Upload
quintina-paramina-gadroen
View
302
Download
19
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Referat Infiltrat Periapendikuler
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia. Di Amerika Serikat terdapat
70.000 kasus kejadian apendisitis setiap tahunnya. Kejadian apendisitis di Amerika Serikat
memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak per tahun antara kelahiran sampai anak tersebut
berumur 4 tahun.1
Kejadian Apendisitis meningkat menjadi 25 kasus per 10.000 anak pertahunnya
antara umur 10 dan umur 17 tahun di Amerika Serikat. Apabila dirata-ratakan, maka
didapatkan kejadian apendisitis 1,1 kasus per 1000 orang per tahun nya di Amerika Serikat.
Menurut Sandy Craig, MD, apendisitis sangat jarang terjadi pada kelompok neonatus.
Kalaupun hal ini terjadi, biasanya diketahui setelah terdapat perforasi pada neonatus tersebut.
Kejadian apendisitis ini dapat terjadi di seluruh kelompok umur. Diagnosa apendisitis pada
kelompok usia muda biasanya sangat sulit dilakukan mengingat penderita usia muda sulit
melukiskan perasaan sakit yang dialaminya, sehingga kejadian apendisitis pada usia muda
lebih sering diketahui setelah terjadi perforasi. Berdasarkan jenis kelamin, angka kejadian
apendisitis pada pria 1,4 kali lebih besar dari pada kelompok wanita.1
Apendisitis akut merupakan kasus gawat darurat dalam divisi bedah yang dapat
mengalami komplikasi yaitu dengan berkembangnya massa periapendikuler pada sekitar 2-
10% kasus. Massa periapendikuler merupakan salah satu komplikasi dari apendisitis akut
berupa infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikroperforasi dari apendiks yang
meradang kemudian ditutupi oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Ultrasonografi
merupakan pilihan utama dalam menegakkan diagnosis dalam 70% kasus massa
periapendikuler, namun CT-Scan dengan kontras memiliki akurasi yang lebih tinggi. Terapi
standar dikemukakan oleh Ochsner sejak tahun 1901 yaitu dengan terapi konservatif
(antibiotik intravena, bed rest dan observasi) yang telah terbukti aman dan efektif. Hal
tersebut menjadikan suatu proses inflamasi yang akut menurun hingga 80% kasus sebelum
apendiktomi interval dilakukan pada 8-12 minggu kemudian. Penatalaksanaan massa
periapendikuler seperti apendiktomi interval memang sudah diakui aman dan efektif setelah
1
dilakukan terapi konservatif, namun pembahasan mengenai apendiktomi darurat untuk suatu
inflamasi akut pada massa periapendikuler sering timbul tanpa disertai konsensus umum atau
persetujuan yang memadai.2
I.2. Tujuan
Makalah ini menjelaskan tentang massa periapendikuler atau apendisitis infiltrat
dengan tujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Bedah RS UKI
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-
5 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Apendiks orang dewasa umumnya lebih panjang daripada apendiks anak-anak.
Diameter luar pada umumnya berukuran 0,3-0,8cm, sedangkan diameter lumennya berukuran
1-2mm. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, di belakan kolon asendens, atau tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.1,3,4
Persarafan simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilikus.1,3,4
Perdarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami ganggren.1,3,4
3
Gambar 1. Anatomi apendiks vermiformis
Gambar 2. Letak apendiks vermiformis
Saluran limfe apendiks mengalir ke nodus mesoapendiksdan kemudian ke nodus
perikolik kanan dan nodus ileosekal.3
4
II.2. Embriologi
Apendiks vermiformis berasal dari struktur primordial yakni divertikulum sekal yang
muncul pada janin berusia 6 minggu. Bagian proksimal dari divertikulum ini membentuk
sekum sedangkan bagian distal atau apeks terus memanjang membentuk apendiks. Pada
anak-anak peralihan antara sekum dan apendiks tidak sejelas pada orang dewasa, dan
apendiks tampak di sebelah inferior dari sekum, berbeda dengan orang dewasa di mana
peralihan lebih jelas dan apendiks berada di sisi posteromedial dari sekum. Perkembangan
embriologis yang abnormal dapat mengakibatkan agenesis, hipoplasia, duplifikasi atau
triplkasi dari apendiks. Duplifikasi pada apendiks sering di asosiasikan dengan anomalia
kongenital lain yang mengancam jiwa. 1,4
Gambar 3. Embriologi apendiks vermiformis
II.3. Histologi
Gambaran mikroskopis apendiks vermiformis secara struktural mirip kolon , terdapat
empat lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Kecuali
beberapa modifikasi yang khas untuk apendiks.1,4
Terdapat beberapa persamaan antara mukosa apendiks dan kolon: epitel pelapis
dengan banyak sel goblet; lamina propria di bawahnya yang mengandung kelenjar intestinal
(kripti lieberkuhn) dan mukosa muskularis. Kelenjar intestinal pada apendiks kurang
berkembang, lebih pendek, dan sering terlihat berjauhan letaknya. Jaringan limfoid difus di
dalam lamina propria sangat banyak dan sering terlihat sampai ke submukosa berdekatan.5
Di sini terdapat sangat banyak limfonoduli dengan pusat germinal, dan sangat khas untuk
apendiks. Noduli ini berawal di lamina propria namun karena ukurannnya besar, noduli ini
meluas dari epitel permukaan sampai ke submukosa. Di tunika muskularis terdapat tempat
pertemuan gabungan dari taenia coli.1,4
Submukosanya sangat vaskular dengan banyak pembuluh darah. Muskularis eksterna
terdiri atas lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Ketebalan lapisan otot ini bervariasi.
Ganglia parasimpatis pleksus meienterikus Auerbach terlihat di antara lapisan sirkular dalam
dan longitudinal luar. Lapisan terluar apendiks adalah serosa.1,4
Gambar 4. Gambaran histologi apendiks vermiformis
II.4. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di
muara apendiks berperan dalam patogenesis apendisitis.3
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks ialah IgA.
Imunoglobulin itu sangat aktif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
6
pengangkatan apendiks tidak memengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di
sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan seluruh tubuh.3
7
BAB III
Infiltrat Periapendikuler
III.1. Definisi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira dan berpangkal
di sekum.3
Apendisitis adalah radang atau inflamasi pada apendiks vermiformis.1,3,4
Infiltrat periapendikuler atau massa periapendikuler merupakan salah satu komplikasi
dari apendisitis akut berupa infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikroperforasi
dari apendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum dan/atau lekuk usus
halus. Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada
pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang
dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses
radang.1,2,3,4
III.2. Etiologi
Etiologi apendisitis bersifat multifaktorial. Apendisitis disebabkan oleh adanya
obstruksi, iskemi, infeksi dan faktor herediter. Obstruksi seringkali menjadi pertanda penting
dalam patogenesis apendisitis. Akan teteapi obstruksi hanya ditemukan dalam 30-40% kasus.
Apendisitis akut juga merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus. Di samping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan
sumbatan adalah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti Entamoeba histolytica, batu,
makanan, mukus, apendiks yang terangulasi, endometriosis, benda asing dan hiperplasia
limfoid.1,3,4
8
III.3. Patofisiologi
Tekanan dalam sekum akan meningkat (3) jika katup ileosekal kompeten (2).
Kombinasi tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora kuman di kolon (4) akibat sembelit
(1) menjadi pencetus radang di mukosa apendiks (5). Pencetus lain ialah erosi dan tukak kecil
di selaput lendir oleh E. histolytica (6) dan penghambatan evakuasi isi apendiks (7). Evakuasi
isi ini terhambnat oleh stenosis (8) atau penyumbatan lumen atau gangguan motilitas oleh
pita, adhesi (9) dan faktor lain yang mengurangi gerakan bebas apendiks. Perkembangan dari
apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplet, yang meliputi semua massa dinding
apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat
pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.3
Obstruksi yang terjadi juga dapat disebabkan oleh pembesaran folikel limfoid. Folikel
limfoid yang membesar diasosiasikan dengan infeksi virus, cacing, barium dan tumor.
Sekresi feses akan berakumulasi memberikan tekanan di belakang obstruksi.1,3,4
Mukosa juga dapat rusak langsung karena infeksi tanpa didahului oleh obstruksi atau
dapat disebabkan oleh Inflammatory Bowel Disease (IBD). Berbagai jenis mikroorganisme
seperti bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan apendisitis spesifik. Akan tetapi
dalam banyak kasus, dari pemeriksaan mikrobiologi tidak ditemukan mikroorganisme
9
spesifik, melainkan campuran bakteri aerob dan anaerob. Jenis bakteri yang terbanyak
ditemukan adalah Bacteroides fragilis dan Eschericia coli serta Campylobacter jejuni.1,3,4
Gangguan pada mukosa menyebabkan adanya sekresi mukus. Sekresi pada mukus
pada lumen, yang memiliki kapasitas kecil (0,1-0,2 ml), menyebabkan peningkatan tekanan
pada lumen apendiks hingga mencapai 60 cmH2O. Bakteri di dalam lumen apendiks
kemudian bermultiplikasi dan menginvasi dinding apendiks. Invasi bakteri lumen
dipermudah dengan distensi vena dan arteri yang berada di dekatnya karena peningkatan
tekanan lumen. 1,4
Inflamasi dan edema yang menyertai menjadi faktor predisposisi berkembangnya
apendisitis menjadi ganggreen, perforasi dan peritonitis. Pada apendisitis yang berkembang
perlahan, bagian terminal dari ileum, sekum dan omentum dapat terkena, sehingga
terbentuklah abses. Pada perkembangan yang cepat, perforasi dapat terjadi hingga ke ruang
peritoneum. Infeksi juga dapat menyebabkan trombus fibrin yang akan menghalangi
pembuluh darah kecil pada apendiks, menyebabkan iskemia. Apendiks sangat rentan
mengalami iskemia karena pembuluh arteri apendiks merupakan end artery.1,4
Sistem saraf saluran pencernaan diperkirakan memiliki peran dalam patogenesis
apendisitis akut. Pada apendisitis akut dijumpai peningkatan jumlah serabut sel saraf, sel
Schwann dan pembesaran ganglia. Hiperplasia ganglia seringkali ditemukan pada daerah
yang memiliki insidens apendisitis tinggi. Proliferasi sel saraf juga terjadi pada apendisitis ,
terkait dengan sel mast yang memproduksi nerve growth factor. Proliferasi yang terjadi
terbagi dalam 3 jenis, yaitu proliferasi yang disertai dengan oklusi berfibrosa dibagian distal,
proliferasi dari pleksus saraf (Meisnerr dan Auerbach), dan proliferasi yang melibatkan
lamina propria.5
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya pertahanan tubuh untuk
berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus
halus atau adneksa sehingga membentuk massa periapendikuler yang dikenal dengan istilah
infiltrat apendiks. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1,3,4
10
Pada massa periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh
peritonistis purulenta generalisata.3,4
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk
jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat
menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat, organ ini dapat meradang
akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.3
III.4. Gejala Klinis
Infiltrat periapendikuler sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh terjadinya peradangan mendadak pada apendiks yang memberikan
tanda setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum lokal dan disertai dengan adanya massa periapendikuler. Gejala klasik
apendisitis akut dapat ditentukan oleh Alvarado Score:1,4
Characteristic Score
M = Migration of pain to the RLQ 1
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBCs to the left 1
Total 10
Source: Alvarado.[10]
RLQ = right lower quadrant; WBCs = white blood cells
11
Score:
5-6 : Possible
7-8 : Probable
>9 : Very probable
Gejala klasik appendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney (1/3 lateral garis yang mengubungkan antara
spina iliaca anterior superior dengan umbilikus). Di sini, nyeri dirasa lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila
terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau
batuk.3,4
Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada tanda rangsang peritoneal karena apendiks terlindung oleh sekum.
Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi
otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.3,4
Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan
tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat dan pengososngan
rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan apendiks terhadap kandung
kemih.3
Gambaran klinis apendisitis akut:1,3,4
Tanda awal:
-nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik
Mc Burney:
-Nyeri tekan
-Nyeri lepas
-Defans muskular
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
12
-Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
-Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
-Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam, berjalan, batuk, atau
mengedan
Perjalanan alami apendisitis akut:3
III.5. Penegakkan diagnosa
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada anamnesis, pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
persisten dan tidak menghilang dengan perubahan posisi. Nyeri awalnya dirasakan pada regio
umbilikus, kemudian nyeri berpindah ke regio iliacal dextra (kanan bawah). Selain nyeri,
pasien juga mengeluh mual ataupun muntah. Nyeri semakin hebat ketika dilakukan
penekanan pada dinding abdomen, batuk, mengedan dan bernapas dalam.1,3,4
13
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,5oC. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksila dan rektal sampai
1oC.1,3,4
Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat
pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada
massa atau abses periapendikuler.1,3,4
Peristaltis usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya ileus
paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforata.1,3,4
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas. Defans muskular menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri
tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah
yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal, diperlukan palpasi
dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Massa di sekitar titik Mc Burney menunjukkan
adanya massa periapendikuler atau infiltrat periapendikuler yang didapatkan setelah
menyingkirkan diagnosis banding lainnya.1,3,4,6
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan
jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika, tanda perut sering
meragukan; maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat bilamana apendiks
yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan
nyeri pada apendisitis pelvika.3,4,6
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
14
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis
akut. pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi. Dapat dijumpai jumlah leukosit 15.000-20.000 sel/uL. Jumlah leukosit
lebih dari 20.000 sel/uL menandakan telah terjadi perforasi.1,3
Urinalisis dapat dilakukan karena gangguan pada saluran kelamin dan saluran
kemih dapat menyerupai apendisitis akut.3
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi tidak rutin dilakukan, namun dapat ditemukan pada 5%
dari pasien dengan apendisitis gambaran opak dari fekalit. Pemeriksaan foto polos
pada apendisitis akut menunjukkan pada 50% apendisitis akut dini dapat dijumpai air
fluid level, ileus yang terlokalisasi, atau peningkatan densitas jaringan lunak pada
kuadran kanan bawah. Penggunaan foto tidak spesifik dan jarang membantu dalam
menegakkan diagnosis. Barium enema dapat membantu menegakkan diagnosis.3
Pemeriksaan ultrasound imaging sangat membantu menegakkan diagnosis
saat ditemukan massa pada kuadran kanan bawah yang disertai dengan gejala
apendisitis untuk membedakan periapendikuler phlegmon dan abses.1,3,4
Pemeriksaan lainnya yang dapat membantu menegakkan diagnosis apendisitis adalah menggunakan CT scan spiral. Pada pemeriksaan
tersebut dapat ditemukan pembesaran apendiks dengan penebalan dinding, penebalan fokal sekal, apendikolit dan udara ekstralumen. CT scan sangat
bermanfaat pada pasien yang memiliki gejala apendisitis tidak khas. CT scan spiral dapat menilai apendiks, sekum, periapendikuler, serta inflamasi
yang terjadi seperti untaian lemak, penebalan dari fasia lateroconal, cairan ekstralumen, phlegmon, limfadenopati ringan dan penebalan akibat
inflamasi dari struktur yang berdekatan.3,7
Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut:
Ultrasonografi CT-Scan
Sensitivitas 85% 90 – 100%
Spesifisitas 92% 95 - 97%
Akurasi 90 – 94% 94 – 100%
Keuntungan Aman Lebih akurat
relatif tidak mahal Mengidentifikasi abses dan
flegmon lebih baik
Dapat mendignosis kelainan lain
pada wanita
Mengidentifikasi apendiks
normal lebih baik
15
Baik untuk anak-anak
Kerugian Tergantung operator Mahal
Sulit secara tehnik Radiasi ion
Nyeri Kontras
Sulit di RS daerah Sulit di RS daerah
Gambar 5. CT scan spiral dengan apendisitis infiltrat.7
III.6. Diagnosis Banding
1. Mukokel apendiks
Merupakan dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi
kronik pangkal apendiks, biasanya berupa jaringan fibrosa. Manifestasi klinis:
keluhan ringan berupa rasa tidak enak pada perut kanan bawah, teraba massa
memanjang di regio iliaka dextra. Jika infeksi, maka timbul gejala apendisitis akut.3,6
2. Tumor apendiks / kolon / sekum
Dispepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan, anemia, gangguan defekasi
(gejala gangguan pasase usus maupun diare dan perdarahan).3,4,6
3. Chron disease
Merupakan enteritis regional pada kolon, disebut juga kolitis granulomatosis atau
kolitis transmural. Manifestasi klinis: demam, nyeri dan nyeri tekan pada perut kanan
bawah, diare, anoreksia, mual, muntah serta leukositosis.1,3,4,6
4. Amuboma (Kolitis Amuba)
Manifestasi klinis kurang jelas. Dapat timbul gejala berupa diare dengan atau tanpa
bercampur darah atau lendir, demam dan menggigil, nyeri hebat, serta tenesmus.3,6
5. Enteritis tuberkulosa
16
Infeksi usus yang disebabkan oleh M. tuberculosis biasanya pada ileum terminale
dalam bentuk radang kronik hipertrofik. Manifestasi klinis: obstipasi atau diare, nyeri
perut berkala karena kejang dan kolik, teraba massa pada palpasi abdomen.3,4,6
6. Kelainan ginekologis (Torsio Kista Ovarium Dextra)
Manifestasi klinis: demam, nyeri perut kanan bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas pada
perut kanan bawah, leukositosis, serta massa dapat dipalpasi pada vaginal toucher.1,3,4,6
III.7. Penatalaksanaan
Dengan beberapa pengecualian, penatalaksanaan apendisitis adalah operasi. Operasi
dapat dilakukan terbuka (laparotomi) atau laparoskopi. Hasil uji klinis membandingkan dua
metode tidak menunjukkan keuntungan yang jelas dari salah satu metode di atas yang lain,
meskipun pasien yang diobati laparoskopi kembali bekerja beberapa hari sebelumnya.
Pendekatan laparoskopi dilakukan ketika diagnosis preoperatif belum pasti karena
morbiditasnya menurun jika apendiks ditemukan tanpa proses inflamasi dan apendiktomi
tidak dilakukan.1
Apendiktomi Interval
Masa periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk
mencegah penyulit. Selain itu, operasinya mudah. Pada anak, dipersiapkan operasi dalam
waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan
pendinginan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotik sambil
dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila
sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh
pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan atau 6-8 minggu kemudian agar
perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan
terbentuk abses apendiks. Hal ini akan ditandai dengan kenaikin suhu dan frekuensi nadi,
bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Teknik apendiktomi interval ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dan menurunkan
morbiditas serta mortalitas dibandingkan dengan apendiktomi segera.1,3,4
Apendiktomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman
aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, 17
dilakukan apendiktomi. Pada anak kecil, wanita hamil dan penderita usia lanjut, jika secara
konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila sudah terjadi abses, dianjurkan untuk drainase; apendiktomi dilakukan setelah 6-
8 minggu kemudian. Jika pada saat dilakukan drainase bedah, apendiks mudah diangkat,
dianjurkan sekaligus dilakukan apendiktomi.1,3,4
Ada pendapat utama yang tidak menyetujui tindakan apendiktomi interval yaitu
dengan alasan hampir 50% pasien yang diterapi secara konservatif tidak menimbulkan gejala
apendisitis, dan untuk yang memiliki gejala apendisitis, dapat diterapi secara non operatif.
20-50% pemeriksaan patologi anatomi dari apendiks yang telah direseksi adalah normal.2,4
Pada sisi lain, didapatkan data-data yang menyatakan bahwa apendiktomi interval
sangat dibutuhkan. Dalam studi yang dilakukan secara prospektif, 40% pasien yang telah
diterapi secara konservatif memerlukan tindakan apendiktomi yang lebih awal (4,3 minggu)
akibat keluhan yang ditimbulkannya. Angka rata-rata kegagalan yang timbul akibat
keterlambatan dari penyakit yang akut mencapai 20%. Serta terdapat 14% pasien yang masih
memiliki keluhan nyeri perut kanan bawah. Hasil dari patologi anatomi dapat normal, namun
periapendikuler abses persisten dan adhesi ditemukan pada 80% pasien. Dan hampir 50%
kasus terdapat inflamasi (secara histologi) pada organ tersebut. Serta beberapa neoplasma
juga ditemukan pada apendiks yang telah direseksi, termasuk pada kasus anak-anak.2,4
Waktu yang tepat untuk dilakukan apendiktomi interval masih kontroversial.
Apendiktomi dapat dilakukan secepatnya sekitar 3 minggu diikuti dengan terapi konservatif.
Namun 2 per 3 kasus apendisitis rekuren ditemukan dalam waktu kurang dari 2 tahun.2,4
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu:
LED
Jumlah leukosit
Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2. Pemeriksaan fisik :18
Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan
aksiler)
Tanda-tanda apendisitis sudah tidak ada
Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil
dibanding semula.
Laboratorium : LED kurang dari 20, leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
1. Bila LED telah menurun kurang dari 40
2. Tidak didapatkan leukositosis
3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa:
Apakah penderita sudah bed rest total
Pemberian makanan penderita
Pemakaian antibiotik penderita
Kemungkinan adanya sebab lain
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan,
operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi
abses dan terapi adalah drainase.1,3,4
Beberapa studi memberikan pendapat bahwa apendiktomi interval yang disertai terapi
konservatif merupakan pilihan yang tepat. Menurut survey yang dilakukan dokter ahli bedah
di Amerika Utara dan Inggris, hampir 21-53% keluhan (gejala dan tanda apendisitis akut)
kembali muncul. Sebuah penelitian dengan populasi besar juga menyatakan bahwa terdapat
5% apendisitis rekuren setelah di observasi selama rata-rata 4 tahun. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa apendiktomi interval setelah berhasilnya terapi konservatif bukan suatu
pilihan yang tepat. Studi lain yang dilakukan secara prospektif memperlihatkan hasil bahwa
19
77% pasien memiliki lumen apendiks yang paten, sedangkan 23% mengalami fibrosis,
obliterasi lumen apendiks dan keluhan kembali muncul.2
Namun jika apendiktomi interval tidak dilakukan setelah berhasilnya terapi
konservatif, dikhawatirkan akan terjadi kesalahan pada diagnosis, seperti penyakit Crohn,
keganasan pada sekum, dan tuberkulosis ileo-sekal yang menyebabkan massa
periapendikuler. Pada penelitian retrospektif menunjukkan bahwa 10,3% pasien mengalami
perubahan diagnosis, 3% diantaranya mengalami kanker kolon. Oleh karena itu, pemeriksaan
dengan barium enema atau kolonoskopi sangat dianjurkan pada pasien yang telah berhasil
menjalankan terapi konservatif, terutama dengan usia diatas 40 tahun.2
Apendiktomi masih diperlukan untuk pasien yang mengalami keluhan berulang dan
untuk pasien yang mengalami inflamasi kronis apendiks atau lumen apendiks yang paten.
Cara untuk membedakan hal tersebut adalah melalui observasi selama terapi konservatif. 2
Kekhawatiran akan abses intraabdomen setelah dilakukan apendiktomi laparoskopi
pada apendisitis yang disertai komplikasi sudah berkurang. Terbukti pada suatu studi bahwa
apendiktomi interval yang dilakukan secara laproskopi memiliki tingkat efektivitas yang
tinggi setiap tahunya dari 30% sampai dengan 85%. Durasi waktu operasi dan risiko
komplikasi tidak jauh berbeda dari laparotomi, namun lama perawatan pasien dirumah sakit
lebih singkat pada operasi dengan laparoskopi. Keuntungan lain dari apendiktomi dengan
laparoskopi adalah prosedur yang dilakukan lebih mudah dan aman, tidak memerlukan rawat
inap untuk kedua kalinya akibat keluhan yang berulang (apendisitis rekurens) maupun
kesalahan diagnosis, menghindari kesalahan diagnosis serta lebih tanggap jika terdapat
kelainan ileosekal lain yang tidak terduga yang berkaitan dengan adanya massa
periapendikuler.2
Apendiktomi interval memiliki presentasi morbiditas kurang dari 3% dan memerlukan
rawat inap di rumah sakit kurang lebih 1-3 hari. Apendiktomi dengan laparoskopi memiliki
angka keberhasilan yang tinggi yaitu sekitar 68%.2
Berdasarkan data diatas, apendiktomi interval aman dilakukan setelah menyingkirkan
kelainan ileosekal lainnya. Hal tersebut menghindari rawat inap yang berulang dan prosedur
operasi yang memiliki rata-rata 10-20% komplikasi. Apendiktomi interval dilakukan pada
pasien yang memiliki keluhan apendisitis berulang dengan teknik laparoskopi karena terbukti
20
lebih aman. Apendiktomi dengan laparoskopi secara darurat merupakan penatalaksanaan baru
yang lebih aman, efektif dan memiliki jangka waktu yang lebih pendek pada rawat inap, serta
tidak memerlukan terpai antibiotik intravena jangka panjang. Kebutuhan dari apendiktomi
interval masih kontroversi hingga saat ini, dan jika apendiktomi darurat dengan laparoskopi
menjadi dasar penatalaksanaan kasus ini, maka apendiktomi interval tidak akan digunakan
sebagai terapi.2
III.8. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa
yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.1,3,4
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi
Nadi semakin cepat
Defans Muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Distensi abdomen
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal
III.9. Prognosis
21
Mortalitas adalah 0.1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika perforasi.
Kematian biasanya berasal dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis membaik dengan
diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik.3
Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis.
Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi
terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah
gangren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari seccum oleh
abses atau kontriksi dari jahitan kantong. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi
dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut meliputi pembentukan adhesi dengan obstruksi
mekanis dan hernia.1,3
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak
diangkat.1,3,4
BAB IV
PENUTUP
IV.1. KESIMPULAN
Infiltrat periapendikuler atau massa periapendikuler merupakan salah satu komplikasi
dari apendisitis akut berupa infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikroperforasi dari
apendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum dan/atau lekuk usus halus.
Etiologi apendisitis dapat disebabkan oleh adanya obstruksi, iskemi, infeksi dan faktor
herediter. Di dalam massa periapendikuler, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
22
Gejala klasik apendisitis akut dapat ditentukan oleh Alvarado Score yang disertai dengan
adanya massa pada regio iliacal dextra. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu
menegakkan diagnosis adalah laboratorium darah, USG dan CT scan. Diagnosis banding dari
infiltrat periapendikuler yaitu mukokel apendiks, tumor sekum, chron disease, amuboma,
enteritis tuberkulosa dan torsio kista ovarium dextra. Bila sudah tidak ada demam, massa
periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif
dapat dikerjakan 2-3 bulan atau 6-8 minggu kemudian agar perdarahan akibat perlengketan
dapat ditekan sekecil mungkin, prosedur tersebut merupakan penatalaksanaan apendiktomi
interval yang telah menjadi dasar perawatan untuk kasus infiltrat periapendikuler.
Berdasarkan beberapa studi, apendiktomi elektif tersebut lebih aman dan mudah dilakukan
dengan teknik laparoskopi. Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi dan
sepsis. Mortalitas adalah 0.1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika perforasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Way LW. Appendiks. In : Current surgical diagnosis and treatment. New york:
McGraw-Hill; 2006.
2. Meshikes AW. Appendiceal mass: Is interval appenticetomy “something” of the past.
World J Gastroenterol 2011 July; 17 (25) : 2977-2980.
3. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2010. hal.
755-762.
4. Berger DH. The Appendix. In : Schwartz’s principles of surgey. Edisi 8. New york.
Mcgray-Hill; 2006.
23
5. Mahmoud IM, Salim HA, Abdulla IH. Histologycal changes in appendix tissue during
acute appendicitis. Tikrit Medical Journal. 2007; 13 (1): 81-83.
6. Hazukova R, Rejchrt S, Vacek Z, Kopacova M, Dvorak P, Bures J. Pitfalls of
palpable mass in the right iliac fossa: Report of two cases of chronic abscending
appendicitis.
7. Taheri MS, Haghighatkah HR, Birang S, Moharamzady Y, Jamali F. Spiral CT
findings in complicated appendicitis: Pictoral essay. Iran J Radiol. 2009 Mar 7; 6 (1):
1-6.
24