Upload
selvia-elga
View
7
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
semoga bermanfaat
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi ododntogen merupakan masuknya bakteri ke dalam
jaringan odontogen sehingga jaringan menimbulkan suatu respon.
Penyebab utama dari infeksi odontogen adalah bakteri flora normal rongga
mulut yang karena beberapa faktor menjadi merusak jaringan rongga
mulut.
Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling
sering terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan
penyakit periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca
pembedahan.5 Infeksi odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh
beberapa jenis bakteri seperti streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau
dapat menyebar secara cepat ke sisi wajah lain.
Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum,
hematogen, dan limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis
apikalis dan periodontitis marginalis. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan penyebarandan kegawataninfeksi odontogenik yakni jenis dan
virulensi kuman penyebab, daya tahan tubuh penderita, jenis dan posisi
gigi sumber infeksi, panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan
otot-otot, adanya tissue space dan potential space.
1.2 Rumusan Masalah
1 Bagaimana anatomi dari spasium kepala dan leher?
2 Bagaimana patogenesis infeksi ododntogen?
3 Bagaimana pemeriksaan sunjektif, objektif, GCS dan penunjang
infeksi odontogen?
4 Apa diagnosa sementara dari skenario dan apa different
diagnosanya?
5 Bagaimana penatalaksanaan dan terapi yang tepat untuk infeksi
ododntogen?
1
1.3 Tujuan
1 Mengetahui, menjelaskan dan memahami anatomi kepala dan leher
2 Mengetahui, menjelaskan dan memahami patogenesis infeksi
odontogen
3 Mengetahui, menjelaskan dan memahami pemeriksaan subjektif,
objektif, GCS dan penunjang infeksi odontogen
4 Mengetahui, menjelaskan dan memahami diagnosa sementara dan
different diagnosa dari infeksi odontogen di skenario
5 Mengetahui, menjelaskan dan memahami penatalaksanaan dan
terapi infeksi odontogen.
1.4 Mapping
2
Sisa akar gigi 24
Patogenesis
Fasialis primer
Infeksi kepala dan leheris
Fasialis sekunder Vertikal
Gejala klinis
Pemeriksaan
Subjektif Objektif
3
Intraoral Ekstraoral GCS Penunjang
Diagnosa
DD
Penatalaksanaan dan terapi
Medikasi dan atau drainase
Ekstraksi gigi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Definisi Infeksi Odontogenik
Infeksi merupakan masuknya kuman ke dalam jaringan sehingga
menimbulkan reaksi dari jaringan tersebut. Sedangkan odontogenik adalah
gigi atau jaringan gigi. Jadi infeksi odontogenik merupakan masuknya
kuman atau bakteri ke dalam jaringan tubuh manusia melalui jaringan gigi.
Jaringan yang sudah terpapar oleh bakteri akan menjadi inflamasi
dan akan mengalami hal- hal seperti resolusi yang artinya infeksi yang
dapat diatasi oleh tubuh sendiri sehingga jaringan normal kembali. Selain
itu radang juga dapat meneyebabkan supurasi yaitu jaringan yang
terinfeksi akan menghasilkan nanah yang dikelilingi oleh batas yang jelas,
selain itu jaringan dapat nekrosis dimana jaringan mengalami kematian.
Hal ini disebabkan oleh toksin dari organisme atau dapat juga karena
disebabkan oleh tekanan dari odema yang besar sehingga mengganggu
sirkulasi dari pembuluh darah.
Radang yang berasal dari gigi akan berada di sekeliling apeks gigi
yang dapat menghasilkan pus di sekekliling apeks dan pus tersebut dapat
menembus tulang alveolar mencari resistensi rendah dan memasuki
jaringan lunak sekitarnya.
2.2 Etiologi Infeksi Odontogen
Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen.
Lebih dari setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60
%) disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi
odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur adalahalpha-
hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium,
Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri
aerob sendiri jarang menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %).
Bila infeksi odontogen disebabkan bakteri aerob, biasanya organisme
4
penyebabnya adalah speciesStreptococcus. Infeksi odontogen banyak juga
yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu
sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10
organisme pada pemeriksaan kultur.
Selain penyebabnya adalah bakteri faktor- faktor lain yang dapat
mendukung terjadiya infeksi adalah:
1 Faktor organisme
Yang berperan dalam membunuh bakteri dalam tubuh
manusia adalah sistem imun yang baik. Sistem imun akan
melawan invasi dari masuknya bakteri yang jumlahnya
kecil, tetapi pada invasi bakteri yang jumlahnya besar
kemungkinan sistem imun akan kalah dalam melawan
bakteri. Beberapa bakteri yang yang dapat menghasilkan
suatu zat yang disebut koagulasi yang menghasilkan fibrin
dan plasma yang dapat menyebabkan infeksi tersebut
terlokalisir.
2 Faktor host
Daya tahan tubuh dari penderita akan mempengaruhi
jalanya infeksi yang mana daya tahan tubuh ini akan baik
ketiak host dapat merawat dirinya dengan baik. Sistem
imun yang baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain umur, adanya penyakit sistemik, gizi dll.
3 Faktor anatomi jaringan
Infeksi cenderung meluas menyusuri otot- otot dan jalannya
beberapa antar otot dan fasial. Infeksi yang menghasilkan
pus akan lebih cepat penyebaranya karena biasanya pus
akan mengikuti jalannya dimana terdapat resistensi yang
kecil dan menembus tulang yang lebih tipis dan terlemah.
Apabila pus sudah menjalar dan kelur dari periapikal gigi
maka pus tersebut akan menyebar menuruti jaringan-
jaringan terdekat dari sumber pus.
5
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Anatomi Kepala Dan Leher
Fascial space adalah daerah berlapis fasia yang dapat terisi atau ditembus
oleh eksudat purulen.Fascia adalah jaringan ikat fibrous yang
membungkus otot dan memisahkan suatu otot dengan otot yang lain.
Fascia tersusun atas lapisan-lapisan jaringan ikat tipis, disebut
dengan fascial planes. Beberapa diantaranya mengandung
struktur neurovaskular dan dikenal sebagai kompartemen.
Sedangkan, bagian yang diisi oleh jaringan ikat jarang disebut
celah. (Peterson, 2003).
Ketika infeksi gigi menyebar ke jaringan lunak keluar menuju rute
rongga mulut maupun kulit mungkin bisa facial space Ruang antara fascia
dan
fascial planes ini merupakan potensial spaces yang sebenarnya
tidak ada pada keadaan normal, tetapi bila perlekatan jaringan ikat ini
rusak oleh karena proses penyebaran infeksi, maka ruang ini bisa terisi
dan membesar oleh karena adanya produk radang. Potensial space
ini disebut dengan fascial spaces. Perluasan melewati jalan yang
pertahanannya paling lemah seperti jaringan ikat dan sepanjang bidang
fascia.
Infeksi dapat menyebar cukup jauh dari sumber masalah,
menyebabkan morbiditas dan terkadang
kematian. Pengetahuan yangmendalam tentang anatomi wajah dan
leher diperlukan untuk memprediksi jalur penyebaran infeksi tersebut
secara akurat (Topazian, 2004).
6
Penyebaran infeksi dapat menyebaran di kepala maupun di leher.
Berikut merupakan anatomi spasia yang mungkin dilewati oleh infeksi:
a. Spasia primer maksila
Canina space: Penyebaran infeksi ke spasia canina
biasanya berasal dari gigi caninus rahang atas atau gigi
premolar rahang atas. Spasia canina merupakan potensial
space yang berada diantara M. Levator anguli oris dan
M. Levator labii superior. Gigi caninus berpotensi sebab
memiliki akar yang pnajang sehingga infeksi dapat
memasuki fossa canina. Ketika canina space terbentuk
maka wajah bagian anterior yang dapat melenyapkan
lipatan nasolabial. Ruang ini berada di dekat kelopak
mata bawah, dan karena itu manajemen dini sangat
penting untuk menghindari infeksi circumorbital. Ada
risiko penyebaran ke tulang tengkorak, melalui vena
anguli eksternal, yang kemudian menjadi thrombosis.
Buccal space: dibatasi oleh kulit di bagian
superficial wajah pada bagian lateral dan M.
Biccinator pada bagian medial. Spasia ini terlibat
akibat perluasan infeksi gigi mandibula ataupun
maksila. ( Peterson, 2003).
Dengan demikian, manifestasi klinis infeksi di
ruang ini ditandai dengan pembengkakan terbatas
pipi. Namun, infeksi dapat menyebar superior,
menuju ruang temporal, inferior ke ruang
submandibula atau posterior, ke dalam ruang
masseter. Dalam beberapa kasus, infeksi dapat
menyebar ke permukaan kulit, yang menyebabkan
pembentukan fistula.
Infratemporal space: terletak di posterior dari
maksila sisi lateral dibatasi oleh proc. Pterygoideus
di sebelah medial di sebelah superior dibatasi oleh
7
basis cranii, inferior oleh dasar tengkorak.
(Topazian, 2002; peterson, 2003)
b. Spasia Primer Mandibula
Submental space: batas lateral yaitu M. Digastricus
venter anterior bagian dalam oleh M. Mylohioideus,
bagian superior oleh fasia servicalis dalam,
platysma dan kulit (Peterson et al, 2003)
Infeksi spasia ini biasanya timbul dari gigi anterior
rahang bawah, di mana infeksi perforasi pada
korteks lingual; pembengkakan daerah submental
adalah fitur klinis yang khas. Pasien mengalami
pembengkakan pada daerah dibawah dagu
mengeras, dan pasien mengalami nyeri yang cukup
besar dan kesulitan menelan. Infeksi bisa
berkembang oral, menyebabkan pembengkakan di
sulkus labial dan dagu.
Submandibular space: Ruang ini terletak di bawah
otot milohioid, bagian medial dibatasi oleh ramus
dan mandibula, anterior oleh M . digastrikus
anterior dan posterior oleh otot digastrikus dan
stylomandibular, superior oleh M. Mylohioid dan
hyoglosus, batas lateral dibatasi oleh kulit dan
platysma. Infeksi ini dari gigi rahang bawah
posterior dengan gambaran klinis klinis,
pembengkakan submandibular pada sudut
mandibula, menyebabkan rasa sakit dan kemerahan
pada kulit dan Disfagia juga biasanya merupakan
gejala yang khas. (Topazian et al, 2002)
Sublingual space: dibatasi oleh M. Mylohioid pada
superior, medial dibatasi oleh mandibula. Infeksi
berasal dari gigi anterior mandibula (Topazian,
2002)
8
Infeksi di ruang ini akan menaikkan dasar mulut dan
lidah bagian medial dan posterior. Lidah yang
terangkat dapat membahayakan jalan napas dan
intervensi segera mungkin diperlukan. Disfagia dan
kesulitan dengan berbicara juga dapat terjadi.
c. Fasia Sekunder
Masseteric space: ruang yang terdapat antara M.
Masseter dan aspek lateral terdapat ramus
mandibula. Sisi posterior dibatasi oleh kelenjar
parotis dan anterior dibatasi oleh mukosa area
retromolar. (Fragiskos, 2007)
Pterygomandibular space merupakan ruang yang
terletak di sebelah medial da r i mand ibu l a dan
l a t e r a l da r i muscu lus p t e rygo ideus
med i a l i s . Ruang i n i merupakan tempat
menginjeksikan larutan anestesi pada teknik inferior
alveolar ne rve b lock . Ba t a s l a t e r a l
p t e rygomand ibu l a r space ada l ah r amus
a senden mandibula, batas medialnya adalah otot
pterygoideus medialis, batasinferiornya adalah
sling pterygomaseterik, dan batas superior
adalah otot pterygoideus lateralis. Kelenjar
parotis membentuk batas posterior
pterygomandibular space, sementara batas
anteriornya dibentuk oleh oto tbuccinator dan
otot konstriktor faringeal superior yang bertemu di
raphe pterygomandibular. (Topazian, 2002).
Temporal space berada pada posterior dan superior
dari spasia master dan pterygomandibular. Dibagi
menjadia dua bagian oleh m. temporalis. Bagian
pertama yaitu bagian superficial yang meluas
menuju m. temporalis, sedangakn bagian kedua
9
merupakan deep portion yang berhubungan dengan
spasia infratemporal. infeksi ini, baik superficial
maupun deep portion hanya terlihat pada keadaan
infeksi yang sudah parah. Ketika infeksi sudah
melibatkan spasia temporalis, itu artinya
pembengkakan sudah terjadi di sepanjang area
temporal ke arah superior menuju arcus
zygoamticus dan ke posterior menuju sekeliling
mata.
d. Spasia Servikal
Pharingeal lateral space batas anatomi Spasia ini
perluasan dari dasar tengkorak di tulang sphenoid
menuju tulang hyoid di inferior dan terletak antara
otot pterygoid medial di aspek lateral dan superior
faringeal konstriktor aspek medial. Di bagian depan
dibatasi oleh pterygomandibular raphe dan meluas
ke bagian posteriomedia fascia prevertebral.
Prosessus styloid, associated muscles, dan facia
membagi spasia ini menjadi kompartemen anterior
yang mengandung selubung carotid dan beberapa
nervus cranial.
Retropharingeal space batas anatomi Spasia ini
terletak di belakangan jaringan lunak aspek
posterior faring. Di bagian depan dibatasi oleh
konstriktor faringeal superior; bagian muka dan
posterior oleh alar layer fascia prevetebral. Spasia
ini berawal dari dasar tengkoran dan meluas ke arah
inferior di vertebra C7 atau T1, di mana fascia alar
menyatu dengan fascia buccopharyngeal.
3.2 Patogenesis Infeksi Ododntogen
10
3.3 Pemeriksaan Subjektif, Objektif, GCS Dan Penunjang Infeksi
Odontogen
Dalam menegakkan suatu diagnosa kita harus melakukan
pemeriksaan terlebih dahulu baik pemeriksaan subjektif, objektif,
penunjang dan GCS apabila diperlukan. Dalam melakukan pemeriksaan
opertaor juga harus tau bagaimana keadaan- keadaan terdahulu pasien
yang mungkin itu termasuk penyebab sakit yang dialaminya saat ini,
pemeriksaan tersebut dapat dilakukan saat anamnesa.
Pemeriksaan yang dilakuakan untuk menegakkan diagnosa suatu
penyakit infeksi odontogen secara umum berupa:
Pemeriksaan subjektif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara menanyakan langsung keluhan-keluhan yang dialami
pasien secara verbal atau biasa disebut anamnesis.
Anamnesis dibedakan menjadi 2 cara yaitu, autoanamnesis
dan alloanamnesis. Autoanamnesis merupakan suatu cerita
keadaan sakit saat ini yang dilakukan pasien itu sendiri.
Sedangkan alloanamnesis yaitu suatu cerita keadaan saat ini
yang dilakukan oleh orang lain. Contohnya pada pasien
yang bisu, tidak bisa berbahasa dengan baik dan pada anak-
anak.
Anamnesis membantu dalam memperoleh informasi
mengenai keluhan utama, sejauh mana rasa sakit yang
dialami, lokasi rasa sakit, dan potensi ancaman dari
masalah. Anamnesis dapat didefinisikan secara singkat
sebagai menentukan situasi sekarang pasien, riwayat rawat
inap sebelumnya pasien, riwayat trauma, infeksi berulang,
riwayat alergi dan sejarah pembengkakan.
Pemeriksaan objektif. Pemeriksaan ini dilakukan dalam
intraoral dan ekstraoral. Pemeriksaan yang dilakuakan pada
intraoral meliputi pengukuran jarak antar insisal untuk
penilaian trismus, pemeriksaan gigi, fistula lokal atau
pembengkakan, riwayat ekstraksi gigi, perkusi, uji panas
11
dan dingin, uji listrik, visualisasi membuka saluran dari
saliva kelenjar, fossa tonsil, uvula, dan orofaring.
Sedangkan pemeriksaan ekstraoral meliputi, pemeriksaan
kulit wajah, kepala dan leher, pembengkakan, fiksasi kulit,
sinus, dan pembentukan fistula. Palpasi ukuran
pembengkakan, konsistensi, suhu setempat, fluktuasi,
pembesaran atau nyeri rahang atas dan lebih sinus frontal,
saluran sinus, pembentukan fistula, pembesaran dan nyeri
tulang yang mendasari struktur, kelenjar ludah, dan kelenjar
getah bening.
Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan radiologi dapat
membantu dalam menemukan gigi mana yang
menyebabkan suatu infeksi. Berbagai radiografi dapat
berguna, seperti radiografi periapikal intraoral,
orthopantomographs, dan pandangan miring lateral
mandibula. A-P dan pandangan lateral leher dapat
membantu dalam mendeteksi infeksi ruang retropharyngeal.
Teknik radiologi lain, seperti sebagai computed
tomography, magnetic resonance imaging, dan
xeroradiography, juga digunakan untuk mendeteksi lokasi
infeksi dan jaringan infeksi yang terpengaruh. CT scan
adalah standar yang digunakan di kepala dan leher . Ini
adalah modalitas pemeriksaan canggih yang paling banyak
digunakan dalam evaluasi infeksi wajah. CT scan dapat
menunjukkan sejauh mana jaringan lunak Keterlibatan,
seperti sejauh mana proses inflamasi, pusat dari proses
inflamasi, diferensiasi antara myositis-fasciitis dan
pembentukan abses, dan dapat secara akurat menunjukkan
keterlibatan jalan napas dan kelenjar getah bening.
Pemeriksaan GCS. Pemeriksaan GCS merupakan suatu
pemeriksaan kesadaran dari pasien dengan cara menilai
respon dari rangsangan yang diterima. Respon tersebut
12
dapat dilihat dari eye, verbal dan motorik. Pada
pemeriksaan ini terdapat nilai- nilai yang menandakan
suatu keadaan kesadaran pasien, yaitu:
Mata (E):
o 4 : bisa membuka mata spontan
o 3 : buka mata kalo diajak ngomong/disuruh
o 2 : buka mata dg rangsang nyeri
o 1 : tdk bisa buka mata
Motorik (M):
o 6 : bergerak mengikuti perintah
o 5 : gerakan menepis
o 4 : gerakan menghindar
o 3 : dekortikasi (fleksi, aduksi bahu)
o 2 : deserebrasi (ekstensi)
o 1 : tidak bergerak
Verbal (V):
o 5 : bicara nyambung
o 4 : bicara ga nyambung (meracau)
o 3 : mengeluarkan kata dengan rangsang nyeri
o 2 : hanya mengerang dengan rangsang nyeri
o 1 : tidak ada suara
Dalam mengukur respon yang diberikan eye, motorik dan
verbal dijumlahkan dan dilihat hasilnya. Apabila hasil
penjumlahan itu banyak maka pasien semakin baik.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat
kesadaran dibedakan menjadi :
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran
normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
13
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak
acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti
tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan,
tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak
ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Pada suatu penyakit pasti ada gejala - gejala klinis yang
menunjukkan suatu khas dari penyakit- penyakit yang lain. Begitu pula
dengan penyakit infeksi odontogen. Dalam masing- masing lokasi terdapat
gejala klinis yang timbul dan hal tersebut dapat memudahkan untuk
membedakan letak atau lokasi dari infeksi.
Abses subperiosteal ditandai dengan edema ringan, sakit
parah akibat ketegangan periosteum, dan sensitivitas saat
palpasi.
Abses submukosa ditandai dengan pembengkakan mukosa
dengan fluktuasi yang jelas, sensitif terhadap palpasi, dan
hilangnya lipatan mucobuccal di daerah infeksi.
Abses subkutan ditandai dengan edema, yang sering kali
adalah lokasi berbatas tegas; kulit tampak kemerahan dan
ketika tekanan terasa sakit.
14
Canine Fossa Abses Hal ini ditandai dengan edema, lokal
di daerah infraorbital, yang menyebar menuju canthus
medial mata, kelopak mata bawah, dan sisi hidung sejauh
sudut mulut. Ada juga obliterasi lipatan nasolabial, dan
sedikit dari lipatan mucolabial. edema pada daerah
infraorbital sakit selama palpasi, dan kemudian kulit
menjadi kencang dan mengkilap karena nanah dan
warnanya kemerahan
Bukal Abses Hal ini ditandai dengan pembengkakan dari
pipi, yang memanjang dari lengkung zygomatic sejauh
batas inferior mandibula, dan dari perbatasan anterior
ramus ke sudut mulut. Kulit tampak kencang dan merah,
dengan atau tanpa fluktuasi.
Infratemporal abses Trismus dan sakit saat pembukaan
mulut dengan deviasi lateral yang menuju sisi yang terkena,
edema pada daerah anterior telinga yang membentang di
atas lengkungan zygomatic, serta edema pada kelopak
mata.
Abses Temporal Hal ini ditandai dengan edema pada
fascia temporal, trismus (temporalis dan medial otot
pterygoideus yang terlibat), dan nyeri selama palpasi
edema.
Abses Submental pembengkakan pada daerah dagu
diamati, kulit menjadi mengkilap, kemerahan dan fluktuatif
Abses submandibula pembengkakan di daerah
submandibula, yang menyebar, edema besar dan kemerahan
pada kulit. Juga, sudut mandibula hilang, sementara rasa
sakit selama palpasi dan trismus moderat karena
keterlibatan otot pterygoideus medial.
Submasseteric Abses Hal ini ditandai dengan suatu edema
yang sakit bila ditekan di wilayah otot masseter, yang
memanjang dari posterior perbatasan ramus mandibula
15
sejauh anterior perbatasan otot masseter. juga, trismus
parah dan ketidakmampuan untuk meraba sudut mandibula.
Intraoral, ada edema di daerah retromolar dan di perbatasan
anterior ramus. Abses ini jarang berfluktuasi.
Pterygomandibular Abses Trismus parah dan sedikit
extraoral edema di bawah sudut mandibula. Intraoral,
edema pada palatum, perpindahan uvula dan
pharyngealwall lateral, dan kesulitan dalam menelan.
Lateral faring Abses Edema ekstraoral di lateral daerah
leher yang dapat menyebar sejauh tragus telinga, dapat
perpindahan dari dinding faring, tonsil dan uvula ke arah
medial, rasa sakit yang menyebar ke telinga, trismus, sulit
menelan, secara signifikan suhu tinggi, dan umumnya
malaise.
Abses retropharyngeal Gejala yang sama seperti yang
pada abses faringeal lateral yang muncul secara klinis,
dengan kesulitan yang lebih besar dalam menelan karena
edema pada dinding posterior faring
3.4 Diagnosa Dan Different Diagnosa Dari Infeksi Odontogen
3.5 Penatalaksanaan Dan Terapi Yang Tepat Untuk Infeksi Ododntogen
Dalam melakukan terapi atau pengobatan dari infeksi odontogen
ini dilakukan dalam 8 prinsip yaitu:
a) Menentukan keparahan infeksi
b) Mengevaluasi sistem imun pasien
c) Menentukan apakah pasien harus berobat ke dokter gigi umum
atau spesialis bedah mulut
d) Mengobati infeksi dengan pembedahan
e) Terapi pendukung untuk pasien
f) Memilih dan menentukan obat antibiotik
g) Mengelola obat antibiotik
h) Mengevaluasi keadaan pasien
16
Dalam mengobati infeksi ini sebagai seorang dokter harus bisa
memilih antibiotik yang tepat untuk pengobatan infeksi odontogen ini.
antibiotik yang sering digunakan untuk terapi infeksi yaitu:
Penisilin Amoksisilin Klindamisin Azitromisin Metronidazole Moksifloksasin
Suppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian
analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti
Diklofenak (50 mg/8 jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika
Kortikosteroid diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni, seperti
Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam (650 mg/4-6 jam) dan/atau
Opioid rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian aplikasi panas
eksternal (kompres panas) maupun peroral (melalui obat kumur saline)
dapat memicu timbulnya pernanahan.
Kesalah pahaman yang umum adalah bahwa semua infeksi,
menurut definisi, memerlukan pemberian antibiotik. Hal ini belum tentu
demikian. Dalam beberapa kasus, antibiotik tidak berguna dan bahkan
mungkin kontraindikasi. Dalam penentuannya ada tiga faktor yang harus
dipertimbangkan.
17
Keseriusan infeksi.
Apakah perawatan bedah yang memadai dapat dicapai.
Keadaan pertahanan imun pasien.
Ketika tiga faktor ini skor, beberapa indikasi yang pasti untuk penggunaan
antibiotik menjadi jelas adalah:
Pembengkakan memperluas luar proses alveolar
Selulitis
Trismus
Limfadenopati
Demam
Perikoronitis
Osteomielitis
Berdasarkan sama tiga kriteria, terapi antibiotik tidak diindikasikan dalam
situasi lain adalah:
permintaan Pasien
periapikal abses
Dry socket
Beberapa ekstraksi gigi dalam-dikompromikan non pasien
perikoronitis ringan
bses alveolar Dikeringkan
Singkatnya, antibiotik harus digunakan bila ada bukti yang jelas dari invasi
bakteri ke dalam jaringan yang lebih dalam, yang lebih besar dari
pertahanan host dapat diatasi. Pasien yang memiliki gangguan kemampuan
untuk mempertahankan diri terhadap infeksi dan pasien yang memiliki
infeksi yang tidak segera setuju untuk pengobatan bedah juga harus
dipertimbangkan untuk antibiotik terapi. Antibiotik tidak boleh digunakan
bila tidak ada bukti invasi bakteri lebih dalam jaringan ditemukan. Harus
diingat bahwa antibiotik tidak meningkatkan penyembuhan luka dan tidak
menguntungkan infeksi non-bakteri.
18
BAB IV
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis
Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB
Saunders, Philadelphia
Karasutisna, Tis. 2007. Selulitis Fasialis. Universitas Padjajaran. Bandung
20