Upload
duongnhan
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTSI PERDA NO. 4 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN
KEBUDAYAAB BETAWI PERSPEKTIF SIYASAH (STUDI KASUS KECAMATAN
DUREN SAWIT KOTA ADMNISTRASI JAKARTA TIMUR)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Izhar Syafawy
NIM. 11140450000047
PROGRAM STUDI HUKUM TATANEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1440 H
ABSTRAK
IZHAR SYAFAWY NIM 11140450000047 IMPLEMENTASI PERDA NO.
4 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI (STUDI
KASUS KECAMATAN DUREN SAWIT KOTAADMNISTRASI JAKARTA
TIMUR). Progam studi Hukum Tatanegara, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H / 2018 M.
Penelitian ini dilatarbelakangi Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian
Kebudayaan Betawi terkait implementasinya di wilayah kecamatan Duren Sawit,
apakah sudah berjalan dengan baik atau belum?. Lalu, bagaimana pemerintah
Kecamatan Duren Sawit dalam melakukan kegiatan pelestarian kebudayaan Betawi
sesuai dengan amanat Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan
Betawi serta hambatan yang dihadapi?. Selain itu penelitian ini juga mengkaji tentang
potensi kebudayaan Betawi diwilayah kecamatan Duren Sawit yang belum banyak
diketahui oleh masyarakat luas.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan sosiologi politik dengan mengkaitkan Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang
Pelestarian Kebudayaan Betawi. Pendekatan ini dilakukan dengan cara melakukan
telaah terhadap implementasi Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian
Kebudayaan Betawi di kecamatan Duren Sawit Kota Administrasi Jakarta Timur.
Hasil penelitian ini adalah bagaimana Pemerintah Kecamatan Duren Sawit
dalam melaksanakan amanat Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian
Kebudayaan Betawi untuk diterapkan kepada masyarakat.
Kata Kunci : Perda, Pelestarian Kebudayaan Betawi, Duren Sawit
Pembimbing : Atep Abdurrofiq, M. Si
Daftar Pustaka : Dari Tahun 1987 Sampai Tahun 2018
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat,
nikmat yang tidak terhingga banyaknya. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, berserta keluarga, sahabat serta para
pengikutnya yang setia hingg akhir zaman.
Dengan mengucapkan Alhamdulillahi Robbil ‘alamin penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI PERDA DKI JAKARTA
NO. 4 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN KEBUDAYAA BETAWI
(STUDI KASUS KECAMATAN DUREN SAWIT KOTAMADYA JAKARTA
TIMUR”. Penelitian ini merupakan salah saty syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat
banntuan, saran, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Sehingga dalam
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin jahar, Ph.D, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Maskufa, MA, Ketua Program studi Hukum Tata Negara (Siyasah)
dan Sri Hidayati, MA, selaku Sekretaris Prodi Hukum Tata Negara
(Siyasah) yang sudah memberikan arahan serta masukan dalam
penyusunan skripsi.
3. Atep Abdurrofiq, M. Si, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran,
vi
masukan dan bimbingan yang berharga dalam penyusunan skripsi ini.
Sekaligus guru dalam memberikan saran-saran tentang metode penulisan.
4. Kedua orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi, Abeh Murodih, S.
Ag, dan Umi Titin Susilowati, S. Pd, yang terus mendoakan, mendukung,
dan menjadi motivator penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga
apa yang dilakukan oleh Abeh dan Umi menjadi pahala di sisi Allah SWT.
5. Kepada kakak dan adik tercinta, Muhammad Miftahul Anbiya, S. E, dan
Ahmad Tijan Mumtaz yang terus mengingat dan memotivasi penulis untuk
tetap menulis skripsi ini. Semoga kelak menjadi pemimpin pada disiplin
ilmunya masing-masing.
6. Keluarga Besar Yayasan Darus Syifa yang selalu mendorong penulis dan
memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. Walikota Jakarta Timur Ayahanda Bambang Musyawardana dan Camat
Duren Sawit Ayahanda H. Abu Bakar yang telah bersedia untuk
meluangkan waktunya untuk sharing-sharing mengenai kebudayaan
Betawi di Daerah Jakarta Timur dan Duren Sawit.
8. Penggiat Budaya Betawi di Kecamatan Duren Sawit Abang Abdul Qodir
Jailani yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya untuk sharing-
sharing mengenai kebudayaan Betawi di Daerah Jakarta Timur dan Duren
Sawit.
9. Kepada adinda Nur Riza Septiani yang terus memberikan motivasi dan
masukan kepada penulis untuk segera menyelesaik penelitian dengan tepat
waktu dan baik
10. Kawan-kawan seperjuangan di kampus yang selalu menemani penulis
selama kuliah yaitu Muhammad Imam Fahmi, Muhammad Naufal, Abdul
Mujib, Andhika Backhtiar, Akhmad Sofyan, Agsel Siqitsa, Wawan
Kuniadi, Muhammad Ihsan, Bella Dwi Putri, Islami Al Faruqi, Satrio
Putro Baskoro, dll yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu
namun tidak mengurangi rasa hormat saya kepada kawan-kawan semua.
Semoga kalian mampu menjadi insan terbaik dalam kehidupan ini dan
bermanfaat untuk semua orang.
vii
11. Kawan-kawan seperjuangan di Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi
(FKMB) Dudu, Andi, Hazmi, Acul, Zulfahmi, Azki, Pute, II, Fahmi,
Ainul, Oji, Hasbi, Aldi, Rika, Dika, Bikri, dll yang namanya tidak bisa
saya sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat saya
kepada kawan-kawan semua serta adik-adik seperjuangan di FKMB yang
terus meneruskan perjuangan untuk masyarakat Betawi. Semoga kalian
mampu menjadi insan terbaik dalam kehidupan ini dan bermanfaat untuk
semua orang.
12. Abang dan Mpo senior di FKMB, Abang Helmi, Abang Asnawi, Abang
Hilman, Abang Hisyam, Abang Yazid, Abang Nasihin, Abang Abu,
Abang Aji, Abang Risyad, Mpo Aida, dll yang namanya tidak bisa saya
sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat saya kepada
Abang dan Mpo semua. Semoga Abang Mpo mampu menjadi insan
terbaik dalam kehidupan ini dan bermanfaat untuk semua orang.
13. Keluarga Besar Yayasan Darus Syifa yang selalu mendorong penulis dan
memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, atas jasa dan bantuan para semua pihak yang terlibat serta juga
memberikan masukan, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademis,
masyarakat, serta para pembaca secara umumnya.
Jakarta, 6 Agustus 2018
Izhar Syafawy
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PEDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Identifikasi, Rumusan dan Pembatasan Masalah ......................................... 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
E. Metode Penelitian......................................................................................... 6
F. Teknik Penulisan .......................................................................................... 7
G. Sistematika Penulisan .................................................................................. 8
BAB II TEORI TENTANG OTONOMI DAERAH DAN
TEORI KEBUDAYAAN SERTA KAJIAN STUDI TERDAHULU
A. Pengertian Otonomi Daerah ......................................................................... 9
B. Teori Otonomi Khusus Ibu Kota ................................................................ 17
C. Teori Kebudayaan ...................................................................................... 21
D. Kajian (Review) Studi Terdahulu...............................................................26
BAB III TINJAUAN UMUM PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI
A. Kebudayaan Betawi ................................................................................... 28
B. Masyarakat Betawi di DKI Jakarta ............................................................ 29
C. Profil Masyarakat Betawi Kecamatan Duren Sawit................................... 36
BAB IV ANALISA IMPLEMENTASI PERDA DKI JAKARTA NO. 4
TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI
DI KECAMATANDUREN SAWIT
A. Implementasi Pelestarian Kebudayaan Betawi Sesuai Perda No. 4 Tahun
2015 di Kecamatan Duren Sawit............................................................... 41
B. Analisa Pelaksanaan Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian
Kebudayaan Betawi di Kecamatan Duren Sawit ...................................... 47
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 56
B. Saran ........................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA………………………………..…………………………58
1
BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) merupakan sebuah daerah
yang dipilih oleh presiden Ir. Sukarno menjadi daerah untuk menopang arus
stabilitas negara sekaligus menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Pada
1959, status kota Jakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja dibawah
walikota, kemudian ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat Satu (Dati 1) atau
provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur. Lalu pada 1961, status Jakarta
diubah dari Dati 1 menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI).1
Jakarta sebagai pusat pemerintahan nasional selalu merasakan beban
pemerintah pusat di pundaknya. Instrumen yang memegang kendali pusat kota
adalah walikota, sedangkan sejak 1957 dan seterusnya adalah gubenur yang pada
masa kolonial diangkat oleh pemerintah pusat. Jabatan-jabatan resmi ini secara
bertahap ditingkatkan kekuasaannya jika dibandingkan itu dengan Dewan
Perwakilan Kota Sementara(DPKS).2
Jakarta memperoleh nama resmi Ibukota Republik Indonesia pada 1966.
Setelah masa reformasi pada tahun 1999, melalui UU No.24 tahun 1999 tentang
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta,
sebutan pemerintah daerah berubah menjadi Pemerintah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta dan dengan otoniminya tetap berada ditingkat provinsi dan bukan
pada wilyah kota.
Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia merupakan pusat
pemerintahan. Dalam kedudukan itu kepada Jakarta diberi kedudukan sebagai
daerah khusus (special territory), seperti kebanyakan Ibukota negara di macan
negara. Kedudukan Jakarta sebagai Ibukota negara memberi beban, tantangan dan
1 Firman Lubis, Jakarta 1960-an Kenangan Semasa Mahasiswa, (Depok:Masup Jakarta,
2008), h., 39-40. 2 Susan Blackburn, Jakarta:Sejarah 400 Tahun, (Depok:Masup Jakarta, 2011), h., 230.
2
tanggung jawab besar dan kompleks untuk melaksanakan fungsi-fungsi
yang melekat pada Pemerintahan DKI Jakarta.3
Jakarta menjadi kota yang mempunyai pertumbuhan sangat tinggi. Hal
tersebut dikarenakan Jakarta mempunyai daya tarik untuk dikunjungi oleh
masyarakat di luar Jakarta. Banyaknya pendatang inilah yang kemudian
menimbulkan banyak problematika di kota metropolitan ini. Kekayaan budaya
juga menjadi sumbangan penting bagi Jakarta menjadi salah satu metropolitan
terkemuka pada abad ke-21. Menurut data dari Badan Pusat Statistik yang dilansirkan
di website resminya jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta sebanyak 9 607 787 jiwa
pada tahun 2010.
Wilayah DKI Jakarta dibagi menjadi 6 wilayah yaitu 5 wilayah kotamadya
dan satu wilayah kabupaten administrative, Kepulauan Seribu (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4700).
Peradaban masyarakat Jakarta bermulai dari tepian air. Dapat berwujud
tepi telaga, paya, danau, tepi sungai atau laut. Sejak masih zaman kerajaan Jakarta
daya tarik manusia untuk tinggal dan bermukim karena terletak ditepi sungai
ciliwung. Inilah pula yang menarik Portugis, Inggris dan kemudian Belanda pada
abad ke 16 dan 17 untuk menguasai kota ini. Apalagi dengan sunda kelapa yang
terletak dimuara Ciliwung, sejak abad ke 12 sudah dikenal sebagai bandar yang
didatangi kapal-kapal mancanegara.4
Sejak dahulu kota Jakarta menjadi tempat pertemuan kelompok-kelompok
etnis dari berbagai kawasan nusantara yang ikut mewarnai dan mempengaruhi
pertumbuhan kota baik pada zaman prakolonial, kolonial maupun sesudahnya.
Dengan demikian Jakarta berkembang dari interaksi antar berbagai ragam
kebudayaan etnis di kawasan Nusantara dengan hampir seluruh kebudayaan
dunia, yaitu India, Cina, Islam dan Eropa. Bukti dari proses tersebut tercemin
3 Andy Ramses & La Bakry, Pemerintahan Daerah DI Indonesia, (Jakarta: Masyarakat
Ilmu Pemerintahan Indonesia(MIPI), 2009), h., 100-101. 4 Alwi Shahab, Betawi Queen Of The East, (Jakarta:Republika, 2004), h., 30
3
pada sisa kebudayaan baik fisik maupun non fisik.5 Akan tetapi, kota Jakarta
memiliki kebudayaan yang khas kental dimasyarakat kota Jakarta yaitu budaya
Betawi.
Dikutip dari bukunya Abdul Chaer berjudul Betawi Tempo Doeloe yaitu:
“Pada penghujung 2011, Pemerintah Provinsi DKI
menyelenggarakan kongres kebudayaan Betawi dengan tujuan untuk
melestarikan kebudayaan betawi. Dalam kongres itu terungkap bahwa
grup-grup seni budaya Betawi itu ada yang masih eksis, ada yang
diambang kepunahan dan ada juga yang sudah punah. Kesenian yang
merupakan salah satu unsur kebudayaan universal ini memang dapat
dilestarikan apabila pemerintah melakukan pembinaan dan
menyediakan dana yang cukup”6
Kebudayaan Betawi didukung oleh masyarakat Betawi, karena tidak
mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat, juga tidak mungkin ada masyarakat
tanpa kebudayaan. Hubungan keduanya juga seperti sekeping mata uang; di mana
sisi satu adalah kebudayan dan sisi lain adalah masyarkat. Setelah bercampur
selama beberapa abad entah melalui proses akulturasi, enkulturasi atau asimilasi
akhirnya melahirkan satu kebudayaan Betawi yang diwarnai oleh kebudayaan
para pendatang. 7
Perkembangan itu disebabkan oleh faktor-faktor sosial, budaya yang saling
menjalin satu sama lain. Bermula dari sebuah permukiman kecil dan kehidupan
terbatas dan berkembang menjadi pemukiman mega politan dengan berbagai
kegiatan yang amat kompleks.
Maka dari itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 4 Tahun 2015 dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 229 Tahun
5 Tawalinuddin Haris, Kota dan Masyarakat Jakarta, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra,
2007), h., 1
6Tuti Tarwiyah, Pelestarian Kesenian Betawi, Dalam Prosiding Kongres Kebudayaan
Betawi, 2011, Jakarta:Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. 7 Abdul Chaer, Betawi Tempo Doeloe Menulusuri Sejarah Kebudyaan Betawi, (Depok: Masup
Jakarta, 2015), h., 71
4
2016 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi sudah sangat peduli terhadap
pelestarian kebudayaan yang sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945.
Pelestarian kebudayaan merupakan bagian bentuk menjaga dan merawat
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui jalur inilah setiap
masyarakat bisa turut andil dalam proses pembangunan Sumber Daya Manusia
(SDM).
Kecamatan Duren sawit menjadi object penelitian penulis karena letak
geografisnya diujung timur DKI Jakarta berbatasan dengan wilayah Kota Bekasi
dan multikultural suku yang terjadi, oleh karena itu ketertarikan penulis untuk
mengkaji kebudayaan asli DKI Jakarta yaitu Betawi di wilayah Kecamatan Duren
Sawit.
Maka dengan ini penulis membut sebuah karya ilmiah terhadap proses
perjalanan pelestarian kebudayaan Betawi di DKI Jakarta terkhusus di wilayah
Kecamatan Duren Sawit dengan berjudul “Implementasi Perda DKI Jakarta
Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi Perspektif
Siyasah (Studi Kasus: Kecamatan Duren Sawit, Kota Administrasi Jakarta
Timur)”
B. Identifikasi, Rumusan dan Pembatasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Pada tahun 2015 Provinsi DKI Jakarta mendatangani Perda No. 4 Tentang
Pelestarian Kebudayaan Betawi hal ini menunjukan sifat konsisten Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta dalam memerhatikan nilai-nilai kebudyaan asli Provinsi
DKI Jakarta yaitu Betawi.
Seiring berjalannya waktu perda tersebut belum menemukan dampak
implementasinya diseluruh Provinsi DKI Jakarta terkhusus diwilayah Kecamatan
Duren Sawit, maka dengan ini penulis mengindentifikasi masalah yang terjadi
pada kajian ini diantaranya:
5
a. Kurangnya sosialisasi dari pihak Pemerintah Kecamatan Duren
Sawit.
b. Banyaknya budaya yang masuk ke wilayah masyarakat di
Kecamatan Duren Sawit.
c. Tidak adanya penokohan terhadap tokoh budaya Betawi di
Kecamatan Duren Sawit.
d. Tidak adanya pusat pelatihan budaya Betawi.
e. Kurangnya penyelenggaraan kegiatan kebetawian.
2. Rumusan Masalah
Masalah Penelitian yang diangkat penulis dalam penyusunan skripsi ini
ialah:
a. Bagaimana Pemerintah Kecamatan Duren Sawit Kota Administrasi
Jakarta Timur menjalankan Perda DKI Jakarta Nomor 4 Tahun
2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi?
b. Bagaimana respon masyarakat tentang pelestarian kebudayaan
Betawi terhadap Perda DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2015 di
lingkungan Kecmatan Duren Sawit ?
3. Pembatasan Masalah
Begitu luasnya penelitian ini maka agar tidak terjadinya pelebaran kajian
ini, maka penulis membatasi penelitian ini hanya seputar point kesenian yaitu
Pasal 12 sampai Pasal 16 Perda Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian
Kebudayaan Betawi. Adapun yang dimaksud ialah untuk memfokuskan kajian
penelitian implementasi Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan
Betawi terhadap nilai-nilai kebudayaan Betawi di wilayah Kecmatan Duren Sawit
Kota Administrasi Jakarta Timur.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penyususnan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
6
1. Untuk mengetahui apakah Pemerintah Kecamatan Duren Sawit Kota
Administrasi Jakarta Timur dalam menjalankan Perda DKI Jakarta
Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi?
2. Untuk mengetahui respon masyarakat tentang pelestarian kebudayaan
Betawi terhadap Perda DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2015 di
lingkungan Kecmatan Duren Sawit.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai masukan (Input)
bagi kegiatan akademik yang berkenaan dengan yaitu: kebetawian, peraturan
daerah atau kedaerahan di Indonesia. Selain itu juga penelitian ini sangatlah
penting untuk sumbangsih pemikiran kepada masyarakat DKI Jakarta umumnya
dan masyarakat Betawi pada khususnya tentang kebetawian dan Perda DKI
Jakarta, guna menjadi khazanah keilmuan tentang kebetawian.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini jenis penelitian kualitatif, Penelitian kualitatif ialah
suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam
kontekas social secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi
komunikasi dengan mendalam antara peneliti dan fenomena yang di teliti8
2. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini menggungakan pendekatan sosiologi politik yang
dilakukan dengan mengaitkan sosiologi politik guna menganalisa dan
mengungkap data-data yang terdapat di peraturan DKI Jakarta.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Pada penelitian ini data primer yang di dapatkan sumber data
yang diperoleh langsung dari sumber asli dengan menggunakan teknik
8 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2010), h., 9
7
wawancara dan observasi kepada Pemerintah Kecamatan Duren Sawit
dan Tokoh kebudayaan Betawi dilingkungan kecamatan Duren Sawit
dengan mengamati secara langsung di lapangan.
Teknik observasi dalam hal ini peneliti mendeskripsikan setting,
kegiatan yang terjadi, orang yang terlibat dalam kegiatan, waktu
kegiatan dan makna yang diberikan oleh para pelaku yang diamati
tentang peristiwa Implementasi Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang
Pelestarian Kebudayaan Betawi di Kecamatan Duren Sawit.
Selanjutnya ialah teknik atau metode wawancara. Hal ini
digunakan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang tidak
dapat diperoleh lewat pengamatan menggunakan percakapan informal
dan formal. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara terhadap
orang-orang yan terlibat dalam objek penelitian ini yakni Pemerintah
Kecamatan Duren Sawit dan Tokoh kebudayaan Betawi dilingkungan
kecamatan Duren Sawit.
b. Data Sekunder
Pada penelitian ini data sekunder didapatkan dengan melakukan
penelitian yang diperoleh dari penelusuran buku-buku, literature, jurnal
serta peraturan perundang-undangan yang memberikan penjelasan
mendalam mengenai data primer.
c. Analisis Data
Teknik Analisis data yang digunakan adalah metode penelitian
yang bersifat deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan hasil
pengamatan dan wawancara yang diperoleh serta membahasnya, lalu
dilakukan penganalisaan, kemudian dideskripsikan serta membuat
sebuah kesimpulan dan saran-saran berdasarkan hasil pembahasann.
F. Teknik Penulisan
Pada penulisan penelitian ini penulis mengikuti teknik penulisan yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum 2017” sebagai rujukan utama pada penelitian ini.
8
G. Sistematika Penelitian
Dalam penelitian hukum terdapat sistematika penelitian yang berguna
untuk memudahkan penelitian menelaah dan mengkaji penelitian. Pada penelitian
ini yang berjudul “Implementasi Perda DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2015
Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi (Studi Kasus: Kecamatan Duren
Sawit, Kota Administrasi Jakarta Timur)”penulis merasa perlu untuk
menguraikan terlebih dahulu sistematika penulisan sebagai gambaran singkat.
Penulis menyusun sistematika yang terbagi dalam lima bab yang masing-masing
bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun rinciannya yaitu sebagai berikut:
BAB Pertama, PENDAHULUANyang berisi tentang uraian latar
belakang, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kajian (review) studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika
penelitian.
BAB Kedua, TEORI TENTANG OTONOMI DAERAH DAN TEORI
KEBUDAYAAN SERTA KAJIAN STUDI TERDAHULU, yang berisi tentang
teori otonomi daerah, pengertian otonomi khusus Ibukota di Indonesia, teori
kebudayaan dan kajian studi terdahulu.
BAB Ketiga, TINJAUAN UMUM PELESTARIAN KEBUDAYAAN
BETAWI, yang berisi tentang profil Kecamatan Duren Sawit, Kebudayaan
Betawi, Masyarakat Betawi di DKI Jakarta, Pelaksanaan pelestarian kebudayaan
Betawi di DKI Jakarta.
BAB Keempat, ANALISA IMPLEMENTASI PERDA DKI JAKARTA
NO. 4 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI
DI KECAMATAN DUREN SAWIT, yang berisi tentang implementasi
pelestarian kebudayaan Betawi dalam Perda No. 4 Tahun 2015 di Kecamatan
Duren Sawit, dan terakhir penulis akan mencoba mengkaji hasil dari pelakasanaan
Perda No. 4 Tahun 2015 di Kecamatan Duren Sawit.
BAB Kelima, PENUTUP, yang berisi tentang kesimpulan dari hasil
9
BAB II
TEORI TENTANG OTONOMI DAERAH DAN
TEORI KEBUDAYAAN SERTA KAJIAN STUDI TERDAHULU
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri
dan nomous yang berarti hukum atau peraturan.1 Dalam Kamus Bahasa Besar
Indonesia (KBBI), otonomi diartikan sebagai berdiri sendiri dengan pemerintah
sendiri; kelompok sosial yang dimiliki hak dan kekuasaan menentukanarah
tindakannya sendiri.2
Secara etimologis, otonomi berarti pemerintahan sendiri yang merupakan
kesatuan dari dua kata yaitu auto yang berarti sendiri dan nomes berarti
pemerintahan. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari autos yang berarti sendiri
dan nemein yang berarti kekuatan mengatur sendiri. Dengan demikian, secara
maknawi (begrif) otonomi mengandung makna kemandirian dan kebebasan daerah
dalam menentukan langkah-langkah sendiri.3
Dalam terminologi ilmu pemerintahan dan hukum administrasi negara, kata
otonomi ini sering dihubungkan dengan otonomi daerah dan daerah otonom. Otonomi
daerah sendiri memiliki beberapa pengertian menurut UU No. 5 Tahun 1974 yaitu:
1 S.H. Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah¸ (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2012, Cet. Keenam), h. 33. 2 Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h., 992.
3 Hendra karianga, Politik Hukum Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, (Jakarta: Kencana,
2003), h., 75
10
1. Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah
dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri dan pemerintahan
sendiri.
2. Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses mensejahterakan rakyat.
3. Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian
rumah tangganya kepada pemerintahan bawahannya.
4. Pemberian hak, wewenang dan kewajiban kepada kepala daerah.
Sedangkan daerah otonom juga memiliki beberapa pengertian, sebagai berikut:
1. Daerah yang mempunyai kehidupan sendiri yang tidak bergantung pada
satuan organisasi lain.
2. Daerah mengemban misi tertentu yaitu dalam rangka meningkatkan
keefektifan dan efesiensi penyelenggaraan pemerintah di daerah.4
Pasal 18 UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam UU Nomor 5 Tahun
1974 ternyata menerapkan konsepsi desentralisasi sebagai dekonsentrasi tugas-tugas
Pemerintah Pusat kepada instansi Pusat di Daerah dan kepada Pemerintah Daerah.
Desentralisasi kewenangan dalam arti luas kepada kabupaten dan kota, menimbulkan
ekslusivitas dalam pemerintahan dengan penolakan terhadap legitimasi gubernur dan
ekslusivitas kepegawaian yang menyulitkan terjadinya mobilitas pegawai.5
Indonesia sedang berada ditengah masa transformasi dalam hubungan antara
Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota yang menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 hanya merupakan kepanjangan tangan pusat di Daerah. Dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah dibuka
saluran (kran) bagi Pemerintah Propinsi dan Kabupaten untuk mengambil tanggung
4 Dharma Setyawan Salam, Dr., Ir., M.Ed., Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan,
Nilai dan Sumber Daya, (Jakarta: Djambatan, 2001), h., 81-82. 5 H.M Sjaiful Rachman, Pembangunan dan Otonomi Daerah Realisasi Program Kabinet
Gotong Royong, (Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 2004), h., 80-81.
11
jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat setempat, untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Percepatan pelaksaanaan Otonomi Daerah sebagai implementasi Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
yang telah bergulir di Daerah. Banyak harapan yang dimungkinkan dari penerapan
Otonomi Daerah, seiring dengan itu tidak sedikit pula masalah, tantangan dan kendala
yang dihadapi oleh Daerah.6
Sementara itu, untuk mengaktualisasi kewenangan mengurus, tentu akan
terkait langsung dengan urusan yang benar-benar dibutuhkan oleh daerah dan tidak
termasuk kedalam urusan propinsi atau pusat berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2000. Dengan paradigma baru urusan daerah merupakan sesuatu
yang harus lahir dari bawah “bottom-up”, maka daerah akan menata ulang
kelembagaan maupun SDM-nya sesuai dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2000 tersebut.
Dalam berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 telah
ditetapkan yang masih kewenangan pusat dan propinsi seperti yang dimaksud
otonomi luas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Diluar kewenangan pusat
sebagaimana diterapkan dalam Pasal 7 ayat (1) maupun kewenangan propinsi
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 9 ayat (1) adalah merupakan kewenangan-
kewenangan kabupaten/kota sebagai daerah otonom yang mengatur (legislasi) dan
kewenangan untuk mengurus (eksekusi).7
Adanya satuan pemerintah daerah yang otonom bagi negara menurut
Mohammad Hatta dinyatakan dalam pandangannya bahwa pembentukan pemerintah
6HAW Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
2002), h. 1 dan 6. 7 HAW. Widjaja, Penyelenggara Otonomi Di Indonesia, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
2005), h., 27-28
12
daerah (pemerintah yang berotonomi), merupakan salah satu aspek pelaksanaan
paham kedaulatan rakyat (demokrasi). Menurut dasar kedaulatan rakyat itu, hak
rakyat untuk menentukn nasibnya tidak hanya ada pada pucuk pimpinan negeri,
melainkan juga pada setiap tempat di kota, desa dan daerah.8
Apabila pemahaman Pasal 1 ayat (1) tentang (Negara Indonesia adalah
Negara Kesatuan yang berbentuk Republik) digabungkan dengan Pasal 18 beserta
penjelasannya, maka dapat dikatakan bahwa Republik Indonesia adalah negara
kesatuan yang didesentralisasikan. Dalam negara kesatuan yang didesentralisasikan,
pemerintah pusat tetap mempunyai hak untuk mengawasi daerah otonom. Menurut
Lubis yang pememegang kekuasaan tertinggi atas segenap urusan negara lain ialah
pemerintah pusat (central government) tanpa adanya gangguan atau pelimpahan
kekuasaan kepada pemerintah daerah.9
Kebijaksanaan yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33
Tahun 2004 merupakan strategi baru dalam pelaksanaan pemerintahan di Indonesia
yang menjadikan pemberdayaan sebagai misi utama pemerintahan dan mendudukan
tugas pemerintahan itu atas landasan nilai pelayanan.10
Penerapan otonomi daerah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal (1) ayat (5)
dan Pasal 2 ayat (3) UU. No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan daerah
dilaksanakan menurut asa penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan
otonomi daerah dikenal adanya tiga prosedur atau asa penting dalam rangka
pembagian kekuasaan yang bersifat teritorial yang diistilahkan oleh hutington dengan
8 Hendra karianga, Politik Hukum Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, h., 83
9 Dharma Setyawan Salam, Dr., Ir., M.Ed., Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan,
Nilai dan Sumber Daya, h., 87. 10
Ermaya Suradinata, Prof., Dr., Otonomi Daerah dan Paradigma Baru Kepemimpinan Pemerintahan Dalam Politik dan Bisnis, (Jakarta: Suara Bebas, 2005), h., 11
13
Areal Division of Power, yaitu Desentralisasi, Dekonsentralisasi dan Tugas
Pembantuan11
Prinsip otonomi di Indonesia bukanlah sistem tersendiri, otonomi merupakan
subsistem dari sistem pemerintahan nasional dengan asas desentralisasi dilaksanakan
secara bersama dengan dua asas lainya, yaitu dekonsentrasi dan pembantuan.12
Tujuan pemberian otonomi daerah dapat tercapai manakal didasarkan pada prinsip-
prinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dilaksanakan secara optimal oleh penyelenggara negara, baik itu ditingkat pusat,
propinsi, maupun kabupaten/kota. Karena dalam penyelenggaraan otonomi daerah
harus memerhatikan prinsip-prinsip otonomi daerah.
Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah dapat dirunut dari alinea ketiga
dan keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Alinea ketiga memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan
alinea keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan kemerdekaan, yang
pertama kali dibentuk adalah Pemerintah Negara Indonesia yaitu Pemerintah
Nasional yang bertanggung jawab mengatur dan mengurus bangsa Indonesia. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi
seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Selanjutnya Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik. Konsekuensi logis sebagai Negara kesatuan adalah dibentuknya pemerintah
11
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2008, Cet. Kedua), h., 423.
12
Ermaya Suradinata, Prof., Dr., Otonomi Daerah dan Paradigma Baru Kepemimpinan Pemerintahan Dalam Politik dan Bisnis, h., 29
14
Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional untuk pertama kalinya dan kemudian
pemerintah nasional tersebutlah yang kemudian membentuk Daerah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Kemudian Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi
yang seluas-luasnya.
Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas,
dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan
daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemberian otonomi yang seluas-seluasnya kepada Daerah dilaksanakan
berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan hanya ada
pada pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan tidak ada kedaulatan pada
Daerah. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan kepada Daerah,
tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan Daerah akan tetap ada ditangan
Pemerintah Pusat. Untuk itu Pemerintahan Daerah pada negara kesatuan merupakan
satu kesatuan dengan Pemerintahan Nasional. Sejalan dengan itu, kebijakan yang
dibuat dan dilaksanakan oleh Daerah merupakan bagian integral dari kebijakan
nasional. Pembedanya adalah terletak pada bagaimana memanfaatkan kearifan,
potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas Daerah untuk mencapai tujuan nasional
tersebut di tingkat lokal yang pada gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan
nasional secara keseluruhan.
15
Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai otonomi
berwenang mengatur dan mengurus Daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan
masyarakatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan
kepentingan umum. Dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada Daerah
untuk mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah Pusat dalam
membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan sebaliknya Daerah
ketika membentuk kebijakan Daerah baik dalam bentuk Perda maupun kebijakan
lainnya hendaknya juga memperhatikan kepentingan nasional. Dengan demikian akan
tercipta keseimbangan antara kepentingan nasional yang sinergis dan tetap
memperhatikan kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan
pemerintahan secara keseluruhan.
Pada hakikatnya Otonomi Daerah diberikan kepada rakyat sebagai satu
kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus
sendiri Urusan Pemerintahan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah
dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD dengan dibantu
oleh Perangkat Daerah. Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berasal dari
kekuasaan pemerintahan yang ada ditangan Presiden. Konsekuensi dari negara
kesatuan adalah tanggung jawab akhir pemerintahan ada ditangan Presiden. Agar
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berjalan sesuai dengan
kebijakan nasional maka Presiden berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, terdapat Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan
absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren
terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang dibagi
antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah kabupaten/kota. Urusan
Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait
16
Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar.
Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Daerah provinsi dengan
Daerah kabupaten/kota walaupun Urusan Pemerintahan sama, perbedaannya akan
nampak dari skala atau ruang lingkup Urusan Pemerintahan tersebut. Walaupun
Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota mempunyai Urusan Pemerintahan
masing-masing yang sifatnya tidak hierarki, namun tetap akan terdapat hubungan
antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam
pelaksanaannya dengan mengacu pada NSPK yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.13
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah
makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas
lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat
mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang
berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang
didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-
oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugika negara
dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-
kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi negara yang dapat
menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan
daerah dengan negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi
ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka
pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah,
13
Lampiran penjelasan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
17
selain itu karena memang dengan sistem.o tonomi daerah membuat peranan
pemeritah pusat tidak begitu berarti. 14
Mengacu pada terminologi yuridis tersebut, maka otonomi dan desentralisasi
bukan hanya ketentuan dari sebuah produk legislasi ataupun amanat konstitusi
semata. Keduanya tidak juga hanya sekedar pelimpahan kekuasaan dari Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerah, melainkan sejatinya dapat menjadi jembatan utama
bagi percepatan pembangunan dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat di daerah.
Asumsi sederhananya, karena Pemerintah Daerah yang sehari-hari melaksanakan
tugas kepemerintahan di daerah tertentu dianggap paling tahu permasalahan dan
kebutuhan masyarakat daerahnya.
Otonomi daerah telah memberikan andil bagi peningkatan kehidupan
berbangsa dan bernegara di Republik ini. Atas nama otonomi daerah, terjadi
transformasi politik dan penyebaran kekuasaan yang tidak hanya terpusat seperti
dikala Orde Baru, melainkan merambah kedaerah-daerah dengan kewenangan yang
dimiliki Bupati / Walikota di wilayah kabupaten dan kota. Melalui otonomi daerah,
para kepala daerah dapat leluasa menentukan kebijakan publiknya dalam mendorong
perekonomian dan menggairahkan geliat investasi di daerah.15
B. Teori Otonomi Khusus Ibu Kota
Secara historis kota Jakarta dalam perjalanannya telah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan serta dengan nomenklatur yang berbeda. Pertama,
Undang-Undang Darurat No. 20 Tahun 1950 Tentang Pemerintahan Jakarta Raya.
Kedua, Undang-Undang No. 10 Tahun 1964 Tentang Pernyataan Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama
14
Dharma Setyawan Salam, Dr., Ir., M.Ed., Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya, h., 85.
15
D. Andhi Nirwanto, Otonomi Daerah Versus Desentralisasi Korupsi, (Semarang : Aneka Ilmu, 2013), h., 3.
18
Jakarta. Ketiga, Undang-Undang No. 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan
Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Keempat, Undang-
Undang No. 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota
Negara Republik Indonesia Jakarta. Kelima, Undang-Undang No. 29 Tahun 2007
tentang Pemerintahan DKI Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia.16
Penyelenggaraan pemerintah daerah ketika itu diatur dalam UU No. 22 Tahun
1948 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU No. 22 Tahun 1948, propinsi
merupakan daerah tingkat teratas dan langsung berada dibawah pengawasan
pemerintah pusat (Menteri Dalam Negeri). Dalam prakteknya, Pemerintah Pusat
NKRI merupakan Kotapraja Jakarta Raya sebagai daerah otonom yang sejajar dengan
propinsi. Demikian pula, Walikota Jakarta Raya sebagai pejabat pamongpraja pusat
mempunyai kedudukan yang setingkat dengan para gubernur dari segenap propinsi di
seluruh Indonesia. 17
Kotapraja Jakarta Raya selain mempunyai derajat yang setingkat
lebih atas dari pada kota besar (dan bahkan 2 tingkat lebih atas dari pada kota kecil)
juga memiliki suatu kelainan tersendiri, yaitu satu-satunya kota otonom yang
memakai sebutan “Kotapraja”18
Perkembangan selanjutnya berhubungan dengan keistimewaan yang terdapat
pada Kota Jakarta, pada tanggal 28 Agustus 1961 Kota Jakarta diberi kedudukan
khusus dengan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1961 tentang Pemerintah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya (LN 1961 No. 274, TLN 2316), yang kemudian
16
The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, (Yogyakarta:Liberty, 1995), h., 23
17
Ni’matul Huda, Desentralisasi Asimetris Dalam NKRI: Kajian Terhadap Daerah Istimewa Daerah Khusus dan Otonomi Khusus, (Bandung: Nusa Indah, 2014), h., 167
18
The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, h., 15
19
dikuatkan menjadi UU No. 2 PNPS Tahun 1961, dan kemudian diubah dengan
Penetapan Presiden No. 15 Tahun 1963 (LN 1963 No. 117).19
Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1961 tentang Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Raya dalam konsiderannya; Pertama, bahwa Jakarta sebagai Ibukota
negara patut dijadikan indoktrinisasi kota teladan dan kota cita-cita bagi seluruh
bangsa Indonesia. Kedua, bahwa sebagai Ibukota negara, daerah Jakarta Raya perlu
memenuhi syarat-syarat minimum dari kota internasional dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Ketiga, bahwa untuk menciptakan tujuan tersebut diatas, maka
Jakarta Raya harus diberikan kedudukan yang khusus sebagai daerah yang langsung
dikuasai oleh Presiden/Pemimpin Besar Revolusi.
Berbagai alasan itulah yang membuat Jakarta ditetapkan sebagai “Kota
Khusus” diantara kota-kota lainnya. Jakarta sebagai pusat pemerintahan bagi ibukota
negara diperlukan pengaturan yang berbeda dalam struktur pemerintahan. Adapun
kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaannya berhubungan dengan hal-hal sebagai
berikut:
1. Adanya kesimpangsiuran pembagian tugas antara Pemerintah Pusat
(departemen-departemen) dengan pemerintah daerah Jakarta Raya sehingga
menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan pemerintahan;
2. Bahwa di daerah Jakarta Raya, Pemerintahan Pusat dalam berbagai hal
menjadi pelaksana sedang, Pemerintah Daerah seolah-seolah menjadi
pemegang kebijakan yang menjalankan tugas pengawasan;
3. Adanya kemacetan dan kesulitan penyampaian dan pelaksanaan anggaran
belanja;
4. Adanya ketidaksinambungan antara hasil pendapatan pemerintah daera
Jakarta Raya dan kegiatan masyarakat Jakarta Raya;
19
Ni’matul Huda, Desentralisasi Asimetris Dalam NKRI: Kajian Terhadap Daerah Istimewa Daerah Khusus dan Otonomi Khusus, h., 168
20
5. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pembangunan yang
dalam waktu singkat harus dilaksanakan;
6. Tidak adanya kemanfaatan langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat
daerah mengenai adanya perusahaan-perusahaan yang ada di daerah Jakarta
Raya;
7. Tidak adanya persediaan khusus alat-alat pembayaran luar negeri (diviseri)
bagi pemerintah daerah Jakarta. 20
Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam
kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai
daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung
penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu,
perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai daerah otonom berhadapan
dengan karakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan
provinsi lain. Provinsi DKI Jakarta selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi,
keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial
kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui
berbagai instrumen.
Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menjadi dasar konstitusional kehadiran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Kehadiran undang-undang dimaksud dalam
penyelenggaraan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan
pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah daerah otonom. Pembagian urusan
20
Penjelasan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1961.
21
pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai
urusan pemerintahan yang sepenuhnya atau yang tetap menjadi kewenangan
Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan
hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah membawa konsekuensi yuridis terhadap berbagai ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta. Konsekuensi tersebut bukan hanya dari
segi penyelenggaraan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom,
kedudukan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia, kedudukan perwakilan negara asing, dan kedudukan lembaga internasional
lainnya, melainkan juga karakteristik permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta.21
C. Teori Kebudayaan
Kebudayaan = cultuur (bahasa Belanda) = culture (bahasa Inggris) = tsaqofah
(bahasa Arab), berasal dari perkataan latin: “Colere” yang artinya mengolah,
mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari segi arti ini berkembanglah
arti culture atau kebudayaan sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk
mengolah dan mengubah alam”.
Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa
Sansakerta “Buddhayah” yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi dan akal.
Pendapat lain mengatakan bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan
dari kata majemuk budidaya yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka
21
Penjelasan UU No 29 Tahun 200 7 Tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
22
membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi berupa
cipta, karsa dan rasa; dan kebudayaan hasil dari cipta, karsa dan rasa.22
Pada pengertian lain yang dikemukakan oleh Krech dan Moeljono, budaya
adalah semua suasana pola baik materiel atau semua perilaku yang sudah diadposi
masyarakat secara tradisional sebagai pemecahan masalah anggotanya budaya
didalamnya juga termasuk semua cara yang telah terorganisasi, kepercayaan, norma
nilai-nilai budaya yang implisit serta premis yang mendasar dan mengandung suatu
perintah.23
E.B. tayor dalam bukunya “Primitive Culture” merumuskan definisi secara
sistematis dan ilmiah tentang kebudayaan sebagai berikut: “Kebudayaan adalah
komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat istiadat serta lain-lain kenyataan dan
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat. Pada
umumnya orang mengartikan kebudayaan kesenian seperti seni tari, seni suara dan
sebagainya.24
Kebudayaan merupakan sistem gagasan atau sistem kognitif yang berupa
berfungsi sebagai “pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta
sebagai sarana untuk menginterprertasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi
dilingkungan. Setiap praktik dan gagasan kebudayaan harus bersifat fungsional dalam
kehidupan masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang
tidak lama.
Kebudayaan haruslah membantu kemampuan survival masyarakat atau
penyesuaian diri individu terhadap lingkungan kehidupannya. Sebagai pedoman
untuk bertindak bagi warga masyarakat, isi kebudayaan adalah rumusan dari tujuan-
22
Joko Tri Prasetya, Drs. dkk, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, Cet. Ketiga), h., 28. 23
Ismail Nawawi Uha, Prof., Dr., H., MPA., M.Si., Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kinerja, (Jakarta: Kencana, 2013, Cet. Pertama), h., 1-2. 24
Abu Ahmadi, Drs., Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003, Cet. Keempat), h., 50
23
tujuan dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai sebuah tujuan itu, yang
disepakati secara sosial.25
Unsur-unsur kebudayan adalah hal-hal apa saja yang dibahas jika kita
membicarakan suatu kebudayaan dari suatu bangsa, suku bangsa, atau suatu etnis.
Sejalan dengan Kluckhon dan Koentjaraningrat berpendapat adanya tujuh buah unsur
kebudayaan universal. Artinya ketujuh unsur itu dapat ditemukan pada semua bangsa
di dunia ialah bahasa, kelengkapan hidup, sistem mata pencaharian, sistem
kemasyarakatan, pendidikan dan pengajaran, religi/kepercayaan dan kesenian. Setiap
unsur kebudayaan universal tersebut tentu hadir atau menjelma dalam ketiga wujud
kebudayaan yaitu ide gagasan/nilai/norma/peraturan, tindakan/aktivitas, benda fisik.26
Adanya kebudayaan di dalam masyarakat itu merupakan bantuan yang besar
sekali pada individu-individu, baik sejak permulaan adanya masyarakat sampai kini.
Di dalam melatih dirinya memperoleh dunianya yang baru dari setiap generasi
manusia tidak lagi memulai dan menggali yang baru tetapi menyempurnakan bahan-
bahan lama menjadi yang baru dengan pelbagai macam cara.Setiap kebudayaan
adalah sebagai jalan atau arah di dalam bertindak dan berfikir, sehubungan dengan
pengalaman-pengalaman yang fudamental , dari sebab itulah kebudayaan itu tidak
dapat dilepaskan dengan individu dan masyarakat.27
Setiap kebudayaan yang hidup dalam masyarakat dapat berwujud berbagai
komunitas atau kelompok yang menampilkan suatu corak khas. Wujud tersebut tidak
terjadi begitu saja tetapi melalui suatu proses perkembangan yang terjadi dalam
dinamika kehidupan sehari-hari. Proses tersebut disebut proses evolusi sosial budaya
yang berulang dalam jangka waktu pendek atau panjang. Dalam tiap masyarakat yang
25
Suwardi Endraswara, Prof., Dr., M.Hum., Etnologi Jawa, (Jakarta: CAPS (Center For Academic Publishing Service), 2015, Cet. Pertama), h., 18.
26
Abdul Chaer, Betawi Tempo Doeloe Menulusuri Sejarah Kebudyaan Betawi, h., 5 27
Joko Tri Prasetya, Drs. dkk, Ilmu Budaya Dasar, h., 37
24
kehidupannya diatur oleh adat istiadat atau aturan dan norma yang berlaku dalam
lingkungannya. Kesatuan sosial yang paling dekat adalah satuan kekerabatan, yaitu
satu keluarga dan kekerabatan yang lain. Pada akhirnya mempunyai identitas sosial
yang terikat oleh suatu sistem nilai, norma dan adat istiadat tertentu. Untuk
memenuhi kebutuhan khusus dalam kehidupan, masyarakat berinteraksi menurut pola
tindakan melalui sistem norma khusus atau disebut pranata.28
Proses penempaan pandangan dunia tampaknya berjalan melalui mekanisme
ijtihad-ijma. Diawali dengan pertimbangan personal bentuk kesepakatan informal
(ijma), upaya perumusan pandangan dunia tradisional bergulir secara gradual.
Sekalipun selalu ditegaskan bahwa islam tidak mengenal semacam lembaga kepuasan
yang memiliki otortitas merumuskan kepercayaan resmi masyarakat, sebagaimana
didalam kristen, tetapi rumusan-rumusan resmi islam tradisional berhasil dimapankan
lewat mekanisme ijtihad-ijma.
Pemapaman pandangan dunia tradisional mengalami momentum menentukan
ketika gerbang ijtihad ditutup - sekali lagi lewat kesepakatan informal – disekitar
abad ke 10. Tidak terdapat rekaman apapun mengenai pernyataan resmi penutupan
pintu ijtihad, tetapi mayoritas ulama pada masa itu mulai memandang bahwa seluruh
permasalahan keagamaan yang esensial telah dibahas tuntas dan karena itu
pelaksanaan ijtihad absolut tidak lagi diizinkan. Hal ini berarti bahwa seluruh
aktivitas dimasa selanjutnya hanya terbatas pada penjelasan aplikasi dan penafsiran
hal-hal yang dirumuskan.29
Jaih mubarok berpendapat definisi kebudayaan diantara yang terbaik
sebagaimana dibuat oleh E.B. Taylor bahwa budaya adalah keseluruhan yang
kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, serta
kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai bagian dari
28
Nanang Rizali, Nafas Islam Dalam Batik Nusantara, (Surakarta: UPT UNS Press, 2014), h., 39. 29
Ulil Abshar Abdalla (ed), Pembaharuan Pemikiran Islam Indonesia:, Jakarta:KEMI, 2011, Cet. Pertama), h., 33.
25
masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan
(material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya,
agar kekuatan serta hasilnya dapat digunakan untuk keperluan masyarakat. Agama,
ideologi, kebatinan dan kesenian yang merupakan hasil ekspil jiwa manusia yang
hidup sebagai anggota masyarakat, termasuk di dalamnya.30
Islam adalah agama fitrah. Segala yang bertentangan dengan fitrah ditolaknya
dan yang mendukung kesuciannya ditopangnya. Karena itu pula Imam Gazaly
menulis dalam Ihya-nya : “Siapa yang tidak berkesan hatinya dimusim bunga dengan
kembang-kembangnya, atau oleh musik dan getaran nadanya maka fitrahnya telat
mengidap penyakit parah yang sulit diobati”. Seni adalah fitrah; kemampuan berseni
merupakan salah satu perbedaan manusia dengan makhluk lain.
Muhammad Quthub menafikannya bahwa kesenian islam tidak harus
berbicara tentang islam, dia tidak harus berupa nasihat langsung atau anjuran berbuat
kebajikan, bukan juga penampilan abstrak tentang aqidah tetapi seni yang islami
adalah seni yang mengambarkan wujud dengan bahasa yang indah serta sesuai
dengan ucapa fitrah.31
Taufik Abdullah membagi kebudayaan-kebudayaan masyarakat Asia
Tenggara menjadi dua, yaitu tradisi yang bercorak integratif dan tradisi yang bercorak
dialog. Dalam tradisi yang bercorak integratif, Islam mengalami proses
pempribumian. Islam menjadi bagian intrinsik dari sistem kebudayaan secara
keseluruhan. Islam dipandang sebagai landasan masyarakat budaya kehidupan
pribadi. Islam merupakan unsur dominan dan sebagai pengukuran apa yang bisa
dianggap wajar dan bukan. Dengan meminjam kerangka berfikir Taufik Abdullah itu,
30
Dedi Supriyadi, M.Ag., Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. Kesepuluh, 2008), h., 17.
31
M. Quraish Shihab (ed), Islam dan Kesenian, (Yogyakarta: Majelis Kebudayaan Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan, 1995)., h., 3&7.
26
budaya Betawi bagaiamanapun dapat dimasukan dalam kategori yang bercorak
integratif.32
D. Kajian (Review) Studi Terdahulu
Dalam melakukan penelitian ini, penulis melihat kajian atau riview terdahulu
sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian ini. Adapun kajian
atau review terdahulu yang menjadi acuan antara lain:
1. Ika Yanuarizki, Darsiharjo dan Wahyu Eridiana dalam Jurnal Antologi
Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 3, Desember 2013 berjudul
“Partisipasi Masyarakat Pendatang Dalam Pelestarian Budaya Betawi di
Perkampungan Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan
Jagakarsa Kota Jakarta” dalam penelitian ini menemukan bahwa keberadaan
budaya Betawi sebagai budaya lokal yang ada di Jakarta pada saat ini dirasakan
mengalami kemunduran dan sudah mulai tidak terlihat lagi, hal tersebut
disebabkan oleh urbanisasi yang menyebabkan masuknya suku dan budaya lain
ke Jakarta. Maka dari itu partisipasi yang dilakukan untuk pelestarian
kebudayaan Betawi oleh masyarakat heterogen yang ada di Jakarta ialah dalam
bentuk partisipasi untuk pelestarian rumah adat Betawi. Yang menjadi berbeda
dari tulisan tersebut ialah penulis membuat kajian kebetawian pada pelestarian
kebudayaan Betawi sesuai Perda DKI Perda No 4 Tahun 2015 Tentang
Pelestarian Kebudayaan Betawi
2. Bagas Mulyanto dalam skripsinya berjudul “Peran Pemerintah DKI Jakarta
Dalam Implementasi Perda No 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian
Kebudayaan Betawi Perspektif Teori Al a’dalah” dalam penelitian
menemukan bahwa teori Al a’adalah sudah berjalan dengan baik dalam
pelaksanaan implementasi Perda No. 4 Tentang Pelestarian Kebudayaan
Betawi, hal ini menunjukan bahwa pihak Pemerintah Kelurahan Rorotan sering
32
Ridwan Saidi, Ruh Islam Dalam Budaya Bangsa: Islam da Betawi, ( Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996), h., 15
27
memberikan izin dan memfasilitasi kegiatan kebetawian. Penelitian ini dibuat
pada tahun 2017 Pada Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Yang menjadi berbeda dari tulisan tersebut ialah penulis membuat kajian
kebetawian pada pelestarian kebudayaan Betawi sesuai Perda DKI Perda No 4
Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi pada studi kasus di
Kecamatan Duren Sawit.
3. Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul “Betawi Tempo Doeloe” yang
diterbitkan dari Masup Jakarta pada tahun 2015. Dalam buku ini mengupas
tentang mengenai kebudayaan Betawi mencakup tujuh unsur kebudayaan
universal. Ketujuh unsur tersebut itu adalah bahasa, kelengkapan hidup, mata
pencaharian, organisasi sosial, pendidikan dan pengajaran, kepercayaan dan
kesenian. Kebudayaan masyarakat Betawi dari awal terbentuknya sampai era
1950-an. Setelah 1950-an kebudayaan Betawi menjadi tidak utuh lagi karena
pendukung kebudayaan itu yaitu masyarakat Betawi, sudah mulai tercerai-berai
sebagai akibat dari pembogkaran kampung-kampung tempat tinggal orang
Betawi untuk keperluan perluasan kota Jakarta dan penyediaan pemukiman baru
seiring penduduk Jakarta yang semakin melimpah oleh pendatang baru ke
Jakarta. Yang mejadi fokus dan perbedaan pada karya ini ialah peran terhadap
Pemerintah Kecamatan Duren Sawit dan masyarakat dilingkungan Kecamatan
Duren Sawit dalam merespon serta melaksanakan amanat Perda DKI Jakarta
No. 4 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi.
4. Drs. Ridwan Saidi dalam bukunya yang berjudul “Babad Tanah Betawi” yang
diterbitkan dari PT. Gria Media Prima pada tahun 2002. Dalam buku ini
mengupas tentang asal mula terjadinya kebudayaan Betawi dan masyarakat
Betawi sebelum tahun 1619 bahwa daerah yang kemudian hari ini dinamakan
Jakarta itu sesungguhnya oleh leluhur Betawi dulu dinamakan Nusa Kelapa.
Yang menjadi berbeda memfokuskan kajian terhadap alur masyarakat Betawi di
DKI Jakarta terhadap Perda DKI Jakarta No. 4 Tentang Pelestarian Kebudayaan
Betawi
28
BAB III
TINJAUAN UMUM PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI
A. Kebudayaan Betawi
Nama Betawi menurut Chaer berasal dari nama tumbuhan perdu
Gulingging Betawi adalah semacam tanaman perdu, kayunya bulat dan kokoh.
Dulu banyak di Nusa Kelapa (Jakarta) dan di Kalimantan Barat dengan nama
Bakawi. Maka dari itu, lebih rasional jika nama Betawi berasal dari nama
tumbuhan dan hal ini di perkuat dengan banyaknya nama daerah di Jakarta
memakai nama tumbuhan seperti Menteng, Karet, Duku, Gandaria, Kemang,
Malaka dan Bintaro1.
Betawi adalah sebuah etnik dengan jumlah penduduk yang mendominasi
Jakarta. Orang Betawi telah ada jauh sebelum Jan Pieterzoon Coen membakar
Jayakarta pada tahun 1619 dan mendirikan di atas reruntuhan tersebut sebuah kota
bernama Batavia. Artinya, jauh sebelum menjadi ibu kota negara, sekelompok
besar orang telah mendiami kota Jakarta. Bahkan, menurut sejarahwan Sagiman
MD, penduduk Betawi telah mendiami Jakarta sekitar sejak zaman batu baru atau
Neoliticum, yaitu 1500 SM. Dari masa ke masa, masyarakat Betawi terus
berkembang dengan cirri budaya yang makin lama semakin mantap sehingga
mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. 2
Pada abad ke-17 dan ke-18 di kalangan penduduk Jakarta yang majemuk
itu terjadi proses asimilasi dan kemudian melahirkan sebuah kebudayaan Betawi.
Umar Kayam menyebutkan kebudayaan Betawi itu pada abad ke-19 sosoknya
sudah mulai jelas. Menurutnya, terbentuknya kebudayaan Betawi itu berlangsung
dalam proses yang tidak singkat yaitu sejak masa jayakarta dengan melibatkan
banyak faktor seperti pengaruh banten, lalu lintas perdagangan dan kolonialisme
Belanda.3
1 Abdul Chaer, Betawi Tempo doeloe Menulusuri Sejarah Kebudyaan Betawi, h., 10.
2 Mita Purbasari, Indahnya Betawi, (Jurnal Humaniora Volume 1 No. 1 April 2010,
Universitas Bina Nusantara), H., 2 3 Ridwan Saidi, Ruh Islam Dalam Budaya Bangsa: Islam da Betawi, ( Jakarta: Yayasan
Festival Istiqlal, 1996), h., 14
29
Betawi merupakan etnis yang kaya akan keragaman budaya, bahasa, dan
kultur. Warna-warni ini membawa aneka persepsi, tafsiran, dan pemahaman
tentang Betawi, baik dari segi penduduk asli, kultur, maupun kebudayaan.
Bahkan, ada yang berpendapat bahwa penduduk Betawi itu majemuk. Artinya,
mereka berasal dari percampuran darah berbagai suku bangsa dan bangsa asing.
Beberapa penelitian tentang masyarakat Betawi mengatakan bahwa kebudayaan
Betawi sarat akan pengaruh dari Belanda, Cina, Arab, India, Portugis, dan Sunda.
Dikatakan pula bahwa baju pengantin Betawi yang berwarna merah mengadopsi
budaya Cina, sedangkan yang hijau mendapat pengaruh Islam (Arab). Sepintas,
kata-kata dalam dialek Betawi berkesan dialek Tionghoa, tapi bila diteliti lebih
lanjut, maka banyak terdapat bahasa Belanda dan Arab yang diIndonesiakan.4
Diantara yang dapat disaksikan berkenaan dengan budaya Betawi itu
adalah bahasa logat Melayu Betawi, teater (Topeng Betawi, Wayang Kulit
Betawi, musik (gambang kromong, tanjidor, rebana, dan lain-lain), baju, upacara
perkawinan dan arsitektur perumahan. Namun, di balik itu, agama islam
mendasari semuanya. Seluruh masyarakat Betawi secara kultural merasa dirinya
seorang muslim, sama dengan Melayu, Minangkabau, Aceh dan sebagainya, tanpa
islam orang tidak dapat di sebut sebagai orang Betawi. Setiap aktivitas selalu
dikaitkan dengan Islam. 5
Sejalan dengan terbentuknya kaum Betawi dengan proses asimilasi
genealogis dari suku-suku yang beragam, begitu pula terjadi proses pembentukan
bahasa baru dan akulturasi budaya yang lazim di kenal sebagai bahasa dan budaya
Betawi. Hasil proses itu bisa dilihat pada bahasa Betawi yang bentuknya
merupakan bahasa Melayu dengan dialeknya yang khas dan sedikit banyak di
campuri atau menyerap bahasa-bahasa lain seperti Sunda, Arab, Cina dan Eropa.6
B. Masyarakat Betawi di DKI Jakarta
Menurut para ahli, Kaum Betawi merupakan hasil sejarah dimana terjadi
perpaduan biologis dan unsur amtar suku dan antar bangsa yang kemudian
4 Mita Purbasari, Indahnya Betawi, … H., 2
5 Ridwan Saidi, Ruh Islam Dalam Budaya Bangsa: Islam da Betawi, … h., 14
6 Muntaha Azhari, Dari Jakarta Untuk Indonesia, (Jakarta : LPTQ Provinsi DKI Jakarta,
2008), h., 10
30
merupakan masyarakat khusus dengan ciri-ciri khusus pula. Tetapi Ridwan Saidi
membantah teori ini dan mengatakan bahwa kedatangan beberapa suku bahkan
sebelum kerajaan Pajajaran mendirikan Pelabuhan Sunda Kelapa, di wiliayah
yang kemudian di sebut Jakarta ini suda ada penduduk aslo yang berjumlah ribuan
orang. Setelah Sunda Kelapa menjadi pelabuhan memang kemudian berdatangan
orang dari berbagai penjuru.
Penulusuran sejarah menunjukan bahwa pada tahun 1673 penduduk
Batavia sebanyak 32.068 jiwa. Penduduk tersebut terdiri dari beberapa suku
bangsa yaitu bangsa Eropa, Cina, Mardijkers, Moor (Arab), Jawa, Sunda, Bali
Melayu dan budak belian. Sementara itu Lance Castles menyatakan “yang disebut
kaum Betawi atau Anak Betawi itu terbentuk sejak abad ke-17 sebagai
percampuran berbagai suku bangsa yang mendiami kota Batavia, baik dari
berbagai pelosok Indonesia maupun luar negeri, identitias kelompok itu boleh
dikata terbentuk pada abad ke-19”.
Dalam analisisnya Lance Castles dia mengemukakan bahwa pada sensus
tahun 1930 dinyatakan adanya penduduk (etnis) Betawi yang berjumlah 778.953
dan merupakan 54% penduduk Jakarta, di samping suku bangsa pribumi lain dan
bangsa asing.7
Sejak tahun 1966 Ali Sadikin diangkat menjadi Gubernur Jakarta Raya. Ia
diangkat oleh Presiden Soekarno pada tahun tersebut. Ali Sadikin yang
sebenarnya dalam profesinya merupakan anggota Angkatan Laut dari Korps
Marinir ia tanggap melihat masalah-masalah ibukota yang perlu ia atasi. Ketika ia
memulai menjadi Gubernur jumlah penduduk Jakarta sekitar 3.639.465 jiwa.
Sementara data terakhir yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta pada tahun
2005 menunjukan jumlah penduduk di DKI Jakarta mencapai 12 juta jiwa. Jika
7 Muntaha Azhari., dkk., Dari Jakarta Untuk Indonesia, (Jakarta : LPTQ Provinsi DKI
Jakarta, 2008), h., 8.
31
ditambah penduduk Bodetabek yang bekerja di Jakarta, maka jumlah penduduk
Jakarta pada siang hari bisa mencapai 15 juta jiwa.8
Bagi warga Jakarta yang mempunyai sejuta wajah, tidaklah mengherankan
bila ia juga mempunyai sejuta masalah. Tetapi semuanya ini sudah dapat diatasi
karena terjadi pembauran di antara penduduknya. Ibukota Jakarta benar-benar
melambangkan kebhinekaan dalam kesatuan wadah, dimana dari seluruh penjuru
suku bangsa di seluruh Indonesia diperkenalkan satu sama lain, termasuk dengan
masyarakat Betawi sendiri. Kawin mawin dan keakraban pergaulan anatara
penduduk telah melahirkan toleransi antar suku dan agama.9
Sejalan dengan terbentuknya Kaum Betawi dengan proses asimilasi
genealogis dari suku-suku yang beragam, begitu pula terjadi pembentukan bahasa
baru dan akulturasi budaya yang lazim dikenal sebagai budaya Betawi. Dalam
waktu yang panjang itu terjadi pembaruan yakni interaksi tawar-menawar dan
tarik-menarik antar unsur-unsur budaya dari beberapa individu dan masyarakat
yang beraneka ragam. Dalam rumusan SM Ardan, Budayawan Betawi, bahwa
masyarakat Betawu adalah golongan penduduk yang membentuk kesatuan sosial
dan secara moral terkait pada sistem budaya sebagai identitas kebudayaan
betawi.10
Penduduk Jakarta pendatang dan separuh sisanya adalah penduduk asli
(Betawi). Komunitas Betawi merupakan komunitas yang multi etnik, bahkan
keanekaragaman itu telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. mengkategorisasikan
komunitas Betawi menjadi tiga hal berdasarkan variasi dialek Bahasa Betawi,
yaitu Betawi Tengah, Betawi Udik, dan Betawi Pinggir. Dalam konteks yang
kebih luas untuk melacak siapa yang disebut sebagai komunitas Betawi dapat
menggunakan aspek lainnya misalnya warisan budaya, sejarah dan bahasa.
8 Effans, M.Si dkk, Jakarta Megapolitan, Kreasi dan Inovasi Sutiyoso, (Jakarta: Pustaka
Cerdasindo, 2005), h., 64. 9 Lasmidjah Hardi, Jakartaku – Jakartamu - Jakarta Kita, (Jakarta: Yayasan Pencinta
Sejarah, 1987), h., 250-251. 10
Muntaha Azhari., dkk., Dari Jakarta Untuk Indonesia, h., 9.
32
Yang dimaksud dengan orang Betawi adalah mereka yang memiliki darah
Betawi serta berbahasa dan berbudaya Betawi. Dilihat dari kesukubangsaan, orang
Betawi yang merupakan sebutan bagi penduduk asli dan berdiam di Jakarta
memiliki latar belakang sejarah yang telah melewati rentang waktu yang cukup
panjang. Lebih kurang 420 tahun yang lalu masyarakat Jakarta atau Betawi dan
sekitarnya banyak mengalami perubahan .Proses sosial ini adalah hasil pembauran
dari berbagai unsur budaya berbagai bangsa dan suku bangsa yang berasal dari
berbagai daerah di Indonesia.11
Masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang menjadikan Islam sebagai
pedoman utama dalam kehidupan mereka. Di setiap kegiatan yang mereka
lakukan tidak lepas dari agama yang disebarkan oleh para pedagang Arab
tersebut. Penyebaran Islam berlangsung semakin pesat pada tahun 1491 yang
ditandai dengan berdirinya pesantren di Tanjung Pura, Karawang. Kepercayaan
religius akan Islam juga tidak menyurutkan kepercayaan akan adanya ruh-ruh
nenek moyang, jin, hantu dan kekuatan spiritual. Mereka mempercayai bahwa
dalam Islam pun diajarkan untuk mengakui adanya makhluk-makhluk gaib
tersebut. Masyarakat Betawi memiliki upacara keagamaan yang dilakukan
sepanjang lingkar kehidupan, seperti perkawinan, nuju bulanan, khitanan,
penguburan, dan masih banyak lagi.
Islam dan Betawi atau Betawi dan Islam merupakan satu kesatuan, bagai
dua sisi dari satu mata uang. Hampir-hampir tak ada orang Betawi yang memeluk
agama selain Islam. Ditinjau dari segi sejarah, kehadiran Islam dan
perkembangannya di Jakarta hampir bersamaan dengan proses terbentuknya
masyarakat Betawi. Keberhasilan Fatahillah menundukan Sunda Kelapa dari
kekuasaan Pajajaran dan Portugis tahun 1527, karena diwilayah itu sudah banyak
orang yang memeluk islam, sekurang-kurangnya bersimpati kepada Islam.
Sebagai kota pelabuhan, sunda kelapa sejak awal sudah dikunjungi oleh
pedagang yang beragama Islam dari Pasai, Palembang, Cirebon, Banten, Gresik
11
Rakmat Hidayat, Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Dari Conet Ke Srengseng Sawah, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 16 No. 5, September 2010), h., 563.
33
dan Arab. Namun demikian penyebaran Islam di Jakarta tidak hanya diperankan
oleh pihak-pihak luar. Setelah Islam berkembang baik di Batavia sejak abad 16,
lahirlah putra-putra Betawi yang menekuni bidang ilmu keislaman baik di
kampung halaman sendiri maupun yang menekuni pengajaran di Tanah Suci
sambil menunaikan ibadah haji. Snouck C. Hurgronje mencatat pada awal abad ke
19 bahwa jumlah mukimin Jawi asal Betawi di Mekkah lebih banyak dibanding
daerah-daerah lain. Pada masa itu ulama nusantara yang berprestasi berasal dari
Bima, Sumbawa dan Betawi.
Dikisahkan pula bahwa tanah Betawi saat itu juga sudah banyak ulama
yang giat menyebarkan Islam serta mengajarkannya di lingkungan masyarakatnya.
Mereka mengajar anak-anak, remaja putra-putri maupun bapak-bapak dan ibu-ibu
yang menekuni pembelajaran tentang Al-Qur’an dan ilmu-ilmu keislaman kepada
para ulama yang dikenal dengan sebutan Tuan Guru atau Mu’allim.12
Upacara perkawinan merupakan salah satu ritus dari lingkar kehidupan
yang bagi masyarakat Betawi dianggap penting. Upacara perkawinan atau adat
nikah diawali dengan adat melamar, dimana orang tua dari pihak laki-laki datang
kepada orang tua si gadis untuk dapat izin memperistrinya. Jika lamaran disetujui,
upacara perkawinan diadakan di rumah mempelai wanita beberapa hari setelah
acara lamaran. Di dalam tradisi perkawinan masyarakat keturunan Arab di Jakarta
tempo doeloe (sampai 1970-an) terdapat kebiasaan yang amant unik yakni acara
ngarak penganten atau “gandaran” yang mungkin tidak terdapat di etnis lain.
Acara gandaran meriah banget karena saat pengantin pria dilepas dari
kediamannya menuju rumah mertoku (mertua) ia diiringi para pengantar yang
menggunakan puluhan mobil.13
Terdapat kebiasaan masyarakat Betawi lainnya dalam menghormati dan
mendoakan seorang ibu yang sedang mengandung yaitu upacara nuju bulanan
yang biasanya dilakukan pada saat seorang ibu mengandung untuk pertama kali
12
Muntaha Azhari, Dari Jakarta Untuk Indonesia,… h., 11-12. 13
Alwi shahab, Saudagar Baghdad dari Betawi, (Jakarta: Republika, Cet. Pertama, 2004), h., 8.
34
dan usia kandungan sudah berusia tujuh bulan, hal ini betujuan agar proses
persalinannya berjalan dengan lancar dan calon bayi dan sang ibu selamat tidak
terjadi hal yang tidak diinginkan serta mendoakan agar kelak calon menjadi anak
yang berbakti kepada kedua orang tuanya.
Upacara khitanan dilakukan pada saat seorang anak laki-laki menginjak
usia enam atau tujuh tahun. Upacara ini bagi masyarakat Betawi merupakan
pertanda bahwa si anak beranjak baligh dan biasanya si anak pun telah
menamatkan 30 juz Al-Qur’an atau yang biasa disebut dengan khatam Qur’an.
Pada upacara penguburan, terdapat ritual sedekahan, yaitu pada hari ketiga setelah
kematian, hari ketujuh, hari ke-40, hari ke-100, dan hari ke-1000 setelah
kematian. Sedekahan tersebut dimaksudkan untuk mendoakan si jenazah yang
telah dikuburkan agar dipermudah jalannya menghadap Tuhan.14
Bagi warga Betawi, main pencak silat adalah salah satu kemustian. Pada
tempo doeloe, hampir di setiap kampung terdapat pendekar silat. Mereka sangat
disegani karena tingkah lakunya yang terpuji. Mereka menggunakan ilmu bela
dirinya untuk amar ma’ruf nahi munkar, mengajar manusia kejalan kebaikan dan
mencegah kezaliman, jauh dari tingkah laku para preman sekarang yang main
palak dan peres dengan kejamnya. Hal itu disebabkan para ahli silat Betawu masa
lalu lebih mengutamakan isi dari gerakan silat tersebut dari pada
perkembangannya. Mereka berpendapat bahwa kemampuan silat bukan untuk
dipamerkan melainkan untuk membela diri. Pencak silat telah mewarnai
kehidupan masyarakat Betawi, karena belajar dan bisa silat bermain silat atau
main pukulan adalah hal yang wajib di pelajari dan dikuasai oleh anak laki-laki
Betawi.15
Perlu dicatat bahwa dari adat, budaya dan bahasa Betawi dapat dilihat
adanya ciri-ciri khas dari suku Betawi, antara lain:
14
Pririarti Megawanti, Persepsi Masyarakat Setu Babakan Terhadap Perkampungan Budaya Betawi Dalam Upaya Melestarikan Kebudayaan Betawi, (Jurnal Sosio E – Kons, Volume 7 No. 3, Desember 2015), h., 230.
15
Alwi Shahab, Batavia Kota Banjir, (Jakarta: Republika, Cet. Pertama, 2009), h., 31.
35
1. Egaliter, rasa persamaan antar sesama, tak ada pembedaan secara primodial
dari segi kedudukan antara seorang dengan orang lain hingga tercipta
pergaulan yang sederajat antara semua sebagai saudara atau sahabat.
2. Terbuka, mudah menerima pihak luar sepanjang tidak merubah hal-hal
yang prinsip. Masyarakat Betawi menerima dan memberi suku-suku dengan
cara-cara yang rasional, misalnya dengan sistem perdagangan, sewa-
menyewa yang saling menguntungkan, mereka mudah menerima dan
memberi kepada para pendatang. Pemukiman masyarakat Betawi
kebanyakan berada di pinggiran kota yang menunjukan penerimaan mereka
secara terbuka untuk pembangunan Jakarta sebagai Ibukota negara yang
metropolitan yang memerlukan lahan-lahan strategis untuk pembangunan
jalan, perkantoran, hotel, gedung, lembaga pemerintahan, dll.
3. Agamis, segala sesuatu didasari motif keagamaan oleh masyarakat Betawi.
Bahkan demi agama (Islam) orang Betawi rela mengorbankan segalanya.
Maka tak heran bila banyak orang Betawi rela menjual tanah pekarangannya
demi melaksanakan ibadah haji. Mereka juga sangat menyukai berkumpul
dengan ulama, guru atau mu’allim untuk memperoleh ilmu dan berkah dari
mereka. Majelis-majelis ta’lim yang tersebar seantero wilayah Betawi tidak
pernah sepi dari jama’ah terutama kaum ibu-ibu. Begitu juga anak-anak
mereka lebih banyak disekolahkan di madrasah dari pada di sekolah umum.
4. Santai, menganggap semua persoalan mudah tak perlu dibikin berat. Sisi ini
yang sering dipandang sebagai sisi negatif budaya Betawi yang seolah-olah
tidak mempunyai etos kerja, sehingga menjadikan masyarakat Betawi
tertinggal, tergusur dan terpinggirkan.
Dengan ciri khas egaliter, terbuka, agamis dan santai itulah masyarakat
dan budaya Betawi hingga kini tetap hadir dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Secara ekonomi, politik dan pendidikan mungkin bisa dikatakan
masyarakat Betawi agak ketinggalan akan tetapi yang menarik dari segi budaya
justru sekarang sangat maju.16
16
Muntaha Azhari, Dari Jakarta Untuk Indonesia,… h., 10-11.
36
C. Profil Masyarakat Betawi Kecamatan Duren Sawit
Profil / informasi Umum Kecamatan Duren Sawit terletak di Jakarta
Timur. Kecamatan Duren Sawit terletak antara 1060 49’ 35’’Bujur Timur dan 060
10’ 37’’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kecamatan Duren Sawit adalah 22,65
km2 atau 12,05% dari luas wilayah Kota Administratif Jakarta Timur. Dahulu
merupakan bagian dari Kecamatan Jatinegara. Baru pada tahun 1990-an dibentuk
Kecamatan Duren Sawit. Sebelumnya kecamatan ini berada di bawah yurisdiksi
kecamatan Jatinegara. Kecamatan Duren Sawit merupakan pemekaran dari
Kecamatan Jatinegara pada tahun 1993. Pada tahun 1993, Dibentuk Kecamatan
Duren Sawit, yang meliputi:
KELURAHAN KM2 POPULASI
Duren Sawit 4,55 70.012
Klender 3,05 81.267
Malaka Jaya 1,38 29.396
Malaka Sari 0,99 28.141
Pondok Bambu 4,90 69.368
Pondok Kelapa 5,72 78.446
Pondok Kopi 2,06 38.007
Jumlah 22,65 394.657
(Tabel 1)
37
PETA WILKECAMATAN DUREN SAWIT
(Gambar 1)
Ditinjau dari segi georafis, Kecamatan Duren Sawit merupakan lokasi
yang sangat strategis. Ditinjau dari segi positif, kecamatan Duren Sawit
merupakan daerah perlintasan dengan transportasi yang ramai sehingga dari segi
usaha perekonomian dan bisnis sangat menguntungkan. Selain itu, wilayah
Kecamatan Duren Sawit seiring dengan telah selesainya pembangunan proyek
BKT, sejak tahun 2010 sebagian besar warga masyarakat di wilayah Jakarta
Timur khususnya di Kelurahan Duren Sawit, Kelurahan Pondok Kelapa dan
Kelurahan Pondok Kopi yang dilalui oleh jalur kanal banjir timur, saat ini telah
dapat merasakan manfaat yang sangat besar dari pembangunan infrastruktur
tersebut. 17
Menurut Camat Duren Sawit, nilai-nilai Betawi masih terus dijalankan
oleh masyarakat di lingkungan Kecamatan Duren Sawit walaupun sudah banyak
17
Data didapat dari Petugas TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan) kecamatan Duren Sawit pada 11 April 2018.
38
sekali penduduk yang berasal dari daerah lain untuk bertempat tinggal di wilayah
kecamatan Duren Sawit dan untuk kegiatan kesenian Betawi yang berada di
wilayah Kecamatan Duren Sawit terdapat pusat kesenian balai Betawi yang
berada di wilayah kelurahan Pondok Kelapa, hal ini menunjukan konsistensi
pemerintah dalam mendukung dan melestarikan nilai seni budaya Betawi untuk
tetap dilestarikan dan di kembangkan lebih baik lagi untuk tetap ada dan tidak
ketinggalan zaman yang nantinya hanya menjadi sebuah cerita, disana anak-anak
sekolah dilatih dan diberikan pembekalan tentang kesenian Betawi agar
mendalami untuk upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan
kebudayaan Betawi yang dinamis dan mereka bisa langsung diajarkan kesenian
Betawi seperti lenong, tari, silat, palang pintu dll.18
Menurut Abdul Qodir Jailani seorang penggiat seni budaya Betawi yang
berada di lingkungan kecamatan Duren Sawit bahwa ia menilai bahwa nilai-nilai
kebudayaan Betawi di lingkungan Kecamatan Duren Sawit masih aktif dan
berjalan dengan baik walaupun sudah banyak percampuran masyarakat yang
berasal dari budaya lain akan tetapi nilai tersebut tetap dipertahankan seperti
ngarak penganten, palang pintu, membawa roti buaya ketika besanan, rowahan,
nuju bulunan, nyorok, silat Betawi, dll.19
Adapun tradisi Betawi yang masih dilestarikan oleh masyarakat Betawi di
lingkungan kecamatan Duren Sawit, antara lain:
1. Nuju Bulanan: jika usia kehamilannya mencapai tujuh bulan maka akan
diadakan prosesi upcara nuju bulan. Nuju bulanan ialah proses upacara
mendoakan si ibu dapat melahirkan dengan selamat dan juga agar si bayi
kelak lahir tanpa kekurangan sesuatu apapun.20
2. Palang Pintu: Tradisi Palang Pintu merupakan salah satu tradisi yang
menjadi identitas masyarakat Betawi Di Jakarta. Tradisi ini menjadi bagian
dalam prosesi upacara pernikahan adat Betawi sejak zaman nenek moyang.
18
Wawancara langsung dengan Camat Duren Sawit pada tanggal 18 Mei 2018. 19
Wawancara langsung dengan Abang Qodir Jailani seorang Penggiat Seni Budaya Betawi di lingkungan Kecamatan Duren Sawit pada tanggal 29 mei 2018.
20
Abdul Chaer, Betawi Tempo Doeloe, … h., 197
39
Perpaduan silat dan seni pantun yang jenaka menjadi hal yang dominan
dalam tradisi Palang Pintu. Palang Pintu menyatakan bahwa “rombongan
Tuan Raja Muda tidak boleh masuk karena dihadang oleh dua orang jawara,
mereka beradu mulut dan pantun tetapi rombongan Tuan Raja Muda tidak
mau kalah, mereka juga membawa jawara yang pandai bicara dan
berpantun.21
3. Roti Buaya: Tradisi roti buaya merupakan sebuah kewajiban yang dijadikan
sebagai salah satu syarat bagi calon pengantin pria yang harus
menghidangkan di dalam seserahan pernikahan adat Betawi yang hingga
kini masih dilestarikan oleh masyarakat Betawi dan sudah berlangsung sejak
lama karena tidak tahu jelas kapan datangnya tradisi roti buaya ini.
Terjadinya roti buaya dalam seserahan pernikahan merupakan adat
kebiasaan masyarakat Betawi yang sudah ada sejak zaman dahulu. Roti
buaya ini merupakan lambang setia yaitu yang menunjukan bahwa seumur
hidup itu hanya menikah sekali. 22
4. Rowahan: Ruwahan/roahan menurut hemat penulis ialah sebuah tradisi
masyarakat betawi yang kegiatan tradisi tersebut diadakan menjelang
Ramadan, Tujuan utamanya adalah mendoakan arwah leluhur. Biasanya
yang punya hajat ( yang mengadakan acara ruwahan / rowahan
dikediamannya ) mengundang warga sekitar, tetangga, saudara bahkan
kadang pihak luar diundang untuk datang khusus untuk menghadiri
kegiatan/acara tersebut, yang adakalanya dihadiri sejumlah ulama ( guru
Ngaji, Orang yang dituakan dilingkungan itu ) dan tokoh masyarakat. Ada
pula kegiatan yang diadakan oleh komunitas, yang juga terbuka untuk
umum.
5. Nyorok: Merupakan kebiasaan mengantar makanan atau panganan kepada
21
Ita Suryani & Asriyani Sagiyanto, “Strategi Komunitas Betawi Dalam Mempromosikan Tradisi Palang Pintu : Studi Kasus Pada Event Festival Palang Pintu ke XI”, Jurnal Komunikasi Volume VIII Nomor 2, (September 2007), h., 1&3.
22 Dian Rana Afrilia, “Hukum adat Betawi Yang Menggunakan Roti Buaya Dalam
Seserahan Pernikahan Perspektif Hukum Islam: Studi Kasus di Kampung Pisangan Kelurahan Ragunan Kecamatan Pasar Minggu Kotamadya Jakarta Selatan” (Repository UIN JKT: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h., 56&58.
40
orang lain, baik tetangga maupun orang lain yang patut diberi makanan
ketika akan melakukan sebuah acara. 23
6. Ngarak penganten: Ngarak penganten adalah sebuah ritual dan prosesi
menghantarkan pengantin laki-laki menuju rumah pengantin perempuan
dengan diiringi rebana dan shalawatan. biasanya dilakukan dalam rangka
pertemuan pertama kalinya kedua mempelai sesudah pengantin pria pulang
bersama rombongannya sesudah akad nikah.24
7. Tidak menyandingkan mempelai wanita ketika akad nikah: mayoritas
masyarakat Betawi selalu menjunjung tinggi syariat Islam, maka kegiatan
tersbut terbilang sangat populer ketika zaman dahulu karena selama belum
sah maka tidak boleh disandingkan walaupun ketika akad nikah.
8. Pertunjukan lenong ketika resepsi: pertunjunkan seni lenong sangat
populer ketika masyarakat Betawi mengadakan resepsi pernikahan, selain
sifatnya untuk menghibur masyarakat dan memohon doa kepada tamu
undangan yang hadir.
9. Memegang petasan rentet: memegang petasan rentet dan melilitkannya
ditubuh merupakan pertunjukan yang sering dilakukan ketika itu, akan
tetapi sekarang sudah sangat jarang sekali ketika pengantin pria ingin
memasuki rumah mempelai wanita ketika resepsi karena terkikisnya oleh
arus global dan kurangnya regenerasi.
Kebudayaan Betawi yang bersifat multikultural dan sifat orang Betawi
yang terbuka dengan orang lain menunjukan bahwa masyarakat yang datang atau
masyarakat pendatang khususnya yang berada di wilayah kecamatan Duren Sawit
ikut serta dan berpartisipasi dalam segala bentuk kebiasaan ataupun kebudayaan
yang sudah menjadi turun menurun dilakukan oleh para orang tua dahulu yang
mendiami wilayah tersebut dengan waktu yang lama.
23
Abdul Chaer, Foklor Betawi, (Depok: Masup Jakarta, 2012), h., 210. 24
Mahmudah Nur, “Pertunjukan Seni Rebana Biang di Jakarta Sebagai Seni Bernuansa Keagamaan” Jurnla Penelitian Keagamaan dan Masyarakat (PENAMAS), Volume 28, Nomor 2, (September 2015), h., 301.
41
BAB IV
ANALISA IMPLEMENTASI PERDA DKI JAKARTA NO. 4 TAHUN 2015
TENTANG PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI DI KECAMATAN
DUREN SAWIT
A. Implementasi Pelestarian Kebudayaan Betawi Sesuai Perda No. 4 Tahun
2015 di Kecamatan Duren Sawit.
Etnik Betawi tentu memiliki sistem budaya dengan sejumlah nilai dan
norma yang menjadi acuan dalam berbagai tindakannya. Arus urbanisasi ke
Jakarta dan hadirnya unsur-unsur kemajemukan masyarakat dan budaya di tengah
kehidupan orang Betawi ditanggapi dengan sikap toleransi yang tinggi. Toleransi
itu diwujudkan dengan sikap yang lebih konkret, dengan keramah tamahan itu
termasuk kepada siapa saja, termasuk kepada orang yang belum dikenal.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Point b Perda No. 4 Tahun 2015
Tentang Pelestarian Kebudyaan Betawi yang berisi :
“memelihara dan mcngembangkan nilai-nilai tradisi Betawi
yang merupakan jatidiri dan sebagai perlambang
kebanggaan masyarakat Betawi dalam masyarakat yang
multikultural”
Kelompok masyarakat Betawi di Kecamatan Duren Sawit menunjukan
sifat yang multikultural bagi para pendatang, karenannya ingin menghormati
sesama guna terjalinnya hubungan bermasyarakat yang harmonis tidak
memandang asal latar belakang daerahnya.
Mereka juga mewujudkan gaya hidup sederhana, tidak berlebihan dan
dengan sabar menerima keadaan serta kemudahan yang diberikan lingkungan
sekitarnya. Solidaritas terhadap lingkungan sosialnya juga tinggi, baik dalam suka
maupun duka. Mereka mengamalkan asas mufakat untuk berbagai keputusan
dalam lingkungan kehidupan kerabat dan lingkungan sosial lebih luas. Semua itu
langsung atau tidak langsung
42
dengan nilai ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan ajaran agama
Islam.1
Suatu bentuk kesenian yang beberapa puluh tahun yang lalu masih banyak
dilakukan, sering kali pada waktu kini sudah jarang bahkan sudah hampir
menghilang ditengah-tengah masyarakatnya. Kadang-kadang ia telah mengalami
perubahan, menyerupai atau mendekati bentuk-bentuk lain, sehingga sangat sukar
untuk memisah-misahkan dan mencari asal usulnya kadang harus berpegang pada
salah satu unsur bentuk kesenian tersebut.
Kota Jakarta yang peka akan pengaruh dan cenderung selalu mengalami
banyak perubahan, dalam mempertahankan bentuk kesenian tradisionalnya pun
cenderung kesulitan. Seandainya tidak didukung oleh keberadaan daerah-daerah
di sekitar Jakarta yang masih banyak masyarakat pendukung
kebudayaannya/kesenian Betawi, tentunya sudah lama kebudayaan Betawi
terlupakan orang. Bentuk saling mempengaruhi berbagai kelompok dalam
kebudayaan Betawi sangat terasa sekali dalam bahasa dan seni budayanya.
Khususnya dalam seni budaya kesenian, beberapa bentuk kesenian Betawi hungga
kini masih bisa ditemukan akar-akarnya pada berbagai daerah lain atau kelompok
lain, tetapi sudah mempunyai ciri-ciri tersendiri dan tidak bisa digolongkan lagi
pada kelompok budaya asalnya. 2
Suatu etnik mestinya ditandai juga oleh adanya suatu lokasi pemukiman
masyarakat Betawi, sebagai mayoritas dulu mempunyai lokasi pemukiman yang
disebut kampung Betawi. Akan tetapi, perubahan dan perkembangan yang pesat
menyebabkan pudarnya tanda kelokasian mereka. Banyak faktor yang bisa
menjadi penyebab pudarnya tanda kelokasian tersebut. Setelah kampung Betawi
di Condet tidak berhasil dipertahankan, kemudian dibuat kampung Betawi rekayas
yang berlokasi di Situ Babakan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tujuannya adalah
untuk mempresentasikan Kampung Budaya Betawi masa lalu yang sudah tergerus
1 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, (Jakarta:Wedatama Widya
Sastra, 2008), h., 3. 2 Lina Herlinawati, Profil Kebudayaan Betawi, (Bandung: Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional Bandung Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006), h., 4&5.
43
pembangunan. Kalau dilihat dari sejarah dan lokasi pemukiman masyrakat Betawi
yang tersebar di Jakarta, rekayasa kampung seperti itu belum mampu untuk
mempresentasikan kampung Betawi yang berada ditengah kota.3
Berbagai pendapat lain juga menyatakan bahwa masyarakat Betawi
memiliki humor, terbuka, egaliter dan punya harga diri tinggi. Budaya Betawi
memiliki kelenturan dalam menanggapi berbagai pengaruh dari luar dan dari
dalam. Keadaan yang selalu berubah dan berkembang itu mereka alami sejak
zaman Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia sampai Jakarta. Kelenturan itu tampak
dalam adat istiadat, bahasa dan kesenian.
Pasal 28 ayat 3 Point a, b & c Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian
Kebudayaan Betawi yang berbunyi:
Kegiatan pelestarian kebudayaan Betawi, Pemerintah
Daerah bersama-sama masyarakat untuk melestarikan nilai
tradisi Betawi dan adat istiadat yang berkembang dalam
kehidupan nilai tradisi dan adat istiadat, harus
memperhatikan:
a. nilai agama.
b. tradisi, nilai, norma, etika, dan hukum adat.
c. sifat kerahasiaan dan kesucian unsur-unsur budaya tertentu
yang dipertahankan oleh masyarakat.
Perjalanan dan proses sejarah yang panjang itu pada gilirannya
membentuk karakter tersendiri bagi seni budaya Betawi, sehingga menjadikannya
unik. Namun keunikan itu belum seluruh memasyarakat, sehingga masyarakat
khususnya masyarakat ibukota Jakarta memandang aneh manakala mereka
menjumpai atau menemui salah satu unsur budaya atau upacara adat Betawi
sedang dilaksanakan. Itulah sebabnya penyebarluasan informasi seni budaya
(adat-istiadat) Betawi menjadi keharusan dan tidak dapat ditunda-tunda. Dengan
upaya penyebarluasan ini, diharapkan unsur budaya Betawi yang hilang atau
3 Zefry Alkatiti, Jakarta Punya Cara, (Depok: Masup Jakarta, 2012), h., 116.
44
nyaris hilang akan mendapat semangat baru dan kembali menghangatkan Jakarta
dengan aneka rupa adat istiadat dan seni budayanya yang meriah dan bersahabat4.
Kesenian yang mengandung unsur-unsur ajaran Islam pun tampak sangat
mewaranai kesenian yang ada di wilayah DKI Jakarta. Ajaran Islam yang dibawa
fatahillah setelah merebut Bandar Kalapa demikian melekatnya penduduk asli
Batavia. Banyak ragam kesenian Betawi dari seluruh disiplin seni (musik, seni
rupa, sastra, teater, tari) termasuk ragam hias yang pernah dan berkembang di DKI
Jakarta. Keanekaragaman musik tradisional Betawi berkaitan erat dengan
keanekaragaman cikal bakal masyarakatnya, dan pada dasarnya memiliki sifat dan
fungsi yang hampir sama dengan musik tradisional didaerah lainnya. Sifatnya ada
yang sebagai musik mandiri, sebagai musik pengiring tari dan fungsinya dapat
sebagai pengiring wayang atau teater tradisional.5
Nilai – nilai kebetawian yang berciri khas dengan ajaran syariat Islam
dijadikan rujukan atau pedoman hidup bermasyarakat bagi masyarakat Betawi.
Masyarakat Betawi yang bukan beragama Islam bukanlah Betawi. Karena ajaran
Islam dijadikan rujukan atau pedoman hidup bermasyarakat bagi masyarakat
Betawi dan melalui hal tersebut masyarakat Betawi dikenal masyarakat yang
mempunyai sifat terbuka dan menerima kepada siapapun itu walaupun belum
pernah kenal. Orang Betawi mengintegrasikan ajaran Islam dalam kehidupan
sehari-hari sehingga Islam menjadi jati diri orang Betawi. Ajaran itu dinyatakan
dalam kesenian, kesusateraan,kenaskahan dan adat istiadat.
Masyarakat Duren Sawit yang bernotabene masyarakat Betawi kini sudah
dicampuri atau dihiasi dengan nilai kemasyarakatan yang dibawa oleh para kaum
urban yang menetap di wilayah kecamatan Duren Sawit. Akan tetapi nilai-nilai
tersebut tidak mempengaruhi ajaran dan tradisi masyarakat Betawi yang ada
dilingkungan kecamatan Duren Sawit maka dari itu mereka pun ikut berkontribusi
dan membantu melaksanakan suatu kegiatan tradisi masyarakat Betawi yang ada
dilingkungan kecamatan Duren Sawit yang sudah lama dilaksanakan seperti:
4 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, … h., 4&5.
5 Lina Herlinawati, Profil Kebudayaan Betawi, … h., 38&41.
45
Nyorok ketika seseorang memiliki hajat acara dirumahnya, selametan, nuju
bulunan, ngarak penganten, rowahan, pengajian dari rumah ke rumah, dll.
Hal tersebut mempengaruhi faktor kesenian Betawi dilingkungan
kecamatan Duren Sawit dengan meningkatnya urbanisasi ke daerah kecamatan
Duren Sawit yang menyebabkan para penggiat budaya sulit membangun dan
mengembangkan sanggar atau tempat pusat pelatihan kebudayaan Betawi yang
disebabkan sudah banyaknya pembangunan, sebab dari itu keterkaitan untuk
pengembangan dan melestarikan kesenian Betawi sangat sulit dikembangkan.
Pada Pasal 12 Ayat 1 Point A yang berbunyi :
“Penerapan kesenian Betawi dalam kurikulum pendidikan
dasar dan menengah dengan memasukkan mata pelajaran
muatan lokal kesenian Betawi yang setara dengan mata
pelajaran lain”
Pada ayat A Pasal 12 tersebut bahwa terselenggaranya sebuah
pelestarian kebudayaan Betawi melalui jalur pendidikan ialah dengan
diberikannya materi-materi tentang kebetawian sejak sekolah guna menunjang
dan pemahaman tentang kebudayaan Betawi sejak dini.
Pembelajaran kesenian Betawi di lingkungan Kecamatan Duren Sawit pun
memberikan pembelajaran secara non-formal bagi anak-anak sekolah dasar dan
menengah yang terpusatkan di kelurahan Pondok Kelapa, hal tersebut sejalan
dengan Perda No.4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi yang
mengamanatkan demi terselenggaranya pelestarian kebudayaan Betawi
pemerintah diharuskan memberikan pelayanan pendidikan dan fasilitas yang
menunjang pelaksanaan pelestarian kebudayaan Betawi.
Pada Pasal 14 Dalam rangka meningkatkan apresiasi kegiatan
kesenian Betawi, Pemerintah Daerah dan atau masyarakat:
a. melaksanakan lomba kesenian Betawi yang
diselenggarakan secara periodik dan berjenjang.
b. pergelaran kesenian Betawi pada acara resmi tertentu.
46
c. kegiatan lain yang berfungsi sebagai sarana dan media
apresiasi kesenian Betawi.
Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat berkewajiban untuk saling
bersinergis dalam kegiatan kesenian Betawi untuk meningkatkan apresiasi dari
masyarakat dan syiar dalam mempromosikan kebudayaan Betawi di masyarakat
dan di setiap acara resmi pemerintahan ataupun penyambutan tamu-tamu daerah,
nasional dan internasional, oleh karena itu perlu dilaksanakannya setiap kegiatan
pelestarian kebudayaan Betawi seperti perlombaan, festival, dll secara berjenjang
guna terciptanya sebuah wadah dalam ruang penggiat seni budaya Betawi.
Bang Abdul Qodir Jailani mengatakan bahwa pelaksanaan pelestarian
kebudayaan Betawi di lingkungan Kecamatan Duren Sawit sudah sangat baik, hal
itu sudah banyaknya penggiat kesenian Betawi seperti palang pintu, marawis, dan
silat Betawi yang terus berkembang seiring perkembangannya zaman dan sudah
sering dilakukannya kegiatan event besar di lingkungan Kecamatan Duren Sawit
untuk mempromosikan kebudayaan Betawi. Akan tetapi kurangnya perhatian
pemerintah Kecamatan Duren Sawit dalam pendataan data base kepada penggiat
kesenian kebudayaan Betawi untuk lebih teroganisir serta dijadikan promosi
setiap kegiatan pemerintah atau non-pemerintah, hal ini menunjukan tidak
terdapat jumlah yang pasti pelaku penggiat budaya Betawi dan sanggar-sangar
yang dimiliki oleh masyarakat di lingkungan kecamatan Duren Sawit.
Festival yang selalu dihadirkan di lingkungan kecamatan Duren Sawit
selalu mendapat respon baik. Syiar kebudayaan Betawi harus tetap dilaksanakan
akan tetapi masih banyak yang perlu terus diperbaiki dalam setiap kegiatan
festival kebetawian supaya nilai-nilai yang terdapat dan terkandung dalam
masyarakat Betawi dapat dirasakan dengan baik oleh masyarakat. Setiap event
kebudayaan Betawi yang diselenggarakan di lingkungan Kecamatan Duren Sawit
selalu menghadirkan palang pintu, balas pantun dan kuliner Betawi yang selalu
mendapat antusias yang besar dan respon baik dari masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dikegiatan tersebut.
Maka dari itu masyarakat dan pelaku penggiat kebudayaan Betawi
khususnya di lingkungan kecamatan Duren Sawit tidak hanya sekedar mengetahui
47
dan bisa melakukan kesenian itu akan tetapi untuk saling mengerti, menghayati
dan memahami makna dari setiap kegiatan tersebut supaya menumbuhkan rasa
memiliki, melesarikan dan mewarisi terus menerus kepada siapapun terkhusus
masyarakat Betawi.6
B. Analisa Pelaksanaan Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian
Kebudayaan Betawi di Kecamatan Duren Sawit
Kebudayaan suatu bangsa merupakan indikator dan mencirikan tinggi atau
rendahnya martabat dan peradaban suatu bangsa. Kebudayaan tersebut dibangun
oleh berbagai unsur, seperti bahasa, sastra dan aksara, kesenian, dan berbagai
sistem nilai yang tumbuh dan berkembang dari masa ke masa.
Kebudayaan Nasional dibangun atas berbagai kebudayaan daerah yang beragam
warna dan corak, sehingga satu rangkaian yang harmonis dan dinamis. Oleh karen
a itu, tidak disangkal bahwa bahasa, sastra, aksara, kesenian dan nilai tradisi
budaya Betawi merupakan un sur penting dari kebudayaan yang menjadi
rangkaian kebudayaan nasional. Nilai-nilai dan ciri budaya kepribadian bangsa
merupakan faktor strategis dalam upaya mengisi dan membangun jiwa, wawasan
dan semangat bangsa Indonesia sebagaimana tercermin dalam nilai-nilai luhur
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kebudayaan Betawi merupakan bagian dari budaya nasional dan sekaligus
menjadi asset nasional memiliki nilai dan norma sosial budaya yarg melandasi
pemikiran dan prilaku warganya. Sikap dan filosofi hidup orang Betawi
diekspresikan dalam keyakinan, kesenian, kesusasteraan, kenaskahan, dan adat
istiadat. Orang Betawi mengintegrasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-
hari sehingga Islam menjadi jati diri orang Betawi. Ajaran itu dinyatakan dalam
kesenian, kesusateraan,kenaskahan dan adat istiadat. Sikap dan filosofi hidup
masyarakat Betawi yang memiliki nilai-nilai kehidupan bermasyarakat yang luhur
dan sangat penting untuk dipelihara, dilestarikan dan diwariskan kepada generasi
6 Wawancara langsung dengan Abang Qodir Jailani seorang Penggiat Seni Budaya Betawi
di lingkungan Kecamatan Duren Sawit pada tanggal 29 mei 2018.
48
penerus, dan harus dipertahankan keberadaannya walaupun terjadi perubahan
global.
Berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut di atas, dan mengingat
kebudayaan Betawi termasuk di dalamnya kesejarahan, kepurbakalaan, kesenian,
kenaskahan, kebahasaan, adat istiadat, dan falsafah hidup serta benda-benda yang
bernilai budaya Betawi merupakan kebanggaan masyarakat Betawi yang
mencerminkan jati diri masyarakat Betawi, maka perlu dilakukan serangkaian
upaya dalam rangka rnelestarikan dengan kegiatan untuk melindungi,
mengembangkan kebudayaan Betawi yang pada akhirnya diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan peranan nilai-nilai.7
Budaya masyarakat Betawi yang merupakan sistem nilai, adat istiadat
yang dianut oleh masyarakat Betawi, yang di dalamnya terdapat pengetahuan,
keyakinan, nilai-nilai, sikap, dan tata cara masyarakat yang diyakini dapat
memenuhi kehidupan warga masyarakatnya. Dalam rangka menjamin
terpeliharanya kebudayaan Betawi, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Pelestarian Kebudayaan Betawi. Dalam ketentuan umum Perda tersebut, yang
dimaksud dengan Kebudayaan Daerah adalah Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Tujuan pelestarian Kebudayaan Betawi adalah untuk melindungi,
mengamankan, dan melestarikan budaya Betawi; memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai tradisi Betawi yang merupakan jatidiri dan sebagai
perlambang kebanggaan masyarakat Betawi dalam masyarakat yang multikultural;
meningkatkan pemahaman kesadaran masyarakat terhadap kebudayaan Betawi.
Kemudian, meningkatkan kepedulian, kesadaran, dan aspirasi masyarakat
terhadap peninggalan budaya Betawi, serta membangkitkan semangat cinta tanah
air, nasionalisme, dan patriotisme; membangkitkan motivasi, memperkaya
inspirasi, dan memperluas khasanah bagi masyarakat dalam berkarya dalam
bidang kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan Betawi untuk memperkuat
jatidiri kebudayaan nasional.
7 Penjelasan Perda DKI Jakarta No. 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan
Betawi.
49
Hal itu tepat seperti apa yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr Ayat 4
untuk sama sama saling menjaga dan menghormati antar masyarakat yang
majemuk:
ر ج ا ه نإ م بون ي مإ ه ل بإ ق نإ م ن ا مي لإ وا ر ا د ل ا وا ء و ب ت ن ي لذ وا
ى ل ع رون ث ؤإ وي وا وت أ ما ة ج ا ح مإ وره د ص ف ون د ي ول مإ ه يإ ل إ
ه س فإ ن ح ش وق ي نإ وم ة ص ا ص خ بمإ ن ا وإ ك ول مإ ه س ف ن إ أ
ون ح ل فإ م لإ ا م ه ك ئ ول أ ف
Artinya : “Dan orang-orang yang telah menempati kota
Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor)
'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka
(Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka
sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa
yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah
orang orang yang beruntung ( Al-hasyr : 9 )”8
Menurut wali kota Jakarta Timur, Kebudayaan Betawi merupakan bagian
dari budaya nasional dan merupakan aset bangsa, maka keberadaannya perlu
dijaga, diberdayakan, dibina, dilestarikan, dan dikembangkan sehingga berperan
dalam upaya menciptakan masyarakat yang memiliki jatidiri, berakhlak mulia,
8 Terjemahan Al-Qur’an “Ummul Mukmin” (Cet. Kementrian Agama RI Tahun 2004)
( ٩الحشر: )
50
berperadaban dan mempertinggi pemahaman terhadap nilai-nilai luhur budaya
bangsa berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam hal ini Pada Pasal 4 Point a,b dan c Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang
Pelestarian Kebudayaan Betawi yang berisi:
a. Menumbuhkembangkan partisipasi dan kreativitas
masyarakat
b. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat Jakarta terhadap pelestarian kebudayaan
Betawi
c. Melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha dalam upaya pelestarian
kebudayaan Betawi
budaya Betawi menjadikan sebuah kewajiban yang harus dilestarikan dan
dipelihara sebagai budaya nusantara oleh masyarakat, ormas dan pemerintah
setempat dengan baik, hal ini terkait terkait tentang undang-undang mengenai
otonomi daerah UU No. 23 Pasal 1 Point 6 & 7 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah. Sebab dari itu pihak Pemerintah Walikota Administrasi
Jakarta Timur menjadikan hal tersebut prioritas dalam membangun kebudayaan
Betawi yang di fokuskan kepada satu SKPD terkait.
Kebudayaan luar yang bukan berasal dari nusantara saat ini menjadikan
budaya yang dominan yang lebih digemari akan tetapi budaya Betawi menjadi
harus lebih dominan di masyarakat Betawi dan Jakarta karena tampilan dan hasil
yang diberikan tidak kalah menarik justtru harus bangga dengan kebanggaan hasil
sendiri. Budaya masyarakat Betawi yang merupakan sistem nilai, adat istiadat
yang dianut oleh masyarakat Betawi, yang di dalamnya terdapat pengetahuan,
keyakinan, nilai-nilai, sikap, dan tata cara masyarakat yang diyakini dapat
memenuhi kehidupan warga masyarakatnya.
Kemudian, meningkatkan kepedulian, kesadaran, dan aspirasi masyarakat
terhadap peninggalan budaya Betawi; membangkitkan semangat cinta tanah air,
nasionalisme, dan patriotisme; membangkitkan motivasi, memperkaya inspirasi,
51
dan memperluas khasanah bagi masyarakat dalam berkarya dalam bidang
kebudayaan; dan mengembangkan kebudayaan Betawi untuk memperkuat jatidiri
kebudayaan nasional.
Maka perlu dilakukan serangkaian upaya dalam rangka melestarikan
dengan kegiatan untuk melindungi, mengembangkan kebudayaan Betawi yang
pada akhirnya diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan peranan nilai-
nilai budaya tersebut dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan, nasional,
mendorong upaya mensejahterakan masyarakat, sekaligus menunjang dan
meningkatkan partisipasi masyarakat untuk turut serta dan bertanggungjawab
dalam menjaga serta memelihara kebudayaan Betawi.
Oleh karena itu seperti yang diamanatkan dalam UU. No 29 Tahun 2004
Pasal 26 Ayat 6 Tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjadikan sebuah
kewajiban untuk melestarikan dan mengembangkan budaya masyarakat Betawi
serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lain yang ada didaerah
Provinsi DKI Jakarta.
Akan tetapi seiring perkembangnya zaman dan menuntut kita untuk
bersaing dalam masyarakat global, hal yang menjadi sebuah tradisi sebuah tempat
semakin lama menjadi terkikis disebabkannya keserakahan pembangunan, hal ini
menjadi hambatan pemerintah walikota administrasi Jakarta Timur, seperti yang
diungkapkan oleh walikota walikota administrasi Jakarta Timur bahwa lambatnya
arus perkembangan pelestarian kebudayaan Betawi ialah kurangnya lahan untuk
membangun sebuah bangunan yang nantinya dijadikan tempat pusat pelestarian
budaya Betawi.
Kebebasan yang terdapat dalam hak otonomi daerah dan prinsip otonomi
daerah menjadikan setiap daerah harus berkembang, mandiri dan mengurusi
rumah tangganya masing-masing yang diintegrasikan terhadap kebijakan nasional
atau pemerintah pusat guna terwujudnya provinsi atau daerah yang mampu
mensejahterakan masyarakatnya dan mengembangkan potensi yang ada
didalamnya.
52
Maka dari itu Pemerintah walikota administrasi Jakarta Timur yang
mengikuti kebijakan Pemerintah Provinsi dan Kewenangan otonomi
memaksimalkan hal tersebut untuk dimanfaatkan dalam seluruh aspek
kesejahteraan masyarakat. Karenanya, kewenangan konstitusional Pemerintah
Daerah lalu di turunkan ke Pemerintah walikota terkait yang diberikan oleh UUD
1945 yang dapat menjadi objek sengketa kewenangan lembaga negara, adalah:
1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi daerah dan tugas pembantuan (Pasal 18 Ayat 2 UUD 1945).
2. Menjalankan otonomi dengan seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat
(Pasal 18 Ayat 5 UUD 1945).
3. Menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 Ayat 6 UUD
1945).9
Sebuah hasil pelestarian yang berada di wilayah kota administrasi Jakarta
Timur menjadi sebuah prioritas utama diantaranya ialah pelestarian kampung
Betawi di daerah condet, artefak-artefak yang berada di wilayah kecamatan
Cakung, Meester Cornelis yang berada di Jatinegara untuk dijadikan cagar
budaya, dll. Maka dari itu kekhawatiran terkikisnya budaya Betawi harus
diyakinkan dengan adanya kepedulian penggiat budaya Betawi dan pemerintah
karena masih banyak para generasi penerus bangsa yang masih tetap mau
mempelajari kebudayaan Betawi pada khususnya dan budaya nusantara pada
umumnya.
Konsep otonomi daerah dan pola pemerintahan di daerah secara konsisten
mengikuti perkembangan teori, terutama pada hubungan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Dalam konteks bentuk negara, ada yang disebut Negara
Kesatuan dan Negara Feodal. Dalam desain Negara Kesatuan, dibentuk dan dibagi
9 Marwan Mas, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, (Depok : PT Raja Grafindo,
2018, Cetakan kesatu), h., 220
53
ke dalam beberapa daerah, sehingga pola kekuasaan negara pada hakikatnya
berada pada pemerintah pusat , kemudian kekuasaan itu dibagi ke daerah.
Hakikat otonomi daerah bukan semata-mata pemberian wewenang yang
lebih luas kepada daerah/kota dalam mengatur dirinya sendiri, tetapi juga ada
komitmen untuk menggali potensi daerah. 10
Maka dari itu pihak Pemerintah
Walikota administrasi Jakarta Timur dan Pemerintah Kecamatan Duren Sawit
terus mempromosikan segala bentuk yang ada di wilayah tersebut, lalu pariwisata
dan kebudayaan menjadi sebuah prioritas utama yang harus di promosikan, serta
memberikan kesempatan kepada penggiat budaya Betawi untuk tetap eksis dan
berkembang melalui berbagai macam kegiatan kebetawian seperti festival, lomba,
dll.
Kecamatan Duren sawit merupakan sebuah wilayah kecamatan yang
berada di Kota Administrasi Jakarta Timur, keberadaan wilayah ini adalah
perlebaran wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dari Kecamatan Jatinegara
pada tahun 1993. Peranan pemerintah kecamatan Duren Sawit sangat diperlukan
untuk sinergitas berjalannya roda kepemerintahan hingga tingkat bawah salah
satunya dibidang pelestarian kebudayaan Betawi di wilayah kecamatan Duren
Sawit.
Peranan Pemerintah kecamatan Duren Sawit juga terus mengadakan
pengkajian terhadap kesenian Betawi untuk terus dikembangkan potensi yang ada
untuk dijadikan pelestarian kebudayaan Betawi, dan pemerintah kecamatan Duren
Sawit turut bekerjasama dengan dinas terkait dan masyarakat untuk pelestarian
kebudayaan Betawi. Program kegiatan untuk setiap tahunnya dalam menyambut
hut DKI Jakarta dan lebaran Betawi selalu disiapkan secara baik guna
memberikan edukasi terhadap masyarakat terkait kebudayaan Betawi karena
kebudayaan merupakan sebuah pergaulan masyarakat.
Sesuai dengan pasal 34 ayat 2 Perda DKI No. 4 Tahun 2015 Tentang
Pelestarian Kebudayaan Betawi yang berbunyi:
10
Marwan Mas, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, … h., 184 & 185.
54
Para pengelola hotel pada minggu keempat setiap bulan,
Hari Ulang Tahun Jakarta dan Lebaran Betawi wajib
menampilkan kesenian Betawi, serta menghidangkan
makanan khas Betawi pada Hari Ulang Tahun Jakarta dan
Lebaran Betawi.
Camat Duren Sawit sangat serius menjaga otoritas kebudayaan Betawi
dalam bingkai pelestarian kebudayaan Betawi seperti mengadakan sebuah
perlombaan, festival dan ikut serta mendukung mensukseskan kegiatan HUT DKI
Jakarta, hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang
pelestarian Kebudayaan Betawi, seperti yang diungkapkan oleh camat Duren
Sawit bahwa
Untuk menjaga otoritas dalam rangka pelestarian kebudayaan betawi di
kecamatan Duren Sawit mengadakan sosialisasi terhadap masalah kebudayaan
Betawi termasuk berkoordinasi kepada sektoral terkait dengan masalah otoritas
tersebut dan juga mendukung untuk melaksanakan pelestarian-pelestarian ini,
misalnya lomba pentas dan dalam rangka HUT DKI Jakarta 491 yang sudah
disusun sedemikian rupa untuk menjaga pelestarian kebudayaan.
Sesuai dengan pasal 31 ayat 1 Point a Perda DKI No. 4 Tahun 2015
Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi yang berbunyi:
pemakaian ornamen khas budaya Betawi pada pada
bangunan publik, gedung yang sudah ada/berdiri dan yang
akan dibangun miIik Pemerintahan Daerah
Nuansa nilai kesenian Betawi pun tampak terasa indah di gedung
Kecamatan Duren Sawit, gedung Kelurahan, gedung balai warga rukun warga
(rw) yang menampakan kesenian Betawi seperti: meletakan ondel-ondel di depan
pintu masuk utama, gaya bangunan seperti rumah blandongan, terdapatnya gigi
55
balang serta karyawannya pun turut memakai seragam dengan memakai pakaian
khas Betawi, dll 11
Sesuai dengan pasal 11 ayat 2 point a yang berisi tentang Dalam rangka
mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah
bersama-sama dengan masyarakat mempunyai kewajiban sebagai berikut:
“mewujudkan iklim kesenian tradisional Betawi dan
kontemporer yang sehat, bebas, dan dinamis”
Pemerintah Kecamatan Duren Sudah berusaha dalam mewujudkan suasana
kesenian yang baik dan mampu dapat diterima seluruh lapisan masyarakat, akan
tetapi terdapat terjadi permasalahan yang terhambatnya perkembangan kesenian
kebudayaan Betawi ialah kemajuan teknologi yang semakin merajai dunia
kehidupan bermasyarakat akan tetapi itu pun tidak menjadikan masalah yang
berlanjut untuk selalu dibahas maka dari itu perlu dikeluarkannya sebuah solusi
untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Pada diskusi “Betawi kita” ke 31 yang diselenggarakan di Taman Impian
Jaya Ancol dengan judul diskusi ialah Orang Betawi dan Hut DKI Jakarta, Sem
Haesy sebagai narasumber pada kegiatan tersebut menuturkan, ada 17 poin
penting yang mesti dilakukan kaum Betawi untuk menghadapi persaingan global.
Mengusai teknologi, menguasai nano teknologi, bekerja profesional agar pelaku
seni dapat dibayar mahal. Kita memerlukan orang-orang dengan kamera memakai
mata hati. Bukan sekadar meliput, tapi tahu lebih dalam tentang apa yang terjadi
sebenarnya. Peduli terhadap alam, menguasai biotekologi, dan lainnya. Intinya
semua bidang kehidupan mesti dikuasai oleh Betawi.12
11
Wawancara langsung dengan Camat Duren Sawit pada tanggal 18 Mei 2018.
12http://www.majalahbetawi.com/2018/06/diskusi-betawi-kita-ke-31-orang betawi.html
di unduh pada 2 Juni 2018 pada jam 20.52 WIB.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas mengenai permasalahan yang dikaji, maka
sebagai implikasi dari pokok-pokok bahsan, penulis mengemukakan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemerintah Kecamatan Duren Sawit dalam melaksanakan pelestarian
kebudayaan Betawi berpedoman kepada PERDA No. 4 Tahun 2015
Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi dan intruksi pimpinan lebih
tinggi seperti Walikota dan Gubernur DKI Jakarta. Berbagai macam
kegiatan dalam pelestarian kebudayaan Betawi di wilayah kecamatan
Duren sawit sudah menunjukan peranannya sesuai yang tertera dalam
perda tersbut walaupun belum seluruhnya di implementasikan karena
terhambatnya dengan kemajuan teknologi dan infratruktur yang terus
meningkat kepada kebutuhan masyarakat.
2. Respon masyarakat Betawi di Duren Sawit terhadap PERDA No. 4 Tahun
2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi Tentang Pelestarian
Kebudayaan Betawi sangat positif dan mendukung program Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta terkhusus Pemerintah Kecamatan Duren Sawit yang
terus menjaga dan mengawal kebudayaan Betawi bersama masyarakat
melalui perda tersebut. kesenian tradisional masyarakat Betawi berupa
nilai estetika hasil perwujudan kreatifitas daya cipta, rasa, karsa dan karya
yang hidup secara turun-temurun dalam mayarakat Betawi sangat di
pelihara sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat serta menjadikan
hal tersbut sebuah nilai yang tidak boleh dihentikan. Sikap dan filosofi
hidup masyarakat Betawi yang memiliki nilai-nilai kehidupan
bermasyarakat yang luhur dan sangat penting untuk dipelihara, dilestarikan
dan diwariskan kepada generasi penerus, dan harus dipertahankan
keberadaannya walaupun terjadi perubahan global.
57
B. Saran
Perlu dilakukan serangkaian upaya dalam rangka melestarikan dan
mengembangkan kebudayaan Betawi di lingkungan Kecamatan Duren Sawit,
Diantaranya sebagai berikut:
1. Pemerintah kecamatan Duren Sawit harus membuat inovasi terbaru
menggunakan teknologi seperti media cetak, media online dan media
sosial untuk menunjang pelestarian dan perkembangan budaya Betawi.
2. Pemerintah kecamatan Duren Sawit harus lebih memerhatikan para
penggiat kebudayaan Betawi melalui pendataan, pembinaan serta
mempromosikan setiap event yang berada di wilayah kecamatan Duren
Sawit.
3. Para penggiat kebudayaan Betawi dilingkungan kecamatan Duren Sawit
harus lebih mampu bersaing dengan masyarakat luas ditingkat nasional
untuk tetap mempertahankan dan memajukan pelestarian kebudayaaan
Betawi dalam bingkai persatuan bangsa Indonesia.
58
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdalla, U. A, Pembaharuan Pemikiran Islam Indonesia (Vol. Kesepuluh),
Jakarta: KEMI, 2011.
Afrilias, D. R, Hukum Adat Betawi Yang Menggunakan Roti Buaya Dalam
Seserahan Pernikahan Perspektif Hukum Islam: Studi Kasus di
Kampung Pisangan Kelurahan Ragunan Kecamatan Pasar Minggu
Kotamadya Jakarta Selatan, Repository UIN JKT:Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta , 56&58, 2015.
Alkatiri, Z, Jakarta Punya Cara. Depok: Masup Jakarta, 2012.
Asshiddiqie, J, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia (Vol. Kedua),
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2008.
Azhari, M, Dari Jakarta Untuk Indonesia, Jakarta: LPTQ DKI Jakarta, 2008.
Blackburn, S, Jakarta: Sejarah 400 Tahu, Depok: Masup Jakarta, 2011.
Chaer. A, Betawi Tempo Doeloe Menelusuri Kebudayaan Betawi, Depok: Masup
Jakarta, 2015.
Effans, Jakarta Megapolitan, Kreasi dan Inovasi Sutiyoso, Jakarta: Pustaka
Cerdasindo, 2005.
Endraswara. S, Etnologi Jawa, Jakarta: Center For Academic Publishing Service
(CAPS), 2015.
Gie, T. L, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia,
Yogyakarta: Liberty, 1995.
Hardi. L, Jakartaku-Jakaratamu-Jakarta Kita, Jakarta: Yayasan Pecinta Sejarah,
1987.
Haris. T, Kota dan Masyarakat Jakarta, Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2007.
Herdiansyah, H. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika. 2010.
Herlinawati. L, Profil Kebudayaan Betawi, Bandung: Balai Kajian Sejarah dan
Nilai Tradisional Bandung Departemen Kebudayaan dan Pariwisata,
2006
59
Huda. N, Desentralisasi Asimetris Dalam NKRI: Kajian Terhadap Daerah
Istimewa Daerah Khusus dan Otonomi Khusus, Bandung: Nusa Indah,
2014.
Kariaga. H, Politik Hukum Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta:
Kencana, 2003.
Lampiran Penjelasan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Lubis. F, Jakarta 1960-an Kenaga Semasa Mahasiswa, Depok: Masup Jakarta,
2008.
Mas. M, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Depok: PT. Raja
Grafindo, 2018.
Nirwanto. A, Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Semarang: Aneka
Ilmu, 2013.
Prasetya. J. T., & dkk, Ilmu Budaya Dasar (Vol. Ketiga), Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2004.
Rachman. S, Pembangunan dan Otonomi Daerah Realisasi Program Kabinet
Gotong Royong, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 2004.
Ramses. A., & Bakry, L, Pemerintahan Daerah Indonesia, Jakarta: Masyarakat
Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), 2009
Rizali. N, Nafas Islam Dalam Batik Nusantara, Surakarta: UPT UNS Press, 2014.
Saidi. R, Ruh Islam Dalam Budaya Bangsa: Islam dan Betawi. Jakarta: Yayasan
Festival Istiqlal, 1996.
Salam. D. S, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan, Jakarta: Djambatan,
2001.
Saputra. Y. A, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, Jakarta: Wedatama Widya
Sastra, 2008
Sarundujang, Arus Balik kekuasaan Pusat Ke Daerah (Vol. Keenam), Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2012.
Shahab. A, Batavia Kota Banjir (Vol. Pertama), Jakarta: Republika, 2009.
Shahab. A, Betawi Queen Of The East, Jakarta: Republika, 2004.
60
Shahab. A, Saudagar Baghdad dari Betawi (Vol. Pertama), Jakarta: Republika,
2011.
Shihab. M. Q, Islam dan Kesenian, Yogyakarta: Majelis Kebudayaan
Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan, 1995.
Supriyadi. D, Sejarah Peradaban Islam (Vol. Kesepuluh), Bandung: CV Pustaka
Setia, 2008.
Suradinata, E, Otonomi Daerah dan Paradigma Baru Kepemimpinan
Pemerintahan Dalam Politik dan Bisnis, Jakarta: Suara Bebas, 2005.
Tarwiyah, T, Pelestarian Kesenian Betawi, Kongres Kebudayaan Betawi, Jakarta:
Masup Jakarta, 2011.
Terjemahan Al-Qur’an Ummul Mukmini, Cet. Kementrian Agama RI Tahun,
2004.
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Uha, I, N, Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kinerja, Jakarta: Kencana,
2013.
Widjaja. H, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002.
B. Jurnal
Hidayat. R, Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Dari Condet Ke
Srengseng Sawah, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan , 16, 563, 2010.
Megawanti. P, Persepsi Masyarakat Setu Babakan Terhadap Perkampungan
Budaya Betawi Dalam Upaya Melestarikan Kebudayaan Betawi,
Jurnal Sosio E - Kons , 7, 230, 2015.
Nur. M, Pertunjukan Seni Rabana Biang di Jakarta Sebagai Seni Bernuansa
Keagamaan. Jurnal Penelitian Keagamaan dan Masyarakat (PENMAS)
, 28, 301, 2015.
Suryani. I., & Sagiyanto. A, Strategi Komunitas Betawi Dalam Mempromosikan
Tradisi Palang Pintu: Studi Kasus Event Festival Palang Pintu ke XI,
Jurnal Komunikasi , VIII, 1&3, 2007.
61
C. Peraturan Perundang-undangan
Penjelasan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1961.
Penjelasan Perda DKI Jakarta No. 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian
Kebudayaan Betawi.
Penjelasan UU No. 29 Tahun 2007 Tentang Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D. Website
http://www.majalahbetawi.com/2018/06/diskusi-betawi-kita-ke-31-orang-
betawi.html di unduh pada 2 Juni 2018 pada jam 20.52 WIB.
62
Wawancara Dengan Abang Abdul Qodir Jailani (Tokoh Masyarakat Betawi)
Pada 29 Mei 2018 Jam 10:33 WIB
1. Apakah abang mengetahui tentang adanya Perda DKI Nomor 4 tahun
2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi ?
Jawaban
Saya sebagai penggiat budaya Betawi dibidang Palang Pintu, banyak
mendapatkan undangan baik masyarakat yang ada kepentingan
menyambut pengantin dan sunatan serta dari pemerintah juga terkadang
diundang. Belum lama ini kami diundang di Kecamatan Duren Sawit
untuk menyambut Gubernur Bapak Anis Sandi yang diwakili oleh bapak
walikota karena berhalangan hadir dalam acara Festival Budaya Betawi di
Kecamatan Duren Sawit. Adanya respon baik untuk mensyiarkan budaya
Betawi tersebut baik dari palang pintunya maupun kuliner dan kesenian
lainnya.
Mengenai Perda tersebut saya sedikit banyak mengetahui untuk kesenian
budaya Betawi yang diatur oleh Pemerintah sudah seharusnya dari
pemerintah untuk menjaga dan melestarikan serta membudayakan budaya
Betawi serta kita juga yang menjaganya.
2. Bagaimana pandangan abang tentang pelestarian budaya Betawi yang ada
dilingkungan Kecamatan Duren Sawit ?
Jawaban
Menurut saya harus saling membantu seperti Pemerintah juga sudah
menerapkan Perda maka pemerintah harus menjemput bola artinya harus
mencari para penggiat-penggiat budaya Betawi yang ada dilingkungan
Duren Sawit untuk segera mendaftar dalam bentuk-bentuk formulir yang
berhubungan dengan kebudayaan betawi untuk dijadikan database para
komunitas penggiat budaya Betawi tujuannya agar lebih terorganisir baik
itu promosinya dsb.
63
3. Apakah abang pernah mengetahui dan mengikuti kegiatan sosialisasi
Perda Nomor 4 tahun 2015 yang diselenggarakan oleh pemerintah
kecamatan Duren Sawit ?
Jawaban
Kalau untuk acara seperti itu tidak pernah secara langsung, karena kita
belum terdaftar juga untuk masuk sebagai pengurus kebudayaan Betawi
yang ada dilingkungan pemerintah.
4. Bagaimana cara mengembangkan dan melestarikan kebudayaan Betawi
dilingkungan Kecamatan Duren Sawit ?
Jawaban
Untuk mengembangkan kebudayaan Betawi kita harus saling kerjasama
yang baik antara pengurus pimpinan budaya Betawi dan anggota-
anggotanya dan terus melestarikan, mengikuti latihan palang pintu
misalnya.
5. Apakah nilai-nilai kebudayaan Betawi sudah berjalan dengan baik
dilingkungan kecamatan Duren Sawit ?
Jawaban
Menurut saya nilai-nilai kebudayaan betawi itu alhamdulillah sudah baik,
karena marawis atau hadroh atau gambus didalamnya sudah banyak
bacaan-bacaan sholawat acara-acara kebaikan juga seperti syukuran dan
acara lainnya. Palang pintu juga ada seperti acara pengarakan nganten,
nyorok dan bawa roti buaya. Apalagi dalam acara pengantin pernikahan
itu salah satu budaya Betawi palang pintu itu cerminan budaya Betawi
ketika seorang laki-laki meminta anak perempuan dari calon mertua tidak
semena-mena langsung mengambil ada syaratnya seperti seiman karena
orang Betawi mengedepankan iman. Jadi, kebudayaan Betawi ada unsur-
unsur keagamaannya juga seperti pas mau masuk bulan ramadhan
biasanya orag betawi juga pada rowahan, terus kalau orang lagi hamil di
ngajiin nuju bulanan. Keagamaan dengan kebiasaan masyarakat betawi
disini tidak lepas dari hal hal seperti itu.
64
6. Apa harapan abang untuk kedepannya budaya Betawi di lingkungan
Kecamatan Duren Sawit ?
Jawaban
Harapannya agar para penggiat seni budaya Betawi agar terus berlatih dan
terus tetap berlatih dan mempertahankan keseniannya yang udah ada agar
tampilan dimasyarakat lebih baik, dan harapan kami agar Pemprov DKI
lebih memperhatikan baik yang sudah terdaftar maupun yang belum untuk
segera ikut dalam administrasi.
7. Perlukah Pemerintah Kecamatan Duren Sawit mendukung kegiatan
kebudayaan Betawi dilingkungan Duren Sawit ?
Jawaban
Itu wajib dan kudu’ kalau masyarakat punya kelebihan budaya Betawi
kalau tidak didukung oleh pemerintah maka kebudayaan tersebut tidak
akan bisa maju dan dikenal oleh masyarakat luas.
8. Siapakah yang bertanggung jawab penuh atas kebudayaan Betawi di
lingkungan Kecamatan Duren Sawit ?
Jawaban
Untuk yang bertanggungjawab itu adalah semua, kita yang penggiat
budaya Betawi baik itu pengurus kebudayaan Betawi yang ada di
pemerintahan. Terutama masyarakat Betawi.
65
Wawancara Dengan Drs. Bambang Musyawardana, M.Si.
(Walikota Administrasi Jakarta Timur)
Pada Tanggal 21 Mei 2018 Jam 11:30 WIB
1. Siapa saja yang bertanggung jawab dalam mengatasi pelestarian
kebudayaan Betawi di Kota Administrasi Jakarta Timur?
Jawaban
Yang bertanggungjawab masyarakat yang ada diwilayah Jakarta dari itu
tataran RT, RW dan aparatnya sampai jajaran keatas termasuk ormas itu
wajib. Karena dalam Undang-Undang tahun 2007 tentang Otonomi
pemerintah kota DKI Jakarta pasal sekian budaya Betawi harus
dilestarikan termasuk budaya nusantara.
2. Bagaimana otoritas Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur dalam
melaksanakan pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Otoritas saya segaris dengan ketetapan kebijakan yang ditetapkan oleh
Provinsi, baik itu tataran kota, kecamatan, kelurahan itu harus satu garis.
3. Bagaimana respon Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur dalam
Perda DKI No. 4 Tahun 2015 tentang pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Dalam Perda DKI tentang Kebudayaan Betawi sangat positif, khususnya
saya menganggap kebudayaan Betawi sangat positif karenasalah satu
budaya nasional nusantara yang dilestarikan, karena saat budaya luar lebih
dominan di medsos, tampilan musiknya tidak kalah. Bahkan salah satu
SKBD/UKBD kita ada yang ikut terlibat langsung dalam pelestarian
budaya Betawi antara lain melakukan festival budaya betawi.
4. Apakah Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur melakukan
sosialisasi Perda DKI No. 4 Tahun 2015 tentang pelestarian kebudayaan
Betawi
66
Jawaban
Jelas, kita lakukan , dengan cara setiap ada kegiatan diadakan palang pintu,
tarian betawi, dll.
5. Apa saja yang sudah dijalankan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta
Timur dalam melaksanakan pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Banyak sekali, contoh kaya Festival Condet, setiap bulan puasa melakukan
festival marawis, master cornelis termasuk cagar budaya untuk
mengahadirkan berbagai macam budaya betawi.
6. Apakah Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur menjadikan
pelestarian kebudayaan Betawi sebagai program kerja unggulan?
Jawaban
Bukan program unggulan tapi termasuk medium, karena dalam Undang-
undang melestarikan budaya Betawi dan Nusantara, karena kita berada di
Jakarta maka harus balance.
7. Apa saja kendala / hambatan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur
dalam melaksanakan pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Khususnya terkait dengan tempat sarana, kita masih kurang lahan karena
sudah terdesaknya pembangunan rumah. Tadinya dilestarika untuk budaya
betawi kemudian terkikis contohnya condet yang sudah terkikis.
Pemerintah DKI tidak berhenti disitu masih ada situ babakan salah satu hal
yang positif.
8. Bagaimana respon masyarakat di Kota Administrasi Jakarta Timur dalam
pelaksanaan pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Sangat positif, contohnya setiap ada hiburan betawi masyarakat banyak
yang mengunjungi kaya di festival Condet banyak menyedot masyarakat
untuk datang menjadi salah satu respon positif masyarakat. Jangan takut
akan masuknya budaya asing di Indonesia
67
9. Apa hasil yang telah dicapai dalam pelestarian kebudayaan Betawi di
Kecamatan Kota Administrasi Jakarta Timur?
Jawaban
Banyak, makanan makanan khas . kalau diduren sawit ada yang jual bir
pletok. Untuk keseniannya perlu ada peningkatan karena sanggarnya
kurang.
10. Apakah nilai-nilai kebudayaan Betawi sudah berjalan dengan baik di
lingkungan Kota Administrasi Jakarta Timur?
Jawaban
Sudah baik, karena setiap ada kegiatan pasti ada kesenian budaya betawi
seperti makanan dsb. Budaya kita harus dilestarikan tidak boleh hilang
harus terus dilestarikan. Dan yang harus dikembangkan bagaimana cara
mengemas budaya tersebut
68
Wawancara Dengan H. Abu Bakar, S.E., M.Si
(Camat Duren Sawit)
Pada Tanggal 18 Mei 2018 Jam 10:47 WIB
1. Siapa saja yang bertanggung jawab dalam mengatasi pelestarian
kebudayaan Betawi di Kecamatan Duren Sawit?
Jawaban
Terkait dengan yang bertanggung jawab selain unsur pemerintah
untuk menjaga pelestarian kebudayaan Betawi adalah unsur terkait
yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dinas pendidikan dan tokoh
masyarakat betawi dan masyarakat. Karena merupakan istilahnya
pergaulan yang diterakan sehari-hari oleh masyarakat Betawi yang
harus dilestarikan dan organisasi lainnya dan ormas yang ada
dikecamatan duren sawit ini.
2. Bagaimana otoritas Pemerintah Kecamatan Duren Sawit dalam
melaksanakan pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Otoritas dalam rangka pelaksaaan pelestarian budaya Betawi kita
melaksanakan sosialisasi masalah kebudayaan betawi serta melakukan
koordinasi dengan sektral terkait dengan masalah otoritas tersebut dan
mendukung kelestarian budaya ini dengan mengadakan pentas –
pentas dan melakukan hut jakarta.
3. Bagaimana respon Pemerintah Kecamatan Duren Sawit dalam Perda
DKI No. 4 Tahun 2015 tentang pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Respon pemerintah, dengan adanya Perda ini kita akan mendukung
tentang kelestarian budaya Betawi ini, memang Pemprov DKI sudah
menerbitkan Perda Nomor 4 Tahun 2015, ini kita dukung sekali untuk
mempertahankan nilai-nilai kebudayaan betawi yang ada di Jakarta,
69
karena kita jangan sampai kalah dengan budaya lain maupun luar
negeri.
4. Apakah Pemerintah Kecamatan Duren Sawit melakukan sosialisasi
Perda DKI No. 4 Tahun 2015 tentang pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Melakukan sosialisasi, sudah melakukan sosialisasi dengan
melakukan koordinasi dan berkontribusi dengan RT dan RW untuk
menjaga nilai-nilai tersebut jangan sampai punah tentunya dibantu
dengan dinas-dinas terkait yang ada ditingkat kecamatan. Dan sudah
melakukan sosialisasi secara forum misalnya adanya acara lebaran
betawi kita mengundang RT dan RW untuk bekerja sama.
5. Apa saja yang sudah dijalankan Pemerintah Kecamatan Duren Sawit
dalam melaksanakan pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Dijalankan pemprov kec. Duren sawit. kita sudah meletakkan ondel-
ondel disemua kecamatan dan kelurahan, merupakan simbol
kebudayaan Betawi. Dan festival kembang kelapa di kelurahan
Pondok kelapa dan pentas seni di rawa domba untuk menjaga
ornamen – ornamen yang ada di Kecamatan duren sawit. Selain kita
sudah membuat pusat pelatihan kesenian Betawi yang berada di Jl. H.
Naman Pondok Kelapa guna menunjang pelestarian kebudayaan
Betawi untuk anak-anak sekolah.
6. Apakah Pemerintah Kecamatan Duren Sawit menjadikan pelestarian
kebudayaan Betawi sebagai program kerja unggulan?
Jawaban
Menjadikan budaya betawi sebagai program unggulan, kita sudah
melaksanakan program program kegiatan unggulan antara lain
mengangkat kuliner betawi diberbagai kesempatan, salah satunya
kerak telor. Disetiap kegiatan kita selalu tampilkan kerak telor dan
adalagi di kecamatan duren sawit namanya kincak duren sesuai
dengan namanya duren sawit kincak duren merupakan simbol yang
70
harus kita lestarikan karena setiap kegiatan kita tampilkan kincak
duren ini.
7. Apa saja kendala / hambatan Pemerintah Kecamatan Duren Sawit
dalam melaksanakan pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Pertama karena kemajuan teknologi yang harus kita antisipasi karena
ini akan mengikis budaya-budaya dan makanan yang ada di
kecamatan duren sawit kita berharap dari lembaga –lembaga
pendidikan juga harus sosialisasikan bahwa budaya betawi ini sudah
benar-benar mengakar dalam masyarakat.
8. Bagaimana respon masyarakat di Kecamatan Duren Sawit dalam
pelaksanaan pelestarian kebudayaan Betawi?
Jawaban
Respon masyarakat, masyarakat yang berada dikecamatan duren sawit
sangat heterogen sekali, karena kita sudah mencampur beberapa suku,
tapi dikecamatan duren sawit antusias masyarakat budaya betawi
disambut dengan baik salah satunya ada acara kegiatan kita tampilkan
yang namanya palang pintu dan antusias masyarakat sangat baik
karena adanya pantun, jawab menjawab antusias ingin melihat.
9. Apa hasil yang telah dicapai dalam pelestarian kebudayaan Betawi di
Kecamatan Duren Sawit?
Jawaban
Hasil yang dicapai, hasilnya banyak makanan-makanan yang menjadi
khas Betawi di wilayah kecamatan duren sawit, yang kedua
banyaknya anak-anak yang melakukan tarian-tarian topeng maupun
khas betawi. Disini ada namanya sanggar untuk tarian betawi berada
di H.Naman di Pondok Kelapa yang dibina untuk melestarikan tarian
topeng betawi maupun lenong. Yang ketiga masyarakat disini sangat
guyub sekali karena disini masyarakat betawi tidak ada istilah tidak
terima semua menerima untuk namanya silaturahmi.
71
10. Apakah nilai-nilai kebudayaan Betawi sudah berjalan dengan baik di
lingkungan Kecamatan Duren Sawit?
Jawaban
Nilai budaya, nilai kebudayaan betawi sudah berjalan dengan cukup
baik namun masih perlu partisipasi dari berbagai pihak jangan sampai
kebudayaan betawi yang sudah ada dimasyarakat betawi ini terkikis
oleh kebudayaan yang berasal dari luar karena kemajuan teknologi
jangan sampai menghapus nilai luhur yang ada di kecamatan duren
sawit ini. Pemprov DKI akan mengadakan HUT Jakarta pada 22 Juni
yang akan datang tentu akan meriah karena akan dilaksanakan bukan
hanya tingkat Provinsi sampai ke tingkat RT, RW yang ke 491 ini
72
(Foto dengan Bapak walikota Jakarta Timur)
(Gambar 2)
(Foto dengan Camat Duren Sawit)
(Gambar 3)
73
(Foto dengan Penggiat Kesenian Budaya Betawi di lingkungan
Kecamatan Duren Sawit)
(Gambar 4)
Menimbang
Mengingat
I SALINA!'! I
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUSIBUKOTA JAKARTA
NOMOR 4 TAHUN 2015
TENTANG
PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
a. bahwa kebudayaan Betawi merupakan bagian dari budayanasional dan merupakan aset bangsa, maka keberadaannya perludijaga, diberdayakan, dibina, dilestarikan, dan dikembangkansehingga berpernn dalam upaya menciptakan masyarakat yangmemiliki jatidiri, berakhlak mulia, berperadaban danmempertinggi pemahaman terhadap nilai-nilai luhur budayabangsa berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa budaya masyarakat Betawi yang merupakan sist<:m nilai,adat istiadat yang dianut oleh masyarakat Betawi, yang didalamnya terdapat pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai, sikap, dantata cara masyarakat yang diyakini dapat memenuhi kehidupanwarga masyarakatnya;
c. bahwa dalam rangka menjamin terpeliharanya kebudayaan Betawidan untuk mewujudkan maksud sebagaimana dimaksud padahuruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang PelestarianKebudFlyFlan Betawi;
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah SimpanKarya Cetak dan Karya Rekam (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1990 Nomor 48, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomar 3418);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman(Lembaran Negara Rcpublik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3473);
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85,TnmbRh'1n l,emhnrF\l1 Npf~nrn Rr:pvhljk fnrIOll13:ij" Nnmor 4??O):
2
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor,130] );
6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang PemerintahanProvinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota NegaraKesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4744);
7. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 129,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4774);
8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang KeterbukaanInformasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4846);
9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ten tang PembentukanPeraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5188);
12. Unclang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang OrganisasiKemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2013 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 54(0);
13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran NegaraRepllblik lndonesiq Nomor 5679);
14. Peraturan Pemerintah NomorPenyelenggaraan Usaha Perfilmanlnclonesia Tahun 1994 Nomor 11,Nnffior :'3fi'1 J );
6 Tahun 1994 tentang(Lembaran Negara RepublikTambahan Lembaran NegarA.
IS. Peraturan Pemerimah Nomor 19 Tahun 1995 tentangPemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum(LembafAn Negar8 Republik Indonesia TRhun 1995 NOffior 35,T~lnlh.:,h~~!'l LI"n-lhnr~II' Nt·;lJllt'll Nnrr1111' 'lnqrJ );
1.'
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007 tentangPedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan BidangKebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat Dalam Pelestarian danPengembangan Budaya Daerah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 ten tangPedoman Bagi Kepala Daerah Dalam Pelestarian danPengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah;
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentangPedoman Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan NilaiSosial Budaya Masyarakat;
19. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan MenteriKebudayaan dan Pariwisata Nomor 42 Tahun 2009 dan Nomor 40Tahun 2009 tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan;
20. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PMAOjUM. 001 j MKP j 2009 ten tang Pedoman Pelestarian Benda CagarBudaya dan Situs;
21. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata NomorPMA5jUM.00ljMKPj2009 tentang Pedoman Permuseuman;
22. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata NomorPMA7 jUM.00ljMKPj2009 tentang Pedoman Pemetaan Sejarah;
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentangPembentukan Produk Hukum Daerah;
24. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian danPemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya (LembaranDaerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999Nomor 26);
25. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2004 ten tang Kepariwisataan(Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota JakartaTahun 2004 Nomor 65);
26. Peraturan Daerah Nomor 8Pendidikan (Lembaran DaerahJakarta Tahun 2006 Nomor 8);
Tahun 2006 tentang SistemProvinsi Daerah Khusus Ibukota
27. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang PembentukanPeraturan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah KhususIbukota Jakarta Tahun 2010 Nomor 2, Tambahan LembaranDaerah Provinsi Daerah Ibukota Jakarta Nomor 1) sebagaimanatelah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2013(Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota JakartaTahun 2013 Nomor , Tambahan Lembaran Daerah Provinsi DaerahIhllkntH ,Jfilm.rrtl !'J"lI'j'lfll' ',Jon:;»;
4
28. Peraruran Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang OrganisasiPerangkat Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah KhususIbukota Jakarta Tahun 2014 Nomor 201, Tambahan LembaranDaerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 204);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIANBETAWI.
BAB I
KETENTUAN lJMUM
Bagia n Kc~a tuPengert i~1n
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
KEBUDAYAAN
1. Daerah adalah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagaiunsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus IbukotaJRkarta.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRDadalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah KhususIbukota Jakarta.
5. Dinas adalah Dinas yang tugas dan fungsinya di bidang kebudayaan.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat denganSKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah ProvinsiDaerah Khusus Ibukota Jakarta.
7. Unit Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat UKPD adalahunit kerja atau subordinat SKPD.
8. Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, perilaku, dan hasil karyamanusia danl atau kelompok manusia baik bersifat fisik maupun nonfi~ik yang diperoleh melalui proses belajar dan adaptasi terhadaplingkungannya.
9. Pelestarian adalah upaya perlindungan, pengembangan, danpemanfaatan kebudayaan yang dinamis.
10. Perlindungan adalah upaya pencegahan dan penanggulanganterhadap tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian,atau kepunahan kebudayaan dan adat istiadat, yang berupa gagasan,perilaku, dan karya budaya termasuk harkat dan martabat serta hakbudaya yang diakibatkan aleh perbuatan manusia ataupun proReRAlam.
----- -
5
11. Pengembangan adalah upaya dalam berkarya, memungkinkanterjadinya penyempurnaan gagasan, perilaku, dan karya budayabcrupa perubahan, penambahan, atau penggantian sesuai tata dannorma yang berlaku pada komunitas pemiliknya tanpa mengorbankankeasliannya.
12. Pemanfaatan adalah upaya penggunaan karya budaya untukkcpentingan pendidikan, agama, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan,teknologi, dan kebudayaan it'll sendiri.
13. Jatidiri bangsa adalah karakter budaya dan karakter sosial yangmenjadi eiri pengenal bangsa tertentu.
14. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan pemahaman sertatata laku seseorang atau kelompok orang dalam usahamendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihanbudaya Betawi.
15. Kcsenian adalah kesenian tradisional masyarakat Betawi berupa nilaiestetika hasil perwujudan kreatifitas daya eipta, rasa, karsa dan karyayang hidup seeara turun-temurun dalam mayarakat Betawi.
16. Kepurbakctlaan adalah semua peninggalan budaya masyarakatBetawi masa lalu yang bereorak Prasejarah, Hindu-Budha, Islammaupun kolonial.
17. Kesejarahan adalah dinamika peristiwa budaya Betawi yang tejadi dimasa lalu dalam berbagai aspek kehidupan dan hasil rekonstruksiperistiwa-peristiwa tersebut, serta peninggalan masa lalu dalambentuk pemikiran ataupun teks tertulis, tidak tertulis dan tradisilisan.
18. Permuseuman adalah segala seluk beluk atau hal yang menyangkutmuseum budaya Betawi.
19. Nilai tradisi atau adat istiadat adalah konsep abstrak mengenaimasalah dasar kemanusiaan yang amat penting dan berguna dalamhidup dan kehidupan manusia yang tereermin dalam sikap danperilaku yang selalu berpegang teguh pada adat istiadat masyarakatBetawi.
20. Bahasa Betawi adalah bahasa yang digunakan sebagai saranakomunikasi dan interaksi antar masyarakat Betawi.
21. Perpustakaan adalah institusi kepustakaan pengelola koleksi karyatulis, karya eetak, danl atau karya rekam seeara profesional dengansistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian,pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
22. Perfilman adalah seluruh kegiatan yang berhubungan denganpembuatan, jasa teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran,pertunjukan, danl atau penayangan film.
23. Pakaian BetawikelengkapannyaI3etnwi.
adalah pakaian adat Betawi dan seluruhatau aksesoris yang; digunakan parla aeara. rcsmi
(J
24. Souvenir atau cinderamata adalah benda yang bercirikan kebetawiansebagai oleh-oleh, tanda mata, danl atau kenang-kenangan.
25. Ornamen atau arsitektur adalah bangunan atau bagianbangunan atau lambang-lambang atau simbol-simbolmencirikan kebctawian.
dariyang
26. Kuliner adalah segala jenis makanan yang bercirikan kebetawian.
27. Badan Musyawarah Masyarakat Betawi yang selanjutnya disebutdengan Bamus Betawi adalah selaku organisasi induk masyarakatBetawi yang merupakan representatif untuk ditunjuk sebagai mitraPemerintah Daerah dalam pelaksanaan seluruh kegiatan PelestarianKcbudayRal1 Betawi.
Bagian KeduaT1.~juan dan Prinsip
Pasal 2
Tujuan Pelestarian Kebudayaan Betawi untuk :
a. melindungi, mcngamankan, dan melestarikan budaya Betawi;b. mcmelihara dan mcngembangkan nilai-nilai tradisi Betawi yang
merupakan jatidiri dan sebagai perlambang kebanggaan masyarakatBetawi dalam masyarakat yang multikultural;
c. meningkatkan pemahaman kesadaran masyarakat terhadapkebudayaan Betawi;
d. meningkatkan kepedulian, kesadaran, dan aspirasi masyarakatterhadap peninggalan budaya Betawi;
e. membangkitkan semangat cinta tanah air, nasionalisme, danpatriotisme;
f. mcmbangkitkan motivasi, memperkaya inspirasi, dan memperluaskhasanah bagi masyarakat dalam berkarya dalam bidangkebudayaan; dan
g. mengembangkan kebudayaan Betaw! untuk memperkuat jatidirikebudayRRn nasional.
P:1fln1 3
Pi')1f'At8rian KebudayRan BetRwi diAeJen.~gr).rRkan berdasarkan prinsir:
a. kcterbukann;b. akuntabilitas;c. kepastian hukum;d. keberpihakan; danc. kc!.1crlanjuIHn.
7
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal4
(1) Tugas Pemcrintah Dacrah dalam Pelestarian Kebudayaan Betawisebagai bcrikut:
a. menumbuhkembangkan partisipasi dan kreativitas masyarakat;b. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat Jakarta tcrhadap Pelestarian Kebudayaan Betawi;c. melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat,
dan dunia usaha dalam upaya Pelestarian Kebudayaan Betawi;dan
d. mengoordinasikan pelaksanaan Pelestarian Kebudayaan Betawidengan daerah sekitarnya.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Pemerintah Daerah mempunyai wewenang:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan serta strategi PelestarianKebudayaan Betawi berpedoman pada kebijakan nasional;
b. mcnyclenggarakan Pclestarian Kebudayaan Betawi sesuai norma,standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah;
c. melakukan kerja sama antar daerah, kemitraan, dan jejaringdalam Pclestarian Kebudayaan Betawi;
d. melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatanPelestarian Kebudayaan Betawi;
e. menetapkan kawasan kebudayaan Betawi;danf. memfasilitasi penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi
yflllg disclenggarakan masyarakat Betawi.
Pasal5
(1) Untuk mcncapai tujuan pelestarian kebudayaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Daerah menyusun RencanaInduk Pelestarian Kebudayaan Betawi dalam kurun waktu 20 (duapuluh) tahun.
(2) Rcncana induk Pelcstarian Kebudayaan Betawi sebagaimanadimFlksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a. arah, kebijakan, dan strategi dalam mencapai targetpenyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi;
b. target yang ingin dicapai dalam Pelestarian Kebudayaan Betawi;c. pengembangan kerjasama, kemitraan, dan partisipasi aktif
masyarakat dalam penyelenggaraan Pelestarian KebudayaanBetawi; dan
d. kebutuhan penyediaan pembiayaan yang ditanggung olehPemerintah Daerah dan masyarakat.
(3) Rencana induk Pelestarian Kebudayaan Betawi sebagaimanadimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan perkembangankrb\.ldnynnl1 dnernh Inin yon£,; ndH eli dE\')mh.
8
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Induk PelestarianKebudayaan Setawi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal6
(1) Rencana induk Pelestarian Kebudayaan Betawl sebagaimanadimaksud dalam Pasal 5, dituangkan dalam:
a. Rencana Aksi Daerah (RAD) Pelestarian Kebudayaan Betawi; danb. Rencana Strategis Dinas dan SKPD /UKPD terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Aksi Daerah (RADlPelestarian Kebudayaan Betawi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a, diatur dengan Peraturan Gubernur.
(3) Rencana Strategis Dinas dan SKPD/UKPD terkait dalam PelestarianKebudayaan Betawi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undan~an.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Pasal 7
Masyarakat bnhak:
a. mcnggunakan seluruh aspek kebudayaan Betawi sesuai fungsinya;b. memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam
penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi;c. turut serta dalam menetapkan kebijakan kebudayaan Betawi; dand. memilih aspek kebudayaan Setawi untuk kepentingan pengungkapan
pengalaman dan estetisnya.
Pasa) 8
Masyarakat berkewajiban menjaga kelestarian budaya Betawi dan dapatturut serta dalam upaya Pelestarian Kebudayaan Betawi terutama pada:
a. inventarisasi nilai-nilai tradisi budaya Betawi;b. inventarisasi aset kekayaan budaya dan penggalian sejarah Betawi;c. peningkatan kegiatan Pelestarian Kebudayaan Betawi;d. sosialisasi dan publikasi nilai-nilai tradisi budaya Betawi; dane. fasilitasi pengembangan kualitas sumber daya manusia dalam
Pclcstarian Kebudayaan SetawL
9
BABIV
PENYELENGGARAAN PELESTARIAN
BARi8n K0Rf.ltU
Um \Hn
Pasal9
Pelestarian Keb1..1dayaan Setawi diselenggarakan melal1..1i:
a. pendidikan;b. perlind1..1ngan;c. pengembangan;d. pemanfaatan;c, pemeliharaan; danf. pembinaan, pemanta1..1an clan eval1..1asi.
Pasal 10
Penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Setawi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 9, dit1..1j1..1kan pada 1..1ns1..1r:
a. kesenian;b. kep1..1rbakalaan;c. perm1..1se1..1man;d. kesejarahan;e. kebahasaan dan kes1..1sastraan;f. adat istiadat;g. kcpustakaan dan kcnaskahan;h. perfilman;i. pakaian aclat;j. k1..1liner;k. ornamen / arsi tektur; danl. !\l)l,.lvrnir! cinrlerarnAt.fl.
BagiR.n Kedua
Kcseninn
Pasal 11
(1) Pelestarian kesenian Setawi sebagaimana dalam Pasal 10 hur1..1f a,bcrtujuan unt1..1k :
a. meningkatkan kesinambungan usaha pengelolaan, penelitian,peningkatan mutu, penyebarl1..1asan kesenian, peningkatan dayacipta dan daya penampilan, serta peningkatan apresiasi kesenianSetawi;
b. meningkatkan kreativitas dan produktivitas seniman 1..1nt1..1kberkarvH bagi kC'H"niroln B<>.tnwi; dAn
10
c. meningkatkan sikap positif masyarakat terhadap kesenian Betawimelalui pendidikan dan apresiasi seni di sekolah dan di luarsckoJah.
(2) Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), Pemerintah Daerah bersama-sama dengan masyarakatmempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. mewujudkan iklim kesenian tradisional Betawi dan kontemporeryang sehat, bebas, dan dinamis;
b. meningkatkan kesejahteraan dan terlindunginya hak cipta danhak kekayaan dan intelektual seniman Betawi;
c. menata lembaga kesenian yang kreatif, responsif, proaktif dandinamis terhadap kebutuhan dan pertumbuhan kesenian Betawi;
d. meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kesenian Betawi;e. meningkatkan profcsionalisme penyelenggaraan kesenian Betawi;f. mendorong dan memfasilitasi perkumpulan seni dan organisasi
atau lembaga kemasyarakatan dalam pelestarian kesenian Betawi;g. mengembangkan sistem pemberian penghargaan;h. memanfaatkan ruang publik, hotel, tempat perbelanjaan, kantor
pemerintahan, gedung kesenian, gedung sekolah dan mediamassa sebagai upaya pelestarian kesenian Betawi;
i. mendorong tumbuhnya industri alat kesenian Betawi;j. merefieksi dan mengevaluasi kegiatan penyelenggaraan
pelestarian kesenian Betawi; dank. membina dan memfasilitasi perkumpulan atau paguyuban
kesenian Betawi.
Pasal 12
(1) Dalam pC'nyelenggaraan pelestarian kesenian Betawi, PemerintahDncrnh meJakukan :
a. penerapan kesenian Betawi dalam kurikulum pendidikan dasardan menengah dengan memasukkan mata pelajaran muatan lokalkesenian Betawi yang setara dengan mata pelajaran lain;
b. meningkatkan kualitas pendidik dan bahan ajar kesenian Betawiserta pamong seni; dan
c. memenuhi fasilitas yang diperlukan dalam peJaksanaanpendidikan keseninn Betawi.
(2) Penyelenggaraan pelestarian kesenian Betawi sebagaimana dimaksudpada ayat (1), menjadi tugas KepaJa SKPD yang membidangipendidikan berkoordinasi dengan Kepala SKPD yang membidangikebudayaan dengan mengikutsertakan masyarakat di bidangpcnrlidilmn.
[1, 1: if': I 1:.~
Pemerintah Daerah melakukan pengembangan program dan kegiatanpelestarian kesenian Betawi dengan melibatkan masyarakat, seniman,pflrn nhli, dnn pih .. k Jilin YH1:"1~ br;rk"l'!pentil1(!FlI1.
J J
Pasal 14
Dalam rangka meningkatkan apresiasi kegiatan kesenian Betawi,Pemerintah Daerah danl atau masyarakat melaksanakan:
a. lomba kesenian Betawi yang diselenggarakan secara periodik danberjenjang;
b. perge!aran kesenian Betawi pada acara resmi tertentu;c. kegiatan Jain yang berfungsi sebagai sarana dan media apresiasi
kesenian Betawi; dand. memberikan penghargaan dan jaminan sosia! kepada seniman.
Pi1s£ll 15
Gubernur memfasilitasi karya seni tradisional danl atau karya seni Betawiyang be!um diketahui penciptanya dan wajib di!indungi sesuai denganketentuRn peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melestarikan kesenianBetawi harus melakukan pelestarian:
a. kesenian yang dianggap hampir punah atau !angka yang memi!ikiciri khas Betawi; dan
b. kesenian kontemporer dan kreasi baru yang selaras dengan nilaibudaya Betawi.
(2) Pelestarian kcscnian Bctawi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),diarahkan pada norma dan nilai kemajuan yang bermanfaat bagiterwujudnya pembangunan manusia yang beriman dan bertaqwase'rtn herakhlAk mulio..
Pasal 17
Ketentuan !ebih lanjut mengenai penyelenggaraan pelestarian kesenianBetawi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasa! 16diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
K""purhi' kl1lnnn
Pa~.ial 1K
Pelestarian kepurbakalaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 hurufb, diselenggarakan Pemerintah Daerah danl atau Masyarakat melalui1{f\~iH.rlo1n:
12
a. pendataan, pencatatan, dan pendokumentasian terhadap tinggalanbudaya Setawi yang tersebar di daerah danl atau di luar daerahdanl atau yang telah dikuasai masyarakat;
b. penyelamatan penemuan tinggalan budaya Setawi yang berada di atasdan masih terpendam/terkubur di dalam tanah;
c. pengkajian ulang penemuan tinggalan budaya Setawi;d. pengaturan pemanfaatan kcpurbakalaan bagi kepentingan sosial,
pendidikan, pariwisata; dane. mensosialisasikan penemuan tinggalan budaya Setawi kepada
masyarakat secara berkala.
Pasal 19
(1) Pemerintah Daerah melakukan sosialisasi kepurbakalaan sesuaistandar teknis arkeologi secara Juas, sistematis, dan terarah.
(2) Pelaksanaan sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),melibatkan masyarakat, para ahli, danl atau pihak lain yangberkepcntingan.
Pasal20
(1) Hasil penemuan tinggalan budaya Setawi dalam bentuk bendabergerak danl atau tidak bergerak disimpan di museum.
(2) Hasil temuan tinggalan budaya Betawi dalam bentuk benda tidakbergerak berada di atas tanah milik perorangan diberi penggantiansesuai ketentuan perRturan penmdang-undangan.
Pasal 21
(1) Sagi masyarakat yang menemukan danl atau menyimpan bendatinggalan budaya wajib didaftarkan kepada Gubernur melalui KepalaDinas.
(2) Kepala Dinas mendokumentasikan hal ikhwal benda tinggalanbudaya yang disimpan oleh masyarakat.
(3) Tinggalan budaya Setawi dapat dimanfaatkan untuk kepentinganpendidikan, kepariwisataan, kegiatan ilmiah dan permuseuman.
Pasal '22
Ketentuan lebih lanjut mengenai peJestarian kepurbakalaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur denganPeraturan Gubernur.
13
Bagian Keempat
Permuseumnn
Pasal 23
(1) Penyelenggaraan permuseuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal10 humf c, melalui kegiatan pengumpulan, pengkajian, perawatan,pengamanan, dan pemanfaatan benda dan situs bernilai budaya danilmu pengetahuan sejarah dan lingkungan.
(2) Penyelenggaraan permuseuman sebagaimana dimaksud pada ayat(1), dapat diselenggarakan oleh masyarakat dan badan hukumsetelah mendapatkan izin dari Gubernur.
(3) Pemerintah Daerah wajib memiliki museum Betawi.
Pasa124
(1) Setiap benda yang menjadi koleksi di museum hams memperhatikankriteria sebagai berikut:
a. memiliki nilai budaya, sejarah dan ilmiah;b. memiliki identitas menurut bentuk dan wujudnya, tipe dan
gayanya, fungsi dan asalnya secara historis, geografis, genusdalam orde biologi atau periodisasi dalam geologi; dan
c. dapat menjadi monumen dalam sejarah dan budaya Betawi.
(2) Koleksi museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hamsdidokumentasikan secara verbal dan visual sesuai ketentuan teknispcrmuseuman melalui kegiatan pengkajian dan penyajian pameran.
Pasal25
(1) Pemanfaatan koleksi museum dapat dilakukan untuk kepentinganantara lain pendidikan, penelitian, rekreasi atau pariwisata,sepanjang tidak menimbulkan kerusakan terhadap koleksi museum.
(2) Penyelenggara museum harus menetapkan kebijakan pemanfaatankolekRi ml.lSeUm sc,nJai kctentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal26
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan permuseumansebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25, diaturdcngan Peraturan Gubernur.
III
Br,lgil'111 I<climn
Kcsejnrahnn
Pasa1 27
(1) Pemerintah Daerah bcrkewajiban menyelenggarakan pelestariankesejarahan Betawi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d,mclalui :
a. pemeliharaan, perlindungan dan pengkajian sumber sejarahsebagai bahan penulisan sejarah Betawi;
b. penelitian dan penulisan sejarah daerah secara obyektif danilmiah serta ilmiah populer, dan sastra sejarah Betawi;
c. pemilahan dan pemeliharaan hasil penulisan sejarah Betawi; dand. pemanfaatan hasil penulisan sejarah Betawi harus
disosialisasikan melalui pendidikan dasar dan menengah, mediamassa penerbitan berkala dan sarana publikasi lain yang dapatdiakses oleh semua lapisan masyarakat.
(2) Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasikesejarahan Betawi yang dilakukan oleh masyarakat,
penulisan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pelestariankesejarahan dan penulisan kesejarahan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Nilai Tradisi dan Adat lstiadat
Pflsal 28
(1) Pemerintah Daerah bersama-sama masyarakat melestarikan nilaitradisi Betawi dan adat istiadat yang berkembang dalam kehidupanl1111syarakat Betawi.
(2) Pelestarian nilai tradisi dan adat istiadat sebagaimana dimaksudpada ayat (1), melall.li kegifltan:
a, pengkajian, pemeliharaan dan pengembangan nilai tradisi danadat istiadat Betawi yang dipedomani oleh masyarakat dalamberperilaku dan bcrtindak, yang meliputi aspek ungkapan,peribahasa, upacara, cerita dan permainan rakyat, naskah kuno,pcngetahuan, sistern kemasyarakatan, masyarakat kampungbudaya Betawi, dan nilai tradisi lainnya yang tumbuh danberkembang pada masyarakat Betawi;
b. pemilahan dan pemeliharaan terhadap nilai tradisi dan adatistiadat yang disesuaikan dengan perkembangan zaman;
c. perlindungan terhadap masyarakat yang menggunakan danmengembangkan nilai tradisi serta adat istiadat dalamkehidupannya; dan
d. m<enRoRin1isflsikfln hnsil kajinn nilni tradisi RctAwi kepadn!)'\11i'lj'f-lt'p[nH II!!"',.
15
(3) Kegiatan pelestarian nilai tradisi dan adat istiadat sebagaimanadimaksud pada ayat (2), hams memperhatikan:
a. nilai agama;b. tradisi, nilai, norma, etika, dan hukum adat;c. sifat kerahasiaan dan kesucian unsur-unsur budaya tertentu yang
dipertahankan oleh masyarakat;d. kepentingan umum, kcpentingan komunitas, dan kepentingan
kelompok dalam masyarakat;e. jatidiri daerah dan bangsa;f. kemanfaatan bagi masyarakat; dang. peraturan perundang-undangan.
Pasal29
Pemerintah Daerah bersama-sama dengan tokoh masyarakat Betawimenetapkan antara lain:
a. pakaian adat Betawi dan kelengkapannya;b. ornamen/arsitektur khas Betawi pada bangunan;c. upacara perkawinan adat Betawi;d. bahasa Betawi;e. souvenirI cinderamata; danf. kuliner.
Pasal30
(1) Penggunaan pakaian adat Betawi, dipakai pada :
a. peringatan Ulang Tahun Kota Jakarta;b. lebaran Betawi; danc. hari kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam satu minggu
bagi Aparatur Pemerintah D8erah.
(2) Dalam rangka pelestarian dan pengembangan pakaian adat Betawi,Pemerintah Daerah bersama-sama tokoh masyarakat Betawimenetapkan jenis pakaian adat Betawi yang dapat digunakan dalamantra tertcntu oleh warga masyarakA.t.
Pasal :) 1
(1) Ornamen bercirikan khas budayapemakaiannya harus dipelihara danPemerintah Daerah melalui car" :
Betawi keberadaandikembangkan atas
danizin
a. pemakaian ornamen khas budaya Betawi pada bangunan publik,gedung yang sudah ada/berdiri dan yang akan dibangun miIikPemerintahan Daerah; dan
b. mcnempatkan ornamen khas Budaya Betawi pada bagian dindinggapura danI atau tugu yang berfungsi sebagai batas wilayahl~.oh-Jl·nhF\l1, l~pc[.J.mn.r.nn, kotn/knhnpntlm i'lc;lminif'trl;il'i, c.!fln d."o[llth,
16
(2) Ketemuan lebih lanjut mengenai pemakaian dan penempatanornamen bereirikan khas budaya Betawi sebagaimana dimaksudpada ayat (1), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal32
Upaeara perkawinan adat Betawi keberadaannya harus dijaga, dipeliharadan dikembangkan oleh Pemerintah Daerah dan Masyarakat Betawi.
Pasa! 33
Bahasa Betawi sclain digunakan bagi masyarakat Betawi danl ataumasyarakat Jakarta, dapat digunakan pada aeara resmi bereiri khasbudaya Betawi dan aeara resmi lain.
Pasal 34
(1 ) Pengelola danl atau penyelenggara tempat hiburan,biro perjalanan wajib menyediakan,souvenirI einderamata Betawi kepada pengunjung.
hotel, restoran,memberikan
(2) Para pengelola hotel pada minggu keempat setiap bulan, Hari UlangTahun Jakarta dan Lebaran Betawi wajib menampilkan kesenianBetawi, serta menghidangkan makanan khas Betawi pada Hari UlangTnhun Jakarta dan Lebaran SetawL
Pasal35
(1 ) Pemerintah Daerah dan masyarakatmeningkatkan industri keeil kerajinan dansebagai oleh-oleh Betawi danl atau Jakarta.
mengembangkan danmakanan khas Betawi
(2) Pemerintah Daerah wajib menghidangkan makanan khas Betawipada peringatan Ulang Tahun KotH ,h,kRrta. dan lebRran BetawL
Pasal 36
Ketentuan lebih !anjut mengenai pelestarian nilai tradisi dan adat istiadatBetawi sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 30 sampai dengan Pasal 35diatur dengan Peraturan Gubernur.
Ragian Kctujuh
Pr>rf.ilrnnn
.) 1 ",,,,~
1 d~)tl .. ) (
(1) Dalam rangka Pelcstarian Kebudayaan Betawi, Pemerintah daerahbcrkewajiban memfasilitasi pembuatan film dokumenter tentangwl'lrisf\I\ h1.1dnyn Bemwi.
17
(2) Untuk melaksanakan kcwajiban scbagaimana dimaksud pada ayat(I), Pemerintah Dacrah menetapkan serta melaksanakan kebijakandan rencana perfil man daerah, serta menyediakan prasarana dansarana untuk pengembangan dan kemajuan perfilman dokumenterbudaya SetawL
Pasal38
Gubernur dapat memberikan insentif berupa keringanan pajak daerahdan retribusi daerah tertentu untuk film dokumenter budaya Betawi.
Pasal39
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelestarian perfilman dokumenterbudaya Betawi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38,diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB V
DATA DAN INFORMASI
Pasal 40
(1) Pcmerintah Daerah mengcmbangkan data dan informasi PelestarianKebudayaan Betawi sekurang-kurangnya memuat :
a. jenis kesenian Betawi;b. kesejarahan Betawi;c. permuseuman Bctawi;d. kebahasaan dan kesusastraan Betawi;e. nilai tradisi dan adat istiadat Betawi;f. kepustakaan dan kenaskahan Betawi;g. perfilman Betawi;h. pakaian adat Betawi;i. kuliner khas Betawi;j. arsitektur Betawi; dank. data dan informasi lain yang diperlukan dalam Pelestarian
Kebudayaan Betawi.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),terhubung dalam satu jejaring secara nasional.
(3) Penyediaan data dan informasi Pelestarian Kebudayaan Betawisebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian tugasKepala Dinas yang membidangi urusan kebudayaan berkoordinasidengan Kepala SKPD yang tugas dan fungsinya di bidangknmllni\<:nt'li dnn i.nformn~1i.
P~"tSJ! 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai data dan informasi kebudayaan Betawisebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diatur dengan PeraturanGl!lwrnur.
18
BAB VI
PEMBINAAN
Bagirl!l Kesl'ltu
PembinL18.n
Pnsa142
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan penyelenggaraanPelestarian Kebudayaan Betawi.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meIaIui kegiatansebagai berikut:
a. sosialisasi;b. bimbingan teknis, supervisi, dan konsuItasi;c. pendidikan dan pelatihan;d. penelitian dan pengembangan;e. pengembangan sistem informasi dan komunikasi;f. penyebarluasan informasi kepada masyarakat; dang. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
PasaI43
Pembinaan Pelestarian Kebudayaan Betawi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 42 dapat dilakukan oleh masyarakat.
Bagian Kedua
Pcmentauan dnl'l Evaluflsi
Pailill'iA
(1) Pemerintah Daerah melakukan pemantauan penyelenggaraanPelestarian Kebudayaan Betawi.
(2) Pemerintah Daerah melakukan evaluasipekstarian huciaya BetAwi SCCAm herkalA.
PA14 VII
PIT; IVI. III IIY1\1'-. f\j
r~'i:-\l\l ",,:!
penyeIenggaraan
PembiayaanPemerintahD"wcn 11.
Pelestarian Kebudayaan Betawi yang diIakukan olehDaerah berasal dad Anggaran PendapFttan dan BeJanjft
19
Pf.\1ml 413
(1) Pembiayaan kegiatan Pelestarian Kebudayaan Betawi yangdilaksanakan masyarakat menjadi tanggung jawab masyarakat.
(2) Pemerintah Oaerah dapat memberikan bantuan untuk kegiatanPelestarian Kebudayaan Betawi yang dilakukan oleh masyarakat.
BAB VIII
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
PasaI47
(1) Perselisihan dalam Pelestarian Kebudayaan Betawi antar perorangan,antar organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan, dan/ atauforum komunikasi masyarakat kebudayaan diselesaikan secaramusyawarah para pihak.
(2) Musyawarah para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdilakukan melalui mediasi dan rekonsiliasi.
(3) Oalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2) tidak tercapai, Gubernur dapat memfasilitasi prosespenyelesaian perselisihan.
(4) Oalam hal musyawarah dan fasilitasi sebagaimana dimaksud padaayat (1), ayat (2), dan ayat (3), tidak tercapai, penyelesaianperselisihan dapat dilakukan melalui proses hukum.
BAB IX
SANKS! AOMINISTRASI
PasaI48
(1) Setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan Pasal 21,Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 34 dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapathf'rurn :
a. teguran lisan;b. peringatan tertulis; danc. penundaan pemberian layanan publik.
(3) Sanksi administratif diberikan oleh Gubernur berdasarkan usulanKepala Oinas.
(4) Pelaksanaan pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksudpada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undan15an.
20
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal49
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran DaerahProvinsi Oaerah Khusus Ibukot.a Jakarta.
Ditetapkan eli Jakartapada tanggal 9 September 2015
GUBERNUR PROVINSI OAERAH KHUSUSIAUKOTA ,JAKARTA,
tte!.
BASUKI T. PURNAMA
Diundangkan di Jakartapada tanggal 11 September 2015
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUSIBUKOTA JAKARTA,
tte!.
SAEFULLAH
LEMBARAN OAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTATAHUN 2015 NOMOR 104
NOREG PERATURAN OAERAH PROVINsr OKI ,JAKARTA: (4/2015)
2.1
PEN,JELASAN
I\TAS
PERATURAN DAERAHPROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 4 TAHUN 2015
TENTANG
PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI
I. UMUM
Kebudayaan suatu bangsa merupakan indikator dan mencirikan tinggiatau rendahnya martabat dan peradaban suatu bangsa. Kebudayaan tersebutdibangun oleh berbagai unsur, seperti bahasa, sastra dan aksara, kesenian, danberbagai sistem nilai yang tumbuh dan berkembang dari masa ke masa.
Kebudayaan Nasional dibangun atas berbagai kebudayaan daerah yangberagam warna dan corak, sehingga satu rangkaian yang harmonis dandinamis. Oleh karena itu, tidak disangkal bahwa bahasa, sastra, aksara,kesenian dan nilai tradisi budaya Betawi merupakan unsur penting darikebudayaan yang menjadi rangkaian kebudayaan nasiona!.
Nilai-nilai dan ciri budaya kepribadian bangsa merupakan faktor strategisdalam upaya mengisi dan membangun jiwa, wawasan dan semangat bangsaIndonesia sebagaimana tercermin dalam nilai-nilai luhur Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.
Kebudayaan Betawi merupakan bagian dari budaya nasional dansekaligus menjadi asset nasional memiliki nilai dan norma sosial budaya yargmelandasi pemikiran dan prilaku warganya. Sikap dan filosofi hidup orangBetawi diekspresikan dalam keyakinan, kesenian, kesusasteraan, kenaskahan,dan adat istiadat. Orang Betawi mengintegrasikan ajaran Islam dalamkehidupan sehari-hari sehingga Islam menjadi jati diri orang Betawi. Ajaran itudinyatakan dalam kesenian, kesusateraan,kenaskahan dan adat istiadat.
Sikap dan filosofi hidup masyarakat Betawi yang memiliki nilai-nilaikehidupan bermasyarakat yang luhur dan sangat penting untuk dipelihara,dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus, dan harus dipertahankankeberadaannya walaupun terjadi perubahan globa!.
Berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut di atas, dan mengingatkebudayaan Betawi termasuk di dalamnya kesejarahan, kepurbakalaan,kesenian, kenaskahan, kebahasaan, adat istiadat, dan falsafah hidup sertabenda-benda yang bernilai budaya Betawi merupakan kebanggaan masyarakatBetawi yang mencerminkan jati diri masyarakat Betawi, maka perlu dilakukanserangkaian upaya dalam rangka rnelestarikan dengan kegiatan untukmelindungi, mengembangkan kebudayaan Betawi yang pada akhirnyadiharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan peranan nilai-nilaibudaya tersebut dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan,k",langRun~lltl p'>mpangllpnn cl"n p!'nit'1~KAtlln ketill"lPnilfl rl.l'll"filh ~"'rtl'1
7~",
nasional, mendorong upaya mensejahterakan masyarakat, sekaligus menunjangdan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk turut serta danbertanggungjawab dalam menjaga serta memelihara kebudayaan Betawi.
Agar Pelestarian Kebudayaan Betawi dapat dilaksanakan dan berjalansebagaimana diharapkan, perlu diatur dengan Peraturan Daerah.
II. PASAI. DEMI PASAL
PnBnl 1.Culmp jelr.\s.
Pasa] 2Cu1<up jcJOR.
Pasal3Cukup jelas.
Pnsf\14CllkllP jelas.
Pasal5Cukup jelas.
Pnnnl r;
Cl.lkup jclas.
Pasa] 7CUkup jelas.
Pasal 8Huruf a
Yang dimaksud dengan inventarisasi adalah kegiatan pencatatankeseluruhan unsur kebudayaan yang ada di suatu wilayah, baikyang dimiliki oleh masyarakat maupun yang sudah tercatatbersifat fisik maupun non fisiko
HUl'uf bCl.1ltup jt'lil'l.
Hurur celJkup jdflli.
Huruf dCukup jclas.
Hl.1ruf' (,r'j i1fllrl jr·I;.:t',.
}')jlNt=lj ~)
r ·tl/q.q-l .1"1'1".
23
Pasa! 10Cukup je!as.
Pasal 11Cukup jelas.
Pasa! 12Cukup je1as.
PFtsal I 3Cukup jclas.
Pasa! 14Huruf a
Yang dimaksud dengan secara periodik ada!ah sekurangkurangnya setiap tahun sekali.
Yang dimaksud dengan berjenjang ada!ah lomba kesenian tingkatkelurahan, kecamatan, kotal kabupaten administrasi, dan daerahatau provinsi.
Huruf bYang dimaksud acara resmi tertentu antara lain HUT Proklamasi,Hari Kartini, HUT Kota Jakarta.
Huruf cCukup je!as.
Huruf dCukup jelas.
Pasal 15Cukup jelafL
Pf\sRI 16i\ynt.(l)
Huruf aCukup jelas.
HurufbYang dimaksud dengan kesenian kontemporer ada!ah kesenianyang merupakan kreasi baru dari para penggarap kesenian masakini yang te!ah memperoleh pengaruh budaya lain baik daridaerah lain maupun luar negeri.
Ayat (2)CUk\-IP jelAI'<.
PFl ~rd 1'!('1 i10IP ,it;!I'HL
Pr1SF.I.I 18r; l1)q IP jr·lIH'.
24
Pasal 19Cukup jelas.
Pasal20Cukup jelas.
Pasal21Ayat(l)
Cukup jelas.
Ayat (2)Yang dimaksud dengan mendokumentasikan adalah upayamenghimpun, mengolah, dan menata informasi dalam bentukrekaman berupa tulisan, gambar, foto, film, suara, atau gabunganunsur-unsur tersebut (multimedia).
Ayat (3)Cukup jclas
PaSil] 22Cukup jelas.
Pasal23Ayat (1)
Yang dimaksud dengan situs adalah lokasi yang mengandungatau diduga mengandung benda eagar budaya termasuklingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasnl 2'1'ukup jelas.
Pased 25Cukup jclFlR.
Pasal26Cukup jelas.
Pasn] 27Ayat (I)
HurufaYang dimaksud dengan sumber sejarah adalah bahan-bahan yangdiperlukan untuk melakukan penulisan sejarah daerah yangterdiri atas sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalahsumber sejarah dari saksi sejarah yang memiliki tingkatkebenaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumbersekunder. Sedangkan sumber sekunder adalah sumber sejarahyang bukan berasal dari saksi sejarah, tetapi berasal dari bukubuku sejarah, artikel sejarah, film sejara.h, dan sebagainya.
25
Huruf bC\.lkup jclns.
Hurur cCukup jclas,
Huruf dCukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasol2RCukup jclas.
Pasal29Yang dimaksud dengan tokoh masyarakat Betawi adalah tokoh yangtergabung dalam Badan Musyawnrah Masyarakat Betawi.
Pasal30Cukup jelas.
Pasal 31Cukup jclas.
Pasnl32Cukup jelas.
Pasal33Cukup jclas.
Pasn! 34Cukup jclAS
Pasa135Cukup jelas.
Pasa! 36Cukup jclnfl.
Pn·'nl :37C'lll'l If"> jrl;lh.
PAf'fl! :lEICllkllp .i"'I"h,
Pasnl 39Cl1kup j(;ln',.
Pas'.d 1\0CI.I!<up .if,JH~,.
26
Pasal41CUkup jdes.
Pasal42Cukup jelas.
Pasal43Cukup .ie1es.
Pnsal44Culcup jelas.
Pasal 45Culmp .i"'lns.
PasEl! 46Cl1!mp j ~~1m\.
Pasal47Cukup jelas.
Pasal48Cukup jelas.
Pasfll49Cukup .iclas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTANOMOR 1021