32
INFORMASI PROGRAM DIREKTORAT PEMBINAAN SMA TAHUN 2015 DIREKTORAT PEMBINAAN SMA DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

Informasi Program Final 2015

Embed Size (px)

DESCRIPTION

program 2015

Citation preview

INFORMASI PROGRAM

DIREKTORAT PEMBINAAN SMA TAHUN 2015

DIREKTORAT PEMBINAAN SMA DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KATA PENGANTAR

Dimulainya program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun pada tahun 2015 ini memberikan kesempatan

besar kepada setiap warga negara Indonesia untuk mendapatkan layanan Pendidikan Menengah.

Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan angka

partisipasi sekolah penduduk usia 16-18 tahun, namun juga berfokus pada peningkatan kualitas

pendidikan SMA sebagai pusat pengembangan mutu pendidikan (center of excellence). Dengan

mengusung tema menjangkau siswa didaerah terpencil yang susah dijangkau (reaching the unreach)

diharapkan Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Menengah mencapai 93,6% pada tahun 2020.

Mengacu pada Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Tahun 2011-2025, program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun diharapkan dapat menciptakan sumber

daya manusia yang berkarakter mulia, berilmu-pengetahuan (knowledgeable), dan berkeahlian

(skillfull). Melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut diharapkan akan terwujud

pembangunan ekonomi bangsa yang produktif dan berkelanjutan.

Untuk mendukung program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun, Direktorat Pembinaan SMA telah

menyusun program pembangunan pendidikan SMA yang mengacu pada 5 pilar kebijakan

pembangunan pendidikan SMA meliputi: Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas, Kesetaraan dan

Kepastian. Aspek Pilar ketersediaan difasilitasi melalui penyediaan infrastruktur layanan pendidikan

meliputi penyediaan ruang kelas yang diaktualisasikan dalam program bantuan sosial Unit Sekolah

Baru (USB), Ruang Kelas Baru (RKB). Pilar keterjangkauan difasilitasi melalui penyediaan Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) SMA, Program Indonesia Pintar (PIP) SMA. Pilar kualitas difasilitasi

melalui penyediaan fasilitas mutu sekolah dan pengembangan pendidikan karakter siswa,

pengembangan kualitas sekolah, olimpiade keilmuan, seni, dan olahraga serta penerapan Kurikulum

2013. Pilar kesetaraan difasilitasi percepatan penyediaan infrastruktur pendidikan bagi daerah

tertinggal. Pilar kepastian difasilitasi melalui program reformasi birokrasi dan komitmen dari

pemerintah untuk mewujudkan tata kelola yang transparan dan akuntabel.

Buku Informasi Program Direktorat Pembinaan SMA Tahun Anggaran 2015 ini memuat informasi

program dari berbagai program dan kegiatan Direktorat Pembinaan SMA pada Tahun 2014 yang

merupakan penjabaran pilar-pilar kebijakan pembangunan pendidikan SMA Tahun 2014. Buku ini

disusun agar dapat digunakan sebagai panduan kerja pelaksanaan program-program SMA, sekaligus

menjadi salah satu bahan masukan bagi mitra kerja kami di Dinas Pendidikan Propinsi,

Kabupaten/Kota, Sekolah dan instansi lainnya dalam merumuskan kebijakan pembangunan

pendidikan SMA.

Semoga bermanfaat

Jakarta, Februari 2015

Direktur Pembinaan SMA

Ir. Harris Iskandar, Ph.D

NIP. 19620429 198601 1 001

Daftar isi

BAB I. Kondisi Umum Pendidikan SMA

Analisis kondisi umum pendidikan SMA diperlukan untuk mengidentifikasi isu, permasalahan, dan

tantangan pendidikan SMA. Identifikasi tersebut yang akan menjadi fokus bagi Direktorat

Pembinaan SMA dalam menentukan pokok-pokok kebijakan strategis, program dan sasaran. Berikut

ini adalah analisis kondisi umum pendidikan SMA.

A. Ketersediaan Layanan Pendidikan SMA

Angka Partisipasi Kasar (APK) pada tingkat SMP dan sederajat lebih tinggi dibandingkan dengan

APK pada jenjang Pendidikan Menengah (SMA dan sederajat). Berdasarkan data Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 (Buku II), pada tahun 2014 APK untuk SMP dan

sederajat berada pada angka 101.57%, sedangkan APK SMA sederajat masih berada pada angka

79.22%. Salah satu faktor yang menyebabkan masih terjadi kesenjangan APK tersebut karena

belum seluruh daerah tersedia Layanan Pendidikan Menengah. Berdasarkan Data Pokok

Pendidikan Menengah, masih terdapat 947 Kecamatan yang belum memiliki Layanan Pendidikan

Menengah. Berikut ini adalah ilustrasi mengenai hal tersebut.

Gambar 1.1:

Kecamatan Tanpa Layanan Pendidikan Menengah (SMA/SMK/MA) Tahun 2013

Sumber : Data Pokok Pendidikan Menengah (Dapodikmen), Tahun 2013

Gambar diatas menunjukan bahwa kondisi Kecamatan tanpa SMA/SMK masih terjadi di seluruh

propinsi, sekalipun di wilayah Barat (Sumatera dan Jawa). Jumlah kecamatan tanpa SMA yang

terbesar terdapat di Propinsi Papua, dari 418 Kecamatan yang ada terdapat 307 Kecamatan yang

belum memiliki Layanan Pendidikan Menengah.

Hal tersebut menunjukan rendahnya kemampuan daerah dalam menyediakan layanan

pendidikan. Selain itu, jangkauan layanan pendidikan yang ada masih sangat terbatas. Semakin

tinggi jenjang pendidikan, jangkauan layanan pendidikan menjadi semakin rendah. Berikut ini

adalah ilustrasi mengenai hal tersebut.

Gambar 1.2:

Jarak ke sekolah menurut jenjang pendidikan Tahun 2012

Sumber : Survey Sosia l Ekonomi Nasional (Susenas) , Tahun 2012

Gambar diatas menunjukan bahwa dari layanan SMA yang ada, hanya 14% SMA yang dapat

ditempuh siswa dengan jarak 0,5 Km s.d. 1,5 Km. Sedangkan sekitar 38% SMA ditempuh dengan

jarak lebih dari 4 Km dari tempat tinggal siswa. Hal ini menjadi sebuah gambaran dimana

layanan pendidikan SMA masih sangat sulit dijangkau oleh masyarakat.

Selain jumlah layanan pendidikan, ketersediaan ruang kelas di satuan pendidikan juga masih

menjadi permasalahan dalam upaya untuk memberikan layanan pendidikan menengah kepada

masyarakat. Secara lebih spesifik, pada tahun 2012, Sekolah Menengah Atas (SMA) tercatat

mengalami kekurangan 4.174 Ruang Kelas untuk dapat menampung 1.8 Juta lulusan

SMP/Sederajat yang mendaftar ke SMA (Kondisi ini dihitung berdasarkan standar kelayakan

proses belajar mengajar dimana satu ruang kelas berukuran 8x9 m² diperuntukan untuk 36

siswa).

Selain kekurangan, ruang kelas SMA juga tidak seluruhnya dalam kondisi baik. Dari total 93.630

ruang kelas SMA, tercatat sebanyak 4.14% atau 3.879 ruang dalam kondisi rusak berat dan

10.67% atau 9.986 ruang dalam kondisi rusak ringan. Berikut ini adalah gambar persentase

kondisi ruang kelas SMA pada tahun 2014.

Gambar 1.3:

Persentase Kondisi Ruang Kelas SMA Tahun 2014

Sumber : D ata Poko k D ir e ktor at P em b in aa n SM A, 20 14 Ya n g Su da h Dio la h

Ilustrasi diatas menujukan bahwa ruang kelas yang ada belum seluruhnya dapat dimanfaatkan

secara maksimal karena mengalami kerusakan. Kekurangan ruang kelas dan masih cukup

banyaknya ruang kelas yang rusak merupakan suatu tantangan dalam mewujudkan

ketersediaan layanan Pendidikan Menengah.

B. Keterjangkauan Layanan Pendidikan SMA

Partisipasi pendidikan masyarakat cenderung menurun seiring dengan meningkatnya jenjang

pendidikan. Partisipasi masyarakat bersekolah pada jenjang pendidikan dasar lebih tinggi

dibanding dengan jenjang pendidikan menengah. Demikian juga partisipasi masyarakat pada

pendidikan tinggi lebih rendah dibandingkan dengan partisipsi masyarakat pada pendidikan

menengah. Berikut ini adalah ilustrasi partisipasi pendidikan masyarakat pada setiap jenjang

pendidikan:

Gambar 1.4

Penurunan Partisipasi Sekolah Pada Setiap jenjang Pendidikan

Sumber : D ata Poko k D ir e ktor at P em b in aa n SM A da n Data dar i P u sat Da ta S ta t i st ik

Pen d i dik an , 2 013 Yan g Su da h Dio l a h

79.765 85.19%

9.986 10.67%

3.879 4.14%

BAIK RUSAK RINGAN RUSAK BERAT

Gambar diatas menunjukan adanya penurunan partisipasi pendidikan seiring dengan semakin

tingginya jenjang pendidikan yang ditempuh. Angka partisipasi sekolah seiring dengan

perjalanan waktu tempuh pendidikan dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai

pendidikan tinggi mengalami penurunan. Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang SD

sederajat pada tahun 2014 mencapai 115,3%, sedangkan APK SMP sederajat mencapai 98,2%.

Angka partisipasi tersebut mengalami penurunan tajam pada jenjang pendidikan menengah

dengan capaian APK hanya sebesar 70,5%. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah

lulusan yang putus sekolah (Drop Out) dan tidak melanjutkan, yang jumlahnya semakin

meningkat seiring dengan jenjang pendidikan yang ditamatkan.

Hasil studi Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa 57% penyebab siswa putus sekolah dan

tidak melanjutkan adalah karena tidak ada biaya. Tidak terjangkaunya pendidikan bagi siswa

miskin dikarenakan tingginya biaya pendidikan. Pada dasarnya, pendidikan yang baik

membutuhkan biaya yang tinggi. Data Survey Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun

2009 mencatat bahwa rata-rata biaya pendidikan per siswa selama 6 bulan (Januari s.d. Juni

2009) adalah sebesar Rp.2.141.294,-. Jumlah tersebut dirasakan sulit dijangkau oleh keluarga

miskin yang memiliki pendapatan dibawah Rp.400.000,-/bulan.

Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa kesempatan yang setara (equal opportunity)

untuk mendapatkan layanan pendidikan, terutama untuk siswa yang berasal dari keluarga

miskin, masih menjadi tantangan bagi pembangunan pendidikan SMA saat ini.

C. Kualitas Layanan Pendidikan SMA

Layanan Pendidikan yang baik sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana

mutu yang dimiliki oleh sekolah untuk mendukung kegiatan proses belajar mengajar. Kondisi

kepemilikan sarana dan prasarana mutu tersebut, dari sisi jumlah masih belum memenuhi

Standar Nasional Pendidikan (SNP). Berikut ini adalah tabel Kepemilikan Sarana dan Prasarana

Mutu SMA.

Tabel 1.5:

Kepemilikan Sarana dan Prasarana Mutu SMA Tahun 2014

Ruang Kepemilikan Kebutuhan

Perpustakaan 9.751 2.582

Lab. IPA

- Lab. Kimia 5.443 6.890

- Lab. Fisika 5.948 6.385

- Lab. Biologi 6.168 6.165

Lab. Komputer 7.648 4.685

Sumber : Diolah dari Data Pokok Direktorat Pembinaan SMA, 2014

Selain minim, penyebarannya juga belum merata di seluruh daerah, sekolah-sekolah yang

memiliki sarana dan prasarana lengkap sebagian besar berada di kota besar. Hal tersebut bisa

menjadi salah satu penyebab terjadi dispartitas mutu sekolah. Tantangan lainnya adalah

masih sangat terbatasnya jumlah peralatan laboratorium dan bahan ajar. Hal tersebut

membuat laboratorium ataupun sarana mutu belum dapat termanfaatkan secara maksimal

dalam praktek belajar mengajar. Selain itu, jumlah tenaga pengelola laboratorium juga masih

terbatas. Kondisi ini menjadi penyebab belum optimalnya pemanfaatan dan pendayagunan

sarana dan prasarana mutu yang dimiliki sekolah.

Hal lain yang terkait dengan sarana dan prasarana mutu pendidikan adalah masih sangat

minimnya penggunaan TIK dalam mendukung kegiatan proses belajar mengajar. Pemanfaatan

TIK sekolah-sekolah di Indonesia masih sangat tertinggal bila dibandingkan dengan negara-

negara lainnya. Keterbatasan sarana dan prasarana mutu pendidikan berimplikasi pada

rendahnya kualitas lulusan SMA. Data dari World Bank berikut ini dapat memberikan

gambaran mengenai rendahnya kualitas lulusan SMA dilihat dari tingkat kepuasan pemberi

kerja.

Gambar 1.6:

Persepsi kualitas lulusan menurut pemberi kerja Tahun 2012

Sumber: S k i l l s f or the Lab or For ce in Ind ones ia , Wor l d Ba n k 2 012

Grafik diatas menunjukan bahwa sebesar 25% lulusan SMA tidak memenuhi ekspektasi

pemberi kerja. Sebagian besar lulusan ditempatkan di pekerjaan yang tidak berkeahlian,

seperti pekerja pertanian. Sekalipun lulusan SMA tidak dipersiapkan untuk bekerja, namun

survey dari World Bank tersebut dapat menjadi gambaran rendahnya kualitas lulusan SMA.

Hal tersebut menjadi tantangan bagi pembangunan pendidikan SMA kedepan, terutama

dalam menghadapi persaingan global.

D. Kesetaraan Layanan Pendidikan SMA

Disparitas kepemilikan kondisi pendidikan seperti kepemilikan fasilitas mutu dan kualitas guru

berimplikasi pada tidak meratanya kualitas layanan pendidikan SMA antar daerah. Ketimpangan

dapat terlihat pada hasil belajar antar sekolah kota dan desa dan antar sekolah negeri dan

swasta.Lebih lanjut lagi ketimpangan akan lebih terlihat ketika kita membandingkan hasil belajar

pendidikan formal SMA dengan program kesetaraan SMA.

Disparitas antar wilayah tidak hanya terkait dengan kepemilikan fasilitas mutu dan tenaga

pengajar. Ketersediaan fasilitas akses layanan pendidikan juga menjadi tantangan utama

pendidikan SMA. Pada daerah-daerah terpencil dan kepulauan besar kemungkinan belum

tersedia sekolah SMA. Lebih lanjut lagi ketersediaan ruang kelas yang memadai masih menjadi

tantangan utama pendidikan SMA terutama pada daerah-daerah terpencil dan kepulauan.

Daerah-daerah tertinggal cenderung memiliki kualitas pendidikan yang rendah dibandingkan

dengan daerah perkotaan. Berikut ini adalah peta daerah tertinggal dan perbatasan.

Gambar 1.7.

Peta Daerah Tertinggal (3T, Nelayan, dan Perbatasan)

Sumber: Dat a Poko k D ir ek t orat P em b in aa n SM A, Ya n g Su da h D io la h

E. Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun

Penyelenggaraan Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun dilatarbelakangi oleh konsekuensi logis

implementasi Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Data dari Pusat Data dan Statistik

Pendidikan (PDSP, 2011) menunjukkan bahwa dari 4,2 juta lulusan SMP sebesar 1,2 juta tidak

melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah dikarenakan keterbatasan daya tampung

sekolah. Keterbatasan daya tampung pendidikan menengah ini berdampak pada rendahnya

angka partisipasi kasar (APK) siswa di jenjang sekolah menengah dibandingkan dengan jenjang

pendidikan SD dan SMP sederajat.

Selama lima tahun terakhir angka partisipasi kasar (APK) pendidikan jenjang menengah terus

mengalami peningkatan, yaitu dari 52,20% pada tahun 2005/2006 menjadi 70,53% pada tahun

2010/2011. Namun demikian, angka partisipasi sekolah seiring dengan perjalanan waktu

tempuh pendidikan dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi

mengalami penurunan. Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang SD sederajat pada tahun

2011 mencapai 115,3%, sedangkan APK SMP sederajat mencapai 98,2%. Angka partisipasi

tersebut mengalami penurunan tajam pada jenjang pendidikan menengah dengan capaian APK

hanya sebesar 70,5%. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah lulusan yang putus

sekolah (DO) dan tidak melanjutkan, yang jumlahnya semakin meningkat seiring dengan jenjang

pendidikan yang ditamatkan. Untuk jenjang pendidikan menengah keterbatasan daya tampung

menjadi penyebab tidak melanjutkannya lulusan SMP sederajat.

Untuk itu diperlukan sebuah program akselerasi penyediaan layanan pendidikan berupa

percepatan penyediaan fasilitas akses pendidikan menengah melalui Rintisan Wajib Belajar 12

Tahun. Program ini pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada

seluruh warga negara Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu.

Tujuan utama Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun adalah meningkatkan kualitas penduduk

Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, peningkatan

kehidupan sosial politik serta kesejahteraan masyarakat. Sasarannya adalah pada tahun 2020

angka partisipasi kasar (APK) pendidikan menengah sekurang-kurangnya mencapai 93,6%.

Gambar 1.8.

Percepatan Capaian Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Menengah

Untuk implementasi Wajib Belajar 12 Tahun telah disusun perencanaan kebutuhan program

yang meliputi penyediaan infrasturktur akses pendidikan melalui penyediaan Unit Sekolah Baru

(USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB), penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan

Siswa Miskin (BSM)/Program Indonesia Pintar (PIP), penyediaan pendidik dan tenaga

kependidikan, serta peningkatan proses pembelajaran yang didasarkan pada jumlah dan

distribusi penduduk usia pendidikan jenjang menengah di tingkat kabupaten/kota.

F. Identifikasi Masalah

Beberapa permasalahan dalam pembangunan pendidikan SMA yang dihadapi adalah sebagai

berikut:

1. Daya tampung SMA belum dapat menampung seluruh lulusan SMP dan sederajat.

2. Masih terdapat ruang kelas SMA yang rusak, baik rusak berat, sedang, maupun ringan.

3. Pendidikan SMA belum dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, karena

tingginya biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh masyarakat.

4. Kualitas proses belajar mengajar masih belum maksimal karena disebabkan oleh masih

minimnya ketersediaan sarana dan prasarana mutu, khususnya untuk daerah-daerah

terpencil.

5. Pendidikan SMA di Indonesia masih tertinggal dan belum mampu bersaing secara global

dengan negara - negara lainnya.

6. Masih terjadinya disparitas mutu pendidikan antar daerah.

BAB II. Tujuan Strategis dan Target Kerja Direktorat Pembinaan SMA

A. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Bidang Pendidikan

Direktorat Pembinaan SMA mulai tahun 2015 tidak lagi memiliki visi dan misi tersendiri, hal ini

terjadi karena setiap program dari Kementerian adalah mendukung visi-misi dan program

prioritas Presiden Republik Indonesia dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional. Berdasarkan RPJMN Tahun 2015-2019 yang menjadi prioritas Nasional

Bidang Pendidikan adalah “Peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau,

relevan, dan efisien menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran

budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan

demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan

tenaga terdidik dengan kemampuan: (1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan dan

(2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja”.

Untuk mencapai prioritas tersebut diperlukan prioritas aksi bidang pendidikan yang harus

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan akses pendidikan yang merata adalah meningkatkan ketersediaan layanan

pendidikan di seluruh wilayah Indonesia baik di perkotaan atau pedesaan bahkan sampai

ke daerah-daerah terdepan, terluar, terpencil dengan tingkat standar layanan pendidikan

yang sama; menjamin keterjangkau layanan pendidikan bagi semua lapisan masyarakat

tanpa membedakan status ekonomi, kondisi fisik/mental, asal wilayah, gender dan agama.

2. Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan untuk mendukung daya saing bangsa

menerapkan sistem pembelajaran yang menjamin terbentuknya lulusan cerdas (spiritual,

emosional dan sosial, intelektual, kinerstetis) dan kompetitif; didukung dengan pendidik

dan tenaga kependidikan yang profesional, berkepribadian yang dapat menjadi tauladan;

serta dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan standar

nasional pendidikan; mendorong penciptaan inovasi dan kreativitas yang mendukung

peningkatan daya saing dan kesejahteraan rakyat.

3. Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan dan kebahasaan adalah: (a) menjaga dan

memelihara jati diri karakter bangsa melalui pelestarian dan pengembangan kebudayaan

dan bahasa; (b) membangkitkan kembali karakter bangsa Indonesia yaitu saling

menghargai keragaman, toleransi, etika, moral dan gotong royong melalui penerapan

budaya dan bahasa Indonesia yang baik di masyarakat; (c) meningkatkan apresiasi pada

seni dan karya budaya Indonesia sebagai bentuk kecintaan pada produk-produk dalam

negeri; dan (d) melestarikan, mengembangkan dan memanfaatkan warisan budaya sebagai

gambaran dari jati diri bangsa serta memanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

4. Memperkuat tata kelola pembangunan pendidikan dan kebudayaan adalah menjaga

konsistensi dalam mewujudkan efektivitas, efisiensi, akuntabilitas dan transparansi

birokrasi dan pengelolaan anggaran; meningkatkan integrasi proses, berbagi sumber daya,

pemanfaatan TIK, sinergi dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan antara

pemerintah dan pemerintah daerah; meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan

kebudayaan dengan berorientasi pada kepuasan publik atau masyarakat.

B. Tujuan Strategis dan Terget Kinerja Direktorat Pembinaan SMA

Tujuan strategis Direktorat Pembinaan SMA sesuai dengan yang dirumuskan pada Renstra

Kemendikbud 2015—2019 adalah sebagai berikut:

KODE TUJUAN STRATEGIS

T3 Peningkatan Kepastian Akses Pendidikan Menengah yang Berkualitas dan

Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat (M1)

T5 Peningkatan Kualitas Pembelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah

yang Berorientasi pada Pembentukan Karakter (M2)

T8 Peningkatan Sistem Tata Kelola yang Transparan dan Akuntabel (M4)

1. Tujuan Strategis 3: Peningkatan Kepastian Akses Pendidikan Menengah yang Berkualitas dan

Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat

Pada jenjang pendidikan menengah, peningkatan akses pendidikan dikaitkan dengan kebutuhan

mendesak untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja berkualitas dengan kualifikasi minimal

berasal dari pendidikan menengah. Pemerintah melalui Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun

berusaha meningkatkan jaminan bagi lulusan SMP/MTs untuk dapat melanjutkan ke pendidikan

menengah. Kendala biaya dan jarak atau keterjangkauan disolusikan melalui pendirian sekolah

menengah baru di setiap kecamatan yang dikombinasikan dengan penyediaan biaya operasional

pendidikan serta bantuan khusus bagi siswa miskin. Inovasi penerapan sistem pembelajaran

berbasis teknologi informasi diterapkan agar dapat mengakselerasi peningkatan akses

pendidikan menengah.

Peningkatan akses pendidikan menengah harus dapat menciptakan loncatan dalam mengubah

spektrum kualifikasi tenaga kerja Indonesia ke depan. Akses pendidikan menengah harus dibuka

seluas-luasnya dan tersedia serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa dibeda-

bedakan oleh kondisi ekonomi, kondisi geografis, kondisi fisik/mental (berkebutuhan khusus),

gender, serta masyarakat yang mengalami bencana alam dan masalah sosial.

2. Tujuan Strategis 5: Peningkatan Kualitas Pembelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah yang

Berorientasi pada Pembentukan Karakter.

Tantangan kedepan dalam melakukan peningkatan kualitas pembelajaran adalah meningkatkan

kualitas proses pembelajaran di kelas karena umumnya kualitas pembelajaran perlu ditingkatkan

dengan lebih baik dengan cara meningkatkan lebih banyak pelibatan siswa di kelas secara

interaktif setidaknya minimal 60% dari keseluruhan aktivitas keseharian siswa di kelas, sehinga

kreativitas siswa, daya kritis dalam berpikir dan kemampuan analisis siswa meningkat. Dengan

peningkatan pelibatan siswa dalam kegiatan di kelas diharapkan nilai UN dan hasil tes

internasional, misalnya dalam tes PISA siswa Indonesia dapat ditingkatkan dalam periode 5

tahun ke depan. Sebanyak 55,29% siswa Indonesia baru mencapai skor PISA untuk kecakapan

level 1 atau kurang). Untuk matematika, sekitar 75% anak Indonesia baru mencapai level 1 atau

kurang.

Perbaikan kualitas pada pendidikan menengah masih perlu dikembangkan pada periode

kedepan. Disamping itu, terdapat tantangan dalam pelaksanaan kurikulum dengan lebih

memberikan ruang gerak bagi pengembangan minat dan potensi siswa, terutama untuk

menghadapi perkembangan global, serta penerapan sistem sanksi dan insentif dalam

pelaksanaan kurikulum 2013. Selanjutnya penerapan sistem penjaminan mutu menjadi kunci

dalam menjamin sekolah secara kontinu melakukan peningkatan mutu pendidikan, karena

melalui sistem penjaminan mutu akan memberikan masukan pada aspek-aspek peningkatan

mutu yang harus diwujudkan. Dengan demikian pengembangan pendidik dan tenaga

kependidikan serta sarana dan prasarana pendidikan menjadi lebih terarah dan tepat sasaran.

Penerapan kurikulum 2013 yang diharapkan dapat menjamin terjadinya perubahan mindset bagi

pendidik dan orang tua mengenai makna pendidikan, semakin mendesak untuk mendorong

peserta didik tumbuh kembang menjadi manusia yang tidak saja memiliki pengetahuan dan

keterampilan namun dilengkapi dengan kepribadian yang baik untuk mendukung dirinya pada

saat melanjutkan pendidikan atau masuk ke dunia kerja. Oleh karena itu peningkatan pendidikan

agama dan kewarganegaraan serta pendidikan karakter harus terus diperkuat. Peningkatan

kualitas penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah umum harus tercermin pada

peningkatan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran-ajaran agama di kalangan siswa-

siswa sekolah.Pendidikan karakter dimaksudkan untuk membina budi pekerti, membangun

watak, dan mengembangkan kepribadian peserta didik, sedangkan pendidikan kewargaan

dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan di kalangan anak usia sekolah yang

berdampak pada menguatnya nilai-nilai nasionalisme dan rasa cinta tanah air sebagai cerminan

warga negara yang baik, sehingga terbentuk pemahaman mengenai pluralitas sosial dan

keberagaman budaya dalam masyarakat, yang berdampak pada kesediaan untuk membangun

harmoni sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menjaga kesatuan dalam keanekaragaman.

3. Tujuan Strategis 8: Peningkatan Sistem Tata Kelola yang Transparan dan Akuntabel

Penerapan penyediaan anggaran pendidikan melalui APBN yang setiap tahunnya semakin

meningkat melalui mekanisme BOS, anggaran pengembangan sarana prasarana melalui DAK,

akan diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan dan tidak semata-mata pada peningkatan

akses pendidikan menengah.

BAB III. Organisasi dan Anggaran

Dalam rangka mencapai target program prioritas bidang pendidikan yang ditetapkan, maka

Direktorat Pembinaan SMA menyesuaikan struktur organisasi dan penganggaran berdasarkan Tugas

Pokok dan Fungsi (Tupoksi) untuk mencapai sasaran-sasaran strategis yang telah ditetapkan. Berikut

ini adalah struktur organisasi dan anggaran berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi dari Direktorat

Pembinaan SMA berdasarkan Peraturan Meneteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun

2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

A. Organisasi Pelaksana

Secara umum, tupoksi dari Direktorat Pembinaan SMA adalah melaksanakan penyiapan

perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan sekolah menengah atas. Secara

organisasi, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas terdiri atas 4 (empat) sub direktorat, 8

(delapan) seksi dan dan 1 (satu) sub bagian. Rincan detail organisasi tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Sub Direktorat Program dan Evaluasi

Sub Direktorat program dan Evaluasi mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan

bahan perumusan kebijakan, program dan anggaran, kerja sama, pemberdayaan peran serta

masyarakat, evaluasi pelaksanaan program dan anggaran, dan pelaporan Direktorat. Sub

Direktorat Program dan Evaluasi terdiri dari 2 seksi, yaitu:

a. Seksi Program

b. Seksi Evaluasi

2. Sub Direktorat Kurikulum

Sub Direktorat Kurikulum mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan bahan

perumusan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan, norma, standar, prosedur, kriteria,

bimbingan teknis dan supervisi, fasilitasi penjaminan mutu di bidang kurikulum sekolah

menengah atas. Sub Direktorat Kurikulum terdiri dari 2 seksi, yaitu:

a. Seksi Pembelajaran

b. Seksi Penilaian

3. Sub Direktorat Kelembagaan dan Sarana Prasarana

Sub Direktorat Kelembagaan dan Sarana Prasarana mempunyai tugas untuk melaksanakan

penyusunan bahan perumusan, koordinasi, dan pelaksanaan kebijakan, norma, standar,

prosedur, kriteria, bimbingan teknis dan supervisi, pertimbangan pemberian izin

penyelenggaraan sekolah menengah atas yang diselenggarakan perwakilan negara asing dan

satuan pendidikan kerja sama yang diselenggarakan oleh lembaga asing dengan lembaga

pendidikan Indonesia, serta fasilitasi sarana dan prasarana, tata kelola, dan penjaminan

mutu di bidang tata kelola dan sarana prasarana sekolah menengah atas. Sub Direktorat

Kelembagaan dan Sarana Prasarana terdiri dari 2 seksi, yaitu:

a. Seksi Kelembagaan

b. Seksi Sarana dan Prasarana

4. Sub Direktorat Peserta Didik

Sub Direktorat Peserta Didik mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan bahan

perumusan, koordinasi, dan pelaksanaan kebijakan, norma, standar, prosedur, kriteria,

bimbingan teknis dan supervisi dibidang peserta didik sekolah menengah atas. Sub

Direktorat Kelembagaan dan Peserta Didik terdiri dari 2 seksi, yaitu:

a. Seksi Bakat dan Prestasi

b. Seksi Kepribadian

5. Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha memiliki tugas untuk urusan persuratan, kepegawaian, keuangan,

barang milik negara, dan kerumahtanggaan Direktorat.

Gambar 3.1. Struktur Organisasi Direktorat Pembinaan SMA

B. Rincian Tugas dan Fungsi

Peraturan Meneteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah pasal 408, tugas Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Atas adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan

kebiajakan di bidang pembinaan sekolah menengah atas. Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud dalam pasal 408 tersebut, Direktorat Pembinaan SMA

menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut:

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana,

pendanaan, dan tata kelola sekolah menengah atas;

2. Koordinasi dan Pelaksanaan kebijakan di bidang kurikulum, peserta didik, sarana dan

prasarana, pendanaan, dan tata kelola sekolah menengah atas;

3. Peningkatan kualitas pendidikan karakter peserta didik sekolah menengah atas;

4. Fasilitasi sarana dan prasarana serta pendanaan sekolah menengah atas

5. Pemberian pertimbangan izin dan kerja sama penyelenggaraan sekolah menengah atas

yang diselenggarakan perwakilan negara asing atau lembaga asing;

DIREKTUR

PEMBINAAN

SMA

Subdirektorat

Program dan

Evaluasi

Subdirektorat

Kelembagaan dan

Sarana Prasarana

Subdirektorat

Peserta Didik

Seksi

Program

Seksi

Evaluasi

Seksi

Pembelajaran

Seksi

Penilaian

Seksi

Kelembagaan

Seksi

Sarana dan

Prasarana

Seksi

Bakat dan Prestasi

Seksi

Kepribadian

Subdirektorat

Kurikulum

SubbagianTata Usaha

6. Fasilitasi pelaksanaan penjaminan mutu sekolah menengah atas;

7. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kurikulum, peserta didik,

saran dan prasarana, pendanaan, dan tata kelola sekolah menengah atas;

8. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kurikulum, peserta didik, sarana dan

prasarana, pendanaan, dan tata kelola sekolah menengah atas;

9. Pelaksanaan evaluasi dan laporan di bidang kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana,

pendanaan dan tata kelola sekolah menengah atas;

10. Pelaksanaan administrasi Direktorat.

C. Anggaran Direktorat Pembinaan SMA Tahun 2015

Untuk mendukung tercapainya Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) melalui pelaksanaan kebijakan

dan program, Direktorat Pembinaan SMA mendapatkan alokasi anggaran APBN pada tahun 2015

adalah sebesar Rp.6.840 milyar dan APBN-P sebesar Rp.1.170 milyar. Alokasi anggaran ini naik

sebesar 38% atau Rp.2.209 milyar, dibandingkan dengan anggaran tahun 2014 sebesar Rp.5.801

miliyar. Kenaikan anggaran ini difokuskan untuk pelaksanaan program Pendidikan Menengah

Universal, melalui alokasi dana untuk Program keterjangkauan seperti Bantuan Operasional

Sekolah Menengah (BOS) SMA dan Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang akan beralih menjadi

Program Indoensia Pintar (PIP) dan penyediaan sarana dan prasarana akses SMA seperti subsidi

Ruang Kelas Baru (RKB) SMA dan Unit Sekolah Baru (USB) SMA.

Tabel dibawah menjelaskan anggaran pada setiap Sub Direktorat di lingkungan Direktorat

Pembinaan SMA beserta anggaran Dekonsentrasi.

Tabel 3.1.Alokasi Anggaran Direktorat Pembinaan SMA Tahun 2015 Per Subdirektorat.

No Kegiatan

Jumlah

(Dalam

Ribuan)

Persentase

1 A. Pusat

Subdit Program dan Evaluasi 20.917.514 0,3%

Subdit Kurikulum 234.237.066 2,9%

Subdit kelembagaan dan Sarana Prasarana 750.856.882 9,4%

Subdit Peserta Didik 6.847.171.345 85,5%

Subbag Tata Usaha 21.148.508 0,3%

Sub Jumlah Pusat 7.874.331.315 98.34%

2 B. Dekonsentrasi

Dekonsentrasi (Manajemen di 33 Propinsi) 135.668.682 1.66%

Alokasi Anggaran (Pusat+Dekon) 8.009.999.997 100%

Tabel 3.2. Alokasi Anggaran 2015 Per Jenis Belanja

No Jenis Belanja Alokasi (000) Persentase

Pusat 7.874.331.318 98,31%

1 Belanja Pegawai 11.286.065 0,14%

2 Belanja Barang 219.476.811 2,74%

3 Belanja Modal 0 0%

4 Belanja Sosial 7.643.568.442 95,43%

Dekonsentrasi 135.668.682 1,69%

1 Belanja Barang 135.668.682 1,69%

Total Anggaran 8.010.000.000 100%

Gambar 3.1. Persentase Alokasi Anggaran Per Jenis Belanja

BAB IV. Program Kerja Tahun 2015

A. Program Ketersediaan Layanan Pendidikan SMA

1. Pembangunan Unit Sekolah Baru SMA

Unit Sekolah Baru adalah bantuan pembangunan unit gedung baru untuk penyelenggaraan

sekolah SMA negeri maupun swasta yang diberikan kepada Kabupaten/Kota ataupun yayasan

dalam rangka memperluas akses dan pemerataan layanan pendidikan SMA.

Pembangunan Unit Sekolah Baru bertujuan untuk meningkatkan Angka Partisipasi Pendidikan

SMA. Oleh karena itu, Bantuan ini difokuskan bagi daerah-daerah yang memiliki Angka

Partisipasi Pendidikan (APK) rendah. Bantuan ini juga ditujukan bagi daerah-daerah terpencil

yang tidak memiliki atau kekurangan fasilitas pendidikan SMA. Selain itu, bantuan ini juga

ditujukan bagi daerah atau wilayah perbatasan Republik Indonesia yang memerlukan layanan

pendidikan SMA.

Pada tahun 2015 ini, alokasi anggaran untuk Program Unit Sekolah Baru adalah sebanyak 60

Unit. Realisasi anggaran untuk setiap unit disesuaikan dengan proposal yang diajukan dengan

rata-rata sebesar Rp.1.850.000.000,-. Adapun dokumen persyaratan minimal untuk mengajukan

USB ini diantaranya: Status tanah sudah sertifikat/keterangan BPN; tersedianya lahan minimal 1

hektar; lahan siap bangun; dan ada dukungan SMP sederajat disekitar lokasi.

2. Pembangunan Ruang Kelas Baru SMA

Program Ruang Kelas Baru adalah bantuan pembangunan ruang kelas yang diberikan kepada

sekolah dalam rangka meningkatkan daya tampung sekolah. Pada tahun 2015 dibangun 1.858

ruang kelas yang tersebar di seluruh propinsi dan kabupaten/kota. Jumlah pembangunan RKB ini

menurun dibandingkan pembangunan RKB pada tahun 2014 lalu sebanyak 2.112 ruang.

Secara umum, program pembangunan RKB difokuskan pada daerah-daerah yang memiliki APK

rendah. Secara khusus program ini ditujukan untuk sekolah-sekolah yang memiliki kondisi

sebagai berikut:

a. Tersedia lahan kosong

b. Jumlah pendaftar lebih banyak dari jumlah yang diterima

Unit Sekolah Baru adalah bantuan pembangunan unit gedung baru untuk penyelenggaraan

sekolah SMA Negeri yang diberikan kepada Kabupaten/Kota dalam rangka memperluas

akses dan pemerataan layanan pendidikan SMA. Persyaratan minimal untuk pengajuan

proposal adalah: Sertifikat/keterangan BPN; Ketersediaan lahan minimal 1 hektar; Kondisi

Lahan siap bangun ; Ada dukungan SMP sederajat disekitar lokasi

c. Rombongan Belajar lebih banyak daripada Ruang Kelas yang ada.

d. Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan SMA dengan mekanisme double shift

B. Program Keterjangkauan Layanan Pendidikan SMA

1. Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Program Indonesia Pintar

Sebagai usaha untuk menekan angka putus sekolah siswa SMA, Direktorat Pembinaan SMA

memberikan bantuan berupa dana untuk operasional siswa melalui program bantuan siswa

miskin (BSM). Pelaksanaan program ini selain melalui kegiatan pusat. Pengalokasian dana BSM

diharapkan dapat lebih mencapai siswa miskin yang terancam putus sekolah karena kesulitan

ekonomi. Skenario pelaksanaan program ini dilakukan secara sistematis meliputi identifikasi dan

pengolahan data siswa penerima bantuan, penyusunan dokumen administrasi keuangan,

pengiriman dana bantuan ke rekening siswa melalui kerja sama dengan bank pemerintah

sebagai bank penyalur, pemantauan program, dan pengolahan data siswa penerima bantuan.

2. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA

Untuk mencapai tujuan Pendidikan Menengah Universal, pemerintah telah menyusun program

Bantuan Operasional Sekolah Menengah (BOS SMA). Pada tahun 2015, telah disiapkan anggaran

sebesar 5.347.291.800.000 rupiah yang akan disalurkan kepada SMA Negeri dan Swasta

diseluruh Indonesia. Tujuan digulirkannya program BOS SMA ini adalah secara bertahap

membantu siswa miskin memenuhi kebutuhan biaya pendidikan dalam rangka Pendidikan

Menengah Universal.

Bantuan BOS SMA mempunyai 2 fungsi yang dapat digunakan sekolah untuk:

a. Dari sisi penerimaan (revenue) digunakan untuk membebaskan (fee waive) dan/atau

memberikan potongan (discount fee) kepada siswa miskin dari kewajiban membayar

tagihan biaya sekolah seperti iuran sekolah/sumbangan pembangunan pendidikan

(SPP)/uang komite, biaya uijian, biaya praktek dan sebagainya. Jumlah siswa yang

dibebaskan atau mendapat potongan biaya pendidikan sesuai dengan kebijakan (diskresi)

Program Ruang Kelas Baru adalah bantuan pembangunan ruang kelas yang diberikan kepada

sekolah dalam rangka meningkatkan daya tampung sekolah. Program ini difokuskan pada

sekolah yang berada di daerah dengan APK rendah.

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk memberikan bantuan biaya pendidikan untuk

425.033 siswa miskin SMA.

sekolah dengan mempertimbangkan faktor jumlah siswa miskin yang ada, dana yang

diterima dan besarnya biaya sekolah.

b. Dari sisi pengeluaran (expediture) dapat digunakan oleh sekolah untuk memenuhi

kebutuhan biaya operasional sekolah non personalia dengan jenis pengeluaran atau biaya

sebagaimana diatur Permendiknas No. 69 Tahun 2009.

Bantuan BOS SMA bertujuan untuk memberikan dorongan dan motivasi kepada sekolah,

masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan kesempatan kepada siswa miskin

mengikuti pendidikan di SMA. Oleh karena itu, pada tahap rintisan ini, perlu dicari alternatif

pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan siswa miskin dengan cara

melibatkan peran pemda melalui BOS Daerah (BOSDA) dan atau menerapkan subsidi silang

kepada orang tua dari keluarga mampu.

Sasaran program adalah SMA Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia. Besar bantuan per

sekolah diperhitungkan dari jumlah siswa, dimana program ini memperhitungkan jumlah siswa

SMA nasional sebanyak 4.535.644 siswa SMA. Satuan biaya (unit cost) program BOS SM sebesar

Rp. 1.200.000/siswa/tahun.

C. Program Kualitas Layanan Pendidikan SMA

1. Penyediaan Sarana dan Prasarana Mutu

Layanan pendidikan sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana mutu yang

dimiliki sekolah untuk mendukung kegiatan proses belajar mengajar. Kondisi kepemilikinan

sarana dan prasarana tersebut, dari sisi jumlah masih belum memenuhi Standar Nasional

Pendidikan (SNP).

Untuk memenuhi kualitas layanan pendidikan yang sesuai atau mendekati Standar Nasional

Pendidikan, maka pada tahun 2015 akan diberikan bantuan kepada sekolah sebesar 120 paket

bantuan peralatan TIK untuk daerah reguler, 100 paket bantuan peralatan TIK untuk daerah 3T

dan Kluster 4 agar dapat mendukung laboratorium komputer, multi media dan ruang PSB dan 500

Paket Peralatan E Book Edukasi untuk siswa di daerah 3T.

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menggantikan dana operasional sekolah yang

dialokasikan untuk membebaskan dan / atau membantu biaya pendidikan bagi siswa miskin

SMA diseluruh Indonesia.

Tabel 4.3 Program Ketersediaan Sarana dan Prasarana Mutu

No Program Sasaran

Penyediaan Sarana dan Prasarana 2015

1 Bantuan Peralatan TIK daerah

reguler 120 Paket

2 Bantuan Peralatan TIK untuk daerah

3T dan Kluster 4 100 Paket

3 Peralatan E Book Edukasi untuk

daerah 3T 500 Paket

2. Lomba Olimpiade Sains (OS)

Salah satu kegiatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan adalah mendorong minat

siswa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Usaha mendorong minat tersebut dilakukan

dengan menyelenggarakan Olimpiade 9 bidang pengetahuan, yaitu: Fisika, Kimia, Biologi,

Matematika, Astronomi, Komputer, Ekonomi, Geografi dan Kebumian. Lomba-lomba tersebut

dilaksanakan secara berjenjang dari mulai tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, nasional

dan internasional. Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2015 akan diselenggarakan di DIY Yogyakarta.

untuk menumbuhkan budaya kompetisi dikalangan para siswa SMA, olimpiade keilmuan

dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, nasional sampai

dengan internasional. Ajang ini juga sekaligus menjadi alat seleksi untuk mewakili Indonesia di

olimpiade internasional. Indonesia direncanakan akan mengirim siswa dari hasil seleksi dan

pembinaan pemenang OSN 2015 untuk mengikuti berbagai event internasional yang akan

diselenggarakan sepanjang tahun 2016 di berbagai negara.

Pada tahun 2015, Kementerian Pendidikan Nasional memberikan target kepada Direktorat

Pembinaan SMA untuk meningkatkan prestasi siswa Indonesia di semua event Olimpiade

Internasional. Untuk mencapai target pada olimpiade internasional, akan diteruskan kerjasama

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas mutu SMA dalam upaya

meningkatkan peningkatan kualitas pembelajaran. Sasaran program mencakup bantuan

peralatan TIK daerah reguler 120 paket, bantuan peralatan TIK untuk daerah 3T dan Kluster 4

100 paket dan 500 Paket Peralatan E Book Edukasi untuk siswa di daerah 3T

dengan beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia dalam bentuk program pembinaan

khusus (training centre), sebelum siswa mengikuti olimpiade internasional.

Pembinaan khusus dilaksanakan dalam III tahap, Setiap tahap dilakukan seleksi untuk

menentukan siswa terbaik yang akan mewakili Indonesia di tingkat internasional.

3. Lomba Olah Raga dan Seni Siswa Nasional SMA

Dalam rangka meningkatkan semangat berolaharaga di kalangan siswa SMA, akan dilaksanakan

kompetisi olahraga dan seni secara berjenjang dari tingkat kab/kota, provinsi, dan pusat.

Kegiatan ini bertujuan untuk membangun fisik yang sehat, kuat dan membentuk karakter siswa

yang bersikap sportif, jujur, berprestasi, menumbuhkan kecerdasan estetika, serta mempererat

persatuan dan kesatuan bangsa.

Kompetisi ini akan diikuti oleh total 1.703 siswa SMA dari seluruh provinsi yang telah mengikuti

seleksi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Pada tahun 2015 ini, untuk olahraga, yang

dipertandingkan hanya lima cabang, yaitu pencak silat, karate, atletik, tenis meja, dan bulu

tangkis. Sementara untuk seni, akan dipertandingkan 6 cabang kesenian, yaitu: Seni Baca Al

Qur’an, Seni Kriya/Keterampilan, Seni Membuat Poster, Seni Baca dan Cipta Cerpen, Seni

Menyanyi Solo dan Seni Tari Berpasangan.

4. Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI)

Banyak ilmuwan terkemuka dari berbagai cabang ilmu pengetahuan lahir dari lomba yang

sudah dilaksanakan sejak tahun 1997. Sejak saat itu setiap tahun LPIR dilaksanakan bagi para

remaja (siswa SLTA dan SLTP). Bidang ilmu yang dilombakan adalah pertanian, matematika, fisika

(mesin dan elektronika), kimia, geologi, kesehatan, psiklogi, sastra, sejarah/budaya ekologi

(antar bidang), ekonomi, manajemen, pendidikan dan sosiologi. Tujuan penyelenggaraan LPIR

adalah mendorong siswa gemar melakukan penelitian sejak usia remaja. Sejak tahun 2009 nama

LPIR dirubah menjadi olimpiade penelitian siswa indonesia (OPSI).

5. Lomba Debat Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya kompetisi siswa

dalam bidang akademik. Sasaran program mencakup 340 siswa SMA.

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya kompetisi siswa dalam

bidang olahraga dan seni. Sasaran program mencakup 1.703 siswa SMA.

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya kompetisi siswa dalam

bidang penelitian dan pengembangan. Sasaran program mencakup 330 siswa SMA.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemikiran analitik siswa dalam mengemukan dan

mempertahankan pendapat, membangun rasa percaya diri, serta menumbuh sikap saling

menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Ajang debat ini akan membicarakan isu-isu

hangat mengenai perkembangan kondisi nasional maupun internasional yang terjadi. Pada

tahun 2015 ini Lomba Debat Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris akan dilaksanakan di Kota

Ambon, Maluku.

Komponen kegiatan dalam program ini meliputi: (1) pemanggilan peserta dari sekolah yang

memenuhi syarat dan kreteria, (2) pembinaan khusus, dan (3) pengiriman/ pemberangkatan

peserta ke WSDC.

6. Pembinaan Karakter Bangsa

Meningkatnya partisipasi pendidikan ternyata belum sepenuhnya diikuti dengan pendidikan

karakter dan ahlak mulia yang mampu membangun karakter bangsa yang kokoh. Hal ini

dibuktikan dengan banyaknya perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan karakter bangsa,

seperti: penggunaan narkoba; tindak kekerasan di sekolah; pornografi, dll. Pendidikan karakter

mempunyai peranan penting dalam upaya pembangunan karakter dalam arti luas, guna

mendukung terwujudnya peradaban bangsa yang unggul dan mulia.

Sejalan dengan visi pendidikan nasional yakni menciptakan Insan Indonesia Cerdas dan

Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna), maka Direktorat Pembinaan SMA pada tahun 2015 ini

akan melaksanakan Bimbingan Teknis Penerapan Pembinaan Karakter Bangsa. Bimbingan teknis

ini meliputi: Pembinaan berwawasan lingkungan sehat, kebangsaan, dan karakter bangsa;

pembinaan kepemimpinan dan kepanduan; pembinaan dan pendidikan kewirausahaan; dan

pencegahan perilaku menyimpang (narkoba, kekerasan, HIV AIDS).

7. Sekolah Yang Menerapkan Kurikulum 2013

Kebutuhan akan sumberdaya manusia yang berkualitas semakin meningkat seiring dengan

perkembangan zaman. Perdagangan bebas (baik pada tingkat regional maupun internasional)

memberikan tantangan bagi Bangsa Indonesia untuk dapat bersaing. Selain itu, kemajuan teknologi

informasi yang sangat pesat dewasa ini berimplikasi pada terjadinya kecenderungan kenvergensi

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya kompetisi siswa dalam

bahasa. Sasaran program mencakup 505 siswa SMA.

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengembangkan karakter siswa.

Impelementasi pelaksanaan program dilakukan melalui kegiatan pramuka dan kemah

remaja dengan melibatkan sasaran mencakup 363 siswa SMA.

antara ilmu dengan teknologi. Berdasarkan hal tersebut, maka peningkatan kompetensi sumberdaya

manusia Indonesia mutlak diperlukan untuk dapat bersaing di era globalisasi.

Pada tahun 2015, Implementasi kurikulum 2013 ini akan dilaksanakan di 2.173 SMA diseluruh

Indonesia. Sekolah sasaran implementasi kurikulum sebagian besar adalah sekolah-sekolah yang

telah menerapkan kurikulum 2013 selama 3 semester. Selain itu, ada juga sekolah-sekolah yang

mengajukan diri untuk menjadi piloting project dari implementasi kurikulum 2013 ini. Melalui piloting

project terhadap 2.173 SMA diharapkan dapat terwujudnya kurikulum baru yang dapat memenuhi

kebutuhan kompetensi abad ke-21.

Dalam rangka implementasi kurikulum 2013 dan meningkatkan mutu pembelajaran di SMA,

Direktorat Pembinaan SMA melaksanakan berbagai program dan kegiatan antara lain melalui:

Workshop asistensi bansos pendampingan implementasi Kurikulum 2013, pendampingan bimbingan

teknis implementasi Kurikulum 2013, dan supervisi pendampingan implementasi Kurikulum 2013.

D. Program Kesetaraan Layanan Pendidikan SMA

1. Pembangunan Sekolah Unggul/Model/Rujukan

Disparitas kepemilikan kondisi pendidikan seperti kepemilikan fasilitas mutu dan kualitas guru

berimplikasi pada tidak meratanya kualitas layanan pendidikan SMA antar daerah, ketimpangan

dapat terlihat pada hasil belajar antar sekolah kota dan desa dan antar sekolah negeri dan

swasta

Dipasritas antar wilayah tidak hanya terkait dengan kepemilikan fasilitas mutu dan tenaga

pengajar. Ketersediaan fasilitas akses layanan pendidikan juga menjadi tantangan utama

pendidikan SMA. Pada daerah-daerah terpencil dan kepulauan besar kemungkinan belum

tersedia SMA. Lebih lanjut lagi ketersediaan ruang kelas yang memadai masih menjadi tantangan

utama pendidikan SMA terutama pada daerah-daerah terpencil dan kepulauan. Berdasarkan hal

tersebut, maka diperlukan kebijakan yang bersifat affirmatif pada daerah-daerah terpencil.

Berikut ini adalah program-program mengenai hal tersebut.

Program Alokasi Anggaran (Rp)

Bantuan Sosial Sarpras SMA di daerah 3T dan Kluster 4 21.000.000

Bantuan Sosial Sarpras SMA di Papua dan Papua Barat 28.800.000.000

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 dalam

rangka meningkatkan mutu pembelajaran SMA. Agenda terkait dengan implementasi

kurikulum 2013 adalah: Workshop asistensi bansos pendampingan implementasi Kurikulum

2013, pendampingan bimbingan teknis implementasi Kurikulum 2013, dan supervisi

pendampingan implementasi Kurikulum 2013.

Bantuan Sosial Sarpras SMA di Kinabalu 1.500.000.000

Bansos Sarpras SMA Berprestasi 6.000.000.000

Keempat program tersebut merupakan bantuan pengembangan sarana dan prasarana

pendidikan SMA di beberapa daerah tertinggal dan SMA yang berprestasi. Untuk program

bantuan pengembangan sarana dan prasarana SMA di daerah Khusus, sasaran dari program

tersebut adalah daerah-daerah 3T dan Kluster 4. Sedangkan untuk bantuan pengembangan

sarana dan prasarana di Papua dan Papua Barat ditujukan bagi sekolah-sekolah di kedua propinsi

tersebut. Kedua program tersebut merupakan bantuan pembangunan sarana dan prasarana

sesuai dengna kebutuhan di sekolah yang bersangkutan. Melalui program-program tersebut.

Diharapkan daerah-daerah tertinggal dapat mengejar ketertinggalannya sehingga terwujud

kesetaraan layanan pendidikan di seluruh Indonesia.

2. Bantuan Lembaga Paket C

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 13 ayat (1)

menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu jalur

pendidikan formal, nonformal dan informal. Melalui jalur pendidikan nonformal, salah satu

program yang dikembangkan adalah program pendidikan kesetaraan.

Program kesetaraan adalah program pendidikan nonformal dengan penekanan pada

penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian

profesional peserta didik. Dengan penyelenggaraan program kesetaraan ini diharapkan dapat

menguatkan (reinforcement) kreatifitas dan produktifitas yang telah menyatu dan berkembang

pada diri peserta didik melalui pembelajaran kecakapan hidup. Untuk itu, pengembangan

program kesetaraan ini harus sejalan dengan tuntutan perkembangan kebutuhan masyarakat

dan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia.

Salah satu upaya dari Direktorat Pembinaan SMA dalam mewujudkan pendidikan kesetaraan

yang berkualitas adalah dengan pemberian bantuan pengembangan mutu kepada kepada 50

lembaga penyelenggara Paket C.

E. Program Kepastian Layanan Pendidikan SMA

1. Penyusunan Perencanaan Program dan Anggaran

Proses perencanaan program dalam hal ini program Pendidikan Menengah Atas berlangsung

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Paket C

melalui pemberian bantuan pengembangan mutu kepada 50 lembaga penyelenggara

Paket C.

dalam kurun waktu yang cukup lama dan melibatkan instansi/Kementerian lainnya dalam proses

perencanaan program. Beberapa instansi tersebut adalah Bappenas, Kementerian Keuangan

Direktorat Jenderal Anggaran dan Perbendaharaan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi

Pendidikan, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal

Pendidikan Menengah. Alur proses perencanaan itu sendiri ditentukan dan diatur dalam

undang-undang yang dikeluarkan DPR dan pemerintah.

Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini adalah penyusunan perencanaan program/kegiatan

pembinaan SMA untuk tahun 2016 dan anggaran tahun 2016 baik di pusat maupun provinsi.

Hasil kegiatan ini meliputi:

(1) Dokumen Rencana Strategis;

(2) Dokumen Grand Desain Wajib Belajar 12 Tahun;

(3) Dokumen Rencana Tindak (action plan) Direktorat Pembinaan SMA tahun 2015

Direktorat Pembinaan SMA;

(4) Dokumen Rencana Tindak (action plan) Direktorat Pembinaan SMA tahun 2015

dana dekonsentrasi;

(5) Penyusunan rencana program dekonsentrasi SMA tahun 2016;

(6) Penyusunan dan perencanaan program Pusat dan Daerah tahun 2015 dan tahun

2016;

(7) Asistensi Pelaksanaan Program SMA tingkat propinsi; dan

(8) Workshop Bahan Kebijakan SMA.

2. Pemantauan Pelaksanaan Program

Keberhasilan suatu program akan sangat bergantung dari kualitas perencanaan dan

pengawasan. Oleh sebab itu untuk memenuhi target tata kelola, akuntabilitas dan citra publik

pengelolaan pendidikan, kegiatan monitoring dan evaluasi program perlu dilaksanakan.

Proses monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang. Ruang lingkup pelaksanaan

monitoring dan evaluasi ini meliputi program-program yang dilakukan di tingkat (a) pusat

(direktorat Pembinaan SMA); dan (b) di tingkat provinsi (dinas pendidikan) sebagai pelaksana

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan dukungan Manajemen dan Teknis bagi

satuan kerja Direktorat Pembinaan SMA. Sasaran Program mencakup penyediaan 8 Dokumen

meliputi: 2 dokumen action plan propinsi dan pusat, 2 dokumen perencanaan program SMA tahun

2016, 2 dokumen perencanaan program pusat dan daerah tahun 2016, 2 dokumen assistensi

pelaksanaan kebijakan dan dokumen bahan kebijakan SMA.

teknis dana dekonsentrasi. Pada tingkat kabupaten/kota dan sekolah, monitoring dan evaluasi

dilakukan oleh dinas pendidikan provinsi di seluruh Indonesia. Strategi pelaksanaan monitoring

dan evaluasi ini meliputi kegiatan evaluasi laporan kegiatan bulanan provinsi, juga evaluasi

langsung ke lapangan untuk memantau perkembangan maupun hasil pelaksanaan program.

Secara umum, dalam output ini terdapat dua sub output yakni Dokumen Evaluasi Program dan

Dokumen Evaluasi Dana Alokasi Khusus. Dokumen Evaluasi Program terdapat kegiatan-kegiatan

sebagai berikut: Pemantauan Pelaksanaan Anggaran, Pemantauan Pelaksanaan Program SMA,

Pemantauan Evaluasi Hasil Program, Penyusunan Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah

(LAKIP). Sedangkan untuk Evaluasi Program DAK kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi:

Pemantauan Penggunaan Dana DAK dan Pengolahan data DAK.

Kebijakan dan Program ini bertujuan untuk menyediakan dukungan Manajemen dan Teknis

bagi satuan kerja Direktorat Pembinaan SMA. Sasaran Program mencakup pelaksanaan

pemantauan pelaksanaan dan pencapaian hasil program.

BAB V. PENUTUP

Upaya pencapaian pada Program Prioritas bidang pendidikan, Sasaran Strategis, dan Indikator

Kinerja Kegiatan, dilakukan oleh Direktorat Pembinaan SMA melalui perencanaan kebijakan serta

pelaksanaan program dan kegiatan. Hal tersebut bertujuan untuk menyediakan layanan pendidikan

yang terjangkau dan bermutu. Untuk memenuhi tujuan tersebut, Pemerintah mengupayakan

pemenuhan pendanaan pendidikan melalui penyediaan bantuan berupa dana dan bimbingan teknis

yang bertujuan untuk menyediakan layanan pendidikan baik dari sisi “supply” maupun “demand”.

Dari sisi “Supply” penyediaan layanan pendidikan difasilitasi melalui penyediaan dana bantuan yang

dapat membantu sekolah untuk memenuhi biaya investasi dan operasional sekolah. Sedangkan sisi

“Demand” difasilitasi melalui penyediaan dana bantuan untuk siswa yang dapat membantu mereka

untuk meningkatkan “daya beli” terhadap layanan pendidikan SMA.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor. 48 Tahun 2008 pendanaan pendidikan dikategorikan

menjadi 3 (tiga) komponen, yaitu: Biaya Investasi Sekolah (Pengelolaan Pendidikan), Biaya

Operasional Sekolah (Biaya di Satuan Pendidikan), dan Biaya Pribadi Peserta Didik.

Implementasi perencanaan kebijakan serta pelaksanaan program dan kegiatan Direktorat

Pembinaan SMA mengacu pada konsep tersebut diatas. Biaya investasi sekolah dipenuhi melalui

penyediaan bantuan (Block Grant) sarana dan prasarana sekolah. Sedangkan biaya operasional

sekolah berusaha dipenuhi melalui penyediaan dana untuk operasional sekolah melalui program

Bantuan Operasional Sekolah Menengah (BOS SM). Untuk meningkatkan daya beli siswa terhadap

layanan pendidikan SMA, pemerintah mengalokasikan dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Program

Indonesia Pintar (PIP) yang dapat digunakan siswa untuk biaya operasional mereka.

Dokumen ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang deskripsi program-program

pembangunan pendidikan SMA tahun 2015 dan kontribusi program-program tersebut dalam usaha

untuk mencapai Sasaran Strategis Pembangunan Pendidikan SMA dan target IKK Direktorat

Pembinaan SMA dan menjadi pedoman pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan Direktorat

Pembinaan SMA; serta memberikan bahan informasi pelaksanaan program dan kebijakan Direktorat

Pembinaan SMA dalam lingkup internal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan lembaga

eksternal terkait lainnya.

Melalui dokumen program kerja Direktorat Pembinaan SMA Tahun 2015 ini diharapkan akan

tergambar secara jelas tugas pokok dan fungsi, organisasi dan sumber daya manusia, alokasi

anggaran, dan deskripsi program dan kegiatan Direktotorat Pembinaan SMA Tahun 2015.