imunisasi.doc

Embed Size (px)

Citation preview

IMUNISASI PADA ANAK

BAB IPENDAHULUAN

LATAR BELAKANG(1,2,3)Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi, pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan.Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali. Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat.Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan yang luas.

Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar diperlukan pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin, ilmu kekebalan (imunologi) dan cara atau prosedur pemberian vaksin yang benar. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Banyak penyakit menular yang bisa menyebabkan gangguan serius pada perkembangan fisik dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi anak-anak dari penyakit melaui vaksinasi yang bisa berupa suntikan atau melalui mulut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI(1,3)

Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi tidak cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.

Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini meniru infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen / penyakit yang masuk tersebut.Vaksinasi mempunyai keuntungan:

Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.

Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.

Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara almiah. Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Secara konvensional, upaya pencegahan penyakit dan keadaan apa saja yang akan menghambat tumbuh kembang anak dapat dilakukan dalam tiga tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.

Pencegahan primer adalah semua upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat. Pencegahan sekunder adalah upaya kesehatan agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan, yaitu meninggal atau meninggalkan gejala sisa, cacat fisik maupun mental. Pencegahan tersier adalah membatasi berlanjutnya gejala sisa tersebut dengan upaya pemulihan seseorang penderita agar dapat hidup mandiri tanpa bantuan orang lain.EPIDEMIOLOGI(1,3,4)Berdasarkan laporan WHO tahun 2002, setiap tahun terjadi kematian sebanyak 2,5 juta balita, yang disebabkan penyakit yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Radang paru yang disebabkan oleh pneumokokus menduduki peringkat utama (716.000 kematian), diikuti penyakit campak (525.000 kematian), rotavirus (diare), Haemophilus influenza tipe B, pertusis dan tetanus. Dari jumlah semua kematian tersebut, 76% kematian balita terjadi dinegara-negara sedang berkembang, khususnya Afrika dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia).WHO mengatakan bahwa penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui vaksinasi akan dapat diatasi bilamana sasaran imunisasi global tercapai. Dalam hal ini bisa tercapai bila lebih dari > 90% populasi telah mendapatkan vaksinasi terhadap penyakit tersebut.Profil epidemiologis di Indonesia sebagai gambaran tingkat kesehatan di masyarakat masih memerlukan perhatian yang khusus yaitu :

1. Angka kematian kasar (CMR) : 7,51 per 1000/ tahun

2. Angka kematian bayi (IMR)

: 48 per 1000 lahir hidup/ tahun

3. Angka kematian balita (U5MR): 56 per 1000 lahir hidup/ tahun

4. Angka kematian ibu hamil (MMR): 470 per 100.000 lahir hidup/ tahun

5. Cakupan imunisasi

a. BCG 85%

b. DTP 64%

c. Polio 74%

d. HB1 91%

e. HB2 84,4%

f. HB3 83,0%

g. TT ibu Hamil : TT-1 84% dan TT-2 77% ( WHO)RESPON IMUN(1,2,3,4,6)Kekebalan tubuh dapat kita kelompokkan menjadi dua golongan :

1. Kekebalan pasif

2. Kekebalan aktif

Kekebalan pasif terjadi bila seseorang mendapatkan daya imunitas dari luar dirinya. Jadi, tubuhnya sendiri tidak membentuk sistim kekebalan tersebut. Kekebalan jenis ini bisa didapat langsung dari luar, atau secara alamiah (bawaan). Keunggulan dari kekebalan pasif adalah langsung dapat dipergunakan tanpa menunggu tubuh penderita membentuknya. Kelemahannya adalah tidak berlangsung lama. Kekebalan jenis ini memang biasanya hanya bertahan beberapa minggu sampai bulan saja.Kekebalan aktif terjadi bila seseorang membentuk sistem imunitas dalam tubuhnya. Kekebalan bisa terbentuk saat seseorang terinfeksi secara alamiah oleh bibit penyakit, atau terinfeksi secara buatan saat diberi vaksinasi. Kelemahan dari kekebalan aktif ini adalah memerlukan waktu sebelum si penderita mampu membentuk antibodi yang tangguh untuk melawan agen yang menyerang. Keuntungannya, daya imunitas biasanya bertahan lama, bahkan bisa seumur hidup. Imunitas TubuhImunitas pasif alamiah

Pada saat seorang bayi lahir ke dunia, ia dibekali dengan sistem kekebalan tubuh bawaan dari ibunya. Inilah yang kita sebut sebagai kekebalan pasif alamiah. Kekebalan jenis ini sangat tergantung pada kekebalan yang dipunyai oleh si ibu. Misalnya, bila ibu mendapat imunisasi tetanus pada saat yang tepat di masa kehamilan, maka anak mempunyai kemungkinan sangat besar untuk terlindung dari infeksi tetanus di saat kelahirannya.

Imunitas pasif didapat

Pada keadaan ini, daya imunitas diperoleh dari luar, misalnya pemberian serum anti tetanus. Kelebihannya dapat langsung dipergunakan tubuh untuk melawan bibit penyakit, tapi sayangnya kekebalan jenis ini biasanya mempunyai waktu efektif yang pendek.

Imunitas aktif alamiah

Pada saat tubuh kita dimasuki oleh bibit penyakit, terjadi suatu mekanisme pembentukan sistem pertahanan tubuh yang spesifik terhadap bibit penyakit yangmenyerang. Dengan demikian, bila bibit penyakit tersebut mencoba kembali masuk ketubuh kita, tubuh sudah siap dengan pertahanannya.

Imunitas aktif didapat

Prinsip dari imunitas aktif didapat ini diambil dari imunitas aktif alamiah. Bedanya, kita memberikan bibit penyakit atau bagiannya, agar tubuh dapat membentuk sistem imunitas spesifik sebelum bibit penyakit tersebut benar-benar datang. Inilah yang dikenal sebagai vaksinasi. Keuntungan dari pemberian vaksinasi adalah kita dapat mengontrol agar masuknya bibit penyakit (agen) tidak sampai menimbulkan penyakit yang parah padadiri si penerima. Walau mungkin tidak bergejala, dalam keadaan normal kekebalan tetap terbentuk.

Vaksin akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi terhadap antigen yang kita masukkan. Mungkin akan timbul sedikit keluhan pada penerima (resipien) akibat reaksi yang terjadi antara sistim imunitas spesifik yang terbentuk dan antigen (dalam vaksin) yang kita masukkan. Tapi setelah itu, akan terbentuk antibodi yang selalu siap untuk mengingat lawannya. Jadi bila nanti antigen yang sama berusaha masuk, tubuh dengan cepat dapat melipat gandakan antibodi spesifiknya untuk membunuh antigen tersebut. Vaksin mengandung substansi atau antigen yang relatif tidak berbahaya bagi tubuh penerima (resipien). Substansi atau antigen yang dipergunakan biasanya didapat dari mikroorganisme penyebab penyakit itu sendiri. Komponen yang diberikan bisa berupa :

Virus yang dilemahkan

Bakteri yang sudah dimatikan

Toksin kuman

ToksoidMekanisme Pertahanan Tubuh

Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu : 1. Mekanisme pertahanan non-spesifiik disebut juga komponen non-adaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen.2. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan antigen pertama kali. Bila pertahanan non-spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme yang pertama kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan oleh sel makrofag (APC= antigen presenting cel) pada sel T untuk antigen TD (T dependent) sedangkan antigen TI (T independent) akan langsung diperoleh oleh sel B.

Gambar 1. Sistem Imun Spesifik dan Non-SpesifikMekanismepertahananspesifikterdiriatasimunitasselulardanimunitas humoral :

Imunitas humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen. Semua antibodi adalah protein dengan struktur yang sama yang disebut imunoglobulin (Ig) yang dapat dipindahkan secara pasif kepada individu yang lain dengan cara penyuntikan serum.

Imunitas selular hanya dapat dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan organ transplantasi oleh sel limfosit dan pada graft versus-host-disease.Proses imun terdiri dari dua fase:

Fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen (APC =antigen presenting cells), sel limfosit B, dan limfosit T.

Fase efektor, diperankan oleh antibodi dan limfosit T efektor.KEBERHASILAN IMUNISASI

Tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.

Status imun pejamu

Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. Pada penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum ( kurang atau sama dengan 3 hari setelah bayi lahir ), hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.

Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus fungsi makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak. Maka, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberikan imunisasi ulangan.

Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya defisiensi imun merupakan kontraindikasi pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.

Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin normal atau bahkan meninggi, imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respons terhadap vaksin atau toksoid berkurang.

Faktor genetik pejamu

Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan rendah terhadap antigen tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.

Kualitas dan kuantitas vaksin

Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisitas. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan vaksinasi, seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.

Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja.

Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan. Sedang dosis terlalu rendah tidak merangsang sel-sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.

Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Disamping frekuensi, jarak pemberianpun akan mempengaruhi respons imun yang terjadi. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga tidak sempat merangsang sel imunkompeten. Bahkan dapat terjadi bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal. Karena itu pemberian ulang ( booster ) sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji klinis.

Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan mempertahankan antigen pada atau dekat dengan tempat suntikan, dan mengaktivasi APC ( antigen presenting cells ) untuk memproses antigen secara efektif dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.

Jenis Vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik dibanding vaksin mati atau yang diinaktivasi ( killed atau inactivated ) atau bagian ( komponen ) dari mikroorganisme. Vaksin hidup diperoleh dengan cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan organisme yang hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasi diperoleh dengan memodifikasi kondisi tempat tubuh mikroorganisme, misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi anerob, atau menambah empedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin BCG yang sudah ditanam selama 13 tahun. Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapi untuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi.

JENIS VAKSIN(2,3,6)Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan )

Inactivate ( bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif )

Vaksin hidup attenuated

Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.

Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar ( wild ) penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan (attinuated) dilaboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan media pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak pada tahun 1954.

Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus berkembang biak ( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien.

Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau cahaya ) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh ( antibodi yang beredar ) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.

Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama dengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak membedakan antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan virus liar.

Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup.

Antibodi dari sumber apapun ( misalnya transplasental, transfusi ) dapat mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak adanya respons ( non response ). Vaksin campak merupakan mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi yang beredar dalam tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh.

Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.

Vaksin hidup attenuated yang tersedia

Berasal dari virus hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ), rubela, polio, rotavirus, demam kuning ( yellow fever ). Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral. Vaksin Inactivated

Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ).

Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit ( walaupun pada orang dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat antibodi berada di dalam sirkulasi darah.

Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang mempunyai respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami, respons imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu.

Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin bakterial seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap komponen-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan ( contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT ).

Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :

Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A. Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra. Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease. Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum. Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan haemophilus influenzae tipe b. Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan pneumokokus ).Tempat Suntikan yang Dianjurkan

Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar ( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.

Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah :

Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal.

Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat.

Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila disuntikkan di daerah gluteal

Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat suntikan yang menahun.

Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.

Gambar 2. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

CARA PENYUNTIKAN VAKSIN

Subkutan

Perhatian

Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela, meningitis

Perhatikan rekomendasi untuk umur anak

UmurTempatUkuran jarumInsersi jarum

Bayi (lahir s/d12 bulan)Paha anterolateralJarum 5/8-3/4

Spuit no 23-25Arah jarum 45o Terhadap kulit

1-3 tahunpaha anterolateral/

Lateral lengan atasJarum 5/8-3/4

Spuit no 23-25Cubit tebal untuk suntikan subkutan

Anak > 3 tahunLateral lengan atasJarum 5/8-3/4

Spuit no 23-25Aspirasi spuit sebelum disuntikan

Untuk suntikan multipel diberikan pada ekstremitas berbeda

IntramuskularPerhatian:

Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.

Perhatikan rekomendasi untuk umur anak

Umur TempatUkuran jarumInsersi jarum

Bayi (lahir s/d 12 bulanOtot vastus lateralis pada paha daerah anterolateral Jarum 7/8-1

Spuit n0 22-251. Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencpai otot

1-3 tahunOtot vastus lateralis pada paha daerah anterolateral sampai masa otot deltoid cukup besar (pada umumnya umur 3 tahunJarum 5/8-1 (5/8 untuk suntikan di deltoid umur 12-15 bulan

Spuit no 22-252. Suntik dengan arah jarum 80-90o. lakukan dengan cepat

1. Tekan kulit sekitar tepat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukan

Anak > 3 tahunOtot deltoid, di bawah akromionJarum 1-1

Spuit no 22-252. Aspirasi spuit sblm vaksin disuntikan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena.Apabilaterdapat darah, buang dang ulangi dengan suntik yang baru.

3. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian sekstremitas berbeda

KIPI (KEJADIAN IKUTAN PASCA-IMUNISASI) (1,3,9,10)Setiap tindakan medis apa pun bisa menimbulkan risiko bagi pasien si penerima layanan baik dalam skala ringan maupun berat. Demikian halnya dengan pemberian vaksinasi, reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau adverse following immunization (AEFI). Dengan semakin canggihnya teknologi pembuatan vaksin dan semakin meningkatnya teknik pemberian vaksinasi, maka reaksi KIPI dapat diminimalisasi. Meskipun risikonya sangat kecil, reaksi KIPI berat dapat saja terjadi.Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin maupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan program, reaksi suntikan, atau penyebab lain yang tidak dapat ditentukan. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologis, efek samping (side effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.Faktor penyebab

Pokja KIPI Depkes RI membagi penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi menjadi 4 kelompok, yaitu karena kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan, dan penyebab tidak atau belum diketahui.Klasifikasi Lapangan

Sesuai dengan manfaatnya di lapangan maka KN PP KIPI memakai kriteria WHO Western Pasific untuk memilah KIPI dalam lima kelompok penyebab, yaitu :

1. Kesalahan program

2. Reaksi suntikan

3. Reaksi vaksin

4. Koinsiden

5. Sebab tidak diketahui

Kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi (programmatic errors)

Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut misalnya dapat terjadi pada:

Dosis antigen (terlalu banyak)

Lokasi dan cara menyuntik

Sterilisasi semprit dan jarum suntik Jarum bekas pakai

Tindakan dan antiseptik

Kontaminasi vaksin dan peralatan suntik

Penyimpanan vaksin

Pemakaian sisa vaksin

Jenis dan jumlah pelarut vaksin

Tidak memperhatikan petunjuk prosedur (petunjuk pemakaian, indikasi kontra).Induksi Vaksin (vaccine induced)

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin, dan secara klinis biasanya ringan.Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan risiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian lainya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.

Faktor kebetulan (coincidental)

Seperti telah disebutkan di atas, maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah imunisasi. Indikator kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama pada kelompok populasi setempat dengan karakteristik serupa yang tidak mendapat imunisasi pada saat bersamaan.

Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokan ke dalam salah satu penyebab lain maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini. Tetapi biasannya dengan kelengkapan informasi lebih lanjut maka akan dapat ditentukan masih dalam kelompok mana yang sesuai.Reaksi KIPI

Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa setelah imunisasi dapat timbul reaksi lokal di tempat penyuntikan atau reaksi umum berupa keluhan dan gejala tertentu, tergantung pada jenis vaksinnya. VAKSINASI YANG DIANJURKAN(1,2,3,4,5,6,9,10)1. BCG

Jadwal imunisasi dan dosis

Bacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas. Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio M.Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain.Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah komplikasinya. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan,sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberculin negatif. Efek proteksi biasanya timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan. Kejadian ikutan pasca imunisasi BCGPenyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus local yang superficial 3 minggu setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikkan terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam. Limfadenitis

Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai setelah penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. BCG-itis diseminasi

Jarang terjadi, seringkali berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat anti tuberculosis.

Kontra indikasi Reaksi uji tuberculin >5 mm.

Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV, imundefisiensi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe.

Menderita gizi buruk.

Menderita demam tinggi.

Menderita infeksi kulit yang luas. Pernah sakit tuberculosis.

Kehamilan.2.Hepatitis B

Vaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan diregion deltoid.Imunisasi aktif : Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir.

Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepB-1, yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respon imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi kedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bulan dari imunisasi kedua.

Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan.

Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag yang tidak diketahui, hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status Hbs-Ag ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui ibu dengan Hbs-Ag positif, maka ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.

Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag positif, diberikan vaksin hepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.

Anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi dasar 3x pada masa bayi, maka pada saat usia 5 tahun tidak perlu imunisasi ulang (booster). Hanya dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs.

Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan jadwal 3x pemberian (catch up vaccination). Catch up vaccination merupakan upaya imunisasi pada anak atau remaja yang belum pernah di imunisasi atau terlambat >1 bulan dari jadwal yang seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B, imunisasi catch up ini diberikan dengan interval minimal 4 minggu antara dosis pertama dan kedua, sedangkan interval antara dosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16 minggu sesudah dosis pertama.

Ulangan imunisasi (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti Hbs< 10g/ml).

Imunisasi pasif :

Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan memberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan. Sebaiknya HBIg diberikan bersama vaksin VHB sehingga proteksinya berlangsung lama. Pada needle stick injury maka diberikan HBIg 0,06 ml/kgBB maksimum 5 ml dalam 48 jam pertama setelah kontak. Pada penularan dengan cara kontak seksual HBIg diberikan 0,06ml/kgBB maksimum 5 ml dalam waktu 6 tahundalam 3 dosis dengan interval dosis selang sehari (hari 1, 3, 5) 1 jam sebelum makan.

Ulangan : Polisakarida diberikan setiap 3 tahun dan oral setiap 5 tahun. Kejadian ikutan pasca imunisasi tifoid Reaksi lokal ditempat suntikan : indurasi, nyeri 1-5 hari.

Reaksi sistemik : demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot. Kontra indikasi

Anak dengan demam. Penyakit akut maupun kronik yang progresif. Alergi terhadap bahan-bahan vaksin (polisakarida, fenol, natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat).

11. Imunisasi Hepatitis A

Vaksin HepA diberikan pada umur lebih dari 2 tahun. Vaksin kombinasi HepB atau HepA diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan. Maka vaksin kombinasi diindikasikan pada anak umur lebih dari 12 bulan terutama catch-up immunization, yaitu mengejar imunisasi pada anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi HepB sebelumnya atau imunisasi HepB yang tidak lengkap.Imunisasi Pasif

Normal human immune globulin (NHIg) diberikan sebagai upaya pencegahan setelah kontak atau profilaksis pasca paparan. Diberikan tidak lebih dari 2 minggu setelah paparan.

Imunoglobulin (Ig) diberikan secara intramuskular dalam dosis 0,002ml/kgBB. Pada anak dan dewasa 5ml dan pada bayi 10 tahun. Imunisasi diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intramuskular pada M.deltoideus.

Untuk vaksin HPV bivalen, imunisasi diberikan dengan jadwal 0, 1 dan 6 bulan.

Untuk vaksin HPV kuadrivalen, dengan jadwal 0, 2 dan 6.

Gambar 3: Jadwal imunisasi 2011-20127BAB III

KESIMPULAN

Kekebalan tubuh dapat kita kelompokkan menjadi dua golongan, yaitu : kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Sedangkan sistem imunitas tubuh dibagi menjadi imunitas pasif alamiah, imunitas pasif didapat, imunitas aktif alamiah, dan imunitas aktif didapat. Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu : mekanisme pertahanan non-spesifiik disebut juga komponen non-adaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen dan mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya. Proses imun itu sendiri terdiri dari dua fase:

Fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen (APC =antigen presenting cells), sel limfosit B, dan limfosit T.

Fase efektor, diperankan oleh antibodi dan limfosit T efektor.

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar. Keberhasilan imunisasi itu sendiri tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetikpejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan) dan inactivate (bakteri, virus atau komponennya dibuat tidak aktif).

Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI = adverse events associated with vaccines, adverse events following immunization) didefinisikan sebagai semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse effects), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin.

Terdapat 14 macam vaksin yang dianjurkan di Indonesia saat ini, antara lain : Hepatitis B, BCG, Poliomielitis, DPT, HiB, Pneumokokus, Rotavirus, Influenza, Campak, Varicella, MMR, Tifoid, Hepatitis A, HPV.Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak Periode 20 Januari 15 Maret 201427