indikasi operasi tbc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

indikasi operasi tbc

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Tuberkulosis paru (TB paru) hingga saat ini masih merupakan masalah penting bagi kesehatan. TB paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (M. tb) yang ditemukan pada tahun 1882 oleh Robert Koch. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1992 tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.1-2 Insidens TB diperkirakan meningkat dari 8,8 juta kasus pada tahun 1995 menjadi 10,2 juta kasus pada tahun 2000 dan 11,9 juta kasus pada tahun 2005. Pada tahun 1995 terjadi 3 juta kasus kematian yang disebabkan oleh TB dan diperkirakan tahun 2000 terjadi 3,5 juta kasus.3

1.1 Epidemiologi

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1992 tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.1-3 Insidens TB diperkirakan meningkat dari 8,8 juta kasus pada tahun 1995 menjadi 10,2 juta kasus pada tahun 2000 dan 11,9 juta kasus pada tahun 2005. Pada tahun 1995 terjadi 3 juta kasus kematian yang disebabkan oleh TB dan diperkirakan tahun 2000 terjadi 3,5 juta kasus. Diperkirakan jumlah kematian TB akan menjadi 35 juta orang pada tahun 2000-2005.1WHO memperkirakan insidens TB mendekati 12 juta kasus sampai tahun 2005. Setiap tahun 8 juta penderita TB baru akan munc ul. Berdasarkan SKRT tahun 2004, prevalensi TB nasional berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif adalah 148,5 per 100.000 penduduk dan berdasarkan pemeriksaan BTA adalah 175 per 100.000 penduduk sedangkan berdasarkan biakan M.tb 185,7 per 100.000 penduduk. Semakin tua usia maka prevalensi TB makin meningkat demikian juga dengan yang tinggal di desa lebih banyak menderita TB daripada yang tinggal di kota. Penduduk yang tinggal di luar Jawa dan Bali mempunyai prevalensi TB 3 kali lebih banyak daripada yang tinggal di Jawa dan Bali.2

Insidens TB didunia (WHO, 2004)1

Estimasi terbaru dan kecenderungan indikator TB (2005)7

BAB IIPEMBAHASANTuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (M. tb) yang ditemukan pada tahun 1882 oleh Robert Koch. Kuman ini tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18 24 jam pada suhu yang optimal. Kuman M.tb tumbuh dan berkembang biak pada tekanan O2 140 mmH2O di paru. Kuman M.tb berbentuk agak bengkok atau berbentuk batang lurus dan pada biakan invitro mempunyai ukuran panjang 1 4 m dan tebal 0,3 06 m. Basil TB di jaringan pejamu yang sakit mempunyai bentuk karakteristik yang berbeda. Bila M.tb ditanam / dibiak pada sel manusia maka tampak lebih panjang dan lebih bengkok. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1,5

Kuman Mycobacterium Tuberculosis 5

1.1 Transmisi dan Patogenesis TB4,5,6,7,8Penularan biasanya melalui udara (aerosol) yaitu dengan inhalasi droplet nuklei yang mengandung M.tb. Droplet nuklei berasal dari penderita TB paru atau TB laring ketika bersin, batuk, bicara atau menyanyi. Droplet nuklei yang berukuran 1 5 mikron dapat menembus sistem mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkus dan alveol membentuk sarang pneumonik yang disebut lesi primer. Terjadinya infeksi paru tergantung pada konsentrasi droplet nuklei, lamanya pajanan, virulensi bakteri dan kemampuan fagosit makrofag alveolar. Makrofag di dalam alveol akan memfagositosis sebagian kuman TB tetapi belum mampu membunuhnya sehingga kuman TB di dalam makrofag umumnya tetap dapat hidup dan berkembang biak (multiplikasi kuman). Kuman TB yang menyebar melalui saluran limfe mencapai kelenjar limfe regional sedangkan yang melalui aliran darah akan mencapai berbagai organ tubuh.15,16 Mekanisme imun yang utama pada TB adalah respons imun nonspesifik maupun spesifik terhadap antigen yang berasal dari kuman TB. Kuman TB hidup sebagai parasit intrasel, sehingga daya pertahanan tubuh yang terpenting terhadap kuman tersebut dilakukan oleh cellular mediated immunity (CMI) dan delayed type hypersensitivity (DTH). Respons CMI akan menimbulkan akumulasi dan aktivasi makrofag melalui sel limfosit T spesifik, sedangkan DTH akan menghasilkan kerusakan jaringan. Sebagian besar penderita TB paru primer sembuh dan membentuk granuloma. Granuloma terbentuk bila penderita memiliki respons imun yang baik walaupun sebagian kecil mikobakterium hidup dalam granuloma dan menetap di tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama. Granuloma membatasi penyebaran dan multiplikasi kuman. Biasanya 2 10 minggu setelah terinfeksi M.tb, respons imun akan menghambat multiplikasi dan penyebaran basil TB lebih lanjut, tetapi beberapa berada dalam keadaan dorman dan tetap hidup selama beberapa tahun. Hal ini disebut sebagai infeksi TB laten dan biasanya uji tuberkulin positif tetapi tidak ada gejala TB aktif dan tidak infeksius. Kuman dari 10% individu yang terkena infeksi TB primer akan berkembang menjadi TB aktif dalam beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi.15-17

1.2 Penularan TB2,4,51. Cara penularan- Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.- Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.- Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.- Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.-Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut: Faktor Risiko Kejadian TB1,3

Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobatiPasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:- 50% meninggal- 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi- 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

1.3 Upaya Penanggulangan TB5,6,7,8,9Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi, clinical trials, best practices, dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat merubah kasus menular menjadi tidak menular, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.

1.4 Penatalaksanaan Pasien TB6,7,8,10,12Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.

1.5 Diagnosis TB5,9,10,11,12,14,17 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Uji tuberkulin berperan dalam penegakan diagnosis TB sesuai ukuran yang direkomendasikan WHO. Tetapi cut-off point ukuran indurasi tiap daerah berbeda khususnya daerah dengan prevalensi TB yang tinggi. Cut-off point ini masih dalam perdebatan sehingga tuberkulin yang dipakai dalam penunjang diagnosis TB banyak menimbulkan positif palsu dan negatif palsu.5

1.5.1 Indikasi pemeriksaan foto toraksPada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. (lihat bagan alur) Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

Indikasi operasiPasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:Untuk TB paru: Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secarakonservatif. Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.Untuk TB ekstra paru: Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertaikelainan neurologik.

Komplikasi1.PneumotoraksPneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatic. Namun pada kasus tuberculosis terjadiPneumotoraks Spontan Sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya). Pasien PSS bilateral dengan reseksi torakoskopi dijumpai adanya metastase paru yang primernya berasal dari sarkoma jaringan lunak di luar paru. 1,2

Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3 yaitu: 1,2,3,8,9 Pneumotoraks tertutup (simple pneumotoraks). Tekanan udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau luka terbuka dari dinding luka. Pneumotoraks terbuka (open pneumotoraks). Terjadi karena adanya luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pada saat inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser kearah dinding dada yang terluka. Tension pneumotoraks. Terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat ekspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama, tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas. Pneumotoraks ini juga sering disebut pneumotoraks ventil.

Gambar 1 : Jenis Pneumotoraks Berdasarkan Terbentuknya Fistula.

PatogenesisPleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Dibatasi oleh 2 lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi otot-otot dinding dada, tulang, dan kartilago, diafragma dan mediastinum, sangat sensitif terhadap nyeri. Pleura viseralis melapisi paru dan menyusup ke dalam semua fisura dan tidak sensitif terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terdiri dari cairan 10-20 ml dan berfungsi sebagai pelumas di antara kedua lapisan pleura. Patogenesis pneumotoraks sendiri masih belum jelas. 1,2,3,8

Pneumotoraks Spontan SekunderTerjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bula subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Patogenesisi PSS multifaktorial, umumnya akibat terjadinya komplikasi penyakit PPOK, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis paru, dll. PSS umumnya lebih sulit diterapi karena penyakit yang mendasarinya. Pneumotoraks katamenial (endometriosis pada pleura) adalah bentuk lain PSS yang timbulnya berhubungan dengan siklus menstruasi pada wanita dan sering berulang. 6,7

Manifestasi KlinikKeluhan SubjektifBerdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah: 1,2,3,4 Sesak nafas, yang didapatkan pada 80-100% pasien. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Lindskog dan Halasz menemukan 69% dari 72 pasien mengalami nyeri dada. Pemeriksaan FisikPada inspeksi ditemukan keadaan umum sakit berat (akut), dada lebih menonjol, pergerakan tertinggal atau berkurang. Pada ekstremitas dapat ditemukan kondisi sianosis, distensi vena leher, dan gambaran takipneu (hiperventilasi, pernafasan lebih dari 30 kali/menit). 1,2,3Pada palpasi dapat ditemukan deviasi trakea kearah kontralateral. Pulsasi takikardia, fremitus juga melemah bahkan menghilang. Perkusi hipersonor dan auskultasi dengan tandan suara nafas melemah sampai dengan menghilang. 1,2,3,5

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang berupa analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipolksia meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada penelitian didapatkan 17% dengan PO2 < 55 mmHg, 4% dengan PO2 < 45 mmHg, 16% dengan PCO2 > 50 mmHg dan 4% dengan PCO2 > 60 mmHg. Pada pasien PPOK lebih mudah terjadi pneumotoraks spontan. Dalam sebuah penelitian 51 dari 171 pasien PPOK (30%) dengan fev < 1,0 liter dan 33% dengan FEV1/FVC 50 mmHg atau disertai dengan syok) terdapat pada 16% pasien dan secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%. Pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS dan gelombang T prekordial pada rekaman EKG dan dapat ditafsirkan sebagai infark miokard akut. 5,6,7Pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus, atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskular pada daerah tersebut. Pada tension pneumotoraks gambaran foto dadanya tampak jumlah udara pada hemitoraks yang cukup besar dan susunan mediastinum yang bergeser ke arah kontralateral. Terjadi pula pelebaran sela iga dan pergeseran mediastinum ke arah kontralateral. 1,5,7Pemeriksaan CT-scan mungkin diperlukan apabila dengan pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer atau sekunder.

1. positif akan keluar melalui jarum tersebut.2. Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran :a. Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura, kemudian ujung pipa plastik di pangkal saringan tetesan dipotong dan dimasukkan ke dalam botol berisi air kemudian klem dibuka, maka akan timbul gelembung-gelembung udara di dalam botol.b. Jarum abbocath no. 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandrin dicabut, dihubungkan dengan pipa infus set, selanjutnya dikerjakan seperti (a).c. Water seal drainage : pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan, dilakukan insisi kulitpada ruang antar iga ke enam pada linea aksilaris media. Insisi juga dapat dilakukan pada ruang antar iga kedua pada linea mid klavikula. Prosedur disinfektan harus dikerjakan terlebih dahulu pada daerah yang akan diinsisi serta prosedur anestesi lokal yang umumnya menggunakan prokain atau xilokain 2%. Setelah ditutup dengan duk steril, trokar ditusukkan ke dalam rongga pleura, pipa khusus (kateter urin) segera dimasukkan ke rongga pleura dan trokar dicabut, sehingga hanya pipa khusus tersebut yang masih tertinggal di dalam rongga pleura. Kemudian pipa tersebut dihubungkan dengan pipa yang lebih panjang, terakhir dengan pipa kaca yang dihubungkan dengan air di dalam botol. Pipa kaca dimasukkan ke dalam air kira-kira 2 cm dari permukaan air, agar gelembung air mudah keluar. Kemudian diamati selama 3 hari dan dibuat foto dada, bila paru sudah dapat mengembang WSD dapat dicabut. Prosedur pencabutan WSD dilakukan saat pasien dalam kondisi ekpirasi maksimal. Pada wanita muda, insisi kulit dilakukan pada sela iga empat atau lima karena alasan kosmetika. Apabila akan dilakukan pleurodesis, dari pipa tersebut dapat diinjeksikan suatu derivat dari tetrasiklin sehingga risiko untuk kambuh dapat dikurangi. 1,2,9,10

Gambar Water Seal Drainage.

TorakoskopiDilakukan pertama kali oleh Dr. Hans Christian Jacobeus dari Stockholm Swedia pada tahun 1919, dengan menggunakan alat sitoskop. Tindakan ini dilakukan apabila: 1,8,9,10 Tindakan aspirasi maupun WSD gagal. Paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi. Terjadinya fistula bronkopleura. Timbulnya kembali pneumotoraks setelah tindakan pleurodesis. Pada pasien yang berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak mudah kambuh kembali seperti pilot atau penyelam.Jika didapatkan adanya bleb atau bulla, maka yang bisa dilakukan adalah: 1,8,9,10 Lesi ukuran kecil, bleb atau bulla < 2cm, dikoagulasi dengan pleurodesis. Bleb atau bulla > 2 cm, reseksi torakoskopi dengan suatu alat EndoGIA, kemudian diikuti skarifikasi (electrocoagulation) pada pleura parietalis.

TorakotomiTindakan pembedahan ini indikasinya hampir sama dengan torakoskopi. Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bula terdapat di apeks paru. 1,2,9

--Patofisiologi cairan pleura 1Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura perietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.

Gambar 4. Skema pertukaran cairan dalam keadaan abnormal. 1

Manifestasi klinikDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisis yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi and analisa cairaan pleura. 1Cairan yang berlebih pada ruang pleura menimbulkan gejala-gejala dan karakteristik khas pada pemeriksaan fisik. Gejala-gejala yang timbul dipengaruhi oleh proses yang mendasari terjadinya efusi dan akibat adanya efusi itu sendiri. Akibat efusi antara lain inflamasi pleura, menurunnya kerja paru, terganggunya pertukaran gas, atau menurunnya curah jantung. 4

Gejala-gejala efusi pleura: 2, 41. Sesak napas Sesak napas merupakan gejala terbanyak yang dikeluhkan penderita. Sesak napas terjadi karena efusi pleura adalah suatu proses yang ikut memenuhi ruang torak sehingga mengurangi ruang bagi paru untuk mengembang. Timbulnya keluhan memperkirakan adanya cairan dalam pleura > 500 mL.2. Sakit dada-Sakit dada menandakan inflamasi pada pleura parietalis dan bahwa pasien tersebut memiliki efusi pleura eksudat.- Sakit dapat terlokalisasi pada dinding dada atau terasa pada bahu ipsilateral atau abdomen atas.- Sakit dada diperberat dengan inspirasi dalam.3.Batuk tidak berdahak -Mekanisme efusi pleura menyebabkan batuk tidak berdahak masih belum jelas. - Teori yang diduga sampai saat ini adalah cairan efusi menekan paru kemudian menyebabkan kedua sisi dinding bronkus bertemu sehingga terjadilah rangsang batuk.Karakteristik khas yang ditemukan pada pemeriksaan fisik paru tergantung dari jumlah cairan efusi pleura. Umumnya, pemeriksaan fisik dapat mendeteksi efusi pleura bila jumlah cairan telah melebihi 300 mL. Penemuan fisik pada paru antara lain: 41. Inspeksi Sisi dada yang mengalami efusi tampak lebih luas daripada sisi dada yang tidak mengalami efusi baik pada inspeksi statis dan dinamis. Tanda ini disebut sebagai tanda Hoover. Ruang interkostal sisi dada dengan efusi tampak lebih cembung. Perluasan satu sisi dada ( hemitorak ) disertai menonjolnya ruang interkostal merupakan indikasi dilakukannya punksi pleura untuk mengatasi peningkatan tekanan intrapleura. Deviasi trakeaTerdorongnya mediastinum terjadi bila cairan pleura telah melebihi 1000 mL. Pada foto torak, deviasi trakea dan mediastinum adalah ke arah kontralateral dari daerah yang terkena efusi pleura.2. Palpasi Palpasi membantu memperkirakan besarnya efusi. Taktil fremitus menghilang pada daerah dimana cairan pleura memisahkan paru dari dinding dada. Palpasi dapat menentukan apakah punktum maksimum iktus kordis telah bergeser, mengingat pada efusi dada kiri punktum maksimum iktus kordis dapat tidak teraba. Palpasi trakea dapat membantu menentukan apakah telah terjadi deviasi trakea.3. Perkusi Perkusi redup, terutama pada basal paru karena paling banyak mengandung cairan. Bila perkusi redup berpindah pada saat seseorang berubah posisi, maka efusi pleura dapat dipastikan ada.4. Auskultasi- Melemahnya atau menghilangnya suara pernafasan pada auskultasi pada daerah dimana cairan pleura memisahkan paru dari dinding dada.- Egofoni ( perubahan huruf i terdengar menjadi ay ) pada apeks superior paru yang menandakan ateletaksis disebabkan oleh kompresi parenkim paru.- Pleural friction rubPleural friction rub dapat terdengar sepanjang siklus pernafasan dan terdengar paling keras pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi di daerah pleura yang mengalami inflamasi, sepanjang posterior inferior kavitas torak, atau sepanjang inferior lateral permukaan anterior kavitas torak. Pleural friction rub justru akan terdengar ketika efusi pleura berkurang baik spontan atau karena tindakan. Pleural friction rub sering dihubungkan dengan sakit dada pada saat inspirasi yang kemudian menghilang ketika seseorang menahan nafasnya.Anamnesa dan pemeriksaan fisik dari pasien ini didapatkan kesesuaian dengan diagnosis pada pleura efusi. Dari anamnesa ditemukan adanya keluhan sesak napas, sakit dada, dan batuk tidak berdahak. Sedangkan dari pemeriksaan fisik ditemukan taktil fremitus menghilang pada daerah dimana cairan pleura memisahkan paru dari dinding dada, perkusi redup, terutama pada basal paru karena paling banyak mengandung cairan, dan melemahnya atau menghilangnya suara pernafasan pada auskultasi pada daerah dimana cairan pleura memisahkan paru dari dinding dada.

Pemeriksaan penunjang Foto Toraks (X Ray)Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial disertai dengan menumpulnya sudut kostophrenikus (gambar 5). Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Posisi lateral dekubitus merupakan posisi yang tersensitif karena efusi pleura dapat tampak dengan cairan minimal 50 mL. 1, 2, 3Gambar 5. Efusi pleura yang tampak pada foto toraks Postero Anterior memperkirakan minimal terdapat 300 mL cairan. 2, 3

Gambar 6. Efusi pleura yang tampak pada foto Lateral Dekubitus memperkirakan minimal terdapat 50 mL cairan. 2, 3

Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung, ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan bagian kanan di mana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto dada lateral dekubitus, sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata. 1Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru. 1Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi. Pemeriksaan CT scan dada dapat membantu. Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal. 1Pemeriksaan penunjang dengan foto thoraks pada pasien didapatkan:Gambar 7. R thoraks PAGambar 8. Lateral dekubitus kanan (RLD)

Cor: Besar dan bentuk normal. Aorta: Baik, tak melebar. Pulmo: Corakan bronkovaskular dan hilus baik. Tampak perselubungan di hemithoraks. Perselubungan di bagian inferior thoraks kanan (Right Decubitus Lateral) tampak menetap. Sinus costophrenicus kanan perselubungan, kiri tajam. Sinus diafragma kanan tidak tampak. Tulang-tulang dan soft tissue baik. Kesan: Efusi pleura kanan, kemungkinan encapsulated.perselubungan, kiri tajam. Kesan: efusi pleura kanan, kemungkinan encapsulated.

Adanya tampak perselubungan pada foto thoraks pasien memberikan makna bahwa pada pleura tersebut telah terjadi proses konsolidasi (pembentukan pocket). Sehingga cairan dalam pleura tersebut terjadi adhesi. Proses konsolidasi ini disebabkan oleh tingginya kepekatan cairan pleura pada peradangan (yang terdiri dari sel-sel dan protein).

LaboratoriumLaboratorium merupakan pemeriksaan penunjang yang mempunyai sifat sebagai pelengkap diagnosis dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, sebagai penentu dari diagnosis, dan sebagai bahan evaluasi dari suatu perkembangan pengobatan atau penyakit.Dari laporan kasus ini didapatkan Hb, Ht (hematokrit), dan trombosit dalam batas normal. Leukosit yang meningkat (19.300/dL, N 5.00010.000/dL) menandakan adanya infeksi sistemik pada pasien tersebut. Peningkatan laju endap darah (73 mm/jam, N < 20 mm/jam) merupakan tanda dari adanya peradangan sistemik yang kronik. Peningkatan SGOT (60 mu/ml, N < 25 mu/ml) dan SGPT (66 mu/ml, N < 20 mu/ml) yang tidak signifikan (signifikan jika meningkat > 3 kali diatas batas normal) tetap mempunyai makna bahwa adanya tanda hipoksia pada jaringan tertentu terutama hati (contoh: kerusakan sel hati, meningkatnya permeabilitas dinding sel hati).Pada kasus ini sebaiknya dilakukan uji hitung jenis leukosit, karena dari tes laboratorium ini memiliki makna yang menunjukkan tanda infeksi akut atau kronik. Pada infeksi akut akan didapatkan peningkatan jumlah basofil, eosinofil serta neutrofil batang (shift to the left). Sedangkan pada infeksi kronik akan terjadi peningkatan jumlah pada limfosit dan monosit (shift to the right).

TorakosentesisAspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 - 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal. 1, 5Komplikasi lain torakosentesis adalah: pneumotoraks (ini yang paling sering udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis) dan emboli udara yang agak jarang terjadi. 1

Gambar 9A. Posisi pasien dalam keadaan duduk, dan tempat penusukan jarum dilakukan diatas interkosta 8 untuk menghindari trauma pada organ abdomen. 5Gambar 9B. Posisi jarum berada dibatas superior tulang kosta untuk menhindari trauma pada pembuluh darah dan saraf. 5

Gambar 10. Penggunaan jarum 3 arah dalam torakosentesis. 5

Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah emboli udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher, sehingga udara tersebut dapat terperangkap di atrium kanan. 1Pada tindakan torakosentesis pada pasien didapatkan cairan serosa (berwarna kuning tua) 500 cc pada pungsi hari pertama, 600 cc pada pungsi hari kedua, dan 15 cc pada pungsi hari ketiga.Menegakkan diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:Warna cairan. Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan (serous-santokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat ini menunjukkan adanya abses karena amuba. 1Biokimia. Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 1TransudatEksudat

Kadar protein dalam efusi (g/dL)< 3> 3

Kadar protein dalam efusi< 0,5> 0,5

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam efusi (I.U)< 200> 200

Kadar LDH dalam efusi< 0,6> 0,6

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan efusi< 1,016> 1,016

RivaltanegatifPositif

Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokirnia diperiksa juga cairan pleura: 1 Kadar ph dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, artritis reumatoid dan neoplasma. Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis adenokarsinoma.Hasil pemeriksaan laboratorim dari cairan pleura tersebut pada pasien adalah: protein 5,2 (N: 3,0 g/dL), glukosa 74 mg/dL, jumlah sel 520/uL, monosit 99%, PMN 1%, Rivalta (+), pewarnaan Gram: epitel (+), leukosit 1-2/Lpb, tidak ditemukan kuman coccus Gram (+) dan batang Gram (-), ditemukan kuman batang tahan asam.Eksudat. Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membran adalah karena adanya peradangan pada pleura: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (rnisalnya pada pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. 1Sitologi. Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu. 1 Sel neutrofil: menunjukkan adanya infeksi akut. Sel limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna. Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit. Sel mesotel maligna: pada mesotelioma. Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid. Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik. Sel maligna: pada paru/metastase.Bakteriologi. Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung rnikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah: Pneumokokokus, E.coli, Klebsiela, Pseudomonas, Enterobacter. Pleuritis tuberkulosa, biakan cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%-30%. 1

Gambar 11. Urutan penatalaksanaan pada efusi pleura. 6

Pada pemeriksaan cairan pleura pada pasien terdapat peningkatan jumlah protein yang merupakan cairan eksudat, dan jumlah leukosit yang didominasi oleh monosit merupakan adanya tanda peradangan kronik, terutama pada efusi tuberkulosis. Pada efusi tuberkulosis, protein tersebut meningkat dikarenakan adanya tuberkuloprotein dalam cairan tersebut. Glukosa pada cairan efusi menurun disebabkan karena bakteri yang mengkonsumsi glukosa tersebut.

Pleuritis tuberkulosaPermulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis (menimbulkan penyakit Pott). Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragik. Jumlah lekosit antara 500-2000 per cc. Mula-mula yang dorninan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis, tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein. Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma. 1Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan. efusi (biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah dimana frekuensi tuberkulosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan adanya granuloma pada biopsi jaringan pleura. 1