50
4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuan utama penggunaan metode ini untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Travers 1978 in Sevilla et al. 1993). Ada beberapa alasan menggunakan metode deskriptif. Salah satu diantaranya adalah bahwa metode ini telah digunakan secara luas dan dapat meliputi lebih banyak segi dibanding dengan metode-metode penyelidikan lain. Metode ini banyak memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan mutakhir dan dapat membantu peneliti dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berguna untuk pelaksanaan percobaan. 4.2 Je nis dan Sumbe r Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui survei lapang dan wawancara di lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelusuran pustaka dari Dinas/ Instansi/ Lembaga terkait seperti : Coremap Pangkep, Dinas Pariwisata Provinsi/ Kabupaten, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi/ Kabupaten, Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi/ Kabupaten, Bappeda Propinsi/ Kabupaten, PPI serta data dari Balai TNKT, BKSDA, Bakosurtanal, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Perguruan Tinggi. Selain itu digunakan pula data-data dasar berupa : 1. Peta RBI, Peta Batimetri derah Pulau-pulau Pangkajene Kepulauan (Pangkep) dari Bakosurtanal. 2. Data Spasial dan Data non-spasial tematik pe ndukung lainnya dari Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan dan Coremap II Kabupaten Pangkep. Berdasarkan pengumpulan data primer dan sekunder yang diperoleh, pengumpulan data dikelompokkan terkait dengan variabel-variabel kerentanan

indeks kesesuaian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

index

Citation preview

Page 1: indeks kesesuaian

4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

analisis yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan

nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuan utama penggunaan metode ini

untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat

penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu

(Travers 1978 in Sevilla et al. 1993). Ada beberapa alasan menggunakan metode

deskriptif. Salah satu diantaranya adalah bahwa metode ini telah digunakan secara

luas dan dapat meliputi lebih banyak segi dibanding dengan metode-metode

penyelidikan lain. Metode ini banyak memberikan sumbangan kepada ilmu

pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan mutakhir dan dapat membantu

peneliti dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berguna untuk pelaksanaan

percobaan.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer dikumpulkan melalui survei lapang dan wawancara di lokasi penelitian.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelusuran pustaka dari Dinas/ Instansi/

Lembaga terkait seperti : Coremap Pangkep, Dinas Pariwisata Provinsi/

Kabupaten, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi/ Kabupaten, Badan Pusat

Statistik (BPS) Propinsi/ Kabupaten, Bappeda Propinsi/ Kabupaten, PPI serta data

dari Balai TNKT, BKSDA, Bakosurtanal, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

dan Perguruan Tinggi. Selain itu digunakan pula data-data dasar berupa :

1. Peta RBI, Peta Batimetri derah Pulau-pulau Pangkajene Kepulauan (Pangkep)

dari Bakosurtanal.

2. Data Spasial dan Data non-spasial tematik pe ndukung lainnya dari Bappeda

Provinsi Sulawesi Selatan dan Coremap II Kabupaten Pangkep.

Berdasarkan pengumpulan data primer dan sekunder yang diperoleh,

pengumpulan data dikelompokkan terkait dengan variabel-variabel kerentanan

Page 2: indeks kesesuaian

62

pulau-pulau kecil meliputi kerentanan pantai yang mengacu pada Gornitz (1997).

Indeks kerentanan dibangun dari beberapa variabel lingkungan dan ekonomi yang

berpengaruh secara eksternal pada suatu pulau kecil dan didasarkan pada

penilaian terhadap berbagai aspek, yang meliputi aspek ekologis, antropogenik,

dan biologi.

Tabe l 5 Jenis dan Sumber Data

Jenis Data Sumber Data

I. Data Primer :

1. Ekologi/ Geofisik sumberdaya alam In situ

2. Sos ial eko nomi budaya dan kelembagaan In situ masyarakat

3. Kerentanan sumberdaya alam In situ

4. Pemanfaatan sumberdaya alam In situ

5. Identifikasi faktor- faktor strategis sistem dinamik Responden (expert/ pakar)

II. Data Skunder :

1. Citra satelit Tahun 2001 – 2010 LAPAN, BPPT, Biotrop, Coremap II

2. Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia Dishidros TNI-AL Skala = 1 : 200.000

3. Data Oseanografis (Batimetri, pasang-surut, Dishidros TNI-AL, Gelombang, arus laut dan angin) Coremap II

4. Peta Rupa Bumi dan Lingkungan Pantai Indonesia Bakos urtanal Skala = 1 : 50.000

5. Peta Lingk ungan Laut Nasional Bakos urtanal Skala = 1 : 500.000

6. Data sosial ekonomi budaya dan kelembagaan BPS Kabupa ten Pangkep, Coremap II

7. Rencana Pemanfaatan Ruang Kabupaten Dinas Tata Ruang dan Pangkep Permukiman Provinsi Sulawesi Selatan

8. Rencana Strategis Kabupaten Pangkep Bapeda Provinsi Sulawesi Selatan, Bapeda Kabupaten Pangkep

Page 3: indeks kesesuaian

63

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Secara umum, keberhasilan teknik survei yang dilakukan pada penelitian

tergantung pada teknik pengambilan contoh (sampling techniques). Ada dua pilar

yang harus diperhatikan da lam pengambilan contoh yaitu (1) jumlah contoh dan

(2) teknik pengambilan contoh. Pilar pertama menitikberatkan pada asumsi

keterwakilan data (data representativeness). Nasution (2007), mengenai jumlah

sampel yang sesuai sering disebut aturan sepersepuluh, jadi 10% dari jumlah

populasi. Dalam penelitian ini, digunakan pengambilan sampel strata (stratified

random sampling), dengan dasar penentuan strata secara geografis, berupa pulau

dan meliputi beberapa karakteristik antara lain pendapatan, pekerjaan, umur,

pendidikan, lama tinggal dan sebagainya. Strategi ini memungkinkan untuk

menentukan sejauh mana setiap strata dalam populasi terwakili dalam sampel.

Dalam pengambilan sampel, formulasi yang digunakan sebagai berikut (Adrianto

2007) :

……………………………………………. (2)

Dimana n = jumlah contoh yang akan diukur p = proporsi kelompok yang akan diambil contohnya q = proporsi sisa dalam populasi contoh Z = nilai tabel Z dari ½ α dimana jika α = 0,05 maka Z = 1,96 atau jika α= 0,01 maka Z = 2,58 (bisa dilihat pada Tabel Z) b = persentase perkiraan kemungkinan kesalahan dalam menentukan ukuran contoh.

Pengambilan populasi sampel pada bagian unit populasi yang ada (sample

enumeration) dengan desain cluster random sampling, merupakan teknik

sampling yang mengelompokkan unit-unit elementer dalam kelompok kecil,

dimana unit elementer dalam kelompok masih heterogen (Nazir 1988).

Pengambilan populasi sampel digunakan untuk mengetahui tingkat komponen-

komponen kerentanan pada pulau yang dikaji. Kerangka pengambilan contoh

dapat dilihat pada Gambar 10.

22/1

Ζ≥

bpqn α

Page 4: indeks kesesuaian

64

Keterangan :

Pop. PA : Populasi Pulau A P NPop P

: Populasi Nelayan B : Populasi Pulau B P L

Pop P : Populasi Penduduk Lokal di Pulau selama 10 tahun

C : Populasi Pulau C PW

: Populasi Wisatawan

PNA : Populasi Nelayan Pulau A PL A pulau >10 tahun di Pulau A

: Populasi Penduduk Lokal yang bermukim di

PNB : Populasi Nelayan Pulau B PL B pulau >10 tahun di Pulau B

: Populasi Penduduk Lokal yang bermukim di

PNC : Populasi Nelayan Pulau C PL C pulau >10 tahun di Pulau C

: Populasi Penduduk Lokal yang bermukim di

Pengumpulan data dengan teknik wawancara dilakukan untuk memperoleh

informasi mengenai kondisi wilayah penelitian dan persepsi stakeholders yang

terlibat langsung, sebagai pengguna lahan maupun responden yang dianggap

mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan yang terkait dengan

pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut dan opsi pengelolaan pulau terkait

faktor- faktor kerentanan yang ada dan telah terjadi dikawasan tersebut.

Pengumpulan data ekologi, sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan dilakukan

dengan menggunakan survei yang melibatkan stakeholders dan masyarakat di

lok asi kajian dengan teknik wawancara. Pengambilan contoh untuk melihat aspek

Gambar 10 Desain Cluster Sampling Pengambilan Responden

I N P U T

O U T P U T

Populasi Penduduk Pulau-Pulau Kecil

P. NA

Pop. PB Pop. PC Pop. PA

P. LA P. WA P. NB P. LB P. WB P. LC P. NC P. WC

n NA n LA n WA n NB n LB n WB n NC n LC n WC

Tahap I Purposive Sampling

Tahap II Cluster Purposive

Sampling

Tahap III Jumlah Sampling

Page 5: indeks kesesuaian

65

ekologi, sosial, budaya dan kelembagaan dilakukan pada pemanfaatan

sumberdaya yang terdapat di pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang

Tupabbriring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) (Gambar 11).

Sedangkan pengambilan sampel untuk penentuan kebijakan dilakukan pada

stakeholders terkait yang mengerti dan mengetahui kondisi wilayah pulau-pulau

kecil, khus usnya wilayah yang dikaji. Pulau-pulau yang dikaji merupakan pulau-

pulau yang dianggap pemanfaatan sumberdayanya sangat tinggi dan memiliki

banyak faktor- faktor kerentanan. Pulau-pulau tersebut mewakili pembagian zona

wilayah pulau-pulau kecil (Moka 1995) yaitu ; zona 1, zona 2 dan zona 3 seperti

pada Gambar 12.

Gambar 11 Kerangka Pemilihan Indikator Kerentanan Pulau-Pulau

Basis Data Indikator Kerentanan

Data Primer + Data Sekunder

Karakteristik Pulau-Pulau Kecil

Pemanfaatan Sumber Daya

Komposit Data

Kerentanan Pulau-Pulau Kecil

Analisis Kerentanan

Page 6: indeks kesesuaian

66

4.4 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi tahap deskriptif, kondisi

pembatas, kolaborasi dan Implementasi. Tahapan ini secara rinci terdapat pada

Gambar 13 yang menunjukkan tahapan penelitian yang dilakukan, dimulai dengan

identifikasi potensi berdasarkan hasil wawancara dengan responden pulau dan

interpretasi peta wilayah yang dijadikan lokasi penelitian (dipe roleh dari data-data

sekunder). Wawancara yang dilakukan berdasarkan kuisioner yang meliputi

pertanyaan tentang fakta, pendapat dan persepsi diri responden sampel tentang

daerah studi. Hasil rumusan kuisioner yang diperoleh, diharapkan dapat memberi

informasi sistem sosial ekologi masyarakat dan peruntukan lahan yang eksisting

sesuai dengan keinginan masyarakat pengguna dan sesuai dengan karakteristik

sumberdaya, faktor-faktor yang memicu kerusakan ekosistem dan pulau sebagai

kerentanan wilayah di kajian studi. Data yang diperoleh disesuaikan dengan data

kerentanan yang ada di wilayah studi berdasarkan kondisi eksisting dan kondisi

di masa lampau. Selanjutnya data kerentanan (kerentanan lingkungan dan

Gambar 12. Peta Lokasi Penelitian

Page 7: indeks kesesuaian

67

kerentanan ekonomi) dibobotkan untuk memperoleh informasi peta kerentanan

yang selanjutnya dilakukan pe rumusan verifikasi data kesesuaian ruang.

Data kerentanan lingkungan dan kerentanan ekonomi yang diperoleh

menghasilkan skoring kerentanan lingkungan dan ekonomi yang dikompilasi

dengan analisis kesesuaian ruang untuk peruntukan kegiatan penangkapan ikan,

dan kegiatan ecotourism (pariwisata bahari) dan pemukiman. Hasil kompilasi

yang diperoleh dari skoring kerentanan dan kesesuaian ruang pemanfaatan

sumberdaya memberikan output daya dukung wilayah berdasarkan aspek ekologi,

sosial dan ekonomi. Selanjutnya untuk memperoleh strategi pengelolaan pulau-

pulau kecil berdasarkan tingkat daya dukung pemanfaatan sumberdaya yang

diperoleh, dan untuk implementasi kebijakan pengembangan pulau-pulau kecil

berdasarkan faktor-faktor kerentanan lingkungan, kerentanan ekonomi, kesesuaian

lahan dan daya dukung wilayah khususnya di Kecamatan Liukang Tupabbiring,

Kabupaten Pangkajene Kepulauan dilakukan verifikasi sistem dengan

menggunakan analisis stakeholders yaitu analisis Prospektif.

4.5 Metode Analisis Data

4.5.1 Analisis Kerentanan

Kerentanan pulau-pulau kecil dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat

beberapa aspek lingkungan, ekologi dan ekonomi yang terdapat di pulau-pulau

kecil. Indeks kerentanan lingkungan yang diacu meliputi indeks rata-rata

tunggang pasang surut, naiknya permukaan laut (sea level rise), gelombang,

elevasi, dan geomorfologi pulau. Indeks ekonomi meliputi keterpencilan pulau,

keterbukaan ekonomi dan dampak ekonomi kenaikan muka laut. Faktor kapasitas

adaptif untuk kerentanan lingkungan pulau menggunakan persentase tutupan

karang, kelimpahan jenis lamun serta jenis karang dan lamun yang mendominasi.

Kapasitas adaptif untuk kerentanan ekonomi digunakan indeks tekanan penduduk

dan indeks degradasi lahan.

Penentuan tingkat kerentanan pada penelitian ini menggunakan tingkat

kerentanan yang dikembangkan oleh Gornitz et al. (1997), Kaly et al. (2004)

dengan rujukan yang dikembangkan Briguglio (1995); Adrianto and Matsuda

Page 8: indeks kesesuaian

68

(2002; 2004) and EVI-SOPAC (2004), yang membagi tingkat kerentanan dalam 5

tingkatan dari yang tertinggi hingga yang paling rendah dengan warna pada

pemetaan yang berbeda. Tingkat kerentanan yang paling tinggi (extremely

vulnerable) disimbolkan dengan warna orange dengan jumlah nilai data

kerentanan > 365, tingkat kerentanan yang menunjukkan sudah sangat berbahaya

(highly vulnerable) dengan jumlah nilai data kerentanan > 315 dan dipetakan

dengan warna coklat, tingkat kerentanan yang sudah berbahaya (vulnerable)

dengan jumlah nilai data > 265 disimbolkan dengan warna kuning, tingkat

kerentanan yang menunjukkan kondisi sifat sistem lingkungan yang sedang

menghadapi bahaya (low vulnerable) dengan jumlah nilai data > 215 dan

disimbolkan dengan warna putih dan yang terakhir adalah kondisi lingkungan

tidak menghadapi bahaya (non vulnerable) dengan jumlah nilai data < 215 dan

disimbolkan dengan warna hijau. Tingkat kerentanan tersebut dikolaborasi dengan

tingkat kerentanan yang digunakan oleh Briguglio (1995), Adrianto and Matsuda

(2002;2004) yang menunjukkan tingkat kerentanan secara kuantitatif dan

kualitatif berdasarkan hasil standarisasi variabel (SV) atau komposit indeks

kerentanan (CVI) yang memiliki kisaran dari 0 hingga 1 (0≤CVI≤1). Kerentanan

yang dikembangkan pada penelitian ini meliputi kerentanan fisik (Gornitz et al.

1997), kerentanan ekonomi (Adrianto and Matsuda 2002;2004) serta kerentanan

sos ial (EVI-SOPAC 2004).

Page 9: indeks kesesuaian

69

4.5.2 Kerentanan Lingkungan

Kerentanan lingkungan terdiri dari 3 (tiga) variabel pengukur yaitu

Exposure (Keterbukaan), Sensitifity (kepekaan) dan kapasitas adaptif. Variabel-

variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 13 Tahapan Penelitian

I N P U T

P R O S E S

O U T P U T

Identifikasi Potensi Sumberdaya (Expert)

Identifikasi Kerentanan Sumberdaya PPK - Lingkungan - Ekonomi

Daya Dukung Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil

Analisis Kesesuaian Lahan dengan memasukkan Kerentanan Lingkungan (exposure, sensitivity, adaptif capacity), Kerentanan Ekonomi (exposure, sensitivity, adaptif capacity)

Perumusan Strategi Pengembangan Pulau-Pulau

Perumusan Model Pengembangan Pulau-pulau Pangkep

Selesai

Kerentanan PPK

Skoring Kesesuaian , berdasarkan Kerentanan

Daya Dukung Pemanfaatan Pulau

Mulai

Tahap I: Deskriptif

Tahap II: Kondisi Pembatas

Tahap III: Kolaborasi

Tahap IV: Implementasi

Page 10: indeks kesesuaian

70

A Exposure (Keterterbukaan)

1 Kenaikan Muka Laut (Sea Level Rise)

Data kenaikan muka laut ini diperoleh melalui satelit altimeter seperti

Topex/ Poseidon. Jason 1 dan Jason 2 yang dapat diunduh melalui situs

http://www.aviso.oceanobs.com/en/news/ocean-indicators/mean-

sealevel/index.html. Data yang dihasilkan berformat NetCDF (Network Common

Data Form) menggunakan sistem grid dengan ukuran 0.25o x 0.25o atau kurang

lebih 27.8 km x 27.8 km dan tersedia dari Oktober 1992 hingga Desember 2010

dengan cakupan seluruh dunia (Hartanto and Maulana 2010).

Kenaikan permukaan laut Global Measure Sea Level (GMSL) sekitar 3,2

mm/tahun (Gambar 14) dihitung setelah menghilangkan sinyal tahunan dan semi-

tahunan meliputi penapisan pola musiman, tekanan atmosfir, proses baroklinik

laut dan pengaruh angin. Filter 2 bulanan diterapkan pada titik-titik biru,

sementara filter 6 bulanan digunakan pada kurva merah dan menerapkan koreksi

postglacial rebound (-0,3 mm/tahun). Dalam perhitungan kenaikan permukaan

laut globa l dilakukan analisis ketidakpastian dari setiap koreksi altimetri serta

perbandingan dengan hasil tide gauge yang memberikan kesalahan pada trend

sekitar 0,6 mm/tahun pada selang kepercayaan 90%.

Pengolahan data trend kenaikan muka laut diawali dengan mengekstrak data

berformat netcdf (*.nc) dengan menggunakan ODV (Ocean Data View) menjadi

data berformat teks (*.txt) pada area yang berkoordinat batas 0,5o LS – 12,5o LS

dan 101,5o BT – 118,5o BT. Untuk keperluan informasi yang lebih detail sebagai

masukan dalam sel di pantai maka dilakukan interpolasi hingga ukuran spasial

grid menjadi 1 km x 1 km. Selanjutnya hasil interpolasi tersebut dicari yang

posisinya terdekat dengan posisi sel yang ada di pantai.

Page 11: indeks kesesuaian

71

Gambar 14. Trend Kenaikan Muka Laut Global dari AVISO (Oktober 1992

Desember 2010)

Tahapan proses pengolahan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan periode waktu dan pemilahan domain data kedalam domain lokasi

pengamatan.

2. Data spasial dari masing-masing domain lokasi setiap jamnya dilakukan proses

analisis spasial dengan menggunakan metode Optimal Interpolation (OI)

dengan luaran yang memiliki resolusi spasial sebesar 1 km x 1 km.

3. Pemilihan dan pemilahan data grid dari hasil OI yang terdekat dengan sel-sel

dari tiap lokasi.

4. Perhitungan data rata-rata tahunan (annual mean) dari grid-grid yang telah

terpilih.

5. Perhitungan perubahan kenaikan muka laut relatif dari masing-masing grid

rata-rata tahunan dengan menghitung slope (trend) dari persamaan linier antara

tahun dengan kenaikan muka laut relatif. Perhitungan tersebut menggunakan

persamaan sebagai berikut:

atau ……………………………...………(3)

Dimana: RTMLR = Rata-rata tinggi muka laut relatif (mm) s = slope (perubahan rata-rata tinggi muka laut terhadap waktu) (mm/tahun) t = waktu (tahun) c = konstanta linier

Page 12: indeks kesesuaian

72

6. Identifikasi dan relasi ke dalam sel pada spatial database.

2 Pasang Surut

Data prediksi pasang surut diperoleh dengan menggunakan data konstituen

(komponen pasang surut) dari data satelit Topex/ Poseidon dan Jason yang

tersedia pada perangkat lunak MIKE 21 dengan menggunakan modul Analisis

dan Prediksi pasang surut. Data konstituen pasang surut tersebut dibangun dengan

metode IOS yang menggunakan kriteria Rayleight yang dikembangkan oleh G.

Foreman dimana nilai-nilai konstituen diperoleh dari hasil analisis dengan

menggunakan data reanalisis dari merged dataset citra satelit Topex/ Poseidon.

Jason dan ERS-1/ERS-2. Jumlah konstituen pasang surut yang digunakan yaitu

dari hasil perhitungan Doodson’s tidal potential yaitu dengan menghitung

amplitudo dan fase dengan metode least squares dan frekuensi. Faktor nodal dan

argumen astronomik diperoleh dengan metode Doodson’s (Saputra and Hartanto

2010).

Untuk menyeleksi konstanta dari paket data standar yang disusun oleh 69

konstanta. Konstanta standar terdiri atas 45 konstanta astronomi utama dan 24

konstanta perairan dangkal. Konstanta tersebut hanya terdiri dari konstanta utama

M2, S2, N2, K2, K1 dan O1

Amplitudo dan fase dihitung melalui metode least square. Untuk

perhitungan frekuensi, nodal faktor dan argumen astronomi. Program referensi

asal waktu pada 1 januari 1976 untuk perhitungan dari variabel astronomi.

Representasi umum dari deret waktu pasang surut dibuat sesuai dengan

pengembangan harmonik.

yang menggunakan tipe terendah dari interaksi yang

memungkinkan. Tambahan 77 untuk konstanta perairan dangkal yang dimasukkan

pada modulasi deret waktu pasang surut yang berasal dari sisa konstanta utama

dengan mempertimbangkan tipe tertinggi pada interaksi.

Page 13: indeks kesesuaian

73

Dimana : aj. gj adalah amplitudo dan lag fase Greenwich, f j(t), uj(t) adalah nodal

modulasi amplitudo dan faktor koreksi fase dan Vj(t) ada lah argumen astronomi

untuk konstanta j. Argument astronomi Vj(t) dihitung dengan persamaan dibawah

ini, dimana t 0

……………………………………...……(5)

adalah referensi asal waktu.

Langkah pertama pada analisis pasang surut telah dilakukan dengan metode

least square untuk perhitungan dari amplitudo Aj dan fase f j

Untuk menganalisis deret waktu harus direkam dengan interval 1 jam dan

secara otomatis dihitung berdasarkan program yang sudah tersedia. Untuk

mengurangi waktu perhitungan, asal waktu diambil pada pusat jam rekaman itu.

Untuk tujuan peramalan, nilai amplitudo dan fase lag Greenwich pada konstanta

utama serta sesuai dengan faktor koreksi waktu untuk interaksi satelit dihitung

melalui nodal modulation dan t

mewakili da ri efek

gabungan pada konstanta utama dan masing-masing satelit.

o

…………………………………….....… (7)

merupakan pusat waktu dari perekaman pasut.

………………………………………..… (8)

Program ini menghitung faktor koreksi untuk semua satelit yang memiliki

tiga angka Doodson pertama, yang berarti modulasi hanya sepenuhnya efektif

untuk perekaman selama satu tahun. Pengolahan data pasang surut dilakukan

dengan meramal tinggi pasang surut tiap jam pada perairan di depan (laut) sel-sel

setiap lokasi. Selanjutnya data pasang surut per jam tersebut dicari selisih

minimum dan maksimum pasang surutnya (tunggang) tiap tahun dan hasilnya

berupa tunggang pasang surut tahunan selama 10 tahun (2001-2010) untuk

masing-masing sel.

Interval data luaran model yang digunakan adalah data setiap satu jam pada

domain lokasi dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010. Tahapan proses

pengolahan data untuk menghitung rata-rata kisaran pasang surut dari hasil model

pasang surut ada lah sebagai berikut :

Page 14: indeks kesesuaian

74

1. Penentuan titik lokasi model pasang surut

2. Indentifikasi titik lokasi model pasang surut dengan sel-sel yang digunakan di

setiap lokasi

3. Proses pemodelan pasang surut dengan data luaran setiap jam

4. Verifikasi dan validasi model pasang surut

5. Perubahan waktu pasang surut ke waktu lokal di lokasi masing-masing

6. Perhitungan nilai maksimum tinggi muka laut

7. Perhitungan nilai minimum tinggi muka laut

8. Perhitungan kisaran pasang surut dengan persamaan sebagai berikut:

…….………………………………..…… (9)

dimana: KP = Kisaran pasut Maks.L = Nilai maksimum tinggi muka laut Min.L = Nilai minimum tinggi muka laut Perhitungan rata-rata tahunan kisaran pasang surut.

9. Identifikasi dan relasi ke dalam sel pada spatial database.

3 Tinggi Gelombang Signifikan

Data gelombang dari ECMWF (European Centre for Medium-Range

Weather Forecasts) ini dapat diunduh dari http://data

portal.ecmwf.int/data/d/interim_daily/

Sistem peramalan ECMWF terdiri dari model sirkulasi umum, model

gelombang laut, sistem asimilasi data dan sistem peramalan musiman. Pada tahun

1998 sistem peramalan musiman mulai beroperasi dan pada tahun 2002

diperkenalkan sistem peramalan bulanan (Maulana and Hartanto 2010).

. Metode pemrosesan data yang digunakan

adalah reanalisis, model dan asimilasi (numerical weather prediction) data satelit

serta data insitu. Contohnya ocean wave forecast model yang dibangun dari

gabungan model atmosfer dan model gelombang yang digerakkan oleh angin pada

lapisan atmosfer rendah. ECMWF juga merupakan hasil pengembangan

meteorologi secara sinoptik lebih dari 100 tahun dan lebih dari 50 tahun

pengembangan prediksi cuaca secara numerik (Numerical Weather Prediction).

Data berformat netcdf (Network Common Data Form) ini dibaca dan

diolah dengan menggunakan ODV (Ocean Data View versi 4). Data yang

Page 15: indeks kesesuaian

75

disediakan pada Demeter Project memiliki resolusi spasial mengguna kan sistem

grid berukuran 1,5° x 1,5° atau sekitar 166,8 km x 166,8 km dengan cakupan area

glob al. Secara temporal tersedia selama 32 tahun (1979-2011) dalam kajian ini

data yang digunakan hanya 10 tahun (2001-2010) dengan interval 6 jam, yaitu :

Pukul 00:00, 06:00, 12:00, dan 18:00.

Pengolahan data rata-rata tinggi gelombang signifikan diawali dengan

mengekstrak data berformat netcdf (*.nc) dengan menggunakan ODV (Ocean

Data View) menjadi data berformat teks (*.txt) pada area yang berkoordinat batas

0,5o LS – 12,5o LS dan 101,5o BT – 118,5o

1. Pemilihan periode waktu dan pemilahan domain data kedalam domain lokasi di

ke lima lokasi.

BT. Untuk keperluan informasi yang

lebih detail sebagai masukan dalam sel di pantai maka dilakukan interpolasi

hingga ukuran spasial grid menjadi 1 km x 1 km. Selanjutnya data dengan interval

6 jam-an tersebut dirata-ratakan tiap tahun dan hasilnya berupa rata-rata tinggi

gelombang signifikan per tahun dan dicari yang posisinya terdekat dengan posisi

sel yang ada di pantai setiap tahunnya selama 10 tahun (2001-2010). Tahapan

proses pengolahan data yang digunakan sebagai berikut:

2. Data spasial dari masing-masing domain lokasi setiap 6 jam dilakukan proses

analisis spasial dengan menggunakan metode Optimal Interpolation (OI).

dengan luaran yang memiliki resolusi spasial sebesar 1 km x 1 km.

3. Pemilihan dan pemilahan data grid dari hasil OI yang terdekat dengan sel-sel

dari tiap lokasi

4. Perhitungan data rata-rata tahunan (annual mean) dari grid-grid yang telah

terpilih.

5. Identifikasi dan relasi ke dalam sel pada spatial database.

B Sensitivity (Kepekaan)

1 Geomorfologi

Komponen geomorfologi merupakan salah satu variabel yang perlu dikaji

dalam penentuan indeks kerentanan pulau. Geomorfologi adalah ilmu yang

mempelajari mengenai bentang alam (landscape), meliputi sifat dan karakteristik

Page 16: indeks kesesuaian

76

dari bentuk morfologi, klasifikasi dan pembedanya serta proses yang berpengaruh

terhadap pembentukan morfologi tersebut. Data yang digunakan untuk

mengidentifikasi kelas geomorfologi dapat diperoleh dari Rupa Bumi Indonesia

(RBI) BAKOSURTANAL. Jenis data Rupa Bumi Indonesia yang digunakan

adalah data land used dengan parameter yang diperoleh adalah air tawar, hutan

rawa, belukar/ semak, rawa, pemukiman, empang, tegalan dan sawah irigasi.

Parameter-parameter tersebut kemudian dikelaskan berdasarkan kelas indikator

yang dikemukakan oleh Gornitz (1997). Kelompok-kelompok jenis tutupan lahan

tersebut sebagai berikut:

1. Daratan aluvial, meliputi : empang, penggaraman, sawah irigasi, sawah tadah

hujan, tegalan/ ladang.

2. Rawa payau, meliputi : belukar/ semak dan rawa.

3. Hutan bakau, meliputi : hutan rawa.

4. Bangunan pantai, meliputi : gedung dan pemukiman.

5. Estuari, lagun dan delta, meliputi : air tawar dan garis pantai.

6. Pantai berpasir, meliputi : pasir pantai dan pasir darat.

Parameter terakhir dari kelas morfologi yaitu pantai bertebing rendah, pantai

bertebing sedang dan pantai bertebing tinggi dihitung dengan menggunakan

pendekatan kemiringan dataran dekat pantai dari data elevasi citra satelit Quick

Bird atau Google Earth. Penyusunan data geomorfologi yang diperoleh

dikelompokan ke dalam kelas-kelas dalam modifikasi sistem USGS dari Thieler

and Hammar-Klose 2000) (Tabe l 6). Data geomorfologi merupakan data kualitatif

sehingga dalam penentuan indeks kerentanan pantai data tersebut perlu diubah

menjadi data kuantitatif (Sakka and Muzaki 2010).

Tabe l 6 Kelas Geomorfologi

Parameter Kelas

Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Geomorfologi Tebing tinggi

Tebing sedang

Tebing rendah, dataran aluvial

Bangunan, estuaria, laguna

Struktur bangunan pantai, pantai berpasir, rawa payau, paparan lumpur, delta, mangrove, karang

Page 17: indeks kesesuaian

77

Nilai bobot pada masing-masing kelas adalah sebagai berikut

1. Kelas Sangat rendah adalah nilai 1

2. Kelas Rendah adalah nilai 2

3. Kelas Sedang adalah nilai 3

4. Kelas Tinggi adalah nilai 4

5. Kelas Sangat tinggi adalah nilai 5

Setelah semua nilai variabel geomorfologi diperoleh, setiap sel dimasukkan dalam

sel dengan menggunakan Arc-GIS.

2 Kemiringan Permukaan Lahan (elevasi)

Pentingnya informasi data elevasi pada wilayah pulau berkaitan dengan

pendugaan area genangan akibat paras muka laut yang naik. Dengan mengetahui

informasi elevasi suatu wilayah maka dapat diperkirakan juga jangkauan dan luas

daratan yang akan tergenang akibat dari kenaikan paras muka laut pada tiap

kenaikan tertentu, sehingga dapat diketahui daerah rawan genangan.

Kemiringan atau kelerengan pantai dapat merepresentasikan dua kondisi

yaitu sebagai bagian dari geomorfologi pantai dan menunjukkan seberapa jauh/

luas penggenangan air laut di pantai akibat kenaikan muka air laut dan proses-

proses dinamika laut lainnya. Data dan informasi kelerengan pantai diperoleh dari

data batimetri. Metoda yang digunakan adalah pemetaan dan interpolasi titik

batimetri menjadi kontur dengan interval dengan luaran yang memiliki resolusi

spasial sebesar 1 km x 1 km. Pemilihan dan pemilahan data grid dari hasil

interpolasi yang terdekat dengan sel-sel dari tiap lokasi. Kemudian dari data hasil

interpolasi diturunkan lagi menjadi slope atau kemiringan pantai. Setelah data

kemiringan pantai didapatkan Identifikasi dan relasi ke dalam sel pada spatial

database (Santoso 2010).

C Kalkulasi Komponen Exposure dan Sensitivity

Berdasarkan data analisis ysng diperoleh selama 10 tahun antara tahun

2001-2010. Parameter konstan berasal dari data-data referensi baik nasional

maupun internasional. Parameter-parameter konstan terdiri dari geomorfologi,

kenaikan muka laut relatif dan elevasi. Sebelum mendapatkan nilai Indeks

Page 18: indeks kesesuaian

78

kerentanan pulau, nilai-nilai dari kelima parameter tersebut harus dikelaskan

terlebih dahulu. Nilai kelima parameter tersebut dikelaskan menjadi lima kelas

yaitu ke las sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi (Adisaputra

and Surbakti 2010). Dalam pengelasan ini ada empat kasus yang akan

mempengaruhi range kelas dari kelima parameter tersebut. Hasil dari perhitungan

indeks kerentanan pantai akan memperlihatkan perubahan indeks terhadap waktu

tiap tahunnya selama 10 tahun dari tahun 2001-2010.

Teknik visualisasi simulasi model kerentanan pulau diterapkan di sepanjang

pantai di ke delapan pulau dengan membagi masing-masing lokasi dengan 4 sel

tiap pulau. Sel ini akan digunakan untuk memvisualisasikan hasil pemodelan

indeks kerentanan komponen exposure dan sentitifity dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

……………………………………….………(10)

dimana: IK = Indeks Kerentanan Exposure dan Sensitivity a = Nilai Kelas Parameter Kenaikan Muka Laut Relatif (mm/tahun) b = Nilai Kelas Parameter Rata-rata Selang Pasang-surut (m) c = Nilai Kelas Parameter Rata-rata Tinggi Gelombang (m) d = Nilai Kelas Parameter Geomorfologi e = Nilai Kelas Parameter Elevasi (m)

Masing-masing nilai parameter divisualisasikan dengan cara membuat sel

baru sebanyak 5 sel ke arah laut lepas dengan masing-masing sel berukuran

sepanjang 1 km sejajar pantai dan 50 m ke arah laut lepas. Masing-masing sel

indeks kerentanan pulau maupun tiap parameter yang bersifat dinamis akan

berubah setiap tahunnya, sedangkan parameter konstan akan bernilai tetap pada

sel di garis pantai tersebut dan akan berbeda antar sel pada garis pantai lainnya.

Tahapan persiapan sel-sel di sepanjang garis pantai di setiap lokasi adalah sebagai

berikut:

1. Pembagian jarak di sepanjang garis pantai sebanyak empat di setiap pulau yaitu

barat, selatan timur dan utara.

2. Buffer 50 m ke arah laut sebanyak 32 sel.

=

5**** edcbaIK

Page 19: indeks kesesuaian

79

3. Re-check sel dan penyesuaian sel.

4. Tagging (penomoran) sel pada setiap sel dari ke delapan lokasi.

5. Disain spatial database.

6. Overlay.

D Kapasitas Adaptif

Kapasitas adaptif sebagai komponen pembagi faktor lingkungan yang

digunakan pada penelitian ini mengacu pada Indeks Kepekaan Lingkungan yang

dimodifikasi (Yulianda, 2008) dan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabe l 7 Tingkat Kapasitas Adaptif berdasarkan Kepadatan Lamun dan Penutupan Terumbu Karang dan Jenis Ekosistem

E Indeks Kerentanan Pulau-Pulau Kecil

Dengan memasukkan faktor- faktor kapasitas adaptif seperti pada

Tabel 7 yang dikompositkan dengan membagi komponen indeks

Kepekaan pantai yang terdir i dar i sea level rise, rata- rata tinggi gelombang,

tinggi pasang surut, kemiringan pantai dan geomorfologi pantai dengan faktor

kapasitas adaptif, maka diperoleh nilai Indeks Kerentanan Lingkungan Pulau-

Pulau Kecil. Nilai-nilai yang diperoleh dimasukkan dalam sel kajian, dan

dipetakan dengan menggunakan software Arc-GIS 9.03 sehingga diperoleh peta

kerentanan lingkungan pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring,

Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan.

Skor Tingkat Kapasitas Adaptif

Kepadatan Lamun (ind/m2

Jenis Lamun

)

Tutupan Terumbu Karang (%)

Jenis Lifeform

1 2 3 4 5

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

>100

81-100

61-80

41-60 <40

Enhalus sp Thalassia sp Cymodocea sp, Halodule sp Syrongidium sp Halophila sp

0-20

21-40

41-60

61-80 > 80

Abiotik Karang Cabang, Acropora Masif, Sub-masif Encrusting, Sponge Karang Lunak, Lili, sea anemon

Page 20: indeks kesesuaian

80

4.5.3 Kerentanan Ekonomi

A Exposure (Keterbukaan)

Tingkat keterbukaan ekonomi (Economic Exposure Index, EEI) merupakan

parameter untuk mengetahui tingkat perkembangan pulau yang ditentukan oleh

kondisi-kondisi eksternal. Semakin tinggi nilai Economic Exposure Index, maka

semakin besar pengaruh-pengaruh eksternal terhadap pulau kecil.

Pengukuran Economic Exposure Index menggunakan (1) rasio aktivitas

perdagangan eks ternal (external trading,ET) yang mencerminkan tingkat

keterbukaan pulau dan (2) rasio keuangan eksternal (external finance, EF) yang

menggambarkan tingkat ketergantungan suatu pulau pada institusi eksternal

seperti pemerintah daerah (Briguglio 2003).

Dalam mengukur ETi

1002

xGIP

XMETIit

ititi

+=

, digunakan rasio rata-rata perdagangan masuk

(inflow) dan perdagangan keluar (outflow) dari pulau kecil i terhadap jumlah

keseluruhan dari GDP atau Gross island Product (GIP) pulau I pada waktu t,

dengan menggunakan formulasi Adrianto and Matsuda 2004 sebagai berikut:

...……………………………………….......... (11)

Dimana;

ETIi kecil i pada tahun t

: tingkat ketergantungan perdagangan eksternal pulau-pulau

MitX

: total nilai perdagangan inflow pulau-pulau kecil i pada tahun t it

GIP : total perdagangan outflow pulau-pulau kecil i pada tahun t

it

EFi dihitung dengan menguji kekenyalan atau tingkat elastisitas GIP kepada

perubahan-perubahan di EF (nilai bantuan/ tunjangan). Model regresi yang

digunakan mengacu pada Katz 1982 in Adrianto and Matsuda 2004) sebagai

berikut :

: GIP dari pulau-pulau kecil i pada tahun t

( ) ( ) ititit EFGIP εβα ++= lnln ............................................................. (12)

Dimana; α : ln ρ , suatu konstanta β : elastisitas/ kekenyalan GIP it

pada tahun t : produk domestik bruto dari pulau-pulau kecil i

EFit : jumlah tunjangan yang diterima pulau-pulau kecil i

Page 21: indeks kesesuaian

81

pada tahun t itε : tingkat kesalahan (error)

B Sensitivity (Sensitifitas)

1 Indeks Keterpencilan Ekonomi (Economic Remoteness Index, ERI)

Economic Remoteness Index dijadikan sebagai suatu parameter karena

dikaitkan dengan keterlambatan dan biaya di dalam kegiatan perdagangan

eksternal (Briguglio 1995). Metode yang digunakan adalah dengan menghitung

biaya-biaya transportasi total dari daratan ke masing-masing pulau kecil.

Formulasi yang digunakan mengacu pada (Adrianto and Matsuda 2004) sebagai

berikut :

∑=

=2

1mmii TCTTC m = 1,2 ……………………………………..…..(13)

Dimana; TTCiTC

: total biaya transportasi pulau-pulau kecil i (Rp/unit modal) mi

1 : mewakili modal manusia (Rp/unit modal manusia) : biaya transportasi barang modal m pada pulau-pulau kecil i

2 : mewakili modal produk (Rp/unit modal produk secara fisik)

Tingkat keterpencilan pulau diukur sebagai rasio TTC terhadap GIP yang

sumbernya dari sektor transportasi untuk masing-masing tahun pada pulau kecil i

atau :

100,

xGIPTTCERI

ittr

itit

= .............................................................................(14)

Dimana; ERIit :

pada tahun t indeks keterpencilan ekonomi untuk Pulau-Pulau Kecil i

TTCitGIP

: total biaya transportasi untuk Pulau-Pulau Kecil i pada tahun t, tr,it

2 Indeks Ekonomi Dampak Kenaikan Muka Laut (Sea Level Rise, SLR)

: GIP sektor transportasi untuk Pulau-Pulau Kecil i pada tahun t

Dampak potensial pengaruh kenaikan muka laut (SLR) perlu dievaluasi

karena terkait dengan potensi ekologi, ekosistem, populasi dan kegiatan ekonomi

yang seluruhnya berada di pantai (Adrianto and Matsuda 2004). Dampak SLR

dievaluasi dengan memanfaatkan penilaian terhadap model GIP-based (gross

Page 22: indeks kesesuaian

82

island product) yang diusulkan oleh Edwards (1987) in Adrianto and Matsuda

(2004). Formulasinya sebagai berikut :

itSLRRV )( = tiit gxxG

Tt )1()( + …………………………………............(15)

Dimana : RV (SLR)it t : tahun ke-t (1,2,3,.....,T) t=1 untuk tahun dasar 1900

: nilai riil dampak SLR terhadap pulau kecil i pada tahun t

T : estimasi waktu yang dibutuhkan untuk SLR mencapai 0,49m (T=110), dihitung dari tahun 1990-2100 sesuai proyeksi Sterr 2001) Git pulau kecil i (digunakan estimasi Edwards 1987; Adrianto

: nilai estimasi GIP yang terkena dampak SLR pada tahun t di

and Matsuda 2002, dimana 11.88 % untuk aktivitas ekonomi berbasis bidang, 2,96 % untuk aktivitas berbasis populasi dan 2,37 % untuk aktivitas berbasis industri) gi :

Untuk mengetahui pengaruh SLR di masa mendatang, digunakan nilai dampak

saat ini (present value, PV) dengan formulasi Adrianto and Matsuda 2004) :

laju pertumbuhan ekonomi pulau kecil i

titit rxRVSLRPV −+= )1()( ..................................................................... (16)

Dimana; PV (SLR)it pulau i pada tahun t

: nilai estimasi dampak SLR dimasa mendatang terhadap

RVitt : tahun ke-t (1,2,3,....,T) t = 1 untuk tahun dasar 1990

: nilai riil dampak SLR terhadap pulau kecil i pada tahun t

r : reel interest rate

Untuk menghitung nilai indeks SLR terhadap total GIP, digunakan

formulasi Adrianto and Matsuda 2002;2004 sebagai berikut :

100)( xGIP

SLRPVSLRIit

itit = ........................................................................(17)

Dimana ; SLRIitPV (SLR)

: indeks sea level rise (SLR) pada PPK i tahun t it

tahun t : nilai estimasi dampak SLR mendatang terhadap PPK i pada

GIPit

: total GIP dasar pulau i pada tahun t

Page 23: indeks kesesuaian

83

C Kapasitas Adaptif (Adaptif Capacity)

1 Indeks Karakteristik Lahan (Caracteristic Land Index, CLI)

Indeks karakteristik fisik lahan pulau yang digunakan untuk menilai tingkat

kerentanan pulau-pulau kecil meliputi ukuran pulau dan keterisolasiannya. Indeks

karakteristik lahan pulau (Hein 1990) meliputi :

a Indeks Pantai (Coastal Index, CI)

Indeks pantai (CI) merupakan rasio panjang garis pantai dengan luas daratan

pulau (Dahl 1986 in UNEP 2003). Indeks ini menunjukkan karakteristik sifat

fisik (smallness) pulau. CI diformulasikan Dahl 1986 in UNEP 2003 sebagai

berikut :

21000kmxALCI

i

it = ………………………………….......………… (18)

Dimana; CIi : L

Coastal index pulau i i

A : panjang garis pantai i (km) i : luas pulau i (km2

b Indeks Keterisolasian Pulau (insularity Index, II)

)

Keterisolasian pulau merupakan fungsi jarak antara kedudukan suatu pulau

terhadap pulau terdekat seukuran atau lebih besar dan daratan induk (mainland).

Besarnya nilai keterisolasian pulau dapat diketahui dengan formulasi Dahl 1986 in

UNEP 2003 sebagai berikut :

∑=

=3

1jijit SII j = 1,2,3 ……...………………………….…… (19)

Dimana ; IIiS

: Insularity Index (indeks keterisolasian) pulau i ij

mainland j : jarak antara pulau-pulau kecil i dengan pulau-pulau kecil/

1 : mewakili jarak pulau-pulau kecil i dengan pulau-pulau kecil lainnya yang seukuran atau lebih besar terdekat j

2 : mewakili jarak pulau-pulau kecil i dengan mainland -1 j 3 : mewakili jarak pulau-pulau kecil i dengan mainland-2 j

Page 24: indeks kesesuaian

84

2 Indeks Tekanan Penduduk (Human Index = HI)

Pada indeks ini diukur total tekanan atau dampak kehadiran manusia

terhadap pulau dan ekosistemnya. Variabel yang digunakan adalah indeks

populasi (Pop I) dan indeks degradasi lahan (DL)

a Index Populasi (Population Index, PopI)

Indeks ini merupakan usuran tekanan keberadaan populasi penduduk

terhadap lingkungan dalam waktu tertentu. Formulasi yang digunakan Dahl 1986

in UNEP 2003, sebagai berikut :

= −

2501,tiit

it

TrendxNAPopI …………………….....…...……… (20)

Dimana ; Popi NA

: Indeks populasi pulau i pada tahun t it : rata-rata populasi per km2

pada tahun t Pulau-Pulau Kecil i

Trendi,t-150,2 : konstanta

: pertumbuhan populasi per tahun pada Pulau-Pulau Kecil i

b Indeks Degradasi Lahan (Degraded Land Index, D LI)

DLI merupakan ukuran dampak tekanan dari aktivitas populasi manusia

terhadap tingkat kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam di Pulau-Pulau

Kecil dalam kurun waktu tertentu. DLI yang diukur hanya berupa degradasi lahan

oleh lahan terbangun dan menggunakan formulasi Dahl 1986 in UNEP 2003

sebagai berikut :

100xA

LTLTIi

itit

= ………………………......…………........…… (21)

Dimana; LTIit pulau-pulaukecil i pada tahun t

: Indeks degradasi lahan oleh lahan terbangun

LTit : luas lahan terbangun pulau-pulau kecil i pada tahun t (km2

A)

i : luas pulau-pulau kecil i (km2

)

Page 25: indeks kesesuaian

85

D Standarisasi dan Komposit Indeks Kerentanan

Standarisasi dilakukan karena variable-variabel yang digunakan memiliki

unit yang berbeda dalam pengukuran. Formulasi standarisasi mengacu pada

(Adrianto and Matsuda 2002, 2004) sebagai berikut :

jj

jijij MinXMaxX

MinXXSV

−= , 0 1≤≤ ijSV ..................................................... (22)

j = Cii,Iii,PopIi,LTIi,TKIi,SLRi, ETIi, EFIi, ERIi

dimana : SVijX

: standarisasi variabel j untuk pulau-pulau kecil i ij

Min X : nilai dari variabel j untuk pulau-pulau kecil i

jdalam indeks

: nilai minimum dari variabel j untuk semua pulau-pulau kecil

Max Xj da lam Indeks

: nilai maksimum dari variabel j untuk semua pulau-pulau kecil

4.5.4 Komposit Kerentanan Lingkungan dan Ekonomi

Karena kerentanan lingkungan dan kerentanan ekonomi memiliki unit yang

berbeda, maka kerentanan lingkungan dan kerentanan ekonomi dikompositkan

lagi untuk memperoleh kerentanan aktual pulau-pulau kecil di Kecamatan

Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan. Komposit yang

dilakukan memberikan porsi yang sama antara kerentanan lingkungan dan

kerentanan ekonomi masing-masing dengan nilai 0,5. Fomulasi komposit

kerentanan yang digunakan sebagai berikut :

jj

jijij MinXMaxX

MinXXSV

−= 0 1≤≤ ijSV ...................................................... (23)

j = Kerentanan Lingkunga n, Kerentanan Ekonomi

dimana : SVijX

: standarisasi variabel j untuk pulau-pulau kecil i ij

Min X : nilai dari variabel j untuk pulau-pulau kecil i

jdalam indeks

: nilai minimum dari variabel j untuk semua pulau-pulau kecil

Max Xj da lam Indeks

: nilai maksimum dari variabel j untuk semua pulau-pulau kecil

Page 26: indeks kesesuaian

86

4.5.5 Analisis Kesesuaian Spasial

A Analisis Kesesuaian Spasial Pulau-Pulau Kecil Berdasarkan Karakteristik Sumberdaya

Analisis dibatasi pada kegiatan yang tedapat di lokasi studi sekitar pulau

kajian yang meliputi kegiatan penangkapan ikan karang dengan menggunakan

pancing, kegiatan wisata pantai (wisata snorkling, diving, berjemur dan

memancing) dan pemukiman penduduk. Data yang dianalisis menggunakan citra

Landsat 7 TM dengan tahapan kegiatan pengolahan citra awal, transformasi citra,

survey lapangan, klasifikasi citra dan pengolahan akhir. Pengolahan data citra

menggunakan software ArcGis 9.03.

Penentuan alokasi pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil di Kecamatan

Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep dianalisis dengan pendekatan Sistem

Informasi Geografis (SIG). Analisis dilakukan dengan cara : (1) mendeliniasi

batas ka jian yang mencakup lahan daratan dan perairan di lokasi penelitian, (2)

menganalisis secara spasial titik-titik lokasi yang diperoleh saat survei menjadi

area (polygon) untuk membuat tema-tema yang akan dioverlay berdasarkan

kriteria kesesuaian pada peruntukan yang ada, (3) Data tabular (atribut) dan

spasial yang diperoleh dari data sekunder dikumpulkan dalam satu basis data, (4)

Peta tematik yang dihasilkan dari interpolasi, selanjutnya diberi skor dan bobot

yang selanjutnya dioverlay untuk memperoleh lokasi yang sesuai. Pembobotan

pada setiap parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter

tersebut terhadap suatu peruntukan. Besarnya pembobotan ditunjukkan pada suatu

parameter untuk seluruh evaluasi lahan. Pemberian bobot didasari pada tingkat

kepentingan masing-masing parameter. Sedangkan pemberian nilai (scoring)

didasari oleh tingkat masing-masing kriteria (Tabel 8). Kriteria yang digunakan

telah memasukkan parameter kerentanan ekologi sesuai peruntukannya. Dalam

penelitian ini, kesesuaian ruang yang ada diklasifikasikan menjadi tiga kelas

kesesuaian, yaitu sangat sesuai, sesuai, dan tidak sesuai yang didefinisikan

sebagai berikut:

1. Kelas S1 : Sangat Sesuai (Higly Suitable), yaitu lahan tidak mempunyai

pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari atau hanya

Page 27: indeks kesesuaian

87

mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata

terhadap produksi lahan tersebut serta tidak akan menambah masukan (input)

dari biasa yang dilakukan da lam pengusahaan lahan tersebut.

2. Kelas S2 : Sesuai (Suitable), yaitu lahan yang mempunyai pembatas agak berat

untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari. Pembatas tersebut akan

mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta

meningka tkan masukan (input) unt uk mengusahakan lahan tersebut.

3. Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable), yaitu lahan yang mempunyai pembatas

sangat berat/ permanen, sehingga tidak mungkin untuk dipergunakan terhadap

suatu penggun aan tertentu yang lestari.

Selanjutnya dilakukan metode tumpang susun yang dalam hal ini adalah

mod el union, yaitu dengan menumpangtindihkan feature-feature dari coverage

yang berbeda untuk menghasilkan feature baru. Feature baru yang dihasilkan

mengandung informasi baik data spasial maupun atributnya dari masing-masing

feature yang ditumpangsusunkan. Proses tumpang susun dilakukan secara

bertahap sampai hasil akhirnya membentuk basis data secara keseluruhan.

Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai index overlay model (Bonham

and Carter 1998) menyatakan bahwa setiap coverage memiliki bobot dan setiap

kelas memiliki nilai sesuai tingkat kepentingan. Dalam model ini setiap coverage

memiliki urutan kepentingan dimana coverage yang memiliki pengaruh yang

paling besar diberikan penilaian yang lebih tinggi dari yang lainnya. Begitu juga

urutan operasi tumpang susun harus berdasarkan urutan tingkat kepentingan atau

pengaruh yang paling besar ke pengaruh yang paling kecil.

Nilai indeks tumpang susun menggambarkan tingkat kesesuaian lahan yang

terbentuk. Nilai indeks tumpang susun yang dihasilkan berada pada selang kisaran

1 sampai 3. Arti dari nilai kisaran tersebut adalah jika bernilai 3 atau mendekati

nilai 3 artinya nilai itu memiliki kriteria sangat sesuai. Nilai 2 berarti lahan

tersebut memiliki kriteria sesuai dan nilai 1 berarti tidak sesuai.

Selanjutnya dilakukan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang pulau dan

perairan pulau-pulau kecil untuk kegiatan penangkapan ikan, ekowisata bahari

kategori selam, kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata

Page 28: indeks kesesuaian

88

snorkling, kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi dan pemukiman.

Matriks kesesuaian yang d ibuat terinci pada Tabel 8, Tabel 9, Tabel 10, Tabel 11,

dan Tabel 12.

No. Kriteria/ Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor

Tidak Sesuai Skor

I Bioteknis 1 Kedalaman terumbu

karang (m) 10 6-15 3 >15-30 2 <6 dan

>30 1

2 Jenis life form 15 >12 3 4-12 2 <4 1 3 Kecepatan arus

(cm/det) 10 0-15 3 >15-50 2 >50 1

4 Kecerahan perairan (%)

20 > 80 3 20-80 2 <20 1

5 Tutupan komunitas karang (%)

20 >75 3 25-75 2 <25 1

6 Jenis ikan karang (Sp)

15 >100 3 20-100 2 <20 1

Sumbe r: Yulianda (2007)

No. Kriteria/

Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor

Tidak Sesuai Skor

I Bioteknis 1 kedalaman

terumbu karang (m)

10 6-15 3 >15-30 2 <6 dan >30

1

2 Jenis life form 15 >12 3 4-12 2 <4 1 3 Kecepatan arus

(cm/det) 10 0-15 3 >15-50 2 >50 1

4 Kecerahan perairan (%)

20 100 3 25-<100 2 <25 1

5 Tutupan komunitas karang (%)

20 >75 3 25-75 2 <25 1

6 Jenis ikan karang (Sp)

15 >50 3 10-50 2 <10 1

7 Lebar hamparan datar karang (m)

10 >500 3 50-500 2 <50 1

Sumber: Yulianda (2007)

Tabe l 8 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Ekowisata bahari Kategori Selam

Tabe l 9 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Ekowisata bahari Kategori Wisata Snorkling

Page 29: indeks kesesuaian

89

No. Kriteria/ Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor

Tidak Sesuai Skor

I Bioteknis 1 Kedalaman

Perairan (%) 20 0-3 3 >3-10 2 >10 1

2 Tipe Pantai 20 Pasir Putih

3 Pasir Putih, Sedikit Karang, sedikit Terjal

2 Lumpur, berbatu, terjal

1

3 Lebar Pantai (m) 20 > 15 3 3-15 2 <3 1

4 Material Dasar Perairan

15 Pasir 3 Karang, Berpasir, pasir berlumpur

2 lumpur 1

5 Kecepatan Arus (m/det)

15 0-0,17 3 0,17-0,51 2 >0,51 1

6 Kemiringan Pantai (o)

15 <10 3 10-45 2 >45 1

7 Kecerahan perairan (m)

10 >10 3 3-10 2 <3 1

8 Penutupan Lahan Pantai

10 Kelapa, Lahan terbuka

3 Semak, belukar, savana

2 Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan

1

9 Biota Berbahaya 10 Tidak ada

3 Bulu babi, ikan pari

2 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu

1

10 Ketersediaan Air Tawar (Jarak/km)

10 <0,5 3 >0,5-2 2 >2 1

Sumber : Yulianda (2007)

Tabe l 11 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Ekowisata bahari Kategori Wisata Memancing

No. Kriteria/

Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai Skor

I Bioteknis 1 Kedalaman

Terumbu Karang (m)

10 6-15 3 >15-30 2 <6 dan >30 1

2 Kecepatan arus (cm/det)

10 0-15 3 >15-50 2 >50 1

3 Kecerahan perairan (%)

20 100 3 25-<100 2 <25 1

4 Tutupan Komunitas Karang (%)

20 >75 3 25-75 2 <25 1

5 Jenis Ikan Karang (Sp)

15 >50 3 10-50 2 <10 1

6 Jumlah Khlorofil (npu)

15 > 14 3 7-14 2 < 7 1

7 Jarak dari pantai (km)

10 0-10 3 10-20 2 >20 1

8 Kepadatan Ikan (ek/100 m2

10 )

>50 3 20-50 2 <20 1

Sumbe r: Yulianda (2007), Mutmainnah (2004)

Tabel 10 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai Kategori Berjemur

Page 30: indeks kesesuaian

90

Tabe l 12 Matriks Kesesuaian Lahan Pemukiman No. Kriteria Bobot Skor 1. Jarak dari pantai (m) 20 S1 (>200) 3 S2 ( 100-200) 2 S3 ( < 100) 1

2. Jarak dari Sumber air Tawar (m) 20 S1 (< 500) 3 S2 (500 – 1000) 2 S3 (> 1000 ) 1

3. Aksesibilitas (dermaga) (m) 10 S1 (< 500) 3 S2 (500 – 1000) 2 S3 (> 1000) 1

4. Jarak dari Kawasan Konservasi (m) 10 S1 (> 2000) 3 S2 (1000 – 2000) 2 S3 (< 1000) 1

5. Drainase 10 S1(tidak tergenang) 3 S2(tergenang periodik) 2 S3(tergenang) 1

Sumber : Sugiarti (2000), Mutmainnah (2004)

B Analisis Kesesuaian Spasial Pulau-Pulau Kecil berdasarkan Kerentanan Pulau-Pulau Kecil

Berdasarkan faktor-faktor kerentanan yang diperoleh dan dioverlay dengan

kesesuaian lahan berdasarkan karakteristik sumberdaya, maka diperoleh

kesesuaian lahan berdasarkan faktor-faktor kerentanan sebagai pereduksi kawasan

yang sesuai untuk dimanfaatkan. Faktor- faktor pereduksi yang digunakan

berdasarkan hasil identifikasi Yulianda (2012) seperti pada Tabel 13.

Tabe l 13 Kriteria Faktor Reduksi Kawasan berdasarkan Kerentanan Pulau- Pulau Kecil

No Tingkat Kerentanan Skor Penggun aan Lahan (%) 1 2 3 4 5

Rentan sangat rendah Rentan rendah Rentan sedang Rentan Tinggi Rentan sangat tinggi

1 2 3 4 5

81-100 61-80 41-60 21-40 0 - 20

Page 31: indeks kesesuaian

91

No. Kriteria/ Parameter Bobot

Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai Skor

I Bioteknis 1 Kedalaman

Perairan (%) 20 0-3 3 >3-10 2 >10 1

2 Tipe Pantai 20 Pasir Putih 3 Pasir Putih, Sedikit Karang, sedikit Terjal

2 Lumpur, berbatu, terjal

1

3 Lebar Pantai (m) 20 > 15 3 3-15 2 <3 1 4 Material Dasar

Perairan 15 Pasir 3 Karang,

Berpasir, pasir berlumpur

2 lumpur 1

5 Kecepatan Arus (m/det)

15 0-0,17 3 0,17-0,51 2 >0,51 1

6 Kemiringan Pantai (o)

15 <10 3 10-45 2 >45 1

7 Kecerahan perairan (m)

10 >10 3 3-10 2 <3 1

8 Penutupan Lahan Pantai

10 Kelapa, Lahan terbuka

3 Semak, belukar, savana

2 Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan

1

9 Biota Berbahaya 10 Tidak ada 3 Bulu babi, ikan pari

2 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu

1

10 Ketersediaan Air Tawar (Jarak/km)

10 <0,5 3 >0,5-2 2 >2 1

11 Kerentanan Lingkun gan

20 Kerentanan rendah (nilai 0,20-0,32)

3 Kerentanan Sedang (nilai 0,33-0,36)

2 Kerentanan Tinggi (nilai 0,37-0,58)

1

12 Kerentanan Ekonomi

20 Kerentanan rendah (nilai 0,00-0,05)

3 Kerentanan Sedang (nilai 0,06-0,36)

2 Kerentanan Tinggi(nilai 0,37-0,64)

1

Berdasarkan kajian kerentanan yang dilakukan yaitu kerentanan lingkunga n

dan kerentanan ekonomi, saat diinternalisasi dalam parameter kesesuaian lahan

akan menjadi kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kerentanan seperti pada Tabel

14 dan Tabel 15.

Tabe l 14 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai Kategori Berjemur setelah Diinternalisasi dengan Faktor Kerentanan Rekreasi

Page 32: indeks kesesuaian

92

Tabel 15 Kriteria Kesesuaian Lahan Pemukiman setelah Diinternalisasi dengan Faktor Kerentanan

No. Kriteria Bobot Skor 1. Jarak dari pantai (m) 20 S1 (>200) 3 S2 ( 100-200) 2 S3 ( < 100) 1

2. Jarak dari Sumber air Tawar (m) 20 S1 (< 500) 3 S2 (500 – 1000) 2 S3 (> 1000 ) 1

3. Aksesibilitas (dermaga) (m) 10 S1 (< 500) 3 S2 (500 – 1000) 2 S3 (> 1000) 1

4. Jarak dari Kawasan Konservasi (m) 10 S1 (> 2000) 3 S2 (1000 – 2000) 2 S3 (< 1000) 1

5. Drainase 10 S1(tidak tergenang) 3 S2(tergenang periodik) 2 S3(tergenang) 1 6 Kerentanan Lingkun gan 20 S1 (Rendah, dengan nilai kerentanan 0,20-0,32) 3

S2 (Sedang, dengan nilai kerentanan 0,33-0,36) 2 N (Tinggi, dengan nilai kerentanan 0,37-0,58) 1 7 Kerentanan Ekonomi 20

S1 (Rendah, dengan nilai kerentanan 0,0 - 0,05) 1 S2 (Sedang, dengan nilai kerentanan 0,06-0,36) 2 N (Tinggi, dengan nilai kerentanan 0,37-0,64) 3

4.5.6 Optimasi Penangkapan Ikan

Optimasi penangkapan ikan dilakukan untuk mengetahui jumlah ikan dan

jumlah alat tangkap yang masih dapat digunakan di wilayah studi terkait

pemanfaatan sumberdaya ikan dengan menggunakan alat pancing sebagai alat

yang distandarisasi. Pertimbangan alat tangkap pancing dijadikan sebagai

standarisasi alat adalah (1) dominan digunakan nelayan di pulau studi, (2)

berwawasan lingkungan dan bersifat statis, (3) kegiatan penangkapan ikan adalah

pemanfaatan sumberdaya yang bisa dikombinasikan dengan aktifitas wisata.

Mengingat beragamnya alat tangkap yang beroperasi di wilayah penelitian,

maka untuk mengukur dengan satuan yang setara, dilakukan standarisasi effort

antar alat dengan teknik standarisasi (Riana 2006). Dalam penelitian ini, untuk

menganalisis stok ikan akan digunakan model surplus produksi.

Page 33: indeks kesesuaian

93

Model ini mengasumsikan stok ikan sebagai penjumlahan biomass dengan

persamaan :

…………………………………………… (24)

Dimana : F(Xt )

= Penangkapan ikan = Pertumbuhan alami stok ikan

Xt

Ada dua bentuk model untuk fungsional untuk menggambarkan stok biomass,

yaitu bentuk logistic dan bentuk Gompertz, yaitu :

= Stok Ikan

Bentuk Logistik : t

t

∂∂χ = rX 1

KX t1 - h t ……………………. (25)

Bentuk Gompertz : t

X t

∂∂ =rX t In

tXK - h t …………………….. (26)

Dimana r adalah laju pertumbuhan intrinsik, K adalah daya dukung

lingkungan. Bentuk fungsional logistik adalah simetris, sementara Gompertz

tidak. Fungsi Gompertz dapat menggambarkan tingkat eksploitasi sumber daya

perikanan dalam jangka panjang. Jika stok sumber daya perikanan mulai di

eksploitasi oleh nelayan, maka laju eksploitasi sumber daya perikanan dalam

satuan waktu tertentu diasumsikan merupakan fungsi dari effort yang digunakan

dalam menangkap ikan dan stok sumber daya yang tersedia. Dalam bentuk

fungsional hubungan itu dapat dituliskan sebagai berikut :

H(t) = H(E(t),X(t)) .............................................................................(27)

Selanjutnya diasumsikan bahwa laju penangkapan linear terhadap biomass

dan effort sebagaimana ditulis berikut :

h t = qE t X t ................................................................................. (28)

Dimana q adalah koefisien kemampuan penangkapan (catchability

coefficient) dan E t adalah upaya penangkapan. Dengan mengasumsikan kondisi

keseimbangan (equilibrium) maka kurva tangkapan-upaya lestari (yield-effort

curve) dari kedua fungsi diatas dapat ditulis sebagai berikut :

Page 34: indeks kesesuaian

94

Logistik : h t = qKE t -

rKq 2

E 2 ............................................. (29)

Gompertz : h t = qKE t exp

rqE

..................................................... (30)

Estimasi parameter r,K, dan q untuk persamaan yield-effort dari kedua

model diatas (Logistik dan Gompertz) melibatkan teknik non- linear. Namun

demikian dengan menuliskan U t = h t / E t persamaan (32 dan 33) dapat

ditransformasikan menjadi persamaan linear sehingga metode regresi biasa dapat

digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi di atas. Teknik

estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik estimasi parameter

yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto dan Pooley (1992) atau sering

dikenal sebagai metode CYP dengan persamaan :

In(U 1+t ) = ( )r

r+22 In(qK)+

+−

rr

22 In ( )tU -

( )rq+2

( )1++ tt EE .......... (31)

Dengan meregresikan hasil tangkap per unit input (effort), yang disimbo lkan

dengan U pada periode t+1, dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input

pada periode t dan t+1, akan diperoleh koefisien r,q, dan K secara terpisah.

Selanjutnya setelah disederhanakan persamaan (34) dapat diestimasikan dengan

OLS melalui :

L n ( )1+nU = C1 + C 2 In ( )nU + C 3 (E n +E 1+n ) ............................... (32)

Sehingga nilai parameter r,q, dan K pada persamaan (34) dapat diperoleh

melalui persamaan berikut :

R = 2(1-C 2 ) / (1+C 2 )

q = -C3 (2+r) ................................................................................... (33)

K = e 1c ( )r+2 ( )r2/ / q

Sehingga nilai parameter r,q, dan K kemudian disubtitusikan ke dalam

persamaan 32 (fungsi logistik) dan ke dalam persamaan 33 (fungsi Gompertz)

untuk memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Dengan mengetahui

koefisien ini, manfaat ekonomi dari ekstraksi sumber daya ikan ditulis menjadi :

Page 35: indeks kesesuaian

95

π = pqKE

− E

rq1 - cE .......................................................... (34)

Memaksimalkan persamaan di atas terhadap effort (E) akan menghasilkan:

E * = qr

2

pqKc1 ................................................................ (35)

Dengan tingkat panen optimal sebesar :

h * = 4

rK

+

pqKc1

pqKc1 .................................................. (36)

Dengan mensubtitusikan kedua hasil perhitungan optimasi tersebut ke

dalam persamaan (34), akan diperoleh manfaat ekonomi yang optimal.

4.5.7 Analisis Daya Dukung (Ecological Footprint Analysis)

Daya dukung pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil untuk kawasan

perikanan tangkap, dan wisata bahari dilakukan dengan menggunakan pendekatan

Ecological Footprint Analysis (EFA). Secara teoritis, EFA bertujuan untuk

mengekspresikan kesesuaian area yang produktif secara ekologi terhadap

kebutuhan penduduk atau tingkat ekonomi tertentu melalui indeks keruangan

(Haberl et al. 2001; Adrianto 2006).

A Daya D ukung Kegiatan Penangkapan Ikan

Pendeka tan ecological footprint/EF secara statis (Moffat 2000) dengan

memperhitungkan kebutuhan produktivitas primer (Primary Productivity

Requirements/ PPR) (Pauly and Christensen 1995; Wada 1999 in Adrianto and

Matsuda 2004). Secara teoritik, sistem perairan dibagi menjadi 6 yaitu : (1) sistem

perairan terbuka (Open Oceanic System), (2) Sistem Upwelling, (3) Tropical

Shelves, (4) Non Tropical Shelves, (5) Coastal and Coral System dan (6)

Freshwater System (sungai dan danau) (Pauly and Christensen 1995).

Produktivitas primer (PP/ primary productivity) untuk masing-masing sistem

tersebut adalah : (1) 103, (2) 973, (3) 310, (4) 310, (5) 890 dan (6) 290g C/m2/th.

Kebutuhan produktivitas primer tiap jenis ikan dihitung berdasarkan tabel

Page 36: indeks kesesuaian

96

referensi tiap kelompok ikan berdasarkan rata-rata trophic level (TL) dari sistem

perairan.

Tabe l 16 Trophic Level Berbagai Jenis Ikan untuk Pulau-Pulau Kecil Sistem Perairan Kelompok Spesies Tropic Level Tropical shelves Small Pelagics 2.8 Misc. teleosteans 3.5 Jack, Mackerel 3.3 Tuna, bonitos, bilifishes 4.0 Squids, cuttlefish, octopuses 3.2 Shrimps, prawn 2.7 Lobster, crabs, other 2.6 Sharks, rays, and chimaeras 3.6 Coastal and Coral System Bivalves and other mollusca 2.1 Misc. Marine fishes 2.8 Herrings, sardines and anchovies 3.2 Seaweeds 1.0 Jack, Mackerel 3.3 Diadromous Fishes 2.8 Shrimps, prawn 2.6 Turtles 2.4

Sumber : Pauly and Christensen (1995) in Adrianto (2007).

PPR spesies ikan dihitung berdasarkan Pauly and Chr istensen (199 5) yaitu :

)1(109

+×= TLiii

CPPR ………..………………………..…….……… (37)

di mana : PPRi C = hasil tangkapan spesies ikan ke-i, C dibagi 9 sebagai konversi

= kebutuhan produksivitas primer spesies ikan ke-i;

berat atom C (Wada 1999 in Adrianto and Matsuda 2004); TL-i = rata-rata jumlah transfer tropic level produktivitas primer hasil tangkapan ke-i.

Jika rata-rata efisiensi transfer adalah 10% (Pauly and Christensen 1995)

maka ruang ekologis sistem perairan pulau-pulau kecil dapat dihitung dengan

formula (Wada 1999 in Adrianto and Matsuda 2004) sebagai berikut:

a

n

iia

a PP

PPREF

∑== 1 ……..……………………………………....…… (38)

di mana :

EFa = ruang ekologis sistem perairan a;

Page 37: indeks kesesuaian

97

PPRiaPP

= kebutuhan produktivitas primer spesies i di sistem perairan a; a

Ekstraksi sumberdaya perikanan di pulau-pulau kecil dapat diketahui dari

kebutuhan produktifitas primer (Primary Productivity Requirements/ PPR).

Untuk menilai dampak manusia terhadap fungsi ekosistem berupa tekanan tata

guna lahan dan jasa ekosistem, digunakanlah HANPP (Human Appropriation of

Net Primary Production). Formulasi HANPP sebagai berikut :

= produktivitas primer sistem perairan a; n = jumlah ikan

ho PPRPPRHANPP −= ........................................................................... (39)

di mana : HANPP = Kebutuhan produktivitas primer untuk perikanan (kJ); PPRO PPR spesies ikan dihitung berdasarkan Pauly and Christensen

= potensial kebutuhan produktivitas primer (kJ) diperoleh dari

(1995) dikalikan energi spesies ikan (kJ/100 g); PPRh energi spesies ikan (kJ/100 g) (Adrianto and Matsuda 2004).

= produksi tiap spesies ikan (volume of landing, kg) dikalikan

B Daya Dukung Wisata

Daya dukung wisata yang digunakan adalah menggabungkan semua

aktifitas yang ada di wilayah kajian dengan menggunakan Ecological Footprint.

EFA untuk aktivitas wisata atau Touristic Ecological Footprint (TEF) :

…….....…… (40)

di mana : TEF= total footprint wisatawan ke pulau-pulau Spermonde (ha/orang/th) TEFb TEF

= jumlah agregat komponen built-up land e

TEF= agregat fossil energy land;

c = agregat konsumsi food and fibre dari arable land/crop land; TEFp TEF

= agregat konsumsi food and fibre dari pasture land; f = agregat konsumsi food and fibre dari

TEFforest land;

s

TEF dari perjalanan wisatawan dengan memanfaatkan sumberdaya dan

lahan. Built-up land pulau-pulau kecil dibagi beberapa komponen yaitu

transportasi, akomodasi, dan aktivitas (Gossling et al. 2002; Li Peng and Guihua

2007, Sulistiawati 2010).

= agregat konsumsi food and fibre da ri sea space.

sfpceb TEFTEFTEFTEFTEFTEFTEF +++++=

Page 38: indeks kesesuaian

98

…………..……………………… (41)

di mana : TEFbTEF

= footprint built-up land (ha/orang/tahun) t

TEF = footprint transportasi (ha/orang/tahun)

aTEF

= footprint akomodasi (ha/orang/tahun) ea

Komponen built-up land untuk transportasi adalah semua perjalanan yang

berhubungan dengan wisata yang menuju dan kembali dari tempat wisata di

pulau-pulau kecil dengan mempertimbangkan kebutuhan infrastruktur (jalan dan

pe labuhan). Total area perjalanan wisata ada lah total area yang dibutuhkan untuk

infrastruktur dalam proses perjalanan. Area yang dibutuhkan tiap wisatawan

disebut Built-up land dari komponen transportasi, dihitung dengan membagi total

area perjalanan dengan jumlah kedatangan wisatawan (domestik, mancanegara).

= footprint energi untuk akomodasi (ha/orang/tahun)

……………………....…...……………..…... (42)

di mana : TEFt t

= ecological footprint wisata komponen transpo rtasi (ha/orang/th); j

t = luasan area untuk infrastruktur jalan (ha)

p x

= luasan area untuk infrastruktur pe labuhan) (ha) i

Footprint untuk akomodasi terdiri dari area yang diperlukan untuk

akomodasi (guesthouse) dan fossil energy land. Total area akomodasi wisata

ada lah total area yang dibutuhkan unt uk infrastruktur (guesthouse, homestay, dll).

Total area diperoleh dengan mengalikan luas area setiap jenis infrastruktur dengan

jumlah infrastruktur yang tersedia. Footprint dari built-up land dari akomodasi

dihitung dengan membagi total area kebutuhan akomodasi dengan jumlah

kedatangan wisatawan pada tahun 2009.

= jumlah wisatawan tahun ke-i (orang/th)

….......…………….……….………….…… (43)

di mana : TEFa a

= ecological footprint wisata komponen akomodasi (ha/orang/th); n

x = luasan area infrastruktur akomodasi (guesthouse, homestay) (ha),

i

i

n

nn

a x

aTEF

∑== 1

= jumlah wisatawan tahun ke-i (orang/th)

eaatb TEFTEFTEFTEF ++=

i

p

i

jt x

txt

TEF +=

Page 39: indeks kesesuaian

99

Footprint energi dari komponen akomodasi dihitung dengan mengalikan

penggunaan energi (penerangan) tiap guesthouse dengan jumlah guesthouse

kemudian dibagi dengan jumlah wisatawan.

Aktivitas meliputi kunjungan ke lokasi yang spesifik untuk tujuan wisata

bawah laut, rekreasi pantai, olah raga dan lain- lain. Dalam hal ini, Footprint

akt ivitas wisatawan yang be rhubungan dengan ruang laut (luas yang dibutuhkan

wisatawan untuk selam/ diving dan snorkeling, aktifitas berjemur dianggap

merupakan bagian dari built-up land).

Fossil energy land dihitung berdasarkan ketersediaan energi peneranga n

(listrik, baik listrik PLN ataupun listrik tenaga surya yang telah tersedia di Pulau

Pajenekang.

Konsumsi sandang dan pangan untuk wisata merupakan footprint

berdasarkan lahan pertanian (crop land), hutan (forest land), produktivitas ruang

laut (sea space) dan padang rumput (pasture land) dihitung degan asumsi bahwa

kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi seharian di rumah (Li Peng and

Guihua 2007), sehingga footprint sandang pangan dalam Living Planet Report

2008 (WWF 2008) dapat digunakan untuk menghitung data footprint nasional

yang dominan mengunjungi lokasi ini (Perancis, Belanda dan Indonesia).

Kategori ruang yang berbeda terhadap total footprint dijumlahkan dengan

cara mengalikan area yang ada (hasil GIS) dengan equivalent factors, yang

menggambarkan produktivitas relatif rata-rata dunia (ha) dalam tipe lahan yang

berbeda. Equivalent factors dapat digunakan dalam perhitungan biocapacity,

dinyatakan dalam satuan global hektar (gha) (Gossling et al. 2002; WWF 2008,

Sulistiawati 2010). Dalam konteks ini, pemanfaatan sumberdaya secara optimal

tercapai apabila nilai EF sama dengan nilai kapasitas biologis (biocapacity) dari

sumberdaya alam yang dianalisis. Sementara itu biocapacity (BC) dapat dihitung

dengan menggunakan rumus BC (Lenzen and Murray 2001) :

YFABC ii = ......................................…………………………… (44)

di mana : BCi A

= biocapacity ruang ke-i yang diperlukan untuk wisata i = luas land cover ruang ke-i (ha);

Page 40: indeks kesesuaian

100

YF = yield factor land cover.

Yield factor land cover yang digunakan dalam perhitungan biocapacity pada

pendekatan ecological footprint disini, didasarkan pada setiap tipe land use

(Lenzen and Murray 2001; WWF 2008). Selanjutnya daya dukung lingkungan

(CC/ carrying capacity) dihitung dengan rumus :

i

ii EF

BCCC = …………....………..………………………..…… (45)

di mana : CCiBCi = biocapacity ruang ke-i untuk wisata (ha)

= carrying capacity ke-i untuk wisata (orang)

EFi = ecological footprint wisata ke-i (ha/orang)

C Daya Dukung Air Tawar

Sebagai kawasan pulau-pulau kecil, salah satu pembatas kehidupan yang

sangat dominan adalah ketersediaan air tawar. Untuk itu pada kajian ini,

dilakukan analisis ketersediaan air tawar di pulau-pulau kajian. Analisis yang

digunakan adalah dengan pendekatan analisis neraca air, dengan mengetahui

jumlah ketersediaan air. Ketersediaan air dalam pengertian sumberdaya air pada

dasarnya berasal dari air hujan (atmosferik), air permukaan dan air tanah. Hujan

yang jatuh di atas pe rmukaan pada suatu daerah sebagian akan menguap kembali

sesuai dengan proses iklimnya, sebagian akan mengalir melalui permukaan dan

sub permukaan masuk ke dalam saluran, sungai atau danau dan sebagian lagi akan

meresap jatuh ke tanah sebagai imbuhan (recharge) pada kandungan air tanah

yang ada. Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering

sulit untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air

mengandung unsur variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu

(temporal variability) yang sangat tinggi. Metode yang digunakan pada penelitian

ini adalah metode Mock (BAPENAS 2006). Pada prinsipnya, Metoda Mock

memperhitungkan volume air yang masuk, keluar dan yang disimpan dalam tanah

(soil storage). Volume air yang masuk adalah hujan. Air yang keluar adalah

infiltrasi, perkolasi dan yang dominan adalah akibat evapotranspirasi. Perhitungan

evapotranspirasi menggunakan Metoda Penmann. Sementara soil storage adalah

Page 41: indeks kesesuaian

101

volume air yang disimpan dalam pori-por i tanah, hingga kondisi tanah menjadi

jenuh. Secara keseluruhan perhitungan debit dengan Metoda Mock ini mengacu

pada water balance , dimana volume air total yang ada di bumi adalah tetap,

hanya sirkulasi dan distribus inya yang bervariasi.

A. Water Balance

Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke

dalam (inflow) dan aliran ke luar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode

tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Bentuk umum

persamaan water balance adalah:

P = Ea + ΔGS + TRO ……………………………………………….(46)

Dengan : P = presipitasi. Ea = evapotranspirasi. ΔGS = perubahan groundwater storage . TRO = total run off.

Water balance merupakan siklus tertutup yang terjadi untuk suatu kurun

waktu pengamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan groundwater

storage atau ΔGS = 0. Artinya awal penentuan groundwater storage adalah

berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu tahunan tersebut.

Sehingga persamaan water balance menjadi:

P = Ea + TRO ………………………………………………………(47)

Beberapa hal yang dijadikan acuan dalam prediksi debit dengan Metoda

Mock sehubungan dengan water balance untuk kurun waktu (misalnya 1 tahun)

adalah sebagai berikut:

a. Dalam satu tahun, perubahan groundwater storage (ΔGS) harus sama dengan

nol.

b. Jumlah total evapotranspirasi dan total run off selama satu tahun harus sama

dengan total presipitasi yang terjadi dalam tahun itu.

Page 42: indeks kesesuaian

102

B. Data Iklim

Data iklim yang digunakan dalam Metoda Mock adalah presipitasi,

temperatur, penyinaran matahari, kelembaban relatif dan data kecepatan angin.

Secara umum data-data ini digunakan untuk menghitung evapotranspirasi. Dalam

metoda Mock, data-data iklim yang dipakai adalah data bulanan rata-rata, kecuali

untuk presipitasi yang digunakan adalah jumlah data dalam satu bulan.

C. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi

air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi

permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada

musim kemarau. Besarnya exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda.

Untuk pulau kecil dengan kriteria daerah tererosi, evapotranspirasi sebesar 10-40

% (Penelitian ini menggunakan evapotranspirasi 20 %), dengan nilai SMC (Soil

Moisture Capacity) 50 mm (kriteria pasir halus, dengan jenis tanaman berakar

pendek dengan zona akar 0,50 m). Untuk mengetahui kebutuhan air di pulau-

pulau kecil, digunakan proyeksi kebutuhan air untuk kegiatan domestik rumah

tangga (minum, memasak, MCK, dan lain- lain) sebesar 60 liter/hari/orang

(kriteria penduduk perdesaan).

4.5.8 Analisis Multi Kriteria Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil

Dari identifikasi sistem di atas, terlihat faktor- faktor yang mempengaruhi

kegiatan-kegiatan pemanfaatan ekosistem yang terdapat di pulau-pulau kecil yang

meliput i kerentanan lingkungan dan kerentanan ekonomi. Kerentanan lingkungan

meliputi faktor sea level rise (SLR), tinggi pasang surut, rata-rata tinggi

gelombang, kemiringan dan geomorfologi pulau, persentase tutupan karang, jenis

lifeform, jumlah lamun/m2 dan jenis lamun. Kerentanan ekonomi meliputi indeks

keterbukaan ekonomi, indeks keterpencilan ekonomi, indeks ekonomi karena

kenaikan muka laut, indeks pantai, indeks keterisolasian pulau, indeks tekanan

penduduk, indeks populasi, dan indeks degradasi lahan

Page 43: indeks kesesuaian

103

Berdasarkan subsistem-subsistem tersebut, pemilihan pr ioritas pemanfaatan

dengan bantuan ekxpert (ahli) yang berkecimpung dalam pemanfaatan

sumberdaya di pulau-pulau kecil digunakan analisis Multi Criteria Decision

Making (MCDM), yang dikenal dengan Criterium Plus.

Pada analisis MCDM (Critplus) ini, pembobo tan suatu alternatif dan kriteria

yang diambil, disusun berdasarkan matrik seperti yang disajikan pada Tabel 17

berikut :

Tabe l 17 Matrik Pembobo tan Kriteria dalam Penentuan Prioritas Kerentanan Pulau-Pulau Kecil

KRITERIA

C 1 C 2 ….. C n

Alternatif W 1 W 2 ….. W n A 1 A 11 A 21 …… A 1 n

A 2 A 12 A 22 ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. A m A m1 A m2 ….. A mn

Dimana : A (i = 1,2, m) = menunjukkan pilihan alternatif yang ada Cj (j = 1,2,n) = merujuk pada criteria dengan bobot Wj Aij (i=1..m, j = 1 ..n) = pengukuran keragaan dan satu alternatif Ai Berdasarkan kriteria Cj.5

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik SMART (Simple Multi

Attribute Rating Technique). Teknik SMART merupakan keseluruhan proses dari

perantingan alternatif-alternatif dan pembobotan dari atribut yang ada. Tahap

yang dilakukan adalah 1) mengurutkan kriteria yang menjadi faktor pembatas dari

pemanfaatan sumberdaya yang ada dan 2) melakukan estimasi rasio kepentingan

relatif dari setiap atribut yang ada.

Selanjutnya analisis yang ada, digabung menjadi satu dengan mengagregasi

(dengan cara membuat rata-rata geometrik) faktor-faktor yang menjadi pembatas

setiap pemanfaatan sumberdaya dengan formulasi :

γ = π Si 1/n

Page 44: indeks kesesuaian

104

Dimana : γ = Rata-rata geometrik, dimana n = 2 ….......sehingga persamaan menjadi γ = √ S1 x S

Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam penentuan prioritas pemanfaatan

sumberdaya dilakukan dengan menggunakan metode scoring dan pembobotan

yang merupakan penyatuan da ri berbagai parameter terkait. Nilai pada kolom

score besarnya disesuaikan dengan nilai pada kriteria :

2

1) Score 1 : Nilai hasil pengamatan termasuk atau sesuai dengan kriteria rendah.

2) Score 2 : Nilai hasil pengamatan termasuk atau sesuai dengan kriteria sedang.

3) Score 3 : Nilai hasil pengamatan termasuk atau sesuai dengan kriteria tinggi.

Parameter-parameter yang menjadi indikator untuk diberi nilai berdasarkan

score yang diinginkan adalah parameter-parameter kerentanan lingkungan dan

kerentanan ekonomi

4.5.9 Analisis Penge mbangan Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil

Kajian pemanfaatan sumberdaya yang prioritas dengan menggunakan

analisis MCDM/ Citerium Plus, dilanjutkan dengan analisis prospektif, untuk

mengetahui faktor- faktor yang paling dominan yang paling berpengaruh terhadap

kerentanan pulau-pulau kecil. Tahap yang dilakukan ada lah :

1. Berdasarkan tujuan studi yang ingin dicapa i, responden dimohon untuk

memberikan faktor/ kriteria/ variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan

studi seperti yang dikemukakan di atas.

2. Dari hasil identifikasi kriteria, diperoleh beberapa faktor yang akan dilihat

hubungannya secara timbal balik (mutual), berdasar tabel matriks analisis

pengaruh antar faktor yang akan diisikan dengan skor antara 0 – 3. Pedoman

penilaian dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabe l 18 Pedoman Penilaian Analisis Prospektif

Skor Keterangan 0 Tidak ada Pengaruh 1 Berpengaruh Kecil 2 Berpengaruh Sedang 3 Berpengaruh sangat kuat

Page 45: indeks kesesuaian

105

3. Jika faktor yang diberikan oleh responden lebih dari 1, sebanyak N; dilakukan

analisis matriks gabungan dengan cara :

1) Apabila pengaruh antar satu faktor dengan faktor lainnya (sel) mempunyai

nilai 0 dengan jumlah > ½ N, maka nilai sel tersebut 0.

2) Jika nilai 1,2, 3 bersama-sama berjumlah > ½ N, maka nilai sel tersebut

ditentukan berdasarkan yang paling banyak dipilih antara nilai 1, 2 dan 3

3) Jika jumlah faktor (N) adalah genap dan diperoleh dalam satu sel jumlah

nilai 0 sama banyak dengan jumlah nilai 1, 2 dan 3, maka dilakukan diskusi

lebih lanjut kepada stakeholders, untuk menentukan nilai sel tersebut.

4. Nilai-nilai sel yang telah disepakati oleh responden dimasukkan kembali

dalam program seleksi faktor dalam bentuk :

1) Pengaruh langsung global

2) Ketergantungan global

3) Kekuatan global

4) Kekuatan global tertimbang

5) Gambar hubungan antar faktor berdasarkan total pengaruh dan

ketergantungan.

6) Berdasarkan keadaan/ state kriteria (tahap 3), seleksi dilakukan berdasarkan

kekuatan global tertimbang dan posisi faktor dalam gambar hubungan antar

faktor, yaitu pada kuadran kiri atas untuk membangun skenario.

7) Membuat keadaan (state) suatu faktor berdasarkan pemanfaatan yang telah

menjadi prioritas di pulau Tanakeke. Untuk setiap faktor dapat dibuat satu

atau lebih keadaan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi (bukan

hayalan) da lam suatu waktu di masa yang akan datang.

b. Keadaan bukan merupakan tingka tan atau ukuran suatu faktor (sepe rti

besar, sedang, kecil atau baik/ buruk tetapi merupakan deskripsi tentang

situasi dari sebuah faktor.

8) Keadaan yang ada diidentifikasi dari keadaan yang paling optimis sampai

paling pesimis.

Page 46: indeks kesesuaian

106

9) Dari kombinasi beberapa faktor dibuat skenario-skenario yang mungkin

terjadi di masa yang akan datang untuk kemudian dipilih skenario yang

mungkin terjadi berdasarkan hasil identifikasi dari responden.

Tabe l 19 Matriks Pengaruh dan Ketergantungan Faktor pada Analisis Prospektif.

DARI

A B C D E F G H I J Total Pengaruh THDP

A B C D E F G H I J

4.6 Batasan Defenisi Operasional

Pulau

Pulau merupakan massa daratan yang terbentuk secara alami, yang

dikelilingi oleh air dan selalau berada/ muncul diatas air pasang (KLH and PIK

IPB 2003).

Pulau Kecil

Pulau yang mempunyai luas area kurang dari atau sama dengan 2.000 km2

beserta kesatuan ekosistemnya (UU RI Nomor 27/2007)

Page 47: indeks kesesuaian

107

Kerentanan (Vulnerability)

Karakteristik dan kondisi masyarakat, sistem atau modal yang menyebabkan

sifat rawan untuk mengalami kerusakan dari keadaan yang membahayakan

(UNISDR 2009)

Kerentanan Fisik (Physical Vulnerability)

Kondisi sumberdaya alam yang rentan terhadap dampak yang merugikan

dari kejadian bencana (Szlafsztein 2005)

Kerentanan Pesisir (Coastal Vulnerability)

Potensi gangguan pada sistem pesisir oleh banjir dan/atau erosi yang

disebabkan oleh badai ataupun sumber lainnya yang membutuhkan usaha dalam

mencegah, menghadapi, ataupun menghalangi konsekuensi-konsekuensi yang

dapat ditimbulkannya (Quintana 2008)

Kerentanan Sosial – Ekonomi (Socio-Economic Vulnerability)

Kondisi manusia secara individu, ke lompok atau masyarakat baik dalam hal

ke mampuan mereka secara fisik maupun emosional, maupun kemampuan dalam

usaha antisipasi, mengatasi, melawan dan membangun kembali dari dampak

bencana atau perubahan yang tidak dikehendaki dalam hal penghidupan dan

kegiatannya (Szlafsztein 2005)

Daya Dukung

Daya dukung ada lah suatu ukuran jumlah individu dari suatu spesies yang

dapat didukung oleh lingkungan tertentu (KLH and FPIK IPB (2003)), dengan

tingkatan :

1. Daya dukung absolut atau maksimun, yaitu jumlah maksimum individu yang

dapat didukung oleh sumberdaya lingkungan pada tingkat sekedar hidup

(tingkat ini dapat disebut kepadatan subsistem untuk spesies tertentu).

2. Daya dukung dengan jumlah individu dalam keadaan kepadatan keamanan atau

ambang batas keamanan. Kepadatan keamanan lebih rendah daripada

kepadatan subsistem.

Page 48: indeks kesesuaian

108

3. Daya dukung dengan jumlah individu dalam keadaan kepadatan optimum.

Pada kepadatan optimum ini, individu- individu dalam populasi akan

mendapatkan segala keperluan hidupnya dengan cukup, serta menunjukkan

pertumbuhan dan kesehatan individu yang baik. Kepadatan opt imum hanya

dapat dipertahankan oleh pembatasan yang kuat terhadap pertumbuhan, yang

diatur oleh tingkah laku spesies yang bersangkutan (pembatasan diri).

Indeks Kerentanan Pesisir (Coastal Vulnerability Index)

Pendekatan yang dikembangkan untuk mengevaluasi dampak dari potensi

perubahan kondisi wilayah pesisir (Gutierrez et al. 2009)

Kapasitas (Capacity)

Gabungan antara seluruh kekuatan, sifat dan sumberdaya dengan kelompok,

masyarakat atau organisasi yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang

telah disepakati. Kapasitas dapat mencakup infrastruktur dan bentuk-bentuk fisik,

institusi, kemampuan sosial yang dapat berupa pengetahuan manusia, ketrampilan

dan sifat-sifat kolektif seperti hubungan sosial, kepemimpinan dan manajemen

(UN-ISDR 2009)

Kedudukan Muka Laut (Sea Level)

Sebuah fungsi dari permukaan lautan yang dipengaruhi oleh volume air laut,

volume badan lautan dan distribusi air laut terhadap permukaan bumi yang

dipengaruhi oleh pembentukan benua dan pembekuan sedimen (Fitz Gerald et al.

2008)

Kenaikan Muka Laut (Sea Level Rise)

Perubahan permukaan laut menjadi lebih tinggi dari keadaan sebelumnya

yang dapat disebabkan oleh aliran air dari darat ke laut akibat penyebaran panas

yang terjadi di sebagian besar permukaan bumi (NSW Coastline Management

Manual 1990, IPCC 2007).

Page 49: indeks kesesuaian

109

Perubahan Iklim (Climate Change)

Perubahan kondisi iklim yang dapat dikenali melalui teknik tertentu

(misalnya uji statistik) dalam hal keanekaragaman sifat-sifatnya dan berlangsung

dalam waktu yang berkepanjangan, baik dekadal maupun waktu yang lebih lama.

Perubahan iklim dapat mengacu pada proses internal alam maupun gangguan

proses dari luar proses alam, atau perubahan antropogenik yang terus menerus

pada komposisi atmosfer ataupun penggun aan lahan (IPCC 2007; UNISDR 2009)

Pesisir (Coastal)

Daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat dapat meliputi bagian

daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-

sifat laut, seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air laut. Ke arah laut,

perairan pesisir mencakup bagian batas terluar dari daerah paparan benua yang

masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti

sedimentasi dan aliran air tawar (Dahuri et al. 1996)

Keterbukaan (Exposure)

Keterbukaan merupakan salah satu konsep dari kerentanan yang memiliki

pengertian umum dalam hal tingka tan dan jangka waktu da ri suatu sistem

berinteraksi dengan gangguan. Keterbukaan ini pada sebagian besar formulasi

merupakan salah satu elemen pengembangan kerentanan. Keterbukaan merupakan

sebuah atribut dari hubungan antara sistem dan gangguan (system and

perturbation).

Kepekaan (Sensitivity)

Kepekaan adalah tingkatan dari suatu sistem yang dipengaruhi atau

berhubungan dengan stimulus karena perubahan iklim Kepekaan merefleksikan

respon dari suatu sistem terhadap pengaruh iklim (kenaikan muka laut) dan

tingkat perubahan yang diakiba tkan oleh perubahan tersebut.

Page 50: indeks kesesuaian

110

Kapasitas Adaptif (Adaptif Capacity)

Adaptasi adalah penyesuaian oleh sistem alam atau manusia dalam

merespon kondisi aktual dan iklim atau dampak dari perubahan iklim. Daya

adaptasi adalah kemampuan dari sistem untuk menyesuaikan terhadap perubahan

iklim (termasuk iklim yang berubah-ubah dan ekstrim) yang membuat po tensi

dampak lebih moderat, mengambil manfaat atau untuk menga tasi konsekuensi

dari perubahan tersebut.