24
INDUKSI PERTUNASAN IN VITRO PADA JARINGAN PUCUK APIKAL TANAMAN KURMA (Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee HANINDYA WIDYAWATI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

INDUKSI PERTUNASAN IN VITRO PADA JARINGAN PUCUK … · Teknik kultur jaringan dapat diharapkan untuk memproduksi ... penelitian dan penulisan karya ilmiah. ... Totipotensi merupakan

Embed Size (px)

Citation preview

INDUKSI PERTUNASAN IN VITRO PADA JARINGAN

PUCUK APIKAL TANAMAN KURMA

(Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee

HANINDYA WIDYAWATI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Pertunasan In

vitro Pada Jaringan Pucuk Apikal Tanaman Kurma (Phoenix dactylifera L.) cv.

Barhee adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Hanindya Widyawati

NIM G34100097

ABSTRAK

HANINDYA WIDYAWATI. Induksi Pertunasan In vitro Pada Jaringan Pucuk

Apikal Tanaman Kurma (Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee. Dibimbing oleh DIAH

RATNADEWI dan ENCE DARMO JAYA SUPENA.

Kurma (Phoenix dactylifera L.) memiliki potensi untuk dibudidayakan di

Indonesia. Budidaya kurma secara komersial membutuhkan bibit tanaman dalam

jumlah yang besar. Teknik kultur jaringan dapat diharapkan untuk memproduksi

bibit tanaman kurma secara masal dalam waktu yang relatif singkat. Tujuan

penelitian ini ialah mengetahui konsentrasi BAP (Benzyl amino purin) yang dapat

menginduksi pertunasan pada eksplan kurma dan menentukan metode sterilisasi

eksplan yang efektif untuk jaringan pucuk apikal tanaman kurma. Eksplan yang

digunakan adalah pucuk apikal (1- 2 cm) yang dibelah empat secara vertikal. Tahap

pertama ialah menentukan metode sterilisasi eksplan yang efektif dari tiga metode

sterilisasi yang dicobakan. Tahap kedua ialah penanaman eksplan pada media

Murashige dan Skoog dengan lima perlakuan sitokinin BAP (0, 1, 2, 4, 6 mg/L).

Hasil penelitian menunjukkan media MS dengan BAP pada rentang konsentrasi 0

sampai 6 mg/L belum mampu menginduksi pertunasan pada jaringan tanaman

kurma kultivar Barhee ini. Metode sterilisasi 3, yaitu menggunakan Dithane M-45

0.1%, Benlate 0.1%, Agrept 0.2%, Bayclin 20%, Bayclin 10%, dan etanol 70%,

lebih baik dibandingkan metode sterilisasi lainnya.

Kata kunci: Kurma, kultur jaringan, tunas

ABSTRACT

HANINDYA WIDYAWATI. In vitro Shoot Induction on Explant of Date Palm

(Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee. Supervised by DIAH RATNADEWI and

ENCE DARMO JAYA SUPENA.

Date palm (Phoenix dactylifera L.) has the potential to be cultivated in

Indonesia. Commercial cultivation of date palm requires large amounts of seed.

Tissue culture techniques can be used as a solution to produce date palm seedling

rapidly and efficiently. The purpose of this study was to determine the concentration

of BAP (Benzyl Amino Purin) which may induce shoots on dates explant and

determined the most effective method of sterilization of explants. The explant used

was apical shoot (1- 2 cm) that was then quartered vertically. The first stage was to

determine the effective method of sterilization of explants using three methods of

sterilization. The second stage was the cultivation of explants on Murashige and

Skoog media with five treatments of cytokinin BAP (0, 1, 2, 4, 6 mg/L). The results

showed that MS medium with BAP in the concentrations ranged 0 to 6 mg/L had

not been able to induce any new growth on the plant tissue of date palm cultivar

Barhee. The sterilization method 3, which used 20% Bayclin, 10% Bayclin, 0.1%

Agrept, 0.1% Dithane M-45, and 70% ethanol was better than the other sterilization

methods.

Keywords: Date palm, shoot, tissue culture

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

INDUKSI PERTUNASAN IN VITRO PADA JARINGAN

PUCUK APIKAL TANAMAN KURMA

(Phoenix dactylifera L.) cv. Barhee

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

HANINDYA WIDYAWATI

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai September 2014 ini ialah Induksi

Pertunasan In vitro Pada Jaringan Pucuk Apikal Tanaman Kurma (Phoenix

dactylifera L.) cv. Barhee.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Diah Ratnadewi, DEA.

dan Bapak Dr Ir Ence Darmo Jaya Supena, MSi. selaku pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan ilmu yang bermanfaat selama melaksanakan

penelitian dan penulisan karya ilmiah. Terima kasih kepada Ibu Dr Nisa Rachmania

Mubarik, MSi selaku penguji. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang

tua Ibu Ike dan Bapak Sukono tercinta, dan adik Haryo Satriaji, tante Wisye, tante

Bery serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, doa, semangat

dan bantuannya selama melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ucu, Ibu Dewi, Pak Asep, Pak

Jaka selaku laboran yang telah banyak memberikan bantuan selama pengamatan di

laboratorium, terima kasih kepada Yurika, Nita, Efah, Feni, Nurlatiefah, Ina, Catur

Putri, Naili, Kak Cut, Kak Sasa, serta seluruh teman seperjuangan di Biologi 47 atas

segala dukungan dan kebersamaan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015

Hanindya Widyawati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

BAHAN dan METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan dan Alat 2

Metode Sterilisasi Eksplan Kurma 3

Inisiasi dan Induksi Tunas Kurma 3

HASIL 4

Efektivitas Metode Sterilisasi 4

Tahap Induksi dan Inisiasi Tunas Kurma 4

PEMBAHASAN 6

SIMPULAN 7

DAFTAR PUSTAKA 8

LAMPIRAN 10

RIWAYAT HIDUP 12

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan prosedur sterilisasi pada tiap metode sterilisasi 3 2 Perbandingan efektivitas metode sterilisasi eksplan kurma

berdasarkan tingkat kontaminasi 4 3 Data kualitatif penampilan, pertumbuhan dan perkembangan

kultur kurma pada 16 MST 5

4 Pengaruh perlakuan terhadap kondisi kultur kurma pada 16 MST 6

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kurma (Phoenix dactylifera L.) merupakan salah satu anggota keluarga

Arecaceae yang memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan di Indonesia karena

beriklim tropis dan selalu mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun. Tanaman

ini memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat di

daerah kering dan semi-kering di dunia (Mahmoudi et al. 2008).

Hampir setiap bagian dari kurma cv. Barhee memiliki manfaat kecuali

bagian akar, buahnya dapat dikonsumsi karena kandungan karbohidrat sebesar 70-

80%, protein 1-3%, Vitamin A, Vitamin B1, dan Vitamin B2. Batang pohon kurma

dapat digunakan sebagai bahan bangunan, daun dan tangkai daunnya dimanfaatkan

sebagai sumber pulp selulosa, bijinya dapat diolah menjadi pakan ternak

(Mahmoudi et al. 2008).

Permintaan akan kurma semakin meningkat untuk konsumsi pangan bukan

saja di bulan Ramadhan. Buah kurma menjadi mata dagang ekspor di pasaran

internasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2013), total impor

kurma di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 16.200 ton dengan nilai US$ 20 juta.

Barhee merupakan kultivar unggulan yang banyak dicari di pasaran internasional,

serta buahnya dapat dikonsumsi pada tahap semi-matang. Pada tahap ini, buahnya

berwarna kuning keemasan dengan tekstur renyah dan rasa yang manis (Fki et al.

2011).

Budidaya kurma secara komersial memerlukan bibit dalam jumlah yang

besar. Perluasan budidaya tanaman kurma secara tradisional masih dibatasi oleh

kemampuan tanaman untuk menghasilkan bibit baru dalam jumlah banyak,

seragam, dan dalam waktu singkat. Teknik kultur jaringan dapat diharapkan untuk

memproduksi bibit secara masal dalam waktu yang relatif singkat. Teknik kultur

jaringan memerlukan bahan eksplan berupa bagian-bagian tanaman karena sel-sel

tanaman memiliki sifat totipoten. Totipotensi merupakan kemampuan sel tumbuhan

yang telah berdiferensiasi untuk menjadi sel embrionik kembali, kemudian

berkembang menjadi tumbuhan baru yang lengkap (Salisbury dan Ross 1995).

Bahan eksplan yang paling baik digunakan ialah yang memiliki sifat meristematik.

Bahan tanaman kurma yang dapat dijadikan eksplan berupa tunas, batang muda,

daun muda, dan bunga (Khan dan Bibi 2012). Perbanyakan tanaman secara in vitro

diawali dengan memperoleh bahan tanaman aseptik yang akan digunakan untuk

perbanyakan bibit. Oleh karena itu, diperlukan proses sterilisasi yang tepat untuk

mematikan mikroorganisme yang terdapat pada eksplan sehingga tidak

mengganggu pertumbuhan kultur.

Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur jaringan tanaman sangat

penting, yaitu untuk merangsang pertumbuhan tunas, akar, kalus, atau

embriogenesis somatik. Penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan

tergantung pada tujuan atau arah pertumbuhan tanaman yang diinginkan (Zaer dan

Mapes 1982). Menurut Lestari (2011), penggunaan auksin dan sitokinin pada

konsentrasi yang tepat, akan memacu organogenesis dalam pembentukan tunas.

Benzyl Amino Purin (BAP) merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang biasa

digunakan untuk memacu pembentukan tunas dengan daya aktivitas yang kuat

2

untuk mendorong proses pembelahan sel (George dan Sherrington 1984). Oleh

karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi BAP yang tepat

untuk menginduksi pertunasan pada kurma.

Tisserat dan DeMason (1980) berhasil mengkulturkan tanaman kurma

melalui kultur jaringan. Setelah itu teknik perbanyakan tanaman kurma melalui

kultur jaringan semakin berkembang; keberhasilan didapat melalui teknik

organogenesis (Sharma et al. 1980, Hegazy dan Aboshama 2010) dan

embriogenesis somatik (Al-Khateeb 2008). Salah satu varietas kurma yang berhasil

dikulturkan melalui organogenesis langsung adalah kultivar Barhee (Zaid dan Wet

2002). Zaid dan Wet (2002) melakukan induksi tunas kurma cv. Barhee

menggunakan pucuk apikal yang ditanam dalam media MS (Murashige dan skoog)

yang diberi BAP 2 mg/L dan 2,4-D 1 mg/L. Sharma et al. (1980) telah berhasil

menumbuhkan tunas kurma melalui organogenesis langsung, dengan menggunakan

eksplan pucuk apikal kurma cv. Khalas pada media MS yang dilengkapi NAA 1

mg/L, BAP 3 mg/L, dan 2-iP 3 mg/L.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi BAP yang dapat

menginduksi pertunasan pada kurma cv. Barhee, dan mencari metode sterilisasi

eksplan yang efektif agar dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan

sterilisasi eksplan secara tepat untuk tanaman kurma.

BAHAN dan METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2013 hingga September

2014 di Laboratorium Penelitian Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Biologi,

FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan yaitu tanaman kurma cv. Barhee umur dua

tahun (tanaman muda) dari Jonggol Farm, Bogor. Zat pengatur tumbuh yang

digunakan berupa BAP (Benzyl Amino Purin) dan NAA (Naphtalene Acetic Acid).

Media yang dipakai ialah Murashige dan Skoog (MS) dengan penambahan asam

amino L-glutamin dan Adenin Sulfat (Lampiran 1).

Bahan sterilisasi eksplan yang digunakan berupa larutan fungisida Dithane

M-45 (bahan aktif Mankozeb 80%) dan Benlate (bahan aktif Benomyl 50%),

larutan bakterisida (Agrept), etanol 70%, larutan Bayclin (bahan aktif NaOCl

5.25%), HgCl2, tween 80 serta akuades steril sebagai bahan pembilas. Bahan kimia

lain yang digunakan berupa arang aktif.

Alat yang digunakan antara lain autoklaf, timbangan, pH meter, laminar air

flow cabinet (LAFC), serta alat-alat diseksi.

3

Metode Sterilisasi Eksplan Kurma

Pada penelitian ini digunakan tiga macam metode sterilisasi yang tersaji

dalam Tabel 1. Mula-mula batang tanaman sepanjang ± 5 cm dibuang pelepah daun

dan akarnya, kemudian diisolasi bagian pucuk apikalnya, lalu dicuci dengan sabun

dan dibilas dengan air keran. Bahan tanaman yang telah dibilas kemudian

disterilisasi melalui berbagai tahap perendaman dalam bahan sterilan. Setiap

perpindahan tahap, bahan tanaman dibilas tiga kali dengan akuades steril.

Tabel 1 Perbandingan prosedur sterilisasi pada tiap metode sterilisasi Bahan Metode 1 Metode 2 Metode 3

Larutan fungisida

(Dithane M-45)

0.2%, selama 2 jam 0.2%, selama 2 jam -

Campuran Larutan

fungisida (Dithane

M-45 dan Benlate)

- - Dithane M-45 0.1%

dan Benlate 0.1%,

selama 1 jam

Larutan bakterisida

(Agrept)

0.2%, selama 2 jam 0.2%, selama 2 jam 0.2%, selama 1 jam

Bayclin

(NaOCl 5.25%)

20% dan tween 80

sebanyak 2 tetes,

selama 20 menit

10% dan tween 80

sebanyak 2 tetes,

selama 20 menit

20% dan tween 80

sebanyak 2 tetes,

selama 30 menit.

10% dan tween 80

sebanyak 2 tetes,

selama 15 menit

HgCl2 - 0.1%, selama 5 menit -

Etanol 70%, selama 3 menit 70%, selama 3 menit 70%, selama 3 menit

Potongan pucuk apikal yang telah disterilisasi, diisolasi bagian apikalnya (1

- 2 cm), dan dibelah empat secara vertikal. Tiap potongannya ditanam pada media

½ MS tanpa ZPT sebagai media transit. Masing-masing metode sterilisasi

menggunakan 10 eksplan dengan 3 ulangan. Kultur diinkubasi selama dua minggu.

Pengamatan efektivitas sterilisasi eksplan dilakukan setiap hari selama dua minggu.

Parameter yang diamati meliputi jumlah eksplan terkontaminasi dan tidak

terkontaminasi.

Inisiasi dan Induksi Tunas Kurma

Eksplan yang tidak terkontaminasi dari metode sterilisasi terbaik ditanam

ke dalam media induksi yaitu, Media MS dengan lima perlakuan ZPT berupa BAP

(0, 1, 2, 4, 6 mg/L) yang dilengkapi dengan NAA 1 mg/L, L-glutamin 200 mg/L,

dan adenin sulfat 50 mg/L. Masing-masing perlakuan dibuat 9 ulangan (1

ekplan/botol), sesuai dengan bahan tanaman yang tersedia sehingga jumlah kultur

yang digunakan 45 botol. Kultur dipelihara di ruang kultur dengan kondisi gelap

dan suhu ruangan 25 ± 2oC. Pengamatan dilakukan selama 16 minggu. Parameter

yang diamati meliputi perubahan warna kultur, jumlah kultur hidup, kultur mati,

kultur terkontaminasi, waktu tumbuh tunas atau daun, jumlah tunas, dan jumlah

daun.

4

HASIL

Efektivitas Metode Sterilisasi

Berdasarkan hasil pengamatan, metode sterilisasi 3 lebih baik daripada metode

sterilisasi 1 dan 2 (Tabel 2). Metode sterilisasi 3 selanjutnya digunakan pada

pekerjaan berikutnya. Perbedaan metode ini terletak pada prosedur sterilisasi,

konsentrasi sterilan, dan waktu perendaman. Kontaminan pada eksplan berupa

cendawan dan bakteri yang diduga berasal dari permukaan eksplan serta dalam

jaringan tanaman itu sendiri (endofit).

Tabel 2 Perbandingan efektivitas metode sterilisasi eksplan kurma berdasarkan

tingkat kontaminasi

Perlakuan

Sterilisasi

Hasil

Waktu Pengamatan (HST)

2

4

6

8

10

12

14

(%)

Metode 1 Kontaminasi - - 40 50 70 70 80

Tidak Terkontaminasi 100 100 60 50 30 30 20

Metode 2 Kontaminasi - 20 40 50 60 60 60

Tidak Terkontaminasi 100 80 60 50 40 40 40

Metode 3 Kontaminasi - - - - - 20 20

Tidak terkontaminasi 100 100 100 100 100 80 80

HST: Hari setelah tanam

Tahap Induksi dan Inisiasi Tunas

Pengamatan terhadap kultur kurma dilakukan dengan mengamati

pertumbuhan eksplan. Media MS dengan kombinasi antara NAA 1 mg/L, L-

glutamin 200 mg/L, Adenin Sulfat 50 mg/L dan BAP pada rentang konsentrasi 0

sampai 6 mg/L yang digunakan belum mampu menginduksi kalus atau tunas

langsung. Pertumbuhan yang terjadi hanya berupa tumbuhnya daun dari bakal daun

yang ada (existing leaf primordia), sedangkan tunas langsung dan kalus tidak

terbentuk. Pertumbuhan daun mulai terlihat pada 3 minggu setelah tanam (MST)

pada perlakuan BAP 4 mg/L dan BAP 6 mg/L lalu menyusul BAP 1 mg/L dan BAP

2 mg/L pada 4 MST. Pertumbuhan ditandai dengan eksplan yang membengkak,

bakal daun memanjang, melingkar dan menggulung, serta ukurannya bertambah

dan membentuk daun (Tabel 3).

5

Tabel 3 Data kuantitatif dan kualitatif penampilan, pertumbuhan dan perkembangan

kultur kurma pada 16 MST

Perlakuan

Waktu

Awal

Tumbuh

Daun

(MST)

Pertumbuhan

Kalus & Tunas

Langsung

Pertumbuhan

Daun

Rerata

Jumlah

Daun

Warna Daun

BAP 0 mg/L - Tidak ada Tidak ada 0 -

BAP 1 mg/L 4 Tidak ada Ada 2 Putih

BAP 2 mg/L 4 Tidak ada Ada 3 Putih

BAP 4 mg/L 3 Tidak ada Ada 2 Putih

BAP 6 mg/L 3 Tidak ada Ada 2 Putih

MST: minggu setelah tanam, - : tidak tumbuh daun

Pertumbuhan daun terjadi pada semua perlakuan dengan BAP (1 - 6 mg/L),

sedangkan tanpa BAP (0 mg/L) tidak didapati pertumbuhan daun (Gambar 1).

Perlakuan BAP 4 mg/L dan 6 mg/L menumbuhkan daun tercepat pada 3 MST

dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun pertumbuhan selanjutnya

melambat. Pada BAP 2 mg/L jumlah daun yang dihasilkan lebih banyak

dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 3).

Gambar 1 Pertumbuhan daun pada eksplan kurma pada berbagai konsentrasi BAP

yang dicobakan (a) 0 mg/L (tidak tumbuh), (b) 1 mg/L, (c) 2 mg/L, (d)

4 mg/L, (e) 6 mg/L. Pengamatan pada umur 5 MST. Skala bar = 1 cm.

Pada 16 MST kondisi kultur kurma yang diamati berdasarkan jumlah kultur

hidup, kultur mati, dan kultur yang mengalami pencoklatan (browning). Kultur

yang hidup berwarna putih, tidak ditumbuhi cendawan atau bakteri, dan tidak kisut

(Tabel 4). Kultur yang mati karena kontaminasi oleh cendawan atau bakteri, dan

6

lama kelamaan terlihat membusuk. Kultur yang mengalami pencoklatan (browning),

eksplan mencoklat mulai dari bagian ujung eksplan setelah pemotongan. Meskipun

kultur ini mencoklat, masih terlihat pertumbuhan berupa respons bagian meristem

apikal yang membesar namun pertumbuhannya lambat.

Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap kondisi kultur kurma pada 16 MST

Perlakuan Hidup Mati Mencoklat Kultur Hidup (%)

BAP 0 mg/L 7 2 - 77.8

BAP 1 mg/L 4 4 1 44.4

BAP 2 mg/L 4 5 - 44.4

BAP 4 mg/L 4 4 1 44.4

BAP 6 mg/L 5 4 - 55.6

Pada pengamatan minggu ke-16 persentase kultur hidup yang didapatkan

melalui metode sterilisasi 3, berkisar antara 44.4% (BAP 1, 2, 4 mg/L) hingga

77.8% (BAP 0 mg/L) (Tabel 4). Pada BAP 0 mg/L kultur hidup, namun tidak ada

pertumbuhan tunas langsung maupun daun. Hal ini diduga karena pemberian auksin,

L-glutamin, adenin sulfat saja tanpa sitokinin tampaknya tidak mampu merangsang

pertumbuhan tunas maupun daun.

PEMBAHASAN

Bahan tanaman yang dijadikan eksplan harus dalam keadaan steril. Oleh

karena itu, sterilisasi eksplan merupakan tahap terpenting dalam kultur jaringan

tanaman terutama bila sumber eksplan berasal dari lapang. Sterilisasi bertujuan

mematikan bakteri dan cendawan yang berada di permukaan. Setiap tanaman

mempunyai respons spesifik terhadap bahan sterilan. Berdasarkan dosis bahan

sterilisasi dan waktu perendaman eksplan, metode sterilisasi 3 lebih baik, karena

menghasilkan kontaminasi yang rendah (20%) jika dibandingkan dengan metode

sterilisasi 1 dan 2 yang menghasilkan kontaminasi tinggi (80% dan 60%). Metode

sterilisasi 3 menghasilkan kontaminasi yang rendah karena penggunaan campuran

2 jenis larutan fungisida (Dithane M-45 0.1% dan Benlate 0.1%), serta Bayclin

dengan dosis bertingkat (20% dan 10%).

Dosis sterilan dan waktu perendaman eksplan bergantung pada dua hal, yaitu

ukuran eksplan dan jenis tanaman seperti tanaman herba atau berkayu. Menurut

Zulkarnain (2009) semakin besar ukuran eksplan, maka akan semakin besar

peluang terkontaminasi baik secara internal maupun eksternal, tetapi kemungkinan

keberhasilan proliferasi semakin besar. Aisyah dan Surachman (2011) menyatakan

bahwa keberhasilan sterilisasi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (musim

hujan atau kemarau). Pengambilan bahan tanaman saat musim hujan menyebabkan

tingkat kontaminasi yang tinggi karena terjadi kenaikan kelembapan tanah, dan

kelebihan air cenderung mendukung pertumbuhan jamur atau bakteri secara cepat

pada lingkungan tumbuh tempat pengambilan tanaman.

Kontaminan yang muncul pada eksplan terdiri atas cendawan dan bakteri.

Kontaminan yang berasal dari cendawan lebih banyak dan sangat merugikan

eksplan hingga mengalami kematian. Kontaminasi oleh cendawan dicirikan dengan

adanya hifa putih yang tumbuh pada media kultur dari eksplan. Kondisi media

kultur yang lembab dan banyak mengandung nutrisi menyebabkan pertumbuhan

7

cendawan lebih cepat daripada pertumbuhan eksplannya. Cendawan yang

menyerang eksplan lama-kelamaan menutupi eksplan, yang akhirnya menyebabkan

kematian eksplan. Kontaminasi cendawan diduga berasal dari permukaan eksplan

dan dalam jaringan tanaman itu sendiri (endofit). eksplan. Cendawan endofit adalah

cendawan yang mengoloni jaringan tumbuhan sehat tanpa menimbulkan gejala

penyakit (Ramdan et al. 2013). Cendawan endofit hidup dalam jaringan tumbuhan

pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan.

Cendawan endofit yang berasosiasi dengan tanaman kurma antara lain Bauveria

bassiana, Lecanicillium dimorphum dan Lecanicillium c.f. psalliotae (Gomez et al.

2006).

Kontaminasi bakteri pada kultur dicirikan dengan adanya lendir berwarna

putih agak bening pada bagian pangkal eksplan hingga menyebar ke media tanam.

Kontaminasi bakteri diduga berasal dari permukaan eksplan dan dalam jaringan

tanaman itu sendiri (endofit). Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup

bersimbiosis mutualis dengan jaringan tanaman. Pada kultur in vitro, bakteri endofit

bersifat merugikan karena dapat menghambat pertumbuhan eksplan (Malfanova

2013). Jika di dalam eksplan terdapat bakteri endofit, maka bakteri tersebut akan

keluar ke media tumbuh dan bersaing dengan eksplan untuk memenuhi kebutuhan

nutrisinya. Eksplan yang tidak dapat bersaing akan didominasi oleh pertumbuhan

bakteri endofit hingga mengakibatkan kematian pada kultur. Keberadaan bakteri

endofit menyebabkan eksplan tidak dapat dibersihkan dengan sterilisasi

permukaan. Pemberian sterilan dan waktu perendaman pada penelitian ini tidak

dapat mematikan bakteri yang berada di dalam jaringan eksplan, meskipun sampai

telah menyebabkan klorosis pada eksplan.

Media MS dengan BAP pada rentang konsentrasi 0 sampai 6 mg/L, yang

dilengkapi dengan NAA 1 mg/L, L-glutamin 200 mg/L, dan adenin sulfat 50 mg/L

belum mampu untuk menginduksi tunas langsung atau kalus pada kultur kurma.

Induksi pertumbuhan daun ditandai dengan eksplan yang membengkak, bakal daun

memanjang, melingkar dan menggulung, ukurannya bertambah dan membentuk

daun. Hal ini diduga karena kombinasi dosis antara BAP, NAA, L-glutamin dan

adenin sulfat belum tepat. Pada perlakuan BAP 4 mg/L dan 6 mg/L pertumbuhan

daun menurun. Hal ini diduga pemberian BAP dengan konsentrasi 4 mg/L – 6 mg/L

terlalu tinggi bagi eksplan sehingga pertumbuhan daun menjadi terhambat. Pada

kontrol (BAP 0 mg/L) tidak didapati pertumbuhan eksplan karena nampaknya

pemberian auksin saja tanpa sitokinin tidak mampu merangsang pertumbuhan tunas

langsung maupun daun. Perlakuan BAP 4 mg/L dan BAP 6 mg/L menumbuhkan

daun pada 3 MST, lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun

pertumbuhan selanjutnya melambat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Junaid

dan Saeed (2009) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan tunas dan daun kurma

kultivar Khalas akan berkurang ketika konsentrasi BAP lebih dari 3 mg/L.

SIMPULAN

Media MS dengan kombinasi BAP pada rentang konsentrasi 0 sampai 6 mg/L,

dengan NAA 1 mg/L, L-glutamin 200 mg/L, dan adenin sulfat 50 mg/L belum

mampu menginduksi pertumbuhan tunas pada kurma kultivar Barhee. Metode

sterilisasi 3 yang menggunakan campuran 2 jenis larutan fungisida (Dithane M-45

8

0.1% dan Benlate 0.1%), dan Bayclin dengan dosis bertingkat (20% dan 10%) lebih

efektif, karena tingkat kontaminasinya rendah (20%) dibandingkan dengan metode

sterilisasi 1 dan 2 (80% dan 60%).

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah S, Surachman D. 2011. Teknik sterilisasi rimpang jahe sebagai bahan

perbanyakan tanaman jahe sehat secara in vitro. Bul Teknik Pertan. 16(1):34-

36.

Al-Khateeb A. 2008. Comparison effects of sucrose and date palm syrup on

somatic embryogenesis of date palm (Phoenix dactylifera L.). Am J Biochem

Biotechnol. 4(1):19-23.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data Ekspor dan Impor Buah Tahun 2012.

Jakarta (ID): BPS.

Fki L, Bouaziz N, Kriaa W, Masmoudi BR, Bouzid GR, Alain R, Drira N. 2011.

Multiple bud culture of ‘Barhee’ date palm (Phoenix dactylifera L.) and

physiological status of regenerated plants. J Plant Physiol. 168:1694-1700.

George EF, Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture, Handbook

and Directory of Comercial Laboratories. Basingstoke (GB): Easter Pr.

Gomez VS, Lopez LV, Jansson HB, Salinas J. 2006. Endophytic colonization of

date palm (Phoenix dactylifera L.) leaves by entomopathogenic fungi. J

Micron. 37:624-632.

Hegazy AE, Aboshama HM. 2010. An efficient novel pathway discovered in date

palm micropropagation. Acta Hort. 882: 167-176.

Junaid A, Saeed AK. 2009. In vitro micropropagation of ‘Khalas’ date palm

(Phoenix dactylifera L.), an important fruit Plant. J Fruit Orna Plant Res.

17:15-27.

Khan S, Bibi T. 2012. Direct shoot regeneratif system for date palm (Phoenix

dactylifera L.) cv. Dhakki as a means of micropropagation. J Bot. 44(6):

1965-1971.

Lestari GE. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman

melalui kultur jaringan. Jur Agro Biogen. 7(1): 63-68.

Mahmoudi H, Hosseininia G, Azadi H, Fatemi M. 2008. Enchanting date palm

processing, marketing and set control through organic culture. J Organic

Systems. 3(2) : 29-39

Malfanova NV. 2013. Endophytic Bacteria with Plant Growth Promoting and

Biocontrol Abilities. Leiden (NL): Leiden University.

Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bio assays

with tobacco tissue culture. Physiol Plant. 15: 473.

Ramdan EP, Widodo, Tondok ET, Wiyono S, Hidayat SH. 2013. Cendawan endofit

nonpatogen asal tanaman cabai dan potensinya sebagai agens pemacu

pertumbuhan. J Fitopatol Indones 9(5): 139-144.

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Lukman DR,

Sumaryono, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB Press.

Terjemahan dari: Plant Physiology. Ed ke-4.

Sharma DR, Kumari R, Chowdhury JB. 1980. In vitro culture of female date palm

(Phoenix dactylifera L.) tissues. Euphytica. 29: 169-174.

9

Tisserat B, DeMason DA. 1980. A histological study of the development of

adventive embryos in organ culture of Phoenix dactylifera L. Ann Bot. 45:

465-472.

Zaid A, Wet DPF. 2002. Date palm propagation. J Date Palm 2: 73-79.

Zaer JB, Mapes MO. 1982. Action of growth regeneration. Bul Tissue Cultu Forest.

1 : 231-235.

Zulkarnain H. 2009. Kultur Jaringan Tanaman sebagai Solusi Perbanyakan

Tanaman. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

10

LAMPIRAN

11

Lampiran 1 Komposisi media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962) yang

dimodifikasi

Bahan Kimia Konsentrasi Media MS (mg/L)

Hara Makro NH4NO3 1650

KNO3 1900

CaCl2.H2O 440

MgSO4.7H2O 370

KH2PO4 170

Na2EDTA.2H2O 37.3

FeSO4.7H2O 27.8

Hara Mikro MnSO4

.4H2O 22.3

ZnSO4.7H2O 8.6

H3BO3 6.2

KI 0.83

NaMoO4.2H2O 0.25

CuSO4.5H2O 0.025

Co2Cl.6H2O 0.025

Vitamin dan Asam amino Glisin 2

Adenin Sulfat 50

L-glutamin 200

Asam Nikotinat 0.5

Pirodoksin HCl 0.5

Tiamine HCl 0.1

Myo-inositol 100

Sukrosa 30000

Bahan lain

Arang aktif 2000

pH media : 5.8 – 5.9

12

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 25 September 1992 dari

pasangan Sukono, ST dan Sri Areka Dhayaningtias. Penulis merupakan anak

pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan TK di Bhakti

Atomita Batan Indah pada tahun 1997, menyelesaikan pendidikan dasar di SD

Negeri Batan Indah pada tahun 2004, dan menyelesaikan pendidikan lanjutan

menengah pertama di SMP Negeri 8 Tangerang Selatan, Puspiptek pada tahun 2007.

Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Tangerang

Selatan dan lulus pada tahun 2010. Melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI)

penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Biologi

Dasar TPB pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014, Fisiologi Tumbuhan Dasar

dan Kultur Jaringan Tanaman pada tahun ajaran 2013/2014, Pendidikan Agama

Islam TPB pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif sebagai bendahara II

Departemen KOMINFO BEM FMIPA Kabinet FMIPA Bersatu 2011/2012,

sekretaris Badan Pengawas HIMABIO 2011/2012-2012/2013, dan staf Humas

organisasi eksternal kampus Garuda Keadilan Bogor 2011/2012. Selain itu penulis

juga aktif di berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan di IPB.

Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis melakukan

penelitian dalam studi lapangan mengenai Reduksi Nitrat di Ekosistem Akuatik

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tahun 2012 dan praktik lapangan

di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi – BATAN mengenai Seleksi Galur

Mutan Padi Dataran Tinggi Toleran Cekaman Kekeringan secara In vitro pada

tahun 2013.