Upload
novadyanti-aurelia
View
134
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
paper imunologi
Citation preview
Aktivasi sistem imun spesifik memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut sebagai antigen presenting cell (APC), diantaranya sel makrofag, sel dendritik, sel langerhans, dan sel limfosit B. Tahap paling awal aktivasi sistem imun adalah fagositosis/internalisasi antigen oleh sel APC, dilanjutkan dengan proses proteolisis menghasilkan peptida dengan 8-14 asam amino. Antigen yang sudah diolah ini selanjutnya digabungkan dengan protein khusus yang disebut MHC (mayor histocompatibility complex). Kompleks antigen MHC ditampilkan di permukaan sel APC untuk kemudian ditangkap oleh reseptor sel T (CD4) (Gunawan, 2009)
Sel T Helper (CD4) yang teraktivasi akan memproduksi berbagai sitokin, terutama interleukin-2 yang berperan mengaktifkan sel T Helper 1 dan sel T Helper 2. TH1 menghasilkan interferon gamma (IFN-γ), IL-2, dan tumor necrosis factor β (TNF β), yang nantinya akan mengaktifkan sel T sitotoksik (CD8), makrofag, dan sel natural killer (NK) untuk respon imunitas seluler. Sedangkan sel. TH2 menghasilkan IL-4,5,6, dan 10 yang nantinya mengaktifkan sel B menjadi sel plasma penghasil antibodi (gunawan 2009).
Sebagian sel B dan sel T yang sudah teraktivasi akan disimpan sebagai sel memori yang nantinya dikerahkan untuk respons sekunder. Respons terhadap antigen ekstrasel terjadi melalui kerja TH2 yang berakhir pada pembentukan antibodi netralisasi. Sebaliknya respon terhadap organisme intasel seperti mikobakterium berkaitan dengan TH1 yang berakhir pada aktivasi sel makrofag. Sel T sitotoksik mengenal peptida yang disajikan oleh sel-sel yang terinfeksi virus. Sel NK dapat mengenal dan menghancurkan sel-sel tumor dan sel-sel yang terinfeksi (Gunawan, 2009). Dua jenis sel darah putih yang memegang peranan penting dalam sistem imunitas adalah magrofa dan limfosit. Respon inmun terhadap suatu antigen dimulai pertama-tama dengan penyerapannya oleh magrofa, yang kemudian menyajikan antigen tersebut kepada limfosit. Seperti diketahui limfosit terdiri dari dua jenis, yakni T-cell dan B-cell (Tan dan Kirana, 2002)
Tujuan akhir dari dua imunitas yang secara artifisial dapat ditimbulkan dengan jalan vaksinasi adalah untuk menciptakan perlindungan dari tubuh terhadap antigen atau terhadap mikroba yang membawanya. (Tan dan Kirana, 2002)
1. Imunitas aktifKekebalan aktif diperoleh sebagai akibat dari infeksi dengan kuman patogen, atau dapat
juga secara buatan melalui penyuntikan dengan kuman patogen yang telah mati, dilemahkan atau dengan produk metabolismenya. Untuk imunisasi aktif ini digunakan vaksin (cacar, kolera, pertusis, pes, tbc, rabies, influenza, dan polio). Begitu pula toksoid ( difteri dan tetanus), yakni toksin kuman yang dibuat tidak toksik lagi dengan jalan manipulasi kimiawi. Tujuan pemberian vaksin adalah merangsang imunitas selular maupun imunitas humoral seperti yang layaknya timbul sebagai reaksi terhadap suatu infeksi alami (Tan dan Kirana, 2002)
Antibodies ( imunoglobulin) yang dibentuk oleh tubuh pada imunisasi aktif diekskresikan lebih lambat dari pada antibodi yang diberikan dari luar sebagai serum (imunisasi pasif). Dengan demikian imunisasi aktif terutama digunakan bila dikehendaki kekebalan yang lama terhadap suatu penyakit. Lazimnya imunitas ini berlansung selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dan dapat ditimbulkan kembali dengan penyuntikan ulang (booster). Tujuan injeksi booster atau revaksinasi pertama, yang diberi paling lambat setelah 6 bulan serentetan injeksi primer, adalah untuk memperkuat imunitas yang semula yang telah ditimbulkan. Injeksi primer dan revaksinasi pertama disebut imunisasi dasar. (Tan dan Kirana, 2002)
2. Imunisasi pasif
Antisera, imunosera atau singkatnya sera adalah sera hewan yang mengandung antibodi spesifik dalam kadar tinggi. Anti sera diperoleh dari suatu penyuntikan antigen tertentu kedalam jaringan seekor hewan (imunitas aktif), yang kemudian membentuk antibodi. Kemudian serum dengan antibodi tersebut dipisahkan dan disuntikkan kedalam tubuh hewan lain atau manusia, yang menimbulkan kekebalan pasif terhadap penyakit tersebut. Cara ini dinamakan imunisasi pasif. (Tan dan Kirana, 2002)
Fungsinya adalah menghindari penyebaran hama infeksi dan pembiakan dalam jaringan. Umumnya sera anti bakterial memiliki khasiat terapi yang rendah sekali. Sebaliknya sera terhadap infeksi virus memiliki khasiat yang tinggi bila diberikan pada permukaan masa inkubasi. Efeknya kecil sekali atau tidak ada bila diberikan setelah penyakitnya sudah berjangkit (Tan dan Kirana, 2002)
Imunitas yang diperoleh dengan imunisasi pasif ini selalu bertahan agak singkat, biasanya hanya beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penggunaan pada keadaan akut, misalnya bila infeksi sudah terjadi, maka imunisasi aktif sudah tidak dapat digunakan dengan efektif. Penyebabnya ialah masa inkubasi suatu infeksi berlansung antara 2-5 hari, sedangkan pembentukan antibodi dalam tubuh umumnya membutuhkan waktu beberapa minggu. Pengecualiaan adalah pada rabies dengan tunas yang panjang ( serum anti-rabies) (Tan dan Kirana, 2002).
Tipe imunitas seseorang berbeda-beda, kemampuan tubuh terhadap penyakit bisa dipengaruhi secara alami maupun dapatan. Faktor alami yang mempengaruhi antara lain spesies, ras, keturunan atau faktor individu. Imunitas dapatan dapat diperoleh secara alami yang diperoleh akibat serangan infeksi, penyakit yang kemudian menghasilkan imunitas aktif atau imunitas pasif. Imunitas dapatan yang aktif diberikan antigen secara injeksi seperti toksin, bakteri dan beberapa bahan lainnya. Penggunaan imunitas yang tepat dapat mengurangi penyakit, namun penggunaan imunitas yng umum dapat menyebabkan resistensi (Karsner, 1921).HISTAMIN
Alergi, istilah ini disebut juga hipersensitifitas, yang menggambarkan reaktivitas khusus dari tuan rumah terhadap suatu unsur eksogen, yang timbul pada kontak keduakali atau berikutnya. Reaksi hipersensitivitas ini meliputi sejumlah peristiwa autoimun dan alergi eksogen atas dasar proses imunologi. Pada hakekatnya proses imunologi tersebut, walaupun bersifat merusak, berfungsi melindungi organisme terhadap zat – zat asing yang menyerang tubuh (Tan dan Kirana, 2008).
Bila suatu protein asing (antigen) masuk berulang kali ke dalam aliran darah seseorang yang berbakat hipersensitivitas tinggi, maka limfosit-B akan membentuk antibodi dari tipe IgE. IgE ini , yang juga disebut Reagin , mengikat diri pada membran mast-cells tanpa menimbulkan gejala (Tan dan Kirana, 2008).PEMBAGIAN HISTAMINPembagian histamin atas 2, diantaranya :
1. Histamine Endogen
Histamin berperan penting dalam fenomena fisiologis dan patologis terutama pada anafilaksis, alergi, trauma dan syok. Selain itu terdapat bukti bahwa histamine merupakan mediator terakhir dalam respon sekresi cairan lambung; histamine juga mungkin berperan dalam regulasi mikrosirkulasi dan dalam fungsi SSP (Neal,2006).
Histamin terdapat pada hewan antara lain pada bisa ular, zat beracun, bakteri dan tanaman. Hampir semua jaringan mamalia mengandung precursor histamine. Kadar histamine paling tinggi ditemukan pada kulit, mukosa usus, dan paru-paru (Neal,2006). Histamine asal makanan atau yang dibentuk bakteri usus bukan merupakan sumber histamine endogen karena sebagian besar histamine ini dimetabolisme di dalam hati, paru-paru serta jaringan lain dan dikeluarkan melalui urin. Enzim penting untuk sintesis histamine adalah L-histidin dekarboksilase. Depot utama histamin ialah mast cell dan juga basofil dalam darah (Neal,2006).
2. Histamine Eksogen
Histamine eksogen bersumber dari daging, dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang membentuk histamine dari histidin. Sebagian histamine diserap kemudian sebagian besar akan dihancurkan dalam hati, sedangkan sebagian kecil masih ditemukan dalam arteri tetapi jumlahnya terlalu rendah untuk merangsang sekresi lambung. Pada pasien sirosis hepatis, kadar histamine dalam darah arteri akan meningkat setelah makan daging, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya tukak peptik (Neal,2006).
Histamine diserap secara baik setelah pemberian SC atau IM. Efeknya tidak ada karena histamine cepat dimetabolisme dan mengalami difusi ke jaringan. Histamine yang diberikan oral tidak efektif karena diubah oleh bakteri usus menjadi N-asetil-histamin yang diserapkan diinaktivasi dalam dinding usus atau hati (Neal,2006). Pada manusia ada dua jalan utama dalam metabolisme histamine, yaitu: (1) metilasi oleh histamine-N-metiltransferase menjadi N-metilhistamin; N-metilhistamin oleh MAO diubah menjadi asam N-metil imidazol asetat; (2) deaminasi oleh histamine atau diaminoksidase yang non-spesifik menjadi asam imidazol asetat dan mungkin juga dalam bentuk konjugasinya dengan ribose. Metabolit yang terbentuk akan dieksresikan dalam urin(Neal,2006). IgE merupakan kelas utama antibodi reaginik. Pada pasien alergi kadar antibodi spesifik bisa meningkat sampai 100 kali lebih banyak daripada normal. Terikatnya bagian Fc antibodi dengan reseptor pada sel mast, diikuti oleh ikatan silang molekul yang berdekatan oleh antigen, memicu degranulasi oleh suatu mekanisme yang melibatkan influks Ca2+(Neal,2006). Sel mast berisi simpanan histamin tubuh dan terdapat pada hampir seluruh jaringan. Dalam sel mast, histamin berikatan dengan heparin pada granula sitoplasma. Secara normal pelepasan histamin melibatkan influks ion Ca2+ dan karena permiabilitas membran sel terhadap ion Ca2+ berkurang ketika kadar adenosin monophosphat siklik (cAMP) intreseluler meningkat, obat-obat yang menstimulasi sintesis cAMP (agonis adrenoseptor β2 mengurangi pelepasan histamin) (Neal,2006).
Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan pada sistem daya tangkis. Kerjanya berlangsung melalui tiga jenis reseptor yaitu reseptor H1, H2, dan H3. Reseptor H1 secara selektif diblok oleh antihistaminika, (H1 blockers), reseptor H2 oleh penghambat asam lambung (H2 blockers). Reseptor H2 juga memegang peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus (Tan dan Kirana, 2007)Aktivitas terpenting histmin adalah
1. Kontraksi otot polos brochi, usus, dan rahim
2. Vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah3. Memperbesar permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan akibat udema dan
pengembangan mukosa4. Hipersekresi ingus dan air mata, ludah dahak dan asam lambung
5. Stimulasi ujung saraf dengan eritema dan gatal-gatal (Tan dan Kirana, 2007)Dalam keadaan normal, kadar histamin dalam darah hanya rendah sekitar 50 mcg/l
sehingga tidak menimbulkan efek. Baru bila mastsells dirusak membrannya sebagai akibat dari salah satu faktor, maka dibebaskanlah banyak histamin sehingga efek itu menjadi nyata. Setelah melakukan kegiatannya, kelebihan histamin diuraikan oleh enzim histaminase yang juga terdapat dalam jaringan (Tan dan Kirana, 2007).
Bila suatu protein asing (antigen) masuk berulangkali kedalam aliran darah seseorang yang memiliki “bakat” hipersensitif maka limfosit-B akan membentuk antibodi dari tipe IgE (disamping IgC dan IgM). IgE ini juga disebut sebagai reagin, mengikat diri pada membran mast cells tanpa menimbulkan gejala. Apabila kemudian antigen (alergen) yang sama atau yang mirip rumus bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat padanya. Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membran mastsells (degranulasi). Sejumlah zat perantara (mediator) dilepaskan, yakni histamin bersama serotonin, bradikinin dan asam arachionat, yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien). Zat-zat ini menarik makrofag dan neutropil (=leukosit tertentu ke tempat infeksi untuk memusnahkan penyerbu, selain itu juga menyebabkan beberapa yaitu brochokontriksi, vasodilatasi, dan pembengkakan jaringan sebagai reaksi terhadap masuknya antigen. Mediator tersebut secara langsung atau melalui susunan saraf otonom menimbulkan bermacam-macam penyakit alergi penting, seperti asma, rhinitis allergica, dan eksim (Tan dan Kirana, 2007).Pada asma yang di cetus oleh alergi, Antibodies tipe IgE (Imunoglobulin type E) mengikat diri pada mastcells yait disaluran nafas, mata, dan hidung. Bilamana jumlah IgE cukup besar, maka pada waktu alergen yang identik masuk lagi ke dalam tubuh, terjadilah pengabungan antigen-antibody. Mastcells pecah (degranulasi) dan segera melepas mediatornya yaitu histamin. Akibatnya adalah brochokontriksi (bronchospasm) dengan pengembangan mukosa (udema)
Respon imun merupakan respon yang ditimbulkan oleh sel-sel dan molekul yang menyusun sistem imunitas setelah berhadapan dengan substansi asing (antigen). Respon imun ini juga banyak didefinisikan sebagai respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi secara kompleks. Respon imun bertanggung jawab mempertahankan kesehatan tubuh, yaitu mempertahankan tubuh terhadap serangan sel patogen maupun sel kanker.
Respon imun terbagi menjadi dua jenis berdasarkan mekanisme pertahanan tubuh yaitu :
Respon imun spesifik : Menghancurkan senyawa asing yang sudah dikenalnya
Respon imun nonspesifik : Lini pertama terhadap sel sel atipikal (sel asing, mutan yang cedera) Mencakup : Peradangan, interferon, sel NK dan sistem komplemenRespon sistem imun tubuh pasca rangsangan substansi asing (antigen) adalah munculnya sel fungsional yang akan menyajikan antigen tersebut kepada limfosit untuk dieliminasi. Setelah itu muncul respon imun nonspesifik dan/atau respon imun spesifik, tergantung kondisi survival antigen tersebut. Apabila dengan repon imun spesifik sudah bisa dieliminasi dari tubuh, maka respon imun spesifik tidak akan terinduksi. Apabila antigen masih bisa bertahan (survival), maka respon imun spesifik akan terinduksi dan akan melakukan proses pemusnahan antigen tersebut.
Respon imun seluler bertujuan mengeliminasi mikroorganisme intrasel dan terutama dilakukan oleh limfosit T yang teraktifasi. Aktifasi limfosit membutuhkan paparan antigen dan stimulus dari sinyal-sinyal yang berasal dari mikroorganisme atau berasal dari respon imun alamiah terhadap mikroorganisme tersebut. Adapun perbedaan antara respon imun spesifik dan nonspesifik adalah sebagai berikut :
Respon Imun Spesifik terbagi dua sistem kerja yaitu : Imunitas yang
diperantarai oleh antibodi yang merupakan turunan limfosit B Imunitas yang diperantarai oleh sel yang merupakan limfosit TPada limfosit B, antibodi diproduksi dan melakukan mekanisme pertahanan tubuh sesuai aktifitas biologisnya.
Non Spesifik Spesifik
Spesifik
Resistensi Tidak Berubah oleh infeksi
Membaik oleh infeksi berulang
Spesifitas Umumnya efektif terhadap semua mikroorganisme
Spesifik untuk mikroorganisme yang sudah mensensitisasi sebelumnya
Sel yang penting
FagositSel NKSel K
Limfosit
Molekul yang penting
LizosimKomplemenInterferon
AntibodiSitokin
Antibodi berdasarkan aktifitas biologisnya, dibagi menjadi :1. IgM Reseptor permukaan sel B, tempat antigen melekat2. IgG, dihasilkan >> jika tubuh terpajan ulang antigen sama
IgG & IgM Bakteri dan beberapa jenis virus3. IgE, untuk respons alergi seperti asma & biduran4. IgA, dalam seleksi sistem pencernaan, pernafasan, genitourinaria, air susu dan air mata5. IgD, dipermukaan sel B, fungsi belum jelasSetiap antigen merangsang klon limfosit B yang berbeda untuk menghasilkan antibodi. Terdapat dua jenis imunitas dalam pembentukan antibodi pada limfosit B, yaitu : Imunitas aktif : Pembentukan antibodi akibat pajanan ke suatu antigen Imunitas pasif : Imunitas yang diperoleh segera setelah menerima antibodi yang sudah dikenalSel B berikatan dengan antigen menyebabkan sel plasma yang menghasilkan antibodi. Antibodi dikeluarkan ke dalam darah/limfe kemudian memperoleh akses kedalam darah selanjutnya Globulin γ/Imunoglobulin.Antibodi mengidentifikasi zat asing dan meningkatkan aktivitas berbagai sistem pertahanan melalui :1. Pengaktifan sistem komplemen
2. Peningkatan fagositosis
3. Stimulasi sel pembunuh.
Pada Limfosit T, sel T diaktifkan oleh antigen asing hanya apabila antigen tersebut membawa identitas individu yang bersangkutan.Terdapat 3 sub populasi Sel T :1. Sel T sitotoksik Mengancurkan sel pejamu yang memiliki antigen asing (contoh : virus, kanker)2. Sel T penolong Menaikkan perkembangan sel B aktif menuju sel plasma dengan cara :
Memperkuat sel T sitotoksik dan sel T penekan. Mengaktifkan makrofag
3. Sel T penekan Menekan produksi antibody sel B dan aktifkan sel T sitotoksik, sel T penolong
Respon Imun Non Spesifik mencakup empat sistem kerja yaitu :1. Peradangan Cedera jaringan, yang berperan : fagositik, neutrofil dan makrofag2. Interferon Protein yang menjaga tubuh dari Infeksi virus
3. Sel NK Infeksi virus dan sel kanker4. Sistem komplemen Dapat diaktifkan oleh benda asing dan antibodi
Respon Peradangan :
1. Pertahanan oleh makrofag Residen2. Vasodilatasi lokal aliran darah Leukosit fagositik dan protein plasma3. Peningkatan permeabilitas kapiler Protein plasma lolos ke jaringan4. Edema lokal akibat pergeseran keseimbangan cairan5. Pembatasan daerah yang meradang : Cedera Fibrin membentuk bekuan cairan interstisium di ruang sel. Bakteri Enzim Plasminogen Plasmin yang melarutkan bekuan fibrin6. Emigrasi Leukosit Melibatkan marginasi, diapedesis, gerakan amuboid dan kemotaksis7. Destruksi bakteri oleh leukositFagosit mengenali sasaran untuk dihancurkan melalui :
1. Jaringan mati / zat asing memiliki karakteristik permukaan yang berbeda dengan sel normal
2. Zat asing dilapisi dengan 2 zat kimia yang dihasilkan oleh sel imun menghasilkan opsonin.Interferon : Menghasilkan resistensi non spesifik terhadap infeksi virus sementara menghambat replikasi virus Memperkuat aktifitas imun lain : Sel NK & Sel TSel NK : Menghancurkan sel yang terinfeksi virus & sel kanker dengan langsung melisiskan membran sel tersebut.Sistem komplemen : Protein – protein plasma yang dihasilkan oleh hati InaktifFungsi :1. Komponen komplemen C5 – C9 aktif membrane Attack Complex, yang melubangi sel sasaran2. Komponen komplemen aktif lain memperkuat peradangan :
- Sebagai kemotoksin - Merangsang histamin- Sebagai opsonin - Mengaktifkan kinin
Respon Imun Tubuh
RESPON IMUN
Respon imun adalah suatu cara yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadapat masuknya patogen atau antigen tertentu ke dalam tubuh. Respon rersebut meilputi produksi sel – sel atau zat kimia yang berfungsi melawan patogen. Respon imun dibedakan menjadi respon imun non-spesifik dan respon imun spesifik.
A. RESPON IMUN NON-SPESIFIK
Ketika tubuh kita terluka karena tergore, terpotong, terbakar atau diserang oleh patogen yang berhasil menembus pertahanan tubuh, tubuh akan menghasilkan respon imun non-spesifik. Respon imun tersebut dinamakan respon imun non-spesifik karena respon yang timbul terhadap jaringan tubuh yang rusak atau terluka, bukan terhadap penyebab kerusakan itu sendiri. Respon imun non-spesifik dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Inflamasi
Inflamasi atau pembengkakan jaringan merupakan reaksi cepat terhadap kerusakan jaringan. Inflamasi sangat berguna bagi pertahanan tubuh, sebab reaksi tersebut dapat mencegah penyebaran infeksi ke jaringan lain dan mempercepat proses penyembuhan. Reaksi tersebut juga membantu memberikan informasi pada komponen sistem imun lain adanya infeksi. Baik dalam respon terhadap luka, gigitan seranggam atau cedera akibat pukulan keras, tanda – tanda terjadinya inflamasi tetap sama, yaitu :
· Timbul warna kemerahan. Hal tersebut disebabkan pembuluh darah yang membesar, meningkatkan aliran daarah ke jaringan yang rusak.
· Timbul rasa panas. Hal tersebut juga disebabkan aliran darah yang lebih cepat.· Terhjadi pembengkakan. Aliran darah yang meningkat menyebabkan
meningkatnya cairan jaringan yang masuk ke dalam jaringan yang rusak.· Timbul rasa sakit. Jaringan membengkak menekan reseptor saraf . Selain itu, zat
kimia juuga dihasilkan oleh sel – sel di area jaringan rusak juga menstimulasi saraf.
b. FagositosisFagositosis dilakukan oleh sel darah putih jenis neutrofil dan monosit. Proses fagositosis meliputi sel darah putih menelan patigen, membawanya ke dalam vakuola yang ada di sitoplasma sel tersebut, lalu mencernanya dengan enzim litik.
RESPON IMUN SPESIFIK
Respon imun spesifik melindungi tubuh dari seranfab patogen dan juga mematiskan [ertahanan tubuh tidak berbalik melawan jaringan tubuh sendiri. Respon imun spesifik timbul dari 2 sistem berbeda yang saling bekerja sama, yaitu antibody-mediated immunity ( imunitas yang diperantai antibody) atau disebut juga imunitas humoral, dan cell-mediated immunity ( imunitas yang diperantai sel ).
A. Antibody-Mediated Immunity
Respon imun yang diperantai antibody tidak melibatkan sel, melainkan hanya senyawa kimia yang ndisebut antibody. Antibodi akan menerang bakteri atau virus sebelum patogen tersebut masuk ke dalam sel tubuh, Senyawa tersebut juga bereaksi terhadap zat –zat toksin dan protein “asing”. Antibodi dihasilkan oleh sel kimfosit B dan reaktivasi bila mengenali antigen yang terdaopat pada permukaan sel patogen, dengan pantuan sel limfosit T. Terdapat 3 jenis sel limfosit B, yaitu sebagai berikut:
· Sel B Plasma : Mensekresikan antibody ke sistem sirkulasi tubuh. Setiap antibody sifatnya spesifik terhadap satu antigen patogenik. Sel plasma memproduksi antobodi sangat cepat, yaitu sekitar 2000/detik untuk tiap sel. Sel plasma yang aktif dapat hidup selama 4 – 5 hari.
· Sel B Memori : Hidup untuk waktu yang lama dalam darah, Sel tersebut tidak memproduksi antibody, tapi diprogram untuk mengingat suatu antigen yang spesifik dan akan merespon dengan sangat cepat bila terjadi infeksi kedua
· Sel B Pembelah : Berfungsi untuk menghasilkan lebih banyak lagi sel –sel limfosit B.
Ketika suatu patogen mencoba menyerang tubuh untuk pertama kalinya, masing masing antigen yang dimiliki patogen tersebut akan mengativasikan satu sel B, yang akan membelah dengan sangat cepat untuk membetuk populasi sel yang besar. Semua sel baru tersebut adalah identik (disebut klon) dan mereka semua kemudian mensekresikan antobodi yang spesifik terhadap patogen yang sebagai menyerang tersebut. Aksi antibody terhadap antigen adalah sebagai berikut : Menyebabkan antigen saling melekat ( aglutinasi )
Menstimulasi fagositosis oleh neutrofil
Berperan sebagai antitoksin dan menyebabkan pengandapan toksin bakteri
Mencegah bakteri patogen melekat pada membran sel tubuh.
Setelah infeksi berakhir, sel B yang mensekresi antibody akan mati. Serangkaian respon terhadap patogen tersebut dinamakan respon imun primer. Meskipun demikian, sel – sel B memori yang telah mengingat pantogen yang menginfeksi, masih tetap hidup untuk beberapa tahun dalam tubuh. Jika patogen yang salama berusaha menginfeksi kembali, sel B tersebut membelah dengan sangat cepat ,menghasilkan sel - sel aktif dalam jumlah yang lebih besar lagi, yang semuanya memiliki kemampuan mensekresi antobodi spesifik. Respon tersebut dinamakan respon imun sekunder, dan merupakan respon yang jauh lebih cepat dan efektif dibandingkan respon imun primer.
B. Cell-Mediated ImmmunityCell-mediated immunity adalah respon imun yang melibatkan sel – sel yang menyeran langsung organism easing. Sel ang terlibat adalah sel limfosit T, yang ketika teraktifasi akan mematikan beberapa organisme. Namun, kebanyakan menyerang sel tubuh yang terinfeksi. Tubuh menggunakan respon imun tersebut untuk berhadapan dengan parasit multiseluler , fungi, sel – sel kanker , dan
walaupun tidak menguntungkan juga menyerang jaringan atau organ transplan yang dianggap sel asing.Ketika suatu patogen menginfeksi tubuh untuk pertama kalinya, setiap antigen yang terdapat pada permukaan patogen akan menstimulasi 1 sel limfosit T untu membentuk klon. Beberapa klon akan mwnjadi sel – sel memori yang tetap bertahan dalam tubuh untuk mempersiapkan respon imun sekunder bila terjadi infeksi lagi oleh patogen yang sama. Klon yang lainnya akan berkembang lagi menjadi salah satu dari 3 jenis sel T berikut, yaitu:
· Sel T Pembantu (helper T cell) : Sel T membantu atau mengontrol komponen respon imun spesifik lainnya. Sel T helper menstimulasi sel B untuk membelah dan memproduksi antibody, mengatifasi makrofag untuk segara bersiap memfagositosit patogen dan sisa – sisa sel.
· Sel T Pembunuh (killer T cell) : Sel T sitotosik, menyerang sel tubuh yang terinfeksi dan sel – sel patogen yang relatif besar ( misalnya parasit ) secara langsung. Kedua sel saling berhadapan, membran bertemu dengan membran dan sel T killer akan melubangi lawannya. Sel yang ternfeksi atau sel parasit akan kehilangan sitoplasmanya dan mati.
· Sel T supresor (Suppresor T cell) : berfungsi menurunkan dan menghentikan respon imun. Mekanisme tersebut diperlukan ketika infeksi telah berhasil diatasi. Mekanisme tersebut penting sebab jika tubuh terus menerus memproduksi antobodi dan menstimulasi sel B dan sel T untuk terus membelah bahkan ketika tidak dibutuhkan, komponen sistem imun tersebut daoat merusak jaringan tubuh sendiri.
PENCEGAHAN PENYAKIT
Penyakit yang disebabkan olheh patogen dapat dicegah dengan mekanism kekebalan tubuh atau pertahanan tubuh ang terdapat dalam sistem imun. Pencegahan penyakit juga dapat dilakukan dengan vaksinasi dan imunisasi.
a. Kekebalan Tubuh · Kekebalan Tubuh Aktif : kekebalan tubuh yang dihasilkan karena limfosit
teraktivasi oleh antigen yang terdapat di permukaan sel pantogen. Kekebalan tubuh juga dapat dipicu secara buatan. Hal tersebut melibatkan penyutikan antigen ke dalam tubuh disebut kekebalan tubuh aktif buatan dan prosesnya lebih dikenal dengan nama vaksinasi. Karena proses aktivasinya terjadi pada saat infeksi patogen secara alami, maka dinamakan, kekebalan tubuh aktif alami.
· Kekebalan Tubuh Pasif : timbul ketika seseorang menjadi kebal untuk sementara terhadap suatu antigen, karena menerima antibody dari orang lain. Kekebalan tubuh pasif alami timbul ketika antibody diberikan dari ibu kepada bayinya melalui plasenta dan ASI. Kekebalan tubuh pasif buatan timbul ketika antibody yang diekstrak dari satu individu disuntikan ke tubuh orang lain sebagai serum. Kekebalan tubuh yang dihasilkan sangatlah singkat, namun berguna untuk
penyembuhan secara cepat, seperti pada individu yang digigit ular beracun atau anjing gila.
b. Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemberian vaksin yang dimasukan kedalam tubuh. Vaksin
adalah suatu antigen yang disuntikan atau diberikan secara oral ( melalu mulut ),
dan menyebabkan perkembangan kekebalan tubuh aktif dari individu yang diberi
vaksin. Kekenalan tubuh melalui vaksinasi sifatnya tahan lama sebab tubuh
mampu memproduksi sel – sel memori yang akan mengingat antigen yang masuk
ke dalam tubuh. Vaksin dapat diperoleh dari mikroorganisme mematikan yang
dimatikan ( cth: bakteri penyebab batuk rejan ), Strain hidup yang tidak dimatikan
( cth: virus penyebab rubella), Toksin yang dimodifikasi ( cth : vaksin untuk
melawan difteri dan tetanus), Antigen hasil isolasi yang terpisah dari patogennya
(cth : vaksin influenza), dan Antigen hasil rekayasa genetik ( cth : vaksin
hepatitis).
Respon Imun
Jika pathogen memasuki tubuh, ada 2 cara yang dilakukan oleh tubuh dalam memberikan respon terhadap masuknya pathogen tersebut yaitu respon imun non-spesifik dan respon imun spesifik.
Respon Imun Non-spesifikDikatakan respon imun non-spesifik dikarenakan respon imun yang timbul terjadi pada jaringan tubuh yang rusak/luka bukan terhadap penyebab kerusakan itu sendiri. Respon imun non-spesifik berupa inflamasi dan fagositosis.InflamasiPembengkakan jaringan (inflamasi) merupakan reaksi cepat terhadap kerusakan jaringan. Terjadinya inflamasi ditandai dengan:
Timbulnya warna kemerahan Timbulnya rasa panas Terjadinya pembengkakan Timbulnya rasa sakit
Perhatikan penggambaran respon peradangan yang disederhanakan berikut ini:
Keterangan: 1. Respon yang terlokalisasi dipicu ketika sel-sel jaringan yang rusak oleh bakteri atau kerusakan fisik membebaskan sinyal kimiawi seperti histamin dan prostaglandin. 2. Sinyal tersebut merangsang pembesaran kapiler (yang mengakibatkan peningkatan aliran darah) dan meningkatkan permeabilitas kapiler di daerah yang terserang. Sel-sel jaringan juga membebaskan zat kimia yang mengandng fagositik dan limfosit. 3. Ketika fagosit tiba ditempat luka, mereka memakan patogen dan serpihan-serpihan sel dan jaringan itu sembuh.
FagositosisFagositosis dilakukan oleh leukosit jenis neutrofil dan monosit.
Neutrofil menyusun sekitar 60%-70% dari semua leukosit. Sel-sel yang dirusak oleh mikroba yang menyerang membebaskan sinyal kimiawi yang menarik neutrofil dari darah untuk memasuki jaringan yang terinfeksi, lalu menelan dan merusak mikroba tersebut. Akan tetapi neutrofil cendrung akan merusak diri sendiri ketika neutrofil tersebut memfagositasi pathogen. Masa hidup neutrofil rata-rata hanya beberapa hari.
Monosit menyusun sekitar 5% dari seluruh leukosit. Monosit bersirkulasi dalam darah hanya beberapa jam kemudian bermigrasi kedalam jaringan dan berkembang menjadi makrofag. Makrofag ini merupakan sel fagositik terbesar, sangat efektif dan berumur panjang. Sel ini akan menjulurkan pseudopodianya yang dapat menempel pada polisakarida permukaan mikroba, menelan mikroba dan mencernanya dengan enzim-enzim lisozim tersebut.
Gambar. Mikrograf ini menunjukkan kaki semu (pseudopodia) makrofag yang menyerupai filamen sedang mengikat bakteri berbentuk batang, yang nantinya akan ditelan dan dirusak.
Respon imun SpesifikDikatakan respon imun spesifik dikarenakan respon imun yang terjadi akan melindungi tubuh dari serangan pathogen dan memastikan pathogen tersebut tidak berbaik melawan jaringan tubuh itu sendiri. Respon imun spesifik dibedakan mejadi
Antibody-mediated immunity (imunitas yang diperantarai oleh antibody / imunitas humoral) Cell-mediated immunity (imunitas yang diperantarai sel)
Antibody-mediated immunity (imunitas yang diperantarai oleh antibody / imunitas humoral)Respon imun ini melibatkan suatu senyawa kimia yang disebut sebagai antibody. Antibody dihasilkan oleh sel limfosit B yang akan aktif jika mengenali antigen yang terdapat pada permukaan sel pathogen. Antibody akan menyerang pathogen sebelum pathogen tersebut menyerang sel-sel tubuh. Terdapat 3 jenis sel B yaitu:
Sel B plasma. Mensekresikan antibody ke sirkulasi tubuh. Setiap antibody bersifat spesifik terhadap satu jenis antigen. Masa hidup selama 4-5 hari.
Sel B memori. Masa hidup lama dalam darah. Sel ini akan mengingat suatu antigen dan akan merespon dengan cepat ketika terjadi infeksi kedua
Sel B pembelah. Berfungsi untuk menghasilkan sel B dalam jumlah banyak.
Gambar. Sel B dan sel T bersama mengenali antigen dengan jumlah yang tidak terbatas, tetapi masing-masing individu hanya mengenali satu antigen (perhatikan adanya perbedaan bentuk reseptor antigen antara keenam sel B diatas). Ketika suatu antigen berikatan dengan sel B atau sel T, sel tersebut akan memperbanyak diri dan membentuk klon sel yang sama.
proliferasi sel-sel ini akan membentuk sel-sel plasma dan sel-sel memori.
Berikut ini adalah mekanisme imunitas yang diperantarai oleh antibody:1. Ketika pathogen masuk kedalam tubuh, masing-masing antigen akan mengaktifkan satu sel B.2. Sel B tersebut akan membelah menbentuk populasi sel yang besar.3. Semua klon sel tersebut kemudian mensekresikan antibody yang spesifik terhadap pathogen
yang menyerang.4. Setelah infeksi berakhir, sel B yang mensekresikan antibody akan mati. (mekanisme dari 1 – 4
disebut dengan respon imun primer)5. Sel B memori telah mengingat pathogen yang menginfeksi dan sel B ini akan bertahan hidup
beberapa tahun dalam tubuh. Jika pathogen dengan antigen yang sama menginfeksi kembali, maka sel B memori ini akan membelah dengan cepat membentuk populasi sel B yang besar dan mensekresikan antibody spesifik. (mekanisme ini disebut respon imun sekunder)
Struktur dan Fungsi AntibodyAntibody merupakan respon terhadap gangguan dari luar ayng dibentuk oleh sekelompok sel limfosit B. Antibody tersusun atas suatu serum globulin yang disebut dengan Immunoglobulin (Ig). Sebuah molekul antibody umumnya mengandung dua tempat pengikatan antigen yang spesifik. Perhatikan struktur antibody dibawah ini dan cara pelekatannya terhadap antigen.
Gambar. antibodi akan berikatan dengan epitop pada permukaan antigen. pada gambar ini, tiga molekul antobodi yang berbeda bereaksi dengan epitop yang berbeda pada molekul
antigen besar yang sama.
Gambar. Molekul antibodi
Immunoglobulin terdiri dari 5 jenis yaitu:Kelima Kelas Immunoglobulin (Ig)
IgM IgM merupakan antibody pertama yang bersirkulasi sebagai respon awal terhadap pemaparan antigen. Berfungsi sangat efektif dalam mengaglutinasi atau menggumpalkan antigen.
IgG IgG merupakan antibody yang sangat berlimpah pada sirkulasi. IgG melindungi tubuh dari bakteri, virus dan toksin yang beredar dalam darah dan limfa.
IgA Terdapat berlimpah pada membrane mukosa. Iga ditemukan dalam sebagian besar sekresi tubuh seperti ludah, keringat, da air mata. IgA juga terkandung didalam kolostrum.
IgD IgD terdapat pada permukaan limfosit B yang merupakan reseptor antigen yang diperlukan dalam memula diferensiasi sel B menjadi sel B
plasma dan sel B memoriIgE Ketika dipicu oleh antigen, akan menyebabkan
sel membebaskan histamine dan zat kimia lain yang menyebabkan reaksi alergi.
Berikut ini merupakan aksi antibody terhadap antigen:
Gambar. Mekanisme efektor pada kekebalan yang diperantarai antibodi. Pengikatan antibodi ke antigen menandai sel asing dan molekul asing agar dirusak oleh fagosit atau sistem
komplemen protein.
Aksi antibodi terhadap antigen seperti terlihat pada gambar diatas meliputi:
Menyebabkan antigen saling melekat Menstimulasi fagositosis oleh neutrofil Berperan sebagai antitoksin dan menyebabkan pengendapan toksin bakteri Mencegah bakteri pathogen melekat pada membrane sel tubuh.
Cell-mediated immunity (imunitas yang diperantarai sel)Imunitas yang diperantarai sel melibatkan sel-sel yang menyerang langsung organism asing. Sel yang dimaksud adalah Limfosit T. hampir sama dengan mekanisme respon imun dengan antibody, pada respon imun yang diperantarai sel, sel limfosit T juga akan bereaksi dengan antigen yang spesifik.Ketika pathogen menginfeksi tubuh untuk pertama kalinya, setiap antigen akan menstimuli satu sel limfosit t untuk membelah membentuk klon.Beberapa klon akan membentuk sel-sel memori yang spesifik terhadap satu jenis antigen.Sementara beberapa klon lain akan berdiferensiasi menjadi beberapa bentuk limfosit T berikut:Helper T cellBerfungsi sebagai menstimulasi sel B untuk membelah dan memproduksi antibody serta mengaktifkan dua jenis sel T yang lain dan mengaktifkan makrofag untuk segera memfagosit pathogen.
Killer T cellDisebut juga dengan sel T sitotoksit, menyerang sel tubuh yang terinfeksi dan pathogen secara langsung. Sel T killer akan membentuk pori pada sitoplasma sel pathogen sehingaa sel pathogen kehilangan sitoplasma dan kemudian mati.Suppressor T cell Berfungsi menurunkan dan menghentikan respon imun ketika mekanisme imun tidak diperlukan lagi. Mekanime ini sangat penting, karena jika tidak, produksi antibody dan pembelahan sel B dan sel T terus menerus akan merusak jaringan tubuh yang normal.
Gambar. Interaksi sel T dengan molekul antigen (MHC)
Secara garis besar, respon imun dapat digambarkan seperti dibawah ini:
Gambar. Pada gambar ini diperlihatkan respon imun primer dari respon imun yang diperantarai antibodi dan yang diperantarai sel.
Respon imun alamiah (nonspesifik) umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut. Tanggapan pertama yang bersifat non spesifik dengan mekanisme yang stereotipik. Tubuh menyediakan berbagai enzim termasuk sistem komplemen dan interferon yang merupakan perangkat dalam mekanisme humoral. Mekanisme seluler akan melibatkan sel- sel dengan kemampuan fagosit: netrofil dan makrofag (Cooke, 1991).
Beberapa kemungkinan aktivitas tubuh terhadap antigen:
Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Respon imun nonspesifik Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag demikian pula neutrifil dan monosit. Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut harus berada dalam jarak dekat dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan fagosit . Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak menuju sasaran. Hal ini dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang disebut factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri atau yang dilepaskan oleh komplemen (Brost, 1993).
Selain faktor kemotaktik yang menarik fagosit menuju antigen sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih dahulu. Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau komplemen (C3b), agar supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan oleh pembentukan fagosom yang terperangkap dalam kantung fagosom seolah-olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik dengan proses oksidasi-reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri (Cooke, 1991).
Gambar 1. Mekanisme Respon Imun
Selain fagositosis, manifestasi respon imun nonspesifik yang lain adalah reaksi inflamasi. Sel-sel sistem imun tersebar di seluruh tubuh tetapi bila terjadi infeksi di satu tempat perlu memusatkan sel-sel sistem imun itu dan produk-produk yang dihasilkannya ke lokasi infeksi. Selama respon ini terjadi tiga proses penting, yaitu peningkatan aliran darah di area infeksi, peningkatan permeabilitas kapiler akibat retraksi sel-sel endotel yang mengakibatkan molekul-molekul besar dapat menembus dinding vaskuler, dan migrasi leukosit ke luar vaskuler. Reaksi ini terjadi akibat dilepaskannya mediator-mediator tertentu oleh beberapa jenis sel misalnya histamine yang dilepaskan oleh basofil dan mastosit, vaso activeamine yang dilepaskan oleh trombosit, serta anafila toksin berasal dari kompone- komponen komplemen yang merangsang penglepasan mediator-mediator oleh mastosit dan basofil sebagai reaksi umpan balik. Mediator-mediator ini antara lain merangsang bergeraknya sel-sel polimorfonuklear (PMN) menuju lokasi masuknya antigen serta meningkatkan permeabilitas dinding vaskuler yang mengakibatkan eksudasi protein plasma dan cairan. Gejala inilah yang disebut respon inflamasi akut (Roeslan, 2002).
Respon imun adaptif (spesifik) merupakan respon didapat (acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yang terpapar sebelumnya. Sistem imun spesifik: Humoral:menggunakan Antibody yang bersifat sangat spesifik. Seluler: melibatkan limfosit T. Sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya (Dinejad, 2005).
Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas saling meningkat kan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu aktifasi biologik yang seirama dan serasi (Roeslan, 2002).
Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kuci dengan anak gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing. Selama perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu sel B dan sel T yang memilki potensi yang berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T dan B mencakup protein yang terdapat di membran sel bakteri, mikoplasma, selubung virus, atau serbuk bunga, debu, atau makanan tertentu. Setiuap sel dari seseotang memilki proitein-protein permukaan yang dikenali berbagai benda asing oleh sel T atau B milik orang lain (Darmanto, 2009).
Protein yang dapat berikatan dengan sel; T atau B di sebut deengan antigen, apabila suatu antigen menyebabkan sel T atau B menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih lanjut, maka antigen tersebut dapat bersifat imunogenik. Tujuan utama respon imun adalah menetralkan , menghancurkan atau mengeluarkan benda asing tersebut lebih cepat dari biasanya (Darmanto, 2009).
Pustaka
Brost. 1993. Immunology, 3rd ed. St Louis Mosby Co: 1.1-1.12.
Cooke A, Owen M. 1991. The Immune System In Advanced Immunology 2nd ed.: New York: Gover Med Publishing
Darmanto Raden djojodibroto. 2009. Respirologi (respiratori medicine). Jakarta: EGC.
Dinejad, Ahmad. 2005. Sistem Kekebalan Tubuh. Jakarta: Cv.Swasada
Roeslan. 2002. Imunologo Oral : Kelainan Di Dalam Rongga Mulut. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Respon Imun Non Spesifik
Posted by arifwr on 06/09/2009
Oleh : Trimar Handayani
Kekebalan tubuh non spesifik merupakan respon alamiah dari tubuh yang berfungsi melindungi tubuh dari
antigen baik dari lingkungan ekterna maupun interna. Ada 3 macam yaitu Fisik ( kulit, mukosa, batuk, diare,
bersin ); Bahan larut / biokimia { Ph keringat dan vagina, HCL dilambung, lisozim ( keringat,air mata dll ),
laktoferin ( Asi, serum, spermin ) };Selular ( fagosit, makrofag, natural killer.
Ketika kuman atau bakteri masuk kedalam tubuh maka terjadi proses rekognisi dimana antigen itu dicoba
dikenali ( self or non self ) sebelum bereaksi, biasanya dengan menggunakan limfosit. Setelah itu terjadi
proses proliferasi dimana limfosit yang beredar mengirimkan pesan ke nodus limfatik untuk mensensitisasi
limfosit tubuh menjadi limfosit T / limfosit B. Kemudian baru terjadi respon baik itu humoral dan selular.
Dalam sistem imun non spesifik, terjadi respon selular yang kemudian mengaktifkan sistem fagosit
( granulosit dan makrofag ). Semua granulosit ( Neutrofil, eosinofil, basofil ) mengandung enzim
mieleperoksidase yang membantu membunuh bakteri yang masuk bersama makanan.
Bila bakteri menyerang tubuh, sumsum tulang dirangsang untuk menghasilkan dan mengeluarkan neutrofil
dalam jumlah besar. Ketika memasuki jaringan neutropil sudah merupakan sel-sel yang matang. Sewaktu
mendekati partikel yang akan difagositosis, sel-sel neutrofil mula-mula melekat pada reseptor yang terdapat
pada partikel itu kemudian menonjolkan pseudopodia kesemua jurusan disekeliling partikel tersebut dan
pseudopodia itu akan saling bertemu satu sama lain pada sisi yang berlawanan dan akan bergabung
sehingga terjadi ruang tertutup yang berisi partikel-pertikel yang sudah difagositosis. Kemudian ruang ini
akan berinvaginasi kedalam rongga sitoplasma dan akan melepaskan diri dari bagian luar membran sel
membentuk gelembung fagositik ( Vesikel fagositik ) yang mengapung dengan bebas disebut sebagai
fagosome dalam sitoplasma.
Selanjutnya akan terjadi proses pencernaan enzimatik pada partikel yang telah terfagositosit tadi yang
dilakukan oleh lisosom. Lisosom akan bersentuhan dengan vesikel fagositik dan membrannya menjadi satu
dengan gelembung tadi. Selanjutnya akan membuang banyak enzim pencernaan dari lisosom masuk
kedalam gelembung. Jadi gelembung fagositik ini akan berubah menjadi gelembung pencernaan sehingga
dimulailah proses pencernaan partikel yang telah terfagositosis. Neutrofil dan makrofag banyak
mengandung lisosom yang berisi enzim proteolitik untuk mencernakan bakteri dan bahan-bahan protein
asing lain. Bila enzim lisosomal gagal membunuh kuman maka agen bacterisid yang akan membunuh kuman
atau bakteri tersebut.
Bila antigen terlalu besar atau terlalu banyak terdapat antigen disekitar sel maka fagositosis oleh makrofag
diaktifkan karena makrofag mempunyai kemampuan untuk memfagositosis jaringan nekrotik dan bahkan sel
neutrofil yang sudah mati sewaktu menderita infeksi kronis atau peradangan. Makrofag akan menelan dan
membunuh kuman melalui proses yang sama seperti neutrofil.
Sistem imun non spesifik Natural killer cell (NKC) akan ikut diaktifkan pada proses peradangan, dimana NKC
akan bermigrasi ke tempat proses peradangan. NKC adalah sel pembunuh alamiah yang merupakan limfosit
besar dan disebut juga dengan limfosit non-T dan limfosit non-B. Sel ini membunuh virus dan memiliki
reseptor Fc yang memungkinkan membunuh virus berselubung antibody serta dapat menghancurkan sel
yang telah mengalami transformasi maligna tanpa membutuhkan sensitisasi terlebih dahulu dan tanpa
melibatkan antigen histokompatibel utama.
SISTEM PERTAHANAN TUBUHA. Antigen dan Antibodi
Seorang pendekar bela diri tentu mampu meng antisipasi berbagai macam serangan dari
lawannya. Bahkan, serangan dari banyak lawan dalam satu waktu sekaligus pun dapat teratasi.
Nah, sama seperti halnya pendekar bela diri, tubuh kita juga memiliki sistem yang dapat
mempertahankan tubuh dari berbagai macam serangan penyakit. Suatu sistem dalam tubuh
yang memiliki peran utama dalam pertahanan diri ini disebut sistem pertahanan tubuh atau
sistem imun. Sistem ini terdiri atas struktur dan sel yang didistribusikan ke seluruh jaringan
tubuh. Fungsi utamanya adalah se-bagai pelindung dari serangan benda-benda asing yang
masuk ke dalam tubuh. Sementara ilmu yang mempelajari sistem imun atau kekebalan tubuh
disebut immunologi.
Apabila sistem imun di dalam tubuh kita baik, tentu serangan penyakit dapat ditangkal sedini
mungkin. Sebaliknya, bila sistem imun
tubuh kita lemah, kemungkinan terserang penyakit pun menjadi besar.Di dalam tubuh, sistem
imun melawan berbagai penyerang
asing atau antigen dengan garis pertahanan yang bertahap. Tahapan-nya dimulai dari garis
pertahanan pertama seperti kulit, membran
mukosa, sekresi dari kulit dan mukosa. Garis pertahanan kedua de-ngan fagositosis oleh sel
darah putih, protein antimikroba, dan respon peradangan. Sementara garis pertahanan ketiga
melalui limfosit yang menghasilkan antibodi.
Pada subbab berikut, kita mempelajari mekanisme perta hanan tubuh dari antigen dengan
pembentukan antibodi. Oleh karena itu,
simak dan pahami uraian berikut.
1. Pengertian Antigen dan Antibodi
Tanpa kita sadari, sebenarnya di lingkungan sekitar terdapat banyak bibit penyakit yang dapat
mengancam tubuh. Ketika perta hanan tubuh lemah, dengan segera bibit penyakit akan
menyerang. Berbagai bibit penyakit tersebut dapat melayang di udara, larut dalam air,
menempel pada tanah, meja, kursi bahkan buku dan pensil. Bakteri, virus dan organisme
sejenisnya adalah contoh bibit penyakit yang dapat menye-rang tubuh.
• Imun
• Imunisasi
• Antigen
• Antibodi
• Vaksin
Berbagai organisme dan substansi asing yang masuk ke dalam tu-buh dinamakan antigen.
Antigen meliputi molekul yang dimiliki virus,
bakteri, fungi, protozoa, dan cacing parasit. Apabila antigen tersebut masuk ke dalam tubuh,
secara otomatis tubuh meningkatkan sistem pertahanannya. Peningkatan sistem pertahanan
dilakukan untuk mela-wan serangan-serangan dari organisme dan substansi asing tersebut.
Caranya yakni dengan memproduksi suatu zat sejenis protein atau polisakarida. Zat yang
demikian dinamakan antibodi. Pada umumnya, antibodi terletak dan melekat pada permukaan
sel. Namun, apabila tidak melekat, antibodi berada dalam darah dan dalam sekresi jaringan
eksokrin. Awalnya, antibodi ditemukan pada serum darah, yakni cairan darah yang dipisahkan
dari sel-selnya. Oleh
karena itu, banyak penyakit yang dapat didiagnosis dengan keberadaan antibodi khusus dalam
serum. Ilmu yang mempelajari cara seperti ini dinamakan serologiyang merupakan cabang
immunologi
2. Struktur dan Fungsi Antibodi
Antigen merupakan protein dan permukaan polisakarida berbagai mikroba, jaringan cangkokan
yang tidak cocok, ataupun sel-sel darah yang ditransfusikan. Selain itu, antigen dapat pula
berwujud protein asing seperti racun lebah atau serbuk sari yang dapat menyebabkan alergi atau
hipersensitivitas.
Sebuah antigen mempunyai bagian pada permukaan suatu or-ganisme atau substansi tertentu
yang dapat berikatan dengan antibodi.
Bagian tersebut dinamakan epitopatau determinan antigenik. Semua epitop tentu akan berikatan
dengan antibodi yang sesuai. Sehingga per-mukaan bakteri, misalnya, yang berperan sebagai
antigen seluruhnya
dapat ditutupi oleh banyak jenis antibodi.
Antibodi merupakan protein terdiri atas satu atau lebih molekul yang berbentuk huruf Y. Empat
rantai proteinnya disusun oleh ikatan
sulfida. Dua rantai berat yang identik merupakan batang dan sebagian lengan Y. Sedangkan dua
rantai ringan yang identik berada pada bagian
lainnya. Pada kedua molekul berbentuk Y terdapat daerah variable (V) rantai berat dan rantai
ringan. Dinamakan seperti itu karena pada ba-gian V memiliki urutan asam amino yang
bervariasi dari satu antibodi ke antibodi lainnya.
Umumnya antibodi terdiri atas sekelompok protein yang berada pada fraksi-fraksi globulin serum.
Fraksi-fraksi globulin serum ini
dinamakan imunoglobulin atau disingkat Ig. Imunoglobulin ini ber-manfaat apabila di dalam
tubuh terjadi reaksi imun. Manusia memiliki beberapa tipe imunoglobulin dengan berbagai
struktur. Adapun tipe-tipe imunoglobulin tersebut meliputi imunoglobin
M (IgM), imunoglobulin G (IgG), imunoglobulin A (IgA), imunoglobulin D (IgD), dan imunoglobulin
E (IgE).
3. Pembentukan Antigen dan Antibodi
Di dalam tubuh manusia, antibodi dihasilkan oleh organ limfoid sentral yang terdiri atas sumsum
tulang dan kelenjar timus, terutama
oleh sel-sel limfosit. Ada dua macam sel limfo sit, yaitu sel limfosit B dan sel limfosit T. Kedua sel
ini bekerja sama untuk menghasilkan
antibodi dalam tubuh. Baik antibodi maupun antigen keduanya mempunyai hubungan spesifik
yang sangat khas. Keadaan ini terlihat sewaktu antigen masuk ke dalam tubuh. Saat itu, dengan
seketika sel limfosit T mendeteksi karakteristik dan jenis antigen. Ke-mudian sel limfosit T
bereaksi cepat dengan cara mengikat antigen tersebut melalui permukaan reseptornya. Setelah
itu, sel limfosit T membelah dan membentuk klon. Sementara pada permu-kaan membrannya
menghasilkan immunoglobu-lin monomerik.
Berikutnya, molekul antigen dan molekul an-tibodi saling berikat an dan ikatan kedua molekul ini
ditempatkan pada makrofaga. Secara beruru-tan, makrofaga menghadirkan antigen pada sel
limfosit B. Lantas, sel limfosit B berpoliferasi dan menjadi dewasa, sehingga mampu membentuk
Sementara itu, pembuangan antigen setelah diikat antibodi dapat menggunakan berbagai cara,
yakni netralisasi, aglutinasi, presipitasi, dan fiksasi komplemen. Perhatikan Gambar 11.6.
Netralisasimerupakan cara yang digunakan antibodi untuk berikatan dengan antigensupaya
aktivitasnya terhambat. Sebagai contoh, antibodi melekat pada molekul yang akan digunakan
virus untuk menginfeksi inangnya. Pada proses ini, antibodi dan antigen dapat mengalami proses
opsonisasi, yakni proses pelenyapan bakteri yang diikat antibodi oleh makrofaga melalui
fagositosis.
Cara pelenyapan antigen berikutnya adalah aglutinasi. Aglutinasi atau penggumpalan merupakan
proses pengikatan antibodi terhadap bakteri atau virus sehingga mudah dinetralkan dan
diopsonisasi. Misalnya, IgG yang berikatan dengan dua sel bakteri atau virus secara bersama-
sama. Mekanisme yang sama juga terjadi pada cara berikutnya yakni presi pitasi. Presipitasi atau
pengendapan merupakan pengikatan silang molekul-molekul antigen yang terlarut dalam cairan
tubuh. Setelah di-endapkan, antigen tersebut dikeluarkan dan dibuang melalui fagositosis.
Selain berbagai cara tersebut, pembuangan antigen dapat melalui fiksasi komplemen. Fiksasi
komplemen merupakan pengaktifan
ren tetan molekul protein komplemen karena adanya infeksi. Prosesnya menyebabkan virus dan
sel-sel patogen yang menginfeksi bagian tubuh menjadi lisis
B. Mekanisme Pertahanan Tubuh
Adanya sistem pertahanan tubuh membuat tubuh kita aman dari serangan penyakit. Diibaratkan
sebuah senjata, sistem pertahan-an tubuh membunuh semua bibit penyakit yang menyerang
tubuh. Mekanisme yang dilakukan pun amat beragam. Berikut kita bahas ragam mekanisme
sistem pertahanan tubuh pada manusia.
1. Ragam Mekanisme Pertahanan Tubuh
Di dalam tubuh, sistem imun yang kita miliki dapat melakukan mekanisme pertahanan dari
berbagai jenis antigen, seperti bakteri, virus maupun kuman tertentu. Mekanisme pertahanan
tersebut dapat dilaku-kan dengan cara membentuk kekebalan aktif dan kekebalan pasif.
a. Kekebalan Aktif
Kekebalan aktifmerupakan kekebalan tubuh yang diperoleh dari dalam tubuh, karena tubuh
membuat antibodi sendiri. Jenis kekebalan ini dapat terbentuk baik secara alami ataupun
buatan.Kekebalan aktif alami(natural immunity) adalah kekebalan tu-buh yang diperoleh tubuh
setelah seseorang sembuh dari serangan suatu penyakit. Sebagai contoh, orang yang pernah
terserang penyakit seperti cacar air, campak, dan gondongan tidak akan terserang penyakit yang
sama untuk kedua kalinya. Sebab, tubuh yang terserang sudah begitu kenal atau tidak asing
dengan antigen yang menyerang. Akibat-nya, darah membentuk antibodi untuk melawan antigen
tersebut.
Selain secara alami, kekebalan aktif dapat diperoleh secara buat an. Kekebalan aktif
buatan(induced immunity) diperoleh dari luar tubuh, yakni setelah tubuh mendapatkan vaksinasi.
Vaksinasi merupa kan proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh supaya tubuh
membentuk antibodi sehingga kebal terhadap suatu penyakit. Se-mentaravaksinialah kuman
penyakit yang sudah dilemahkan atau
dijinakkan sehingga tidak berbahaya bagi tubuh.
Tindakan membentuk kekebalan dalam tubuh seseorang de ngan memberikan vaksin disebut
imunisasi. Orang yang mengembangkan
imunisasi pertama kali adalah dr. Edward Jenner, seorang dokter berkebangsaan Inggris. Teknik
ini seringkali diberikan kepada semua
umur supaya kebal terhadap antigen tertentu. Ada beberapa penyakit yng dapat dilawan dengan
vaksin, misalnya vaksin BCG yang mela-wan antigen penyakit TBC.
Imunisasi mempunyai beberapa tipe. Imunisasi yang diberikan kepada individu dari spesies yang
sama disebut isoimun. Sedangkan imunisasi yang diberikan pada individu yang berbeda dan dari
spesies yang berbeda pula disebut heteroimu
b. Kekebalan Pasif
Kekebalan pasifmerupakan kekebalan yang diperoleh bukan dari antibodi yang disintesis dalam
tubuh, melainkan tinggal memakainya
saja. Seperti halnya kekebalan aktif, kekebalan pasif juga terjadi secara alami dan
buatan.Kekebalan pasif alamiadalah kekebalan yang diperoleh bukan dari tubuhnya sendiri,
melainkan dari tubuh orang lain. Misalnya kekebalan bayi yang diperoleh dari ibunya. Ketika
masih dalam kan-dungan, bayi mendapatkan antibodi dari ibunya melalui plasenta dan tali pusat.
Kemudian setelah lahir, bayi mendapatkan antibodi dari ASI eksklusif melalui proses menyusui.
Sedangkan kekebalan pasif buatan adalah kekebalan yang di-peroleh dari antibodi yang sudah
jadi dan terlarut dalam serum. Sepintas
antibodi ini mirip dengan vaksin. Perbedaannya yakni vaksin bersifat sementara, sedangkan
serum dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama. Bahkan dapat digunakan
seumur hidup. Seba-gai contoh adalah suntikan ATS (Anti Tetanus Serum) dan sun tikan IG
(Globulin Imun).
Sistem pertahanan tubuh ibarat benteng yang melindungi tubuh dari serangan berbagai macam
antigen. Akan tetapi, adakalanya sistem pertahanan tubuh justru menyerang dan merusak tubuh
itu sendiri. Keadaan semacam ini disebut dengan autoimun. Menurut beberapa penelitian,
penyakit autoimun lebih banyak menyerang wanita daripada pria, khususnya wanita usia
produktif.
Penyakit ini tidak menular, namun memiliki kecenderungan bersifat menurun. Seseorang
dikatakan menderita autoimun apabila sistem pertahanan tubuhnya mengalami kesalahan.
Kesalahan ini ditandai dengan penyerangan antibodi hasil sintesis tubuh terhadap sel, jaring-an
dan organ di dalam tubuh yang sama. Akibatnya, sistem kekebalan tubuh mengalami
peradangan.Autoimun pada manusia kebanyakan menyebabkan timbulnya penyakit. Hasil
publikasi dari Lembaga Penyakit Infeksi dan Alergi Nasional (NIAID) Amerika Serikat, menyatakan
bahwa penyakit yang disebabkan oleh autoimun menyerang tubuh dengan cara berlainan.
Misalnya, apabila autoimun terjadi di otak, maka akan menyebabkan penyakit multiple sclerosis.
Kemudian, apabila autoimun terjadi di usus dapat menyebabkan penyakit crohn. Beberapa jenis
penyakit autoimun semakin parah apabila mengalami infeksi oleh virus, paparan sinar matahari,
faktor usia, stres kronis, gangguan hormon, dan kehamilan.
sistem imun
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Imun
Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun adalah sistem perlindungan
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada
suatuorganisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan
melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen,
termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa
jenis kanker
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh
biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus
sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan
mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti
biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar
dapat menginfeksi organisme.
2.2. Macam-macam Sistem Pertahanan Tubuh
Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi 2, yaitu kekebalan tubuh tidak spesifik
dan kekebalan tubuh spesifik.
a. Sistem kekebalan tubuh non spesifik
Proses pertahanan tubuh non spesifik tahap pertama
Proses pertahanan tahap pertama ini bisa juga diebut kekebalan tubuh alami.
Tubuh memberikan perlawanan atau penghalang bagi masuknya patogen/antigen.
Kulit menjadi penghalan bagi masuknya patogen karena lapisan luar kulit mengandung
keratin dan sedikit air sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Air mata
memberikan perlawanan terhadap senyawa asing dengan cara mencuci dan
melarutkan mikroorganisme tersebut.
Minyak yang dihasilkan oleh Glandula Sebaceae mempunyai aksi
antimikrobial. Mukus atau lendir digunakan untuk memerangkap patogen yang masuk
ke dalam hidung atau bronkus dan akan dikeluarkjan oleh paru-paru. Rambut hidung
juga memiliki pengaruh karenan bertugas menyaring udara dari partikel-partikel
berbahaya.
Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh (air mata, mukus, saliva)
mengandung enzimm yang disebut lisozim. Lisozim adalah enzim yang dapat meng-
hidrolisis membran dinding sel bakteri atau patogen lainnya sehingga sel kemudian
pecah dan mati. Bila patogen berhasil melewati pertahan tahap pertama, maka
pertahanan kedua akan aktif.
Proses pertahanan tubuh non spesifik tahap ke dua
Inflamasi merupakan salah satu proses pertahanan non spesifik, dimana jika
ada patogen atau antigen yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang suatu sel, maka
sel yang rusak itu akan melepaskan signal kimiawi yaitu histamin. Signal kimiawi
berdampak pada dilatasi(pelebaran) pembuluh darah dan akhirnya pecah. Sel darah
putih jenis neutrofil,acidofil dan monosit keluar dari pembuluh darah akibat gerak
yang dipicu oleh senyawa kimia(kemokinesis dan kemotaksis). Karena sifatnya
fagosit,sel-sel darah putih ini akan langsung memakan sel-sel asing tersebut.
Peristiwa ini disebut fagositosis karena memakan benda padat, jika yang
dimakan adalah benda cair, maka disebut pinositosis. Makrofag atau monosit bekerja
membunuh patogen dengan cara menyelubungi patogen tersebut dengan
pseudopodianya dan membunuh patogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan
bantuan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun bagi si
patogen atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian tubuh
mikroba.
Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak berpindah-pindah ke
bagian tubuh lain, antara lain : paru-paru(alveolar macrophage), hati(sel-sel Kupffer),
ginjal(sel-sel mesangial), otak(sel–sel microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan
pada nodus dan spleen. Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit
besar. Sel ini akan menempatkan diri pada dinding luar parasit dan melepaskan enzim
penghancur dari granul-granul sitoplasma yang dimiliki. Selain leukosit, protein
antimikroba juga berperan dalam menghancurkan patogen.
Protein antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan adalah
protein dari sistem komplemen yang berperan penting dalam proses pertahan non
spesifik dan spesifik serta interferon. Interferon dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi
oleh virus yang berfungsi menghambat produksi virus pada sel-sel tetangga. Bila
patogen berhasil melewati seluruh pertahanan non spesifik, maka patogen tersebut
akan segera berhadapan dengan pertahanan spesifik yang diperantarai oleh limfosit.
b. Sistem kekebalan tubuh spesifik
Pertahanan Spesifik: Imunitas diperantai antibodi Untuk respon imun yang
diperantarai antibodi, limfosit B berperan dalam proses ini, dimana limfosit B akan
melalui 2 proses yaitu respon imun primer dan respon imun sekunder.Jika sel limfosit
B bertemu dengan antigen dan cocok, maka limfosit B membelah secara mitosis dan
menghasilkan beberapa sel limfosit B.
Semua Limfosit B segera melepaskan antibodi yang mereka punya dan
merangsang sel Mast untuk menghancurkan antigen atau sel yang sudah terserang
antigen untuk mengeluarkan histamin. 1 sel limfosit B dibiarkan tetap hidup untuk
menyimpan antibodi yang sama sebelum penyerang terjadi. Limfosit B yang tersisa ini
disebut limfosit B memori. Inilah proses respon imun primer. Jika suatu saat, antigen
yang sama menyerang kembali, Limfosit B dengan cepat menghasilkan lebih banyak
sel Limfosit B daripada sebelumnya.
Semuanya melepaskan antibodi dan merangsang sel Mast mengeluarkan
histamin untuk membunuh antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan hidup
untuk menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan kenapa
respon imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun primer.
Suatu saat, jika suatu individu lama tidak terkena antigen yang sama dengan
yang menyerang sebelumnya, maka bisa saja ia akan sakit yang disebabkan oleh
antigen yang sama karena limfosit B yang mengingat antigen tersebut sudah mati.
Limfosit B memori biasanya berumur panjang dan tidak memproduksi antibodi kecuali
dikenai antigen spesifik. Jika tidak ada antigen yang sama yang menyerang dalam
waktu yang sangat lama, maka Limfosit b bisa saja mati, dan individu yang seharusnya
bisa resisten terhadap antigen tersebut bisa sakit lagi jika antogen itu menyerang,
maka seluruh proses respon imun harus diulang dari awal.
Pertahanan spesifik: Imunitas diperantai Sel
Untuk respon imun yang diperantarai sel, Limfosit yang berperan penting
adalah limfosit T.
Jika suatu saat ada patogen yang berhasil masuk dalam tubuh kemudian
dimakan oleh suatu sel yang tidak bersalah(biasanya neutrofil), maka patogen itu
dicerna dan materialnya ditempel pada permukaan sel yang tidak bersalah tersebut.
Materi yang tertempel itu disebut antigen. Respon imun akan dimulai jika kebetulan
sel tidak bersalah ini bertemu dengan limfosit T yang sedang berpatroli, yaitu sel tadi
mengeluarkan interleukin 1 sehingga limfosit T terangsang untuk mencocokkan
antibodi dengan antigennya.
Permukaan Limfosit T memiliki antibodi yang hanya cocok pada salah satu
antigen saja. Jadi, jika antibodi dan antigennya cocok, Limfosit T ini, yang disebut
Limfosit T pembantu mengetahui bahwa sel ini sudah terkena antigen dan mempunyai
2 pilihan untuk menghancurkan sel tersebut dengan patogennya. Pertama, Limfosit T
pembantu akan lepas dari sel yang diserang dan menghasilkan senyawa baru disebut
interleukin 2, yang berfungsi untuk mengaktifkan dan memanggil Limfosit T
Sitotoksik.
Kemudian, Limfosit T Sitotoksik akan menghasilkan racun yang akan
membunuh sel yang terkena penyakit tersebut. Kedua, Limfosit T pembantu bisa saja
mengeluarkan senyawa bernama perforin untuk membocorkan sel tersebut sehingga
isinya keluar dan mati.
2.3 Fungsi Sistem Imun
Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai berikut.
1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan
mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)
yang masuk ke dalam tubuh
2. Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan jaringan.
3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal. Sasaran utama: bakteri patogen &
virus Leukosit merupakan sel imun utama (disamping sel plasma, makrofag, & sel
mast).
4. Pertahanan Tubuh, yaitu menangkal bahan berbahaya agar tubuh tidak sakit, dan jika
sel-sel imun yang bertugas untuk pertahana ini mendapatkan gangguan atau tidak
bekerja dengan baik, maka oranmg akan mudah terkena sakit
5. Keseimbangan, atau fungsi homeostatik artinya menjaga keseimbangan dari
komponen tubuh.
6. Perondaan, sebagian dari sel-sel imun memiliki kemampuna untuk memantau ke
seluruh bagian tubuh. Jika ada sel-sel tubuh yang mengalami mutasi maka sel peronda
tersebut akan membinasakannya.
2.4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sistem Imun
Faktor genetik dan fisiologis
Faktor resiko fisiologis melibatkan fungsi fisik dari tubuh. Kondisi fisik
tertentu, seperti kehamilan atau berat badan berlebih akan meningkatkan stres pada
sistem fisiologis ( sebagai contoh : sistem sirkulasi darah) sehingga meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit pada area ini.
Faktor keturunan, atau presdiposisi genetik terhadap penyakit tertentu
merupakan faktor resiko fisik yang penting. Sebagai contoh, seseorang dengan riwayat
keluarga diabetes melitus akan berisiko untuk menderita penyakit ini pada hidupnya,
faktor resiko genetik lainnya adalah riwayat keluarga dengan penyakit kanker,
penyakit jantung, penyakit ginjal, atau penyakit mental.
Getah lambung menyebabkan suatu lingkungan yang kurang menguntungkan
untuk sebagian bakteri patogen. Air kemih akan membilas saluran kemih sehingga
menurunkan infeksi oleh bakteri. Pada kulitpun dihasilkan zat-zat yang bersifat
bakterisida. Darah terdapat sejumlah zat protektif yang bereaksi secara nonspesifik
yaitu "natural antibody'' yang tidak bersifat khas untuk bakteri bersangkutan. Faktor
humoral lain yaitu properdin dan interferon yang selalu terdapat dan siap
untuk.menanggulangi masuknya zat asing.
Usia
Usia meningkatkan atau menurunkan kerentanan terhadap penyakit tertentu.
Sebagai contoh seseorang bagi yang lahir secara prematur dan semua bayi baru lahir
lebih rentan terhadap infeksi. Resiko penyakit jantung meningkat seiring usia untuk
wanita dan pria. Pada usia 45 tahun atau lebih, terdapat resiko yang lebih besar untuk
timbulnya kanker.
Faktor usia sering dihubungkan dengan faktor resiko lainnya,seperti riwayat
keluarga dan kebiasaan pribadi. Perawat harus menekankan pentingnya pemeriksaan
berkala untuk kelompok usia tertentu. Otoritas di amerika serikat telah memberikan
rekombenasi jadwal skrining kesehatan, imunisasi, dan konseling.
Orang-orang yang berada pada kedua ujung rentan usia lebih rentang usia lebih
besar kemungkinannya untuk menghadapi masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan fungsi sistem imun ketimbang orang-orang yang berusia dibawah rentang
tersebut. Frekuensi dan intensitas infeksi akan meningkat pada orang yang berusia
lanjut dan peningkatan ini mungkin disebabkan oleh penurunan kemampuan untuk
bereaksi secara memadai terhadap mikroorganisme yang menginvasinya. Produksi
maupun fungsi limfosit T dan B dapat terganggu. Insidensi penyakit autoimun juga
meningkat bersamaan dengan pertambahan usia; hal ini mungkin terjadi akibat
penurunan kemampuan antibodi untuk membedakan antara diri sendiri dan bukan diri
sendiri. Kegagalan sistem surveilans untuk mengenali sel-sel yang abnormal atau yang
mengalami mutasi mungkin bertanggung jawab atas tingginya insidensi penyakit
kanker yang berkaitan dengan pertambahan usia.
Penurunan fungsi berbagai sistem organ yang berkaitan dengan pertambahan
usia juga turut menimbulkan gangguan imunitas. Penurunan sekresi serta motilitas
lambung memungkinkan flora normal intestinal untuk berproliferasi dan menimbulkan
infeksi sehingga terjadi gastroenteritis serta diare.
Penurunan pada sirkulasi renal, fungsi fitrasi, absorpsi dan ekskresi turut
menyebabkan infeksi saluran kemih. Lebih lanjut, pembesaran kelenjar prostat dan
neurogenic bladder dapat menghambat pengaliran urin serta selanjutnya klirens
(pembersihan) bakteri lewat sistem urinarius. Stasis urin yang lazim terjadi pada kaum
lanjut usia akan memudahkan pertumbuhan mikroorganisme.
Pajanan terhadap tembakau dan toksin lingkungan akan mengganggu fungsi
paru. Pajanan yang lama terhadap kedua agens ini akan menurunkan elasrisitas
jaringan paru, keefektifitas silia dan kemampuan batuk yang efektif. Semua gangguan
ini akan menghalangi pengeluaran mikroorganisme yang infeksius dan toksin sehingga
kerentanan lansia terhadap penyakit infeksi serta kanker paru semakin meningkat.
Akhirnya, bersamaan dengan pertambahan usia, kulit akan menjadi tipis dan
tidak begitu elastis lagi. Neuropati perifer dan penurunan sensibilitas serta sirkulasi
yang menyertainya dapat menimbulkan ulkus statis, dekubitus, ekskoriasi dan gejala
luka bakar. Gangguan integritas kulit merupakan faktor predisposisi yang
memudahkan orang tua untuk mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang
merupakan bagian dari flora kulit yang normal.
Lingkungan
Tempat dan kondisi lingkungan kita ( udara, air, dan tanah) akan menentukan
cara hidup, makanan, agen genetik, keadaan kesehatan, dan kemampuan kita untuk
beradaptasi ( murray dan zentner, 2001). Lingkungan fisik tempat seseorang bekerja
atau berdiam dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya suatu penyakit. Sebagai
contoh, beberapa jenis kanker lebih mungkib timbul jika pekerja industri terpajan pada
zat kimia tertentu atau jika masyarakat berdiam di dekat lokasi limbah beracun.
Penilaian keperawatan meluas dari individu ke keluarga dan kumonitas sekitarnya
( murray dan zentner, 2001)
Gaya hidup
Banyak kegiatan, kebiasaan, dan praktik yang melibatkan faktor resiko. Praktik
gaya hidup dan tingkah laku dapat memiliki efek positif atau pun efek negatif terhadap
kesehatan. Praktik dengan efek yang negatif merupakan faktor resiko. Beberapa
kebiasaan merupakan faktor resiko bagi penyakit tertentu.
Sebagai contoh, berjemur di sinar matahari secara berlebihan akan
meningkatkan resiko kanker kulit, dan berat badan yang berlebihan akan
meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Mokdad, et al. (2004) mengidentifikasi
faktor resiko tingkah laku yang dimodifikasi sebagai penyebab kematian utama di
amerika serikat.
Analisis mereka menunjukkan bahwa walaupun merokok adalah penyebab
utama kematian, diet buruk dan kurangnya aktivitas fisik dapat menggantikan posisi
ini. Data ini menekankan pentingnya layanan pencegahan. Informasi ini juga
memperlihatkan dampak yang besar pada ekonomi dari sistem layanan kesehatan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami dampak tingkah laku gaya hidup
terhadap status kesehatan.
Stres
Stres merupakan faktor risiko gaya hidup jika ia cukup berat atau
berkepanjangan atau jika individu tersebut tidak dapat mengatasi suatu kejadian
hidupnya secara adekuat. Stres mengancam kesehatan mental (stres emosional) dan
juga kesejahteraan fisik (stres fisiologis). Keduanya dapat berperan terhadap
timbulnya penyakit dan mempengaruhi kemampuan beradaptasi terhadap perubahan
yang berkaitan dengan penyakit dan juga kemampuan untuk bertahan dari penyakit
yang mengancam jiwa.
Stres juga mengganggu aktivitas promosi kesehatan dan kemampuan untuk
menerapkan modifikasi gaya hidup yang dibutuhkan. Stres juga mengancam
kesejahteraan fisik dan dihubungkan dengan penyakit seperti penyakit jantung,
kanker, dan kelainan gastrointestinal.
Jender
Kemampuan hormon-hormon seks untuk memodulasi imunitas telah diketahui
dengan baik. Ada bukti yang menunjukkan bahwa estrogen memodulasi aktivitas
limfosit T sementara androgen berfungsi untuk mempertahankan produksi interleukin-
2 (IL-2) dan aktivitas sel supresor. Efek hormon seks pada sel-sel B tidak begitu
menonjol.
Estrogen akan mengaktifkan populasi sel B yang berkaitan dengan autoimun
yang mengekspresikan marker CD5 (marker antigenik pada sel B). Estrogen
cenderung menggalakkan imunitas sementara androgen bersifat imunosupresif.
Umumnya penyakit autoimun lebih sering dijumpai pada wanita ketimbang pada laki-
laki.
Nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangat esensial untuk mencapai fungsi sistem imun yang
optimal. Gangguan fungsi imun yang disebabkan oleh defisiensi protein-kalori dapat
terjadi akibat kekurangan vitamin yang diperlukan untuk sintesis DNA dan protein.
Vitamin juga membantu dalam pengaturan proliferasi sel dan maturasi sel-sel imun.
Kelebihan atau kekurangan unsur-unsur renik atau trace element (yaitu,
tembaga, besi, mangaan, selenium atau zink) dalam makanan umumnya akan
mensupresi fungsi imun. Asam-asam lemak merupakan unsur pembangun (building
blocks) yang membentuk komponen struktural membran sel. Lipid merupakan
prekursor vitamin A, D, E dan K di samping prekursor kolesterol. Baik kelebihan
maupun kekurangan asam lemak ternyata akan mensupresi fungsi imun.
Deplesi simpanan protein tubuh akan mengakibatkan atrofi jaringan limfosit,
depresi respon antibodi, penurunan jumlah sel T yang beredar dan gangguan fungsi
fagositik. Sebagai akibatnya, kerentanan akibat infeksi sangat meningkat. Selama
periode infeksi dan sakit yang serius terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi yang
potensial untuk menimbulkan deplesi protein, asam lemak, vitamin, serta unsur-unsur
renik dan bahkan menyebabkan resiko terganggunya repon imun serta terjadinya
sepsis yang lebih besar.
Faktor-faktor psikoneuro-imunologik
Bukti dari hasil observasi klinik dan berbagai penelitian pada manusia serta
hewan menunjukkan bahwa respons imun secara parsial di atur dan dimodulasi oleh
pengaruh neuroendrokrin (Terr, 1991). Limfosit dan makrofag memilki reseptor yang
dapat bereaksi terhadap neorotranmiter serta hormon-hormon endokrin. Limfosit
dapat memproduksi dan mensekresikan ACTH serta senyawa-senyawa yang mirip
endorfin. Neuron dalam otak, khususnya dalam hipotalamus dapat mengenali
prostagladin, interferon dan interleukin disamping histamin dan serotomin yang
dilepaskan selama proses inflamasi. Sebagaimana semua sistem biologik lainnya yang
berfungsi untuk kepentingan homeostasis, sistem imun di integrasikan dengan
berbagai proses psikofisiologik lainnya dan di atur serta dimodulasi oleh otak.
Di lain pihak, proses imun ternyata dapat mempengaruhi fungsi neura dan
endokrin, termasuk perilaku. Jadi, interaksi sistem saraf dan sistem imun tampaknya
bersifat dua arah. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa parameter sistem imun
yang bisa di ukur dapat dipengaruhi oleh strategi biobehavioral yang melibatkan self-
regulation. Contoh strategi ini meliputi teknik-teknik relaksasi serta imajinasi,
biofeedback, humor, hipnosis dan kondisioning.
Kelainan organ yang lain
Keadaan seperti luka bakar atau bentuk cedera lain, infeksi dan kanker dapat
turut mengubah fungsi sistem imun. Luka bakar yang luas atau faktor-faktor lainnya
menyebabkan gangguan integritas kulit dan akan mengganggu garis pertama
pertahanan tubuh. Hilangnya serum dalam jumlah yang besar dalam luka bakar akan
menimbulkan deplesi protein tubuh yang esensial, termasuk imunoglobulin. Stresor
fisiologik dan psikologik yang disertai dengan stres karena pembedahan atau cedera
akan mebstimulasi pelepasan kortisor dari korteks andrenal; peningkatan
kortisolserum juga turut menyebabkan supresi respon imun yang normal.
Keadaan sakit yang kronis dapat turut mengganggu sistem imun melalui
sejumlah cara. Kegagalan ginjal berkaitan dengan defisiensi limfosit yang beredar.
Disamping itu, fungsi imun untuk pertahanan tubuh dapat berubah karena asidosis dan
toksin urenik. Peningkatan insidensi infeksi pada deabetes juga berkaitan dengan
insufisiensi vaskuler, neuropati dan pengendalian kadar glukosa darah yang buruk.
Infeksi saluran nafas yang rekuren berkaitan dengan penyakit paru obstruktif
menahun sebagai akibat dari berubahnya fungsi inspirasi serta ekspirasi dan tidak
efektifnya pembersihan saluran nafas.
Penyakit kanker
Imunosupresi turut menyebabkan terjadinya penyakit kanker. Namun, penyakit
kanker sendiri bersifat imunosupresif. Tumor yang besar dapat melepaskan antigen ke
dalam darah; antigen ini akan mengikat antibodi yang beredar dan mencegah antibodi
tersebut agar tidak menyebar sel-sel tumor. Lebih lanjut, sel-sel tumor dapat memiliki
faktor penghambat yang khusus yang menyalut sel-sel tumor dan mencegah
penghancurannya oleh limfost T killer. Dalam stadium awal pertumbuhan tumor, tubuh
tidak mampu mengenali antigen tumor sebagi unsur yang asing dan selanjutnya tidak
mampu memulai destruksi sel-sel yang malingnan tersebut. Kanker darah seperti
Leukimia dan limfoma berkaitan dengan berubahnya produksi serta fungsi sel darah
putih dan limfosit.
Obat-obatan
Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan perubahan yang dikehendaki maupun
yang tidak dikehendaki pada fungsi sistem imun. Ada empat klasifi
kasi obat utama yang memiliki potensi untuk menyebabkan imunosupresi:
antibiotik, kosteroid, obat-obat anti-inflasi non steroid (NSAID: nonsteroidal
antiinflammatory drugs) dan preparatsitotoksit. Penggunaan preparat ini bagi
keperluan terapeutik memerlukan upaya untuk mencari keseimbangan yang sangat
tipis antara manfaat terapi dan supresi sistem pertahanan tubuh resipien yang
berbahaya.
Radiasi
Terapi radiasi dapat digunakan dalam pengobatan penyakit kanker atau
pencegahan rejeksi alograft. Radiasi akan menghancurkan limfosik dan menurunkan
populasi sel yang diturunkan untuk menggantikannya. Ukuran atau luas daerah yang
akan disinari menentukan taraf imunosupresi. Radiasi seluruh tubuh dapat
mengakibatkan imonusupensi total pada orang yang menerimanya.
Metabolik
Hormon tertentu nyata dapat mempengaruhi respons imun tubuh. Misalnya:
hipoadrenalis dan hipotiroidisme akan mengakibatkan menurunnya daya tahan
terhadap inteksi. Orang dengan pengobatan steroid mudah mendapatkan infeksi
bakteri maupun virus. Steroid tersebut mempunyai khasiat menghambat fagositasis,
produksi antibodi dan menghambat proses radang.
Golongan hormon steroid yaitu hormon kelamin seperti androgen, estrogen dan
progesteron.
Diduga merupakan faktor pengubah terhadap respons imun yang tercermin
adanya perbedaan jumlah penderita antara laki-laki dan wanita yang
mengindap penyakit imun tertentu.
Anatomis
Garis pertahanan pertama dalam menghadapi invasi mikroba biasanya terdapat
pada kulit dan selaput lendir yang melapisi permukaan dalam tubuh. Struktur jaringan
tsb sebagai imunitas alamiah dengan menyediakan suatu rintangan fisik yang efektif.
Kulit lebih efektif daripada selaput lendir. Kerusasakan pada permukaan kulit atau
selaput lendir, seseorang mudah teriangkit penyakit.
Mikrobial
Mikroba yang tidak patogen pada permukaan tubuh baik di luar ataupun di
dalam tubuh, akan mempengaruhi sistem imun. Misalnya bakteri tersebut dibutuhkan
untuk produksi "natural antibody". Flora yang tumbuh pada tubuh dapat kulit
membantu menghambat pertumbuhan kuman patogen. Pengobatan dengan antibiotika
dapat mematikan norma flora yang sehingga sebaliknya dapat menyuburkan
pertumbuhan bakteri patogen.
2.5 Mekanisme pertahanan tubuh
Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme pertahanan spesifik dan
mekanisme pertahanan non spesifik.
1. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif
Imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus
terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis
lain. Bedanya dengan pertahanan tubuh non spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh
spesifik harus kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia
akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah ada sebelum ia
kontak dengan antigen. Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi
mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang.
Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang
diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun
lainnya seperti sel makrofag dan komplemen. Dilihat dari caranya diperoleh maka
mekanisme pertahanan spesifik disebut juga respons imun didapat. Imunitas spesifik
hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang merupakan ligannya.
Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori imunologis
yang akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang sama di
kemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor
yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi
antigen.
Sel yang berperan dalam imunitas didapat ini adalah sel yang
mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T
dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas
selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis
sel target yang dihuni antigen.
Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi
antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigen dan lisis
antigen oleh komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung
antigen yang dinamakan proses antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC).
Imunitas selular
Imunitas selular adalah imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau
tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal
dari sel pluripotensial yang pada embrio terdapat pada yolk sac; kemudian pada hati
dan limpa, lalu pada sumsum tulang. Dalam perkembangannya sel pluripotensial yang
akan menjadi limfosit T memerlukan lingkungan timus untuk menjadi limfosit T matur.
Di dalam timus, sel prekusor limfosit T akan mengekspresikan molekul
tertentu pada permukaan membrannya yang akan menjadi ciri limfosit T. Molekul-
molekul pada permukaan membran ini dinamakan juga petanda permukaan
atau surface marker, dan dapat dideteksi oleh antibodi monoklonal yang oleh WHO
diberi nama dengan huruf CD, artinya cluster of differentiation.
Secara garis besar, limfosit T yang meninggalkan timus dan masuk ke darah
perifer (limfosit T matur) terdiri atas limfosit T dengan petanda permukaan molekul
CD4 dan limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD8. Sel limfosit CD4 sering
juga dinamakan sel T4 dan sel limfosit CD8 dinamakan sel T8 (bila antibodi
monoklonal yang dipakai adalah keluaran Coulter Elektronics).
Di samping munculnya petanda permukaan, di dalam timus juga terjadi
penataan kembali gen (gene rearrangement) untuk nantinya dapat memproduksi
molekul yang merupakan reseptor antigen dari sel limfosit T (TCR). Jadi pada waktu
meninggalkan timus, setiap limfosit T sudah memperlihatkan reseptor terhadap
antigen diri (self antigen) biasanya mengalami aborsi dalam timus sehingga umumnya
limfosit yang keluar dari timus tidak bereaksi terhadap antigen diri.
Secara fungsional, sel limfosit T dibagi atas limfosit T regulator dan limfosit T
efektor. Limfosit T regulator terdiri atas limfosit T penolong (Th = CD4) yang akan
menolong meningkatkan aktivasi sel imunokompeten lainnya, dan limfosit T penekan
(Ts = CD8) yang akan menekan aktivasi sel imunokompeten lainnya bila antigen mulai
tereliminasi. Sedangkan limfosit T efektor terdiri atas limfosit T sitotoksik (Tc = CD8)
yang melisis sel target, dan limfosit T yang berperan pada hipersensitivitas lambat (Td
= CD4) yang merekrut sel radang ke tempat antigen berada.
2. Mekanisme pertahanan non spesifik (disebut juga komponen nonadapti/ innate atau
imunitas alamiah)
Artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis
antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi
lahir dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan
pertahanan khusus untuk antigen tertentu.
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut
juga respons imun alamiah. Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik
tubuh kita adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta
kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel
makrofag, monosit, polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen
mekanisme pertahanan non spesifik.
Permukaan tubuh, mukosa dan kulit
Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap penetrasi
mikroorganisme. Bila penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme
yang masuk akan berjumpa dengan pelbagai elemen lain dari sistem imunitas alamiah.
Kelenjar dengan enzim dan silia yang ada pada mukosa dan kulit
Produk kelenjar menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian pula silia
pada mukosa. Enzim seperti lisozim dapat pula merusak dinding sel mikroorganisme.
Komplemen dan makrofag
Jalur alternatif komplemen dapat diaktivasi oleh berbagai macam bakteri secara
langsung sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis atau fagositosis oleh makrofag
atau leukosit yang distimulasi oleh opsonin dan zat kemotaktik, karena sel-sel ini
mempunyai reseptor untuk komponen komplemen (C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat
kemotaktik akan memanggil sel monosit dan polimorfonuklear ke tempat
mikroorganisme dan memfagositnya.
Protein fase akut
Protein fase akut adalah protein plasma yang dibentuk tubuh akibat adanya
kerusakan jaringan. Hati merupakan tempat utama sintesis protein fase akut. C-
reactive protein (CRP) merupakan salah satu protein fase akut. Dinamakan CRP oleh
karena pertama kali protein khas ini dikenal karena sifatnya yang dapat mengikat
protein C dari pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan mengaktivasi komplemen jalur
alternatif yang akan melisis antigen.
Sel ‘natural killer’ (NK) dan interferon
Sel NK adalah sel limfosit yang dapat membunuh sel yang dihuni virus atau sel
tumor. Interferon adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit dan sel yang terinfeksi
virus, yang bersifat dapat menghambat replikasi virus di dalam sel dan meningkatkan
aktivasi sel NK.
2.6 Faktor yang Menyebabkan Sistem Pertahanan Tubuh menjadi Lemah
1. Makanan yang Kita Makan: Asupan makanan yang buruk dalam waktu yang lama
dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Makanan dengan bahan kimia tambahan,
pestisida, dan pengawet dapat merusak sistem kekebalan tubuh dan dapat
menyebabkan berbagai penyakit kronis. Kekurangan nutrisi juga dapat membuat
sistem kekebalan tubuh kita lemah.
2. Konsumsi Gula yang Kelebihan: Gula yang dibicarakan disini adalah gula kristal
rafinasi yang merupakan gula hasil pemurnian sehingga tidak lagi mengandung
vitamin dan mineral, hanya sukrosa saja. Gula jenis ini banyak diteliti membahayakan
bagi kesehatan, dampaknya adalah mengurangi kemampuan sel darah putih untuk
membunuh kuman. Konsumsi yang tinggi akan memberikan efek buruk pada sistem
kekebalan tubuh.
3. Alkohol yang Berlebihan: Minum minuman beralkohol secara berlebihan dapat
merusak sistem kekebalan tubuh. Sama seperti gula, terlalu banyak alkohol dapat
mengurangi kemampuan sel darah putih untuk membunuh kuman. Dosis alkohol yang
tinggi membuat tubuh kekurangan gizi secara keseluruhan, sehingga merusak
kekebalan tubuh.
4. Kurang Tidur: Tidur yang baik sangat penting bagi tubuh kita untuk mengembalikan
energi. Tidur membantu untuk membangun kembali sistem kekebalan tubuh. Tanpa
tidur yang cukup, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah karena tidak mendapatkan
kesempatan untuk membangun kembali.
5. Stres: Stres menekan fungsi sistem kekebalan tubuh. Stres jangka panjang sangat
buruk bagi sistem kekebalan tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa stres kronis
menurunkan jumlah sel darah putih.
6. Dehidrasi: Dehidrasi berarti tubuh kekurangan cairan. Dehidrasi dapat menyebabkan
masalah medis. Untuk bekerja, sistem kekebalan tubuh kita membutuhkan jumlah air
yang cukup.
7. Obat: Terlalu sering menggunakan obat yang diresepkan atau non-resep dapat
merusak sistem kekebalan tubuh. Obat adalah racun utama yang kita masukkan ke
dalam tubuh kita. Bahkan, penggunaan antibiotik dalam jangka panjang dapat
melemahkan sistem kekebalan tubuh.
8. Eksposur Radiasi: Paparan zat Kimia, sinar UV, dan paparan radiasi, hal-hal tersebut
dapat merusak sistem kekebalan tubuh.
9. Gaya Hidup yang higienis: Kebersihan yang baik sangat penting untuk
mempertahankan sistem kekebalan yang kuat. Terlalu banyak terpapar kuman
mungkin dapat membuat tubuh menjadi stress karena melewati batas yang bisa
dihadapi oleh tubuh. Kehidupan yang higienis adalah cara terbaik untuk menghindari
infeksi dan menjaga sistem kekebalan yang kuat.
10. Tidak Aktif atau Jarang Berolahraga: Olah raga sangat penting untuk menjaga sistem
kekebalan tubuh yang baik. Latihan membantu untuk meningkatkan aliran darah yang
membantu membersihkan tubuh dari racun tertentu dan produk-produk limbah.
Kurang olahraga memperlambat proses ini dan itu menghasilkan sistem kekebalan
tubuh yang lemah. Obesitas juga dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh yang
lemah.