Proses Implementasi Kebijakan Donald Van Meter dan Carl Van Horn
(Sumber: Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses. 2007. Hal. 157)
2. Sumber-sumber Kebijakan
Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau perangsang lain yang
mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif dalam praktik
implementasi kebijakan, kita seringkali mendengar para pejabat maupun pelaksana
mengatakan bahwa kita tidak mempunyai cukup dana untuk membiayai program-
program yang telah direncanakan. Dengan demikian, dalam beberapa kasus besar
kecilnya dana akan menjadi faktor yang menentukan keberhasilan implementasi
kebijakan.
3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksana
Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dipahami
oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan.
4. Karakteristik badan-badan pelaksana
Unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam
mengimplementasikan kebijakan:
1) Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;
2) Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan
proses dalam badan-badan pelaksana;
3) Sumber-sumber politik suatu organisasi;
29
4) Vitalitas suatu organisasi;
5) Tingkat komunikasi ’terbuka’ yang didefinisikan sebagai jaringan kerja
komunikasi horosontal dan vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan secara
relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi;
6) Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan atau
pelaksana keputusan.
5. Kondisi ekonomi, sosial dan politik
Kondisi ekonomi, sosial dan politik merupakan variabel selanjutnya yang di
identifikasi oleh Van Metter dan Van Horn. Sekalipun dampak dari faktor - faktor
ini kecil namun mungkin mempunyai efek yang mendalam terhadap pencapaian
badan-badan pelaksana.
6. Kecenderungan Pelaksana (Implementors)
Para pelaksana yang mempunyai pilihan-pilihan negatif mungkin secara terbuka
akan menimbulkan sikap menentang tujuan-tujuan program ini diakibatkan karena
tujuan-tujuan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya mungkin bertentangan
dengan sistem nilai pribadi para pelaksana, kesetiaan ekstraorganisasi, perasaan
akan kepentingan diri sendiri atau karena hubungan yang ada dan yang lebih
disenangi.
7. Kaitan antara komponen-komponen Model
30
Implementasi merupakan proses yang dinamis. Sejauh mana ukuran-ukuran dasar
dan tujuan-tujuan kebijakan di transmisikan kepada para pelaksana dengan jelas,
tepat, konsisten dan dalam cara yang tepat pada waktunya.
8. Masalah Kapasitas
Bagaimana masalah-masalah kapabilitas dapat menghambat implementasi ini
dihambat oleh faktor-faktor seperti staf yang kurang terlatih dan terlalu banyak
pekerjaan, informasi yang tidak memadai, sumber-sumber keuangan atau
hambatan waktu yang tidak memungkinkan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perubahan, kontrol dan kepatuhan
bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur implementasi.
Beberapa variabel yang mempengaruhi kebijakan publiknya adalah sebagai berikut:
1. Aktifitas implementasi dan komunikasi antar organisasi
2. Karakteristik agen pelaksana/implementor
3. Kondisi ekonomi, sosial dan politik
4. Kecenderungan (dispotition) pelaksana/implementor
2.1.2.3 Implementasi Kebijakan Publik Menurut George Edward III
31
Menurut Edward III (1980:81) dalam Winarno (2007), salah satu pendekatan
studi implementasi adalah harus dimulai dengan pernyataan abstrak, seperti yang
dikemukakan sebagai berikut, yaitu:
1. Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?
2. Apakah yang menjadi faktor penghambat utama bagi keberhasilan implementasi
kebijakan?
Gambar 2.3 Dampak Langsung dan Tidak Langsung pada Implementasi(Sumber: Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, 2007 Hal 208)
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Edward III mengusulkan 4 (empat)
variabel yang sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu:
a) Communication (komunikasi)Komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan, serta
KOMUNIKASI
SUMBER – SUMBER
KECENDERUNGAN – KECENDERUNGAN
STRUKTUR ORGANISASI
IMPLEMENTASI
32
memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi. Menurut Edward dalam Winarno (2012:178) terdapat tiga indikator yang dapat dipakai atau digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut, yaitu: transmisi, kejelasan, konsistensi.
b) Resourcess (sumber-sumber)Sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia. Yang termasuk sumber-sumber dimaksud adalah:
a. Staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan keterampilan untuk melaksanakan kebijakan
b. Informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasic. Dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi kebijakan atau
fasilitas.d. Wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan.
c) Dispotition or attitude (sikap)Berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil insiatif dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana wewenang yang dimilikinya. Hal yang perlu dicermati pada variabel ini adalah: pengangkatan birokrat dan insentif.
d) Bureaucratic structure (struktur birokrasi)Suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi. Salah satunya adalah adanya Standar operasional Prosedur (SOP), fragmentasi atau penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi (Winarno, 2012: 209).
Dari pernyataan diatas, maka hal yang dapat disimpulkan adalah komunikasi,
sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi saling berhubungan satu sama lainnya.
Dapat dilihat pada gambar 2.3 bahwa keempat unsur tersebut saling berhubungan dan
timbal balik terbukti dengan tanda panah yang digambarkan. Maka satu sama lain
unsur merupakan satu kesatuan yang utuh, jika satu memiliki kecenderungan maka
unsur yang lain akan terpengaruhi.
33
2.1.2.4 Implementasi Kebijakan Publik Model Mazmanian dan Paul Sabatier
Model Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino (2006:144) yang
berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah
kemampuannya dalam mengidentifikaskan variabel-variabel yang mempengaruhi
tercapainya tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Dan variabel-
variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:
1. Mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan, meliputi:a. Dukungan Teori dan Teknologib. Keberagaman Perilaku Kelompok Sasaran
Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat pada pelaksana (administratur atau birokrat) dilapangan.
c. Tingkat Perubahan Perilaku yang Dikehendaki.Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil.
2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi.Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara:a. Kejelasan dan Konsistensi Tujuanb. Dipergunakannya Teori Kausalc. Ketetapan Alokasi Sumberdanad. Keterpaduan Hirarki Antarlembaga Pelaksanae. Perekrutan Pejabat Pelaksana
3. Variabel-variabel di luar kebijakan yang Mempengaruhi Proses Implementasia. Kondisi sosial ekonomi dan teknologib. Dukungan publikc. Sikap dan sumberdaya dari konstituen.d. Komitmen dan kualitas kepemimnpinan dari pejabat pelaksana.
34
2.2.5 Implementasi Kebijakan Publik Model Merilee S. Grindle
Pada implementasi ini, menurut Grindle dalam Wibawa (1994:)
implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya.
Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah
implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat
implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan, mencakup hal-hal sebagai
berikut:
a. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan
b. Jenis manfaat yang akan dihasilkan
c. Derajat perubahan yang diinginkan
d. Kedudukan pembuat kebijakan
e. Pelaksana program
f. Sumber daya yang dikerahkan
Dari isi kebijakan tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa lebih kepada
masalah internal yang dilakukan. Sementara itu, konteks implementasinya adalah:
a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
b. Karakteristik lembaga dan penguasa
c. Kepatuhan dan daya tanggap
Didalam konteks kebijakan, ini termasuk pada bidang lingkungan luar yang
lebih dominan mempengaruhi suatu kebijakan. Model pendekatan implementasi
35
kebijakan publik lain menurut Grindle dalam Agustino (2008:154) dikenal dengan
Implementation as A Political and Administrative Process. Menurut Grindle ada dua
variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, yakni bahwa
keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapain
akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih, yang mana
pengukuran keberhasilannya dapat dilihat dari dua hal :
1) Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan
kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan menunjuk pada aksi
kebijakannya.
2) Apakah tujuan kebijakan tercapai, yang mana dimensi ini diukur dengan dua
faktor, yaitu :
a. Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok.
b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan
perubahan yang terjadi
Keberhasilan sebuah implementasi kebijakan publik juga menurut Grindle
amat ditentukan oleh tingkat implementasi kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas
Conten of Policy dan Context of Policy :
1) Content of Policy (isi kebijakan)
a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi)
b. Type of Benefits (tipe manfaat)
36
c. Extent of change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai)
d. Site of Descision Making (letak pengambilan keputusan)
e. Program Implementer (pelaksana program)
f.Resources Committed (sumber-sumber daya yang digunakan
2) Context of Policy (lingkungan kebijakan)
a. Power, Interest and Strategi of Actor Involved (kekuasaan kepentingan-
kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat).
b. Intitution and Regime Characteristic (karakteristik atau rezim yang
berkuasa.
c. Compliance and Responsiveness ( tingkat kepatuhan dan adanya respon
dari pelaksana )
2.2.3. Implementasi Kebijakan Bottom Up
Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai kritik
terhadap model pendekatan rasional (top down). Model pendekatan bottom up
menekankan pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan
dalam penerapan kebijakan. Menurut Smith dalam Islamy (2001:11), implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu :
37
a. Idealized policy, yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan
tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk
melaksanakannya.
b. Target groups, yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan dapat
mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus
kebijakan. Karena kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi kebijakan,
maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakukan dengan kebijakan
yang telah dirumuskan.
c. Implementing organization, yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab
dalam implementasi kebijakan.
d. Environmental factors, yaitu unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi
implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.
2.3. Pengertian BPJS
2.3.1 BPJS Ketenagakerjaan
PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal
1 Januari 2014. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian yang
selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), termasuk menerima peserta
baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan yang sesuai dengan
38
ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 38 dan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456), paling lambat 1 Juli 2015. Pada
saat mulai beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
64, Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3468) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Menurut Undang – Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial, maka BPJS merupakan sebuah lembaga hukum
nirlaba untuk perlindugan sosial dalam menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup yang layak sekaligus dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial di Indonesia.
2.3.2 Fungsi BPJS Ketenagakerjaan
Fungsi dari BPJS Ketenagakerjaan menurut Undang – Undang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial berfungsi menyelenggarakan 3 program yang
diantaranya yaitu, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua.
Menurut UU SJSN program jaminan kecelekaan kerja diselenggarakan oleh nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan agar peserta memperoleh manfaat
39
pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami
kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Selanjutnya program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk
menjamin agar peserta uang tunai apabila mengalami cacat total tetap, atau
meninggal dunia.
Kemudian program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan
derajat hidup yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya
karena memasuki usia pensiun.
Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib dengan tujuan untuk
memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris yang meninggal
dunia.
2.3.3 Tugas BPJS Ketenagakerjaan
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas, BPJS bertugas
untuk :
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
c. Menerima bantuan iuran dari pemerintah;
40
d. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta;
e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial; dan
f. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas dari BPJS Ketengakerjaan meliputi pendaftaran
kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran
termasuk menerima bantuan iuran dari pemerintah, pengelolaan dana jaminan sosial
dan pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas
penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan
keterbukaan informasi.
2.3.3 Wewenang BPJS Ketenagakerjaan
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud diatas, BPJS
Ketenagakerjaan berwenang untuk :
a. Menagih pembayaran iuran;
b. Menempatkan dan jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, sulvbilitas,
kehati-hatian, keamanan dana dan hasil yang memadai;
c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan
pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial;
41
d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengeni besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu kepada standar tarif yang
ditetapkan oleh pemerintah;
e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya;
g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan
h. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
jaminan sosial.
Kewenangan menagih pembayaran iuran dalam arti meminta pembayaran
dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran,
kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenai sanksi administratif
yang diberikan kepada BPJS Ketenagakerjaan memperkuat kedudukan BPJS sebagai
badan hukum publik.
Berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011, ruang lingkup program BPJS Ketenagakerjaan meliputi :
a. Jaminan kecelakaan kerja;
b. Jaminan hari tua; dan
42
c. Jaminan kematian.
Jaminan kerja yang diatur dalam pasal 8 sampai dengan pasal 11 Undang-undang
No.3 Tahun 1992. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima
jaminan Kecelakaan Kerja. Termasuk tenaga kerja dalam Jaminan Kecelakaan Kerja
ialah:
a. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan, baik yang menerima upah
maupun tidak;
b. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah
perusahaan;
c. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan,
Pengertian kecelakaan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (6) Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1992, yaitu kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan
hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian
pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju
tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Dari ketentuan itu dapat dijabarkan bahwa ruang lingkup JKK meliputi
kecelakaan dan sakit akibat kerja. Kecelakaan kerja apabila mengalami
kecelakaan pada saat perjalanan menuju tempat kerja, di tempat kerja, atau
perjalanan dari tempat kerja. Sakit akibat kerja apabila timbulnya penyakit setelah
43
pekerja menjalankan pekerjaan relative dalam jangka waktu yang lama. Saat
terjadinya dapat dilihat dalam penjelasan dibawah ini:
Kecelakaan yang terjadi saat hubungan kerja antara lain adalah :
1. Pada waktu kerja
a. Yang termasuk dalam kecelakaan pada waktu kerja ialah kecelakaan yan
terjadi dalam perjalanan dari rumah ke tempat kerja dan pulan dari tempat
kerja ke umah melalui jalan yang ditempuh dan wajar.
b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan pekerjaan sesuai dengan
tugas, kewajiban dan tanggung jawab sehari – hari yang diberikan oleh
perusahaan tempat kerja maupun diluar tempat kerja selama waktu kerja.
c. Kecelakaan yang terjadi diluar jam kerja tetapi masih dalam waktu kerja
seperti jam istirahat sebagaimana diatur dalam undang – undang.
d. Kecelakaan yang terjadi dalam tugas di luar kota / negeri, yaitu selama
perjalanan dari rumah/tempat kerja menuju tempat dan perjalanan pulang
kembali sesuai dengan surat tugas yang diberikan dan selama menjalankan
tugas/pekerjaan ditempat tujuan. Semua kecelakaan kerja yang terjadi di
tempat penugasan / pendidikan merupakan kecelakaan kerja, diluar itu
termasuk kecelakaan kerja hanya terbatas selama yang bersangkutan
berangkat dari tempat penginapan / pemondokan menuju tempat kerja
sampai pulang kembali, kecuali dapat dibuktikan bahwa kecelakaan yang
44
terjadi di luar pengertian tersebut ada hubungannya dengan tugas dan
tanggung jawab yang bersangkutan.
e. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang harus
dibuktikan dengan surat perintah lembur.
f. Perkelahian di tempat kerja dapat dianggap kecelakaan kerja.
2. Di luar waktu kerja
a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan kegiatan olahraga yang
harus dibuktikan dengan surat tugas dari perusahaan.
b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu mengikuti pendidikan yang
merupakan tugas dari perusahaan dan harus dibuktikan dengan surat tugas.
c. Kecelakaan yang terjadi di sebuah perkemahan yang berada di lokas kerja
serta yang bersangkutan bebas dari setiap urusan pekerjaan.
3. Meninggal mendadak
Suatu kasus meinggal mendadak dapat dikategorikan akibat kecelakaan kerja
dalam hubungan kerja akibat tenaga kerja karena suatu alasan, baik di lokasi
kerja dalam perjalanan ke dan dari lokasi kerja, tanpa sempat mengalami
rawat inap atau mengalami rawat inap, tetapi tidak melebihi 24 jam terhitung
sejak pada jam ditangani dokter/para medis, langsung meninggal dunia.
( sumber: Jamsostek, Brosur, 2001. Hlm. 12 – 13 ).
45
Program jaminan sosial tenaga kerja ( Jamsostek ) mempunyai landasan yang
berisikan dasar pertimbangan sebagai berikut: bahwa pada tanggal 17 Februari 1992
telah dikeluarkan Undang – Undang No. 3 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Kemudian Undang – undang No. 3 tahun 1992 tersebut diundangkan dalam
Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 14 dan penjelasannya diumumkan dalam
tambahan Lembaran Negara nomor 3468.
Dasar – dasar hukum program jaminan sosial tenaga kerja berlandaskan pada :
1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 27 ayat (2) Undang – undang
Dasar 1945.
2. Undang – undang No. 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya
Undang – Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia ( Lembaran Negara Tahun
1951 Nomor 4 ).
3. Undang – undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan – Ketentuan
Pokok mengenai Tenaga Kerja ( Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor
55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912 ).
4. Undang – undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
( Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918 ).
46
5. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan ( Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 39
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201 ).
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian Terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
penyusunan skripsi ini. Beberapa penelitian terdahulu yang akan mengarahkan
penelitian ini diantaranya yaitu :
Pertama, Skripsi tentang Implementasi Program Asuransi Kesejahteraan
Sosial ( ASKESOS ) di Kota Cilegon yang ditulis oleh Sita Prawita Sari pada tahun
2010. Peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat implementasi program
asuransi kesejahteraan sosial ( Askesos ) di Kota Cilegon. Implementasi program
Askesos di Kota Cilegon termasuk dalam kategori baik, hasil tersebut dikaji dengan
menggunakan teori Van Metter dan Van Horn yaitu dengan 5 indikator dan 14 sub
indicator. Dalam pelaksanaannya implementasi program asuransi kesejahteraan sosial
dihadapkan pada hambatan yang membuat kurang optimalnya implementasi program
tersebut.
47
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu mengenai tingkat
partisipasi yang berjudul “Implementasi program Asuransi Kesejahteraan Sosial di
Kota Cilegon, maka kesimpulannya adalah: implementasi program Askesos di Kota
Cilegon dapat diketahui melalui per indicator pada teori Van Metter dan Van Horn
yaitu sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap dan kecenderungan para
petugas, komunikasi antar organisasi dan aktifitas pelaksana dan lingkungan ekonomi
sosial politik dimana hasil dari ketiga indicator pada teori tersebut masing – masing
adalah “BAIK”.
Kedua, Skripsi tentang “Implementasi pelayanan kesehatan kepada penerima
jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) Di rumah sakit umum dr. G.l tobing pt.
Perkebunan nusantara ii tanjung morawa yang ditulis oleh Effry Pranata Sarigih pada
tahun 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan menggambarkan
pelaksanaan pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit dr. G.L Tobing PT.
Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa kepada penerima JAMSOSTEK.
Dalam penelitian ini juga akan dilihat realisasi pelayanan yang diberikan
untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan antara pihak rumah sakit dengan PT.
JAMSOSTEK. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode bentuk deskriptif dengan analisa data kualitatif yang menggunakan teori dari
Mazmanian dan Paul Sabatier, unit analisis yang terdiri dari informan kunci yaitu
Kepala Rumah Sakit dr. G.L Tobing , Kepala Tata Usaha Rumah Sakit Umum dr. G.
48
L Tobing, informan utama yaitu Dokter Umum dan Dokter Spesialis, Kepala
Ruangan, Koordinator Unit Gawat Darurat (UGD), Bagian Radiologi dan
Laboratorium dan pasien penerima JAMSOSTEK.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pelaksanaan pelayanan
kesehatan kepada pasien penerima JAMSOSTEK terlaksana secara maksimal yang
sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian pihak rumah sakit dengan PT.
JAMSOSTEK, dimana dapat dilihat bahwa fasilitas dan pelayanan yang diberikan
Rumah Sakit Umum dr. G.L Tobing PT. Perkebunan Nusantara II tidak ada
perbedaaan dengan pasien-pasien yang lain, dan dengan mudah juga pasien
JAMSOSTEK memperoleh pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut sehingga
dapat dikatakan bahwa implementasi tersebut berjalan dengan baik.
Sedangkan penelitian dari peneliti sendiri yang berjudul tentang Implementasi
Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan sebelumnya oleh penelitian terdahulu. Peneliti dalam penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teori dari George Edward III
yang dimana didalamnya terdapat 4 indikator diantaranya adalah komunikasi, sumber
daya, disposisi/sikap dan struktur birokrasi. Peneliti juga meneliti bahasan tentang
pelayanan, pengawasan, dan kebijakan yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan
sebagai transformasi dari Jamsostek.
49
2.5 Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka berpikir merupakan alur pemikiran dari penulis sendiri atau
juga mengambil dari suatu teori yang dianggap relevan dengan fokus/judul penelitian
dalam upaya menjawab masalah-masalah yang ada dirumuskan penelitian tersebut.
Kerangka pemikiran penelitian ini menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai
kelanjutan dari teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca. Berdasarkan
observasi awal peneliti, adapun identifikasi yang peneliti temukan dari latar belakang
diatas adalah sebagaimana tercantum dalam gambar bahwa dari identifikasi masalah
yang dijelaskan pada bab I akan diperkuat dengan menggunakan teori Mazmanian
dan Sabatier dalam Agustino (2006:144). Teori tersebut menjelaskan bahwa peran
penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam
mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhinya tercapai tujuan-tujuan
formal pada keseluruhan proses implementasi yang akan dikelompokkan dalam 3
(tiga), yaitu:
1. Mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan mencakup :a. Dukungan teori dan teknologi
b. Keragaman perilaku kelompok sasaran
c. Tingkat perubahan perilaku yang dikehendaki
2. Kemampuan kebijakan untuk memstruktur proses implementasi
a. Kejelasan dan konsistensi tujuan
b. Dipergunakannya teori kausal
50
c. Ketepatan alokasi sumber dana
d. Ketepatan hirarki antarlembaga pelaksana
e. Perekrutan pejabat pelaksana
3. Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi
a. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi
b. Dukungan publik
c. Sikap dan sumberdaya dari konstituen
d. Dukungan pejabat yang lebih tinggi
e. Komitmen dan Kualitas dari kepemimpinan pejabat pelaksana
Berikut ini adalah kerangka berpikir yang akan membantu peneliti dalam
menjawab masalah-masalah diatas.
51
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir
Identifikasi Masalah
1. Perbedaan fasilitas dan pelayanan Rumah Sakit dalam penanganan kasus kecelakaan ketenagakerjaan.
2. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan mengenai cara ataupun prosen klaim asuransi.
3. Minimnya pengawasan yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangerang,
Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang dan Rumah Sakit yang bekerjsama.
Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Paul Sabatier(Agustino 2006:144)
1. Mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan mencakup :a. Dukungan teori dan teknologib. Keragaman perilaku kelompok sasaranc. Tingkat perubahan perilaku yang dikehendaki
2. Kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi:a. Kejelasan dan konsistensi tujuanb. Dipergunakannya teori kausalc. Ketepatan alokasi sumber danad. Ketepatan hirarki antarlembaga pelaksanae. Perekrutan pejabat pelaksana
3. Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi:a. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologib. Dukungan publikc. Sikap dan sumberdaya dari konstituend. Dukungan pejabat yang lebih tinggie. Komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana
52
( Sumber: Peneliti, 2014 )
2.6 Asumsi Dasar
Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas, peneliti
telah melakukan observasi awal terhadap objek penelitian. Maka peneliti berasumsi
bahwa penelitian tentang Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota
Tangerang dalam kenyataannya belum dapat dikatakan berhasil menurunkan jumlah
angka kecelakaan kerja.
Jika teori Mazmanian dan Sabatier (Agustino 2006:144) dijalankan dengan
baik, maka sudah dipastikan Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota
Tangerang akan berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan kebijakan yang
digulirkan oleh pemerintah pusat.
OutputMengetahui implementasi program Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Kota Tangerang Tahun 2014 berjalan dengan baik
OutcomesPeningkatan pelayanan, pengawasan dan jaminan kecelakaan kerja bagi tenaga kerja secara menyeluruh tanpa terkecuali
Kegiatan
Waktu PenelitianNovember 2014 – Maret 2016
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar
Pengajuan Judul
Proses Bimbingan Proposal
Observasi Awal
Penyusunan Proposal
Seminar Proposal
Revisi Proposal Wawancara Pembahasan Penelitian
Reduksi Data
Pengolahan Dan Analisiss Data
Disiplay dan conclusion Data
Penyusunan Bab IV Dan IV
Sidangskripsi
Revisiskripsi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan
terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan
informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah tersebut. Cara dimaksud
dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah yang terdiri dari berbagai tahapan
atau langkah-langkah. Oleh karena itu, metode merupakan keseluruhan langkah
ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah. Dengan langkah-
langkah tersebut, siapapun yang melaksanakan penelitian dengan mengulang atau
menggunakan metode penelitian yang sama untuk objek dan subjek yang sama akan
memperoleh hasil yang sama pula (Silalahi 2010: 12-13). Adapun metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (Moleong, 2007:6).
Sedangkan menurut Sugiyono dalam bukunya Memahami Penelitian Kualitatif
(2009:1) mendefinisikan metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
53
54
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data induktif dan
hasil penelitian data kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Maka
penelitian mengenai Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota
Tangerang ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif.
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif peneliti bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian dengan cara
mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, yang terdapat dalam suatu
konteks yang khusus yang alamiah. Peneliti mengumpulkan data dengan cara
bersentuhan langsung dengan situasi lapangan, misalnya mengamati (observasi) dan
wawancara mendalam. Dengan pendekatan kualitatif diharapkan peneliti dapat
memahami situasi sosial, peran, peristiwa, interaksi, dan kelompok serta kepentingan.
3.2 Instrumen penelitian
Dalam penelitian diperlukan suatu alat ukur yang tepat dalam proses
pengolahannya. Hal ini untuk mencapai hasil yang diinginkan. Alat ukur dalam
penelitian disebut juga instrumen penelitian, atau dengan kata lain bahwa pada
dasarnya instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan dalam mengukur
55
fenomena alam atau sosial yang diamati. Secara spesifik fenomena ini disebut dengan
variabel penelitian yang kemudian ditetapkan untuk diteliti.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat peneltian adalah
peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi”
seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke
lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap
pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang
diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik
maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui
evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori
dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki
lapangan (Sugiyono 2010;59).
Pendekatan kualitatif dicirikan oleh kegiatan mengumpulkan, menggambarkan
dan menafsirkan tentang situasi yang dialami hubungan tertentu, kegiatan,
pandangan, sikap yang ditunjukkan atau tentang kecenderungan yang tampak dalam
proses yang sedang berlangsung, pertentangan yang meruncing serta kerjasama yang
dijalankan.
Adapun alat-alat tambahan yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data
berupa panduan wawancara, buku catatan, dan kamera digital. Teknik pengumpulan
56
data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono 2010;62).
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan dalam empat cara
yaitu sebagai berikut;
a. Observasi
Teknik Observasi adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan
jalan melakukan pencatatan secara tertulis terhadap setiap kejadian yang
berkaitan dengan penelitian pada penulisan ini. Menurut Moleong (2005:126)
bahwa observasi adalah kegiatan untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti
dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar, kebiasaan dan
sebagainya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi terus
terang / tersamar yakni observasi yang dilakukan dengan terus terang kepada
57
narasumber dan tersamar jika peneliti ingin mengetahui lebih jelas agar tidak
ada informasi yang ditutup-tutupi oleh narasumber. Sedangkan pengamatan
yang dilakukan yakni observasi terstruktur yaitu pengamatan yang dilakukan
secara sistematik, karena peneliti telah mengetahui aspek-aspek apa saja yang
relevan dengan masalah serta tujuan peneliti.
b. Wawancara
Menurut Moleong (2007:186) wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interview) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam hal ini yang menjadi
pewawancara ialah peneliti itu sendiri, sedangkan yang berlaku sebagai
terwawancara yaitu objek penelitian. Proses wawancara dilakukan dengan cara
mengajukan beberapa pertanyaan yang menyangkut tentang tema si peneliti,
kemudian si objek penelitian diharuskan menjawab pertanyaan yang telah
diajukan oleh peneliti.
Moleong (2007:168) juga menjelaskan kedudukan peneliti dalam
penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya ia menjadi
58
pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat penelitian di sini
tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.
Adapun pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara
DIMENSI INDIKATOR PERTANYAAN
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DALAM PROGRAM BPJS KETENAGA- KERJAAN
1.Mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan
Bagaimanakah ketetapan peraturan-peraturan terhadap program BPJS Ketenagakerjaan ?
Bagaimanakah dukungan penggunaan teknologi terhadap program BPJS Ketenagakerjaan ?
Bagaimana keragaman perilaku masyarakat terhadap program tersebut?
Seberapa besar tingkat perubahan perilaku yang dikehendaki dalam program tersebut?
2.Kemampuankebijakan untuk menstrukturproses implementasi
Bagaimana penjelasan dari tujuan program tersebut?
Bagaimanakah konsistensi tujuan program tersebut?
Bagaimana tujuan BPJS Tenagakerja dalam program JKK, JHT dan Jaminan Pensiun ini tercapai?
Bagaimana dengan masalah ketepatan alokasi sumber dana dalam program ini?
Bagaimana hubungan antarlembaga
59
pelaksana?
Bagaimanakah proses perekrutan pejabat pelaksana dalam program ini?
3. Variabel diluar kebijakan yang mempengaruhi prosesImplementasi
Bagaimanakah dukungan teknologi saat program ini diimplementasikan?
Bagaimanakah kondisi sosio-ekonomi saat program ini diimplementasikan?
Bagaimana dukungan publik dalam proses pelaksanaan program ini?
Bagaimana sumber daya yang digunakan dalam implementasi program ini?
Bagaimanakah sikap pelaksana dalam implementasi program ini?
Bagaimana dukungan pejabat yang lebih tinggi?
Sejauhmana komitmen para pejabat pelaksana dalam implementasi program ini?
Bagaimana kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana dalam implementasiprogram tersebut?
( sumber : peneliti, 2014 )
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan
(life histories), ceritera, biografi, peraturan kebijakan. Dokumen yang
berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
60
Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa
gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualtitatif
(Sugiyono 2010:82)
3.4 Informan Penelitian
Informan Penelitian ini, peneliti merupakan instrumen kunci yang sesuai dengan
karakteristik penelitian kualitatif. Untuk itu peneliti secara indvidu akan turun ke
tengah-tengah masyarakat guna memperoleh data dari informan. Informan diperoleh
dari kunjungan lapangan yang dilakukan di lokasi penelitian dimana dipilih secara
purposive merupakan metode penetapan informan dengan berdasarkan informasi
yang dibutuhkan, artinya teknik pengambilan informan sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Informan tersebut ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan
pada jumlah yang dibutuhkan, melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran
informasi sesuai fokus masalah penelitian ( Moleong, 2004:217 ). Disini peneliti
memilih informan yaitu Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah BPJS
Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang I dan Kepala Pemasaran Peserta Penerima
Upah BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Batu Ceper Kota Tangerang, Rumah Sakit
Awal Bros Kota Tangerang dan juga Rumah Sakit Awal Bros, Ombudsman Republik
Indonesia Perwakilan Provinsi Banten dan Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang.
61
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 3.2 Informan Penelitian
NO
Kode Informan
Jabatan Informan Keterangan
1 I1Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Tangerang
Key Informan
2 I2Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Tangerang
Key Informan
3 I3 Bagian Penelitian Rumah Sakit Awal Bross Key Informan
4 I4Ombusman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Banten
Key Informan
5 I5 Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang Key Informan
6 I6Tenaga Kerja Pengguna BPJS Ketenagakerjaan / Security Bank BJB Ruko Tangcity Kota Tangerang
Secondary Informan
7 I7
Tenaga Kerja Pengguna BPJS Ketenagakerjaan / Assistant Section Head Barcode System Material D & K PT. Gajah Tunggal. Tbk
Secondary Informan
8 I8 Tenaga Kerja Pengguna BPJS Ketenagakerjaan / Secondary Informan
9 I9Tenaga Kerja Pengguna BPJS Ketenagakerjaan / Sales Marketing Auto 2000 Kebon Nanas Kota Tangerang
Secondary Informan
( sumber : peneliti, 2014 )
Adapun alasan pemilihan informan diatas adalah kesesuaian bidang yang dijabat
dengan kapabilitas dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk melengkapi data-
62
data di lapangan dalam penelitian yang dilakukan. Untuk key informan dilakukan
teknik purposive.
3.5 Teknik Analisis Data
Proses analisis data dilakukan secara terus-menerus sejak awal data dikumpulkan
hingga penelitian berakhir. Untuk memberikan makna terhadap data yang telah
dikumpulkan, dianalisis dan interpretasi data.
Teknik analisis data dalam penelitian Implementasi Program BPJS
Ketenagakerjaan di Kota Tangerang ini menggunakan Analasis Data Interaktif yang
disampaikan oleh Miles and Hubberman (1992:20) dimana terdapat tiga hal utama
dalam analisis iteraktif yakni, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
sebagai sebagai sesuatu yang salaing menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar. Aktivitas analisis data dapat dilihat
dalam gambar berikut :
Gambar 3.3 Komponen Dalam Analsis Data Miles and Huberman (1984)
Pengumpulan
Data
Penyajian
Data
Kesimpulan-kesimpulan:
Penarikan/Verifikasi
Reduksi Data
63
Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa dalam penjelasan ini, tiga
jenis kegiatan analisis data dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan
proses siklus dan interaktif. Untuk lebih jelas, maka kegiatan analisis data dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Reduksi Data (data reduction)
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tulisan dilapangan (field note), dimana reduksi data berlangsung
secara terus menerus selama penelitian yang berorientasi kualitatif berlangsung.
2. Penyajian Data (data disiplay)
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan yang
terus berkembang menjadi sebuah siklus dan penyajian data bias dalam sebuah
matrik.
3. Verifikasi (verifikasi)
Verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari suatu kegiatan
dari suatu kegiatan dan konfigurasi yang utuh. Dimana, kesimpulan-kesimpulan
diverifikasi selama penelitian berlangsung.
64
4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (conclusion and verification)
Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan upaya mencari makna dari
komponen-komponen data yang disajikan dengan mencermati pola-pola,
keteraturan, penjelasan, konfigurasi dan hubungan sebab-akibat. Dalam
melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi selalu dilakukan peninjauan
terhadap penyajian data dan catatan di lapagan melalui diskusi dengan teman
sejawat, atau orang yang mengerti tentang kompetensi dan arahan pembimbing
(Miles & Huberman, 1992:17).
3.6 Teknik Keabsahan Data
Adapun untuk pengujian keabsahan datanya, peneliti pada penelitian ini
menggunakan dua cara, antara lain
1. Triangulasi
Moleong (2006:330) menjelaskan bahwa triangulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data
tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut. Denzin (Prastowo, 2011:269) membedakan teknik ini menjadi lima
macam yaitu :
65
a) Triangulasi sumber, yaitu suatu teknis pengecekan kredibilitas data
yang dilakukan dengan memeriksa data yang didapatkan melalui
beberapa sumber.
b) Triangulasi teknik yaitu, yaitu suatu teknik pengecekan kredibilitas
data yang dilakukan dengan cara mengecekdata kepada sumber yang
sama dengan teknik berbeda.
c) Triangulasi waktu, suatu teknik pengecekan kredibilitas data dengan
cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik
lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
d) Triangulasi penyidik, cara pemeriksaan kredibilitas data yang
dilakukan dengan memanfaatkan pengamat lain untuk pengecekan
derajat kepercayaan data.
e) Triangulasi teori, yaitu cara pemeriksaan kredibilitas data yang
dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu teori untuk memeriksa
data temuan penelitian.
Semua macam triangulasi diatas, peneliti dalam melakukan analisis data
menggunakan triangulasi sumber data dan teknik. Triangulasi sumber data dalam
penelitian ini dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara dari para
informan yang dituju. Sedangkan triangulasi teknik dalam penelitian ini dilakukan
66
dengan mengecek data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yaitu data yang
diperoleh dengan wawancara, kemudian dicek dengan observasi dilapangan dan
dokumentasi.
2. Member check
Membercheck menurut Djam’an Satori (2010:172) adalah proses pengecekan
data yang diperoleh peneliti kepada informan. Tujuannya adalah untuk
mengetahui kesesuaian data yang diberikan oleh pemberi data. Apabila
pemberi data sudah menyepakati data yang diberikan berarti data tersebut
valid, sehingga semakin kredibel. Akan tetapi menjadi sebaliknya yaitu tidak
valid dan tidak kredibel apabila data justru meragukan.
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian Implementasi Program BPJS Ketenagerjaan di Kota Tangerang,
Lokasi penelitian ini ada beberapa tempat, yaitu : Kantor BPJS Ketenagakerjaan
Tangerang I beralamat di Jl. Raya - Cikokol, Kota Tangerang, Banten, Indonesia,
Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Batu Ceper Tangerang dan Rumah Sakit
Awal Bross di Jl. Mh. Thamrin no.3 Kebon Nanas Cikokol Kota Tangerang, Kantor
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Banten di Jl. Lingkar Selatan
Komp. Bukit Permai Kav. Blok A2 No. 3 Ciracas Kota Serang, dan Dinas Tenaga
Kerja Kota Tangerang di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 1 Cikokol, Tangerang.
67
Adapun waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan November 2014 sampai Juni
2016, untuk lebih jelasnya dibuat jadwal penelitian sebagai berikut :
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1. Profil Kota Tangerang
Kota Tangerang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Banten,
Indonesia, tepat di sebelah barat kota Jakarta, serta dikelilingi oleh Kabupaten
Tangerang di sebelah selatan, barat, dan timur. Tangerang merupakan kota
terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar di kawasan perkotaan Jabotabek
setelah Jakarta. Kota Tangerang terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas
sejumlah 104 kelurahan. Dahulu Tangerang merupakan bagian dari wilayah
Kabupaten Tangerang, kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kota
administratif, dan akhirnya ditetapkan sebagai kotamadya pada tanggal 27
Februari 1993. Sebutan 'kotamadya' diganti dengan 'kota' pada tahun 2001.
Tangerang adalah pusat manufaktur dan industri di pulau Jawa dan
memiliki lebih dari 1000 pabrik. Banyak perusahaan-perusahaan internasional
yang memiliki pabrik di kota ini. Tangerang memiliki cuaca yang cenderung
panas dan lembab, dengan sedikit hutan atau bagian geografis lainnya. Kawasan-
kawasan tertentu terdiri atas rawa-rawa, termasuk kawasan di sekitar Bandara
Internasional Soekarno-Hatta. Dalam beberapa tahun terakhir, perluasan urban
Jakarta meliputi Tangerang, dan akibatnya banyak penduduknya yang berkomuter
ke Jakarta untuk kerja, atau sebaliknya. Banyak kota-kota satelit kelas menengah
69
70
dan kelas atas sedang dan telah dikembangkan di Tangerang, lengkap dengan
pusat perbelanjaan, sekolah swasta dan mini market. Pemerintah bekerja dalam
mengembangkan sistem jalan tol untuk mengakomodasikan arus lalu lintas yang
semakin banyak ke dan dari Tangerang. Tangerang dahulu adalah bagian dari
Provinsi Jawa Barat yang sejak tahun 2000 memisahkan diri dan menjadi bagian
dari provinsi Banten, dengan motto Bhakti Karya Adhi Kerta Raharja yang
diperingati setiap tanggal 28 Februari 1993 menjadi hari lahirnya Kota Tangerang,
dan dengan dasar hukum UU. No. 2 tahun 1993.
Secara demografi, Tangerang juga memiliki jumlah komunitas Tionghoa
yang cukup signifikan, banyak dari mereka adalah campuran Cina Benteng.
Mereka didatangkan sebagai buruh oleh kolonial Belanda pada abad ke 18 dan 19,
dan kebanyakan dari mereka tetap berprofesi sebagai buruh dan petani. Budaya
mereka berbeda dengan komunitas Tionghoa lainnya di Tangerang: ketika hampir
tidak satupun dari mereka yang berbicara dengan aksen Mandarin, mereka adalah
pemeluk Taoisme yang kuat dan tetap menjaga tempat-tempat ibadah dan pusat-
pusat komunitas mereka. Secara etnis, mereka tercampur, namun menyebut diri
mereka sebagai Tionghoa. Banyak makam Tionghoa yang berlokasi di Tangerang,
kebanyakan sekarang telah dikembangkan menjadi kawasan sub-urban seperti
Lippo Village.
4.1.1.1. Keadaan Geografis
Secara Geografis, Kota Tangerang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Tangerang di sebelah utara dan barat, Provinsi DKI Jakarta di sebelah timur dan
Kota Tangerang Selatan di sebelah selatan. Luas wilayah Kota Tangerang tercatat
71
sebesar 164,54 km2 dari luas propinsi Banten merupakan wilayah yang terkecil
kedua setelah Kota Tangerang Selatan. Jarak antara Kota Tangerang dengan Kota
Serang sebagai ibukota Propinsi Banten tercatat sekitar 71 km, juga dengan total
populasi penduduk mencapai angka 2.834.376 jiwa (tahun 2010) dan kepadatan
penduduknya mencapai 17.226,1/km². Secara astronomis, wilayah Kota
Tangerang terletak pada 606’ - 6013’ Lintang Selatan dan 106036’ – 106042’ Bujur
Timur.
4.1.1.2. Pemerintahan
Kepala daerah Kota Tangerang adalah seorang Walikota dan Wakil
Walikota yang dipilih langsung oleh warga Tangerang dalam pilkada setiap lima
tahun sekali. Walikota dan Wakil Walikota Tangerang saat ini adalah Arief
Rachadiono Wismansyah dan Sachrudin yang berasal dari Partai Demokrat
setelah dipilih oleh rakyat kota Tangerang pada Pemilihan umum Wali Kota
Tangerang 2013. Lembaga legislatif kota Tangerang adalah DPRD Kota
Tangerang yang juga langsung dipilih rakyat Tangerang dalam pemilihan umum
legislatif setiap lima tahun sekali bersamaan dengan pemilihan umum anggota
DPR, DPD, dan DPRD serentak secara nasional. DPRD Kota Tangerang
bersidang di gedung DPRD kota yang memiliki 50 perwakilan dari 5 daerah
pemilihan yang tersebar di seluruh kota Tangerang. Jumlah Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Kota Tangerang diantaranya sebagai berikut :
1) Sekretariat DPRD
2) Sekretariat Daerah
72
3) Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Latihan
4) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
5) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana
6) Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
7) Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
8) Inspektorat
9) Satuan Polisi Pamong Praja
10) Sekretariat KPUD
11) Sekretariat KORPRI
12) Dinas Pendidikan
13) Dinas Kesehatan
14) Walikota Tangerang
15) Dinas Sosial
16) Dinas Ketenagakerjaan
17) Dinas Perhubungan
4.1.2 Profil BPJS KETENAGAKERJAAN
73
PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada
tanggal 1 Januari 2014. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program
jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan
kematian yang selama ini diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero), termasuk
menerima peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan yang
sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 38 dan Pasal 43 sampai
dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456 ), paling lambat 1
Juli 2015. Pada saat mulai beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64, Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Menurut Undang – Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, maka BPJS merupakan sebuah lembaga hukum
nirlaba untuk perlindugan sosial dalam menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup yang layak sekaligus dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia.
4.1.3 Profil Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang
RS. Awal Bros adalah rumah sakit swasta kelas B. Rumah sakit ini mampu
memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas. Rumah
74
sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Tempat
ini tersedia 108 tempat tidur inap, lebih banyak dibanding setiap rumah sakit di
Banten yang tersedia rata – rata 63 tempat tidur inap. Dengan 39 dokter, rumah
sakit ini tersedia lebih banyak dibanding rata – rata rumah sakit yang ada di
Banten. 10 dari 108 tempat tidur di rumah sakit ini berkelas VIP keatas.
Rs. Awal Bros tersedia 39 dokter, 3 lebih sedikit daripada rumah sakit
tipikal di Banten, tapi 4 lebih banyak daripada rumah sakit tipikal di Jawa. Dan
juga 22 dari 39 dokter yang ada disini merupakan dokter spesialis. Visi misi dan
motto dari Rumah Sakit Awal Bros sendiri adalah Menjadi Rumah Sakit Bertaraf
Internasional; Memberikan Pelayanan Kesehatan Secara Profesional; dan
Profesional Peduli.
4.2 Deskripsi Data
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan dari hasil penelitian lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teori Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino (2006:144). Teori
tersebut menjelaskan bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik
adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang
mempengaruhinya tercapai tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses
implementasi yang akan dikelompokkan dalam 3 (tiga), yaitu:
1. Mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan mencakup :
a. Dukungan teori dan teknologi
b. Keragaman perilaku kelompok sasaran
c. Tingkat perubahan perilaku yang dikehendaki
75
2. Kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi:
a. Kejelasan dan konsistensi tujuan
b. Dipergunakannya teori kausal
c. Ketepatan alokasi sumber dana
d. Ketepatan hirarki antarlembaga pelaksana
e. Perekrutan pejabat pelaksana
3. Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi :
a. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi
b. Dukungan publik
c. Sikap dan sumberdaya dari konstituen
d. Dukungan pejabat yang lebih tinggi
e. Komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif sehingga data yang diperoleh bersifat deskriptif berbentuk
kata dan kalimat dari hasil wawancara, hasil observasi lapangan, dan
dokumentasi. Seperti yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya, analisis
data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan
oleh Prasetya Irawan yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan tujuh
kegiatan, diantaranya pengumpulan data mentah, transkrip data, pembuatan
koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi dan penyimpulan
akhir.
76
Langkah pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data mentah baik
melalui wawancara, observasi lapangan, kajian pustaka serta studi dokumentasi,
tanpa adanya intervensi dari pikiran peneliti atau dengan kata lain data yang
bersifat apa adanya (verbatim). Langkah kedua yaitu transkrip data, pada tahap
ini, peneliti merubah catatan ke bentuk tertulis. Dalam tahap ini, persis seperti apa
adanya dan tidak dicampur adukan dengan pikiran peneliti. Selanjutnya
pembuatan koding dilakukan agar memudahkan dalam pengkategorian data yang
sudah ditranskrip untuk menemukan hal-hal penting atau kata kunci.
Setelah itu adalah kategorisasi data, peneliti mulai menyederhanakan data
dan mengikat kata-kata kunci dalam satu besaran yang disebut kategori.
Kemudian peneliti dapat mengambil kesimpulan walaupun masih bersifat
sementara, sampai pada langkah berikutnya peneliti melakukan proses check and
recheck (triangulasi) antara sumber data yang satu dengan sumber data lainnya.
Langkah terakhir adalah penyimpulan akhir, dengan catatan bahwa data penelitian
tersebut sudah jenuh (saturated) dan setiap penambahan data baru hanya akan
memunculkan ketumpangtindihan (redundant). Dengan banyaknya informasi
yang didapat, maka peneliti mengambil garis besar permasalahan yang relevan
dengan kajian teori implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier (1983).
Mengingat bahwa jenis dan analisis data yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka data yang diperoleh bersifat
deskriptif berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara, hasil observasi
lapangan serta data hasil dokumentasi lainnya. Dengan menggunakan teknik data
kualitatif menggunakan konsep yang diberikan oleh Mazmanian dan Sabatier,
77
data-data tersebut di analisis selama proses penelitian berlangsung. Data yang
diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui wawancara, dokumentasi,
maupun observasi. Kemudian dilakukan reduksi berdasarkan jawaban yang sama
dan berkaitan dengan pembahasan masalah penelitian serta dilakukan kategorisasi
dalam penyusunan jawaban penelitian. Dari data yang diperoleh peneliti di
lapangan, baik itu berupa observasi maupun wawancara, maka peneliti
mendapatkan beberapa data yang kompleks. Akan tetapi setelah data direduksi,
maka peneliti mendapatkan data-data sesuai dengan apa yang di inginkan pada
fokus penelitian.
Dengan banyaknya informasi yang didapat, maka peneliti mengambil garis
besar permasalahan yang relevan dengan kajian teori implementasi menurut
Mazmanian dan Sabatier (1983). Adapun hasil wawancara yang telah dipilih
adalah sebagai berikut :
1. Mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan
a. Dukungan Teori dan Teknologi
Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada
sejumlah persyaratan teknis. Berkaitan dengan penelitian ini, program Jaminan
Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian
secara teknis dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan yang sudah bekerjasama dengan beberapa Rumah Sakit di Kota
Tangerang. Sebagaimana keterangan yang dipaparkan (I1-1) Kepala Bidang
Pemasaran Peserta Penerima Upah BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota
78
Tangerang mengenai teknis pelaksanaan program dari BPJS Ketenagakerjaan,
bahwa:
“BPJS Ketenagakerjaan, koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja, Kejaksaan, dan KPNL.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang lt.3 Kamis, 17 Desember 2015 pukul 10:26 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui bahwa proses
pelaksanaan teknis dilaksanakan oleh beberapa pihak seperti Dinas Tenaga Kerja,
Pemerintah Daerah, Kejaksaan dan pihak rumah sakit yang bekerja sama dengan
BPJS Ketenagakerjaan guna mendukung implementasi program dari BPJS
Ketenagakerjaan. Hal ini juga sama dengan yang apa dijabarkan oleh I2-1 yang
menjabat sebagai Kepala Bidang Pemasaran Peserta Penerima Upah di Kantor
BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Tangerang :
“Secara teknisnya kita kerjasama dengan banyak, yang jelas sama Stakeholder kita itukan perusahaan pasti, ada juga Dinas Tenaga Kerja, Pemerintah Daerah, sekarang juga karena mulai ke penegakan hukum, kita juga ke Kejaksaan.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Tangerang. Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB)
Dari hasil wawancara di atas juga dapat diketahui bahwa pelaksanaan
teknis dari program BPJS Ketenagakerjaan di lakukan oleh Dinas Tenaga Kerja,
Pemerintah Daerah, Kejaksanaan, rumah sakit dan klinik yang membantu
tercapainya kesuksesan implementasi program BPJS Ketenagakerjaan. Dengan
hasil wawancara dengan I1 dan I2, hasil wawancara dengan I3 yang mempunyai
peran penting sebagai pelaksana vital bagi implementasi program BPJS
Ketenagakerjaan mengatakan bahwa :
79
“Program BPJS Ketenagakerjaan ini untuk pelaksanaan dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan sudah pasti, kemudian ada Pemerintah Daerah, Dinas Tenaga Kerja, Kantor atau perusahaan, dan yang jelas kami dari rumah sakit sebagai pihak penyedia layanan kesehatan.” (Wawancara dengan Staf Bagian Penelitian Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang, Senin 11 Januari 2016, pukul 10:40 WIB)
Berdasarkan wawancara di atas dengan I1, I2, dan I3, sudah jelas bagaimana
teknis dari program impelementasi ini dilaksanakan oleh siapa saja pihak yang
terkait, antara BPJS Ketenagakerjaan sebagai pemegang program lanjutan dari
Jamsostek, Dinas Tenagakerja sebagai payung atau induk dari tenagakerja yang
ada di Kota Tangerang, kejaksaan sebagai badan hukum yang mendampingi
dalam segi penegakan hukum, Pemerintah Daerah sebagai pihak yang mengawasi
berjalannya program ini, juga rumah sakit dan klinik yang ikut bekerjasama
sebagai mitra dalam pelayanan kesehatan bagi tenagakerja.
Dari pihak I4 Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Banten
sendiri selaku pengawas pelayanan publik, dukungan teori dan teknologi sudah di
rasa tidak ada hambatan dan masalah, karena sudah di dukung dengan Undang –
Undangnya tersendiri seperti dijelaskan di bawah berikut :
“Dukungan teori seperti dalam bentuk Undang – Undang itu kita berdasar Undang - Undang No. 37 tahun 2008, Undang - Undang No. 25 tahun 2009, dan Undang - Undang No. 23 tahun 2014. Teknologi yang kita gunakan dalam penerimaan laporan pelayanan publik dapat melalui telepon, fax, email, juga bisa datang langsung ke kantor Ombudsman”. (Wawancara dengan Staff Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Banten, Rabu, 27 April 2016 pukul 16:15 WIB).
Namun dalam pernyataan yang didapat dari I5 mengatakan bahwa Dinas
Tenaga Kerja Kota Tangerang tidak ikut berperan aktif dalam menjalankan
80
program BPJS Ketenagakerjaan, seperti yang telah disampaikan oleh I1, I2, I3,
Dinas Tenaga Kerja hanya jika dibutuhkan. Seperti yang dikatakan sebagai
berikut :
“Kita Disnaker sudah tidak ikut berperan dalam membantu program BPJS Ketenagakerjaan, hanya jika dibutuhkan saja baru kami bisa membantu”. ( Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, Senin 23 Mei 2016, pukul 10:45 WIB )
Selain itu bagaimana ketersediaan teknologi sebagai sarana pendukung
program tersebut agar pelaksanaan berjalan secara efisien. Salah satunya
penggunaan komputer dalam Sistem Informasi Manajemen dalam pengolahan
data kepesertaan, klaim dan verifikasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan
sumber yang sama, yakni I1-2, sebagai berikut :
“BPJS Ketenagakerjaan ini berbasis online, untuk sistem informasi bisa didapatkan di kantor cabang manapun, termasuk jaminan pelayanan kepada peserta.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangerang cabang Cikokol, 17 Desember 2015, pukul 10:26 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dengan I1, ketersediaan teknologi
dalam menjalankan proses implementasi program BPJS Ketenagakerjaan berjalan
dengan baik dan tidak ada hambatan, karena di dukung dengan teknologi yang
semakin modern guna meningkatkan pelayanan baik internal maupun eksternal.
Dari hasil wawancara dengan I2, didapat hasil wawancara yang menjelaskan
bahwa teknologi yang digunakan dalam implementasi program BPJS
Ketenagakerjaan sudah sangat baik dengan di dukung kemajuan teknologi dan
sistem terbaru, yang mengikuti perkembangan teknologi.
81
“Teknologi kita sudah canggih sekarang ini, kita juga sistem baru, baru per November 2015 kemarin kita pakai, mungkin kalau sekarang hanya sedang ada pembaruan sistem sampai kurang lebih 6 bulan.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Tangerang, Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB)
Juga dari hasil wawancara dari I3 yang memaparkan tentang teknologi
yang digunakan di rumah sakit sudah sangat baik, hal ini diperjelas dengan apa
yang dijabarkan sebagai berikut :
“Teknologi di rumah sakit kami tidak perlu diragukan lagi, boleh cek setiap komputernya. Untuk pengolahan data kepesertaan, klaim dan verifikasi, kita pakai formulir juga, jadi ada manual dan komputer. (Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang. Senin, 11 Januari 2016 pukul 10:40 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan I5 mengenai
dukungan teori seperti undang – undang yang mengatur jalannya program, I5
mengatakan bahwa harusnya ada beberapa pasal atau undang – undang yang di
revisi untuk kebaikan program BPJS Ketenagakerjaan, seperti yang dijelaskan
dibawah ini :
“Untuk teori ketenagakerjaan menurut saya sudah cukup baik, hanya undang – undang yang mengatur tentang BPJS ini yang harusnya dibenahi oleh pemerintah, sedangkan teknologi yang kami gunakan untuk mendukung data kepesertaan tenagakerja sudah baik dan tidak ada kendala hambatan sama sekali.” (Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang. Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dengan I1, I2, I3 dan I5 dalam aspek
teori dan teknologi, pihak dari BPJS Ketengakerjaan dan Rumah Sakit sama sekali
tidak mengalami masalah atau hambatan sedikitpun, karena didukung oleh
82
teknologi yang berkembang menurut apa yang dituturkan oleh I1, I2, I3 dan I5,
bahwa mereka sebagai pihak penyelenggara program dan penyedia pelayanan
kesehatan selalu berupaya untuk meningkatkan teknologi untuk pengembangan
sistem komputer dan software seperti aplikasi untuk cek saldo tabungan asuransi,
form pendaftaran online, layanan website, yang bertujuan untuk memudahkan
peserta untuk mengakses segala informasi, juga membantu mempermudah
petugas pelaksana program BPJS Ketenagakerjaan dalam melaksanakan
pekerjaannya. Sedangkan untuk secara teknisnya bahwa pelaksanaan program ini
dibantu dan didukung oleh Dinas Tenaga Kerja, Pemerintah Daerah, Rumah Sakit
yang berlogo Trauma Center, Kejaksaan dan semua perusahaan yang ada di Kota
Tangerang, yang memenuhi kriteria wajib ikut serta BPJS Ketenagakerjaan.
Setelah peneliti membandingkan hasil wawancara satu dengan yang
lainnya, maka peneliti dapat menarik sebuah kesimpulan sementara bahwa
dukungan teori oleh pihak pelaksana program BPJS Ketenagakerjaan sudah jelas
dan teknologi yang digunakan sudah cukup baik.
b. Keragaman Perilaku Kelompok Sasaran
Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya adalah semakin
beragam pula pelayanan yang diberikan, sehingga akan semakin sulit untuk
membuat peraturan yang tegas dan jelas. Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota
Tangerang terdiri dari keberagaman jenis program yang diantaranya jaminan
kecelakaan, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian yang
melibatkan banyak golongan tenagakerja berdasar jenis pekerjaan, tingkat risiko,
upah atau gaji yang diterima. Seperti yang dijelaskan oleh I1-3:
83
“Sangat baik, karena perlindungan yang diberikan melalui BPJS Ketenagakerjaan dapat menciptakan rasa aman bagi mereka pada saat bekerja.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015 pukul 10:26 WIB )
Dari hasil wawancara di atas, peneliti dapat mengambil sebuah kesimpulan
sementara yaitu dengan program yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan,
setidaknya mampu memproteksi tenagakerja dari rasa was – was ketika dalam
pekerjaannya mengalami kecelakaan kerja, karena biayanya sudah masuk dalam
salah satu program yakni Jaminan Kecelakaan Kerja. Keterangan lain disebutkan
oleh I2-3 yang mengatakan :
“Sebelumnya sudah saya sampaikan, mereka para peserta itu merasa sangat senang dan antusias dengan transformasi Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan, karena bukan hanya namanya saja yang ganti, tapi juga ditambah dengan beberapa kelebihan yang menutupi, atau mungkin juga bisa suatu saat nanti menghilangkan kekurangannya, baik dalam peraturan, regulasi, ketentuan dan lain – lainnya.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Tangerang, 5 Januari 2016, pukul 10:45 WIB )
Keragaman perilaku kelompok seperti banyak peserta yang mendaftarkan
diri secara personal atau didaftarkan melalui tempat dimana bekerja sebagai
peserta Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan
Jaminan Pensiun berasal dari yang berpendidikan rendah, menengah dan tinggi
serta dari yang ekonomi rendah dan ekonomi tinggi. Program BPJS
Ketenagakerjaan tentu mengalami banyak keragaman dalam pemahaman dalam
sosialisasi program BPJS Ketenagakerjaan, untuk yang sebelumnya pernah
tergabung dalam Jamsostek mungkin tidak akan bingung lagi, hanya perlu sedikit
tambahan sosialisasi tentang BPJS Ketenagakerjaan ini, sedangkan untuk kaum
84
awam ini yang harus dilakukan ekstra sosialisasi, karena belum mengetahui atau
paham tentang program tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh I6, beliau
menjelaskan bahwa sebenarnya setuju dengan program BPJS Ketenakerjaan,
hanya saja kurang senang dengan pelayanan yang didapat di rumah sakit, seperti
yang dikatakan berikut ini :
“Sebenarnya setuju, hanya skema dilapangannya tidak. Menurut saya BPJS itu merepotkan, seperti yang sudah - sudah. Kalau potong gaji untuk bayar iuran tidak keberatan, tapi pelayanannya yang di BPJS itu yang saya keberatan. Suka dimentalin, dioper sana sini, proseduralnya harus seperti ini itu. Kita sudah mengikuti prosedural tetapi tetap saja. Kita ketika klaim, pada saat mengajukan BPJS diiyakan, tapi pelayanannya terasa diabaikan. Terutama dari rumah sakit pemerintah, tidak ada kamar, atau kalau tidak kita gampar (=sogok) pakai uang. Dan yang swasta pun sama, kalau sudah melihat calon pasien BPJS, ada diterima, tapi waktunya orang belum sehat, belum sembuh benar sudah disuruh pulang. Itulah kekurangannya dari segi pelayanannya BPJS Ketenagakerjaan” (Wawancara dengan Staff Keamanan Bank BJB Ruko Tangcity, 28 November 2015 pukul 10:40 WIB)
Pelayanan yang dirasa dan didapat juga belum maksimal sepenuhnya,
karena keterbatasan edukasi tenagakerja tentang program BPJS Ketenagakerjaan
mengenai aturan, regulasi maupun peraturan undang – undang seperti keterangan
lain dari I7 di bawah ini yang mengatakan :
“Untuk semua programnya saya setuju, hanya untuk jangka waktu 10 tahun Jaminan hari tua saya kurang setuju. Masalahnya kenapa harus 10 tahun, dan untuk ukuran tua itu seperti apa dan bagaimana. Harus umur berapa. Kalau saya berpikirnya BPJS Ketenagakerjaan itu buat investasi uang jangka panjang kedepannya nanti kalau di kerjaan saya ada apa kenapa. Hanya sedikit keberatan sama yang itu tadi, kenapa harus 10 tahun jangka waktunya.” (Wawancara dengan Karyawan PT. Gajah Tunggal Ika, Tbk di Kedai Weeks Jumat 27 November 2015 pukul 20:39 WIB)
85
Seperti yang dikatakan oleh I8 di bawah ini mengenai antusias terhadap
program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang :
“Kalau saya ini kan buruh, tidak setuju sebenarnya karena dilema, sangat keberatan malah, gaji sudah segininya pakai buat bayar segala macam, memang tidak seberapa, ini baru dipotong buat bayar BPJS, belum dipotong buat bayar yang lain lagi. Pokoknya saya tidak setuju kalau semuanya kebijakan dan peraturan di kendalikan oleh pemerintah.” (Wawancara dengan buruh yang tidak menyebutkan tempat dimana bekerja di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangerang lt. 3, Jumat 27 November 2015 pukul 10:40 WIB)
Dari hasil wawancara di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan
sememtara mengenai antusiasnya terhadap program BPJS Ketenagakerjaaan yaitu
sebagian dari tenagakerja merasa terpaksa atau diharuskan untuk mengikuti
program dari pemerintah ini, walaupun tujuannya baik untuk menjamin
keselamatan pekerja dari risiko kecelakaan kerja yang terjadi nanti, juga untuk
menjamin uang pensiunan dan hari tua, hal ini dijelaskan oleh Informan lain (I9)
yang mengatakan :
“Setuju tidak setuju, gimana. Ini kan program dari pemerintah, sudah ada undang – undangnya juga yang mewajib dan mengharuskan. Jadi kita terpaksa ikut yang seperti ini. Bagus programnya buat nanti pensiun atau hari tua, tetapi kan tidak selamanya kita mau jadi pekerja. Kalau yang mau buka usaha sendiri bagaimana? Nunggu pensiun dulu? Atau kalau mau ambil uangnya harus kerja terus selama 10 tahun? Itu saja, setuju tidak setuju. Pasti program ini banyak kekurangannya” (Wawancara dengan Karyawan Auto 200 Kebon Nanas, Selasa 12 Januari 2016 pukul 12:10 WIB di Kebon Nanas Tangerang).
Dari hasil wawancara di atas, peneliti dapat mengambil sebuah kesimpulan
bahwa sebenarnya sebagian tenaga kerja kurang mendukung program BPJS
86
Ketenagakerjaan dengan tidak adanya pilihan yang mengharuskan tenagakerja
wajib mengikuti program tersebut.
Dari beberapa wawancara dengan beberapa informan di atas pula, peneliti
mengambil kesimpulan setelah membandingkan hasil wawancara dengan
informan satu dengan informan lainnya mengenai keragaman perilaku program
wajib BPJS Ketenagakerjaan tersebut, bahwa semakin banyak peserta tenagakerja
yang bergabung dalam pelaksanaan program ini, semakin sulit untuk menyatukan
pemahaman mengenai aturan yang sesuai dengan tenaga kerja, karena tingkat
sosial yang berbeda, jenis pekerjaan, kebutuhan, persepsi dan pandangan yang
berbeda.
c. Tingkat Perubahan Perilaku Yang Dikehendaki
Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh
kebijakan, maka semakin sulit para pelaksana kebijakan memperoleh
implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang lebih dapat kita
kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah
terlalu besar. Dalam arti bahwa penjelasan turunan dari undang - undang baik
berupa peraturan menteri tenagakerja maupun petunjuk teknis dan petunjuk
pelaksanaannya yang sesuai dan tidak banyak perubahan akan sangat
memudahkan penyelenggara dalam melaksanakan tugasnya di lapangan.
Pemaparan hasil wawancara dengan I1 mengatakan :
“Ya, pada saat mereka bekerja dihadapkan kepada resiko kecelakaan kerja dan meninggal dunia, kemudian pada satu ketika mereka juga mengalami masa tua. Pada saat peristiwa itu datang, mereka sudah ada kepastian akan mendapat perlindungan dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua. Disamping itu mereka juga
87
mendapat manfaat tambahan seperti PPKB ( Pinjaman Perumahan Kerjasama Bank ) bagi para peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015 pukul 10:26 WIB )
Dari informan (I2-3) yang menyebutkan bahwa tanggapan atau respon dari
sebagian tenagakerja hasilnya positif, untuk yang mendaftar secara pribadi
maupun yang didaftarkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Dengan di
daftarkannya tenagakerja melalui perusahaan tempat bekerja, itu sudah termasuk
kerjasama yang baik dilakukan guna menambah angka tingkat peserta aktif BPJS
Ketenagakerjaan, seperti yang dijelaskan di bawah ini :
“Respon atau tanggapannya lumayan positif, apalagi kota Tangerang ini sedang berkembang, rekrutmen pegawai pun sedang besar, jadi pastinya itu masuk terdaftar jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, mau yang daftar personal maupun didaftarkan dari tempatnya bekerja. Lagipula dengan ikut terdaftar di BPJSTK ini tidak rugi, malah banyak untungnya kalau menurut saya”. (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Tangerang, 5 Januari 2016, pukul 10:45 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diperoleh informasi bahwa
antusias peserta dalam menyambut program dari BPJS Ketenagakerjaan ini cukup
baik. Namun dibalik itu semua masih terdapat masalah yang harus selalu
diperbaiki guna menjadikan pelayanan yang maksimal, aman dan nyaman, seperti
dipaparkan oleh narasumber I6 yang menyatakan sebagai berikut:
“Saya sebenarnya bingung, dalam artian pelayanannya tidak maksimal. apalagi yang di kelas III, kalau obat – obatan harus ada yang ditebuskan, ada yang harus dibeli karena tidak semuanya gratis. Dibilang antusias tidak juga, karena sebelumnya juga sudah pernah merasakan Jamsostek. Ya sama seperti ini, hanya nama sama ada bedanya beberapa”. (Wawancara dengan Staff Keamanan Bank BJB Ruko Tangcity Kota
88
Tangerang 28 November 2015 pukul 10:40 di Bank BJB Ruko Tangcity Kota Tangerang).
Sementara informan lain yang peneliti temui untuk wawancara dengan I9
mengatakan bahwa sebenarnya dirinya tidak terlalu antusias dengan transformasi
Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan, Karena sebelumnya sudah pernah
merasakan menjadi anggota Jamsostek, seperti yang dijelaskan sebagai berikut :
“Antusias atau tidaknya program dan kebijakan dari pemerintah tentang BPJS Ketenagakerjaan sepertinya tidak terlalu, biasa saja. Dulu juga sudah pernah pakai Jamsostek, hanya sekarang saja namanya ganti jadi BPJS Ketenagakerjaan. Isinya hampir sama saja”. (Wawancara dengan Karyawan Auto 2000 Kebon Nanas Tangerang, Selasa 11 Januari 2016, pukul 12:10 WIB ).
Sedangkan dari I8 diperoleh hasil wawancara sebagai berikut yang
menyatakan bahwa responnya sudah sangat baik, namun kurang didukung dengan
pelayanan maksimal yang dilakukan oleh pihak terkait lainnya, seperti yang
dijelaskan di bawah berikut :
“Responnya yang banyak saya temui dan dapat, kebanyakan dari mereka puas dengan programnya, tapi tidak cukup puas dengan pelayanan yang diterima di rumah sakit ketika mengajukan klaim atau pelayanan kesehatannya”. (Wawancara dengan buruh yang tidak menyebutkan tempat dimana bekerja di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangerang, Jumat 27 November 2015 pukul 10:40 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa
antusias pekerja dalam menyambut program BPJS Ketenagakerjaan ini sangat
baik untuk beberapa kalangan dan sebagian dari tenaga kerja tapi tidak didukung
dengan pelayanan publik yang maksimal untuk melayani tenagakerja yang
mengajukan klaim asuransi baik di rumah sakit maupun di kantor cabang BPJS
89
Ketenagakerjaan Kota Tangerang. Namun dibalik itu semua masih terdapat
masalah yang harus selalu diperbaiki guna menjadikan pelayanan yang maksimal,
aman, nyaman dan juga evaluasi dari beberapa aturan undang – undang serta
regulasi pelaksanaan.
2. Kemampuan Kebijakan Untuk Menstruktur Proses Implementasi
a. Kejelasan dan Konsistensi Tujuan
Bagaimana kejelasan tujuan-tujuan yang akan dicapai dan disusun secara
jelas skala prioritas atau urutan kepentingan bagi para pelaksana dan
kemungkinan output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan sejalan dengan
petunjuk tersebut. Berdasarkan keterangan dari I1 mengenai kejelasan dan
konsistensi tujuan, bahwa tujuan dari program lanjutan dari Jamsostek yang
sekarang menjadi BPJS Ketenagakerjaan adalah untuk mensejahterakan
tenagakerja di hari tua nanti, atau menjalani masa pensiun kerja, juga
meringankan beban ketika terjadi kecelakaan kerja, hal ini diperjelas dengan
pernyataan di bawah berikut :
“Misi kita ini menjadi jembatan menuju kesejahteraan pekerja. Ini di terjemahkan dalam program tadi, dengan mengikuti program BPJSTK, dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan sebaliknya. Program BPJSTK tidak semata menanggulangi resiko dari kecelakaan kerja dan kematian, tapi juga ada proteksi hari tua. Proteksi hari tua ini terdiri dari Jaminan hari tua dan Jaminan Pensiun. Ada harapan besar bagi para peserta dimana di hari tuanya mempunyai bekal yang sudah di tabung melalui Jaminan hari tua dan pensiun. Secara lumsam, dia akan mendapat tabungan secara sekaligus yang dapat dijadikan usaha atau kegiatan berikutnya, setelah menjalani masa pensiun secara berkala setiap bulan. Mereka mendapat pensiun sebagai penghasilan yang hilang. Kedua proteksi ini tentunya yang diharapkan oleh pekerja di sektor swasta.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaa Cikokol Tangerang, Kamis, 17 Desember 2015, 10:26 WIB)
90
Pemaparan yang disampaikan oleh I2 berkaitan dengan hal ini, tujuannya
adalah untuk mensejahterakan tenagakerja yang ada di Indonesia khususnya di
Kota Tangerang sendiri seperti dijelaskan di bawah ini :
“Kita sama sekali tidak ada kepentingan, kepentingan kita disini murni untuk membantu dan menolong kesejahteraan tenagakerja yang ada di Indonesia, khususnya di Tangerang ini. Dengan program lanjutan dari Jamsostek yang dulu pernah ada, seperti diantaranya Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pensiunan.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Tangerang, Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB )
Keterangan dari I3 dari Rumah Sakit Awal Bros menjelaskan konsistensi
dan tujuan dari program BPJS Ketenagakerjaan adalah sesuai dengan visi misi
dan motto, tidak membedakan antara BPJS Kesehatan atau BPJS
Ketenagakerjaan, karena tugas mereka memberikan pelayanan kesehatan bagi
siapapun :
“Tujuan kami jelas sesuai dengan visi dan misi rumah sakit, yaitu Menjadi Rumah Sakit Bertaraf Internasional (Visi), Memberikan pelayanan kesehatan secara proesional (Misi) dan Motto kami, Profesional Peduli”
(Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang. Senin, 11 Januari 2016 pukul 10.40 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I5, peneliti mendapat sebuah
pernyataan mengenai tujuan yang akan dicapai atau kepentingan sebagai pejabat
pelaksana, yang menyatakan sebagai berikut :
91
“Tujuan kepentingan bagi para pelaksana, kami rasa kami hanya membantu tenagakerja untuk mencapai kesejahteraan di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Di masa kini lebih seperti kepada kami memberi program jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Kesejahteraan di masa depan lebih kepada jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang berguna sebagai tabungan investasi para tenagakerja yang masih aktif bekerja sekarang ini”. (Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, Senin, 23 Mei 2016 pukul 10:45 WIB )
Dari hasil wawancara informan yang telah dijabarkan di atas, peneliti
menarik sebuah kesimpulan bahwa kejelasan dan konsistensi tujuan dari
pemerintah dalam BPJS Ketenagakerjaan ini bertujuan untuk mensejahterakan
tenaga kerja ketika memasuki masa pensiun dan hari tua, tujuan lainnya yaitu
untuk agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang
tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita
penyakit akibat kerja; untuk menjamin agar peserta uang tunai apabila mengalami
cacat total tetap, atau meninggal dunia; dan untuk memberikan santunan kematian
yang dibayarkan kepada ahli waris yang meninggal dunia.
Cakupan yang terdapat dalam program BPJS Ketenagakerjaan ini hanya
meliputi 4 program yang diantaranya Program Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan Pensiun, hanya saja ditambah
dengan beberapa inovasi seperti yang sekarang ini sedang berjalan, yaitu Housing
Benefit. Housing Benefit itu sendiri adalah bantuan dari pemerintah kepada
peserta BPJS Ketenagakerjaan yang ingin membeli rumah kredit KPR dengan
memberikan bantuan dana sebesar 3 persennya.
b. Dipergunakannya Teori Kausal
92
Bagaimana kira-kira tujuan program pembaharuan ini dicapai melalui
implementasi kebijakan. Jika terdapat penghambat maka hambatan-hambatan apa
sajakah dan bagaimana penyelesaiannya. Seperti penjelasan dari I1 di bawah ini :
“Perubahan yang mendasar dari Badan Penyelenggara PT. Jamsostek adalah ditambahkannya program pensiun. Jadi total ada 4 program, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Pensiun. Kendalanya belum semua pekerja yang belum mengetahui tentang program BPJS Ketenagakerjaan, untuk itu perlu dilakukan sosialisasi ke seluruh masyarakat, baik itu pekerja, calon pekerja, mahasiswa atau pelajar. Sosialisasi kepada pekerja bisa dilakukan melalui sosialisasi langsung ke pabrik, atau tempat bekerja, media elektronik, media cetak, dan lain - lain. Untuk pelajar dan mahasiswa dilakukan edukasi pendekatan melalui pelajaran tertentu di sekolah mereka.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015 pukul 10:26 WIB )
Berdasarkan hasil wawancara di atas dengan I1, peneliti dapat mengambil
sebuah kesimpulan sementara mengenai hambatan yang terjadi dan ditemui dalam
menjalankan program Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan adalah
edukasi yang harus lebih sering dilakukan kepada pelajar sejak dini untuk
menambah pengetahuan dan persiapan menuju dunia kerja di masa depan.
Hambatan lain yg terjadi dalam pelaksanaan proses implementasi program
BPJS Ketenagakerjaan lain ialah kurangnya kesadaran dari semua pihak yang
terlibat dalam program ini, hal ini diperkuat oleh pernyataan dari I2 yang
mengatakan sebagai berikut :
“Hambatan dari jaman jamsostek hingga sekarang, kita wajib, cuma ompong. Maksudnya ompong itu, ketika ada perusahaan yang tidak mendaftar atau didaftarkan, itu kan harusnya di tindak, seperti tidak dapat izin SIUP dan lain lainnya, tapi kita disini tidak bisa menindak karena kita hanya pelaksana. Ini gimana mau ditindak kalau Disnakernya
93
sendiri tidak berani tegas. Penyelesaiannya itu harus ada ketegasan dari orang nomor 1 di Indonesia ini, Presiden.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Tangerang, Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB )
Pernyataan dari I3 dari pihak Rumah Sakit Awal Bros yang bekerja di
Bagian Penelitian menjelaskan tentang hambatan yang ditemui dalam berjalannya
program BPJS Ketenagakerjaan sebagai berikut :
“Hambatannya kalau dari pihak rumah sakit, saya pikir itu pola pikir dari keluarga pasien yang kalau misalkan mereka mengklaim asuransi kecelakaan kerja dan sebagainya, itu suka dipersulit, padahal sebenarnya tidak, kalau pun ada itu mungkin dari beberapa orang, dan kita langsung tahu karena kita juga mengontrol dan mengevaluasi pelayanan.” (Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang. Senin, 11 Januari 2016 pukul 10.40 WIB )
Sedangkan dari I4, wawancara dengan Ombudsmn Republik Indonesia
Perwakilan Provinsi Banten selaku pengawas pelayanan publik mengatakan
bahwa hambatan yang dilakukan dalam pengawasan adalah :
“Secara teknis hambatan kita itu laporannya banyak, semuanya mau cepat, semuanya mau prioritas, kita juga berdasarkan undang – undang. Tidak bisa siapa cepat dia dapat, itu tergantung dari kasus pelayanan yang kita review berdasar kronologi pelapor”. (Wawancara dengan Karyawan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Banten, Rabu, 27 Maret 2016 )
Dari Informan I5 Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang menyebutkan
hambatannya dalam membantu menjalankan program ini, seperti yang dijelaskan
berikut ini :
94
“Hambatan dalam berjalannya pelaksanaan program BPJS Ketenegakerjaan ini dari pengawas pelaksanaan, BPJS Ketenagakerjaan sendiri saat ini belum punya tim pengawas untuk menginvestigasi permasalahan yang terjadi di lapangan”. (Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, Senin, 23 Mei 2016 pukul 10:45 WIB)
Dari hasil wawancara di atas dengan informan diatas ( I1, I2, I3, I4 dan I5 ),
maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hambatan yang ditemui dalam
proses implementasi program BPJS Ketenagakerjaan ini diantaranya adalah
kurangnya pemahaman atau edukasi yang diterima oleh peserta BPJS
Ketenagakerjaan, lalu masih ada beberapa pihak yang kurang mendukung 100%
program ini seperti perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian upah atau gaji
yang diterima karyawannya, dikarenakan banyak pihak dengan berbagai
kepentingan yang mengambil keuntungan dalam program ini, regulasi dari
undang – undang yang dirasa harus ada perbaikan, dan juga pengawas internal
dari BPJS Ketenagakerjaan. Andaikata semua pihak yang terlibat mempunyai
kesadaran dan semangat juang yang tinggi untuk benar benar serius menjalankan
program ini, maka hambatan yang terjadi di lapangan sedikit demi sedikit akan
dapat di atasi.
b. Ketepatan Alokasi Sumber Dana
Ketepatan sumber alokasi dana dalam program BPJS Ketenagakerjaan,
untuk penggunaan dana sepenuhnya berasal dari iuran kepesertaan yang
dibayarkan setiap bulannya dengan beberapa ketentuan tertentu, untuk Jaminan
hari tua dan jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun dan jaminan kematian
95
sudah ada ketentuannya tersendiri berdasarkan jenis pekerjaan dan jumlah upah
atau gaji yang diterima. Hal ini dijelaskan diungkapkan oleh I2, sebagai berikut :
“Kalau dulu sebelum per Juli kemarin, pengobatannya ada limit, 20 juta plus 20, jadi 40 juta. Tapi sekarang tidak ada limit, jadi selama dia masih aktif terdaftar masih bisa kita cover”. (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Kota Tangerang, Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB).
Alokasi dana bagi para peserta BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya sudah
dijelaskan dan sudah ada dalam regulasi undang – undangnya yang menyatakan
bahwa berapapun jumlah klaimnya, itu semua ditanggung oleh BPJS
Ketenenagakerjaan yang langsung otomatis menggunakan dana tabungan dari
tenagakerja itu sendiri, jika pun kurang, maka akan ditangguhkan biaya
selebihnya. Hal di atas tersebut diperjelas dan diperkuat oleh pernyataan dari
informan I1 yang menuturkan bahwa:
“Dana jaminan yang diberikan kepada peserta sesuai dengan penetapan jaminan berdasar aturan Undang - Undang BPJS Ketenagakerjaan no 24 tahun 2011. Pembayaran jaminan dilakukan secara langsung, tunai atau transfer tanpa ada pembiayaan. Kepastian penerimaan baik kepada peserta maupun ahli waris sudah ditentukan oleh Undang - Undang BPJS Ketenagakerjaan. Sumber dana berasal dari alokasi dana yang diperuntukkan untuk pembayaran jaminan melalui RKAT ( Rencana Kerja Anggaran Tahunan ) setiap tahun.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015 pukul 10:26 WIB )
Sementara dari pihak rumah sakit tugasnya hanya mengakumulasikan dana
yang yang dikeluarkan oleh peserta BPJS Ketenagkerjaan melalui asuransinya,
seperti yang diungkapkan oleh I3 dari pihak Rumah Sakit mengungkapkan bahwa :
96
“Alokasi dana dalam program ini semua sudah ada aturan dalam undang – undangnya sendiri, berapa preminya, itu semua sudah diatur, kalau dari kita hanya menentukan biaya pengobatannya saja”. (Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian di Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang, Senin, 11 Januari 2016 pukul 10.40 WIB )
Dari informan I5 sendiri mengatakan bahwa alokasi sumber dana yang
diterima dan digunakan adalah sebagai berikut :
“Alokasi dananya jelas, dari tenagakerja dan akan kembali kepada tenagakerja tersebut, tanpa dikenakan potongan sepeser pun. Karena semua sudah ada peraturannya”. (Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenagakerja Kota Tangerang, Senin 23 Mei 2016, pukul 10:46 WIB)
Dari hasil wawancara dengan I1, I2, I3 dan I5 di atas, peneliti mendapat
sebuah kesimpulan sementara yaitu bahwa sejatinya tidak ada yang perlu ditakuti
atau diragukan oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan seandainya mereka ingin
melakukan klaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan karena semua sudah ada
regulasi dan ketentuan, berapapun jumlah klaim yang dikeluarkan, hanya tinggal
mengurus beberapa persyaratan guna mencairkan dana.
c. Ketepatan Hirarki Antar Lembaga Pelaksana
Salah satu ciri penting yang berlaku yang dimiliki oleh setiap perundang-
undangan yang baik adalah kemampuannya untuk memadukan hirarki badan-
badan pelaksana. Dalam progam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Tenagakerja, pemerintah dalam Undang-Undang maupun aturan turunan lainnya
telah menetapkan perundang-undangan yang sesuai dengan badan pelaksananya
seperti Undang - Undang nomor 40 tahun 2004 untuk Sistem Jaminan Sosial
97
Nasional, Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
Saat ini terdapat 16 Rumah Sakit dan Klinik yang bekerjasama,
diantaranya adalah RS. An Nisa, RS Awal Bros, RS Sari Asih Ciledug dan
Karawaci, RS. Usada Insani, RS. Bhakti Asih, Klinik Sahabat, Klinik Duta
Medika, dan yang lainnya. Pemaparan dari I2 yang menjelaskan tentang
koordinasi mengatakan bahwa koordinasi yang dilakukan olehnya dengan
penyedia pelayanan yang lain sudah cukup baik, intens melalui berbagai macam
media :
“Sesuai dengan BPJS Ketenagakerjaan, maka salah satu program Jaminan Kecelakaan Kerja harus dilakukan melalui Rumah Sakit Trauma Center. Rumah sakit bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk melayani peserta khusus kasus kecelakaan kerja. Kerjasama rumah sakit ini dapat digunakan oleh BPJS Ketenagakerjaan cabang lain bila pesertanya mengalami kecelakaan kerja tidak bisa ditentukan wilayah atau keberadaannya. Melalui jaringan trauma center peserta dapat ditolong dan diobati, baik rawat inap maupun rawat jalan sampai sembuh total, yang dinyatakan oleh dokter. Tanpa batas biaya, sesuai kondisi medis, sampai tenagakerja bekerja kembali. (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketengakerjaan Kebon Besar Kota Tangerang, Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB )
Pemaparan lain dijabarkan oleh I1 bahwa koordinasi yang dilakukan sudah
cukup baik dan berjalan dengan lancar, seperti di bawah ini :
“Kalau untuk rumah sakit, itu relatif. Karena kami sambung menyambung. Jadi setiap ada kantor cabang itu punya yang namanya rumah sakit, tapi kita sistemnya saling mendukung ini saling menyambung. Di Tangerang ini kita BPJS Ketenagakerjaan bekerjasama dengan 16 rumah sakit kurang lebihnya, cukup atau tidaknya untuk menaungi pekerja. Berbeda dengan kondisi saat dia tidak berada dekat dengan kondisi rumah sakit yang bekerjasama, misalnya pegawai Kantor Tangerang, sedang dinas di Kota Serang mendapat musibah, itu bisa langsung klaim di Rumah sakit Kota Serang mana saja yang bekerja sama
98
dengan BPJS Ketenagakerjaan Kota Serang, jadi tidak mesti harus dibawa kerumah sakit di Tangerang, kami disini hanya tinggal mengurus pembayarannya saja. Jadi mau dimana saja, klaim saja di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Koordinasinya seperti yang saya katakan tadi, koordinasinya dengan pihak pemerintah daerah, kejaksaan, Dinas Tenaga Kerja, koordinasi dengan kerjasama itu yang terkait adalah dengan perayaan pesertaan, karena regulasi ini namanya undang – undang itukan harus dijalankan dengan semua lini. Koordinasi ini sudah melekat dengan Badan Perizinan Pelayanan Terpadu, kami ada disitu” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015 pukul 10:26 WIB ).
Seperti yang dikatakan di atas, wawancara dengan I3 pun menjelaskan
sebagai berikut mengenai koordinasi yang dilakukan antar pejabat pelaksana :
“Koordinasi kita dengan Kantor BPJSTK Tangerang, Dinas Tenaga Kerja, setiap ada klaim, kita laporan, berapa jumlahnya, atas nama siapa, rinciannya apa saja. Dikatakan sudah atau cukup untuk menaungi, kita disini dengan 15 rumah sakit lainnya termasuk kami, mereka peserta bebas mau merujuk kemana saja, yang penting bekerjasama dengan BPJSTK, supaya koordinasinya gampang dan mudah, di luar kota pun juga bisa, tujuannya untuk mempermudah. (Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang, Senin 8 Januari 2016 pukul 10.40 WIB).
Melalui wawancara dengan informan I4, sebagai pengawas pelayanan
publik, koordinasi yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik
diantaranya itu bisa dengan kapan dan dimana saja, tidak tergantung waktunya
berapa lama, seperti yang dijelaskan berikut di bawah ini :
“Kita koordinasi dalam hal yang memang perlu di koordinasikan. Koordinasi yang kita lakukan antar lembaga yang dilakukan Ombudsman tergantung, tidak dalam tenggat waktu, dalam arti kita koordinasi tidak terikat waktu. Kapan saja kita koordinasi jika memang ada pengaduan dengan pihak dan sesuai dengan wewenang kita”. (Wawancara dengan Karyawan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Banten, Rabu 23 April 2016, 16:15 WIB).
99
Berdasarkan hasil wawancara dengan I5, koordinasi yang dilakukan antar
lembaga pelaksana yang mendukung program ini adalah sebagai berikut :
“Kami sebagai Disnaker, melakukan koordinasi hanya jika dibutuhkan saja oleh BPJS Ketenagakerjaan sebagai bantuan jika ada tenagakerja yang ingin pensiun, mencairkan jaminan hari tua atau pensiun, selebihnya tidak ada koordinasi lagi”. (Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, Senin 23 Mei 2016 10:45 WIB ).
Dari wawancara di atas, didapat sebuah kesimpulan setelah
membandingkan hasil wawancara mengenai koordinasi yang dilakukan oleh pihak
BPJS Ketenagakerjaan yaitu bahwa koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga
Kerja, Pemerintah Daerah, Rumah Sakit dan yang lainnya dapat dikatakan cukup
baik, hanya saja sosialisasi yang dilakukan dan disampaikan kepada tenagakerja
belum terlihat dampak positifnya sehingga masih banyak yang tidak mengerti.
d. Perekrutan Pejabat Pelaksana
Memilih atau menarik orang yang memenuhi syarat pekerjaan. Ini
dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam
perekrutan pegawai baru di tahun 2015 yang dilakukan pada bulan Agustus
kemarin, ini dilakukan karena beban kerja semakin tinggi, dalam perekrutannnya
pun dilakukan dalam tahapan yang tidaklah mudah dari mulai seleksi
administrasi, psikotes, wawancara dan kesehatan. Seperti yang dikatakan oleh I2
dibawah ini :
“Belum lama kita buka pendaftaran pekerjaan untuk disini, tanggal 15 Agustus kemarin kalau tidak salah, untuk lebih jelas dan pastinya bisa
100
langsung buka dan lihat di website resmi di www.bpjstk.go.id. Hebatnya di kita itu untuk lowongan kerja, kita ada maksimal umur, bagi yang D3 maupun S1 itu ada maksimal umurnya, jadi yang bekerja disini itu hampir semua karyawan barunya fresh graduate. Yang penting minimal akreditasi kampusnya B.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015, 10:26 WIB)
Dari hasil wawancara di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
rekrutmen pegawai ataupun pejabat pelaksana merupakan lulusan fresh graduate
dari universitas yang minimal akreditasinya B dengan batas umur tertentu.
Penjelasan lebih rinci mengenai jenis lowongan pekerjaan dalam merekrut
pegawai atau pejabat pelaksana dijelaskan oleh I1 yang menjelaskan bahwa :
“Setiap tahun ada lowongan kerja dari semua bidang dan disiplin ilmu, di seleksi melalui lembaga professional untuk mendapat kualitas sumber daya manusia yang bermutu. Ketersediaan sumber daya manusia yang bermutu, berimplikasi kepada tingkat pelayanan pada peserta.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah BPJS Ketenagakejaan Kebon Besar Kota Tangerang, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB)
Dari hasil wawancara di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
semakin tinggi pendidikan calon pegawai, maka akan semakin baik untuk
kepentingan pelayanan kesehatan tenagakerja yang dibutuhkan. Informan lainnya,
yaitu I3 dari pihak rumah sakit Awal Bros Tangerang menjelaskan sebagai berikut:
“Kita buka lowongan tidak tentu, kapan saja kita buka, karena kita disini yang kerja kan kerja shift, suster, perawat sama yang bisa stand by disini pokoknya, untuk ngontrol pasien. Jadi kapan saja kita terima surat lamaran, tetapi untuk panggilan kerjanya kita belum bisa menentukan kapannya”. (Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian di Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang, Senin 11 Januari 2016, 10:40 WIB)
101
Kesimpulan yang ada pada poin ini setelah melihat dan membandingkan
dari wawancara di atas antara I1, I2 dan I3 bahwa penyelenggara program BPJS
Ketenagakerjaan dan penyedia pelayanan kesehatan melakukan perekrutan dan
pemilihan pegawai sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan dan kemampuan
yang sesuai dengan bidang kerja agar memudahkan menyelesaikan pekerjaan dan
melakukan pelayanan kepada peserta karena ini menyangkut tentang
kesejahteraan tenaga kerja, juga calon pegawai yang tergolong muda, juga melihat
dari akreditasi universitas.
3. Variabel Diluar Kebijakan yang Mempengaruhi Proses Implementasi
a. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi
Dalam hal ini faktor eksternal juga dapat mempengaruhi keberhasilan
suatu kebijakan publik seperti kondisi sosio-ekonomi, dan teknologi yang
berpengaruh dalam pencapaian tujuan. Seperti bagaimana kondisi yang
ditimbulkan dengan adanya kebijakan program tersebut serta bagaimana
pengetahuan masyarakat mengenai teknologi pendukungnya. Dari wawancara
dengan I1, peneliti mendapat sebuah hasil wawancara sebagai berikut :
“BPJS Ketenagakerjaan ini berbasis online, untuk sistem informasi bisa didapatkan dikantor cabang manapun, termasuk jaminan pelayanan kepada peserta.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015 pukul 10.26 WIB)
Dari hasil wawancara di atas peneliti dapat mengambil sebuah kesimpulan
sementara, bahwasannya penggunaan teknologi yang digunakan tujuannya untuk
102
semakin memudahkan peserta BPJS Ketenagakerjaan mengakses informasi dan
berita lainnya mengenai program BPJS Ketenagakerjaan.
“Teknologi kita sudah canggih sekarang ini, kita juga sistem baru, baru saja per November 2015 kemarin kita pakai, mungkin kalau sekarang hanya lagi ada pembaruan sistem sampai kurang lebih 6 bulan.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Kota Tangerang, Selasa 5 Januari 2016, 10:45 WIB).
Dari wawancara dengan I1 dan I2 tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
tidak adanya halangan ataupun masalah dalam informasi dan teknologi yang
digunakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam proses implementasinya karena
selalu memperbarui teknologi yang digunakan untuk kelancaran dan kemudahan
mengakses informasi mengenai program yang sedang berjalan.
“Pernah, sekali. itu sosialisasinya bulan Januari 2014. yang dibahas dalam sosialisasi tersebut tentang kependukungan BPJS, itu adalah penunjang. Seperti yang di pekerjaan saya namanya jaminan hari tua, kecelakaan kerja, sama jaminan kematian. Untuk yang teknologi saya tidak mengerti, belum pernah cek saldo di hp atau lewat internet” (Wawancara dengan Staff Keamanan di Bank BJB Ruko Tangcity Tangerang, 28 November 2015)
Dari hasil wawancara di atas, peneliti dapat mengambil sebuah kesimpulan
bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan bersifat monoton,
yang dimana para pekerjanya sudah mengetahui mengenai dasar dari program
BPJS Ketenagakerjaan.
“Untuk sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan selama satu setengah tahun saya kerja disini baru pernah sekali dapat sosialisasi, itu kalau tidak salah bulan November 2014. Sosialisasinya tidak jauh tentang programnya itu, Jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian”. (Wawancara dengan Karyawan PT. Gajah Tunggal Ika, Tbk Jumat 27 November 20:39 WIB di Kedai Weeks)
103
Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti dapat mengambil sebuah
kesimpulan sementara bahwa sosialisasi yang diterima setelah 10 bulan
berjalannya program BPJS Ketenagakerjaan adalah belum berjalannya koordinasi
yang maksimal antara BPJS Ketenagakerjaan dengan perusahaan tersebut seperti
yang sudah dijelaskan dalam wawancara sebelumnya.
“Selama 13 tahun kerja disini tidak ada sosialisasi dari BPJS Ketenagakerjaan mas, belum pernah. Hanya dari pihak HRD saja yang memberi penjelasan tentang ini itunya. Jadi ibaratnya seperti penyambung lidah dari BPJS Ketenagakerjaan ke Pabrik saya begitu.” (Wawancara peneliti dengan Staff Keamanan Bank BJB Ruko Tangcity Kota Tangerang, Jumat 27 November 2015 pukul 10:40 WIB)
Dari hasil wawancara di atas peneliti dapat mengambil sebuah kesimpulan
sementara mengenai pihak HRD perusahaan yang memberi penjelasan tentang
program BPJS Ketenagakerjaan. Hal tersebut bisa terjadi jika tidak adanya
kecocokan waktu yang diminta oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan
sosialisasi kepada tenagakerja di perusahaan tersebut sehingga sosialisasinya di
wakilkan kepada HRD untuk memberi penyuluhan.
“Sosialisasi dari BPJS Ketenagakerjaan pernah, baru satu kali. Bulan Agustus tahun kemarin, itu juga sosialisasinya tentang yang sudah pernah kita ketahui beberapanya, seperti menjelaskan programnya, prosesnya, seperti itu. Tidak jauh beda dengan Jamsostek dulu. Kalau teknologi pendukungnya, saya Alhamdulillah mengerti, paham sedikit seperti buat cek saldo kita berapa, bayarnya lewat mana, infonya apa. Sama ini pernah kejadian waktu teman saya mau klaim uang asuransi di kantor BPJSTK, itu sistem komputernya suka offline, sering dan tidak cuma sekali. Jadi ya mau tidak mau kita harus balik lagi kesana besoknya, atau nunggu sampai sistemnya online.” (Wawancara karyawan Auto 2000 Kebon Nanas Kota Tangerang, Selasa, 12 Januari 2016, pukul 12:10 WIB)
104
Dari hasil wawancara di atas diketahui bahwa sosialisasi yang dilakukan
oleh penyelenggara program BPJS Ketenagakerjaan tidak dilakukan sesegera
mungkin, juga keluhan mengenai sistem jaringan komputer yang digunakan sering
terjadi error.
Berdasarkan beberapa hasil wawancara tersebut, peneliti membandingkan
satu dengan yang lainnya, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian tenagakerja
kurang paham mengenai aturan, regulasi atau tata cara program BPJS
Ketenagakerjaan ini karena sosialisasi yang monoton, juga kurang aktifnya tempat
tenagakerja bekerja untuk membantu mensosialisasikan program tersebut.
Kurangnya pemahaman mengenai aturan BPJS Ketenagakerjaan ini merupakan
salah satu hambatan yang sebelumnya telah dijelaskan di atas bahwa, untuk
mengadakan sosialisasi mengenai program dari BPJS Ketenagakerjaan, pihaknya
tidak bisa langsung dengan menentukan hari, waktu dan tempat, semua atas
persetujuan dan ijin dari perusahaan tempat dimana akan dilakukan sosialisasi.
b. Dukungan Publik
Untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan
sanngat dibutuhkan adanya sentuhan dari tenagakerja itu sendiri dalam arti
bagaimana partisipasi peserta terhadap proses pelaksanaan program tersebut.
“Untuk semua programnya saya setuju, cuma untuk jangka waktu 10 tahun Jaminan hari tua saya kurang setuju. Masalahnya kenapa harus 10 tahun, dan untuk ukuran tua itu seperti apa dan bagaimana. Harus umur berapa. Kalau saya berfikirnya BPJS Ketenagakerjaan itu untuk investasi uang jangka panjang kedepannya nanti kalau di kerjaan saya ada apa kenapa. Cuma agak keberatan sama yang itu tadi, kenapa harus 10 tahun
105
jangka waktunya”. (Wawancara dengan Karyawan PT. Gajah Tunggal Ika, Tbk di Kedai Weeks, Jumt 27 November 2015, pukul 20:39 WIB)
Peserta program BPJS Ketenagakerjaan ini dapat dikatakan masih jauh
dari target, karena kalah bersaing dengan BPJS Kesehatan yang jumlahnya
pesertanya melambung jauh. Karena masyarakat pada umumnya lebih
membutuhkan kesehatan jika dibandingkan dengan tingkat keselamatan kerja.
“Kalau saya ini kan buruh, tidak setuju sebenarnya karena dilema, sangat keberatan malah, gaji sudah segininya pakai buat bayar segala macam, memang tidak seberapa, ini baru dipotong buat bayar BPJS, belum dipotong buat bayar yang lain lagi. Ya pokoknya saya tidak setuju kalau semuanya kebijakan dan peraturan di kendalikan sama pemerintah”. (Wawancara dengan buruh yang tidak menyebutkan tempat dimana bekerja di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangerang, Jumat 27 November 2015 pukul 10:40 WIB)
Dari wawancara di atas, peneliti dapat menarik sebuah kesimpulan
mengenai dukungan publik bagi para peserta BPJS Ketenagakerjaan,
bahwasannya pembagian premi untuk pembayaran sudah ada bagian persennya.
“Setuju tidak setuju, ini kan program dari pemerintah, sudah ada undang – undangnya juga yang mewajib dan mengharuskan. Jadi kita terpaksa ikut yang seperti ini. Bagus programnya buat nanti pensiun atau hari tua, tetapi kan tidak selamanya kita mau jadi pekerja. Kalau yang mau buka usaha sendiri bagaimana? Nunggu pensiun dulu? Atau kalau mau mengambil uangnya harus kerja terus selama 10 tahun? Itu saja, setuju tidak setuju. Pasti program ini banyak kekurangannya juga”. (Wawancara dengan karyawan Auto 2000 Kebon Nanas Tangerang, Selasa 12 Januari 2016, pukul 12:10 WIB)
Dari hasil wawancara di atas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa sebenarnya ada sebagian dari peserta yang merasa keberatan dengan
106
kewajiban dari pemerintah untuk mengikuti program dari BPJS Ketenagakerjaan,
juga kurangnya sosialisasi yang di terima sehingga kurang pahamnya pengetahuan
tentang program BPJS Ketenagakerjaan.
Setelah membandingkan hasil wawancara yang satu dengan lainnya, maka
dapat peneliti menarik sebuah kesimpulan sementara, bahwa sebagian dari peserta
sebenarnya merasa merasa terpaksa untuk mengikuti program ini, hanya saja
mungkin kurangnya pemahaman akan prosedural, kurang sosialisasi dari pihak
Dinas Tenaga Kerja dan BPJS Ketenagakerjaan mengenai cara kerja dan lainnya
mengenai BPJS Ketenagakerjaan ini juga kejenuhan peserta yang sebelumnya
sudah memakai Jamsostek namun harus memperbarui data dengan memindah ke
BPJS Ketenagakerjaan.
c. Sikap Dan Sumberdaya Dari Konstituen
Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik
sangat akan berhasil apabila di tingkat masyarakat, warga memiliki sumber-
sumber dan sikap yang kondusif terhadap kebijakan yang ditawarkan.
“Saya sebenarnya bingung, dalam artian pelayanannya tidak maksimal, apalagi yang di kelas III, kalau obat – obatan harus ada yang ditebuskan, ada yang harus dibeli karena tidak semuanya gratis. Dibilang antusias tidak juga, karena juga kan sebelumnya sudah pernah merasakan Jamsostek. Sama saja seperti ini, hanya nama sama ada bedanya beberapa”. (Wawancara dengan staf Keamanan Bank BJB Ruko Tangerang City, 28 November 2015 pukul 10:40 WIB)
Dari hasil wawancara di atas maka peneliti dapat menarik sebuah
kesimpulan yang menyatakan bahwa kurang maksimalnya pelayanan dan juga
107
kurangnya antusias terhadap program BPJS Ketenagakerjaan ini karena
sebelumnya sudah merasakan program yang sebelumnya dari Jamsostek.
“Kalau secara pelayanan saya belum pernah merasakan. Tapi yang ada rekan kerja saya yang kerja disini sudah hampir 20 tahun, dia sakit dalam, ketika dia mengajukan BPJS ketenagakerjaan ini ke rumah sakit, dia minta buat di tempatkan di kelas I, kebetulan di rumah sakit ini kamar kelas itu lagi kosong ruangannya di Rumah Sakit Awal Bros Tangerang, karena kamar kelas itu kosong, dialihkan ke VIP, namanya VIP kan hitungannya kita bayar sendiri, dari obatnya juga tidak semua gratis, ada yang bayarnya juga”. (Wawancara dengan karyawan PT. Gajah Tunggal, Tbk di Kedai Weeks, Jumat 27 November 2015, pukul 20:39 WIB)
Dari hasil wawancara di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa peserta
BPJS Ketenagakerjaan sudah merasa bahwa pelayanan yang di dapatkan dari
pihak rumah sakit kurang baik dan kurang maksimal.
“Itu kalau saya belum pernah, Alhamdulillah. Jangan sampai amit amit. Bukannya apa, yang sakit ya sakit, yang minta persyaratan atau prosedur sana sini yang bikin pusing. Iya kalau ketika kita sakit biayanya gratis semua, ada beberapa yang tidak gratis seperti obat gitu ada yang tidak ditanggung, jadi otomatis kita harus nebus itu obat pakai uang sendiri. Kalau senang atau antusias sama program ini sepertinya tidak, seperti yang tadi sudah saya bilang, dilema. Setuju tidak setuju”. (Wawancara dengan buruh yang tidak menyebutkan tempat dimana bekerja di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Jumat 27 November 2015, pukul 10:40 WIB)
Dari hasil wawancara di atas tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
sosialisasi yang di terima oleh peserta belum sepenuhnya merata dan paham,
karena seperti yang telah di ketahui oleh informan di atas sebelumnya, biaya
pengobatan keseluruhan di tanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan, berapapun
jumlahnya, sampai dengan peserta sehat, dan dapat kembali bekerja.
108
“Fasilitas sama pelayanan tahu sendiri seperti bagaimana. namanya juga program dari pemerintah, sudah banyak juga beritanya bagaimana fasilitas sama pelayanan kalau kita berobat pake asuransi dari program pemerintahan. Kalau dari swasta tidak perlu ditanya mas. Kalau boleh memilih, lebih baik saya tidak ikut, lebih baik ikut di asuransi swasta. Bayarnya mahal juga sebanding sama fasilitas yang di dapat. Antusias atau tidaknya program dan kebijakan dari pemerintah tentang BPJS Ketenagakerjaan tidak terlalu, biasa saja. Dulu juga sudah pernah pakai Jamsostek, hanya saja sekarang namanya berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, isinya hampir sama saja”. (Wawancara dengan karyawan Auto 2000 Kebon Nanas Tangerang, Selasa 12 Januari 2016, pukul 12:10 WIB)
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan setelah
membandingkan hasil wawancara satu dengan yang lainnya bahwa kualitas
pelayanan dalam menangani kasus klaim BPJS Ketenagakerjaan masih kurang
maksimal karena beberapa oknum yang menyepelekan pasien BPJS
Ketenagakerjaan, dikarenakan beberapa SDM dari rumah sakit yang sering
mengabaikan, untuk fasilitasnya sendiri sudah lumayan cukup baik dan bagus
karena tergolong modern, karena pihak rumah sakit pun selalu berusaha
memberikan tempat kenyamanan untuk berobat rawat inap meskipun dalam
golongan yang berbeda namun fasilitas di dalam kamar cukup nyaman digunakan.
d. Dukungan Pejabat yang Lebih Tinggi
Lembaga atasan dapat memberikan dukungan terhadap tujuan kebijakan
melalui evaluasi tentang 4 program dari BPJS Ketenagakerjaan dan juga inovasi
tambahan di masa yang akan datang, seperti yang disampaikan oleh I2 sebagai
Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah, berikut ini :
109
“Kalau kejaksaan berarti kita larinya ke masalah hukum, itu kita gunakan untuk perusahaan yang belum mendaftar, menunggak iuran, sama juga dengan Disnaker. Housing Benefit itu rencana yang akan berjalan, baru akan mau. Karena juga kerjasama dengan Bank, yang menentukan KPRnya. Program pastinya ya 4 itu tadi”. (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketengakerjaan Kebon Besar Tangerang, Selasa 5 Januari 2016, pukul 10:45 WIB)
Dukungan lain dari pejabat yang lebih tinggi selain yang diungkapkan I2,
informan lain I1 menyatakan bahwa dukungan untuk program BPJS
Ketenagakerjaan saat ini hanya memfokuskan di 4 program tertera, seperti yang
dijelaskan berikut ini :
“Dukungan dari stakeholder, karena ini program dari pemerintah, semua instansi harus bersinergi untuk menjalankan program BPJS Ketenagakerjaan. Kesejahteraan masyarakat sangat dibutuhkan dari pelaksanaan 4 jaminan sosial di suatu Negara. Tidak saja dalam negeri, dunia internasional pun sangat mendukung perlindungan jaminan sosial tenagakerja di seluruh dunia, karena jaminan sosial merupakan hak asasi pekerja”. (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015, pukul 10:26 WIB)
Dari pihak rumah sakit, I3 menyatakan penjelasan mengenai dukungan
pejabat yang lebih tinggi dengan berusaha mempermudah, meringankan beban
pengobatan dirumah sakit, tentunya dalam hal obat – obatan dan yang lainnya,
seperti dibawah ini :
“Bentuk dukungan dari pejabat yang lebih tinggi pastinya seperti dengan berusaha mempermudah, meringankan beban ketika suatu saat nanti terjadi kecelakaan kerja, memperbanyak manfaatlah pokoknya”. (Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian Rumah Sakit Awal Bros Kebon Nanas Kota Tangerang, Senin 11 Januari 2016, pukul 10:45 WIB)
110
Dari narasumber I5 mengatakan bahwa dukungan yang dilakukan oleh
pejabat yang lebih tinggi seperti yang dijelaskan di bawah ini :
“Dukungan pejabat yang lebih tinggi dalam mendukung program ini seperti bertambahnya program dari BPJS Ketenagakerjaan, yang dulu awalnya hanya 3, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua, sekarang ditambah dengan jaminan pensiun”. (Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, Senin 23 Mei 2016 pukul 10:45 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I4 menjelaskan bentuk dukungan
yang diterima dari pemerintah untuk membantu mengawasi pelayanan publik
sebagai berikut :
“Bentuk dukungan konkrit dalam bentuk APBN atau APBD, itu juga dana dari negara, bukan dari pemerintah, juga hubungan kerjasama untuk sama – sama meningkatkan kualitas pelayanan publik”. (Wawancara dengan karyawan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Banten, Rabu 23 Mei 2016 pukul 16:15 WIB).
Dari pernyataan di atas, kesimpulan yang di dapat adalah bahwa dukungan
pejabat yang lebih tinggi baik yang berpengaruh langsung terhadap kebijakan
maupun tidak berpengaruh secara langsung, namun dukungan dari pemegang
kekuasaan atau pejabat penting bagi keberlangsungan pelaksanaan program
tersebut, dalam implementasinya baik evaluasi program, inovasi program
berkelanjutan maupun penetapan regulasi, revisi undang – undang atau peraturan
dan lain sebagainya.
e. Komitmen dan Kualitas Kepemimpinan dari Pejabat Pelaksana
Aparat pelaksana memiliki keterampilan dalam merealisasikan tujuan
kebijakan. Kendala lain yang juga ditemukan adalah pemerintah harus
111
mempunyai komitmen dan kerja keras, karena hal ini tidak lepas dari dukungan
Pemerintah, dengan demikian kebijakan para penegaknya dapat berupa make a
real yang kalau perlu maka demi pemerintah tentang Peraturan Pemerintah dapat
segera direalisasikan.
Pemerintah Daerah dapat kerja sama dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Rumah Sakit yang berada di daerahnya. Kurang
dari setahun, sudah banyak orang yang merasakan terbantu dengan adanya
jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan
pensiun, meski masih diiringi kritik di sana dan sini. Dari informan I8 mengatakan
jika dirinya dan sebagian dari tenagakerja merasa di rugikan dengan adanya
program ini, seperti di bawah ini :
“Saya bingung kalau ditanya kualitas dan kuantitas pemerintah, karena tidak begitu paham. Namanya juga buruh pabrik, tapi kalau menurut saya kurang, karena ada sebagian atau mungkin banyak orang yang merasa dirugikan dengan adanya ini, termasuk saya”. (Wawancara dengan buruh yang tidak menyebutkan tempat dimana bekerja di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Jumat 27 November 2015 pukul 10:40 WIB).
Pandangan lain mengenai kualitas dan kuantitas pemimpin dari pejabat
pelaksana yang dijelaskan oleh I7, menyebutkan bahwa beliau merasa kurang
maksimal, terutama dari undang – undang yang mengatur tentang BPJS
Ketenagakerjaan, berikut penjelasannya dibawah ini :
“Dari yang saya lihat itu kualitas pemerintah dalam mendukung program ini rasanya masih kurang maksimal. Kalau menurut saya harusnya Undang – Undang yang mengatur kebijakan tentang BPJS
112
Ketenagakerjaan ini harusnya di revisi beberapa. Ada perbaikan sama pembaruan”. (Wawancara dengan Karyawan PT. Gajah Tunggal, Tbk. Jumat 27 November 2015 di Kedai Weeks pukul 20:39 WIB)
Dari Informan I9 menjelaskan kualitas pemimpin dari pejabat pelaksana
terutama dari BPJS Ketenagakerjaan yang dinilai sudah cukup bagus dari sisi
pembayaran asuransi yang dilakukan setiap bulannya, seperti dibawah ini :
“Kalau dari kualitas dari BPJS Ketenagakerjaan itu yang bagus baru di sistem pembayarannya, karena bisa bayar online juga seperti di alfa, indomart, transfer”. (Wawancara dengan Karyawan Auto 2000 Kebon Nanas Kota Tangerang, Selasa 12 Januari 2016 pukul 12:10 WIB).
Dari informan I6 menjelaskan komitmen dan kualitas pemimpin dari segi
undang – undang, peraturan maupun regulasinya sebagai berikut yang
menyatakan bahwa ketika mengajukan klaim ke Kantor BPJS Ketenagakerjaan
selalu saja ada kendala yang diterima.
“Kalau dari peraturan yang dibuat bagus. Peraturan yang di ajukan ke masyarakat balik lagi ke lapangan. Untuk yang JHT 10 tahun, di Jamsostek dulu 5 tahun 1 bulan bisa cairkan. Terlalu lama kalau menunggu 10 tahun, kalau ada umur, kalau tidak? Kemudian juga pengurusan untuk ahli warisnya juga susah. Cuma kenapa hak kita selalu dipersulit, sedangkan kita setiap bulan bayar dan dipotong. Itukan hak kita. Kemarin saja saya ketika pencairan agak dipersulit, harus konfirmasi dulu ke kantor Jamsostek harus bikin persyaratannya saja kalau salah nama, tanggal, itukan salah orang pusat yang bikin data, kalau kita hanya menyerahkan data diri yang benar sesuai sama KK, Akta Kelahiran KTP dan lain-lainnya. (Wawancara dengan Staf Keamanan Bank BJB Ruko Tangcity Kota Tangerang, 28 November 2015 pukul 10:40 WIB)
Dari pembahasan di atas, idealnya asuransi kecelakaan kerja, kematian,
jaminan hari tua dan jaminan pensiun dapat membantu tenagakerja yang menjadi
peserta untuk mendapatkan layanan kesehatan secara optimal. Sayang, di
lapangan masih banyak di temukan keluhan para pasien akan 4 layanan tersebut.
113
Banyak orang yang berharap adanya perbaikan layanan yang lebih optimal dari
semua sisi, karena pihak yang terlibat bukan hanya satu, melainkan beberapa
pihak. Bahwa kehadiran BPJS Ketenagakerjaan yang mengoperasionalkan
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan
Pensiun bagi seluruh tenaga kerja di Indonesia diharapkan sebagai proses
reformasi pelayanan kesehatan yang selama ini sangat diskriminatif dan sulit serta
mahal. Beberapa permasalahan terkait rendahnya kualitas pelayanan kesehatan
kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah:
a. Banyak pasien yang diminta menunggu untuk menunggu pelayanan rumah
sakit. Dengan alasan kekurangan tempat tidur, banyak pasien ditolak
langsung dirawat di Rumah Sakit. Pihak Rumah Sakit menerapkan sistem
kuota bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan sehingga banyak pasien yang
harus menunggu berhari-hari untuk mendapat perawatan di Rumah Sakit.
b. Banyak pasien yang masih diminta membayar untuk obat, membayar uang
administrasi RS, membayar untuk beli darah, dan sebagainya. Padahal
sesuai ketentuan pasien tidak boleh dibebani lagi membayar kepada Rumah
Sakit maupun ke klinik atapun puskesmas karena semua biaya atau apapun
administrasinya sudah langsung masuk ke dalam klaim asuransi.
c. Pasien diminta pulang ketika sudah melebihi 3 hari dirawat di Rumah Sakit
walaupun belum sembuh. Ini jelas-jelas pelanggaran hak pasien untuk
mendapatkan perawatan dan menjadi sehat.
d. Terjadinya rayonisasi rujukan. Kondisi ini sangat menyulitkan pasien karena
tidak semua Rumah Sakit memiliki fasilitas medis yang sama.
114
Kondisi permasalahan ini terjadi akibat rendahnya penegakan hukum. Masih
belum adanya pengawasan langsung kepada rumah sakit. Peraturan Pemerintah
Nomor 49 tahun 2013 tentang Badan Pengawas RS belum dibentuk baik di tingkat
pusat maupun propinsi. Dari beberapa hasil wawancara di atas, peneliti
membandingkan hasil wawancara satu dengan yang lainnya, sehingga penulis
dapat menarik sebuah kesimpulan sementara mengenai komitmen dan kualitas
pemimpin dari pejabat pelaksana, bahwa peserta BPJS Ketenagakerjaan masih
merasa kualitas dari sumber daya manusia pihak penyedia pelayanan kesehatan di
rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan masih dirasa minim,
walaupun sudah didukung melalui perekrutan pejabat pelaksana dengan beberapa
kriteria tertentu, masih terdapat beberapa masalah di lapangan yang ditemui.
4.3 Pembahasan
Sesuai dengan falsafah dasar Negara Pancasila terutama sila ke-5 yang
berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” mengakui hak asasi
warga atas kesehatan. Hal ini juga termaktub dalam pasal 24 tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial dan pasal 34 Undang-Undang Dasar
1945. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
Pengaturan teknis pelaksanaan lebih lanjut dituangkan dalam berbagai
peraturan sebagai turunan dari kedua Undang-Undang sebelumnya yaitu Undang -
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan
Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, diturunkan baik dalam
115
bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes), Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes),
Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan, Pedoman Pelaksanaan (Manlak), Petunjuk
Teknis (Juknis), Panduan Praktis dan lain-lain.
Pelaksanaan program Jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian,
jaminan hari tua dan jaminan pensiun bertujuan untuk memberikan perlindungan
kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran setiap bulannya dari gaji atau upah mereka. Dengan sasaran
adalah seluruh komponen mulai dari pemerintah (pusat dan daerah), BPJS
Ketenagakerjaan, Dinas Tenaga Kerja, Kejaksaaan, peserta program BPJS
Ketenagakerjaan dan pemangku kepentingan lainnya sebagai acuan dalam
pelaksanaan program Jaminan Sosial Tenagakerja.
Setiap penyelenggaraan program apapun, meskipun telah direncanakan
secara matang, lengkap dan komprehensif, sampai pada tataran implementasi
biasanya selalu ada kendala yang dihadapi terkait dengan berbagai aspek dari
program tersebut. Terkait dengan hal tersebut, disinilah pemimpin dapat
memainkan perannya. Untuk memperoleh efek positif dari perubahan strategis
terutama dalam transformasi jaminan kesehatan, ketika perubahan strategis
dilakukan pemimpin perlu fokus untuk membangun dukungan bagi staf. Hal ini
memerlukan komunikasi tanpa henti. Selain itu, pemimpin perlu mencari cara
untuk melibatkan staf dalam mengidentifikasi cara menerapkan strategi. Sehingga
keberhasilan program dan tujuan bersama dapat tercapai.
116
Dalam proses pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan ini, pemerintah
meyakinkan bahwa hal ini akan dilakukan secara bertahap sampai tahun 2019
menuju pelayanan kesehatan secara menyeluruh atau cakupan semesta. Merubah
sistem dan lembaga penyelenggara sesuai dengan amanah Undang – Undang
Dasar adalah bukan masalah yang mudah, namun tidak juga dianjurkan dengan
melakukan secara bertahap. Dalam pelaksanaannya dari tiga bulan pertama,
khususnya di Kota Tangerang, yang terjadi adalah permasalahan pada tahap
prosedur administrasi, pendataan dan sumber daya manusia. Di masing-
masingnya memiliki kekurangan. Seperti dalam pelayanan pendaftaran anggota
dan upgrade data kepesertaan yang lama dan harus antri. Ini juga disebabkan
karena sumber daya manusia yang tersedia sangat minim sedangkan peserta yang
mengklaim jumlahnya sangat banyak.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas tentang fokus penelitian
dimana berdasarkan mekanisme implementasi kebijakan menurut Mazmanian dan
Sabatier ada 3 faktor yang mempengaruhi agar implementasi kebijakan berjalan
dengan baik, yaitu:
1. Mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan
mencakup :
a. Dukungan teori dan teknologi
b. Keragaman perilaku kelompok sasaran
c. Tingkat perubahan perilaku yang di kehendaki
2. Kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi:
a. Kejelasan dan konsistensi tujuan
b. Dipergunakannya teori kausal
c. Ketepatan alokasi sumber dana
117
d. Ketepatan hirarki antarlembaga pelaksana
e. Perekrutan pejabat pelaksana
3. Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi:
a. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi
b. Dukungan publik
c. Sikap dan sumberdaya dari konstituen
d. Dukungan pejabat yang lebih tinggi
e. Komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana
1. Mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan
Pertama yaitu dukungan teori dan teknologi, dalam penelitian ini
khususnya dukungan teori dan teknologi sudah dapat dikatakan sangat baik,
karena didukung oleh peraturan terbaru mengenai BPJS Ketenagakerjaan yang
sebelumnya Jamsostek, dari teknologi yang di gunakan juga sudah sangat modern
mengikuti perkembangan. Dari undang – undang maupun peraturan yang telah
berlaku dan di tetapkan oleh pemerintah, juga dengan dukungan teknologi yang
terus berkembang, maka diharapkan dapat menjalankan implementasi program
BPJS Ketenagakerjaan dan menyebarluaskan informasi kepada semua kalangan
masyarakat tenaga kerja yang ada di seluruh Indonesia, khususnya Kota
Tangerang sendiri. Maka dapat dikatakan bahwa dalam faktor dukungan teori dan
teknologi dalam proses implementasi program BPJS Ketenagakerjaan sudah
berjalan dengan sangat baik.
Kedua yaitu keragaman perilaku kelompok sasaran, dalam penelitian ini
dalam hal keragaman perilaku kelompok sasaran diantaranya pekerja penerima
upah dan pekerja bukan penerima upah. Pekerja bukan penerima upah ini ialah
118
pekerja yang melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk
memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya tersebut yang meliputi :
pemberi kerja; pekerja mandiri, dan pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar
hubungan kerja yang bukan menerima upah, contohnya tukang ojek, sopir angkot,
advokat, dan lainnya.
Ketiga, tingkat perubahan perilaku yang dikehendaki, dalam penelitian ini
capaian sasaran tenagakerja belum mencapai target, bahkan sangat jauh dari target
yang di harapkan karena kurangnya kesadaran dari sebagian tenagakerja untuk
mengikuti program wajib dari BPJS Ketenagakerjaan. Hal tersebut berdasar pada
hasil wawancara dengan beberapa informan di atas, maka dalam faktor tingkat
perubahan perilaku yang di kehendaki yang peneliti gunakan dalam teori
Mazmanian dan Sabatier belum berjalan dengan baik dalam proses implementasi
program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang.
2. Kemampuan Kebijakan Untuk Menstruktur
Proses Implementasi
Faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan dalam implementasi
kebijakan menurut Mazmanian dan Sabatier adalah kemampuan kebijakan untuk
menstruktur proses implementasi. Dalam menjalankan suatu kebijakan untuk
menjalankan kebijakan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dibutuhkan
sebuah kemampuan dari kebijakan yang akan atau telah dibuat untuk menstruktur
proses implementasi yang mendukung supaya berjalan dengan sesuai yang di
119
harapkan. Kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi ini ada
lima sub bagian, yaitu kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori
kausal, ketepatan alokasi sumber dana, ketepatan hirarki antar lembaga pelaksana
dan perekrutan pejabat pelaksana.
Pertama yaitu kejelasan dan konsistensi tujuan. Dalam penelitian ini,
berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan maka peneliti mendapat
sebuuah kesimpulan mengenai kejelasan dan konsistensi tujuan, bahwa tujuan
program BPJS Ketenagakerjaan ini adalah untuk memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan bagi para tenagakerja.
Kedua yaitu dipergunakannya teori kausal. Dalam faktor ini, yang menjadi
hambatan dalam proses implementasi program BPJS Ketenagakerjaan adalah
kurangnya pemahaman tentang program ini, sosialisasi yang belum merata. Hal
ini karena belum maksimalnya peran dari BPJS Ketenagakerjaan untuk
mensosialiasikan mengenai program BPJS Ketenagakerjaan, juga dari pihak
perusahaan yang kurang mendukung dalam membantu menjalankan program ini.
Ketiga yaitu ketepatan alokasi sumber dana, digunakan dan diambil dari
iuran peserta dan kembali ke peserta dengan utuh tanpa ada potongan bunga
simpanan seperti simpanan di Bank. Uang yang telah di kumpulkan juga bisa
langsung dapat di ambil seutuhnya, berapapun jumlahnya, tidak terpengaruh
sebentar atau lamanya peserta menjadi tenagakerja. Satu bulan, 3 bulan, 6 bulan
atau berapa lama pun kalau memang mau di ambil, itu sudah bisa, jadi tidak ada
jangka waktu untuk proses pengambilan uang asuransi.
120
Keempat yaitu ketepatan hirarki antar lembaga pelaksana. Koordinasi antar
lembaga penyelenggara di lapangan sangatlah penting. Jangan sampai pada
pelaksanaan belum ada koordinasi dan sinkronisasi. Yang ditemukan dilapangan
adalah banyaknya kesimpangsiuran data dan Informasi antar lembaga pelaksana,
dan tidak satu suara.
Kelima yaitu perekrutan pejabat pelaksana, seluruh pegawai atau calon
pegawai yang di rekrut untuk membantu mensukseskan program ini berdasarkan
kriteria berdasarkan syarat dari segi kemampuan dan pengetahuan. Sehingga
sudah memenuhi syarat untuk menjadi bagian dari pelaksana Implementasi
program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang.
3. Variabel Di Luar Kebijakan Yang
Mempengaruhi Proses Implementasi
Pertama yaitu kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dalam hal kondisi
sosio ekonomi dan teknologi, Sebagian tenaga kerja kurang antusias menyambut
program dari BPJS Ketenagakerjaan karena sebagian dari mereka yang terdaftar
sebelumnya sudah pernah mengikuti program Jamsostek sebelumnya. Dari
kondisi sosio-ekonomi, tenagakerja tergolong dari jenis kasta bawah, menengah
dan atas, ini pun berpengaruh terhadap kepesertaan yang seperti dari tenagakerja
menengah ke bawah merasa uang yang di asuransikan lebih baik diambil saja
untuk kebutuhan konsumtif daripada di tabung untuk kesejahteraan di masa yang
akan datang, dukungan dari teknologi pun sama halnya demikian karena tidak
semua orang bisa dan paham mengenai teknologi, walaupun dari BPJS
Ketenagakerjaan sudah memperbarui sistem untuk mempermudah informasi
121
mengenai program dan lainnya, tenagakerja masih ada saja yang kurang mengerti
dan paham, sehingga harus dijelaskan secara langsung dan manual.
Kedua yaitu dukungan publik, Peserta sangat bervariasi sehingga
pemahaman tiap-tiap orang berbeda dalam memahami penjelasan program.
Namun partisipasinya masih rendah. Hal ini dikarenakan tidak semua peserta
memahami dan mengetahui visi misi, tujuan dan manfaat dari BPJS
Ketenagakerjaan, apalagi mungkin bagi mereka yang baru pertama bekerja dan
langsung di wajibkan mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan. Bagi yang
sebelumnya sudah terdaftar di Jamsostek juga pasti ada sebagian yang mendukung
dan sebagian tidak, karena sebelumnya sudah mengetahui kelebihan, kekurangan
dan mafaat mengikuti program dari jamsostek yang kini bertransformasi menjadi
BPJS Ketenagakerjaan.
Ketiga yaitu sikap dan sumberdaya dari konstituen. Pemilihan fasilitas
yang memadai kurang didukung dengan sumber daya manusia yang disediakan
oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, karena sebagian oknum yang
kurang melayani dengan pelayanan maksimal.
Keempat yaitu dukungan pejabat yang lebih tinggi. Hal ini di buktikan
secara nyata dengan adanya program inovasi dari pemerintah yang bernama
Housing Benefit yang juga bermanfaat untuk menarik minat dari tenagakerja yang
belum terdaftar dalam program wajib BPJS Ketenagakerjaan.
Kelima yaitu komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat
pelaksana, Kualitas dan Kuantitas pemimpin pejabat pelaksana sudah bagus jika
122
dilihat dari teori seperti regulasi atau undang – undang, namun kurang maksimal
jika dilihat dengan yang terjadi di lapangan.
Dari penjelasan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )
Ketengakerjaan di Kota Tangerang belum berjalan dengan baik terutama karena
faktor-faktor keragaman perilaku kelompok sasaran, tingkat perubahan yang
dikehendaki, dipergunakannya teori kausal dan variabel diluar kebijakan yang
mempengaruhi proses implementasi seperti tingkat perubahan yang dikehendaki,
kondisi sosio, ekonomi dan teknologi, sikap dan sumber daya dari konstituen,
dukungan pejabat yang lebih tinggi serta dari komitmen dan kualitas dari
pemimpin pejabat pelaksana yang dinilai masih kurang baik berdasarkan dari
membandingkan hasil wawancara antara satu informan dengan informan lain yang
peneliti temui, juga dilihat dari keadaan yang terjadi di lapangan. Ketidakcocokan
antara apa yang di utarakan oleh pihak pelaksana program, informan di lapangan
dan keadaan yang dilihat berbeda kenyataannya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan perumusan masalah penelitian yaitu bagaimana Implementasi
Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang dan dari semua hasil wawancara
dengan informan yang peneliti temui, maka peneliti menyimpulkan bahwa
Implementasi program BPJS Ketenagakerjaan dari teori Mazmanian dan Sabatier
masih belum berjalan dengan baik, karena beberapa faktor yang diantaranya adalah :
Berhubungan dengan mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan yang
mencakup keragaman perilaku kelompok sasaran yang dinilai masih terdapat jenis
kepesertaan yang berbeda dalam program ini seperti peserta penerima upah dan
peserta tidak menerima upah; lalu dari tingkat perubahan yang di kehendaki, capaian
sasaran yang belum memenuhi target karena masih kurangnya kesadaran dari
tenagakerja untuk mengikuti program wajib BPJS Ketenagakerjaan.
Dari faktor kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi, ini
bisa dilihat dari sub faktor dipergunakannya teori kausal seperti hambatan dalam
menjalankan implementasi program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang adalah
kurangnya pemahaman tentang program ini, kemudian sosialisasi yang belum merata.
120
121
Yang terakhir faktor variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses
implementasi, seperti sikap dan sumber daya dari konstituen yang dinilai masih
kurang baik dalam pemilihan fasilitas yang memadai karena sebagian sumber daya
manusia yang kurang maksimal dalam memberikan pelayanan kesehatan. Kemudian
yang terakhir adalah faktor komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat
pelaksana yang dinilai publik kurang baik dalam hal teori undang – undang, peraturan
karena nilai penegakan sanksi belum berjalan dengan yang tertulis di dalam undang –
undang.
5.2 Saran
Dari kesimpulan yang diperoleh, peneliti mengajukan saran-saran yang dapat
membantu pihak BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang, Rumah Sakit yang
bekerja sama, Dinas Tenga Kerja, Pemerintah Daerah dan juga Kejaksaan serta
fasilitas kesehatan lainnya sebagai pihak penyelenggara program BPJS
Ketenagakerjaan dalam hal memberikan pelayanan kesehatan kepada tenaga kerja di
kota Tangerang agar dapat lebih baik, saran yang diajukan adalah sebagai berikut:
122
1. Sosialisasi kepada masyarakat semua golongan harus lebih ditingkatkan,
mengingat masih kurang fahamnya sebagian tenaga kerja akan program ini
yang nantinya akan menguntungkan di masa yang akan datang.
2. Pemerintah sudah seharusnya memperkuat peraturan dan mempertegas sanksi
terhadap perusahaan atau tenagakerja yang sulit untuk bekerjasama dalam hal
mengikuti program dari BPJS Ketenagakerjaan. Pihak dari Dinas Tenaga
Kerja harusnya lebih bisa memberikan sanksi atau teguran kepada perusahaan
yang masih belum mendaftarkan tenaga kerja yang terdapat didalamnya, atau
kepada tenaga kerja yang tidak mau mendaftarkan dirinya secara manual.
Koordinasi dan pengawasan antar lembaga pelaksana harus lebih seiring guna
mengatasi hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan implementasi program
BPJS Ketenagakerjaan.
3. Pemerintah Daerah, Dinas Tenaga Kerja, BPJS Ketenagakerjaan Kota
Tangerang dan semua pihak yang terlibat harus lebih bekerja lebih maksimal
untuk memberi kesadaran kepada tenaga kerja yang belum mendaftar atau
belum terdaftar karena jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan masih jauh dari
angka yang diharapkan jika dibandingkan dengan BPJS Kesehatan. Dalam
upaya fasilitas dan kualitas pelayanan, ada baiknya penyedia pelayanan
kesehatan lebih memperhatikan dan mengevaluasi setiap pegawainya guna
123
memaksimalkan pelayanan yang diberikan terhadap peserta pengguna
asuransi BPJS Ketenagakerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Teks
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta
Dunn, William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Islamy, M. Irfan. 2001. Prinsip – Prinsip Perumusan Kebijakan Pemerintah. Jakarta: Bumi Aksara
Miles, Matthew dan Michael Hubeman. 2007. Analisis Data Kualitatif ( Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru ). UI Press : Jakarta
Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung
Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitan Kualitatif. Bandung: Rosdakarya
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Prastowo, Andi. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dalam Perspektif Rancangan Penelitian.Yogyakarta : Arruzz Media
Samoedra, Wibawa. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Satori, Djam’an & Aan Komariah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Silalahi, Uber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Aditama. Bandung
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta : Bandung
Sugiyono, 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.
Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Yogyakarta : Graha Ilmu
Wijayanti, Asri. 2013. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta : Sinar Grafika.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
Dokumen
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1995 Tentang Penetapan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Skripsi
Sita Prawita Sari, Skripsi, Implementasi Program Asuransi Kesejahteraan Sosial ( Askesos ) di Kota Cilegon. Tahun 2010.
Effry Pranata Sarigih, Skripsi, Implementasi Pelayanan Kesehatan Kepada Penerima Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( Jamsostek ) di Rumah Sakit Umum dr. G.I Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa. Tahun 2010.
Internet
www.bpjstk.go.id di akses pada tanggal 22 Oktober 2014 jam 01.10 WIB
MATRIKS HASIL WAWANCARA
1. Mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan
1.1 Dukungan teori dan teknologi
Q
Berkaitan dengan penelitian ini, program BPJS Ketenagakerjaan secara teknis dilaksanakan oleh siapa saja yang terkait ? dan Bagaimana ketersediaan teknologi sebagai sarana pendukung program tersebut agar pelaksanaan tersebut berjalan secara efisien? Salah satunya penggunaan computer dalam system informasi manajemen terkait pengolahan data kepesertaan, klaim dan verifikasi ?
I1
BPJS Ketenagakerjaan, koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja, Kejaksaan, dan KPNL. BPJS Ketenagakerjaan ini berbasis online, untuk sistem informasi bisa didapatkan dikantor cabang manapun, termasuk pelayanan jaminan kepada peserta.
I2
“secara teknisnya tuh kita kerjasama dengan banyak ya, yang jelas sama stakeholder kita itukan perusahaan pasti, ada juga Dinas Tenaga Kerja, Pemerintah Daerah, sekarang juga karena mulai ke penegakan hukum, kita juga ke Kejaksaan.”
I3
Program BPJS Ketenagakerjaan ini untuk pelaksanaan dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan udah pasti, terus ada Pemerintah Daerah, Dinas Tenaga Kerja, Kantor atau perusahaan, dan yang jelas kami dari rumah sakit sebagai pihak penyedia layanan kesehatan”
I4
Dukungan teori seperti dalam bentuk Undang – Undang itu kita berdasar UU No. 37 tahun 2008, UU No. 25 tahun 2009, dan UU No. 23 tahun 2014. Teknologi yang kita gunakan dalam penerimaan laporan pelayanan publik dapat melalui telepon, fax, email, juga bisa datang langsung ke kantor Ombudsman.
I5
Kita disnaker sudah tidak ikut berperan dalam membantu program bpjs ketenagakerjaan, hanya jika dibutuhkan saja baru kami bisa membantu.
I6 -I7 -
I8 -I9 -
1.2 Keragaman perilaku kelompok sasaran
Q
Dengan usia sekarang, pendapatan perbulan yang berbeda, dan diwajibkan harus membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan setiap bulannya, seperti apa dan bagaimana menentukan persentase pembayaran iuran program ini setiap bulannya? Apakah tergantung dari jenis pekerjaan, jumlah gaji atau dari yang lainnya?
I1
Sangat baik, karena perlindungan yang diberikan melalui BPJS Ketenagakerjaan dapat menciptakan rasa aman bagi mereka pada saat bekerja. Untuk iuran dibayar dengan presentase tertentu yang telah ditetapkan oleh UU BPJS Ketenagakerjaan, dikalikan dengan upah perbulan yang dterima peserta.
I2
Respon atau tanggapannya lumayan positif ya, apalagi kan kota Tangerang ini lagi berkembang, rekrutmen pegawai pun lagi besar, jadi pastinya itu masuk terdaftar jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, mau yg daftar personal maupun didaftarkan dari tempatnya bekerja. Lagipula juga dengan ikut terdaftar di BPJSTK ini ngga rugi ko, malah banyak untungnya kalo menurut saya”
kalo itu berarti harus tau dulu nih programnya, semua sebenernya sudah ada premisnya. JHT itu 5,7%, Kematian 0,3% , Pensiun 3%, yang beda tu di Kecelakaan Kerja, antara 2,4 – 1,27%, itu tergantung dari jenis usahanya, karena tiap jenis usaha itu kan tingkat resiko pekerjaannya berbeda-beda.
I3
Sejak program dari BPJS Ketenagakerjaan ini keluar dan mulai berjalan, kami sering melakukan kuisioner terhadap pasien dan keluarganya yang menunggu, hasilnya kami lihat sangat positif, dari pelayanan, penyediaan alat, ruangan dan fasilitas mereka sangat puas.”
I4-
I5
Responnya yang banyak saya temui dan dapat, kebanyakan dari mereka puas dengan programnya, tapi tidak cukup puas dengan pelayanan yang diterima di rumah sakit ketika mengajukan klaim atau pelayanan kesehatannya.
I6-
I7-
I8 -I9 -
1.3 Tingkat Perubahan Perilaku Yang Dikehendaki
QSejauh program ini berjalan, apakah pegawai ataupun para tenaga kerja merasa antusias ?
I1
ya, pada saat mereka bekerja dihadapkan kepada resiko kecelakaan kerja dan meninggal dunia, kemudian pada satu ketika mereka juga mengalami masa tua. Pada saat peristiwa itu datang, mereka sudah ada kepastian akan mendapat perlindungan dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua. Disamping itu mereka juga mendapat manfaat tambahan seperti PPKB ( Pinjaman Perumahan Kerjasama Bank ) bagi para peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.”
I2
Sebelumnya udah saya sampaikan toh, mereka para peserta itu merasa sangat senang dan antusias dengan transformasi Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan, karena bukan hanya namanya aja yang ganti, tapi juga kan ditambah dengan beberapa kelebihan yang menutupi, atau mungkin juga bisa suatu saat nanti menghilangkan kekurangannya, baik dalam peraturan, regulasi, ketentuan dan lain – lainnya
I3-
I4-
I5
Sudah saya sampaikan di pertanyaan sebelumnya, bahwasannya mereka puas dengan programnya, namun tidak/kurang puas dengan pelayanan yang diterima. Contoh, untuk mendapatkan ruangan rawat inap saja mereka tidak langsung bisa dapat kamar, ada yang harus antri dulu, persyaratannya ini itu. Dari rumah sakitnya sendiri terkadang juga mempersulit, itulah kenapa dibutuhkannya pengawas dari BPJS Tenagakerja sebagai pelaksana program ini.
I6-
I7 -
I8-
I9-
2. Kemampuan Kebijakan Untuk Menstruktur Proses Implementasi
2.1 Kejelasan dan Konsistensi Tujuan
QBagaiman kejelasan tujuan yang akan dicapai dan disusun secara jelas atau urutan kepentingan bagi para pelaksana?
I1
Misi kita ini menjadi jembatan menuju kesejahteraan pekerja. Ini diterjemahkan dalam program tadi, dengan mengikuti program BPJSTK, dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan sebaliknya. Program BPJSTK tidak semata menanggulangi resiko dari kecelakaan kerja dan kematian, tapi juga ada proteksi hari tua. Proteksi hari tua ini terdiri dari JHT dan Jaminan Pensiun. Ada harapan besar bagi para peserta dimana dihari tuanya mempunyai bekal yang sudah ditabung melalui JHT dan pensiun. Secara lumsam, dia akan mendapat tabungan secara sekaligus yang dapat dijadikan usaha atau kegiatan berikutnya, setelah menjalani masa pensiun secara berkala setiap bulan. Mereka mendapat pensiun sebagai penghasilan yang hilang. Dan kedua proteksi ini tentunya yang diharapkan oleh pekerja disektor swasta.”
I2
kita sama sekali ngga ada kepentingan, kepentingan kita disini murni untuk membantu / menolong kesejahteraan tenagakerja yang ada di Indonesia, khususnya ya di Tangerang ini nih. Dengan program lanjutan dari Jamsostek yang dulu pernah ada, seperti diantaranya Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pensiunan.
I3
kita sama sekali ngga ada kepentingan, kepentingan kita disini murni untuk membantu / menolong kesejahteraan tenagakerja yang ada di Indonesia, khususnya ya di Tangerang ini nih. Dengan program lanjutan dari Jamsostek yang dulu pernah ada, seperti diantaranya Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pensiunan.
I4-
I5
Tujuan kepentingan bagi para pelaksana? Kami rasa kami hanya membantu tenagkerja untuk mencapai kesejahteraan di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Di masa kini lebih seperti kepada kami member program jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Kesejahteraan di masa depan lebih kepada jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang berguna sebagai tabungan investasi para tenagakerja yang masih aktif bekerja sekarang ini.
I6-
I7-
I8 -I9 -
2.2 Dipergunakannya Teori Kausal
Q
Bagaimana tujuan program pembaharuan ini dicapai melalui implementasi kebijakan ? jika terdapat penghambat / hambatan, maka apa saja dan bagaimana penyelesaiannya ?
I1
perubahan yang mendasar dari Badan Penyelenggara PT. Jamsostek adalah ditambahkannya program pensiun. Jadi total ada 4 program, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Pensiun. Kendalanya belum semua pekerja yang belum tau tentang program BPJS Ketenagakerjaan, untuk itu perlu dilakukan sosialisasi ke seluruh masyarakat, baik itu pekerja, calon pekerja, mahasiswa atau pelajar. Sosialisasi kepada pekerja bisa dilakukan melalui sosialisasi langsung ke pabrik, atau tempat bekerja, media elektronik, media cetak, dll. Untuk pelajar dan mahasiswa dilakukan edukasi pendekatan melalui pelajaran tertentu di sekolah mereka.”
I2 hambatan dari jaman jamsostek hingga sekarang, kita wajib, cuma ompong. Maksudnya ompong itu, ketika ada perusahaan yang tidak mendaftar atau didaftarkan, itu kan harusnya ditindak, seperti tidak dapat izin SIUP dllnya, tapi kita disini tidak bisa menindak karena kita Cuma pelaksana. Ini gimana mau ditindak kalo Disnakernya sendiri tidak berani tegas. Penyelesaiannya itu
ya harus ada ketegasan dari orang nomor 1 di Indonesia ini, Presiden
I3
hambatannya kalo dari pihak rumah sakit, saya pikir itu mindset dari keluarga pasien ya yang kalo misalkan mereka mengklaim asuransi kecelakaan kerja dan sebagainya, itu suka dipersulit, padahal sebenarnya tidak, kalo pun ada itu mungkin dari beberapa orang, dan kita langsung tau karena kita juga mengontrol dan mengevaluasi pelayanan
I4
Secara teknis hambatan kita itu laporannya banyak, semuanya mau cepat, semuanya mau prioritas, kita juga berdasarkan undang – undang. Tidak bisa siapa cepat dia dapat, itu tergantung dari kasus pelayanan yang kita preview berdasar kronologi pelapor.
I5
Hambatan dalam berjalannya pelaksanaan program bpjs ketenegakerjaan ini ya dari pengawas pelaksanaan, bpjs tenagakerjaan sendiri saat ini belum punya tim pengawas untuk menginvestigasi permasalahan yang terjadi di lapangan.
I6-
I7-
I8 -I9 -
2.3 Ketepatan Alokasi Sumber Dana
QBagaimana ketepatan sumber alokasi dana dalam program BPJS Ketenagakerjaan ?
I1
“dana jaminan yang diberikan kepada peserta sesuai dengan penetapan jaminan berdasar aturan UU BPJS Ketenagakerjaan no 24 tahun 2011. Pembayaran jaminan dilakukan secara langsung, tunai/transfer tanpa ada pembiayaan. Kepastian penerimaan baik kepada peserta maupun ahli waris sudah ditentukan oleh UU BPJS. Sumber dana berasal dari alokasi dana yang diperuntukkan untuk pembayaran jaminan melalui RKAT ( Rencana Kerja Anggaran Tahunan ) setiap tahun.”
I2 kalo dulu sebelum per Juli kemarin, pengobatannya ada limit, 20 juta plus 20, jadi 40juta. Tapi sekarang ngga ada limit, jadi selama dia masih aktif
terdaftar masih bisa kita cover
I3
alokasi dana dalam program ini semua sudah ada aturan dalam undang – undangnya sendiri, berapa preminya, itu semua sudah diatur, kalo dari kita hanya menentukan biaya pengobatannya saja
I4-
I5
Alokasi dananya jelas, dari tenagakerja, dan akan kembali kepada tenagakerja tersebut, tanpa dikenakan potongan sepeserpun. Karena semua sudah ada peraturannya.
I6-
I7-
I8 -I9 -
2.4 Ketepatan Hirarki Antar Lembaga Pelaksana
Q
Bagaimana koordinasi antar lembaga terkait yang mendukung program BPJS Ketenagakerjaan ini ? dan apakah rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan ini sudah cukup untuk menaungi pekerja yang ada di Kota Tangerang ?
I1
sesuai dengan BPJS Ketenagakerjaan, maka salah satu program Jaminan Kecelakaan Kerja harus dilakukan melalui Rumah Sakit Trauma Center. Rumah sakit bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk melayani peserta khusus kasus kecelakaan kerja. Kerjasama rumah sakit ini dapat digunakan oleh BPJS Ketenagakerjaan cabang lain bila pesertanya mengalami kecelakaan kerja tidak bisa ditentukan wilayahnya / keberadaannya. Melalui jaringan trauma center peserta dapat ditolong dan diobati, baik rawat inap maupun rawat jalan sampai sembuh total, yang dinyatakan oleh dokter. Tanpa batas biaya, sesuai kondisi medis, sampai tenagakerja bekerja kembali.
I2 koordinasi kita antar lembaga terkait seperti yang saya sebutkan tadi seperti stakeholder, Dinas Tenaga Kerja dan lainnya itu biasanya pertemuan / meeting ya, via email juga, telpon pun pasti ya.. ada sekitar 2000 lebih di
seluruh Indonesia ya, sekarang boleh dimana aja, asalkan bekerjasama dengan rumah sakit yg ada tanda / logo trauma center.”
I3
koordinasi kita dengan Kantor BPJSTK Tangerang,Dinas Tenaga Kerja, setiap ada klaim, kita laporan, berapa jumlahnya, atas nama siapa, rinciannya apa aja. Dibilang sudah atau cukup untuk menaungi, kita disini dengan 15 rumah sakit lainnya termasuk kami, mereka peserta bebas mau merujuk kemana aja, yang penting bekerjasama dengan BPJSTK, supaya koordinasinya gampang dan mudah, diluar kota pun juga bisa, tujuannya untuk mempermudah
I4
Kita koordinasi dalam hal yang memang perlu di koordinasikan. Koordinasi yang kita lakukan antar lembaga yang dilakukan Ombudsman tergantung, tidak dalam tenggat waktu, dalam arti kita koordinasi ngga terikat waktu. Kapan aja kita koordinasi jika memang ada pengaduan dengan pihak dan sesuai dengan wewenang kita.
I5
Kami sebagai Disnaker, melakukan koordinasi hanya jika dibutuhkan saja oleh BPJS Ketenagakerjaan sebagai bantuan jika ada tenagakerja yang ingin pensiun, mencairkan jaminan hari tua atau pensiun, selebihnya tidak ada koordinasi lagi.
I6-
I7-
I8 -I9 -
2.5 Perekrutan Pejabat Pelaksana
QKapan terakhir kali membuka lowongan pekerjaan dan seperti apa criteria pegawai tersebut ?
I1
setiap tahun ada lowongan kerja dari semua bidang dan disiplin ilmu, diseleksi melalui lembaga professional untuk mendapat kualitas SDM yang bermutu. Ketersediaan SDM yang bermutu berimplikasi kepada tingkat pelayanan pada peserta.”
I2
belum lama ko kita buka pendaftaran pekerjaan untuk disini itu, tanggal 15 Agustus kemarin lah kalo ngga salah, untuk lebih jelas dan pastinya bisa langsung buka dan lihat di website resmi ya, www.bpjstk.go.id. Hebatnya di kita itu untuk lowongan kerja, kita ada maksimal umur, bagi yang D3 maupun S1 itu ada maksimal umurnya, jadi yang bekerja disini itu hampir semua karyawan barunya fresh graduate. Yang penting minimal akreditasi kampusnya B.
I3
kita buka lowongan ngga tentu ya, kapan aja kita buka ko, karena kita disini yang kerja kan kerja shift ya, suster, perawat sama ya yang bisa stand by disini lah pokonya, untuk ngontrol pasien. Nah itu seperti itu, jadi kapan aja kita terima surat lamaran, tapi untuk panggilan kerjanya kita belum bisa menentukan kapannya
I4-
I5-
I6-
I7-
I8 -I9 -
3. Variabel Diluar Kemampuan Kebijakan Yang Mempengaruhi Proses
Implementasi
3.1 Kondisi Sosio, Ekonomi dan Teknologi
Q
Apakah pihak dari BPJS Ketenagakerjaan atau tempat anda bekerja pernah mensosialisasikan program dari BPJS Ketenagakerjaan ? Bagaimana kondisi yang ditimbulkan dengan adanya kebijakan program tersebut serta bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai teknologi pendukungnya ?
I1-
I2-
I3-
I4-
I5-
I6
pernah, sekali doang.. itu sosialisasnya bulan Januari 2014 . yang dibahas dalam sosialisasi tersebut tentang kependukungan BPJS aja., itu adalah penunjang. Kaya yang dikerjaan saya mah namanya jaminan hari tua, kecelakaan kerja, sama jaminan kematian. Untuk yang teknologi saya mah ngga ngerti mas, belom pernah cek saldo di hp/ lewat internet
I7
untuk sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan ya selama satu setengah tahun saya kerja disini baru pernah sekali dapet sosialisasi, itu kalo ngga salah bulan November 2014.. sosialisasinya ngga jauh tentang programnya itu,Jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian
I8
selama 13 tahun saya kerja disini ngga ada sosialisasi dari BPJS Ketenagakerjaan mas, belum pernah. Paling Cuma dari pihak HRD aja yang ngasih penjelasan tentang ini itunya. Jadi ibaratnya mah penyambung lidah dari BPJS Ketenagakerjaan ke Pabrik saya gitu mas.
I9 sosialisasi dari BPJS Ketenagakerjaan pernah, baru satu kali.. bulan agustus tahun kemarin, itu juga sosialisasinya tentang yang udah pernah kita tau beberapanya, kaya ngejelasin programnya, prosesnya, gitu mas. Ga jauh beda lah sama Jamsostek dulu kan. Kalo teknologi pendukungnya, saya Alhamdulillah ngerti mas, paham lah sedikit kaya buat cek saldo kita berapa,
bayarnya lewat mana, infonya apa.. itu sih.. sama ini, pernah kejadian waktu temen saya mau klaim duit asuransi di kantor BPJSTK, itu system komputernya suka offline, sering mas ngga cuma sekali. Jadi ya mau ga mau kita kudu harus balik lagi kesana besoknya, atau nunggu sampe sistemnya online
3.2 Dukungan Publik
QApakah anda setuju atau mendukung dengan program yang diwajibkan pleh BPJS Ketenagakerjaan ( JKK, JHT dan Jaminan Kematian ) ?
I1-
I2-
I3-
I4-
I5-
I6
sebenernya sih setuju, Cuma skema dilapangannya kaga. BPJS itu yang udah – udah, saya sendiri BPJS agak ribet buat pribadi. Kalo potong gaji untuk bayar iuran mah kaga keberatan, tapi pelayanannya yang di BPJS itu yang saya keberatan mah. Suka dimentalin, dioper sana sini, proseduralnya harus seperti ini itu. Kita udah ngikutin procedural tapi tetep aja. Kita pas pada klaim, pada saat mengajukan BPJS di iyakan, tapi pelayanannya terasa diabaikan. Terutama dari rumah sakit pemerintah, oh kaga ada kamar lah kalo kaga kita gampar pake duit. Dan yang swasta pun sama, kalo udeh ngeliat calon pasien BPJS.. eh busett BPJS.. ada diterima, tapi waktunya orang belom sehat, belom sembuh bener udah disuruh pulang. Itulah kekurangannya dari segi pelayanannya BPJS Ketenagakerjaan
I7 untuk semua programnya sih saya setuju, Cuma untuk jangka waktu 10 tahun Jaminan hari tua saya kurang setuju. Ya masalahnya kenapa harus 10 tahun, dan untuk ukuran tua nya itu seperti apa dan gimana. Harus umur berapa. Kalo saya sih mikirnya BPJS Ketenagakerjaan itu buat investasi uang jangka panjang kedepannya nanti kalo di kerjaan saya ada apa kenapa. Cuma agak
keberatan sama yg itu tadi, kenapa harus 10tahun jangka waktunya
I8
kalo saya ini kan buruh ya, ya ngga setuju sebenernya karena dilema, sangat keberatan malah, gaji udah segininya pake buat bayar segala macem, lah emang ngga seberapa, ini baru di potong buat bayar BPJS loh mas, belom dipotong buat bayar yg laen lagi. Ya pokoknya mah saya ngga setuju kalo semuanya kebijakan dan peraturan di handle sama pemerintah.
I9
setuju ga setuju mas, gimana ya.. ini kan program dari pemerintah, udah ada undang – undangnya juga yang mewajib dan mengharuskan. Jadi ya kita terpaksa ikut yg beginian.. bagus sih programnya buat nanti pensiun / hari tua, tapi kan ga selamanya kita mau jadi pekerja.. kalo yg mau buka usaha sendiri gimana? Nunggu pensiun dulu? Atau kalo mau ngambil uangnya harus kerja terus selama 10tahun? Itu aja sih mas, setuju ga setuju.. toh juga pasti program ini banyak kekurangannya.
3.3 Sikap dan Sumber Daya Dari Konstituen
Q
Bagaimana dengan fasilitas dan pelayanan dari rumah sakit yang didapat dengan menggunakan klaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan dan apakah anda merasa senang atau antusias dengan program dan kebijakan dari pemerintah tentang BPJS Ketenagakerjaan ?
I1-
I2-
I3-
I4-
I5-
I6
saya sebenernya bingung nih, dalam artian pelayanannya ngga maksimal.. apalagi yang di kelas III, kalo obat – obatan harus ada yang dtebuskan sih, ada yang harus dibeli karena ngga semuanya gratis. Dibilang antusias engga juga ya, karena juga kan sebelumnya udah pernah ngerasain Jamsostek. Ya sama ajalah kaya gini, Cuma nama sama ada bedanya beberapa lah.
I7
kalo secara pelayanan sih saya belum pernah merasakan ya. Tapi yang ada nih rekan kerja saya yang kerja disini udah hampir 20 tahun, dia sakit dalem, nah pas dia ngajuin BPJS ketenagakerjaan ini ke rumah sakit, dia minta buat ditempatin di kelas I, nah kebetulan di rumah sakit ini kamar kelas itu lagi kosong ruangannya di Rumah Sakit Awal Bross Tangerang, nah karena kamar kelas itu kosong, dialihkan ke VIP, namanya VIP kan itungannya kita bayar sendiri, dari obatnya juga kan ga semua gratis, ada yang bayarnya juga,
I8
itu kalo saya belom pernah mas, Alhamdulillah. Jangan sampe lah amit amit. Bukannya apa mas, yang sakit ya sakit, yang minta persyaratan atau prosedur sana sini yg bikin pusing. Iya kalo pas kita sakit biayanya gratis semua mas, kan ada beberapa yg ngga gratis kaya obat gitu ada yg ngga ditanggung mas, jadi ya otomatis kita harus nebus itu obat pake uang sendiri. Kalo seneng/antusias sama program ini sih kayanya engga mas, kaya yang tadi udah saya bilang.. dilema.. setuju ngga setuju.
I9
fasilitas sama pelayanan yaa mas tau sendiri lah kaya gimana.. namanya juga program dari pemerintah, udah banyak juga kan beritanya gimana fasilitas sama pelayanan kalo kita berobat pake asuransi dari program pemerintahan. kalo dari swasta sih gausah ditanya mas. Kalo boleh milih mah mending saya ga ikut beginian mas, mending ikut di asuransi swasta sekalian. Bayarnya mahal juga kan sebanding sama fasilitas yang didapet. Antusias atau engganya program dan kebijakan dari pemerintah tentang BPJS Ketenagakerjaan sih kayanya ngga terlalu mas, biasa aja.. dulu juga udah pernah pake Jamsostek, Cuma sekarang aja namanya ganti jadi BPJS Ketenagakerjaan. isinya mah hampir sama aja
3.4 Dukungan Pejabat Yang Lebih Tinggi
QSeperti apa dan bagaimana bentuk dari dukungan pejabat yang lebih tinggi untuk program BPJS Ketenagakerjaan ini di tahun yang akan datang ?
I1
dukungan dari stakeholder, karena ini program dari pemerintah, semua instansi harus bersinergi untuk menjalankan program BPJS Ketenagakerjaan. kesejahteraan masyarakat sangat dibutuhkan dari pelaksanaan 4 jaminan sosial di suatu Negara. Tidak saja dalam negeri. Dunia internasional pun sangat mendukung perlindungan jaminan sosial tenagakerja diseluruh dunia, karena jaminan sosial merupakan hak asasi pekerja.”
I2
kalo kejaksaan berarti kita kan larinya ke masalah hukum, itu kita gunakan untuk perusahaan yang belum mendaftar, menunggak iuran, sama juga dengan Disnaker. Housing Benefit itu rencana yang akan berjalan, baru akan mau. Karena juga kan kerjasama dengan bank, yang menentukan KPRnya.Program pastinya ya 4 itu tadi
I3
bentuk dukungan dari pejabat yang lebih tinggi pastinya seperti dengan berusaha mempermudah, meringankan beban ketika suatu saat nanti terjadi kecelakaan kerja, memperbanyak manfaatlah pokoknya.”
I4-
I5
Dukungan pejabat yang lebih tinggi dalam mendukung program ini seperti bertambahnya program dari bpjs ketenagakerjaan, yang dulu awalnya Cuma 3, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua, sekarang ditambah dengan jaminan pensiun.
I6-
I7-
I8 -I9 -
3.5 Komitmen dan Kualitas Kepemimpinan dari Pejabat Pelaksana
QSejauh mana komitmen pemerintah dalam mendukung program ini dan bagaimana kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya sendiri ?
I1
komitmen Pemerintah Daerah jelas, dalam bentuk regulasi yang diamanatkan oleh negara dan dilaksanakan secara konsisten oleh siapapun yang menjabat di pemerintahan suatu daerah. Tidak ada tawar menawar dari pelaksanaan Undang – Undang Jaminan Sosial. Apabila suatu daerah ingin maju, semua industri harus diwajibkan oleh pemerintah daerah agar melaksanakan UU Jaminan Sosial. Apabila suatu daerah ingin tumbuh industri untuk menampung lapangan pekerjaan, maka dia harus menjamin kepada buyer internasional dan investor internasional bahwasannya adalah daerah tersebut telah melaksanakan social security sesuai standart ILO. Apabila suatu daerah tidak ada komitmen untuk melaksanakan jaminan sosial tenagakerja, maka produk hasil industri daerah tersebut tidak bisa ditolelir masuk ke dalam pasar internasional. Oleh karena itu, salah satu syarat audit dari buyer internasional, dari produk hasil industri terkait dengan program BPJS Ketenagakerjaan.
I2
sebenernya semuanya sudah bagus ko, sempurna. Cuma kepentingan politik di Indonesia itu banyaklah. Karena system politik kita di Indonesia itu poitik bagi – bagi. harusnya sih BPJS itu Cuma ada 1, bukan terbelah menjadi 2, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, di dalam Undang – Undang juga kan Cuma ada 1. Semuanya dilebur, bukan Askes megang BPJS Kesehatan, Jamsostek megang BPJS Ketenagakerjaan.”
I3
sejauh ini saya liat komitmen pemerintahnya cukup baik dan sangat mendukung, karena melanjutkan program dari instansi sebelumnya itu kan sulit ya kalo menurut saya, jadi masih ada kelanjutannya, coba kalo misalkan Jamsostek udah tidak menaungi tenagakerja, dan pemerintah tidak meleburnya jadi BPJS Ketenagakerjaan itu, lalu tenaga kerja dapat asuransi darimana? Kalo hanya mengandalkan tempat bekerjanya saja saya rasa tidak akan bisa. Ini searah seperti yang tadi saya jelaskan ya, kalo program ini terus berjalan, berarti kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya juga bagus, walaupun didalamnya pasti terdapat beberapa orang yang nakal ya, bukannya menuduh, pasti ada.
I4
I5
I6
kalo dari peraturan yang dibuat bagus sih ya.. peraturan yang diajukan ke masyarakat mah, yaa balik lagi ke lapangan.. untuk yg JHT 10 tahun, di Jamsostek dulu 5 tahun 1 bulan bisa cairkan. Kelamaan kalo nunggu 10 tahun, kalo ada umur, kalo kaga? Terus juga pengurusan buat ahli warisnya juga susah. Cuma kenapa hak kita selalu dipersulit, sedangkan kita tiap bulan bayar dan dipotong. Itukan hak kita. Kemaren aja saya pas pencairan agak dipersulit, harus konfirmasi dulu lah ke kantor Jamsostek harus bikin persyaratannya aja kalo salah nama, tanggal, itukan salah orang pusat yang bikin data, lah kalo kita mah Cuma nyerahin data diri yang bener sesuai sama KK, Akta Kelahiran KTP dllnya
I7
Nah kalo dari kualitas dari BPJS Ketenagakerjaan itu yang bagus baru di system pembayarannya, karena bisa bayar online juga kan kaya di alfa, indomart, transfer.
I8
saya bingung toh mas kalo ditanya kualitas dan kuantitas pemerintah, serada ngga ngerti. Wong namanya juga buruh pabrik, tapi kalo menurut saya mah kurang, karena ada sebagian atau mungkin banyak orang yang merasa dirugikan dengan adanya ini, termasuk saya”
I9
Dari yang saya liat itu kualitas pemerintah dalam mendukung program ini rasanya masih kurang maksimal ya. Kalo menurut saya sih harusnya Undang – Undang yang mengatur kebijakan tentang BPJS Ketenagakerjaan ini harusnya di revisi beberapa. Ada perbaikan sama pembaruan lah.
MEMBER CHECK
Nama : Ibu Ida
Pekerjaan : Bagian Penelitian
Waktu wawancara : Senin, 8 Januari 2016 pukul 10.40 WIB
Lokasi Wawancara : Rumah Sakit Awal Bros Tangerang
Hasil Wawancara :
1.
a) - Berkaitan dengan penelitian ini, program BPJS Ketenagakerjaan secara teknis dilaksanakan oleh siapa saja yang terkait ?
“program BPJS Ketenagakerjaan ini untuk pelaksanaan dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan udah pasti, terus ada Pemerintah Daerah, Dinas Tenaga Kerja, Kantor atau perusahaan, dan yang jelas kami dari rumah sakit sebagai pihak penyedia layanan kesehatan”
- Bagaimana ketersediaan teknologi sebagai sarana pendukung program tersebut agar pelaksanaan tersebut berjalan secara efisien? Salah satunya penggunaan computer dalam system informasi manajemen terkait pengolahan data kepesertaan, klaim dan verifikasi ?
“teknologi dirumah sakit kami ngga perlu diragukan lagi ya, mas boleh cek setiap komputernya. Untuk pengolahan data kepesertaan, klaim dan verifikasi, kita pake formulir juga, jadi ada manual dan komputer. ”
b) - Bagamana respon dari peserta BPJS Ketenagakerjaan yg pernah menggunakan fasilitas program dari BPJS Ketenagakerjaan ?
“sejak program dari BPJS Ketenagakerjaan ini keluar dan mulai berjalan, kami sering melakukan kuisioner terhadap pasien dan keluarganya yang menunggu, hasilnya kami lihat cukup positif, dari pelayanan, penyediaan alat, ruangan dan fasilitas mereka sangat puas.”
2. - Bagaimana kejelasan tujuan yang akan dicapai dan disusun secara jelas atau urutan kepentingan bagi para pelaksana ?
“tujuan kami jelas sesuai dengan visi dan misi rumah sakit ya, yaitu Menjadi Rumah Sakit Bertaraf Internasional (Visi), Memberikan pelayanan kesehatan secara proesional (Misi) dan Motto kami, Profesional Peduli”
- Bagaimana kira – kira tujuan program pembaharuan ini dicapai melalui implementasi kebijakan ? jika terdapat penghambat / hambatan, maka apa saja dan bagaimana penyelesaiannya ?
“hambatannya kalo dari pihak rumah sakit, saya pikir itu mindset dari keluarga pasien ya yang kalo misalkan mereka mengklaim asuransi kecelakaan kerja dan sebagainya, itu suka dipersulit, padahal sebenarnya tidak, kalo pun ada itu mungkin dari beberapa orang, dan kita langsung tau karena kita juga mengontrol dan mengevaluasi pelayanan.”
- Bagaimana ketepatan sumber alokasi dana dalam program BPJS Ketenagakerjaan ?
“alokasi dana dalam program ini semua sudah ada aturan dalam undang – undangnya sendiri, berapa preminya, itu semua sudah diatur, kalo dari kita hanya menentukan biaya pengobatannya saja.”
- Bagaimana koordinasi antar lembaga terkait yang mendukung program BPJS Ketenagakerjaan ini ? dan apakah rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan ini sudah cukup untuk menaungi pekerja yang ada di Kota Tangerang ?
“koordinasi kita dengan Kantor BPJSTK Tangerang,Dinas Tenaga Kerja, setiap ada klaim, kita laporan, berapa jumlahnya, atas nama siapa, rinciannya apa aja. Dibilang sudah atau cukup untuk menaungi, kita disini dengan 15 rumah sakit lainnya termasuk kami, mereka peserta bebas mau merujuk kemana aja, yang penting bekerjasama dengan BPJSTK, supaya koordinasinya gampang dan mudah, diluar kota pun juga bisa, tujuannya untuk mempermudah. ”
- Kapan terakhir kali membuka lowongan pekerjaan dan seperti apa kriteria pegawai tersebut ?
“kita buka lowongan ngga tentu ya, kapan aja kita buka ko, karena kita disini yang kerja kan kerja shift ya, suster, perawat sama ya yang bisa stand by disini lah pokonya, untuk ngontrol pasien. Nah itu seperti itu, jadi kapan aja kita terima surat lamaran, tapi untuk panggilan kerjanya kita belum bisa menentukan kapannya”
- Seperti apa dan bagaimana bentuk dari dukungan pejabat yang lebih tinggi untuk program BPJS Ketenagakerjaan ini di tahun yang akan datang ?
“bentuk dukungan dari pejabat yang lebih tinggi pastinya seperti dengan berusaha mempermudah, meringankan beban ketika suatu saat nanti terjadi kecelakaan kerja, memperbanyak manfaatlah pokoknya.”
- Komitmen pemerintah dalam mendukung program ini dan bagaimana kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya sendiri ?
“sejauh ini saya liat komitmen pemerintahnya cukup baik dan sangat mendukung, karena melanjutkan program dari instansi sebelumnya itu kan sulit ya kalo menurut saya, jadi masih ada kelanjutannya, coba
kalo misalkan Jamsostek udah tidak menaungi tenagakerja, dan pemerintah tidak meleburnya jadi BPJS Ketenagakerjaan itu, lalu tenaga kerja dapat asuransi darimana? Kalo hanya mengandalkan tempat bekerjanya saja saya rasa tidak akan bisa. Ini searah seperti yang tadi saya jelaskan ya, kalo program ini terus berjalan, berarti kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya juga bagus, walaupun didalamnya pasti terdapat beberapa orang yang nakal ya, bukannya menuduh, pasti ada. ”
MEMBER CHECK
Nama : Amri Luzarfi, S.E
Pekerjaan : Kasi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota
Tangerang
Waktu wawancara : Senin, 23 Mei 2016 pukul 10:45 WIB
Lokasi Wawancara : Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang
Hasil Wawancara :
1.
a) - Berkaitan dengan penelitian ini, program BPJS Ketenagakerjaan secara teknis dilaksanakan oleh siapa saja yang terkait ?
Kita disnaker sudah tidak ikut berperan dalam membantu program bpjs ketenagakerjaan, hanya jika dibutuhkan saja baru kami bisa membantu.
- Bagaimana ketersediaan teknologi sebagai sarana pendukung program tersebut agar pelaksanaan tersebut berjalan secara efisien? Salah satunya penggunaan computer dalam system informasi manajemen terkait pengolahan data kepesertaan, klaim dan verifikasi ?
Untuk teori ketenagakerjaan menurut saya sudah cukup baik, hanya undang – undang yang mengatur tentang BPJS ini yang harusnya dibenahi oleh pemerintah, sedangkan teknologi yang kami gunakan untuk mendukung data kepesertaan tenagakerja sudah baik dan tidak ada kendala hambatan sama sekali.
b) - Bagamana respon dari tenaga kerja / peserta BPJS Ketenagakerjaan yg sudah terdaftar sampai saat ini ?
Responnya yang banyak saya temui dan dapat, kebanyakan dari mereka puas dengan programnya, tapi tidak cukup puas dengan pelayanan yang diterima di rumah sakit ketika mengajukan klaim atau pelayanan kesehatannya.
- Seperti apa dan bagaimana menentukan presentase pembayaran iuran program ini setiap bulannya? Apakah tergantung dari jenis pekerjaan, jumlah upah / gaji atau dari yang lainnya ?
Kalo presentase pembayaran iuran itu udah diatur dalam undang – undang, tinggal menjalankan saja, jika perlu merevisi premi pembayaran berarti harus merevisi peraturan / undang – undang yang mengaturnya.
c) - sejauh program BPJS Ketenagakerjaan ini berjalan, apakah pegawai ataupun peserta merasa antusias ?
Sudah saya sampaikan di pertanyaan sebelumnya, bahwasannya mereka puas dengan programnya, namun tidak/kurang puas dengan pelayanan yang diterima. Contoh, untuk mendapatkan ruangan rawat inap saja mereka tidak langsung bisa dapat kamar, ada yang harus antri dulu, persyaratannya ini itu. Dari rumah sakitnya sendiri terkadang juga mempersulit, itulah kenapa dibutuhkannya pengawas dari BPJS Tenagakerja sebagai pelaksana program ini.
2. -
Bagaimana kejelasan tujuan yang akan dicapai dan disusun secara jelas atau urutan kepentingan bagi para pelaksana ?
Tujuan kepentingan bagi para pelaksana? Kami rasa kami hanya membantu tenagkerja untuk mencapai kesejahteraan di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Di masa kini lebih seperti kepada kami member program jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Kesejahteraan di masa depan lebih kepada jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang berguna sebagai tabungan investasi para tenagakerja yang masih aktif bekerja sekarang ini.
- Bagaimana kira – kira tujuan program pembaharuan ini dicapai melalui implementasi kebijakan ? jika terdapat penghambat / hambatan, maka apa saja dan bagaimana penyelesaiannya ?
Hambatan dalam berjalannya pelaksanaan program bpjs ketenegakerjaan ini ya dari pengawas pelaksanaan, bpjs tenagakerjaan sendiri saat ini belum punya tim pengawas untuk menginvestigasi permasalahan yang terjadi di lapangan.
- Bagaimana ketepatan sumber alokasi dana dalam program BPJS Ketenagakerjaan ?
Alokasi dananya jelas, dari tenagakerja, dan akan kembali kepada tenagakerja tersebut, tanpa dikenakan potongan sepeserpun. Karena semua sudah ada peraturannya.
- Bagaimana koordinasi antar lembaga terkait yang mendukung program BPJS Ketenagakerjaan ini ? dan apakah rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan ini sudah cukup untuk menaungi pekerja yang ada di Kota Tangerang ?
Kami sebagai Disnaker, melakukan koordinasi hanya jika dibutuhkan saja oleh BPJS Ketenagakerjaan sebagai bantuan jika ada
tenagakerja yang ingin pensiun, mencairkan jaminan hari tua atau pensiun, selebihnya tidak ada koordinasi lagi.
- Seperti apa dan bagaimana bentuk dari dukungan pejabat yang lebih tinggi untuk program BPJS Ketenagakerjaan ini di tahun yang akan datang ?
Dukungan pejabat yang lebih tinggi dalam mendukung program ini seperti bertambahnya program dari bpjs ketenagakerjaan, yang dulu awalnya Cuma 3, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua, sekarang ditambah dengan jaminan pensiun.
- Komitmen pemerintah dalam mendukung program ini dan bagaimana kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya sendiri ?
Sudah cukup baik ya dalam mendukung, bicara kualitas dan kuantitas itu tergantung dari aspek atau sudut mana kita melihat situasinya. Kalo saya melihat beberapa sudah cukup baik, dan ada juga sebagian yang kurang baik. Yang kurang baik itu tadi, kualitas pejabat pelaksana dalam memberi pelayanan guna membantu program BPJS Ketenagakerjaan ini berjalan dengan baik.
MEMBER CHECK
Nama : Fauzan Amir
Pekerjaan : Sales Marketing Auto 2000
Waktu wawancara : Selasa, 9 Januari 2016 ( 12:10 WIB )
Lokasi Wawancara : Kebon Nanas Tangerang
Hasil Wawancara :
1. Apakah pihak dari BPJS Ketenagakerjaan atau tempat anda bekerja pernah mensosialisasikan program dari BPJS Ketenagakerjaan ? Bagaimana kondisi yang ditimbulkan dengan adanya kebijakan program tersebut serta bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai teknologi pendukungnya ?
“sosialisasi dari BPJS Ketenagakerjaan pernah, baru satu kali.. bulan agustus tahun kemarin, itu juga sosialisasinya tentang yang udah pernah kita tau beberapanya, kaya ngejelasin programnya, prosesnya, gitu mas. Ga jauh beda lah sama Jamsostek dulu kan. Kalo teknologi pendukungnya, saya Alhamdulillah ngerti mas, paham lah sedikit kaya buat cek saldo kita berapa, bayarnya lewat mana, infonya apa.. itu sih.. sama ini, pernah kejadian waktu temen saya mau klaim duit asuransi di kantor BPJSTK, itu system komputernya suka offline, sering mas ngga cuma sekali. Jadi ya mau ga mau kita kudu harus balik lagi kesana besoknya, atau nunggu sampe sistemnya online”
2. Apakah anda setuju atau mendukung dengan program yang diwajibkan oleh BPJS Ketenagakerjaan ( JKK, JHT dan Jaminan Kematian ) ?
“setuju ga setuju mas, gimana ya.. ini kan program dari pemerintah, udah ada undang – undangnya juga yang mewajib dan mengharuskan. Jadi ya kita terpaksa ikut yg beginian.. bagus sih
programnya buat nanti pensiun / hari tua, tapi kan ga selamanya kita mau jadi pekerja.. kalo yg mau buka usaha sendiri gimana? Nunggu pensiun dulu? Atau kalo mau ngambil uangnya harus kerja terus selama 10tahun? Itu aja sih mas, setuju ga setuju.. toh juga pasti program ini banyak kekurangannya”
3. Bagaimana dengan fasilitas dan pelayanan dari rumah sakit yang didapat dengan menggunakan klaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan dan apakah anda merasa senang atau antusias dengan program dan kebijakan dari pemerintah tentang BPJS Ketenagakerjaan ?
“fasilitas sama pelayanan yaa mas tau sendiri lah kaya gimana.. namanya juga program dari pemerintah, udah banyak juga kan beritanya gimana fasilitas sama pelayanan kalo kita berobat pake asuransi dari program pemerintahan. kalo dari swasta sih gausah ditanya mas. Kalo boleh milih mah mending saya ga ikut beginian mas, mending ikut di asuransi swasta sekalian. Bayarnya mahal juga kan sebanding sama fasilitas yang didapet.
Antusias atau engganya program dan kebijakan dari pemerintah tentang BPJS Ketenagakerjaan sih kayanya ngga terlalu mas, biasa aja.. dulu juga udah pernah pake Jamsostek, Cuma sekarang aja namanya ganti jadi BPJS Ketenagakerjaan. isinya mah hampir sama aja”
4. sejauh mana komitmen pemerintah dalam mendukung program ini dan bagaimana kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya sendiri ?
“Dari yang saya liat itu kualitas pemerintah dalam mendukung program ini rasanya masih kurang maksimal ya. Kalo menurut saya sih harusnya Undang – Undang yang mengatur kebijakan tentang BPJS Ketenagakerjaan ini harusnya di revisi beberapa. Ada perbaikan sama pembaruan lah.”
MEMBER CHECK
Nama : Ibnu Abbas
Pekerjaan : Assistan Section Head Barcode System Material Plant D & K
PT. Gajah Tunggal TBK.
Waktu wawancara : Jumat, 27 November 2015 Jam 20.39 WIB
Lokasi Wawancara : Kedai Week’s
Hasil Wawancara :
1. Apakah pihak dari BPJS Ketenagakerjaan atau tempat anda bekerja pernah mensosialisasikan program dari BPJS Ketenagakerjaan ? Bagaimana kondisi yang ditimbulkan dengan adanya kebijakan program tersebut serta bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai teknologi pendukungnya ?
“untuk sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan ya selama satu setengah tahun saya kerja disini baru pernah sekali dapet sosialisasi, itu kalo ngga salah bulan November 2014.. sosialisasinya ngga jauh tentang programnya itu,Jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian”
2. Apakah anda setuju atau mendukung dengan program yang diwajibkan oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan ( JKK, JHT dan Jaminan Kematian ) ?
“untuk semua programnya sih saya setuju, Cuma untuk jangka waktu 10 tahun Jaminan hari tua saya kurang setuju. Ya masalahnya kenapa harus 10 tahun, dan untuk ukuran tua nya itu seperti apa dan gimana. Harus umur berapa. Kalo saya sih mikirnya BPJS Ketenagakerjaan itu buat investasi uang jangka panjang kedepannya nanti kalo di kerjaan saya ada
apa kenapa. Cuma agak keberatan sama yg itu tadi, kenapa harus 10tahun jangka waktunya. ”
3. bagaimana dengan fasilitas dan pelayanan dari rumah sakit yang didapat dengan menggunakan klaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan dan apakah anda merasa senang atau antusias dengan program dan kebijakan dari pemerintah tentang BPJS Ketenagakerjaan ?
“kalo secara pelayanan sih saya belum pernah merasakan ya. Tapi yang ada nih rekan kerja saya yang kerja disini udah hampir 20 tahun, dia sakit dalem, nah pas dia ngajuin BPJS ketenagakerjaan ini ke rumah sakit, dia minta buat ditempatin di kelas I, nah kebetulan di rumah sakit ini kamar kelas itu lagi kosong ruangannya di Rumah Sakit Awal Bross Tangerang, nah karena kamar kelas itu kosong, dialihkan ke VIP, namanya VIP kan itungannya kita bayar sendiri, dari obatnya juga kan ga semua gratis, ada yang bayarnya juga, ”
4. Sejauh mana komitmen pemerintah dalam mendukung program ini dan bagaimana kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya sendiri ?
“Nah kalo dari kualitas dari BPJS Ketenagakerjaan itu yang bagus baru di system pembayarannya, karena bisa bayar online juga kan kaya di alfa, indomart, transfer.”
MEMBER CHECK
Nama : Nofri
Pekerjaan : Security ( Keamanan ) Bank BJB Tangcity Kota Tangerang
Waktu wawancara : Sabtu, 28 November 2015 jam 10.40 WIB
Lokasi Wawancara : Bank BJB Cabang Tangerang Ruko Tangcity
Hasil Wawancara :
1. Apakah pihak dari BPJS Ketenagakerjaan atau tempat anda bekerja pernah mensosialisasikan program dari BPJS Ketenagakerjaan ? Bagaimana kondisi yang ditimbulkan dengan adanya kebijakan program tersebut serta bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai teknologi pendukungnya ?
“pernah, sekali doang.. itu sosialisasnya bulan Januari 2014 . yang dibahas dalam sosialisasi tersebut tentang kependukungan BPJS aja., itu adalah penunjang. Kaya yang dikerjaan saya mah namanya jaminan hari tua, kecelakaan kerja, sama jaminan kematian. Untuk yang teknologi saya mah ngga ngerti mas, belom pernah cek saldo di hp/ lewat internet”
2. Apakah anda setuju atau mendukung dengan program yang diwajibkan pleh BPJS Ketenagakerjaan ( JKK, JHT dan Jaminan Kematian ) ?
“sebenernya sih setuju, Cuma skema dilapangannya kaga. BPJS itu yang udah – udah, saya sendiri BPJS agak ribet buat pribadi. Kalo potong gaji untuk bayar iuran mah kaga keberatan, tapi pelayanannya yang di BPJS itu yang saya keberatan mah. Suka dimentalin, dioper sana sini, proseduralnya harus seperti ini itu. Kita udah ngikutin procedural tapi tetep aja. Kita pas pada klaim, pada saat mengajukan BPJS di iyakan, tapi pelayanannya terasa diabaikan.
Terutama dari rumah sakit pemerintah, oh kaga ada kamar lah kalo kaga kita gampar pake duit. Dan yang swasta pun sama, kalo udeh ngeliat calon pasien BPJS.. eh busett BPJS.. ada diterima, tapi waktunya orang belom sehat, belom sembuh bener udah disuruh pulang. Itulah kekurangannya dari segi pelayanannya BPJS Ketenagakerjaan”
3. Bagaimana dengan fasilitas dan pelayanan dari rumah sakit yang didapat dengan menggunakan klaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan dan apakah anda merasa senang atau antusias dengan program dan kebijakan dari pemerintah tentang BPJS Ketenagakerjaan ?
“saya sebenernya bingung nih, dalam artian pelayanannya ngga maksimal.. apalagi yang di kelas III, kalo obat – obatan harus ada yang dtebuskan sih, ada yang harus dibeli karena ngga semuanya gratis. Dibilang antusias engga juga ya, karena juga kan sebelumnya udah pernah ngerasain Jamsostek. Ya sama ajalah kaya gini, Cuma nama sama ada bedanya beberapa lah.”
4. sejauh mana komitmen pemerintah dalam mendukung program ini dan bagaimana kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya sendiri ?
“kalo dari peraturan yang dibuat bagus sih ya.. peraturan yang diajukan ke masyarakat mah, yaa balik lagi ke lapangan.. untuk yg JHT 10 tahun, di Jamsostek dulu 5 tahun 1 bulan bisa cairkan. Kelamaan kalo nunggu 10 tahun, kalo ada umur, kalo kaga? Terus juga pengurusan buat ahli warisnya juga susah. Cuma kenapa hak kita selalu dipersulit, sedangkan kita tiap bulan bayar dan dipotong. Itukan hak kita. Kemaren aja saya pas pencairan agak dipersulit, harus konfirmasi dulu lah ke kantor Jamsostek harus bikin persyaratannya aja kalo salah nama, tanggal, itukan salah orang pusat yang bikin data, lah kalo kita mah Cuma nyerahin data diri yang bener sesuai sama KK, Akta Kelahiran KTP dllnya.
MEMBER CHECK
Nama : A. Faisal Santoso
Pekerjaan : Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS
Ketenagakerjaan Kebon Besar
Waktu wawancara : Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB
Lokasi Wawancara : Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Kota Tangerang
Hasil Wawancara :
1.
a) - Berkaitan dengan penelitian ini, program BPJS Ketenagakerjaan secara teknis dilaksanakan oleh siapa saja yang terkait ?
“secara teknisnya tuh kita kerjasama dengan banyak ya, yang jelas sama stakeholder kita itukan perusahaan pasti, ada juga Dinas Tenaga Kerja, Pemerintah Daerah, sekarang juga karena mulai ke penegakan hukum, kita juga ke Kejaksaan.”
- Bagaimana ketersediaan teknologi sebagai sarana pendukung program tersebut agar pelaksanaan tersebut berjalan secara efisien? Salah satunya penggunaan computer dalam system informasi manajemen terkait pengolahan data kepesertaan, klaim dan verifikasi ?
“teknologi kita udah canggih sekarang ini, kan kita juga system baru, baru aja per November 2015 kemarin kita pake, mungkin kalo sekarang Cuma lagi ada pembaruan system sampai kurang lebih 6 bulan.”
b) - Bagamana respon dari tenaga kerja / peserta BPJS Ketenagakerjaan yg sudah terdaftar sampai saat ini ?
“respon atau tanggapannya lumayan positif ya, apalagi kan kota Tangerang ini lagi berkembang, rekrutmen pegawai pun lagi besar, jadi pastinya itu masuk terdaftar jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, mau yg daftar personal maupun didaftarkan dari tempatnya bekerja. Lagipula juga dengan ikut terdaftar di BPJSTK ini ngga rugi ko, malah banyak untungnya kalo menurut saya”
- Seperti apa dan bagaimana menentukan presentase pembayaran iuran program ini setiap bulannya? Apakah tergantung dari jenis pekerjaan, jumlah upah / gaji atau dari yang lainnya ?
“kalo itu berarti harus tau dulu nih programnya, semua sebenernya sudah ada premisnya. JHT itu 5,7%, Kematian 0,3% , Pensiun 3%, yang beda tu di Kecelakaan Kerja, antara 2,4 – 1,27%, itu tergantung dari jenis usahanya, karena tiap jenis usaha itu kan tingkat resiko pekerjaannya berbeda-beda.”
c) - sejauh program BPJS Ketenagakerjaan ini berjalan, apakah pegawai ataupun peserta merasa antusias ?
“sebelumnya udah saya sampaikan toh, mereka para peserta itu merasa sangat senang dan antusias dengan transformasi Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan, karena bukan hanya namanya aja yang ganti, tapi juga kan ditambah dengan beberapa kelebihan yang menutupi, atau mungkin juga bisa suatu saat nanti menghilangkan kekurangannya, baik dalam peraturan, regulasi, ketentuan dan lain – lainnya.”
2. -
Bagaimana kejelasan tujuan yang akan dicapai dan disusun secara jelas atau urutan kepentingan bagi para pelaksana ?
“kita sama sekali ngga ada kepentingan, kepentingan kita disini murni untuk membantu / menolong kesejahteraan tenagakerja yang ada di Indonesia, khususnya ya di Tangerang ini nih. Dengan program lanjutan dari Jamsostek yang dulu pernah ada, seperti diantaranya Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pensiunan.”
- Bagaimana kira – kira tujuan program pembaharuan ini dicapai melalui implementasi kebijakan ? jika terdapat penghambat / hambatan, maka apa saja dan bagaimana penyelesaiannya ?
“hambatan dari jaman jamsostek hingga sekarang, kita wajib, cuma ompong. Maksudnya ompong itu, ketika ada perusahaan yang tidak mendaftar atau didaftarkan, itu kan harusnya ditindak, seperti tidak dapat izin SIUP dllnya, tapi kita disini tidak bisa menindak karena kita Cuma pelaksana. Ini gimana mau ditindak kalo Disnakernya sendiri tidak berani tegas. Penyelesaiannya itu ya harus ada ketegasan dari orang nomor 1 di Indonesia ini, Presiden.”
- Bagaimana ketepatan sumber alokasi dana dalam program BPJS Ketenagakerjaan ?
“kalo dulu sebelum per Juli kemarin, pengobatannya ada limit, 20 juta plus 20, jadi 40juta. Tapi sekarang ngga ada limit, jadi selama dia masih aktif terdaftar masih bisa kita cover.”
- Bagaimana koordinasi antar lembaga terkait yang mendukung program BPJS Ketenagakerjaan ini ? dan apakah rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan ini sudah cukup untuk menaungi pekerja yang ada di Kota Tangerang ?
“koordinasi kita antar lembaga terkait seperti yang saya sebutkan tadi seperti stakeholder, Dinas Tenaga Kerja dan lainnya itu biasanya
pertemuan / meeting ya, via email juga, telpon pun pasti ya.. ada sekitar 2000 lebih di seluruh Indonesia ya, sekarang boleh dimana aja, asalkan bekerjasama dengan rumah sakit yg ada tanda / logo trauma center.”
- Kapan terakhir kali membuka lowongan pekerjaan dan seperti apa kriteria pegawai tersebut ?
“belum lama ko kita buka pendaftaran pekerjaan untuk disini itu, tanggal 15 Agustus kemarin lah kalo ngga salah, untuk lebih jelas dan pastinya bisa langsung buka dan lihat di website resmi ya, www.bpjstk.go.id. Hebatnya di kita itu untuk lowongan kerja, kita ada maksimal umur, bagi yang D3 maupun S1 itu ada maksimal umurnya, jadi yang bekerja disini itu hampir semua karyawan barunya fresh graduate. Yang penting minimal akreditasi kampusnya B.”
- Seperti apa dan bagaimana bentuk dari dukungan pejabat yang lebih tinggi untuk program BPJS Ketenagakerjaan ini di tahun yang akan datang ?
“kalo kejaksaan berarti kita kan larinya ke masalah hukum, itu kita gunakan untuk perusahaan yang belum mendaftar, menunggak iuran, sama juga dengan Disnaker. Housing Benefit itu rencana yang akan berjalan, baru akan mau. Karena juga kan kerjasama dengan bank, yang menentukan KPRnya.Program pastinya ya 4 itu tadi.
- Komitmen pemerintah dalam mendukung program ini dan bagaimana kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya sendiri ?
“sebenernya semuanya sudah bagus ko, sempurna. Cuma kepentingan politik di Indonesia itu banyaklah. Karena system politik kita di Indonesia itu poitik bagi – bagi. harusnya sih BPJS itu Cuma ada 1, bukan terbelah menjadi 2, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, di dalam Undang – Undang juga kan Cuma ada 1. Semuanya dilebur, bukan Askes megang BPJS Kesehatan, Jamsostek megang BPJS Ketenagakerjaan.”
MEMBER CHECK
Nama : Bapak Efa Zuryadi
Pekerjaan : Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS
Ketenagakerjaan Cikokol
Waktu wawancara : Kamis, 17 Desember 2015 (10:26 WIB)
Lokasi Wawancara : Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang lt. 3
Hasil Wawancara :
1.
a) - Berkaitan dengan penelitian ini, program BPJS Ketenagakerjaan secara teknis dilaksanakan oleh siapa saja yang terkait ?
“BPJS Ketenagakerjaan, koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja, Kejaksaan, dan KPNL.
- Bagaimana ketersediaan teknologi sebagai sarana pendukung program tersebut agar pelaksanaan tersebut berjalan secara efisien? Salah satunya penggunaan computer dalam system informasi manajemen terkait pengolahan data kepesertaan, klaim dan verifikasi ?
“BPJS Ketenagakerjaan ini berbasis online, untuk sistem informasi bisa didapatkan dikantor cabang manapun, termasuk jaminan pelayanan kepada peserta.”
b) - Bagamana respon dari tenaga kerja / peserta BPJS Ketenagakerjaan yg sudah terdaftar sampai saat ini ?
“sangat baik, karena perlindungan yang diberikan melalui BPJS Ketenagakerjaan dapat menciptakan rasa aman bagi mereka pada saat bekerja.”
- Seperti apa dan bagaimana menentukan presetase pembayaran iuran program ini setiap bulannya? Apakah tergantung dari jenis pekerjaan, jumlah gaji atau dari yang lainnya ?
“untuk iuran dibayar dengan presentase tertentu yang telah ditetapkan oleh Undang – Undang BPJS Ketenagakerjaan, dikalikan dengan upah perbulan yang diterima peserta.”
c) - sejauh program BPJS Ketenagakerjaan ini berjalan, apakah pegawai ataupun peserta merasa antusias ?
“ya, pada saat mereka bekerja dihadapkan kepada resiko kecelakaan kerja dan meninggal dunia, kemudian pada satu ketika mereka juga mengalami masa tua. Pada saat peristiwa itu datang, mereka sudah ada kepastian akan mendapat perlindungan dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua. Disamping itu mereka juga mendapat manfaat tambahan seperti PPKB ( Pinjaman Perumahan Kerjasama Bank ) bagi para peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.”
2. - Bagaimana kejelasan tujuan yang akan dicapai dan disusun secara jelas atau urutan kepentingan bagi para pelaksana ?
“misi kita ini menjadi jembatan menuju kesejahteraan pekerja. Ini diterjemahkan dalam program tadi, dengan mengikuti program BPJSTK, dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan sebaliknya. Program BPJSTK tidak semata menanggulangi resiko dari kecelakaan kerja dan kematian, tapi juga ada proteksi hari tua.
Proteksi hari tua ini terdiri dari JHT dan Jaminan Pensiun. Ada harapan besar bagi para peserta dimana dihari tuanya mempunyai bekal yang sudah ditabung melalui JHT dan pensiun. Secara lumsam, dia akan mendapat tabungan secara sekaligus yang dapat dijadikan usaha atau kegiatan berikutnya, setelah menjalani masa pensiun secara berkala setiap bulan. Mereka mendapat pensiun sebagai penghasilan yang hilang. Dan kedua proteksi ini tentunya yang diharapkan oleh pekerja disektor swasta.”
- Bagaimana tujuan program pembaharuan ini dicapai melalui implementasi kebijakan ? jika terdapat penghambat / hambatan, maka apa saja dan bagaimana penyelesaiannya ?
“perubahan yang mendasar dari Badan Penyelenggara PT. Jamsostek adalah ditambahkannya program pensiun. Jadi total ada 4 program, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Pensiun. Kendalanya belum semua pekerja yang belum tau tentang program BPJS Ketenagakerjaan, untuk itu perlu dilakukan sosialisasi ke seluruh masyarakat, baik itu pekerja, calon pekerja, mahasiswa atau pelajar. Sosialisasi kepada pekerja bisa dilakukan melalui sosialisasi langsung ke pabrik, atau tempat bekerja, media elektronik, media cetak, dll. Untuk pelajar dan mahasiswa dilakukan edukasi pendekatan melalui pelajaran tertentu di sekolah mereka.”
- Bagaimana ketepatan sumber alokasi dana dalam program BPJS Ketenagakerjaan ?
“dana jaminan yang diberikan kepada peserta sesuai dengan penetapan jaminan berdasar aturan UU BPJS Ketenagakerjaan no 24 tahun 2011. Pembayaran jaminan dilakukan secara langsung, tunai/transfer tanpa ada pembiayaan. Kepastian penerimaan baik kepada peserta maupun ahli waris sudah ditentukan oleh UU BPJS. Sumber dana berasal dari alokasi dana yang diperuntukkan untuk pembayaran jaminan melalui RKAT ( Rencana Kerja Anggaran Tahunan ) setiap tahun.”
- Bagaimana koordinasi antar lembaga terkait yang mendukung program BPJS Ketenagakerjaan ini ? dan apakah rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan ini sudah cukup untuk menaungi pekerja yang ada di Kota Tangerang ?
“sesuai dengan BPJS Ketenagakerjaan, maka salah satu program Jaminan Kecelakaan Kerja harus dilakukan melalui Rumah Sakit Trauma Center. Rumah sakit bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk melayani peserta khusus kasus kecelakaan kerja. Kerjasama rumah sakit ini dapat digunakan oleh BPJS Ketenagakerjaan cabang lain bila pesertanya mengalami kecelakaan kerja tidak bisa ditentukan wilayahnya / keberadaannya. Melalui jaringan trauma center peserta dapat ditolong dan diobati, baik rawat inap maupun rawat jalan sampai sembuh total, yang dinyatakan oleh dokter. Tanpa batas biaya, sesuai kondisi medis, sampai tenagakerja bekerja kembali.
-
Kapan terakhir kali membuka lowongan pekerjaan dan seperti apa kriteria pegawai tersebut ?
“setiap tahun ada lowongan kerja dari semua bidang dan disiplin ilmu, diseleksi melalui lembaga professional untuk mendapat kualitas SDM yang bermutu. Ketersediaan SDM yang bermutu berimplikasi kepada tingkat pelayanan pada peserta.”
- Seperti apa dan bagaimana bentuk dari dukungan pejabat yang lebih tinggi untuk program BPJS Ketenagakerjaan ini di tahun yang akan datang ?
“dukungan dari stakeholder, karena ini program dari pemerintah, semua instansi harus bersinergi untuk menjalankan program BPJS Ketenagakerjaan. kesejahteraan masyarakat sangat dibutuhkan dari pelaksanaan 4 jaminan sosial di suatu Negara. Tidak saja dalam negeri. Dunia internasional pun sangat mendukung perlindungan jaminan sosial tenagakerja diseluruh dunia, karena jaminan sosial merupakan hak asasi pekerja.”
- Komitmen pemerintah dalam mendukung program ini dan bagaimana kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya sendiri ?
“komitmen Pemerintah Daerah jelas, dalam bentuk regulasi yang diamanatkan oleh negara dan dilaksanakan secara konsisten oleh siapapun yang menjabat di pemerintahan suatu daerah. Tidak ada tawar menawar dari pelaksanaan Undang – Undang Jaminan Sosial. Apabila suatu daerah ingin maju, semua industri harus diwajibkan oleh pemerintah daerah agar melaksanakan UU Jaminan Sosial. Apabila suatu daerah ingin tumbuh industri untuk menampung lapangan pekerjaan, maka dia harus menjamin kepada buyer internasional dan investor internasional bahwasannya daerah tersebut melaksanakan social security sesuai standar ILO ( International Labor Organization ). Apabila suatu daerah tidak ada komitmen untuk melaksanakan jaminan sosial tenagakerja, maka produk hasil industri daerah tersebut tidak bisa ditolelir masuk ke dalam pasar internasional. Oleh karena itu, salah satu syarat audit dari buyer internasional, dari produk hasil industri terkait dengan program BPJS Ketenagakerjaan.”
MEMBER CHECK
Nama : Warsono
Pekerjaan : Buruh ( tidak menyebut tempat kerja )
Waktu wawancara : Jumat, 27 November 2015 jam 10.40 WIB
Lokasi Wawancara : Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangerang I
Hasil Wawancara :
1. Apakah pihak dari BPJS Ketenagakerjaan atau tempat anda bekerja pernah mensosialisasikan program dari BPJS Ketenagakerjaan ? Bagaimana kondisi yang ditimbulkan dengan adanya kebijakan program tersebut serta bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai teknologi pendukungnya ?
“selama 13 tahun saya kerja disini ngga ada sosialisasi dari BPJS Ketenagakerjaan mas, belum pernah. Paling Cuma dari pihak HRD aja yang ngasih penjelasan tentang ini itunya. Jadi ibaratnya mah penyambung lidah dari BPJS Ketenagakerjaan ke Pabrik saya gitu mas.”
2. Apakah anda setuju atau mendukung dengan program yang diwajibkan oleh BPJS Ketenagakerjaan ( JKK, JHT dan Jaminan Kematian ) ?
“kalo saya ini kan buruh ya, ya ngga setuju sebenernya karena dilema, sangat keberatan malah, gaji udah segininya pake buat bayar segala macem, lah emang ngga seberapa, ini baru di potong buat bayar BPJS loh mas, belom dipotong buat bayar yg laen lagi. Ya pokoknya mah saya ngga setuju kalo semuanya kebijakan dan peraturan di handle sama pemerintah.”
3. bagaimana dengan fasilitas dan pelayanan dari rumah sakit yang didapat dengan menggunakan klaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan ? dan apakah anda merasa senang / antusias dengan program dan kebijakan pemerintah tentang BPJS Ketenagakerjaan ?
“itu kalo saya belom pernah mas, Alhamdulillah. Jangan sampe lah amit amit. Bukannya apa mas, yang sakit ya sakit, yang minta persyaratan atau prosedur sana sini yg bikin pusing. Iya kalo pas kita sakit biayanya gratis semua mas, kan ada beberapa yg ngga gratis kaya obat gitu ada yg ngga ditanggung mas, jadi ya otomatis kita harus nebus itu obat pake uang sendiri. Kalo seneng/antusias sama program ini sih kayanya engga mas, kaya yang tadi udah saya bilang.. dilema.. setuju ngga setuju..
4. sejauh mana komitmen pemerintah dalam mendukung program ini dan bagaimana kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksananya sendiri ?
“saya bingung toh mas kalo ditanya kualitas dan kuantitas pemerintah, serada ngga ngerti. Wong namanya juga buruh pabrik, tapi kalo menurut saya mah kurang, karena ada sebagian atau mungkin banyak orang yang merasa dirugikan dengan adanya ini, termasuk saya”
Nama : Harri Widiarsa
Hari : Rabu, 27 Maret 2016, pukul 16:15 WIB
Lokasi : Kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Banten.
1. Bagaimana dukungan teori dan teknologi yang digunakan ORI Perwakilan Provinsi Banten dalam pengawasan pelayanan public yang digunakan saat ini ?
- Dukungan teori seperti dalam bentuk Undang – Undang itu kita berdasar UU No. 37 tahun 2008, UU No. 25 tahun 2009, dan UU No. 23 tahun 2014. Teknologi yang kita gunakan dalam penerimaan laporan pelayanan publik dapat melalui telepon, fax, email, juga bisa datang langsung ke kantor Ombudsman.
2. Sebagai pengawas pelayanan public, laporan apa yang sering menjadi pengaduan masyarakat terutama dalam BPJS Ketenagakerjaan? bagaimana dengan alur atau proses penanganan dan penyelesaiannya ?
- Laporan yang sering menjadi pengaduan masyarakat itu diantaranya :
a. Kamar perawatan selalu dikatakan penuh dan penanganan pasien masih lambat
b. Antrian menjadi pasien BPJS di RS yang harus mengantri lama
c. Syarat perusahaan untuk terdaftar di BPJS ( misalkan perusahaan tersebut tidak ada pegawai tetap)
d. Terbatasnya loket pembuatan pada kantor perwakilan BPJS untuk pendaftar mandiri dengan perusahaan
e. Pembayaran pegawai negeri melalui potongan langsung setiap bulan tetapi ternyata tidak masuk saat akan digunakan dengan alasan kartu tidak aktif.
- Proses penanganan laporan pertama dari keluhan masyarakat akan ditelaah oleh Ombudsman; apabila berkas belum lengkap, pelapor akan dihubungi kembali agar melengkapi data yang diperlukan; bila perlu pelapor dapat berkonsultasi di Kantor Ombudsman RI atau Perwakilan Ombudsman RI; dan Ombusman akan menyiapkan permintaan klarifikasi dan rekomendasi yang ditujukan kepada instansi yang dilaporkan dengan tembusan kepada instansi yang terkait serta pelapor tentunya.
- Alur penyelesaian laporan/pengaduan sendiri sesuai dengan undang – undang Ombudsman RI No. 37 tahun 2008.
Pertama, laporan masyarakt atau inisiatif Ombudsman. Mengisi data diri lengkap, memuat kronologis peristiwa. ( pasal 24 )
Kedua, seleksi laporan atau pengaduan dari masyarakat. Ombudsman RI memeriksa laporan, jika data kurang lengkap maka Ombudsman RI akan memberikan laporan tertulis kepada pelapor, paling lambat 30 hari untuk melengkapi laporan, jika lewat dari 30 hari maka pelapor dianggap mencabut laporannya. ( pasal 25 ).
Ketiga, proses pemeriksaan. Pada tahap ini Ombudsman RI dapat menetapkan berwenang atau tidak melanjutkan pemeriksaan. Jika berwenang maka Ombudsman akan melakukan: klarifikasi tertulis; investigasi lapangan; pemanggilan; mediasi; ajudikasi khusus; dan systemic review. ( pasal 28 )
Keempat, monitoring. Dapat dilakukan kepada Presiden Ri, publikasi terhadap media, dan terakhir DPR RI.
Terakhir, rekomendasi ombudsman. Kesimpulan, pendapat dan saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, kepada atasan terlapor untuk dilaksanakan dan atau ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan muru penyelenggaraan administrasi yang baik. ( pasal 37, 38, 39 )
3. Seperti apa dan bagaimana bentuk dukungan dari pemerintah untuk mendukung ORI Perwakilan Provinsi Banten dalam mengawasi pelayanan public ?
- Bentuk dukungan kongkrit dalam bentuk APBN dan/APBD, itu juga dana dari negara, bukan dari pemerintah, juga hubungan kerjasama untuk sama – sama meningkatkan kualitas pelayanan public.
4. Sejauh mana komitmen pemerintah dalam mendukung pengawasan yang dilakukan oleh ORI Perwakilan Provinsi Banten? Dan bagaimana kualitas dan kuantitas dari pejabat pelaksana yang ORI Perwakilan Provinsi lihat sampai saat ini ?
- Secara lisan pemerintah sangat berkomitmen. Ada beberapa yang memang sangat fokus menangani permasalahan, ada juga yang cuek.
5. Bagaimana koordinasi antar lembaga yang dilakukan oleh Ombudsman dan pihak penyelenggara program BPJS Ketenagakerjaan ?
- Kita koordinasi dalam hal yang memang perlu di koordinasikan. Koordinasi yang kita lakukan antar lembaga yang dilakukan Ombudsman tergantung, tidak dalam tenggat waktu, dalam arti kita koordinasi ngga terikat waktu. Kapan aja kita koordinasi jika memang ada pengaduan dengan pihak dan sesuai dengan wewenang kita.
6. Hambatan apa yang sering di temui oleh Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten dalam melakukan pengawasan pelayanan public ?
- Secara teknis hambatan kita itu laporannya banyak, semuanya mau cepat, semuanya mau prioritas, kita juga berdasarkan undang – undang. Tidak bisa siapa cepat dia dapat, itu tergantung dari kasus pelayanan yang kita preview berdasar kronologi pelapor.