53
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFARK MIOCARD ACUT (IMA) A. KONSEP PENYAKIT 1. Pengertian Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplaii darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Sudarth, 2002 ; ) Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Sudoyo, 1999 ; 437) Infark Miokard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah 20 menit mengalami kekurangan oksigen. (Corwin, 2009 : 495). Acute Myocard Infark (AMI) adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinik berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard (Wikipedia, Maret 23,2010) 2. Penyebab/Etiologi 1

INFARK MIOKARD

Embed Size (px)

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN INFARK MIOCARD ACUT (IMA)

A. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian

Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplaii

darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.

(Brunner & Sudarth, 2002 ; )

Infark miocard akut adalah nekrosis miocard

akibat aliran darah ke otot jantung

terganggu. (Sudoyo, 1999 ; 437)

Infark Miokard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat

kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap

iskemia miokard yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah 20

menit mengalami kekurangan oksigen. (Corwin, 2009 : 495).

Acute Myocard Infark (AMI) adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan

manifestasi klinik berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain

sebagai akibat iskemia miokard (Wikipedia, Maret 23,2010)

2. Penyebab/Etiologi

Infark Miokard akut (AMI) terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan

kebutuhan, sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung. Beberapa hal yang

menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:

I. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard

Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:

a. Faktor pembuluh darah

Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah

mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan

pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis (arteroma mengandung

1

kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan

saluran), dan arteritis (peradangan arteri).

Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan

dengan beberapa hal antara lain: (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu,

(ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (iv)

merokok.

b. Faktor Sirkulasi

Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke

seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan

gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis

(penyempitan aorta dekat katup) maupun isufisiensi yang terjadi pada

katup-katup jantung (aorta, maupun trikuspidalis) menyebabkan

menurunnya cardiak out put (COP)

II. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh

Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak

mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk

meningkatkan COP. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan

meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya:

aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard

bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai

oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang

tidak efektive.

Faktor risiko :

a. Merokok terlalu berlebihan selama bertahun-tahun

Menghirup asap rokok menyebabkan peningkatan kadar CO. Hemoglobin lebih

mudah berikatan dengan CO daripada oksigen. Jadi oksigen yang disuplai ke

jangtung juga berkurang sehingga kerja jantung semakin berat. Selain itu,

asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin yang

menyebabkan vasokonstrisi pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan

adhesi trombosit yang menyebabkan peningkatan terbentuknya trombus.

b. Diabetes Mellitus

Penderita Diabetes Mellitus memiliki prevalensi, prematuritas, dan keparahan

aterosklerosis koroner yang lebih tinggi. DM menginduksi hiperkolesterolemia

dan secara bermakna meningkatkan timbulnya aterosklerosis. DM juga

berkaitan dengan propilerasi sel otot polos dalam pembuluh arteri koroner;

sintesis kolesterol; trigliserida; dan pospolipid ; peningkatan ADL/C ; dan kadar

HDL yang rendah. Hiperglikemi yang terjadi pada penderita Dm juga

menyebabkan peningkatan agregasi trombus.

c. Hipertensi

2

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap

pemompaan darah dari ventrikel kiri; sehingga beban kerja jantung bertambah.

Sebagai akibatnya, terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kontraksi.

Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung

dengan kompensasi hipertropi akhirnya terlampaui, terjadi dilatasi dan payah

jantung. Bila proses aterosklerosis berlanjut, penyediaan oksigen miokardium

berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokradium terjadi akibat

hipertropi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya

akan menyebabkan Angina atau Infark Miokard.

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,

sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri

(faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung

terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan

terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan

angina pektoris yang kemudian dapat berkembang menjadi AMI. Insufisiensi

koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi

dibanding orang normal.

d. Hiperlipidemia

Penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner disebabkan oleh

penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang makin lama

makin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari

dinding pembuluh nadi. Hal ini mengurangi atau menghentikan aliran darah ke

otot jantung sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah.

Kolesterol Total

Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl

berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat . Kadar kolesterol Total normal

<200 mg/dl , agak tinggi (Pertengahan) 200-239 mg/dl, Tinggi >240 mg/dl.

LDL Kolesterol

LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang bersifat

buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang meninggi

akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL Kolesterol;

Normal < 130 mg/dl

Agak tinggi (Pertengahan) 130-159 mg/dl

Tinggi >160 mg/dl

HDL Koleserol

HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang

bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) karena mengangkut

kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang sehingga

mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya

proses arterosklerosis.

Kadar HDL Kolesterol

3

Normal <45 mg/dl

Agak tinggi (Pertengahan) 35-45 mg/dl

Tinggi >35 mg/dl

Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya

PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan,

menambah exercise dan berhenti merokok.

Kadar Trigliserida

Trigliserid terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak tunggal dan

Lemak jenuh ganda. Kadar trigliserid yang tinggi merupakan faktor resiko

untuk terjadinya PJK.

Kadar Trigliserid

Normal < 150 mg/dl

Agak tinggi 150 – 250 mg/dl

Tinggi 250-500 mg/dl

Sangat Sedang >500 mg/dl

e. Obesitas

Obesitas meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan berperan

pada gaya hidup pasif. Lemak tubuh yang berlebihan (terutama obesitas

abdominal) dan ketidakaktifan fisik berperan dalam terbentuknya resistensi

insulin.

f. Diet.

Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam

susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata

mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol

cenderung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-

sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan

didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada orang Amerika.

(Brunner & Suddarth. 2002 : 778 ; Wikipedia, Maret 23, 2010)

3. Tanda dan Gejala

Nyeri dada yang terasa berat dan menekan biasanya berlangsung minimal 30

menit. Nyeri dapat menyebar ke lengan atau rahang,kadang gejala terutama

timbul dari epigastrium.

Sesak nafas dapat disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan ventrikel

kiri.

Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat

Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka

Kulit yang dingin dan pucat akibat vasokontriksi simpatis

Takikardi akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung

Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan mendekati

kematian sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan hormon

stres dan ADH (vasopresin)

4

Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta

peningkatan aldosteron dan ADH

Diaporesis (keringat berlebihan),sakit kepala,mual muntah,palpitasi, gangguan

tidur

Kehilangan kesadaran karena perfusi cerebral yang tidak adekuat dan syok

kardiogenik, bisa juga menyebabkan kematian yang tiba-tiba.

(Corwin, 2009 : 497; Gray dkk,2002 : 136-137)

Gambar : Ciri orang Infark Miokard Akut

Gambar : Area yang mengalami nyeri

Area yang merah adalah daerah yang paling sering mengalami nyeri.

Area merah muda adalah daerah lain yang memungkinkan terkena penyebaran nyeri.

4. Patofisiologi dan Pohon Masalah Keperawatan

Arterosklerosis, spasme pembuluh darah, dan emboli trobus merupakan etiologi

yang paling sering menyebabkan terjadinya infark miokardium. Terjadinya

penyumbatan pembuluh darah koroner menyebabkan aliran darah ke seluruh

miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut menjadi terhambat. Dengan

terhambatnya aliran darah maka oksigen juga tidak dapat disuplai ke sel-sel

miokardium. Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh

pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya infark

miokardium.. Sel-sel miokardium tersebut mulai mati setelah 20 menit mengalami

kekurangan oksigen. Berkurangnya oksigen mendorong miokardium untuk

5

mengubah metabolism aerob menjadi metabolism anaerob. Metabolism anaerob

melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan

metabolism aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukkan

fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolism anaerob yaitu

penimbunan asam laktat yang menyebabkan nyeri dada yang bisa menyebar ke

lengan atau rahang,kadang gejala terutama timbul dari epigastrium. Tanpa ATP,

pompa natrium kalium berhenti dan sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya

menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel melepaskan kalium intrasel dan

enzim intrasel, yang mencederai sel-sel di sekitarnya. Protein intrasel mulai

mendapatkan akses ke sirkulasi sistemik dan ruang interstitial dan ikut

menyebabkan edema dan pembengkakan interstitial di sekitar sel miokardium.

Akibat dari kematian sel, tercetus reaksi inflamasi. Di tempat inflamasi, terjadi

penimbunan trombosit dan pelepasan faktor pembekuan. Terjadi degranulasi sel

mast yang menyebabkan pelepasan histamin dan berbagai prostaglandin.

Sebagian bersifat vasokontriksi. Dengan dilepaskannya berbagai enzim intrasel

dan ion kalium serta penimbunan asam laktat, jalur hantaran listrik jantung

terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel

atau terjadinya distritmia. Dengan matinya sel otot, pola listrik jantung berubah,

pemompaan jantung menjadi kurang terkoordinasi sehingga kontraktilitasnya

menurun. Volume sekuncup menurun sehingga terjadi penurunan tekanan darah

sistemik. Penurunan tekanan darah merangsang respon baroreseptor, sehingga

terjadi pengaktifan sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, dan

peningkatan pelpasan hormon antidiuretik. Hormon stres (ACTH dan kortisol) juga

dilepaskan disertai peningkatan produksi glukosa. Pengaktifan sistem saraf

parasimpatis berkurang. Dengan berkurangnya perangsangan saraf parasimpatis

dan meningkatnya rangsangan simpatis ke nodus SA, kecepatan denyut jantung

meningkat. Demikian juga pada ginjal, terjadi penurunan aliaran darah sehingga

produksi urin juga berkurang dan ikut merangsang sistem renin-angiotensin.

Perangsangan simpatis ke kelenjar keringat dan kulit menyebabkan individu

berkeringat dan merasa dingin.

Secara singkat, semakin banyak darah (peningkatan preload) disalurkan ke

jantung, jantung akan memompa lebih cepat untuk melawan arteri yang menyempit

(peningkatan afterload) akibatnya beban jantung yang telah rusak tersebut

meningkat. Kebutuhan oksigen jantung juga meningkat. Hal ini mengakibatkan

semakin banyak sel jantung yang mengalami hipoksia. Apabila kebutuhan oksigen

sel miokard tidak dapat dipenuhi, maka terjadi perluasan daerah sel yang cedera

dan iskemik di sekitar zona nekrotik yang akan berisiko mengalami kematian.

Akibatnya kemampuan pompa jantung semakin berkurang dan terjadi hipoksia

semua jaringan dan organ. Ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa darah

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan tekanan ventrikel kiri dan vena

pulmonal. Hal ini meningkatkan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan cairan

merembes keluar dan lolos ke jaringan alveoli di sekitarnya melalui hubungan

6

antara bronkioli dan bronki. Cairan ini kemudian bercampur dengan udara selama

pernapasan. Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat

mengembang dan udara tidak dapat masuk sehingga gangguan pertukaran O2 dan

CO2.

(Brunner & Suddarth. 2002 : 798 ; Corwin, 2009 : 495-496 ; Sylvia, 1995 ; 590)

Gambar : Zone Nekrosis

5. Klasifikasi

Ada dua jenis infark miokardial (Sylvia, 1995 ; 590)

1. Infark Transmural

Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan

oleh aterosklerosis koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan

trombosis oklusif yang superimposed.

2. Infark Subendokardial

Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel

yaitu daerah yang secara normal mengalami penurunan perfusi.

7

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

1. Pemeriksaan EKG

Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika

ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor

gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah

infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas

gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard,

hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat

terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang

Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku

untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di

lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996).

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna.

Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses

depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif

akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah

sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif

dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury

subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal.

Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi

(Chou, 1996).

Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi

lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T

bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik

8

merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak

mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara

normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan

repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi

(Chou, 1996).

Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST,

lokasi infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark

berdasarkan perubahan gambaran EKG dapat dilihat di Tabel 2.1.

Lokasi Perubahan Gambaran EKG

Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5

Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I

dan Avl

Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan

inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL

Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan

V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).

Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF

Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-

V3

True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di

V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

RV infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya

ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya

tampak dalam beberapa jam pertama infark.

Tabel 2.1. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG Dikutip dari Ramrakha, 2006

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi

segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis

kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria us ia≥40 tahun, S TEMI

ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi

pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa

menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005). Lokasi

Perubahan gambaran EKG Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di

V1-V4/V5 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL

Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang

T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau

gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL). Inferior

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF Inferoseptal Elevasi

9

segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3 True posterior Gelombang

R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-

V2 RV infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya

ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam

beberapa jam pertama infark.

Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai

dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI

beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang

datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk

menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di

V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi

segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi

segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin

memperkuat dugaan Non STEMI (Tedjasukmana, 2010).

2. Kreatinin kinase merupakan suatu enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera

otot dan memiliki 3 fraksi isoenzim, yaitu CK-MM, CK-BB, dan CK-MB, CK-BB

paling banyak terdapat pada jaringan otak dan biasanya tidak terdapat dalam

serum. Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB merupakan pertanda

cedera otot yang paling spesifik seperti infark miocardium. Setelah infark

miocardium akut, CK dan CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam

dengan kadar puncak dalam 18 hingga 24 jam dan kembali menurun hingga

normal setelah 2 hingga 3 hari.

3. Troponin jantung spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) juga merupakan petunjuk

adanya cedera miocardium. Troponin akan meningkat 4 hingga 6 jam setelah

cedera moocardium setelah menetap selama 10 hari.

4. Proten C-reaktiv (CRP) juga dianggap sebagai penanda biokimia pada cedera

miocardium, meningkat 4 sampai 6 jam dan mencapai puncaknya selama 10

hari.   

5. Elektrolit : Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat

mempengaruhi kontraktilitas, contoh hipokalemia atau hiperkalemia.

6. Sel Darah Putih : Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari kedua

setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.

7. Kecepatan sedimentasi : Meningkat pada hari kedua sampai ketiga setelah MI,

menunjukkan inflamasi.

8. Kimia : Mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut

atau kronis.

9. GDA/Oksimetri nadi : Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru

akut atau kronis.

10. Kolesterol/Trigeliserida serum : Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis

sebagai penyebab IM.

10

11. Foto dada : Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga

GJK atau aneurisme ventrikuler.

12. Ekokardiogram : Mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi,

gerakan katup/dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Terdapat

gerakan abnormal dinding yang baru terjadi (namun sangat tergantung

operator dan kecermatan pembacaan)

13. Pemeriksaan Pencitraan nuklir:

- Thalium : Mengevaluasi aliran darah miokardia dan status sel miokardia,

contoh lokasi/luasnya IM akut/sebelumnya.

- Technetium : Terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik.

14. Pencitraan darah jantung/MUGA: Mengevaluasi penamoilan ventrikel khusus

dan umum, gerakan dinding regional, dan fraksi ejeksi (aliran darah).

15. Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan/sumbatan arteri koroner

dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan

mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan

pada fase akut IM kecuali mendekati bedah jantung angioplasty/emergensi.

16. Digital substraction angiography (DSA): Teknik yang digunakan untuk

menggambarkan status penanganan arteri dan untuk mendeteksi penyakit

arteri perifer.

17. Nuclear magnetic resonance (NMR): Memungkinkan visualisasi aliran darah,

serambi jantung/katup ventrikel, katup, lesi vaskuler, pembentukan plak, area

nekrosis/infark, dan bekuan darah.

18. Test stress olahraga : Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas

(sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase

penyembuhan).

19. Pemeriksaan radiologi disini seperti pemeriksaan EKG:

Gambaran spesifik pada rekaman EKG:

1. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien

dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai stemi

2. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan

di UGD sebagai center untuk menentukan terapi

11

Daerah Infark Perubahan EKG

Anteriol Elevasi segmen ST pada lead V3-V4, perubahan

resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.

Inferior Elevasi segmen T pada lead II, II, aVF, perubahan

resiproakal (depresi ST) V1-V6, I, aVL

Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5-V6

Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,

terutama gelombang R pada V1-V2

Vetrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

3. EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan

secara continue harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan

elevasi segmen st.

(Corwin, 2009 : 496 ; Doenges, 1999 : 85 ; Hudag & Gallo : 386-387 ; Brunner &

Suddarth. 2002 : 790).

7. Komplikasi

Tromboembolus : akibat kontraktilitas miokard berkurang

Gagal jantung kongesti yang merupakan kongesti akibat disfungsi

miokardium. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanisme yang paling

sering terjadi setelah infark miokardium.

Distritmia : paling sering terjadi, terjadi akibat perubahan keseimbangan

elektrolit dan penurunan pH

Syok kardiogenik : apabila curah jantung sangat kurang dalam waktu lama.

Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudh mengalami

infark yang masih, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.

Ruptur miokardium

Perikarditis : terjadi sebagai bagian dari reaksi inflamasi setelah cedera dan

kematian sel

Setelah, infark miokard sembuh, muncul jaringan parut yang menggantikan

sel-sel miokardium yang mati.

Aneurisme ventrikel. penonjolan paradoks sementara pada iskemia

miokardium sering terjadi, dan pada 15% pasien, aneurisme ventrikel akan

menetap. Aneurisme ini sering terjadi pada permukaan anterior atau apeks

jantung.

Defek septum ventrikel ruptur jantung

Disfungsi otot papilaris

Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di rongga

interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan tanda adanya

kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui

dinding kapiler, merembes ke luar dan menimbulkan dispnu yang sangat berat.

Oedema terutama paling sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat

MI acut. Perkembangan oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung

sudah sangat tidak adekuat.

(Corwin, 2009 : 498 ; Sylvia, A Price,1995 : 594-596 Brunner & Suddarth. 2002 :

798).

8. Terapi/Penatalaksanaan

Rencana tindakan yang dapat dilakukan :

a. Pertahankan kepatenan jalan nafas

b. Antisipasi dalam penggunaan alat bantu pernafasan

12

c. Antisipasi dalam menggunakan ventilasi dengan bag valve mars (BVM) jika

usaha ventilasi tidak adekuat.

d. Persiapakan untuk ventilasi mekanik (dengan atau tanpa PEEP / positive End

Exspiratory Pressure) Setelah menempatkan alat bantu nafas seperti inkubasi.

e. Diberikan oksigen untuk meningkatkan oksigenasi darah sehingga beban atas

jantung berkurang dan perfusi sistemik meningkat

f. Jika tidak ada nadi awali dengan bantuan hidup dasar/Lanjutan (RJP)

g. Dapatkan akses untuk IV, ambil sampel darah untuk pemeriksaan

laboratorium dan berikan Normal salin dengan frekuensi terbuka, Pada pasien

IMA di indikasikan untuk terapi trombolitik, pemasukan jarum/ tindakan

penusukan yang berlebihan seharusnya di hindari seperti untuk AGD dan

kateter IV.

h. Dapatkan rekaman EKG 12-15 lead dan koreksi gejala disritmia (Misalnya :

Bradikardi dan Prematur Kontraksi Ventrikel).

i. Koreksi awal adanya kekurangan cairan atau meningkatkan preload (Infark

Ventrikel Kanan) dengan hati-hati, ini di kontraindikasikan pada pasien dengan

kongesti Pulmonal.

j. Berikan caiaran Infus dengan bolus kecil, normal salin, larutan ringer laktat,

produk darah (Jika data laboratorium mendukung).

k. Monitor status hemodinamik pasien

l. Dapatkan sampel AGD untuk menetapkan :

m. Koreksi ketidak seimbangan asam basa, alkalosis respiratori kemungkinan

terjadi pada fase kompensasi, tidak diperlukan tindakan, kemungkinan asidosis

metabolic pada fase trdak terkompensasi dan fase irreversible, pemberian

sodium bikarbonat tidak di anjurkan untuk meningkatkan PH (koreksi asidosis

metabolic terjadi sebagai hasil perbaikan perfusi dan oksigenasi)

n. Atasi hipoksemia

o. Pasang kateter urine

p. Pasang NGT jika di indikasikan untuk mencegah aspirasi

q. Berikan agen farmokologis tunggal atau kombinasi :

Menurunkan preload ; furosemid (lasik), nitrat (nitrogliserin), morphin sulfat

(digunakan untuk mengurangi nyari, reduksi preload adalah efek

sekundernya).

Meningkatkan kontraktilitas ; dofamin hidroklorida (intropin), dobutamin

hidroklorida (dobutrex), amrinone laktat (inocor), milrinone (promacor).

Menurunkan afterload ; nitropruside sodium (nipride), nitrat (nitrogliserin),

angiotensin convertin enzim (ACE) inhibitor misalnya ; captopril (capoten),

enapril (vasotec)

Meningkatkan afterload ; norepinephrine bitartrate (levophed), epinefrin.

r. Berikan agen farmokologis melalui IV atau rute intraosseous

13

s. Persiapakan pasien untuk terapi reperfusi atau kaji alat misalnya ; PTCA /

Percutaneous Transluminal Coronary Angiplasty, Intra Aortic Ballon Pump /

IABP jika diperlukan.

t. Pertahankan ketenangan

u. Minimalkan rangsangan lingkungan .

v. Monitoring secara berkelanjutan dan kaji respon pasien.

(ENA, 2000 : 69 ; Corwin, 2009 : 499).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Primer assessment

a. Data Subjektif

a) Keluhan utama

Pasien mengatakan sesak

b) Riwayat penyakit saat ini

c) Riwayat sebelumnya

Riwayat merokok, riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, riwayat

penyakit hipotensi, hipertensi, diabetes melitus, hipoksia, obesitas,

hiperlipidemia

b. Data Objektif

a) Airway

Terdapat sumbatan atau penumpukan secret

b) Breathing

Pasien tampak sesak dengan aktifitas ringan

atau istirahat

RR lebih dari 24 kali/menit,

irama irreguler dangkal

terdapat suara nafas wheezing, krekel

pasien tampak menggunakan otot bantu

nafas

tampak ekspansi dada tidak penuh

c) Circulation

Takikardi / nadi teraba lemah dan cepat

(Normal : 60 – 100 x/menit)

TD meningkat / menurun

Edema pada ekstremitas

Akral dingin dan berkeringat

Kulit pasien tampak pucat, sianosis pada

mukosa mulut dan kuku

14

Output urine menurun

Mual dan muntah

penurunan turgor kulit

diaphoresis

palpitasi

d) Disability

Lemah/fatique

Kehilangan kesadaran

Sekunder assessment

a) Eksposure

Tidak ada jejas atau kontusio pada dada,

punggung dan abdomen.

Adanya edema.

b) Five Intervention/Full set of vital sign

Perubahan hasil EKG yang berhubungan

dengan infark miocardium gelombang Q mencakup peningkatan segmen

ST

Pemeriksaan Tanda Vital (terjadi peningkatan

denyut nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah)

GDA/Oksimetri nadi : Dapat menunjukkan

hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.

c) Give Confort

Nyeri dada yang terasa berat dan menekan

biasanya berlangsung minimal 30 menit. Nyeri dapat menyebar ke

lengan atau rahang,kadang gejala terutama timbul dari epigastrium.

d) Head to toe

Kepala dan leher : Adanya sianosis dan bendungan vena jugularis

Daerah dada : Tidak ada jejas akibat trauma, suara nafas

ronchi, suara jantung S4 / murmur.

Daerahy Abdomen : Adanya hematomegali.

Daerah Ektremitas : Adanya edema, penurunan kekuatan otot

karena kelemahan, Kulit yang dingin dan pucat

akibat vasokontriksi simpatis

e) Inspect the posterior surface

Tidak ada jejas

2. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan Infark miokard

2.         Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah jantung

15

3.         Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret

4.         Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal

5.         Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru

6.         Nyeri dada berhubungan dengan peningkatan asam laktat

7.         Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air

8.         Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat

9.         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen

miokard dan kebutuhan

10.     Sindrome perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

11.     Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian

12.     Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

1.        Perencanaan Keperawatan

      

Diagnosa

Keperawatan

Perencanaan Keperawatan

Tujuan dan

Kriteria hasil

Intervensi Rasional

Nyeri akut

berhubungan

dengan

Infark

miokard

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan nyeri

dada hilang atau

terkontrol

dengan KH:

Pasien

mampu

mendemonstr

asikan

penggunaan

teknik

relaksasi.

Pasien

menunjukkan

menurunnya

tegangan,

rileks dan

mudah

1.  Pantau atau catat karakteristik

nyeri, catat laporan verbal,

petunjuk nonverbal, dan respon

hemodinamik (meringis,

menangis, gelisah, berkeringat,

mencengkeram dada, napas cepat,

TD/frekwensi jantung berubah).

2.   Ambil gambaran lengkap

terhadap nyeri dari pasien

termasuk lokasi, intensitas (0-10),

lamanya, kualitas

1.    Variasi penampilan dan

perilaku px karena nyeri terjadi

sebagai temuan pengkajian.

Kebanyakan px dengan IM akut

tampak sakit, distraksi, dan

berfokus pada nyeri. Riwayat

verbal dan penyelidikan lebih

dalam terhadap faktor pencetus

harus ditunda sampai nyeri hilang.

Pernapasan mungkin meningkat

senagai akibat nyeri dan

berhubungan dengan cemas,

sementara hilangnya stres

menimbulkan katekolamin akan

meningkatkan kecepatan jantung

dan TD.

2.     Nyeri sebagai pengalaman

subjektif dan harus digambarkan

oleh px. Bantu px untuk menilai

nyeri dengan membandingkannya

16

bergerak. (dangkal/menyebar), dan

penyebarannya.

3.   Observasi ulang riwayat

angina sebelumnya, nyeri

menyerupai angina, atau nyeri

IM. Diskusikan riwayat keluarga

.

4.    Anjurkan pasien untuk

melaporkan nyeri dengan segera.

5. Berikan lingkungan yang

tenang, aktivitas perlahan, dan

tindakan nyaman (mis,,sprei yang

kering/tak terlipat, gosokan

punggung). Pendekatan pasien

dengan tenang dan dengan

percaya.

6.    Bantu melakukan teknik

relaksasi, mis,, napas

dalam/perlahan, perilaku

distraksi, visualisasi, bimbingan

imajinasi.

7.    Periksa tanda vital sebelum

dan sesudah obat narkotik.

Kolaborasi :

8.    Berikan oksigen tambahan

dengan kanula nasal atau masker

dengan pengalaman yang lain.

3.   Dapat membandingkan nyeri

yang ada dari pola sebelumnya,

sesuai dengan identifikasi

komplikasi seperti meluasnya

infark, emboli paru, atau

perikarditis.

4.      Penundaan pelaporan nyeri

menghambat peredaran

nyeri/memerlukan peningkatan

dosis obat. Selain itu, nyeri berat

dapat menyebabkan syok dengan

merangsang sistem saraf simpatis,

mengakibatkan kerusakan lanjut

dan mengganggu diagnostik dan

hilangnya nyeri.

5.      Menurunkan rangsang

eksternal dimana ansietas dan

regangan jantung serta

keterbatasan kemampuan koping

dan keputusan terhadap situasi

saat ini.

6.      Membantu dalam penurunan

persepsi/respon nyeri. Memberikan

kontrol situasi, meningkatkan

perilaku positif.

7.      Hipotensi/depresi pernapasan

dapat terjadi sebagai akibat

pemberian narkotik. Masalah ini

dapat meningkatkan kerusakan

miokardia pada adanya kegagalan

ventrikel.

8.      Meningkatkan jumlah oksigen

yang ada untuk pemakaian

17

sesuai indikasi.

9.    Berikan obat sesuai indikasi,

contoh:

Antiangina, seperti nitrogliserin

(Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur).

Penyekat-B, seperti atenolol

(tenormin); pindolol (visken);

propanolol (inderal).

Analgesik, seperti morfin,

meperidin (demerol)

Penyekat saluran kalsium, seperti

verapamil (calan); diltiazem

(prokardia).

miokardia dan juga mengurangi

ketidaknyamanan sehubungan

dengan iskemia jaringan.

9.      Kolaborasi obat

Nitrat berguna untuk kontrol

nyeri dengan efek fasodilatasi

koroner, yang meningkatkan

aliran darah koroner dan

perfusi miokardia. Efek

vasodilatasi perifer menurunkan

volume darah kembali ke

jantung (preload) sehingga

menurunkan kerja otot jantung

dan kebutuhan oksigen.

Untuk mengontrol nyeri melalui

efek hambatan rangsang

simpatis, dengan begitu

menurunkan TD sistolik dan

kebutuhan oksigen miokard.

Catatan: penyekat B mungkin

dikontraindikasikan bila

kontraktilitas miokardia sangat

terganggu, karena inotropik

negatif dapat lebih menurunkan

kontraktilitas.

Dapat dipakai pada fase

akut/nyeri dada berulang yang

tak hilang dengan nitrogliserin

untuk menurunkan nyeri hebat,

memberikan sedasi dan

mengurangi kerja miokard.

Efek vasodilatasi dapat

meningkatkan aliran darah

koroner, sirkulasi kolateral dan

menurunkan preload dan

kebutuhan oksigen miokardia.

Beberapa diantaranya

18

mempunyai properti

antidisritmia.

Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

ketidakseimb

angan antara

suplai

oksigen

miokard

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan

pasien dapat

berpartisipasi

pada aktifitas

yang diinginkan

dengan KH:

Mendemonstra

sikan

peningkatan

toleransi

aktifitas yang

dapat

diukur/maju

dengan

frekuensi

jantung/irama

dan TD dalam

batas normal

pasien dan

kulit hangat,

merah muda

dan kering.

Melaporkan

tak adanya

angina/terkontr

ol dalam

rentang waktu

selama

pemberian

obat.

1.      Catat/dokumentasi frekuensi

jantung, irama dan perubahan TD

sebelum, selama, sesudah

aktifitas sesuai indikasi.

Hubungkan dengan laporan nyeri

dada/napas pendek.

2.      Tingkatkan istirahat (tempat

tidur/kursi). Batasi aktifitas pada

dasar nyeri/respon hemodinamik.

Berikan aktifitas senggang yang

tidak berat.

3.      Batasi pengunjung dan/atau

kunjungan oleh pasien.

4.      Anjurkan pasien

menghindari peningkatan tekanan

abdomen, contoh: mengejan saat

defekasi.

5.      Jelaskan pola peningkatan

bertahap dari tingkat aktifitas,

mis,, bangun dari kursi bila tak

ada nyeri, ambulasi dan istirahat

selama 1 jam setelah makan.

6.      Observasi ulang tanda/gejala

yang menunjukkan tidak toleran

terhadap aktifitas atau

memerlukan pelaporan pada

perawat/dokter.

Kolaborasi:

7.      Rujuk ke program

rehabilitasi jantung.

1.      Kecenderungan menentukan

respon pasien terhadap aktifitas

dan dapat mengindikasikan

penurunan oksigen miokardia yang

memerlukan penurunan tingkat

aktifitas/kembali tirah baring,

perubahan program obat,

penggunaan oksigen tambahan.

2.      Menurunkan kerja

miokardia/konsumsi oksigen,

menurunkan resiko komplikasi

(mis,, perluasan IM).

3.      Pembicaraan yang panjang

sangat mempengaruhi pasien;

namun periode kunjungan yang

tenang bersifat terapeutik.

4.      Aktifitas yang memerlukan

menahan napas dan menunduk

(manufer valsava) dapat

mengakibatkan bradikardi, juga

menurunkan curah jantung, dan

takikardi.

5.      Aktifitas yang maju

memberikan kontrol jantung,

meningkatkan regangan dan

mencegah aktifitas berlebihan.

6.      Palpitasi, nadi tak beratur,

adanya nyeri dada, atau dispnea

dapat mengindikasikan kebutuhan

perubahan progam olahraga atau

obat.

7.      Memberikan

dukungan/pengawasan tambahan

berlanjut dan partisipasi proses

19

penyembuhan dan kesejahteraan.

Cemas

berhubungan

dengan

ancaman

kematian

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan

pasien

menyatakan

penurunan cemas

dengan KH:

mengenal

perasaannya

mengidentifik

asi penyebab

dan faktor

yang

mempengaru

hinya secara

tepat.

Mendemonstr

asikan

pemecahan

masalah

positif.

1. Identifikasi dan ketahui

persepsi pasien terhadap

ancaman/situasi.

2. Dorong pasien

mengekspresikan dan jangan

menolak perasaan marah,

kehilangan, takut, dll.

3. Catat adanya kegelisahan,

menolak, dan/atau menyangkal

(afek tak tepat atau

menolakmengikuti program

medis).

4. Observasi tanda verbal/non

verbal kecemasan pasien.

Lakukan tindakan bila pasien

menunjukkan perilaku

merusak.

5. Terima penolakan pasien

tetapi jangan diberi penguatan

terhadap penggunaan

penolakan. Hindari

konfrontasi.

6. Orientasi pasien atau orang

terdekat terhadap prosedur

ruyin dan aktivitas yang

diharapkan. Tingkatkan

partisipasi bila mungkin.

1. Koping terhadap

nyeri dan trauma emosi IM sulit

2. pasien dapat takut

mati dan atau cemas tentang

lingkungan. Cemas

berkelanjutan (sehubungan

dengan masalah tentang

dampak serangan jantung pada

pola hidup selanjutnya, masih

tak teratasi dan efek penyakit

pada keluarga).

3. Penelitian

menunjukkan adanya hubungan

antara derajat/ekspresi marah

atau gelisah dan peningkatan

resiko IM.

4. Pasien dan orang

terdekat dapat dipengaruhi oleh

cemas/ketidaktenangan anggota

tim kesehatan. Penjelasan yang

jujur dapat menghilangkan

kecemasan.

5. Pasien mungkin

tidak menunjukkan masalah

secara langsung, tetapi kata-

kata atau tindakan dapat

menunjukkan rasa agitasi,

marah, dan gelisah. Intervensi

dapat membantu pasien

meningkatkan kontrol terhadap

perilakunya sendiri.

6. Menyangkal dapat

menguntungkan dalam

menurunkan cemas tetapi dapat

menunda penerimaan terhadap

kenyataan situasi saat ini.

20

7. Jawab semua pertanyaan

secara nyata. Berikan

informasi konsisten; ulangi

sesuai indikasi.

8. Dorong pasien atau orang

terdekat untuk

mengkomunikasikan dengan

seseorang, berbagi pertanyaan

dan masalah.

9. Berikan periode istirahat/waktu

tidur tidak terputus, lingkungan

tenang, dengan tipe kontrol

pasien, jumlah rangsang

eksternal

10. Dukung

kenormalan proses kehilangan,

melibatkan waktu yang perlu

untuk penyelesaian.

11. Berikan privasi

untuk pasien dan orang

terdekat

Konfrontasi dapat

meningkatkan reasa marah dan

meningkatkan penggunaan

penyangkalan, menurunkan

kerja sama, dan kemungkinan

memperlambat penyembuhan.

7. Perkiraan dan

informasi dapat menurunkan

kecemasan pasien. Informasi

yang tepat tentang situasi

menurunkan takut, hubungan

yang asing antara perawat-

pasien, dan membantu

pasien/orang terdekat untuk

menerima situasi secara nyata.

Perhatian yang diperlukan

mungkin sedikit, dan

pengulangan informasi

membantu penyimpanan

informasi.

8. Berbagi informasi

membentuk

dukungan/kenyamanan dan

dapat menghilangkan tegangan

terhadap kekhawatiran yang

tidak diekspresikan.

9. Penyimpanan energi

dan meningkatkan kemampuan

koping.

10. Dapat memberikan

keyakinan bahwa perasaannya

merupakan respon normal

terhadap situasi/perubahan

yang di terima.

11. Memungkinkan

21

12. Dorong keputusan

tentang harapan setelah pulang.

Kolaborasi

13.  Berikan anticemas/hipnotik

sesuai indikasi contoh, diazepam

(valium); fluarazepam (dalmane);

lorazepam (ativan).

waktu untuk mengekspresikan

perasaan, menghilangkan

cemas, dan perilaku adaptasi.

12. Membantu

pasien/orang terdekat untuk

mengidentifikasi tujuan nyata,

juga menurunkan resiko

kegagalan menghadapi

kenyataan adanya keterbatasan

kondisi/memacu penyembuhan.

13.  Meningkatkan relaksasi/istirahat

dan menurunkan rasa cemas.

Gangguan

perfusi

jaringan

berhubungan

dengan

penurunan

curah jantung

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan

resiko tinggi

penurunan curah

jantung tidak

terjadi dengan

KH :

      

mempertahankan

stabilitas

hemodinamik,

contoh TD,

curah jantung

dalam rentang

normal, haluaran

urine adekuat,

penurunan/takad

anya disritmia.

       Melaporkan

penurunan

episode dispnea,

1. Auskultasi TD.

Bandingkan kedua tangan dan

ukur dengan posisi tidur,

duduk, dan berdiri bila bisa.

2. Evaluasi kualitas

dan kesamaan nadi sesuai

indikasi

3. Catat terjadinya

S3, S4.

1. Hipotensi dapat terjadi

sehubungan dengan disfungsi

ventrikel, hipoperfusi miokardia

dan rangsang vagal. Namun,

hipertensi juga fenomena umum,

kemungkinan berhubungan

dengan nyeri, cemas,

pengeluaran katekolamin,

dan/atau masalah vaskular

sebelumnya. Hipotensi

ortostatik(postural) mungkin

berhubungan dengan komplikasi

infark, contoh GJK.

2. Penurunan curah jantung

mengakibatkan menurunnya

kelemahan/kekuatan nadi.

Ketidakteraturan diduga

disritmia, yang memerlukan

evaluasi lanjut.

3. S3 biasanya dihubungkan GJK

tetapi juga terlihat pada adanya

gagal mitral (regurgitasi) dan

kelebihan kerja ventrikel kiri

22

angina.

      

Mendemostrasik

an peningkatan

toleransi

terhadap

aktivitas.

4. Auskultasi bunyi

napas.

5. Pantau frekuensi

jantung dan irama. Catat

disritmia melalui telemetri.

6. Catat respon

terhadap aktivitas dan

peningkatan istirahat dengan

tepat

7. Kolaborasi

Berikan oksigen tambahan

sesuai indikasi.

8. pertahankan cara

masuk IV/heparin-lok sesuai

indikasi.

yang disertai infark berat. S4

mungkin berhubungan dengan

iskemia miokardia, kekakuan

ventrikel, dan hipertensi

pulmonal atau sistemik.

4. Krekels menunjukkan kongesti

paru mungkin terjadi karena

penurunan fungsi miokardia.

5. Frekuaensi dan irama jantung

berespon terhadap obat dan

aktivitas sesuai dengan

terjadinya komplikasi/disritmia

yang mempengaruhi fungsi

jantung atau meningkatkan

kerusakan iskemik.

Denyutan/fibrilasi akut atau

kronis mungkin terlihat pada

arteri koroner atau keterlibatan

katup dan mungkin atau tidak

mungkin merupakan kondisi

patologi.

6. Kelebihan latihan

meningkatkan

konsumsi/kebutuhan oksigen

dan mempengaruhi fungsi

miokardia.

7. Meningkatkan jumlah sediaan

oksigen untuk kebutuhan

miokard, menurunkan iskemia

dan disritmia lanjut.

8. Jalur yang paten penting untuk

pemberian obat darurat pada

adanya disritmia atau nyeri

dada.

9. Memberikan informasi

sehubungan dengan

kemajuan/perbaikan infark,

status fungsi ventrikel,

23

9. Observasi ulang

seri EKG.

10. Observasi foto

dada.

11. Pantau data

laboratorium : contoh enzim

jantung, GDA, elektrolit.

12. Berikan obat

antidisritmia sesuai indikasi.

13. Bantu

pemasangan/mempertahankan

pacu jantung bila digunakan.

keseimbangan elektrolit dan

efek teraphi obat.

10. Dapat menunjukkan edema

paru sehubungan dengan

disfungsi ventrikel.

11. Enzim memantau

perbaikan/perluasan infark.

Adanya hipoksia menunjukkan

kebutuhan tambahan oksigen.

Keseimbangan elektrolit, mis,,

hipokalemia/hiperkalemia

sangat besar berpengaruh pada

irama jantung/kontraktilitas.

12. Disritmia biasanya pada

secara simptomatis kecuali

untuk PVC, dimana sering

mengancam secara profilaksis.

13. pemacu mungkin tindakan

dukungan sementara selama

fase akut/penyembuhan atau

mungkin diperlukan secara

permanen bila infark sangat

berat merusak sistem konduksi.

Resiko tinggi

perubahan

perfusi

jaringan

berhubungan

dengan terapi

trombolitik

pada jaringan

miocard

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan

resiko tinggi

perubahan

perfusi jaringan

tidak terjadi

dengan KH:

      

1. Selidiki perubahan tiba-tiba

atau gangguan mental kontinu,

contoh: cemas, bingung,

latergi, pingsan.

2. indikasi. Lihat pucat, sianosis,

belang, kulit dingin/lembab.

Catat kekuatan nadi perifer.

1. Perfusi serebral secara langsung

sehubungan dengan curah

jantung dan juga dipengaruhi

oleh elektrolit/variasi asam-

basa, hipoksia, atau emboli

sistemik.

2. vasokontriksi sistemik

diakibatkan oleh penurunan

curah jantung mungkin

dibuktikan oleh penurunan

24

mendemonstrasi

kan perfusi

adekuat secara

individual, mis,,

kulit hangat dan

kering, ada nadi

perifer/kuat,

TTV dalam batas

normal, pasien

sadar/berorientas

i, keseimbangan

pemasukan/peng

eluaran, tak ada

edema, bebas

nyeri/ketidaknya

manan.

3. Observasi tanda Homan (nyeri

pada betis dengan posisi

dorsofleksi), eritema, edema.

4. Dorong latihan kaki aktif/pasif,

hindari latihan isometrik

5. Anjurkan pasien dalam

melakukan/melepas kaos kaki

anti embolik bila dilakukan.

6. Pantau pernapasan, catat kerja

pernapasan.

7. Observasi fungsi

gastroentestinal, catat

anoreksia, penurunan/tak ada

bising usus, mual/muntah,

distensi abdomen, konstipasi.

8. Pantau pemasukan dan catat

perubahan haluaran urine.

Catat berat jenis sesuai

perfusi kulit dan penurunan nadi

3. Indikator trombosis vena dalam.

4. Menurunkan stasis vena.

Meningkatkan aliran balik vena

dan menurunkan resiko

tromboflebitis. Namun, latihan

isometrik dapat sangat

mempengaruhi curah jantung

dengan meningkatkan kerja

miokardia dan konsumsi

oksigen.

5. Membatasi stasis vena,

memperbaiki aliran balik vena

dan menurunkan resiko

tromboflebitis pada pasien yang

terbatas aktivitasnya.

6. Pompa jantung gagal dapat

mencetuskan distres pernapasan.

Namun, dispnea

tiba-tiba/berlanjut menunjukkan

komplikasi tromboemboliparu.

7. Penurunan aliran darah ke

mesenteri dapat mengakibatkan

disfungsi gastroentestinal,

contoh kehilangan peristaltik.

Masalah potensial/aktual karena

penggunaan analgesik,

penurunan aktivitas dan

perubahan diet.

8. Penurunan pemasukan/mual

terus-menerus dapat

mengakibatkan penurunan

volume sirkulasi yang

berdampak negatif pada perfusi

dan fungsi organ. Berat jenis

mengukur status hidrasi dan

25

Kolaborasi

9.      Pantau data laboratorium

contoh, GDA, BUN, kreatinin,

elektrolit.

10.  Beri obat sesuai indikasi,

contoh:

Heparin/natrium warfarin

(cou madin)

Simetidin (tagamet);

ranitidin (zantac);

antasida.

fungsi ginjal.

9.      Indikator perfusi/fungsi

organ.

10.  Kolaborasi obat :

Dosis rendah heparin diberikan

secara profilaksis pada pasien

resiko tinggi (contoh, fibrilasi

atrial, kegemukan, aneurisma

ventrikel, atau riwayat

tromboflebitis) dapat untuk

menurunkan resiko

tromboflebitis atau

pembentukan trombus mural.

Coumadin obat pilihan untuk

terapi antikoagulan jangka

panjang/pasca pulang.

Menurunkan atau menetralkan

asam lambung, mencegah

ketidaknyamanan dan irigasi

gaster, khususnya adanya

penurunan sirkulasi mukosa.

Resiko tinggi

kelebihan

volume

cairan

berhubungan

dengan

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan

resiko tinggi

kelebihan

volume cairan

tidak terjadi

dengan KH :

       

Mempertahanka

n keseimbangan

1.      Auskultasi bunyi napas

untuk adanya krekels.

2.      Catat DVJ, adanya edema

dependen.

3.      Ukur masukan/haluaran,

catat pengeluaran, sifat

konsntrasi. Hitung keseimbangan

cairan.

1. Dapat mengindikasikan edema

paru sekunder akibat dekompensasi

jantung.

2. Dicurigai adanya gagal

kongestif/kelebihan volume cairan.

3.      Penurunan curah jantung

yang mengakibatkan gangguan

perfusi ginjal, retensi natrium/air,

dan penurunan haluaran urine.

Keseimbangan cairan positif

berulang pada adanya gejala lain

menunjukkan kelebihan

26

cairan seperti

dibuktikan oleh

TD dalam batas

normal.

Tak ada

distensi vena

perifer/vena dan

edema dependen.

Paru bersih

dan berat badan

stabil.

4.      Timbang berat badan tiap

hari.

5.      Pertahankan pemasukan

total cairan 2000 ml/24 jam

dalam toleransi kardiovaskuler.

Kolaborasi

6.      Berikan diet natrium

rendah.

7.      Berikan diuretik, contoh

furosemid (lazix); hidralazin

(apresoline); spironolakton

dengan hidronolakton (aldactone)

8.      Pantau kalium sesuai

indikasi.

volume/gagal jantung.

4.      Perubahan tiba-tiba pada

berat menunjukkan gangguan

keseimbangan cairan.

5.      Memenuhi kebutuhan cairan

tubuh orang dewasa tetapi

memerlukan pembatasan adanya

dekompensasi jantung.

6.      Natrium meningkatkan

retensi cairan dan harus dibatasi.

7.      Mungkin perlu untuk

memperbaiki kelebihan cairan.

Obat pilihan biasanya tergantung

gejala asli akut/kronis.

8.      Hipokalemia dapat

membatasikeefektifan terapi da

dapat terjadi dengan penggunaan

diuretik penurunan kalium.

Kurang

pengetahuan

mengenai

kondisi

penyakitnya

berhubungan

dengan

penyakit dan

dampak pada

pasien

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan

pengetahuan

pasien

bertambah

dengan KH :

         menyatakan

pemahaman

penyakit jantung

sendiri, rencana

pengobatan,

tujuan

pengobatan, dan

efek

samping/reaksi

merugikan.

1.      Observasi tingkat

pengetahuan pasien/orang

terdekat dan kemampuan

/keinginan untuk belajar.

2.      Waspada terhadap tanda

penghindaran, contoh mengubah

subjek dari informasi yang ada

perilaku ekstrem

(menolak/eurofia).

1.      Perlu untuk pembuatan

rencana instruksi individu.

Menguatkan harapan bahwa ini

akan menjadi ’pengalaman

belajar.’ Mengidentifikasi secara

verbal kesalahpahaman dan

memberikan penjelasan.

2.      Mekanisme pertahanan

alamiah seperti marah, menolak

pentingnya situasi, dapat

menghambat belajar,

mempengaruhi respon pasien dan

kemampuan mengasimilasi

informasi. Perubahan untuk

mengurangi pola/struktur formal

mungkin menjadi lebih efektif

sampai pasien/orang terdekat siap

untuk menerima/memahami situasi

27

        

Menyebutkan

gejela yang,

memerlukan

perhatian cepat.

        

Mengidentifikasi

/merencanakan

perubahan pola

hidup yang

perlu.

3.      Berikan informasi dalam

bentuk belajar yang bervariasi,

contoh buku program, tip

audio/visual, pertanyaan/jawaban,

aktivitas kelompok.

4.      Beri penguatan penjelasan

faktor resiko, pembatasan

diet/aktivitas, obat dan gejala

yang memerlukan perhatian

medis cepat.

5.      Dorong

mengidentifikasi/penurunan

faktor resiko individu, contoh

merokok/konsumsi alkohol,

kegemukan.

6.      Peringatkan untuk

menghindari aktivitas isometrik,

manuver valsava dan aktivitas

yang memerlukan tangan

diposisikan diatas kepala.

7.      Tekankan pentingnya

mengikuti perawatan dan

mengidentifikasi sumber

dimasyarakat/kelompok

pendukung, mis,, program

rehabilitasi jantung, ’kelompok

koroner,’ klinik penghentian

merokok.

8.      Beri tekanan pentingnya

menghubungi dokter bila nyeri

dada, perubahan pola angina atau

terjadi gejala lain.

tersebut.

3.      Penggunaan metode belajar

yang bermacam-macam

meningkatkan penyerapan materi.

4.      Memberikan kesempatan

pada pasien untuk mencakup

informasi dan mengasumsi

kontrol/partisipasi dalam program

rehabilitasi.

5.      Perilaku ini mempunyai efek

merugikan langsung pada fungsi

kardiovaskuler dan dapat

mengganggu penyembuhan,

meningkatkan resiko terhadap

komplikasi.

6.      Aktivitas ini sangat

meningkatkan kerja

jantung/konsumsi oksigen

miokardia dan dapat merugikan

kontraktilitas/curah jantung.

7.      Memberi tekanan bahwa ini

adalah masalah kesehatan

berlanjut dimana

dukungan/bantuan diperlukan

setelah pulang.

8.      Evaluasi berkala/intervensi

dapat mencegah komplikasi.

Ketidakefekti

fan pola

napas

berhubungan

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan pola

1.      Evaluasi frekuensi

pernapasan dan kedalaman. Catat

upaya pernapasan, contoh adanya

dispnea, penggunaan otot bantu

1.      Respons pasien bervariasi.

Kecepatan dan upaya  mungkin

meningkat karena nyeri, takut.

Penekanan pernapasan dapat

28

dengan napas kembali

efektif dengan

KH :

        

napas, pelebaran nasal.

2.      Auskultasi bunyinapas.

Catat area yang menurun/tak ada

bunyi napas dan adanya bunyi

tambahan, contoh, krekels atau

ronki.

3.      Observasi penyimpangan

dada. Selidiki penurunan ekspansi

atau ketidaksimetrisan gerakan

dada.

4.      Lihat kulit dan membran

mukosa untuk adanya sianosis. 

5.      Tinggikan kepala tempat

tidur, letakan pada posisi duduk

tinggi atausemi Fowler. Bantu

ambulasi dini/peningkatan waktu

tidur.

6.      Tekankan menahan dada

dengan bantal selama napas

dalam/batuk.

Kolaborasi

7.      Berikan tambahan oksigen

dengan kanula atau masker,

sesuai indikasi.

terjadi dari penggunaan analgesik

berlebihan. Pengenalan dini dan

pengobatan ventilasi abnormal

dapat mencegah komplitasi.

2.      Bunyi napas sering menurun

pada dasar paru selama periode

waktu setelah pembedahan

sehubungan dengan terjadinya

atelektasis. Krekels atau ronki

dapat menunjukkan akumulasi

cairan.

3.      Cairan pada area pleural

mencegah ekspansi lengkap

(biasanya satu sisi) dan

memerlukan pengkajian lanjut

status ventilasi.

4.      Sianosis bibir, kuku daun

telinga atau keabu-abuan umum

menunjukkan kondisi hipoksia

sehubungan dengan gagal jantung

atau komplikasi paru.

5.      Merangsang fungsi

pernapasan/ekspansi paru. Efektif

pada pencegahan dan perbaikan

kongesti paru.

6.      Menurunkan pada tegangan

insisi, meningkatkan ekspansi paru

maksimal.

7.      Meningkatkan pengiriman

oksigen ke paru untuk kebutuhan

sirkulasi, khususnya pada adanya

penurunan/gangguan ventilasi.

Sindrom

defisit

Setelah diberikan

asuhan

1.      Observasi kemampuan dan

tingkat kekurangan (dengan

1.      Membantu dalam

mengantisipasi/merencanakan

29

perawatan

diri

berhubungan

dengan

keperawatan

diharapkan

terdapat perilaku

peningkatan

dalam

pemenuhan

perawatan diri

dengan kriteria

hasil :

         klien tampak

bersih dan segar

         Klien dapat

memenuhi

kebutuhan nutrisi

sesuai dengan

batas

kemampuan

         klien dapat

memenuhi

kebutuhan

toileting sesuai

toleransi

menggunakan skala 0-4) untuk

melakukan kebutuhan sehari-hari

2.      Pertahankan

dukungan,sikap yang tegas. Beri

pasien waktu yang cukup untuk

mengerjakan tugasnya.

3.      Berikan umpan balik yang

positif untuk setiap usaha yang

dilakukan atau keberhasilannya.

4.      Berikan pispot di samping 

tempat tidur bila tak mampu ke

kamar mandi.

5.      Letakkan alat-alat makan

dan alat-alat mandi dekat pasien.

6.      Bantu pasien melakukan

perawatan dirinya apabila

diperlukan.

pemenuhan kebutuhan secara

individual.

2.      Pasien akan memerlukan

empati tetapi perlu untuk

mengetahui pemberi asuhan yang

akan membantu pasien secara

konsisten.

3.      Meningkatkan perasaan

makna diri. Meningkatkan

kemandirian, dan mendorong

pasien untuk berusaha secara

kontinu

4.      Mengupayakan menggunakan

bedpan dapat melelahkan dan

secara fisiologis penuh stres, juga

meningkatkan kebutuhan oksigen

dan kerja jantung.

5.      Memudahkan pasien

menjangkau alat-alat tersebut.

6.      Untuk membantu pasien

memenuhi kebutuhan perawatan

dirinya.

Nutrisi

kurang dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan

intake yang

tidak adekuat

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan

kebutuhan nutrisi

terpenuhi dengan

KH :

       Menunjukkan

peningkatan

berat badan,

mencapai

rentang yang

diharapkan

individu.

       Klien

menyatakan

1.      Buat tujuan berat badan

minimum dan kebutuhan nutrisi

harian.

2.      Beri makan sedikit tapi

sering.

3.      Pertahankan jadwal

penimbangan berat badan teratur

seperti minggu, rabu, dan jumat

sebelum makan pagi pada pakaian

yang sama, dan gambarkan

1.      Malnutrisi adalah kondisi

gangguan minat yang

menyebabkan depresi, agitasi dan

mempengaruhi fungsi

kognitif/pengambilan keputusan.

Perbaikan status nutrisi

meningkatkan kemampuan berpikir

dan kerja psikologis.

2.      Dilatasi gaster dapat terjadi

bila pemberian makan terlalu

cepat.

3.      Memberikan catatan lanjut

penurunan dan/atau peningkatan

berat badan yang akurat. Juga

menurunkan obsesi tentang

peningkatan dan/atau penurunan.

30

pemahaman

tentang

kebutuhan

nutrisi.

hasilnya.

4.      Berikan makanan

kecil/mudah dikunyah. Batasi

asupan kafein, contoh kopi,

coklat, cola.

5.      Berikan perawatan mulut

teratur, sering, termasuk minyak

untuk bibir.

4.      Makan besar dapat

meningkatkan kerja miokardia dan

menyebabkan rangsang vagal

mengakibatkan bradikardia/denyut

ektopik. Kafein adalah perangsang

langsung pada jantung yang dapat

meningkatkan frekuensi jantung.

5.      Mencegah ketidaknyamanan

karena mulut kering dan bibir

pecah yang disebabkan oleh

pembatasan cairan.

Bersihan

jalan nafas

tidak efektif

berhubungan

dengan

penumpukan

sekret

Setelah diberikan

askep diharapkan

kepatenan jalan

nafas pasien

terjaga dengan

KH :

RR dalam batas

normal

Irama nafas

dalam batas

normal

Pergerakan

sputum keluar

dari jalan nafas

Bebas dari suara

nafas tambahan

a. Auskultasi bunyi nafas. Catat

adanya bunyi nafas, missal

mengi, krekels, ronki.

b.    Kaji/pantau frekuensi

pernafasan. Catat rasio inspirasi

dan ekspirasi.

c.     Catat adanya derajat dispnea

misalnya gelisah, ansietas, dan

distress pernafasan.

d.    Kaji pasien untuk posisi yang

nyaman misal peninggian kepala

tempat tidur, duduk pada

sandaran tempat tidur.

a.      Beberapa derajat spasme

bronkus terjadi dengan obstruksi 

jalan nafas dan dapat

dimanisfestasikan adanya bunyi

nafas adventisius ( penyebaran

krekels basah, emfisema, asma

berat)

b.      Takipnea biasanya ada pada

beberapa derajat dan dapat

ditemukan pada penerimaan atau

selama stress/adanya proses infeksi

akut. Pernafasan dapat melambat

dan frekuensi ekspirasi memanjang

dibanding inspirasi.

c.       Disfungsi pernafasan adalah

variable yang tergantungt pada

tahap proses kronis selain proses

akut yang menimbulkan perawatan

dirumah sakit(infeksi dan reaksi

alergi)

d.      Peninggian kepala tempat

tidur mempermudah fungsi

pernafasan dengan menggunakan

gravitasi .

31

e. Dorong/bantu latihan nafas

abdomen atau bibir.

f. Tingkatkan masukan cairan

sampai 3000 ml/hari sesuai

toleransi jantung. Memberikan air

hangat. Anjurkan masukan cairan

sebagai pengganti makanan

kolaborasi

g.    Berikan obat sesuai indikasi:

-

Bronkodilator(epinefrin)

-   Xantin(aminofilin)

- Kromolin

- Deksametason ,antih

istamin

- Antimicrobial

e.       Memberikan pasien

beberapa cara untuk mengatasi

dan mengontrol dispnea.

f.        Hidrasi membantu

menurunkan kekentalan secret,

mempermudah pengeluaran.

Penggunaan cairan hangat dapat

menurunkan spasme bronkus.

Cairan selama makan dapat

meningkatkan distensi gaster dan

tekanan pada diafragma.

- Merilekskan otot

halus dan menurunkan kongesti

local,menurunkan spasme jalan

nafas,mengi dan produksi

mukosa.

- Menurunkan edema

mukosa dan spasme otot polos

dengan peningkatan langsung

siklus AMP.

- Menurunkan

inflamasi jalan nafas local dan

edema dengan menghambat

hismatin dan mediator lain.

- Kortikosteroid

digunakan untuk mencegah reaksi

alergi/menghambat pengeluaran

histamine,menurunkan berat

badan dan frekuensi spasme jalan

nafas inflamasi pernafasan dan

dispnea.

- Banyak antimicrobial

yang diindikasikan untuk

mengontrol infeksi

pernafasan/pneumonia.meskipun 

tidak ada pneumonia,terapi dapat

32

meningkatkan aliran udara dan

memperbaiki hasil

Kerusakan

pertukaran

gas

berhubungan

dengan

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

diharapkan

pasien dapat

Mempertahanka

n tingkat oksigen

yang adekuat

untuk

keperluan tubuh.

Kriteria hasil :

o   Tanpa terapi

oksigen, SaO2

95 % dank lien

tidan mengalami

sesak napas.

o    Tanda-tanda

vital dalam batas

normal

o  Tidak ada

tanda-tanda

sianosis.

   a.      Kaji frekuensi,kedalaman

pernafasan

 

b.      Tinggikan kepala tempat

tidur,bantu pasien untukmemilih

posisi yang mudah untuk

bernafas.dorong nafas dalam

secara perlahan sesuai dengan

kebutuhan/toleransi individu.

   c.      Kaji/awasi secara rutin

kulit dan warna membrane

mukosa.

  d.      Dorong mengeluarkan

sputum,penghisapan bila

diindikasikan.

   e.      Auskultasi bunyi

nafas,catat area penurunan aliran

udara /bunyi tambahan.

  

f.      Palpasi fremitus

  g.      Awasi tingkat

kesadaran/status mental.selidiki

adanya perubahan.

 

h.      Evaluasi tingkat toleransi

aktivitas.berikan lingkungan yang

a.   Berguna dalam evaluasi

derajat stress

pernapasan/kronisnya proses

penyakit.

b.   Pengiriman oksigen dapat

diperbaiki dengan posisi duduk

tinggi dan latihan jalan nafas u/

menurunkan kolaps jalan

nafas,dispnea dan kerja nafas.

c.    Sianosis munkin

perifer(terlihat pd

kuku)/sentral(sekitar bibir/daun

telinga). Keabu-abuan dan sianosis

sentral mengindikasikan beratnya

hipoksemia.

d.   Kental,tebal & banyaknya

sekresi adalah sumber utama

gangguan pertukaran gas dan

jalan nafas kecil. Penghisapan

dibutuhkan bila batuk tidak efektif.

e.    Bunyi nafas munkin redup

karena penurunan aliran udara.

Adanya mengi mengidinfikasikan

adanya spasme bronkus.

f.     Penurunan getaran vibrasi

diduga ada pengumpulan cairan

atau udara terjebak.

g.   Gelisah dan ansietas adalah

manifestasi umum pd hipoksia.

GDA memburuk disertai

bingung/somnolen menunjukan

disfungsi serebral yang

berhubungan dengan hipoksemia.

h.   Selama distres pernafasan

berat pasien secara total tidak

33

tenang.batasi aktivitas pasien atau

dorong untuk tidur/istirahat pada

fase akut. Munkinkan pasien

melakukan aktivitas secara

bertahap dan tingkatkan sesuai

teleransi individu.

 

   i.      Awasi tanda vital dan

irama jantung

Kolaborasi

    j.      Awasi /gambarkan seri

GDA dan nadi oksimetri.

  k.      Berikan oksigen tambahan

yang sesuai  dengan indikasi hasil

GDA dan toleransi pasien.

    l.      Berikan penekanan

SSP(sedative/narkotik ,antiansieta

s)dg hati-hati.

mampu melakukan aktivitas sehari-

hari karena hipoksemia dan

dispnea. Istirahat diselingi

aktivitas perawatan masih penting

bagi program pengobatan.

Namun,program latihan ditujukan

untuk meningkatkan ketahanan dan

kekuatan tanpa menyebabkan

dispnea berat dan dapat

meningkatkan rasa sehat.

i.     Takikardi,disritmia,dan

perubahan TD dapat menunjukan

efek hipoksemia sistemik pd fungsi

jantung.

j.     PaCO2 biasanya

meningkat(bronchitis,emfisema) &

PaO2 secara umum

menurun,sehingga hipoksia terjadi

dengan derajat lebih kecil/lebih

besar.catatan:PaCO2

“normal”/meningkat menandakan

kegagalan pernafasan yang akan

datang selama asmatik.

k.    Dapat memperbaiki/mencegah

memburuknya

hipoksia.catatan:emfisema

kronis,mengatur pernafasan pasien

ditentukan oleh kadar CO2 dan

munkin dikeluarkan dengan

peningkat PaO2 berlebihan.

l.     Digunakan untuk mengontrol

ansietas/gelisah yang

meningkatkan konsumsi

oksigen,eksaserbasi dispnea.

Dipantau ketat karena dapat

terjadi gagal nafas.

34

m.      Bantu intubasi,berikan/

pertahankan ventilasi mekanik &

pindahkan ke UPI sesuai instruksi

untuk pasien.

m. Terjadinya/kegagalan nafas

yang akan datang memerlukan

upaya penyelamatan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

2. Sudoyo, S. 2001. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI

3. Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media

Aesculapius

4. Robbin, 2007. Basic Pathology 8th Edition.

5. Gray, dkk. 2002. Lecturer Notes Kardiologi. Jakarta : Erlangga

6. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC

7. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC

8. Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:

EGC

9. Emergency Nurses Association. 2005. Emergency Care. USA. Elsevier

10. Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC

11. Wikipedia, the free encylopedia, 2009, Infark Miokart, (Online), (http://en.

Wikipedia.org/wiki/Infark Miokard, Diakses tanggal 23 Maret 2010)

35