28
Mizwalla dan Istiwaaini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 1 MIZWALLA DAN ISTIWA’AINI, INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIK Oleh: Lutfi Nur Fadhilah Universitas Islam Negeri Walisongo [email protected] Abstrak Perkembangan ilmu falak dari masa ke masa banyak memunculkan karya yang lahir dari para ahli ilmunya. Jika kita melihat ke belakang, telah ada jam matahari atau sundial sekitar 1500 tahun SM yang digunakan oleh masyarakat Yunani dan Mesir kuno untuk mengetahui waktu dengan memanfaatkan bayangan matahari dari tongkat yang berdiri. Kini sundial bukan hanya bisa dimanfaatkan untuk mengetahui waktu. Melalui modifikasi Hendro Setyanto, sundial atau tongkat istiwak kini bisa dimanfaatkan untuk mengukur kiblat dengan konsep kiblat setiap saat. Hasil modifikasi tersebut menghasilkan alat baru yang dinamakan Mizwala Qibla Finder. Mizwala Qibla Finder selain fungsi utamanya sebagai pengukur kiblat, juga mempunyai fungsi-fungsi yang lain, seperti mengetahui arah utara sejati. Adapun Istiwaaini merupakan sebuah alat yang dikonsep oleh Slamet Hambali dengan prinsip kerja sebagaimana theodolit yaitu menggunakan beda azimuth. Sebagaimana mizwala qibla finder, istiwaaini juga dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat, utara sejati, waktu zuhur dan asar, koordinat tempat, panjang bayangan dari tongkat, dan sebaliknya. Alat ini memiliki tingkat keakuratan yang tidak terlalu signifikan dengan theodolit. Kata Kunci: Mizwala, Istiwaaini, Hisab, Rukyat. Pendahuluan Ilmu falak merupakan ilmu yang turut berkembang dan digunakan sebagai penentu waktu-waktu ibadah termasuk juga

INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 1

MIZWALLA DAN ISTIWA’AINI,

INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIK

Oleh:

Lutfi Nur Fadhilah

Universitas Islam Negeri Walisongo [email protected]

Abstrak

Perkembangan ilmu falak dari masa ke masa banyak memunculkan karya yang lahir dari para ahli ilmunya. Jika kita

melihat ke belakang, telah ada jam matahari atau sundial sekitar

1500 tahun SM yang digunakan oleh masyarakat Yunani dan Mesir kuno untuk mengetahui waktu dengan memanfaatkan bayangan

matahari dari tongkat yang berdiri. Kini sundial bukan hanya bisa

dimanfaatkan untuk mengetahui waktu. Melalui modifikasi Hendro Setyanto, sundial atau tongkat istiwak kini bisa dimanfaatkan untuk

mengukur kiblat dengan konsep kiblat setiap saat. Hasil modifikasi

tersebut menghasilkan alat baru yang dinamakan Mizwala Qibla

Finder. Mizwala Qibla Finder selain fungsi utamanya sebagai pengukur kiblat, juga mempunyai fungsi-fungsi yang lain, seperti

mengetahui arah utara sejati. Adapun Istiwaaini merupakan

sebuah alat yang dikonsep oleh Slamet Hambali dengan prinsip kerja sebagaimana theodolit yaitu menggunakan beda azimuth.

Sebagaimana mizwala qibla finder, istiwaaini juga dapat

digunakan untuk menentukan arah kiblat, utara sejati, waktu zuhur

dan asar, koordinat tempat, panjang bayangan dari tongkat, dan sebaliknya. Alat ini memiliki tingkat keakuratan yang tidak terlalu

signifikan dengan theodolit.

Kata Kunci: Mizwala, Istiwaaini, Hisab, Rukyat.

Pendahuluan

Ilmu falak merupakan ilmu yang turut berkembang dan

digunakan sebagai penentu waktu-waktu ibadah termasuk juga

Page 2: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 2

penentu arah kiblat dan awal waktu salat. Dalam menentukan arah

kiblat, dewasa ini cenderung menggunakan alat-alat praktis. Alat–

alat yang digunakan sebagai instrumen dalam kajian ilmu falak ada

yang berupa alat–alat optik yang dalam penggunaannya memakai

bantuan lensa, dan alat-alat non optik yang dipandang masih

mampu mewakili kekuratan alat falak, mizwalla dan istiwaaini.

Mizwalla dan Istiwaaini bisa digunakan untuk menentukan

arah kiblat, awal waktu salat zuhur dan asar, utara sejati, dll dengan

memanfaatkan bayangan dari gnomon yang ada di atas bidang

dialnya. Untuk memperdalam pengetahuan terkait mizwalla dan

istiwaaini dalam kajian terhadap arah kiblat, waktu zuhur dan asar,

utara sejati, dan koordinat tempat lintang dan bujur, maka

pemakalah akan membahas mengenai mizwalla dan istiwaaini

dalam kajiannya sebagai instrumen hisab rukyat klasik.

A. Latar Belakang Mizwalla

Mizwala Qibla Finder merupakan suatu instrumen ilmu

falak yang cukup populer saat ini. Alat ini diciptakan oleh

Hendro Setyanto, yaitu seorang akademisi dan praktisi ilmu

falak yang aktif memasyarakatkan ilmu falak. Istilah Mizwala

berasal dari bahasa Arab yang berasal dari kata zāla-yazūlu-

zaulan yang berarti pergi atau berlalu.1 Dalam ilmu falak, istilah

zāla biasanya digunakan untuk menyandingkannya dengan kata

1 Adib Bisri & Munawwir AF., Kamus Indonesia – Arab al Bisri,

(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, t.th), 305.

Page 3: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 3

al-Syamsu menjadi zāla al-Syamsu atau zawāl al-Syamsu yang

berarti bergesernya Matahari.2 “Mizwala” merupakan isim alat

dari kata zāla yang mengikuti wazan mifʻalun yaitu instrumen

kuno yang digunakan sebagai penunjuk waktu melalui bayang-

bayang Matahari. Alat ini disebut juga dengan sāʻah al-

Syamsiyyah atau jam Matahari dan dalam bahasa Inggris disebut

dengan Sundial.3 Adapun Qibla Finder merupakan istilah dari

bahasa Inggris yang berarti pencari kiblat. Dengan demikian

Mizwala Qibla Finder merupakan jam Matahari yang berfungsi

untuk mengetahui arah kiblat.

Mizwala atau sundial sebenarnya merupakan sebuah

instrumen klasik yang dulu berfungsi sebagai penunjuk waktu.

Dalam sejarahnya, Mizwala diduga telah ada sejak 3500 tahun

sebelum masehi. Peninggalan jam matahari di Negara Mesir

yang masih ada hingga saat ini diperkirakan dibuat abad 8

sebelum masehi. Sedangkan pada abad ke-3 sebelum masehi,

tercatat ada seorang astronom Mesir-Yunani bernama Berossos

telah mengontruksi mizwala dengan bentuk setengah lingkaran.4

Hal ini menunjukan bahwa Mizwala atau jam Matahari sudah

lama digunakan oleh umat manusia.

2 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya:

Pustaka Progressif, 2007), 594. 3 Arwin Juli Rahmadi Butar-Butar, Khazanah Astronomi Islam

Abad Pertengahan, (Purwkerto: UM Purwokerto Press, 2016), 318. 4 Butar-Butar, Khazanah Astronomi...318.

Page 4: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 4

Dalam peradaban Islam, mizwala lebih banyak

berfungsi sebagai penentu waktu salat Ẓuhur dan Asar dengan

melihat bayangan dari gnomonnya. Sekitar tahun 700 M,

khalifah Umar bin Abdul Aziz tercatat pernah menggunakan

mizwala produk Yunani-Romawi sebagai penentu waktu Ẓuhur

dan Asar. Kemudian pada perkembangan selanjutnya, mizwala

banyak direkonstruksi oleh ulama muslim seperti Ya’qub bin

Thariq, Ibrahim al-Fazari, Ibnu Ṣaffar dan juga al-Khawarizmi.5

Rekontruksi mizwala masih berlangsung hingga abad modern

saat ini, salah satunya adalah mizwala qibla finder yang dibuat

oleh Hendro Setyanto.

Gagasan pembuatan mizwala qibla finder oleh Hendro

Setyanto berawal pada tahun 2010, yaitu ketika ia mengikuti

Muktamar NU ke-XXXII di Makassar. Saat itu Hendro Setyanto

bertugas untuk memberi pengarahan tentang hisab rukyat

kepada peserta muktamar. Pada saat pelatihan penentuan arah

kiblat, para peserta merasa kebingungan dengan teori penentuan

arah kiblat menggunakan sundial yang disampaikan Hendro

Setyanto. Untuk menjawab kebingungan tersebut, Hendro

mencari solusi agar peserta dapat memahami teori yang telah

dipaparkan. Akhirnya ia coba menancapkan kertas pada sundial,

kemudian ia putar dengan memberi tanda nilai sudut pada

5 David A. King, ʻIlmu al-Falak wa al-Mujtamaʻ al-Islāmy,

(Markaz Dirasah al-Wahdah al-Arabiyyah: tt), 203-205.

Page 5: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

kertas.6 Dari sinilah ia menemukan ide untuk merekonstruksi

tongkat istiwak menjadi sebuah alat yang bisa digunakan untuk

menentukan arah kiblat secara akurat yang kemudian ia beri

nama mizwala qibla finder. Meskipun telah dimodifikasi

sebagai alat khusus untuk menentuan arah kiblat, namun

mizwala qibla finder tidak mengurangi fungsi dari mizwala

lainnya, bahkan mizwala qibla finder telah dirancang agar lebih

efisien dan mudah untuk digunakan.

B. Biografi Penemu Mizwala Qibla Finder

Hendro Setyanto, penemu gagasan modifikasi

sundial/tongkat istiwak menjadi sebuah alat penentu arah kiblat

yang cepat, praktis dan akurat, lahir di Semarang, 01 Oktober

1973 dari pasangan suami-isteri Slamet dan Rudiyatmi. Masa

Kecilnya dihabiskan di Semarang, di daerah Jl. Satria

Semarang.

Sejak Hendro di bangku Sekolah Menengah Pertama, ia

telah memiliki kecintaan pada ilmu Matematika dan IPA. Atas

permintaan orang tuanya, setamatnya dari SMP Hendro harus

melanjutkan pendidikan di Pesantren. Iapun melakukan

istikharah dan pilihannya jatuh pada sebuah Pesantren di

6 M. Umar Setiawan, Perancangan Aplikasi Perhitungan

Mizwala Qibla Finder dengan Java, (Semarang: IAIN Walisongo, 2013),

54.

Page 6: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 6

Mranggen Demak. Akan tetapi, berdasarkan saran seorang

kiyai, ia disarankan untuk melanjutkan pendidikannya di

Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.7

Hendro bersama orang tuanya menuju Jombang untuk

nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng. Awalnya, ia mendaftar

di Pondok Tahfidz (hafalan al-Qur’an), akan tetapi kecintaannya

terhadap ilmu Matematika menjadikannya tidak jadi nyantri di

Pondok Tahfidz. Alasan sederhana yang ia kemukakan adalah

tidak adanya mata pelajaran matematika di pondok tersebut.

Akhirnya ia memutuskan untuk masuk di Madrasah Aliyah

Salafiyah Syafi’iyah (MASS) Tebuireng dengan lokasi tidak

jauh dari Pondok Tahfidz. Di madrasah inilah ia belajar selama

tiga tahun hingga lulus pada tahun 1989.8 Walaupun ia

mencintai Matematika, ia belum memiliki keinginan untuk

mempelajari astronomi pada saat itu. Hanya saja ia mengenal

ilmu hisab atau yang lebih dikenal sebagai ilmu falak. Pada saat

itu Hendro kurang tertarik mendalami ilmu falak, karena

menurutnya kurang begitu menggoda. Pengetahuannya tentang

astronomi ia dapatkan melalui buku-buku bacaan. Akan tetapi

tetap saja ia tidak berminat mendalaminya. Ketika akan

7 Ade Mukhlas, Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Mizwala

Qibla Finder Karya Hendro Setyanto, Skripsi Sarjama Fakultas Syariah

IAIN Walisongo Semarang, tp, 2012, 51. 8 Mukhlas, Analisis ..., 51.

Page 7: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 7

melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, ia melihat brosur

nama-nama jurusan di Perguruan Tinggi. Dari sinilah

perkenalan Hendro dengan astronomi dimulai. Menurutnya

ilmu astronomi unik. Ia merasa penasaran dan tertantang untuk

mendalaminya. Setelah dipelajari lebih dalam ternyata ilmu ini

memiliki korelasi dengan ilmu falak yang dulu ia tertarik pun

tidak.9

Hendro memilih masuk di jurusan Astronomi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Institut

Teknologi Bandung (ITB). Semakin besar rasa ingin tahunya,

semakin keras ia mendalami ilmu ini. Suatu saat ia menyadari

bahwa ilmu falak sangat berhubungan dengan ilmu astronomi.

Akhirnya, Hendro pun mendalami ilmu falak. Selain menjadi

akademisi, Hendro aktif di berbagai kegiatan kampus. Ia

mendirikan forum kajian ilmu Falak “ZENITH”, menjadi

pemandu masyarakat di Observatorium Bosscha, Lembang.

Hendro menyelesaikan jenjang Strata 1 Jurusan Astronomi

tahun 2000, lalu ia melanjutkan pendidikannya di PascaSarjana

dengan Fakultas yang sama dan meraih gelar Magister tahun

2006. Pada awal karirnya, Hendro menjadi pegawai di

Observatorium Bosscha sebagai Koordinator Kunjungan

Publik. Selain itu, Hendro aktif sebagai anggota Lajnah

9 Mukhlas, Analisis ...,

Page 8: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 8

Falakiyah Nahdlatul Ulama, ia menjadi bagian dari Tim Sistem

Hisab Rukyat (SiHiru), kerja sama Departemen Komunikasi

dan Informatika dengan Observatorium Bosscha-ITB. Kegiatan

lain yang sudah dilakukan Hendro adalah membuat rancangan

wisata khatulistiwa Pontianak (Kalimantan Barat) dan Mandah

(Riau). Ia juga menggagas kegiatan bertajuk Festival Gerhana

di area Candi Prambanan, Jawa Tengah. “Tujuan semua itu tak

sekadar bersenang-senang. Astronomi bisa memberikan

pengetahuan dan pendidikan baru yang berguna bagi

kesejahteraan dan martabat bangsa”. ujar Hendro.10

Kegemaran Hendro terhadap ilmu astronomi membuat

Hendro memikirkan masyarakat di sekitarnya. Ia berpikiran

memfasilitasi masyarakat sekitar agar mereka juga bisa melihat

keindahan alam semesta, khususnya generasi muda. Melalui

rasa resah dan impian tersebut, Hendro memiliki ide membuat

mobil observatory yang ia sebut dengan Indonesia Mobile

Astronomy (IMO). Mobil observatory ini adalah modifikasi dari

mobil Hi-jetnya, sehingga menjadi observatory berjalan. Pada

07 Mei 2009 Indonesia Mobile Observatory ini resmi

diluncurkan di Gedung Bentara Budaya Jakarta. Pada waktu itu

juga, Hendro dinobatkan sebagai Pengelola Observatorium

10 Cornelius Helmy, Hendro Setyanto dan Antusiasme pada

Astronomi, kompas online, Selasa, 28 Juli 2009.

Page 9: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 9

Keliling Pertama di Indonesia oleh Museum Rekor Indonesia

(MURI).11

C. Komponen-komponen Mizwala Qibla Finder

Mizwala atau sundial dalam arti luas adalah suatu

instrumen yang menggunakan gerakan matahari yang

menyebabkan suatu bayangan jatuh pada sebuah benda yang

menunjukkan berlalunya waktu.12 Mizwala qibla finder terdiri

dari tiga komponen penting, yaitu:

a. Bidang level, yaitu bagian paling dasar yang berfungsi

sebagai alas dari semua komponen. Bidang level ini juga

berfungsi sebagai pengatur kedataran dengan 3 kaki yang

terdapat pada bidang level ini, selain itu bidang level

dilengkapi dengan adanya kompas kecil sebagai paduan

arah.

11 Artikel Indonesia Mobile Observatory (IMO): It’s Launching

and Activities, diunduh di astronomy.itb.ac.id. 12 Lawrens E. Jones, Sundial and Geometry, (Glastonbury: North

American Sundial Society, 2005), 1.

Page 10: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 10

b. Bidang dial, yaitu bidang yang digunakan untuk

membentuk bayangan yang digunakan sebagai acuan

pengukuran. Bidang dial ini dilengkapi dengan

lingkaran-lingkaran kosentris sebagaimana tongkat

istiwa’ pada umumnya.

c. Gnomon, yaitu tongkat pembentuk bayangan yang

merupakan komponen utama dalam sundial. Pada

Page 11: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 11

Mizwala ini terdapat satu gnomon yang terletak pada

pusat bidang dial.

Setelah semua komponen tersebut ada, maka

dirangkailah komponen-komponen tersebut menjadi satu

seperti pada gambar dibawah ini.

D. Menentukan Utara Sejati dengan Mizwala Qibla Finder.

Untuk menentukan arah utara sejati menggunakan

mizwala qibla finder, data-data yang diperlukan antara lain:

Page 12: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 12

1. Lintang tempat (фx).

2. Bujur tempat (λx).

3. Bujur daerah (λd).

4. Waktu pengukuran (WD).

5. Deklinasi pada waktu pengukuran (δ).

6. Equation of time pada waktu pengukuran (e).

Setelah data-data tersebut diperoleh, yang akan kita

cari adalah azimuth bayangan matahari (mizwah). Untuk

menghitung nilai mizwah ada beberapa langkah sebagai

berikut:

1. Mencari sudut waktu matahari dengan rumus:

Jika waktu pengukuran pagi (sebelum zawāl) maka

hasilnya negatif (-), jika pengukurannya sore sesudah

zawāl maka hasilnya positif (+).

2. Mencari arah matahari dengan rumus sama dengan

mencari arah kiblat, hanya saja lintang Kakbah diganti

dengan deklinasi matahari dan selisih bujurnya diganti

dengan sudut waktu matahari, sudut waktu yang

digunakan dalam mencari arah matahari ini harus

dipositifkan, lebih lengkapnya adalah sebagai berikut:

t = WD + e – (λd - λx) / 15 – 12 = ... x 15

Cotan A = tan δ x cos фx / sin t – sin фx / tan t

Page 13: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 13

Jika deklinasi matahari bernilai positif (+) maka nilai

arah matahari juga bernilai positif (+), begitu juga jika

deklinasinya bernilai negatif (-). Oleh karena itu,

positif atau negatifnya nilai dari arah matahari itu

mengikuti positif atau negatifnya deklinasi matahari.

3. Menghitung azimuth matahari dengan kaidah sebagai

berikut:

4. Menghitung nilai mizwah, yaitu azimuth bayangan

matahari. Oleh karena mizwah merupakan azimuth

bayangan, maka nilai mizwah tersebut dapat diketahui

dengan menarik titik kebalikan dari azimuth matahari.

Jadi untuk menghitung nilai mizwah berlaku kaidah

sebagai berikut:

Azimuth Matahari Mizwah

< 180 (kurang dari 180) Azimuth matahari + 180

> 180 (lebih dari 180) Azimuth matahari – 180

Jika telah ditemukan nilai mizwahnya, maka

bidang dial diputar hingga bayangan dari gnomon jatuh

Waktu

pengukuran

Deklinasi

matahari Azimuth matahari

pagi positif Arah matahari

pagi negatif 180 + arah matahari (-)

sore negatif 180 – arah matahari (-)

sore positif 360 – arah matahari

Page 14: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 14

pada nilai mizwah. Dengan itu, maka otomatis nilai 0 pada

bidang dial tersebut merupakan arah utara sejati.

E. Latar Belakang Istiwaaini

Istiwaaini adalah tasniyah dari kata istiwak yang

artinya keadaan lurus13 yakni sebuah tongkat yang berdiri tegak

lurus. Adapun yang dimaksud dengan istiwaaini adalah sebuah

alat sederhana yang terdiri dari dua tongkat istiwak, satu tongkat

berada di titik pusat lingkaran dan satu tongkat lagi berada di

titik 0o lingkaran. Istiwaaini adalah suatu instrumen falak hasil

karya Slamet Hambali seorang ahli falak. Alat ini sebenarnya

digunakan sebagai alat bantu pengukur kiblat yang akurat.14

Istiwaaini didesain dengan tujuan menyederhanakan theodolit

yang merupakan alat ukur kiblat yang selama ini dianggap

paling akurat.15 Theodolite sebagai alat ukur kiblat optik dinilai

harganya terlalu mahal dan menyulitkan masyarakat dalam

penggunaannya, maka muncullah alat non optik yang bernama

istiwaaini karya Slamet Hambali sebagai solusi bagi masyarakat

13 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir Kamus Arab

Indonesia, (Yogyakarta: Edisi Kedua, cetakan keempat belas, 1997), 682. 14 Slamet Hambali, makalah disampaikan dalam seminar

Nasional Uji Kelayakan Istiwaaini sebagai Alat Bantu Menentukan Arah

Kiblat yang Akurat, diselenggarakan oleh Prodi Falak Fakultas Syariah IAIN Walisongo, Kamis, 5 Desember 2013 di Audit 1 lantai 2 kampus 1

IAIN Walisongo Semarang, 7. 15 Rini Listianingsih, Uji Akurasi Istiwaaini Karya Slamet

Hambali dalam Penentuan Titik Koordinat Suatu Tempat, Skripsi:

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang, 2017, 77.

Page 15: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 15

dalam menentukan arah kiblat dengan mudah dan biaya

murah.16

Istiwaaini dapat digunakan dalam penentuan titik

koordinat lintang dan bujur suatu tempat. Dalam menentukan

lintang dan bujur tempat sebenarnya bisa menggunakan alat apa

saja, namun dalam istiwaaini cara kerja untuk menentukan

lintang dan bujur tempat dengan cara memanfaatkan garis-garis

yang ada dalam bidang dialnya kapan terjadi merpass di tempat

itu lalu dicocokan dengan istiwaaini, yaitu dengan menandai

jam terjadinya bayangan terpendek yang berhimpitan di utara

selatan. Jam itulah yang digunakan untuk menentukan bujur dan

garis dari bayangan terpendek digunakan untuk menentukan

lintang.

Awal mula munculnya istiwaaini merupakan sebuah

alat yang didesain untuk membantu dalam hal menentukan arah

kiblat menggunakan konsep yang sama dengan metode

penentuan arah kiblat yaitu menggunakan dua segitiga siku-siku

dari bayangan Matahari setiap saat. Penentuan arah kiblat

dengan menggunakan istiwaaini lebih mudah dilakukan dan

praktis. Dalam kajian ilmu falak, istiwaaini juga bisa digunakan

untuk hal lainnya, yaitu untuk menentukan azimuth Matahari,

16 Listianingsih, Uji ..., 77.

Page 16: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 16

true north, jam ke bayangan, bayangan ke jam, beda azimuth,

dan menentukan titik koordinat lintang dan bujur tempat.17

F. Biografi Slamet Hambali

Slamet Hambali lahir di Bajangan, Sambirejo, Bringin,

Semarang, 5 Agustus 1954 M. Ia adalah putra dari pasangan

suami isteri KH. Hambali dan Ibu Djuwairiyah. Sejak kecil

sudah terlihat adanya tanda ketertarikannya terhadap ilmu

perbintangan (ilmu falak) padanya, yaitu ditandai dengan

aktifnya pengamatan yang ia lakukan terhadap bintang yang

terlihat pada malam hari. Ayahnya selalu memperkenalkannya

terhadap pengetahuan seputar alam, salah satunya tentang

macam-macam bintang, gerak semu Matahari dan lain-lain. Ia

semakin tertarik dan penasaran terhadap keterangan bahwa

orang yang ahli ilmu falak dapat menghitung kapan daun akan

jatuh. Pengetahuannya tentang ilmu falak semakin mengalami

perkembangan ketika ia pindah ke Kota Salatiga, pasca lusus

Sekolah Dasar. Di sinilah, awal tonggak Slamet Hambali

menemukan jatidiri “ilmu falak”-nya setelah betemu sang guru

KH. Zubair Umar al-Jaelany (ahli falak) sekaligus pimpinan PP.

Joko Tingkir di daerah Kauman Salatiga.

Slamet mengikuti pengajian ilmu falak setiap hari Ahad

yang dimulai pada jam 09.00-12.00 WIB dan langsung

17 Listianingsih, Uji..., 84.

Page 17: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 17

disampaikan oleh Kyai Zubair dengan kitabnya al-Khulashah

al-Wafiyah. Dalam pengajian, Slamet termasuk salah satu santri

yang paling muda di antara santri yang lain. Dalam proses

perjalanan pengajian, dirinya sudah memperlihatkan adanya

benih-benih akan menjadi ahli dalam ilmu falak, di antaranya

adalah kepandaiannya di bidang ilmu matematika, sehingga

pada saat belajar, ia dengan mudah dapat menerima pelajaran

ilmu falak. Selain itu ia juga termasuk santri yang rajin, tekun,

dan semangat. Ia selalu dapat menyelesaikan dan memecahkan

persoalan atau permasalahan tentang perhitungan “algoritma”.

Perjalanan pendidikan Slamet selama 6 tahun yaitu

tahun 1966-1972 dihabiskan di Kota Salatiga, yaitu ketika

belajar di tingkat Madrasah Tsanawiyah sampai Madrasah

Aliyah. Selama itu ia juga nyantri di KH. Isom. Setelah

menyelesaikan pendidikan Aliyah, Slamet mendapatkan

nasehat dan arahan seorang guru supaya melanjutkan

pendidikan di perguruan tinggi “IAIN Walisongo Semarang”.

Atas saran tersebut, Slamet pergi ke Semarang untuk mendaftar

sebagai mahasiswa di IAIN Walisongo pada Jurusan Syari’ah.

Di IAIN Walisongo, ia kembali berjumpa dengan sang guru

Kyai Zubair sebagai rektor pertama IAIN Walisongo.

Pertemuannya dengan sang guru membuat Slamet semakin

semangat untuk mengembangkan keilmuan falaknya yang

pernah ia dapatkan. Masuknya pada jurusan Syari’ah, adalah

Page 18: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 18

pilihan yang tepat dengan kecintaannya akan ilmu falak, karena

terdapat maka kuliah ilmu falak yang diampu langsung oleh

Kyai Zubair. Selama perkuliahan ilmu falak ia tidak mengalami

persoalan, sebab sebelumnya ia sudah pernah belajar. Tahun

1976 ia lulus sebagai Sarjana Muda Fakultas Syari’ah. Satu

tahun kemudian pada tahun 1977 dipercaya sang guru (KH.

Zubair Umar al-Jaelany) menjadi asisten dosen pada mata

kuliah ilmu falak dan ilmu waris. Pasca menyelesaikan S1

(sarjana lengkap), pada tahun 1979 ia mulai mengabdikan diri

di Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo. Tahun 2009 ia

melanjutkan pendidikan jenjang S2-nya hingga 27 Januari 2011

ia telah menyelesaikan program Magister Islamic Studies (Studi

Islam) selama dua tahun di perguruan tinggi yang sama. Ia

menjadi wisudawan dengan tesis terbaik. Dalam tesisnya, ia

mengemukakan penemuannya akan formula (rumus) baru

tentang perhitungan arah kiblat, yang terkenal dengan nama

“Perhitungan Segitiga Kiblat Setiap Saat”.18

G. Komponen-Komponen Istiwaaini

Pada istiwaaini terdapat komponen-komponen yang berupa:19

18 Hambali, Laporan Penelitian..., 178. 19 Ahmad Syifaul Anam, Perangkat Rukyat non Optik,

(Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), 144-145.

Page 19: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 19

1. Dua tongkat istiwak

Fungsi tongkat istiwak yang ada di titik pusat lingkaran

adalah:

a. Acuan sudut dalam lingkaran;

b. Acuan benang sebagai petunjuk arah kiblat, utara sejati

dsb.

Adapun tongkat istiwak di titik 0o memiliki fungsi sebagai:

a. Pembidik posisi matahari;

b. Start pengukuran arah kiblat, arah utara sejati dari

posisi matahari.

2. Bidang dial

Bidang dial istiwaaini memiliki skala yang telah didesain

sebesar 360 derajat. Bidang dial berfungsi sebagai

penangkap bayangan matahari yang dihasilkan dari

gnomon.

Page 20: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 20

3. Tripod

Tripod digunakan untuk mengatur kedataran bidal dial

sehingga tongkat istiwak bisa berdiri tegak lurus di

atasnya. Tripod yang ada pada istiwaaini memiliki ukuran

sekitar 2,6 cm.

4. Benang

Penarikan benang ke arah kiblat harus benar-benar tepat

pada skala yang dimaksud, yaitu sebesar selisih azimuth

kiblat dan azimuth matahari.

Prinsip Kerja dan Penggunaan Istiwaaini

Syarat penggunaan Istiwaaini:

a. Tongkat istiwak yang di titik pusat lingkaran harus benar-

benar berada di titik pusat dalam posisi tegak lurus.

Page 21: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 21

b. Lingkaran yang dijadikan landasan kedua tongkat istiwak

harus benar-benar dalam posisi datar.

c. Tongkat istiwak yang di titik 0̊ harus benar-benar di titik 0̊

dalam posisi tegak lurus.

Menentukan Arah Kiblat Menggunakan Istiwaaini

Data-data yang diperlukan dalam penggunaan istiwaaini untuk

menentukan arah kiblat adalah:

a. Waktu yang tepat

b. Azimuth kiblat

B adalah arah kiblat yang dihitung dari titik Utara

atau Selatan, jika hasil perhitungan positif, maka dihitung

dari Utara sedangkan jika hasilnya negatif maka

sebaliknya. Sedangkan azimuth kiblat maka busur yang

dihitung dari titik Utara ke Timur melalui ufuk sampai

dengan proyeksi Kakbah.

1.) Jika B = UT, maka azimuth kiblatnya tetap.

2.) Jika B = ST, maka azimuth kiblatnya adalah 180 + B.

3.) Jika B = SB, maka azimuth kiblatnya dalah 180 – B.

4.) Jika B = UB, maka azimuth kiblatnya adalah 360 – B.

Cotan B = tan LM x cos LT : sin SBMD – sin LT : tan SBMD

Page 22: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 22

c. Azimuth matahari

Sebelum menghitung azimuth matahari, perlu menghitung

arah matahari terlebih dahulu dari titik Utara atau Selatan.

Jika hasil perhitungan adalah positif, maka arah matahari

dihitung dari titik Utara, dan jika hasilnya adalah negatif,

maka dihitung dari Selatan.

t = (WD + e – (BD – BT) : 15 – 12) x 15

A = arah matahari

t = sudut waktu

Sedangkan Az Matahari adalah:

1.) Jika A adalah UT (+), maka azimuthnya = A (tetap)

2.) Jika A adalah ST ( - ), maka azimuthnya =180 ̊+ A

3.) Jika A adalah SB ( - ), maka azimuthnya = 180̊ – A

4.) Jika A adalah UB ( + ), maka azimuthnya = 360̊ – A

d. Beda azimuth kiblat dan matahari

Beda azimuth adalah selisih antara azimuth kiblat dan

azimuth matahari. Apabila hasilnya adalah negatif, maka

ditambah 360.

Penentuan arah kiblat dengan istiwaaini bisa diketahui

dengan cara:

1.) Bayangan tongkat istiwak di titik 0 harus disejajarkan

dengan bayangan tongkat istiwak di titik pusat.

Cotan A = tan d x cos LT : sin t – sin LT : tan t

Page 23: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 23

2.) Tarik benang dari tongkat istiwak di titik pusat sebesar

beda azimuth. Arah benang dari tongkat istiwak

menunjukkan arah kiblat suatu tempat.20

Aplikasi Menentukan Lintang Tempat

Penggunaan istiwaaini untuk menentukan koordinat suatu tempat.

Adalah sebagai berikut:

a. Tentukan arah utara dan selatan;

b. Cocokan jam yang akan dipakai dalam pengukuran dengan

waktu standar di wilayah yang bersangkutan (WIB, WITA,

atau WIT);

c. Perhatikan bayangan tongkat tersebut saat berhimpit dengan

garis arah utara-selatan (waktu kulminasi/menjelang zuhur);

d. Catat jam saat itu dengan teliti;

e. Ukur panjang bayang-bayang tersebut;

f. Perhatikan arah bayang-bayang tersebut, apakah berada di

sebelah utara atau selatan tongkat. Apabila bayang-bayang

kulminasi tersebut berada di sebelah selatan tongkat, maka

tempat pengukuran berada di sebelah selatan Matahari dan

demikian pula sebaliknya.

20 Ahmad Syifaul Anam, Perangkat Rukyat Non Optik,

(Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), 212 – 220.

Tan Zenith Matahari (ZM) = Panjang Bayangan ÷ P. Tongkat

Lintang Tempat = ZM – Deklinasi Matahari

Page 24: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 24

Aplikasi Menentukan Bujur Tempat21

a. Lihat data equation of time (perata waktu);

b. Meridian pass terjadi pada jam 12 + e. Data ini menunjukan

“saat Matahari berkulminasi atas” pada setiap tempat di Bumi

menurut waktu setempat (Local Mean Time = LMT). Apabila

antara saat Matahari berkulminasi di tempat pengukuran dan

saat Matahari berkulminasi di bujur WIB (105o) terdapat

selisih yaitu lebih dahulu di tempat pengukuran, berarti lokasi

pengukuran ada di sebelah timur bujur WIB (105o);

c. Bujur tempat adalah lingkaran besar yang ditarik dari kutub

utara sampai kutub selatan melewati tempat kita berada

kemudian kembali ke kutub utara lagi.22

H. Kelebihan dan kekurangan Mizwalla dan Istiwaaini

Mizwalla dan Istiwaaini sebagai perangkat rukyat

klasik memiliki beberapa kelebihan, di antaranya yaitu:

a. Praktis dan mudah dalam penggunaannya, dapat digunakan

dengan mudah dan praktis untuk dibawa kemana saja

dibandingkan dengan thedolit yang relatif lebih berat.

21 Listianingsih, Uji..., 90. 22 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik,

(Yogyakarta: Buana Pustaka), 41.

BT = ((12 + e - WD) x 15 + BD)

Page 25: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 25

b. Bisa digunakan di mana dan kapanpun asalkan terdapat

sinar Matahari.

c. Dapat dimiliki dengan harga yang terjangkau, berbeda

dengan GPS dan theodolit sebagai alat yang harganya

cukup mahal.

d. Tripod yang pendek pada kedua alat tersebut memudahkan

penarikan benang untuk memberikan tanda garis azimuth

kiblat maupun azimuth matahari untuk menentukan utara

sejati.

Selain mempunyai beberapa kelebihan, keduanya juga

memiliki beberapa kekurangan di antaranya adalah:

a. Mizwalla dan Istiwaaini tidak bisa digunakan pada saat

cuaca sedang mendung atau Matahari sedang terhalang

sesuatu dan saat malam hari.

b. Tidak dapat digunakan pada tanah yang miring atau tidak

rata.

c. Pada istiwaaini rawan human error dalam penitikan tanda

pada garis bidang dial, karena adanya baut pada gnomon

sehingga menyulitkan dalam memberikan tanda panjang

bayangan terpendek pada garis-garis yang ada dalam

bidang dialnya.

d. Tidak adanya skala cm atau bahkan mm pada bidang dial

mizwalla dan istiwaaini yang digunakan untuk menentukan

Page 26: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 26

panjang bayangan terpendek, maupun panjang bayangan

waktu zuhur dan asar.

e. Skala derajat yang ada ketelitiannya hanya sampai pada

satuan menit busur.

Penutup

Mizwalla dan Istiwaaini merupakan perangkat rukyat

klasik yang memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Fungsi

utamanya untuk menunjukkan waktu dan arah kiblat di samping

sebagai alat menentukan koordinat tempat, panjang bayangan dari

jam dan sebaliknya jam dari panjang bayangan. Dengan adanya

karya alat rukyat klasik berupa mizwalla dan istiwaaini tentu akan

menambah kekayaan khazanah ilmu falak.

Daftar Pustaka

Anam, Ahmad Syifaul, Perangkat Rukyat Non Optik, Semarang:

CV. Karya Abadi Jaya, 2015.

Bisri, Adib dan Munawwir AF., Kamus Indonesia – Arab al Bisri,

Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, t.th.

Butar-Butar, Arwin Juli Rahmadi, Khazanah Astronomi Islam

Abad Pertengahan, Purwkerto: UM Purwokerto Press,

2016.

Page 27: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 27

Hambali, Slamet, Menguji Tingkat Keakuratan Hasil Pengukuran

Arah Kiblat Menggunakan Istiwaaini, Semarang: UIN

Walisongo, 2014.

Helmy, Cornelius, Hendro Setyanto dan Antusiasme pada

Astronomi, kompas online, Selasa, 28 Juli 2009

Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis, Semarang: PT. Pustaka

Rizki Putra, 2012.

Jones, Lawrens E., Sundial and Geometry, Glastonbury: North

American Sundial Society, 2005.

Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik,

Yogyakarta: Buana Pustaka.

Khazin, Muhyiddin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana

Pustaka, 2005.

King, David A., ʻIlmu al-Falak wa al-Mujtamaʻ al-Islāmy, Markaz

Dirasah al-Wahdah al-Arabiyyah: tt.

Listianingsih, Rini, Uji Akurasi Istiwaaini Karya Slamet Hambali

dalam Penentuan Titik Koordinat Suatu Tempat, Skripsi:

UIN Walisongo Semarang, 2017.

Mukhlas, Ade, Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Mizwala

Qibla Finder Karya Hendro Setyanto, Skripsi Sarjama

Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, tp, 2012

Page 28: INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIKif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/hisab-rukyat-klasik-mizwalla.pdf · Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5

Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 28

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Surabaya:

Pustaka Progressif, 2007.

Setiawan, M. Umar, Perancangan Aplikasi Perhitungan Mizwala

Qibla Finder dengan Java, Semarang: IAIN Walisongo,

2013.