Upload
wafflox
View
2.413
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN
PROGRAM PASCA SARJANA ANGKATAN I
IMPLEMENTASI RESTORATIVE JUSTICE
OLEH PENYIDIK POLRI
MATA KULIAH TEORI HUKUM
OLEH
ROBERTHO PARDEDE
2011661003
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem hukum harus ditegakkan oleh aparatur penegak hukum yang bersih,
berani serta tegas. Pemberdayaan aparatur hukum tidak dapat diwujudkan manakala
aparat penegak hukum tidak bersih atau korup. Aparat penegak hukum tidak bersih
atau korup dapat mengakibatkan krisis kepercayaan para warga terhadap hukum
merupakan cerminan budaya hukum masyarakat.1
Indonesia adalah negara yang berdasarkankan atas hukum dan tidak didasarkan
atas kekuasaan. Hukum harus dijadikan panglima dalam menjalankan roda kehidupan
berbangsa dan bernegara. Disamping kepastian dan keadilan hukum juga berfungsi
untuk kesejahteraan hidup manusia. Sehingga boleh dikatakan bahwa berhukum
adalah sebagai medan dan perjuangan manusia dalam konteks mencari kebahagiaan
hidup.2
Kondisi umum penegakan hukum di Indonesia sampai dengan saat ini belum
membaik, bahkan ada kecenderungan mengalami penurunan baik secara kualitas
maupun kuantitas. Fenomena yang terjadi adalah adanya diskriminasi dalam
penegakan hukum. Perkara-perkara yang melibatkan masyarakat marginal proses
penyelesaian perkaranya begitu cepat, sementara perkara-perkara yang melibatkan
masyarakat elit menjadi kabur dan pelakunya kebanyakan bebas. Hal ini terlihat secara
jelas dalam, perkara-perkara korupsi yang dicampuradukan dengan masalah politik
(dipolitisasi) yang mengakibatkan aparat penegak hukum menjadi takut untuk
menuntaskannya.
Menurut Soerjono Soekanto, masalah pokok penegakkan hukum sebenarnya
terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut
mempunyai arti netral sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-
faktor tersebut, yang mana faktor-faktor yang dimaksud adalah :3
1 Prof. Drs. DPM. Sitompul, S.H., M.H. & Prof. Dr. H.R. Abdussalam, SIK., S.H., M.H., Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Restu
Agung, 2007, h. 7.
2 Sabian Usman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2009 hlm.13 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h.
8.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
2
1. Faktor hukumnya sendiri (misalnya undang-undang)
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada aksara manusia didalam pergaulan hidup.
Relevan dengan teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto
tersebut, Romli Atmasasmita mengatakan faktor-faktor yang menghambat efektivitas
penegakan hukum tidak hanya terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum
(hakim, jaksa, polisi dan penasihat hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor
sosialisasi hukum yang sering diabaikan.4
Salah satu penyebab kemandegan yang terjadi didalam dunia hukum adalah
karena masih terjerembab kepada paradigma tunggal positivisme yang sudah tidak
fungsional lagi sebagai analisis dan kontrol yang bersejalan dengan tabel hidup
karakteristik manusia yang senyatanya pada konteks dinamis dan multi kepentingan
baik pada proses maupun pada peristiwa hukumnya.5 Sehingga hukum hanya dipahami
dalam artian yang sangat sempit, yakni hanya dimaknai sebatas undang-undang,
sedangkan nilai-nilai diluar undang-undang tidak dimaknai sebagai sebuah hukum.
Pada awalnya hukum positif dipandang bisa memberikan harapan untuk
mengatur berbagai persoalan pada masyarakat modern sehingga (diprediksi) bisa
mencapai ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Namun demikian, pada kenyataanya
dan dalam perkembangannya, sifat hukum positif yang netral dan liberal, justru
menjadikan hukum modern menjadi terasing dang realitas-realitas yang terus
berkembang semakin pesat.6
Reformasi yang telah bergulir di Indonesia telah membawa pola kehidupan
bernegara yang lebih demokrasi, namun ironisnya reformasi yang bertujuan
memberantas korupsi melalui penegakkan supremasi hukum malah semakin
4 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum - Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2001, h. 55.
5 Sabian Utsman, Op. Cit., h. 219.6 Satjipto Rahardjo (Khudzaifah Dimyati, ed), Ilmu Hukum: Pencarian Pembebasan dan Pencerahan, Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2004, h. 35.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
3
merajalela, sementara supremasi hukum bagaikan menegakkan benang yang basah
dan hukum semakin carut-marut tak jelas arahnya. Prof. Mahfud MD., secara lantang
berteriak bahwa :
…pengacara banyak yang rusak karena dengan kegenitannya merekabukan tampil sebagai pengacara untuk idealisme, melainkan untuk
mencari kemenangan dengan berbagai cara demi uang popularitas…
Hakim pun setali tiga uang, kinerjanya semakin buruk, suap-menyuap dan
pemerasan dalam menangani perkara semakin marak. Bahkan ada
kasus, hakim menerima suap dan memeras justru ketika kita sedang
meneriakkan banyaknya hakim yang menjualbelikan kasus… Celakanya,
putusan pengadilan betapapun salah dan sesatnya tetaplah mengikat dan
harus dilaksanakan jika sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.7
Dari uraian tersebut diatas, penulisan makalah ini bermaksud mengangkat
permasalahan mengenai :
1. Bagaimana mengimplementasikan pendekatan atau konsep keadilan
restoratif (restorative justice) dalam penanganan tindak pidana ?
2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh penyidik dilapangan dalam
menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penanganan
tindak pidana ?
7 Moh. Mahfud MD., Hukum Tak Kunjung Tegak, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007, h. 76-77.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mengimplementasikan pendekatan atau konsep keadilan restoratif
(restorative justice) dalam penanganan tindak pidana.
Menurut Black’s Law Dictionary , penegakan hukum (law enforcement ), diartikan
sebagai “the act of putting something such as a law into effect; the execution of a law;
the carrying out of a mandate or command” .8 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan kaidah-
kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di belakangnya. Aparat penegak hukum
hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum (legal spirit ) yang mendasari peraturan
hukum yang harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam
proses pembuatan perundang-undangan (law making process ).9
Selain itu dalam Black’s Law Dictionary, dengan editor Bryan A. Garner
menerjemahkan penegakan hukum sebagai pertama; The detection and punishment of
violations of the law. The term is not limited to the enforcement of criminal laws, for
example, the Freedom of Information Act contains an exemption for law-enforcement
purposes and furnished in confidence. That exemption is valid for the enforcement of a
variety of noncriminal laws (such as national-security laws) as well as criminal laws.
Kedua; Criminal justice. Ketiga; Police officers and other members of the executive
branch of government charged with carrying out and enforcing the criminal law.10
Satjipto Rahardjo membedakan istilah penegakan hukum (law enforcement )
dengan penggunaan hukum (the use of law ). Penegakan hukum dan penggunaan
hukum adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat menegakkan hukum untuk
memberikan keadilan, tetapi orang juga dapat menegakkan hukum untuk digunakan
bagi pencapaian tujuan atau kepentingan lain. Menegakkan hukum tidak persis sama
dengan menggunakan hukum.11
8 Black Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, 6th Edition, St. Paul Minesota: West Publishing, 1999, h. 578.
9 Muladi, Hak Asasi Manusia-Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Cetakan Kedua, Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2002, h. 69.10 Bryan A. Garner (Editor In Chief), Black’s Law Dictionary, 7th Edition, St. Paul Minesota: West Publishing, 1999, h. 891. 11 Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006, h. 169.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
5
Penegakan hukum merupakan sub-sistem sosial, sehingga penegakannya
dipengaruhi lingkungan yang sangat kompleks seperti perkembangan politik, ekonomi,
sosial, budaya, hankam, iptek, pendidikan dan sebagainya. Penegakan hukum harus
berlandaskan kepada prinsip-prinsip negara hukum sebagaimana tersirat dalam UUD
1945 dan asas-asas hukum yang berlaku di lingkungan bangsa-bangsa yang beradab
(seperti the Basic Principles of Independence of Judiciary ), agar penegak hukum dapat
menghindarkan diri dari praktik-praktik negatif akibat pengaruh lingkungan yang sangat
kompleks tersebut.12
Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum
menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini
hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara
masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the
positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Roscoe Pound (1870-
1964) merupakan salah satu eksponen dari aliran ini. Dalam bukunya An introduction
to the philosophy of law, Pound menegaskan bahwa hukum itu bertugas untuk
memenuhi kehendak masyarakat yang menginginkan keamanan yang menurut
pengertian yang paling rendah dinyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum. Dalam
kaitannya dengan penerapan hukum Pound menjelaskan tiga langkah yang harus
dilakukan :13
1. menemukan hukum
2. menafsirkan hukum
3. menerakan hukum
Dari sini dapat kita lihat Pound hendak mengedepankan aspek-aspek yang ada
ditengah-tengah masyarakat untuk diangkat dan ditearpkan kedalam hukum. Bagi aliran
Sociological Jurisprdence titik pusat perkembangan hukum tidak terletak pada undang-
undang, putusan hakim, atau ilmu hukum, tetapi terletak pada masyarakat itu sendiri.
Dalam proses mengembangkan hukum harus mempunyai hubungan yang erat dengan
nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat bersangkutan. Lebih lanjut Roscoe Pound
berpendapat hukum adalah alat untuk memperbaharui (merekayasa) masyarakat (law
as a tool of social engineering). Untuk dapat memenuhi peranannya tersebut Pound
12
Muladi, Op. Cit. h. 70.13 Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, Jakarta: Bharatara Niaga Media, 1996, h. 52.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
6
mengedepankan rasa keadilan yang ada di masyarakat. Pandangan aliran Sociological
Jurisprudence, dapat dirumuskan sebagai berikut “ …. Hukum itu dianggap sebagai
satu lembaga sosial untuk memuaskan kebutuhan masyarkat, tuntutan, permintaan dan
pengharapan yang terlibat dalam kehidupan masyarakat….”14 Dengan demikian dapat
dipahami bahwa ekspektasi yang hidup dimasyarakat termasuk didalamnya nilai-nilai
keadilan yang ada harus dikedepankan demi terwujudnya tatanan hukum.
Konsepsi operasional tentang bekerjanya hukum dalam masyarakat dengan
didasarkan pada dua konsep yang berbeda yaitu konsep tentang ramalan-ramalan
mengenai akibat-akibat (prediction of consequences ) yang dikemukakan oleh Lundberg
dan Lansing tahun 1973 dan konsep Hans Kelsen tentang aspek rangkap dari suatu
peraturan hukum.15 Berdasarkan konsep Lundberg dan Lansing, serta konsep Hans
Kelsen tersebut Robert B. Seidman dan William J. Chambliss menyusun suatu teori
bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan suatu peraturan
perundang-undangan sangat tergantung banyak faktor. Secara garis besar bekerjanya
hukum dalam masyarakat akan ditentukan oleh beberapa faktor utama. Faktor-faktor
tersebut dapat:
a. Bersifat yuridis normatif (menyangkut pembuatan peraturan perundang-
undangannya).
b. Penegakannya (para pihak dan peranan pemerintah).
c. Serta faktor yang bersifat yuridis sosiologis (menyangkut pertimbangan
ekonomis serta kultur hukum pelaku bisnis).16
Sejarah konfigurasi politik di Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut
dan naik pasang secara bergantian antara demokratis dan otoriter. Dengan logika
pembangunan ekonomi yang menjadi prioritas utamanya, periode Orde Baru
menampilkan watak otoriter-birokratis. Orde baru tampil sebagai Negara kuat yang
mengatasi berbagai kekuatan yang ada dalam masyarakat dan berwatak intervensionis.
14 Ibid., h. 51.
15 Ronny Hanitijo Soemitro, Perspektif Sosial dalam Pemahaman Masalah-Masalah Hukum, Semarang: CV Agung, 1989, h.
23. 16 Suteki, Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Air Berbasis Nilai Keadilan
Sosial (Studi Privatisasi Pengelolaan Sumber Daya Air) Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas
Diponegoro Semarang, 2008, h. 34.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
7
Dalam konfigurasi demikian hak-hak politik rakyat mendapat tekanan atau pembatasan-
pembatasan.17
Agenda reformasi yang menjadi tuntutan masyarakat adalah bagaimana
terpenuhinya rasa keadilan ditengah masyarakat. Namun didalam realitanya, ukuran
rasa keadilan masyarakat itu tidak jelas. Menurut Hakim Agung Abdul Rachman Saleh,
rasa keadilan masyarakat yang dituntut harus mampu dipenuhi oleh para hakim itu tidak
mudah. Hal ini dikarenakan ukuran rasa keadilan masyarakat tidak jelas.18
Keadilan adalah inti atau hakikat hukum. Keadilan tidak hanya dapat dirumuskan
secara matematis bahwa yang dinamakan adil bila seseorang mendapatkan bagian
yang sama dengan orang lain. Demikian pula, keadilan tidak cukup dimaknai dengan
simbol angka sebagaimana tertulis dalam sanksi-sanksi KUHP, misalnya angka 15
tahun, 5 tahun, 7 tahun dan seterusnya. Karena keadilan sesungguhnya terdapat
dibalik sesuatu yang tampak dalam angka tersebut (metafisis), terumus secara filosofis
oleh petugas hukum/hakim.19
Dalam sistem hukum dimanapun didunia, keadilan selalu menjadi objek
perburuan, khususnya melalui lembaga pengadilannya. Keadilan adalah hal yang
mendasar bagi bekerjanya suatu sistem hukum. Sistem hukum tersebut sesungguhnya
merupakan suatu struktur atau kelengkapan untuk mencapai konsep keadilan yang
telah disepakati bersama.20
Dilihat dari kepentingan internal sistem hukum itu sendiri, dalil integritas itu
memang dapat dipahami. Tapi hukum bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Hukum
adalah alat bagi manusia. Ia merupakan instrumen untuk melayani kebutuhan manusia.
Dalam makna ini, isolasi sistem hukum dari berbagai institusi sosial di sekitarnya, justru
berdampak buruk dari sisi kebutuhan manusia itu sendiri. Hukum. Dengan mudah
berubah menjadi institusi yang melayani diri sendiri, bukan lagi melayani manusia.
Hukum tidak lagi bisa diandalkan sebagai alat perubahan dan sebagai alat untuk
mencapai keadilan substantif. Akibatnya jelas, legitimasi sosial dari hukum itu melorot
tajam.21
17 Mahfud MD, Op. Cit. hlm. 345. 18 Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Univesitas Indonesia, 2008, hlm. 340.
19 Andi Ayyub Saleh, Tamasya Perenungan Hukum dalam “Law in Book and Law in Action” Menuju Penemuan Hukum
(Rechtsvinding), Jakarta: Yarsif Watampone, 2006, hlm. 70.
20 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006, hlm. 270. 21 Philippe Nonet & Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward Tanggapanive Law, London: Harper and Row
Publisher, 1978
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
8
Satjipto Rahardjo (1993) mengatakan bahwa dalam pertukaran (interchange-
interaction) dengan masyarakat atau lingkungannya, ternyata polisi memperlihatkan
suatu karakteristik yang menonjol dibandingkan dengan yang lain (hakim, jaksa dan
pengacara). Polisi adalah hukum yang hidup atau ujung tombak dalam penegakkan
hukum pidana. Dalam melakukan penangkapan dan penahanan misalnya, polisi
menghadapi atau mempunyai permasalahan sendiri. Pada saat memutuskan untuk
melakukan penangkapan dan penahanan, polisi sudah menjalankan pekerjaan yang
multifungsi, yaitu tidak hanya sebagai polisi tetapi sebagai jaksa dan hakim sekaligus.22
Penyidikan tersebut sangat rawan dan potensial untuk terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) atau penyimpangan polisi (police
deviance) baik dalam bentuk police corruption maupun police brutallity. Internal Polri
sendiri telah melakukan otokritik terhadap hal tersebut yang mengungkapkan praktik
penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat atau petugas Polri, terutama dalam
pelaksanaan kewenangan penyidikan.23
Praktik penyidikan yang berlangsung selama ini menunjukkan bahwa aliran
positivisme hukum atau paham legisme dan berdasarkan asas kepastian hukum
merupakan aliran filsafat hukum yang menjadi arus utama (mainstream) dalam
pelaksanaan kewenangan penyidikian yang dilakukan oleh penyidik Polri, dan metode
penafsiran atau interpretasi yang dominan adalah penafsiran otentik atau gramatika.
Hal ini berarti model penalaran hukum yang utama dalam pelaksanaan kewenangan
penyidikan oleh penyidik Polri adalah model penalaran positivisme hukum.24
Restorative Justice sebagai salah usaha untuk mencari penyelesaian konflik
secara damai di luar pengadilan masih sulit diterapkan. Di Indonesia banyak hukum
adat yang bisa menjadi restorative justice, namun keberadaannya tidak diakui negara
atau tidak dikodifikasikan dalam hukum nasional. Hukum adat bisa menyelesaikan
konflik yang muncul di masyarakat dan memberikan kepuasan pada pihak yang
berkonflik. Munculnya ide restorative justice sebagai kritik atas penerapan sistem
peradilan pidana dengan pemenjaraan yang dianggap tidak efektif menyelesaikan
konflik sosial. Penyebabnya, pihak yang terlibat dalam konflik tersebut tidak dilibatkan
22 Satjipto Rahardjo, Studi Kepolisian Indonesia: Metodologi dan Substansi, Artikel disampaikan pada Simposium
Nasional Polisi Indonesia, Semarang: Fakultas Hukum UNDIP, 19-20 Juli 1993.
23 Farouk Muhammad, Reformasi Sistem Peradilan Pidana: Aspek Kepolisian, Artikel disampaikan pada Kuliah Umum
tentang Reformasi Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Pasundan, 16 Februari
2008.24 Zulkarnein Koto, Penalaran Hukum Penyidik Polri: Antara Kepastian Hukum dan Keadilan (Gagasan Mewujudkan
Keadilan Pancasila), Jurnal Studi Kepolisian STIK – PTIK, Jakarta, Edisi 075, Juni-November 2011.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
9
dalam penyelesaian konflik. Korban tetap saja menjadi korban, pelaku yang dipenjara
juga memunculkan persoalan baru bagi keluarga dan sebagainya.25
Penyidikan perkara pidana berdasarkan aliran positivisme hukum tersebut
secara ketat dan kaku (vague and unresponsive) dirasakan telah menimbulkan
ketidakadilan dan bertolak belakang dengan tuntutan keadilan yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat. Pada beberapa perkara yang mendapat perhatian publik
atau pemberitaan secara meluas, telah menimbulkan kritik dan protes terhadap Polri,
misalnya perkara Rasjo seorang kakek berusia 77 tahun yang mencuri sabun mandi,
Prita Mulyasari, tindak pidana perjudian yang dilakukan 10 orang anak di Bandara
Soekarno-Hatta, pencurian tiga biji kakao oleh Mbok Minah, pencurian dua kilogram
kapuk, pencurian dua buah semangka, pencurian sepasang sandal, pencurian pulsa
oleh Deli, Endi Rohendi, seorang buruh tani di Sumedang, Jawa Barat, terancam dijerat
hukuman lima tahun penjara karena mencuri sehelai celana dalam milik seorang
wanita, dan lain-lain. Penyidikan pada berbagai kasus tersebut menunjukkan bahwa :26
1. Perbuatan para tersangka memang dipandang memenuhi unsur-unsur tindak
pidana namun penyidik telah mengesampingkan rasa keadilan masyarakat
(social justice) yang berkembang secara meluas.
2. Penyidik tidak melakukan penafsiran secara contra legem dengan
mengesampingkan ketentuan hukum yang diterapkan, akan tetapi secara
kaku atau ketat menafsirkan hukum secara rules and logic sesuai dengan
kepastian hukum.
3. Penafsiran hukum penyidik masih berdasarkan rules and logic,
mengesampingkan realitas sosial yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat yang mengamanatkan penafsiran hukum berdasarkan analisis
nonhukum (penafsiran sosiologis atau teleologis)
4. Dalam penyidikan tindak pidana anak, penyidik tidak memperhatikan dan
mengimplementasikan Telegram Kapolri No. Pol.: TR/1124/XI/2006 tentang
Petunjuk dan Arahan (jukrah) Penanganan Anak yang Berhadapan dengan
Hukum sebgai peraturan Kepolisian yang mengamanatkan penyidik
berdasarkan kewenangan diskresinya seyogyanya melakukan tindakan
25 Prof. Dr. Muhammad Mustofa, MA: Disampaikan dalam Lokakarya Menghukum Tanpa Memenjarakan:
Mengaktualisasikan Gagasan "Restorative Justice" di Indonesia, di Depok, Kamis (26/2/2004). Diskusi yang
diselenggarakan Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI dan Australia Agency for InternationalDevelopment.
26 Satjipto Rahardjo, Penegakkan Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
10
diversi dalam bentuk pengembalian kepada orang tua si anak, baik tanpa
maupun disertai peringatan informal ataupun melaksanakan mediasi seperti
menjadi perantara guna mengkomunikasikan atau memfasilitasi pemenuhan
kebutuhan korban dan perlindungan terhadp anak sebagai pelaku dalam
bingkai tujuan menyelesaikan persoalan yang timbul akibat perbuatan yang
dilakukan pelaku.
5. Kuatnya aliran positivisme hukum sebagai arus utama (mainstream) di
lingkungan penyidik Polri, telah mengesampingkan ketentuan hukum yang
terdapat dalam pasal 16 ayat (1) huruf l UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri
yang menentukan bahwa aparat atau petugas Kepolisian berdasarkan
kewenangan diskresi yang dimilikinya dapat mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang bertanggungjawab.
6. Penyidikan yang mengedepankan paham legalistik atau formal-prosedural
dan birokratis tersebut berkaitan dengan proses penyidikan yang dilakukan
berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Proses Penyidikan
dalam bentuk Buku Petunjuk Pelaksanaan, Buku Petunjuk Lapangan dan
Buku Petunjuk Administrasi sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan
Kapolri No. Pol.: Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan
Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana yang menganut aliran positivisme
hukum, karena peraturan Kepolisian ini memang didasarkan pada KUHAP
yang menganut asas legalitas (Pasal 3 KUHAP)
7. Penyidikan yang dilakukan sebagaimana halnya dengan kegiatan
penegakkan hukum lainnya yang sejatinya adalah dalam rangka pemberian
keadilan (dispencing of justice) justru memunculkan kesenjangan atau
diskrepansi antara penegakkan hukum yang dilakukan dengan tuntutan
keadilan masyarakat, karena mengesampinkan hukum yang hidup di
masyarakat (the living law dari Eugen Erlich)
Wajah lain dari hukum dan proses hukum yang formal tadi adalah terdapatnya
fakta bahwa keadilan formal tadi, sekurang-kurangnya di Indonesia, ternyata mahal,
berkepanjangan, melelahkan, tidak menyelesaikan masalah dan, yang lebih parah lagi,
penuh dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu dari berbagai masalah
yang menjadikan bentuk keadilan ini terlihat problematik adalah, mengingat terdapat
dan dilakukannya satu proses yang sama bagi semua jenis masalah (one for all
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
11
mechanism ). Inilah yang mengakibatkan mulai berpalingnya banyak pihak guna
mencari alternatif penyelesaian atas masalahnya.27
Berdasarkan hasil penelitian bidang PPTIK STIK-PTIK(2010), dalam praktik
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polri selama ini, selain berdasarkan aliran
positivisme hukum, pengambilan keputusan dalam proses penyidikan berdasarkan
model penalaran hukum sociological jurisprudence sudah biasa dilakukan oleh penyidik
Polri. Hal ini dilakukan oleh penyidik Polri dengan mengimplementasikan pendekatan
atau konsep keadilan restoratif (restorative justice) dalam penanganan tindak pidana.
Meskipun pada tataran formulatif, Polri secara tegas hanya mengatur implementasi
konsep keadilan restoratif dalam penanganan tindak pidana anak sebagaimana diatur
dalam Telegram Kapolri No.Pol.: TR/1124/XI/2006 tentang Petunjuk dan Arahan
(Jukrah) Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum, akan tetapi dalam
praktik penyidikan yang berlangsung selama ini, konsep keadilan restoratif juga
diterapkan dalam penyidikan tindak pidana lain.28
Praktik penyidikan tindak pidana oleh penyidik Polri dengan
mengimplementasikan konsep keadilan restoratif, antara lain dalam perkara atau kasus
hak atas kekayaan intelektual (HAKI) seperti merek dan hak cipta yang wujud
penyelesaiannya melalui permufakatan antara kedua belah pihak yang diakhiri dengan
pencabutan Laporan Polisi. Selain itu ada juga tindak pidana penganiayaan ringan,
pencurian ringan, penipuan, pemalsuan, penggelapan, perbuatan cabul, perusakan
barang, perzinahan dan kekerasan dalam rumah tangga (kdrt) serta kecelakaan lalu
lintas.
B. Kendala-kendala yang dialami oleh penyidik di lapangan dalam
mengimplementasikan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penanganan
tindak pidana.
Didalam menerapkan atau mengimplementasikan konsep keadilan restoratif,
penyidik Polri acapkali mengalami keragu-raguan dalam mengambil keputusannya
pada proses penyidikan, terutama apabila pelaku/keluarganya dan korban/keluarganya
27 Prof. Adrianus Meliala, Ph.D, Penyelesaian Sengketa Alternatif: Posisi Dan Potensinya Di Indonesia, Jakarta: Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008, h. 1. 28 Bidang PPITK-STIK PTIK, Implementasi Pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Penanganan
Tindak Pidana, Laporan Penelitian, Jakarta: STIK-PTIK, 2010.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
12
maupun masyarakat ternyata menginginkan perdamaian dalam penyelesaian kasus
atau perkaranya, hal ini disebabkan tidak adanya aturan ataupun payung hukum
maupun prosedur/mekanisme formal untuk mengakomodir hal tersebut sehingga situasi
ini menjadi hal yang dilematis bagi penyidik Polri dilapangan yang berdasarkan pada
faktor-faktor :
1. Kekhawatiran atau ketakutan penyidik akan dipersalahkan oleh pimpinan
atau atasan penyidik dan dipermasalahkan pada pengawasan dan
pemeriksaan oleh institusi pengawas dan pemeriksa internal Polri yang
menggunakan parameter formal prosedural.
2. Tidak adanya payung hukum yang mengatur dan menjadi landasan legitimasi
dalam mengambil keputusan pada prose penyidikan apakah berdasarkan
konsep keadilan restoratif atau konsep/pendekatan lain yang bersesuaian
dengan aliran sociological jurisprudence.
3. Selain tidak adanya payung hukum diatas, kendala dalam
mengimplementasikan konsep keadilan restoratif atau konsep/pendekatan
lain yang berkesesuaian dengan aliran sociological jurisprudence adalah
tidak adanya prosedur atau mekanisme yang formal-prosedural untuk
mengimplementasikannya.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian dan pembahasan-pembahasan di atas maka dalam
penulisan makalah ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengimplementasian pendekatan atau konsep keadilan restoratif (restorative
justice) oleh penyidik sudah biasa dilakukan terhadap penyidikan tindak
pidana lain, meskipun Polri secara tegas hanya mengatur dalam penanganan
tindak pidana anak sebagaimana tercantum dalam Telegram Kapolri No.Pol.:
TR/1124/XI/2006 tentang Petunjuk dan Arahan Penanganan anak yang
berhadapan dengan hukum.
2. Pengimplementasian konsep keadilan restoratif (restorative justice) pada
tindak pidana selain penanganan anak yang berhadapan dengan hukum
masih terkendala dengan belum adanya dasar hukum maupun
prosedur/mekanisme formal untuk penerapannya padahal disini lain
korban/keluarganya dan pelaku/keluarganya serta masyarakat terkadang
menginginkan penyelesaian perkara diluar jalur hukum positif yaitu dengan
perdamaian.
3. Masih seringnya di internal Polri sendiri dalam hal restorative justice di-
salahkaprah-kan sebagai penangguhan perkara (penghentian kasus) atau
tidak melanjutkan kasus (mem-peti-es-kan kasus), padahal keduanya tidak
benar. Salah kaprah mengenai masalah ini karena belum adanya dasar
hukum yang jelas untuk dijadikan pegangan bagi penyidik Polri dalam
menerapkan restorative justice ini.
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
14
DAFTAR PUSTAKA
Adrianus Meliala, Penyelesaian Sengketa Alternatif: Posisi Dan Potensinya
Di Indonesia, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia, 2008.
Andi Ayyub Saleh, Tamasya Perenungan Hukum dalam “Law in Book and
Law in Action” Menuju Penemuan Hukum (Rechtsvinding), Jakarta:
Yarsif Watampone, 2006.
Bidang PPITK-STIK PTIK, Implementasi Pendekatan Keadilan Restoratif
(Restorative Justice) dalam Penanganan Tindak Pidana,Laporan Penelitian,
Jakarta: STIK-PTIK, 2010.
Black Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, 6th Edition, St. Paul Minesota:
West Publishing, 1999.
Bryan A. Garner (Editor In Chief), Black’s Law Dictionary, 7th Edition, St. Paul
Minesota: West Publishing, 1999.
DPM. Sitompul & Abdussalam, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Restu Agung, 2007.
Farouk Muhammad, Reformasi Sistem Peradilan Pidana: Aspek Kepolisian,
Artikel disampaikan pada Kuliah Umum tentang Reformasi Sistem
Peradilan Pidana di Indonesia, Bandung: Fakultas Hukum Universitas
Pasundan, 16 Februari 2008.
Moh. Mahfud MD., Hukum Tak Kunjung Tegak, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2007.
Muhammad Mustofa, MA: Disampaikan dalam Lokakarya Menghukum Tanpa
Memenjarakan: Mengaktualisasikan Gagasan "Restorative Justice" di Indonesia,
di Depok, Kamis (26/2/2004). Diskusi yang diselenggarakan Departemen
Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI dan Australia Agency for
International Development.
Muladi, Hak Asasi Manusia-Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Cetakan
Kedua, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002.
Philippe Nonet & Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward
Tanggapanive Law, London: Harper and Row Publisher, 1978.
Sabian Usman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum , Pustaka Belajar, Yogyakarta,
2009.
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
5/12/2018 Implementasi Restorative Justice Oleh Penyidik Polri - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/implementasi-restorative-justice-oleh-penyidik-polri
15
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum - Hak Asasi Manusia & Penegakan
Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2001.
Ronny Hanitijo Soemitro, Perspektif Sosial dalam Pemahaman Masalah-
Masalah Hukum, Semarang: CV Agung, 1989.
Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, Jakarta: Bharatara Niaga Media,
1996.
Satjipto Rahardjo, Studi Kepolisian Indonesia: Metodologi dan Substansi,
Artikel disampaikan pada Simposium Nasional Polisi Indonesia,
Semarang: Fakultas Hukum UNDIP, 19-20 Juli 1993.
Satjipto Rahardjo (Khudzaifah Dimyati, ed), Ilmu Hukum: Pencarian
Pembebasan dan Pencerahan, Surakarta: Muhammadiyah University
Press, 2004.
Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Cetakan Kedua,
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006.
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2006.
Satjipto Rahardjo, Penegakkan Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2010.
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik , Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, 2008.
Suteki, Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Hak Menguasai Negara Atas
Sumber Daya Air Berbasis Nilai Keadilan Sosial (Studi Privatisasi
Pengelolaan Sumber Daya Air) Disertasi pada Program Doktor Ilmu
Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2008.
Zulkarnein Koto, Penalaran Hukum Penyidik Polri: Antara Kepastian Hukum
dan Keadilan (Gagasan Mewujudkan Keadilan Pancasila), Jurnal Studi
Kepolisian STIK – PTIK, Jakarta, Edisi 075, Juni-November 2011.