33
REFERAT KEPANITERAAN ILMU FORENSIK INFANTICIDE dosen pembimbing : dr.Maryono Sp.F residen pembimbing : dr. Intarniati N Penyusun : Petrus Hanky Nainggolan (95-125) Erich Rinaldo (99-153) Shynta D Hantogo (02-096) Haryo Wicaksono (02-099) Hilarius Quivedo (04-61-169) Vidyana Suryametta (05-61- 065) Monica Adisuhanto (05-61- 075) Rika Lesmana (06-61- 069) Marcella Kristianti (06-61- 070) Eric Setiawan (06-61- 072) 1

Infanticide

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Infanticide

REFERAT KEPANITERAAN ILMU FORENSIK

INFANTICIDE

dosen pembimbing : dr.Maryono Sp.Fresiden pembimbing : dr. Intarniati N

Penyusun : Petrus Hanky Nainggolan (95-125)Erich Rinaldo (99-153)Shynta D Hantogo (02-096)Haryo Wicaksono (02-099)Hilarius Quivedo (04-61-169)Vidyana Suryametta (05-61-065)Monica Adisuhanto (05-61-075)Rika Lesmana (06-61-069)Marcella Kristianti (06-61-070)Eric Setiawan (06-61-072)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN RUMAH SAKIT Dr.KARIADI

SEMARANG 2007Bab I

PENDAHULUAN

1

Page 2: Infanticide

Kematian pada masa bayi dan perinatal seringkali terjadi, baik secara wajar

(natural death) maupun tidak wajar (unnatural death), Persalinan membawa banyak

resiko bagi bayi meskipun bayi dalam keadaan sehat saat dikandung dan persalinan

berlangsung tanpa komplikasi. Hari-hari pertama kehidupan, setelah bayi terpisah dari

ibunya, merupakan keadaan yang sangat berat dan berbahaya jika bayi tidak diasuh

dengan keahlian dan perhatian. Kematian wajar dapat terjadi bila timbul gangguan

pada masa – masa ini, seperti kekurangan oksigen, kelainan darah (erythroblastosis

foetalis) sindroma distres respirasi, dan sebagainya. Setelah masa perinatal berhasil

dilalui, masih terdapat ancaman lain terhadap kehidupan bayi. Ancaman tersebut

dapat berupa kematian secara tidak wajar seperti kematian mendadak yang tidak

disangka pada bayi (“cot death”) dan penganiayaan terhadap anak yang dilakukan

oleh orangtuanya sendiri yang dilandasi oleh sikap menolak terhadap kelahiran yang

seringkali berakhir dengan kematian (“The Battered child Syndrome”).1,2

Dokter dan ahli patologi forensik diperlukan untuk memeriksa keadaan

neonatus dan bayi untuk mengetahui beberapa kemungkinan penyebab kematiannya.

Sambil memikirkan risiko kematian yang umum terjadi dari persalinan dan pada bayi

hidup, dokter harus selalu waspada terhadap kemungkinan kematian akibat

kecelakaan atau kejahatan. Kategori umum kematian bayi adalah: 1

1. Lahir mati (Stillbirth).

2. kematian wajar (Natural death): premature, penyakit, atau risiko

persalinan.

3. Kecelakaan yang terjadi saat kelahiran: tidak sengaja jatuh dalam toilet.

4. Proses persalinan tanpa bantuan tenaga medis atau paramedik.

5. Kematian mendadak yang tidak disangka pada bayi (Sudden Unexpected

Death In Infancy): sering disebut “cot death”

6. Cedera yang disengaja (Willful Injury) atau pembunuhan oleh ibu

kandungnya dalam 12 bulan setelah kelahiran, contohnya: infanticide.

1 Simpson K. Forensic Medicine.8th ed. London.Edward Arnold;1979.p.171-185

2 Idries,AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.ed 1. Jakarta:Bina Rupa Aksara;1997.hal.256-269.

2

Page 3: Infanticide

7. Cedera yang dengan sengaja dilakukan tetapi tidak termasuk dalam kriteria

infanticide: The battered baby (penganiayaan berakibat kematian atau

pembunuhan).

Kematian bayi akibat pembunuhan merupakan sebutan yang bersifat umum

bagi setiap perbuatan merampas nyawa bayi di luar kandungan, sedangkan infanticide

adalah tindakan merampas nyawa bayi yang belum berumur satu tahun oleh ibu

kandungnya sendiri saat dilahirkan atau tidak lama kemudian dengan motivasi takut

ketahuan telah melahirkan anak. Saat melakukan tindakan tersebut seorang ibu

mengalami gangguan keseimbangan pikiran dengan alasan keadaan ibu belum

sepenuhnya mengalami penyenbuhan setelah melahirkan, atau dapat disebabkan

karena efek dari laktasi.

Untuk menetukan Kematian bayi sebagai kasus infanticide maka perlu

diketahui hal-hal sebagai berikut : Apakah bayi viable? Apakah bayi lahir hidup atau

lahir mati? Apakah sudah terdapat tanda-tanda perawatan? Apa penyebab kematian

bayi?

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

3

Page 4: Infanticide

Sejarah Infanticide

Berdasarkan penelitian Lilian Williamson (1987), praktik infanticide telah

lama dikenal di berbagai benua dan pada berbagai tingkat kebudayaan mulai dari

kebudayaan kuno sampai kebudayaan modern.

Pada tahun 570-632 SM, di daratan Arab, Bangsa Persia yang bersifat

paternalistic melakukan banyak pembunuhan pada bayi perempuan karena dianggap

tidak diinginkan dan beban bagi sebuah keluarga. Diperkirakan 30,5 juta bayi

perempuan di Cina; 22,8 juta di India; 3,1 juta di Pakistan; 1,6 juta di Bangladesh

dibunuh dengan berbagai motif seperti masalah ekonomi dan tingginya biaya yang

dikeluarkan untuk membesarkan hingga menikahkan mereka secara layak.

Meskipun kebudayaan terus berkembang kearah yang lebih modern, tindakan

Infanticide masih tetap ditemukan. Misalnya saja pada tahun 1966, di Amerika Serikat

terjadi 10920 kasus pembunuhan dan satu dari 22 pembunuhan tersebut adalah

pembunuhan anak oleh orangtuanya sendiri. Hanya saja motif Infanticide pada masa

modern berupa rasa malu akibat kehamilan yang tidak diinginkan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Marvin Harris dan William Divale

menemukan budaya Infanticide di kepulauan Solomon. Di daerah ini beberapa orang

membunuh anak pertama mereka dengan alasan kebudayaan dan mengadopsi anak

dari kepulauan lain sebagai gantinya. Cina dan India merupakan Negara dengan angka

infanticide terhadap bayi perempuan tertinggi karena menganggap anak perempuan

tidak mampu meningkatkan status keluarga misalnya pada saat pemberian mas kawin

saat pernikahan, selain itu dianggap wanita tidak dapat mendukung keuangan

keluarga, tidak seperti pria yang dapat memberikan financial yang lebih bagi

keluarga.3

Hukum yang Mengatur Infanticide

3 Miller LS. A Brief History of Infanticide. 1998 available from:http://www.amazon.com/

4

Page 5: Infanticide

Hukum yang mengatur masalah pembunuhan bayi berbeda-beda pada tiap

negara. Di Indonesia, dikenal dua istilah yang berhubungan dengan pembunuhan bayi

yaitu Kinderdoodslag dan Kindermoord. Perbedaan kedua istilah tersebut hanyalah

soal ada tidaknya rencana. Kinderdoodslag dilakukan tanpa rencana sedangkan

Kindermoord dengan rencana sehingga hukumannya menjadi lebih berat. Pasal-pasal

dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengatur masalah tersebut adalah

sebagai berikut : 4,5

1. Pasal 341 KUHP (Kinderdoodslag)

Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak

dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa

anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara

paling lama tujuh tahun.

2. Pasal 342 KUHP (Kindermoord)

Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan

ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat akan dilahirkan atau tidak

lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan

pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama

sembilan tahun.

3. Pasal 343 KUHP

Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang

lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak

dengan rencana.

Dengan demikian, pada kasus infanticide terdapat 4 unsur yang penting, yaitu :

1. Pelaku harus ibu kandung korban

2. Korban harus bayi anak kandung sendiri

3. Alasan pembunuhan ialah karena takut akan melahirkan anak

4. Pembunuhan segera dilakukan pada saat anak dilahirkan atau tidak berapa

lama kemudian, yang dapat diketahui ada tidaknya tanda-tanda perawatan

4 Dahlan S, Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang;Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2000.hal.141-148

5 Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:bagian Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia;1997 hal.165-176

5

Page 6: Infanticide

Jika pembunuhan bayi tidak memenuhi syarat untuk dapat dikatakan sebagai

Kinderdoodslag (yang sesuai pasal 341 KUHP) atau Kindermoord (yang sesuai pasal

342 KUHP), maka pembunuhan tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana

pembunuhan / perampasan nyawa yang bersifat umum (murder) sebagaimana yang

tercantum dalam pasal 338 dan pasal 340 KUHP dengan hukuman yang jauh lebih

berat.

Fisiologi Neonatus

Segera setelah kelahiran, bayi berada pada masa transisi antara kehidupan

intrauterin dengan ekstrauterin, di mana pada masa ini bayi harus dapat beradaptasi

agar dapat bertahan hidup. Adaptasi ini meliputi terjadinya berbagai perubahan

fisiologis maupun biokimiawi.

Respirasi. Setelah bayi lahir, terjadi proses pernapasan karena pertukaran gas

harus terjadi melalui paru-paru. Hal ini berbeda dengan fetus yang pertukaran gasnya

dilakukan melalui plasenta. Pernapasan menyebabkan udara masuk ke dalam alveoli,

cairan alveoli dikeluarkan dan diganti oleh udara sehingga warnanya pun berubah dari

keunguan menjadi merah muda kemudian paru-paru mengembang hingga hampir

memenuhi rongga dada.

Jantung dan sirkulasi. Setelah bayi lahir, paru akan berkembang

mengakibatkan tekanan arterial di dalam paru menurun. Tekanan dalam jantung kanan

menurun, sehingga tekanan jantung kiri lebih besar daripada tekanan jantung kanan

yang mengakibatkan menutupnya foramen ovale secara fungsionil. Hal ini terjadi

pada jam-jam pertama kelahiran. Oleh karena tekanan dalam paru turun dan tekanan

dalam aorta desenden meningkat maka terjadi obliterasi duktus arteriosus.

Traktus digestivus. Pada neonatus traktus digestivus mengandung zat

berwarna hitam kehijauan yang terdiri dari mukopolisakarida dan disebut mekonium.

Pengeluaran mekonium biasanya dalam 10 jam pertama dan dalam 4 hari biasanya

tinja sudah berbentuk dan berwarna seperti biasa. Enzim biasanya sudah terdapat pada

neonatus kecuali amylase pankreas.

Tunggul tali pusat. Setelah lahir tunggul tali pusat mulai mengering dan

setelah beberapa minggu akan terlepas dari pusar. Potongan mikroskopis 24 jam

postpartum menunjukkan sel yang muncul pertama kali adalah leukosit PMN diikuti

limfosit dan jaringan granulasi segera setelah tunggul tali pusar terlepas.

6

Page 7: Infanticide

Hati. Terjadi perubahan biokimia dan morfologi berupa kenaikan kadar

protein dan penurunan kadar lemak dan glikogen. Sel darah merah berinti mulai

berkurang pada 24 jam pertama kehidupan. Enzim hati belum aktif benar pada waktu

bayi baru lahir.

Kulit, rambut dan kuku. Verniks kaseosa pada bayi cukup bulan hanya

terdapat pada tempat-tempat tertentu seperti pada lipatan paha. Rambut yang tipis dan

halus yang dikenal sebagai lanugo sudah tidak lagi ditemukan pada bayi yang lahir

cukup bulan, sedangkan pada bayi prematur masih dapat ditemukan lanugo di kulit

kepala dan alis. Kuku bayi lahir cukup bulan biasanya sudah tumbuh melebihi ujung

jari.

Tujuan mengungkap viabilitas tersebut ialah untuk memberikan fakta kepada

hakim guna dipakai sebagai bahan pertimbangan menentukan hukuman mengingat

bayi non-viabel yang lahir hidup tidak akan bertahan lama di luar kandungan.

Perlu diketahui bahwa bayi nonviabel dapat saja dilahirkan hidup dan

sebaliknya bayi viabel juga ada kemungkinan dilahirkan mati (still birth). Penyebab

lahir mati antara lain disebabkan karena kerusakan otak saat persalinan, kekurangan

oksigen akibat prolaps tali pusat, kelainan plasenta, infeksi intrauterin (misalnya

pneumonia) atau karena kelainan darah (erythroblastosis foetalis).6

Lahir hidup atau lahir mati

Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah ia lahir

hidup atau lahir mati. Mempersoalkan lahir hidup atau lahir mati atas jenazah bayi

yang diduga meninggal dunia karena dibunuh menjadi sangat penting sebab kalau

ternyata bukti medik menunjukkan bahwa bayi lahir mati berarti dugaan adanya

tindak pidana perampasan nyawa menjadi tidak relevan.

Penentuan apakah anak dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, pada

dasarnya adalah sebagai berikut: 2

1. Adanya udara di dalam paru - paru.

2. Adanya udara di dalam lambung dan usus.

6 The Newborn Baby.In: Nelson’s Textbook of Pediatrics [Book on CD ROM].15th ed.1996

7

Page 8: Infanticide

3. Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah.

4. Adanya makanan di dalam lambung.

Lahir mati didefinisikan sebagai tiap hasil konsepsi dengan masa kehamilan 28

minggu atau lebih, lahir spontan atau tidak, dan telah meninggal dunia. Tanda - tanda

kematian adalah tidak adanya pernapasan atau tanda lain yang menunjukkan bahwa

bayi lahir hidup seperti denyut jantung, denyut tali pusat, dan gerakan otot rangka.5

Tanda-tanda maserasi (aseptic decomposition) merupakan proses pembusukan

intrauterin, yang berlangsung dari luar ke dalam (berbeda dengan pembusukan yang

berlangsung dari dalam keluar). Tanda - tanda maserasi baru terlihat setelah 8-10 hari

kematian intrauterin. Bila kematian baru terjadi 3 atau 4 hari hanya terlihat perubahan

pada kulit saja, berupa vesikel atau bula yang berisi cairan kemerahan. Bila vesikel

atau bula pecah akan terlihat kulit berwarna merah kecoklatan. Tanda-tanda lain

adalah epidermis berwarna putih dan keriput, bau tengik, tubuh mengalami

perlunakan sehingga dada terlihat mendatar, sendi lengan dan tungkai lunak sehingga

dapat dilakukan hiperekstensi, dan otot-otot tendon terlepas dari tulang. Pada bayi

yang mengalami maserasi organ - organ tampak basah tetapi tidak berbau busuk.5

Tanda - tanda yang dapat ditemukan pada pemeriksaan paru - paru bayi lahir mati

adalah sebagai berikut: 5,7,8

1. Pemeriksaan makroskopik paru - paru

Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kandung jantung

atau sudah mengisi rongga dada. Osborn (1953) menemukan pada 75% kasus

ternyata paru - paru telah mengisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir mati

maupun lahir hidup. Paru - paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati,

konsistensi padat, tidak teraba derik udara, dan pleura yang longgar (slack

72 Idries,AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.ed 1. Jakarta:Bina Rupa Aksara;1997.hal.256-269.

5Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:bagian Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia;1997 hal.165-176

? Gonzales T, Vance M, Helpern M,Umberger CJ.Legal Medicine Pathology and Toxicology.2nd ed.New York:Appleton Century

Crafts Inc;1954 p.593-602

8 Fatteh A. Handbook of Forensic Pathology. Philadelphia:JB Lippincott Company;1973 p.199-207

8

Page 9: Infanticide

pleura). Berat paru-paru kira-kira 1/70 kali berat badan. Biasanya bayi lahir

mati memberikan hasil uji apung paru negatif (tenggelam).

2. Pemeriksaan mikroskopik paru - paru

Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan

fiksasi dengan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan - irisan melintang

untuk memungkinkan cairan fiksasi meresap dengan baik ke dalam paru -

paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik.

Biasanya digunakan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) dan bila paru - paru

telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.

Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri - ciri paru - paru bayi

yang belum bernafas, tetapi merupakan ciri - ciri paru - paru janin yang belum

mencapai usia gestasi 25 minggu. Tanda - tanda khas untuk bayi yang belum

bernapas adalah adanya tonjolan yang berbentuk seperti bantal (cushion-like)

yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak

seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projectin tampak kapiler

yang berisi banyak darah. Pada paru - paru bayi yang belum bernapas yang

sudah membusuk, dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut -

serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli, berkelok - kelok seperti

rambut yang keriting, sedangkan pada projection di bawah kapiler sejajar

dengan permukaan projection, dan membentuk gelung-gelung terbuka (open

loops).

Serabut - serabut elastin pada dinding alveoli belum terwarnai dengan

jelas, masih merupakan fragmen - fragmen yang tersusun dan belum

membentuk satu lapisan yang mengelilingi seluruh alveoli. Serabut tersebut

tegang, tidak bergelombang, dan tidak terdapat di daerah basis projection.

Pada paru - paru bayi lahir mati, mungkin pula ditemukan tanda

inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat

tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin

prematur (intrauterin submersion). Tampak sel - sel verniks akibat deskuamasi

sel - sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik

berbentuk huruf ”S”, bila dilihat dari samping terlihat seperti bawang (onion

bulb). Juga tampak sedikit sel - sel amnion yang bersifat asidofilik dengan

batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas tidak jelas.

9

Page 10: Infanticide

Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua

mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. Kadang - kadang ditemukan

deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda dari maserasi dini,

atau fagositosis mekonium oleh sel - sel dinding alveoli. Kolon dapat

menggelembung berisi mekonium, yang merupakan tanda usaha untuk

bernapas (struggle to breath).

Lahir hidup adalah hasil konsepsi yang tanpa memandang masa kehamilan, setelah

dilahirkan spontan atau tidak, masih atau tidak lagi berhubungan dengan plasenta, dan

dapat bernapas atau menunjukkan gejala hidup lain.

Jika seandainya bayi menunjukkan gejala hidup (misalnya bernapas atau

menangis) saat kedua kakinya masih berada di dalam perut ibunya dan kemudian mati

sebelum kedua kakinya keluar, maka bayi tersebut dianggap lahir mati. Perlu

dimengerti bahwa tali pusat dan plasenta bukan merupakan bagian dari tubuh bayi.

Tanda - tanda bayi lahir hidup antara lain pernapasan, denyut jantung, denyut tali

pusat, gerakan otot serat lintang, menangis, dan sebagainya. Sebagian dari tanda

kehidupan itu dapat ditanyakan kepada ibunya, tetapi sayangnya tidak semua ibu yang

melakukan pembunuhan dapat ditemukan atau mengaku. Oleh sebab itu diperlukan

bantuan dokter untuk mengungkapnya. Pemeriksaan yang perlu dilakukan oleh dokter

ialah pemeriksaan terhadap: 49

Sistem pernapasan

Sistem pencernaan

Tunggul (potongan) tali pusat

Sistem kardiovaskuler

Dalam sistem pernapasan yang terpenting adalah melakukan penilaian terhadap paru -

paru, yaitu sudah menunjukkan tanda - tanda pernah berfungsi atau belum. Pada bayi

yang sistem pernapasannya pernah berfungsi akan ditemukan tanda - tanda sebagai

berikut: 1,4

1. Dada sudah mengembang

2. Tulang iga terlihat lebih mendatar

94 Dahlan S, Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang;Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2000.hal.141-148

10

Page 11: Infanticide

3. Sela iga melebar

4. Paru – paru 4,5,10

a) Pemeriksaan makroskopik paru - paru

Memenuhi rongga dada

Tepi tumpul

Warna berubah dari merah keunguan menjadi bercak-bercak merah

muda seperti mozaik (mottlet pink)

Perabaan lembut seperti busa

Pada perabaan teraba derik udara (krepitasi), yang bila perabaan ini

dilakukan atas sepotong kecil jaringan paru yang dibenamkan dalam air

akan tampak gelembung - gelembung udara.

Bila ditimbang maka beratnya sekitar 1/35 dari berat badan, yang berarti

lebih berat bila dibandingkan dengan berat paru - paru yang belum

bernapas yaitu sekitar 1/70 dari berat badan.

b) Tes apung paru (hidrostatik)

Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch

technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan

timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat

manipulasi berlebihan. Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang

bawah, ujung lidah dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik kea rah

ventrokaudal. Sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam,

palatum mole disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum.

Faring, laring, esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang

belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago tiroid

dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi

berikutnya cairan ketuban, mekonium dan benda asing lain tidak megalir

101 Simpson K. Forensic Medicine.8th ed. London.Edward Arnold;1979.p.171-185

4 Dahlan S, Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang;Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2000.hal.141-148

5Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:bagian Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia;1997 hal.165-176

? Camps FE. Greadwohl’s Legal Medicine.2nd ed Bristol:John Wright and Sons ltd;1968 p.440-445

11

Page 12: Infanticide

keluar melalui trakea, bukan untuk mencegah masuknya udara luar masuk ke

dalam paru.

Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau

pinset bedah dan skalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian

esofagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini

dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung

lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil yang meragukan.

Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan

ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru

kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam air dan dilihat

apakah mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer

tiap lobus dimasukkan ke dalam air, dan diperhatikan apakah mengapung

atau tenggelam.

Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung

oleh karena ada kemungkinan adanya gas pembusukkan. Bila potongan kecil

itu mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan (dengan arah

tekanan tegak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukkan

yang terdapat pada jaringan interstitial paru, lalu masukkan kembali ke dalam

air dan diamati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih

mengapung atau berarti paru tersebut berisi udara residu yang tidak akan

keluar.

Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi

yang telah membusuk lanjut akan pecah juga dan udara residu keluar dan

memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.

Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil

paru mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (partial

respiration) yang dapat bersifat buatan (pernapasan buatan) ataupun alamiah

(vagitus uterinus atau vagitus vaginalis, yaitu bayi sudah bernapas walaupun

kepala masih dalam uterus atau dalam vagina).

Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya

kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas

meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi.

Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik (pemeriksaan

12

Page 13: Infanticide

mikroskopik) paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau

lahir hidup. Hasil uji apung paru positif berarti pasti lahir hidup.

Bila sudah jelas terjadi pembusukkan, maka uji apung paru kurang

dapat dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan. Biasanya paru

dengan perangai mikroskopik lahir mati akan memberikan hasil uji apung

paru negatif (tenggelam)

Mikroskopik Paru

Setelah paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi

dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan melintang

untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru.

Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik.

Biasanya digunakan pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk

digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.

Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum

bernapas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi

26 minggu. Tanda khas untuk paru bayi yang belum bernapas adalah adanya

tonjolan (projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang

kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak

seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak

kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum bernapas yang sudah

membusuk, dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-

serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti

rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler

sejajar dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka

(open loops). Serabut-serabut elastin pada dinding alveoli belum terwaqrnai

dengan jelas, masih merupakan fragmen-fragmen yang tersusun dan belum

membentuk satu lapisan yang mengelilingi seluruh alveoli. Serabut tersebut

tegang, tidak bergelombang, dan tidak terdapat di daerah basis projection.

Pada paru bayi lahir mati, mungkin pula ditemukan tanda inhalasi

cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterine, misalnya akibat

tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin

prematur (intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat

deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti

13

Page 14: Infanticide

piknotik berbentuk huruf ”S”, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti

bawang (onion bulb). Juga tampak sedikit sel-sel amnion yang bersifat

asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak aksentrik dengan batas

yang juga tidak jelas.

Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua

mungkin terlihat dalambronkioli dan alveoli. Kadang-kadang ditemukan

deskwamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda dari maserasi dini,

atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli. Kolon dapat

menggelembung berisi mekonium, yang merupakan tanda usaha untuk

bernapas (struggle to breathe).

Lahir mati ditandai pula oleh ditemukannya keadaan yang tidak

memungkinkan terjadinya kehidupan, seperti trauma persalinan yang hebat,

perdarahan otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli,

pneumonia intrauterin, kelainan kongenital yang fatal seperti anensefalus

dan sebagainya.

Pemeriksaan mikroskopik paru pada bayi hidup menunjukkan alveoli

paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif,

serta tidak terlihat adanya projection. Pada pewarnaan Gomori atau

Ladewig, serabut retikulin akan tampak tegang.

Pada pernapasan parsial yang singkat, mungkin hasil uji apung paru

negatif dan mikroskopik memperlihatkangambaran alveoli yang kolaps

dengan dinding yang berhimpitan atau hampir berhimpitan.

Kadang-kadang dapat ditemukan edema yang luas dalam jaringan paru,

membrana duktus alveolaris yang tersebar dalam jaringan paru, yang

mungkin berasal dari lemak verniks (membran hialin, yang akan terlihat bila

bayi telah hidup lebih dari satu jam), atau atelektasis paru akibat obstruksi

oleh membran duktus alveolaris.

Perawatan Bayi

Pada bayi yang telah dirawat dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:

14

Page 15: Infanticide

1. Tali pusat

Tali pusat telah terikat, diputuskan dengan gunting atau pisau lebih kurang 5

cm dari pusat bayi dan diberi obat antiseptik. Bila tali pusat dimasukkan ke air

dapat terlihat ujungnya terpotong rata. Kadang-kadang ibu menyangkal

melakukan pembunuhan dengan mengatakan telah terjadi partus presipitatus

(keberojolan). Pada keadaaan ini tali pusat akan terputus dekat perlekatannya

pada uri atau pusat bayi dengan ujung yang tidak rata. Hal lain yang tidak

sesuai dengan partus presipitatus adalah terdapatnya kaput suksedaneum,

molase hebat, dan fraktur tulang tengkorak serta ibu yang primipara.

2. Verniks kaseosa

Pada bayi yang telah dirawat tampak lemak bayi dan bekas-bekas darah telah

dibersihkan. Pada bayi yang dibuang ke dalam air verniks tidak akan hilang

seluruhnya dan masih dapat ditemukan di daerah lipatan kulit ketiak, belakang

telinga, lipat paha dan lipat leher.

3. Pakaian

Tanda perawatan lainnya yaitu adanya pakaian atau penutup pada bayi.(5)11

Sebab Kematian Bayi

Sebab kematian pada bayi dibedakan sebagai kematian wajar (natural neonatal

death) dan tidak wajar (unnatural neonatal death). Kematian yang wajar disebabkan

oleh kerusakkan otak saat dilahirkan, prolaps tali pusat yang menyebabkan kurangnya

aliran oksigen, kelainan plasenta, infeksi intrauteri (misal pneumonia), kelainan darah,

trauma kranial akibat persalinan, infeksi ekstra-uterine (misalnya sepsis umbilikal),

perdarahan masif pada paru-paru, dan sebagainya. Sedangkan kematian tidak wajar

paling sering disebabkan oleh pemukulan, pembekapan, pencekikan, dan penjeratan.

Cara lain yang tidak begitu sering adalah menusuk, menggorok leher, atau

menenggelamkan bayi. Sedangkan cara yang sangat jarang dilakukan adalah

114Dahlan S, Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang;Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2000.hal.141-148

5Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:bagian Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia;1997 hal.165-176

15

Page 16: Infanticide

membakar, menyiramkan cairan panas, memberikan racun, memuntir kepala, atau

mengubur bayi hidup-hidup.

Sebab kematian lain yang perlu dipikirkan kemungkinannya adalah kecelakaan,

yaitu jatuh dari gendongan atau saat dimandikan. Terkadang kecelakaan terjadi karena

ketidaktahuan dari wanita yang baru pertama kali melahirkan anak. Kecelakaan dapat

terjadi pada wanita yang biasa defekasi di sungai, sehingga saat mengejan bayinya

jatuh ke dalam sungai.

1. Pemukulan

Cara ini merupakan cara yang paling sering ditemukan dalam kasus-

kasus infanticide. Cara ini biasanya dilakukan oleh orangtua dengan masalah

kejiwaan, sosial, dan ekonomi. Anak tersebut merupakan anak yang tidak

mereka inginkan. Pada kasus ini sebaiknya dokter melakukan penyelidikan

pre-otopsi di tempat kejadian. Penyelidikan meliputi wawancara terhadap

orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan bayi, saudara

dekat, dan tetangga. Selain itu juga perlu diketahui keadaan sosial orang tua,

riwayat medis bayi, dan lokasi umum rumah korban.

Pada otopsi sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan Rontgen dengan

tujuan dapat menemukan adanya fraktur yang mungkin tidak terlihat dengan

pemeriksaan luar.

Pembunuhan dengan melakukan kekerasan tumpul pada kepala jarang

dijumpai. Bila digunakan cara ini biasanya dilakukan dengan berulang-ulang,

meliputi daerah yang luas hingga menyebabkan patah atau retak tulang

tengkorak dan memar jaringan otak. Sebaliknya pada trauma lahir, biasa hanya

dijumpai kelainan yang terbatas, jarang sekali ditemukan fraktur tengkorak

dan memar jaringan otak.

2. Pembekapan

Pembekapan dapat terjadi tanpa disengaja misalnya saat ibu sedang

menyusui tanpa disadari payudara menutupi hidung bayi. Kejadian lain yang

mungkin terjadi yaitu saat bayi sedang sakit dan hidungnya tertutup bantal.

Alasan-alasan ini sering dijadikan sebagai alibi. Pada otopsi kasus infanticide

biasanya akan ditemukan memar pada bibir dan gusi, sedangkan bintik-bintik

perdarahan pada paru yang merupakan tanda-tanda asfiksia seringkali tidak

dapat ditemukan.

16

Page 17: Infanticide

3. Pencekikan

Pencekikan dapat terjadi karena lilitan tali pusat yang menjerat leher.

Jejas jerat dan bintik-bintik perdarahan seringkali tidak terlihat dengan jelas.

4. Penjeratan

Jerat pada umumnya terdapat in situ pada mayat bayi dan biasany

adalah suatu benda yang terdapat di dekat ibu. Pada jejas jerat dan di

sekitarnya dapat ditemukan perdarahan kecil-kecil. Pada leher dan muka dapat

ditemukan luka lecet akibat tergores kuku si ibu.12

5. Penusukkan

Alat yang dipakai biasanya alat - alat rumah tangga seperti pisau dapur dan

gunting.

6. Pembakaran

Biasanya dipakai cara membakar langsung atau menyiram dengan air

mendidih. seringkali alasan kecelakaan dipakai untuk membebaskan diri dari

tuduhan.

7. Peracunan

Cara ini paling jarang dipakai.

Pemeriksaan terhadap mayat bayi 2, 4, 5, 10

1. Pemeriksaan luar

a) Bayi cukup bulan, prematur, atau non-viabel.

Syarat-syarat bayi viabel, antara lain :

o Lebih dari 28 minggu dalam kandungan

122 Idries,AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.ed 1. Jakarta:Bina Rupa Aksara;1997.hal.256-269.

4Dahlan S, Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang;Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2000.hal.141-148

5Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:bagian Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia;1997 hal.165-176

10Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T.Pembunuhan Anak Sendiri. Yayasan Afiat.hal 14-15.

17

Page 18: Infanticide

o Panjang badan (puncak-tumit) >35 cm

o Lingkar kepala oksipito-frontal >23 cm

o Berat badan ≥1000 gr

o Tidak ada cacat bawaan, contohnya Ektopia kordis (lahir tanpa

dinding dada)

Syarat-syarat bayi cukup bulan (aterm) :

o Umur kehamilan >36 minggu

o Panjang badan (puncak-tumit) >48 cm

o Lingkar kepala oksipito-frontal >35 cm

o Berat badan 2500 gr- 3000 gr

b) Kulit sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseosa, warna,

keriput, atau tidak.

c) Mulut, apakah tersumbat benda asing.

d) Tali pusat, sudah terputus atau masih melekat pada ari-ari. Bila terputus

apakah ujungnya rata, apakah sudah terikat dan sudah diberi antiseptik,

adakah tanda-tanda kekerasan pada tali pusat, hematom atau Wharton’s

Jelly, berpindah tempat,apakah putusnya dekat ari – ari, atau pusat bayi.

e) Kepala, apakah terdapat kaput suksedaneum, moulage.

f) Tanda kekerasan berupa pembekapan di sekitar mulut dan hidung, memar

pada mukosa bibir dan pipi, tanda pencekikan dan jerat, memar atau lecet

pada tengkuk dan lain-lain.

2. Pembedahan mayat

a) Leher, adakah tanda penekanan,resapan darah pada kulit sebelah dalam.

b) Mulut, apakah terdapat benda asing, robekan palatum molle.

c) Rongga dada, pemeriksaan makroskopik paru, pemeriksaan histopatologik

paru dan tes apung paru.

d) Tanda asfiksia, Tardieu’s spots pada permukaan paru, jantung, timus,dan

epiglotis.

e) Tulang belakang, apakah terdapat kelainan kongenital atau tanda

kekerasan.

f) Pusat penulangan pada distal femur, proximal tibia, kalkaneus, talus,

kuboid.

18

Page 19: Infanticide

g) Kepala, kulit kepala disayat dan dilepaskan seperti pada orang dewasa.

Tulang tengkorak dibuka dengan gunting dengan cara menusuk Fontanela

mayor 1 cm dari garis pertengahan dan dilakukan pengguntingan pada

tulang dahi dan ubun-ubun ke depan dan belakang. pada sisi kiri dan

kanan. Ke depan sampai kira-kira 1 cm diatas margo superior orbita dan

ke belakang sampai perbatasan tulang belakang kepala.digunting kearah

lateral sampai 1 cm di atas basis mastoid dengan menyisakan tulang

pelipis di atas telinga kira-kira 2 cm. Kedua keping tulang tengkorak

dipatahkan kearah lateral. Biasanya duramater ikut tergunting karena

melekat erat pada tulang. Perhatikan apakah terdapat perdarahan subdural

dan subaraknoid, keadaan falks serebri dan tentorium serebelli terutama

pada perbatasannya (sinus rektus dan sinus transversus), lalu otak

dikeluarkan seperti pada orang dewasa. Tujuan pembukaan dengan cara

ini adalah supaya falks serebri dan tentorium serebeli dalam keadaan utuh

dan tiap kelainan dapat diperiksa dengan jelas.

Pemeriksaan terhadap tersangka

Pada infanticide, pelaku adalah ibu kandung sendiri. Terkadang tersangka

menyangkal pernah melahirkan bayi. Dalam menghadapi kasus seperti ini bantuan

dokter dibutuhkan untuk memeriksa suspek guna membuktikan:4,13

1. Adanya tanda bekas kehamilan: striae gravidarum, dinding perut kendor, rahim

teraba di atas simfisis, payudara besar, dan kencang.

2. Adanya tanda bekas persalinan: robekan perineum, keluarnya cairan lokhia.

3. Adanya hubungan genetik antara tersangka dan korban.

134Dahlan S, Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang;Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2000.hal.141-148

10Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T.Pembunuhan Anak Sendiri. Yayasan Afiat.hal 14-15.

19

Page 20: Infanticide

BAB III

PENUTUP

Untuk menentukan kasus kematian bayi yang disebabkan karena infanticide maka

perlu diketahui hal-hal sebagai berikut:

1. Viabilitas bayi

Bayi dikatakan viabel bila bayi mempunyai kemampuan untuk mempertahankan

dirinya hidup diluar kandungan tanpa peralatan khusus atau canggih. Bayi

dikatakan viable jika memenuhi persyaratan telah dikandung ibunya paling tidak

28 minggu, tidak mempunyai cacat berat (misalnya: anensefali).

2. Lahir hidup atau mati

Penentuan apakah anak dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, dokter perlu

melakukan pemeriksaan terhadap: sistim pernapasan, sistim pencernaan, tunggul

(potongan) tali pusat,dan sistim kardiovaskular.

3. Tanda – tanda perawatan

Pada kasus infanticide, biasanya bayi dibunuh segera atau sesaat setelah dilahirkan

sehingga tidak ditemukan tanda – tanda perawatan. Tanda – tanda bayi yang sudah

mendapat perawatan adalah : tali pusat telah dipotong dan dibersihkan, verniks

kaseosa dan darah telah dibersihkan dari tubuh bayi serta bayi telah diberi pakaian

atau pembungkus.

4. Cara kematian bayi

Banyak cara yang dipergunakan ibu untuk membunuh bayinya. Cara yang paling

banyak dipakai adalah pembekapan, pemukulan, pencekikan, dan penjeratan. Cara

lain yang tidak begitu sering antara lain menusuk, menggorok leher, atau

menenggelamkan bayi. Sedangkan cara yang sangat jarang dilakukan adalah

membakar, meracuni, atau mengubur bayi hidup –hidup.

20

Page 21: Infanticide

DAFTAR PUSTAKA

1. Simpson K. Forensic Medicine.8th ed. London.Edward Arnold;1979.p.171-185

2. Idries,AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.ed 1. Jakarta:Bina Rupa

Aksara;1997.hal.256-269.

3. Miller LS. A Brief History of Infanticide. 1998 available

from:http://www.amazon.com/

4. Dahlan S, Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang;Badan Penerbit Universitas

Diponegoro;2000.hal.141-148

5. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T. Ilmu Kedokteran Forensik.

Jakarta:bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;1997 hal.165-176

6. The Newborn Baby.In: Nelson’s Textbook of Pediatrics [Book on CD ROM].15th

ed.1996

7. Gonzales T, Vance M, Helpern M,Umberger CJ.Legal Medicine Pathology and

Toxicology.2nd ed.New York:Appleton Century Crafts Inc;1954 p.593-602

8. Fatteh A. Handbook of Forensic Pathology. Philadelphia:JB Lippincott

Company;1973 p.199-207

9. Camps FE. Greadwohl’s Legal Medicine.2nd ed Bristol:John Wright and Sons

ltd;1968 p.440-445

10. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T.Pembunuhan Anak Sendiri.

Yayasan Afiat.hal 14-15.

21