12
45 INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA PEMILU DI KPUD PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 Gandha Widyo Prabowo * Abstrak Pelaksanaan verifikasi peserta pemilu pada pemilu legislatif 2014 banyak memunculkan gugatan akibat metode verifikasi yang dipedomani oleh KPUD lemah. Padahal verifikasi merupakan tahapan yang sangat penting, mengingat ditahap inilah partai politik ditetapkan sebagai peserta pemilu. Dengan metode kualitatif-deskriptif, studi ini hendak menunjukan kelemahan-kelemahan dan dampak-dampaknya dalam proses verifikasi oleh KPUD pada pemilu legislatif 2014. Mengikuti Sarah Birch tentang malapraktik pemilu adalah tindakan pelanggaran terhadap integritas pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu baik sengaja maupun tidak sengaja, legal maupun ilegal. Penelitian ini menunjukan praktik-praktik transaksional antara penyelenggara pemilu dan partai politik peserta pemilu masih terjadi dengan tujuan mempermudah proses verifikasi, prosedur verifikasi yang dijalankan KPUD masih rentan terhadap gugatan dari peserta pemilu, dan fungsi pengawasan oleh lembaga pengawasan pemilu dalam proses verifikasi tidak maksimal karena lembaga ini baru terbentuk disaat proses sudah berjalan. Studi ini menemukan bahwa aktor dari malapraktik tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara pemilu seperti diungkapkan oleh Sarah Birch tetapi juga partai peserta pemilu di daerah. Ikatan sosial (kekerabatan, kinship, dan kedekatan personal lainnya) turut memungkinkan terjadinya praktik transaksional antara penyelenggara dan peserta pemilu. Kata Kunci: Integritas Pemilu, Verifikasi Partai Politik, Metode Verifikasi Peserta Pemilu, Transaksional, Malapraktik Pemilu. * Mahasiswa Program Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga

INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

  • Upload
    vuanh

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

45

INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA PEMILU

DI KPUD PADA PEMILU LEGISLATIF 2014

Gandha Widyo Prabowo*

Abstrak

Pelaksanaan verifikasi peserta pemilu pada pemilu legislatif 2014 banyak

memunculkan gugatan akibat metode verifikasi yang dipedomani oleh KPUD lemah. Padahal

verifikasi merupakan tahapan yang sangat penting, mengingat ditahap inilah partai politik

ditetapkan sebagai peserta pemilu. Dengan metode kualitatif-deskriptif, studi ini hendak

menunjukan kelemahan-kelemahan dan dampak-dampaknya dalam proses verifikasi oleh

KPUD pada pemilu legislatif 2014. Mengikuti Sarah Birch tentang malapraktik pemilu

adalah tindakan pelanggaran terhadap integritas pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara

pemilu baik sengaja maupun tidak sengaja, legal maupun ilegal. Penelitian ini menunjukan

praktik-praktik transaksional antara penyelenggara pemilu dan partai politik peserta pemilu

masih terjadi dengan tujuan mempermudah proses verifikasi, prosedur verifikasi yang

dijalankan KPUD masih rentan terhadap gugatan dari peserta pemilu, dan fungsi pengawasan

oleh lembaga pengawasan pemilu dalam proses verifikasi tidak maksimal karena lembaga ini

baru terbentuk disaat proses sudah berjalan. Studi ini menemukan bahwa aktor dari

malapraktik tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara pemilu seperti diungkapkan oleh

Sarah Birch tetapi juga partai peserta pemilu di daerah. Ikatan sosial (kekerabatan, kinship,

dan kedekatan personal lainnya) turut memungkinkan terjadinya praktik transaksional antara

penyelenggara dan peserta pemilu.

Kata Kunci: Integritas Pemilu, Verifikasi Partai Politik, Metode Verifikasi Peserta Pemilu,

Transaksional, Malapraktik Pemilu.

* Mahasiswa Program Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga

Page 2: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

46 Jurnal Politik Indonesia, Vol. 2, No. 1, Juli-September 2017, hal 45-56

Pendahuluan

Pemilu merupakan sarana suksesi

elite pemerintahan yang dilakukan di

negara demokratis. Pemilu yang sejati

(genuine) diselenggarakan berdasarkan

asas-asas pemilu yang demokratik, yaitu

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,

adil, dan dilakukan secara periodik. Pemilu

tidak mungkin terselenggara jika tidak ada

pemilih dan peserta pemilu. Undang-

Undang Dasar 1945 yang menjadi

landasan konstitusi Negara Indonesia telah

mengatur tentang pemilu dan peserta

pemilu. UUD 1945 hasil Amandemen ke-4

Pasal 22 E Ayat 3 menyebutkan bahwa

peserta pemilu anggota Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) dan anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah

partai politik. Partai politik inilah yang

berkontestasi memperebutkan suara

pemilih melalui visi, misi, dan program

kebijakan yang ditawarkan. Mereka saling

berlomba mempersuasi pemilih agar

memilih partai atau calonnya. Dampak

dari kontestasi merebutkan jabatan publik

yang terbatas memunculkan konflik pada

prosesnya. Oleh karenanya,

penyelenggaraan pemilu membutuhkan

kerangka hukum (rule of law) yang jelas

untuk memberikan kepastian hukum dalam

pelaksanaan pemilu.

Keberadaan partai politik dalam

sistem demokrasi perwakilan merupakan

sebuah keniscayaan. Sistem politik

demokrasi tidak akan berjalan tanpa

adanya sistem kepartaian. Tetapi sistem

kepartaian saja tidak cukup untuk

menghasilkan demokrasi (party system is

necessary but not sufficient for

democracy). Sistem politik demokrasi

yang kuat memerlukan partai politik yang

fungsional dan demokratis. Selain itu,

partai politik juga harus terlembaga

dengan baik dan kompetitif. Partai politik

tidak hanya menjadi saluran partisipasi

politik warga negara. Mereka juga

berperan mengintegrasikan individu dan

kelompok yang ada di masyarakat ke

dalam sistem politik. Partai memiliki

kewajiban untuk mempersiapkan kader

pemimpin bangsa untuk dicalonkan

menduduki berbagai jabatan dalam

lembaga legislatif dan eksekutif melalui

pemilu (Surbakti, dkk, 2011:2-3).

Giovanni Sartori berpendapat

bahwa partai politik adalah suatu

kelompok politik yang mengikuti pemilu

dan melalui pemilu itu mampu

menempatkan calon-calonnya untuk

menduduki jabatan-jabatan publik (a party

is any political group that present at

elections, and is capable of placing

through elections candidates for public

office) (Budiarjo, 2012: 404-405). Senada

dengan Sartori, Ramlan Surbakti

menyebutkan salah satu fungsi utama

partai politik ialah mencari dan

mempertahankan kekuasaan guna

mewujudkan program-program yang

disusun berdasarkan ideologi tertentu.

Cara yang digunakan oleh suatu partai

politik dalam sistem politik demokrasi

dalam kaitannya mendapatkan dan

mempertahankan kekuasan ialah ikut serta

dalam pemilu (Surbakti, 2012).

Partai politik tidak serta-merta

dapat mengikuti kontestasi pemilu

meskipun mereka sudah berbadan hukum.

Sebelumnya, partai politik harus melewati

sebuah tahapan pendaftaran dan verifikasi

peserta pemilu. Tahapan ini merupakan

salah satu tahapan yang krusial dalam

siklus pemilu. Sebab, lolos tidaknya

menjadi peserta pemilu ditentukan oleh

hasil verifikasi yang dilakukan oleh KPU.

Verifikasi merupakan proses pemeriksaan

yang terkait dengan keterpenuhan syarat

sebuah partai politik untuk mengikuti

pemilu. Kegiatan ini adalah upaya untuk

membuktikan kebenaran dan keterpenuhan

berbagai syarat dalam kepesertaan pada

pemilu. Proses tersebut dimaksudkan

untuk mendorong partai politik

membuktikan kemampuannya menjadi

peserta pemilu (Isra, 2017).

Pada UU Nomor 15 Tahun 2011

Tentang Penyelenggara Pemilu

menyebutkan bahwa pelaksanaan

verifikasi peserta pemilu menjadi domain

dari penyelenggara pemilu. Salah satu

Page 3: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

Gandha Widyo: Integritas Pemilu ‘Proses Verifikasi Peserta Pemilu di KPUD Pada Pemilu Legislatif 2014 47

tugas dan wewenang yang diberikan

undang-undang kepada KPU dalam

pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD

adalah menetapkan peserta pemilu.

Kewenangan ini diperkuat melalui UU

Nomor 8 Tahun 2012, yang menyatakan

bahwa KPU diberikan tugas untuk

melaksanakan penelitian administrasi dan

penetapan keabsahan persyaratan peserta

pemilu. KPU juga diberikan kewenangan

untuk mengatur ketentuan tentang tata cara

penelitian administrasi dan penetapan

keabsahan persyaratan peserta pemilu.

Melihat dari sejarah pemilu

legislatif di Indonesia, dapat diamati

bahwa jumlah peserta pemilu mengalami

pasang surut. Penetapan peserta pemilu

Tahun 2014 oleh KPU memunculkan

banyak persoalan dan dinamika politik

yang prosesnya berjalan sangat cepat. Pada

pemilu 2014, sejumlah 46 partai politik

mendaftar sebagai peserta pemilu ke KPU.

Dari jumlah itu, 12 partai politik

dinyatakan tidak memenuhi 17 item

persyaratan yang ditentukan. Hanya

terdapat 34 partai politik yang dinyatakan

terdaftar dan dapat melengkapi dokumen

persyaratan hingga batas akhir pendaftaran

tanggal 29 September 2012 (KPU,

2014:32).

Saat KPU menjalankan proses

verifikasi, muncul beberapa gugatan yang

dilayangkan oleh beberapa partai politik.

18 partai politik yang tidak lolos tahap

verifikasi administrasi menggugat KPU ke

Bawaslu dan melaporkan dugaan

pelanggaran kode etik ke Dewan

Kehormatan Penyelenggara Pemilu

(DKPP). Hasil sidang DKPP, berdasarkan

pertimbangan dari rekomendasi Bawaslu,

mengeluarkan putusan Nomor: 25-

26/DKPP-KPE-I/2012. Keputusan DKPP

menetapkan agar KPU mengikutsertakan

18 partai politik dalam proses verifikasi

faktual (baca: proses yang harus dilalui

setelah verifikasi administrasi).

Tahapan verifikasi peserta pemilu

ini kerap kali memunculkan persoalan

dalam prosesnya. Partai politik

menginginkan agar lolos menjadi peserta

pemilu dengan menggunakan segala daya

dan upaya. Bahkan, seringkali segala cara

yang dilakukan partai politik kemudian

memunculkan malapraktik pemilu. Di sisi

lain, KPU sebagai pihak yang memiliki

kewenangan verifikasi menghadapi

beragam varian permasalahan, baik saat

melakukan verifikasi administrasi maupun

verifikasi faktual di lapangan.

Kisruh pelaksanaan verifikasi

peserta pemilu hampir sebagian besar

terjadi di seluruh wilayah. Verifikasi

peserta pemilu yang dilakukan oleh KPU

pada pemilu 2014 menjadi kajian yang

menarik untuk diteliti. Hal ini disebabkan

munculnya banyak gugatan oleh partai

politik terhadap kinerja KPU saat

verifikasi. Lolosnya Partai Bulan Bintang

(PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan

Indonesia (PKPI) menjadi peserta pemilu

menguatkan asumsi bahwa proses

verifikasi yang dilakukan oleh KPU masih

memiliki kelemahan. Kelemahan yang ada

mengakibatkan tidak terwujudnya pemilu

yang berintegritas.

PKPI dalam materi gugatannya di

Bawaslu mempersoalkan prosedur kerja

verifikasi yang dilakukan oleh KPU di

tingkat Kabupaten/Kota. Tidak itu saja,

PKPI juga mempertanyakan etika

penyelenggara pemilu. PKPI menuding

KPU tidak profesional, tidak imparsial,

dan tidak transparan pada saat pelaksanaan

kegiatan verifikasi peserta pemilu. Pada

akhirnya, keputusan Bawaslu RI

memenangkan gugatan PKPI. Begitu pun

dengan DKPP yang putusannya

mempertegas kemenangan gugatan PKPI

terhadap KPU.

Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif deskriptif untuk

menjelaskan pelaksanaan verifikasi peserta

pemilu oleh KPU. Kabupaten

‘Hastinapura’ (lokasi penelitian

disamarkan menjadi Kabupaten

Hastinapura guna menghindari persoalan

hukum yang berpotensi muncul), yang

merupakan Kabupaten di Indonesia, dipilih

sebagai lokasi penelitian karena PKPI

mengajukan gugatan sengketa administrasi

Page 4: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

48 Jurnal Politik Indonesia, Vol. 2, No. 1, Juli-September 2017, hal 45-56

terhadap KPU Kabupaten Hastinapura atas

kinerjanya dalam menyelenggarakan

verifikasi peserta pemilu. Informasi dan

data yang diperoleh tidak hanya berasal

dari wawancara, tetapi juga berdasarkan

dokumen resmi yang dikeluarkan oleh

lembaga yang berwenang. Fenomena PKPI

di Kabupaten Hastinapura menjadi bahan

kajian penelitian yang relevan untuk

menghasilkan temuan penting mengenai

persoalan apa sajakah yang terjadi pada

pelaksanaan verifikasi dalam kaitannya

dengan perwujudan pemilu yang

berintegritas.

Pokok permasalahannya diawali

dari Keputusan KPU Kabupaten

Hastinapura yang menyatakan bahwa

PKPI di wilayah Hastinapura tidak

memenuhi syarat verifikasi peserta pemilu.

Ketidaklolosan PKPI di wilayah ini turut

menyumbang ketidaklolosan PKPI secara

nasional. Sebab, salah satu syaratnya

adalah partai politik harus memenuhi

persyaratan kepengurusan dan

keanggotaan di minimal 75% jumlah

Kabupaten/Kota di tiap Provinsi. Gagalnya

PKPI di Kabupaten Hastinapura

menyebabkan syarat 75% itu tidak

terpenuhi. PKPI kemudian menggugat

KPU Kabupaten Hastinapura ke Bawaslu

Propinsi. Bawaslu Propinsi berdasarkan

analisanya menemukan celah pelanggaran

prosedur, mekanisme, dan tata cara yang

dilakukan oleh KPU Kabupaten

Hastinapura dalam proses verifikasi PKPI

sebagai peserta pemilu.

Malapraktik Pemilu pada Verifikasi

PKPI di Kabupaten Hastinapura

Terminologi malapraktik pemilu

dicetuskan pertama kali oleh Sarah Birch,

seorang profesor ilmu politik dari King’s

College London University of London.

Sarah Birch mendefinisikan malapraktik

pemilu sebagai tindakan pelanggaran

terhadap integritas pemilu, baik tindakan

yang dilakukan secara sengaja maupun

tidak disengaja dan legal maupun ilegal.

Sarah Birch menggunakan empat

pendekatan untuk memahami malapraktik

pemilu. Pertama, ditinjau dari pendekatan

hukum, malapraktik pemilu merupakan

tindakan yang melanggar konstitusi atau

peraturan pemilu. Kedua, ditinjau dari

pendekatan sosiologi, malapraktik pemilu

merupakan pelanggaran terhadap norma

yang ditaati secara luas. Ketiga, ditinjau

dari pendekatan best practices,

malapraktik pemilu merupakan tindakan

yang melanggar konsensus internasional

mengenai nilai-nilai pemilu. Keempat,

ditinjau dari pendekatan normatif yang

berbasis pada teori demokrasi, malapraktik

pemilu merupakan tindakan yang

menyimpang dari nilai-nilai demokrasi

(Surbakti, 2014:55).

Masih adanya kelemahan dalam

metode verifikasi inilah yang

menimbulkan celah dalam tata cara,

prosedur, dan mekanismenya. PKPI

Hastinapura yang awalnya dinyatakan

Tidak Memenuhi Syarat sebagai peserta

pemilu (karena tidak berhasil memenuhi

syarat keanggotaan), berhasil menggugat

KPU Kabupaten Hastinapura dan

memenangkan gugatannya. PKPI

menggugat kinerja KPU Kabupaten

Hastinapura yang dianggapnya tidak

profesional dalam melaksanakan proses

verifikasi partai politik sebagai peserta

pemilu. Meski pada kenyataannya, PKPI

Hastinapura juga menempuh beragam cara

agar bisa lolos sebagai peserta pemilu,

baik lewat lobi-lobi politik maupun

manuver-manuver politik lainnya.

Ada beberapa hal yang

menyebabkan proses verifikasi peserta

pemilu memunculkan malapraktik pemilu.

Di antaranya adalah mengenai etika

penyelenggara pemilu dan peserta pemilu,

transparansi data anggota partai politik,

akurasi dan akuntabilitas penyelenggara

pemilu, dan lemahnya pengawasan yang

dilakukan oleh panitai pengawas pemilu.

Pelanggaran etika yang dilakukan

oleh penyelenggara pemilu dan peserta

pemilu pada metode verifikasi partai

politik ini merupakan bentuk dari

malapraktik pemilu sehingga

menyebabkan tidak terjaminnya integritas

Page 5: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

Gandha Widyo: Integritas Pemilu ‘Proses Verifikasi Peserta Pemilu di KPUD Pada Pemilu Legislatif 2014 49

pemilu dalam proses verifikasi peserta

pemilu. Proses verifikasi bisa dikatakan

berintegritas apabila keempat asasnya

terlaksana dengan baik, yakni; jujur,

transparan, akuntabel, dan akurat. Asas

jujur berkaitan dengan penyelenggara

pemilu saat melaksanakan tugasnya

berdasarkan peraturan yang ada.

Penyelenggara pemilu tidak melakukan

kecurangan untuk menguntungkan pihak

tertentu atau dirinya sendiri. Seperti

misalnya tidak menerima uang suap dari

pengurus partai politik agar meloloskan

partainya. Atau bertindak tidak impartial

pada partai politik tertentu sehingga

memberikan perlakukan yang berbeda

(memberikan keistimewaan perlakuan)

dibandingkan dengan partai politik yang

lain.

Persoalan etika tidak saja ditujukan

kepada KPU sebagai penyelenggara

pemilu. Partai politik sebagai peserta

pemilu juga berperan besar untuk menjaga

integritas pemilu melalui perilaku etisnya.

Partai politik diharapkan tidak melakukan

segala cara, termasuk tindakan yang

melanggar etis, agar lolos menjadi peserta

pemilu. Seperti misalnya, melakukan

penyuapan kepada penyelenggara pemilu,

memanipulasi data administratif terkait

syarat yang harus dipenuhi, dan perilaku

lainnya yang melanggar etika.

Pelaksanaan metode verifikasi

dilihat dari persoalan etika penyelenggara

pemilu dan peserta pemilu bersentuhan

dengan persoalan perilakunya. Seperti

yang telah disebutkan bahwa

penyelenggara pemilu harus melaksanakan

tugasnya berdasarkan peraturan yang ada.

Mereka tidak boleh melakukan kecurangan

demi tujuan menguntungkan dirinya

sendiri atau pihak yang lain. Pada kasus

verifikasi PKPI Hastinapura,

penyelenggara pemilu terindikasi

menyalahi etika penyelenggara pemilu.

Berdasarkan keterangan pengurus PKPI,

saat itu PKPI merasa diberikan janji oleh

Komisioner KPU Hastinapura bahwa

proses verifikasi partainya telah

dinyatakan beres. Bahkan, pengurus PKPI

mengaku telah melakukan upaya

transaksional kepada salah satu

Komisioner KPU Kabupaten Hastinapura

agar PKPI Hastinapura bisa dibantu pada

saat verifikasi.

Pelanggaran etika lainnya terjadi

ketika salah seorang komisioner menemui

pengurus PKPI Hastinapura di rumahnya

pada saat tengah malam. Pertemuan

tersebut membicarakan persoalan

verifikasi partai politik dan pada muaranya

Komisioner KPU memberikan daftar nama

anggota partai politik yang harus

dihadirkan ke kantor KPU Kabupaten

Hastinapura kepada pengurus PKPI. Daftar

nama tersebut merupakan bagian dari

nama-nama sampel yang telah dilakukan

verifikasi faktual di lapangan tetapi

petugas verifikator tidak berhasil menemui

nama tersebut.

Semestinya, daftar nama tersebut

akan diberikan secara resmi melalui surat

pengumuman resmi dari KPU Kabupaten

Hastinapura. Akan tetapi, salah satu

komisioner tersebut memberikannya

kepada pengurus PKPI Hastinapura,

mendahului pengumuman resmi dari

lembaga. Peristiwa ini menunjukkan fakta

bahwa penyelenggara pemilu memberikan

perlakukan khusus kepada PKPI dengan

memberikan daftar nama anggota PKPI

yang harus dihadirkan ke kantor KPU

untuk dilakukan verifikasi. Meskipun

komisioner berdalih jika inisiatif

pertemuan itu bukan berasal dari dirinya

tetapi dikarenakan desakan pengurus PKPI

kepadanya. Komisioner tersebut sungkan

jika harus menolak tamu yang datang ke

rumahnya. Dalam dokumen Berita Acara

Klarifikasi yang ditulis oleh Bawaslu

Propinsi, pengurus PKPI membeberkan

fakta adanya pertemuan tersebut sehingga

Bawaslu cukup memiliki keyakinan

adanya celah dalam pelaksanaan prosedur

dan mekanisme verifikasi. Bawaslu

kemudian merekomendasikan untuk

dilakukan verifikasi ulang syarat

keanggotaan PKPI oleh KPU Hastinapura.

Pelanggaran etika tidak hanya

dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

Page 6: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

50 Jurnal Politik Indonesia, Vol. 2, No. 1, Juli-September 2017, hal 45-56

PKPI Hastinapura pun melakukan hal yang

sama. PKPI Hastinapura melakukan lobi-

lobi kepada komisioner Bawaslu Propinsi

agar proses verifikasi faktual ulang

keanggotaan yang dilakukan tidak perlu

menyertakan identitas kependudukan

(KTP) sebagai data pembanding KTA

yang diserahkan. Komisioner Bawaslu

Propinsi mencium gelagat tidak baik dari

lobi-lobi yang dilakukan pengurus PKPI.

Bawaslu Propinsi memahami tujuan PKPI

agar tidak menyertakan identitas

kependudukan saat dilakukan proses

verifikasi faktual ulang. PKPI pasti akan

mendatangkan orang sembarangan (yang

tidak sesuai dengan data KTP) ke kantor

KPU Hastinapura untuk diikutkan dalam

proses verifikasi faktual. Bawaslu Propinsi

memahami tujuan ini dan lansgung

menolak upaya yang dilakukan oleh

pengurus PKPI. Bawaslu Propinsi dengan

tegas menyatakan bahwa proses verifikasi

faktual ulang keanggotaan di kantor KPU

harus disertai dengan data KTP untuk

dicocokan kebenaran identitasnya dengan

data KTA. PKPI Hastinapura pada

akhirnya tidak mendatangkan anggotanya

yang tertera dalam daftar nama yang harus

dilakukan verifikasi faktual ulang ke

kantor KPU Hastinapura.

Pada fakta ini dapat dianalisa

bahwa telah terjadi malapraktek pemilu

yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu

dan peserta pemilu. Chad Vikery dan Erica

Shein merumuskan bahwa malapraktek

pemilu dilakukan oleh aktor/person, baik

penyelenggara maupun peserta pemilu,

yang dilakukan secara sengaja maupun

tidak sengaja. Malapraktik pemilu yang

muncul ini membuat integritas pemilu

berada di tingkat yang rendah.

Penyelenggara pemilu yang diharapkan

bekerja secara imparsial dan profesional

dalam menyelanggarakan setiap tahapan

pemilu tidak mampu untuk

mewujudkannya.

Kedua, persoalan transparansi

diawali dari validitas data KTA yang

diberikan oleh PKPI untuk memenuhi

syarat keanggotaan. Disebutkan di dalam

peraturan bahwa partai politik harus

menyerahkan minimal sejumlah 1.000

nama anggota partai politik atau 1/1.000

anggota partai politik dari jumlah

penduduk di wilayah tersebut. Sejumlah

1.000 nama anggota ini dalam ketentuan

yang disusun oleh KPU RI, ternyata tidak

diatur ketentuan untuk mengumumkan

kepada publik sehingga tidak ada

kesempatan bagi publik maupun

stakeholder pemilu yang lain untuk

memberikan tanggapan terhadap data

keanggotaan partai politik. Padahal

kebijakan untuk mempublikasikan data

keanggotaan juga merupakan upaya

transparansi penyelenggara pemilu dalam

pelaksanaan pemilu.

Publikasi data keanggotaan partai

politik, termasuk sampel 10%, kepada

masyarakat merupakan upaya

penyelenggara pemilu dalam hal

transparansi dan akuntabilitas.

Keanggotaan partai politik adalah hak

konstitusi masyarakat. Publik harus

mengetahui apakah namanya dicatut

begitu saja oleh partai politik sebagai

anggotanya. Selain itu, manfaat

pengumuman ini adalah untuk mendeteksi

nama-nama yang tercantum agar

diwaspadai atau tidak diperbolehkan

menjadi penyelenggara pemilu, baik

menjadi PPK, Panwascam, PPS, PPL,

PPDP, KPPS. Deteksi awal ini untuk

memudahkan penyelenggara pemilu dalam

memilih dan memilah seseorang yang akan

dijadikan sebagai penyelenggara pemilu di

tingkat bawah. Agar di kemudian hari

tidak muncul persoalan bahwa

penyelenggara pemilu yang sudah dilantik

ternyata merupakan anggota partai politik

tertentu.

Persoalan transparansi ini menjadi

salah satu parameter untuk mewujudkan

integritas pemilu. Masyarakat memiliki

hak untuk mengetahui segala hal terkait

dengan proses penyelenggaraan pemilu

yang dilakukan oleh KPU. Hanya saja,

kerangka hukum yang menjadi dasar untuk

melakukan proses transparansi terhadap

data KTA partai politik belum diatur.

Page 7: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

Gandha Widyo: Integritas Pemilu ‘Proses Verifikasi Peserta Pemilu di KPUD Pada Pemilu Legislatif 2014 51

Menurut Sarah Birch, malapraktek pemilu

lahir dari ketidakmampuan kerangka

hukum pemilu memberikan kepastian

hukum terhadap prosedur pemilu yang

dijalankan. Ketidakadanya transparansi

pada data KTA kepada publik menjadikan

integritas pemilunya rendah.

Ketiga, persoalan akurasi mengenai

prosedur dan tata cara saat verifikasi

faktual keanggotaan di lapangan.

Utamanya terkait dengan perlakuan ketika

petugas verifikator tidak bertemu dengan

sampel anggota partai politik di lapangan.

Petugas verifikator dilengkapi dengan

lembaran verifikasi faktual anggota partai

politik tingat kabupaten/kota (Formulir

Lampiran 2 Model F-8 Parpol) dan surat

pernyataan penolakan sebagai anggota

partai politik (Formulir Model F12-

Parpol). Lembar verifikasi merupakan

kertas kerja yang menerangkan bahwa

anggota partai politik yang diverifikasi

telah memenuhi syarat, tidak memenuhi

syarat, dan tidak bertemu. Jika telah

memenuhi syarat maka, anggota partai

politik cukup membubuhkan

tandatangannya di kolom keterangan dan

petugas verifikator menuliskan kode ‘MS’.

Tetapi, jika tidak memenuhi syarat, maka

anggota partai politik diminta untuk

membuat surat pernyataan (Formulir

Model F12-Parpol) yang telah disediakan

petugas verifikator dan membubuhkan

tandatangannya di formulir tersebut.

Kemudian petugas verifikator memberikan

kode ‘TMS’ pada lembar verifikasi.

Sementara itu, bagi petugas

verifikator yang tidak berhasil menemui

anggota partai politik, maka petugas

harusnya meminta tandatangan

keluarganya/RT di lembar verifikasi.

Ditulis nama lengkap, statusnya (anak,

istri, saudara,dll atau jabatan di pengurus

RT), dan alasan tidak berhasil ditemui.

Kemudian, petugas menulis kode’TB’ di

lembar pengesahan. Sayangnya, kolom

keterangan yang disediakan di lembar

pengesahan berukuran kecil sehingga tidak

mampu untuk mengakomodasi hal

tersebut. Selain itu, Tidak ada formulir

yang disediakan secara khusus untuk

menerangkan kondisi Tidak Bertemu ini.

Agak sulit untuk membuktikan

petugas verifikator telah datang ke anggota

partai politik yang disampel dan pada

faktanya tidak bertemu dengan yang

bersangkutan. Tidak ada prosedur yang

baku untuk memperlakukan kondisi seperti

ini. Anggota PKPI yang tidak ditemukan

petugas verifikator di lapangan, baik pada

tahap I maupun tahap perbaikan verifikasi

faktual, jumlahnya cukup banyak yakni 61

orang. Pada lembar verifikasi hanya

tertulis kode ‘TB’ pada kolom keterangan

dan tidak ada keterangan lainnya.

Persoalannya, status anggota yang tidak

bertemu ini dipertanyakan oleh PKPI

Hastinapura. Mereka mempertanyakan

metode verifikasi faktual yang dilakukan

oleh KPU Kabupaten Hastinapura dan juga

mempertanyakan profesionalisme

kinerjanya. Sebab, status ‘TB’ tidak

terdokumentasi dengan baik dalam sebuah

formulir tersendiri. Maka, akibatnya KPU

Kabupaten Hastinapura tidak bisa

menjelaskan kepada partai politik alasan

petugas verifikator tidak bertemu dengan

anggota partai politik di lapangan. Apakah

pergi, meninggal dunia, kerja, pindah

domisili, dan yang lainnya. Persoalan tidak

bertemu ini juga menjadi bahan kajian

Bawaslu Provinsi dalam menangani sidang

sengketa PKPI Hastinapura.

Fakta pada persoalan akurasi dan

akuntabilitas yang ditemukan dalam

verifikasi peserta pemilu menunjukkan

bahwa penyelenggara pemilu masih

memiliki celah dalam melaksanakan

prosedur pemilu. Pemilu merupakan

sebuah prosedur yang dapat diprediksikan

(predictable procedure). Ketidakakuratan

penyelenggara pemilu berdampak pada

turunnya tingkat kepercayaan masyarakat

terhadap hasil pemilu yang dihasilkan.

Begitupun dengan persoalan akuntabilitas.

KPU harus mampu memberikan jawaban

kepada stakeholder tentang apa yang

dikerjakan dalam proses tahapan pemilu

dan apa yang tidak dikerjakannya. Akurasi

dan akuntabilitas merupakan salah satu

Page 8: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

52 Jurnal Politik Indonesia, Vol. 2, No. 1, Juli-September 2017, hal 45-56

ukuran untuk menjamin integritas pemilu

dan metode verifikasi partai politik peserta

pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara

pemilu belum mampu untuk mewujudkan

integritas pemilu.

Pada saat tahapan verifikasi peserta

pemilu dilaksanakan di Kabupaten

Hastinapura, Komisoner Panwaslu

Hastinapura baru saja dilantik. Mereka

tidak bisa melaksanakan tugas pengawasan

secara menyeluruh terhadap kegiatan

verifikasi yang dilakukan oleh

penyelenggara pemilu. Praktis, hanya tiga

orang komisioner Panwaslu Hastinapura

saja yang menjalankan tugas pengawasan.

Struktur organisasi dibawahnya seperti

sekretariat panwaslu, panwascam, dan PPL

belum terbentuk hingga selesainya tahapan

verifikasi peserta pemilu. Panwaslu hanya

melakukan pengawasan acak terhadap

sampel keanggotaan partai politik dan

jumlahnya pun terbatas.

Dalam suatu penyelenggaraan

pemilu, diperlukan adanya suatu kegiatan

pengawasan untuk menjamin agar pemilu

benar-benar dilaksanakan berdasarkan asas

pemilihan umum dan peraturan

perundang-undangan. Panwaslu

mempunyai peranan yang penting dalam

rangka mengawal pelaksanaan pemilu

sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Unsur

pengawasan Panwaslu sangat dibutuhkan

untuk menjamin integritas pelaksanaan

pemilu. Pengawasan oleh panwaslu

berfungsi untuk meminimalisir

pelanggaran pemilu yang muncul di setiap

tahapan pemilu. Praktis, pelaksanaan

tahapan verifikasi peserta pemilu di

Kabupaten Hastinapura hanya diawasi

sebagian saja prosesnya oleh Panwaslu dan

itupun tidak dilakukan secara menyeluruh

karena keterbatasan personel dan hal

administratif lainnya.

Fakta yang ada menunjukkan

bahwa pengawasan tahapan verifikasi

partai politik peserta pemilu masih lemah.

Padahal, proses tahapan verifikasi partai

politik peserta pemilu bisa disebut

berintegritas apabila mendapatkan

pengawasan dari stakeholder pemilu, baik

peserta pemilu, lembaga pemantau pemilu,

pemilih, media massa, dan pemangku

kepentingan lainnya. Panwaslu sebagai

ujung tombak pengawasan pemilu tidak

berfungsi maksimal karena persoalan

administratif, yakni struktur lembaganya

belum terbentuk sampai di tingkat bawah.

Pengawasan dalam pemilu dimaksudkan

untuk mencegah terjadinya malapraktik

pemilu pada saat prosedur pemilu

dijalankan. Terbatasnya fungsi

pengawasan yang dilakukan oleh panwaslu

ini menjadikan proses tahapan verifikasi

peserta pemilu bisa dikategorikan

memiliki integritas pemilu yang rendah.

Kesimpulan

Verifikasi partai politik peserta

pemilu yang dilakukan KPU Hastinapura

terhadap PKPI Hastinapura memiliki

beberapa kelemahan-kelemahan dalam

metodenya. Persoalan pertama muncul

sebagai akibat dari sikap penyelenggara

pemilu, dalam hal ini komisoner KPU

Hastinapura yang bertindak menyalahi

kode etik penyelenggara pemilu.

Penyelenggara pemilu diduga melakukan

pratik transaksional dan bertindak tidak

imparsial dalam pelaksanaan verifikasi.

Tetapi, tidak hanya penyelenggara pemilu

saja yang menyalahi etika. PKPI sebagai

peserta pemilu pun bisa dikatakan telah

melanggar etika. Beragam lobi dan

manuver politik dilakukan oleh pengurus

PKPI Hastinapura dalam tahapan

verifikasi peserta pemilu agar bisa lolos.

Persoalan kedua terkait dengan

transparansi data anggota partai politik.

Kelemahan ini muncul karena tidak ada

ketentuan, baik dari undang-undang

maupun peraturan KPU, untuk

mengumumkan data anggota partai politik

yang diserahkan sebagai syarat pemenuhan

keanggotaan. Publik tidak memiliki

kesempatan untuk memberikan tanggapan

atas data anggota partai politik. Publik

tidak diberikan hak untuk menyampaikan

keberatan atas data anggota partai yang

diserahkan partai politik ke KPU.

Page 9: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

Gandha Widyo: Integritas Pemilu ‘Proses Verifikasi Peserta Pemilu di KPUD Pada Pemilu Legislatif 2014 53

Akibatnya, partai politik bisa secara

serampangan menyerahkan data anggota

partai ke KPU meski nama-nama tersebut

pada faktanya bukanlah anggota PKPI.

Tidak ada sanksi apapun yang diberikan

kepada partai politik atas perilakunya.

Persoalan ketiga terkait dengan

persoalan akurasi dan akuntabilitas

penyelenggara pemilu. Ketidakakuratan

yang dilakukan oleh KPU Sidaorjo muncul

pada saat verifikasi faktual keanggotaan di

lapangan. Utamanya berhubungan dengan

prosedur ketika petugas verifikator tidak

bertemu dengan sampel anggota partai

politik di lapangan. KPU Hastinapura

tidak bisa menjelaskan kepada stakeholder

terkait dengan status tidak bertemunya

petugas verifikator dengan nama anggota

partai politik yang disampel.

Persoalan keempat terkait dengan

lemahnya pengawasan yang dilakukan

Panwaslu dalam tahapan verifikasi peserta

pemilu. Kinerja pengawasan Panwaslu

Hastinapura tidak bisa berjalan optimal.

Sebab, saat kegiatan verifikasi peserta

pemilu berlangsung, komisioner Panwaslu

Hastinapura baru saja terbentuk. Praktis,

Panwaslu Hastinapura hanya melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan tahapan

verifikasi peserta pemilu di separuh jadwal

tahapan.

Kelemahan-kelemahan dalam

metode verifikasi peserta pemilu yang

dijalankan oleh KPU Kabupaten

Hastinapura pada akhirnya dapat

disimpulkan bahwa pelaksanaan verifikasi

tidak menjamin integritas pemilu.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian,

peneliti merumuskan beberapa

rekomendasi untuk mengatasi kelemahan-

kelemahan yang muncul selama

pelaksanaan verifikasi partai politik

peserta pemilu, utamanya yang dilakukan

oleh KPU di tingkat Daerah

(Kabupaten/Kota). Rekomendasinya antara

lain:

1. KPU RI perlu untuk membuat

ketentuan kode etik yang lebih

operasional bagi seluruh

penyelenggara pemilu pada

tahapan verifikasi peserta pemilu.

Kode etik tersebut mengatur

tentang ketentuan mengenai apa

yang tidak boleh dilakukan oleh

penyelenggara pemilu selama

proses verfikasi berlangsung.

2. KPU RI perlu membuat

seperangkat aturan untuk

mempublikasikan atau

mengumumkan data Kartu Tanda

Anggota (KTA) partai politik yang

diserahkan kepada KPU

Kabupaten/Kota kepada

masyarakat (publik). Baik terkait

dengan data yang diserahkan

seluruhnya maupun data yang

terkena sampel (rekap nama) untuk

diverifikasi faktual oleh KPU.

Tujuannya agar masyarakat dapat

memberikan tanggapan atas data

keanggotaan tersebut. Masyarakat

harus diberikan hak untuk

menyampaikan keberatannya

terhadap data anggota partai

politik.

3. KPU RI perlu membuat formulir

berita acara untuk mengakomodasi

persoalan verifikasi faktual

keanggotaan di lapangan mengenai

status ‘Tidak Bertemu’ dengan

anggota partai yang disampel.

Formulir tersebut berfungsi untuk

menjelaskan keberadaan verifikator

KPU pada saat tidak bertemu

dengan anggota partai. Formulir

tersebut bisa dijadikan dokumen

pembuktian bahwasanya

verifikator KPU telah hadir di

tempat (alamat) anggota partai

tersebut. KPU dengan berbekal

formulir itu dapat menjelaskan

kepada stakeholder pemilu

mengenai status ‘Tidak Bertemu’.

Formulir ini diisi oleh verifikator

KPU pada saat melakukan

verifikasi faktual di lapangan

dengan ditandatangani oleh saksi.

Page 10: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

54 Jurnal Politik Indonesia, Vol. 2, No. 1, Juli-September 2017, hal 45-56

4. Pembuat undang-undang perlu

mengatur tentang jadwal

pembentukan anggota Panwaslu di

tingkat Kabupaten/Kota.

Pembentukan Panwaslu beserta

struktur di bawahnya harus

dilakukan sebelum tahapan pemilu

dilaksanakan. Panwaslu tingkat

Kabupaten/Kota berikut jajarannya

di bawah bersifat Adhoc (hanya

dibentuk ketika pemilu akan

dilaksanakan). Panwaslu beserta

jajaran di bawahnya harus sudah

terbentuk paling lambat sebelum

tahapan pendaftaran dan verifikasi

partai politik peserta pemilu

dilakukan. Hal ini agar proses

pengawasan tahapan pemilu dari

awal bisa berjalan dengan

maksimal.

Gambar 1.

Rekomendasi Lembar Berita Acara

BERITA ACARA

HASIL KUNJUNGAN PETUGAS KPU (..... Ditulis Nama Kabupaten/Kota)

DALAM VERIFIKASI FAKTUAL KEANGGOTAAN PARTAI POLITIK

Pada hari ini : ......................................... Tanggal : .................................

Bulan : ......................................... Tahun : .................................

Pukul : .........................................

Petugas verifikasi faktual keanggotaan telah mendatangi anggota partai politik yang beridentitas sebagai berikut;

1. Nama : .............................................................................................................

2. No. KTP : .............................................................................................................

3. Tanggal Lahir : ............................. 5. Partai Politik : ....................................

4. Umur : ............................. 6. No. KTA : ....................................

5. Jenis Kelamin : ............................. 7. Pekerjaan : ....................................

6. Alamat : .............................................................................................................

.............................................................................................................

Dari hasil kunjungan, Petugas menerangkan bahwa Tidak Bertemu dengan yang bersangkutan. Keterangan

Tidak Bertemu dikarenakan:**

.....................................................................................................................................................

Kunjungan Petugas disaksikan oleh:

1. Nama : .............................................................................................................

2. No. KTP/KK : .............................................................................................................

3. Tanggal Lahir : ............................. 5. Status*** : ....................................

4. Umur : ............................. 6. No. Telepon : ....................................

5. Jenis Kelamin : ............................. 7. Pekerjaan : ....................................

6. Alamat : .............................................................................................................

.............................................................................................................

Saksi

(Nama Terang)

Petugas Verifikator

(Nama Terang)

-----------------------------------------------

* = Coret yang tidak perlu

** = (1) Pindah alamat; (2) Meninggal; (3) Alamat tidak ditemukan; (4) Tidak berada di rumah; (5)

Lainnya... (ditulis)

*** = Status saksi dengan yang bersangkutan (Ayah/Ibu/Suami/Istri/Anak/Saudara/Tetangga/Pengurus

RT/Pengurus RW/Asisten Rumah Tangga)

Page 11: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

Gandha Widyo: Integritas Pemilu ‘Proses Verifikasi Peserta Pemilu di KPUD Pada Pemilu Legislatif 2014 55

Daftar Pustaka

Aceproject. 2013. The ACE

Encyclopaedia: Electoral Integrity.

Materi diambil pada laman

www.aceproject.org, diakses tanggal

20 Februari 2017.

Budiarjo, Miriam. 2012. Dasar-Dasar

Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Badan Pengawas Pemilu. 2013. Keputusan

Sengketa Bawaslu RI terhadap

Partai Keadilan dan Persatuan

Indonesia (PKPI) Nomor

Permohonan 012/SP-

2/Set.Bawaslu/I/2013. Bawaslu RI.

Jakarta.

Badan Pengawas Pemilu Provinsi Wirata.

2012. Kajian Laporan Bawaslu

Propinsi Wirata Nomor:

001/LP/PILEG/XII/2012. Bawaslu

Provinsi Wirata. Surabaya.

Badan Pengawas Pemilu Provinsi Wirata.

2012. Surat rekomendasi Nomor

99/BAWASLU-PROV/JTM/XII/2012.

Bawaslu Provinsi Wirata. Surabaya.

Harrison, Lisa. 2009. Metodologi

Penelitian Ilmu Politik. Jakarta:

Kencana.

Isra, Saldi. 2012. Keharusan Verifikasi

Partai Politik [online],

www.unisosdem.org, diakses tanggal

2 Februari 2017

Komisi Pemilihan Umum. 2012. Surat

Edaran No. 481/KPU/X/2012

tentang Juknis Verifikasi Parpol

Calon Peserta Pemilu Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi

dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten/Kota. KPU RI.

Jakarta.

Komisi Pemilihan Umum. 2013.

Keputusan KPU Nomor

08/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang

Jumlah Penduduk Provinsi dan

Kabupaten/Kota, Serta Jumlah Kursi

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota Pemilihan Umum

Tahun 2014. KPU RI. Jakarta.

Komisi Pemilihan Umum. 2013.

Keputusan KPU Nomor

107/Kpts/KPU/TAHUN 2013

Tentang Penetapan Daerah

Pemilihan dan Jumlah Kursi

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten/Kota dalam

Pemilihan Umum Tahun 2014. KPU

RI. Jakarta.

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten

Hastinapura. 2012. Berita Acara

Hasil Verifikasi Faktual

Keanggotaan Partai Politik Tingkat

KPU Kabupaten Hastinapura

Nomor 621/BA/XI/2012. KPU

Kabupaten Hastinapura.

Hastinapura.

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten

Hastinapura. 2012. Berita Acara

Hasil Verifikasi Faktual

Keanggotaan Partai Politik Tingkat

KPU Kabupaten Hastinapura

Nomor 715/BA/XII/2012. KPU

Kabupaten Hastinapura.

Hastinapura.

Pramono, Sidik (ed). 2017. Inovasi

Pemilu: Mengatasi Tantangan,

Memanfaatkan Peluang. Jakarta:

KPU RI.

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Jakarta. 2013. Dokumen Keputusan

Sengketa PBB Nomor:

12/G/2013/PT.TUN.JKT. PTTUN

Jakarta.

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Jakarta. 2013. Dokumen Keputusan

Sengketa PKPI Nomor:

25/G/2013/PT.TUN.JKT. PTTUN

Jakarta.

Rohendi, Tjetjep (Penterjemah). 1992.

Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-

Pres.

Republik Indonesia. 2011. Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2011

tentang Penyelenggara Pemilu.

Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. 2012. Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Page 12: INTEGRITAS PEMILU: PROSES VERIFIKASI PESERTA …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpi652c02480cfull.pdf · UUD 1945 hasil Amandemen ke-4 ... 18 partai politik yang tidak lolos

56 Jurnal Politik Indonesia, Vol. 2, No. 1, Juli-September 2017, hal 45-56

Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

Sekretariat Negara. Jakarta.

S. Katz, Richard dan William Crotty.

2014. Handbook Partai Politik

(terjemahan dari Handbook of Party

Politics). Bandung: Nusa Media.

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu

Politik. Jakarta: PT. Grasindo.

Surbakti, Ramlan dan Didik Supriyanto.

2011. Pengendalian Keuangan

Partai Politik. Jakarta: Kemitraan.

Surbakti, Ramlan, Didik Supriyanto dan

Hasyim Asy'ari. 2011. Menjaga

Integritas Pemungutan dan

Penghitungan Suara. Jakarta:

Kemitraan.

Surbakti, Ramlan, dkk. 2014. Integritas

Pemilu 2014: Kajian Pelanggaran,

Kekerasan, dan Penyalahgunaan

Uang pada Pemilu 2014. Jakarta:

Kemitraan.

Surbakti, Ramlan. 2015. Naskah Akademik

Draft RUU Tentang Kitab Hukum

Pemilu (Usulan Masyarakat Sipil).

Jakarta: Kemitraan.

Surbakti, Ramlan. 2017. Tata Kelola

Pemilu Sebagai Subkajian Pemilu

Terapan (Pidato Inagurasi Anggota

Baru Akademi Ilmu Pengetahuan

Indonesia di Universitas Airlangga

Surabaya). Surabaya: Universitas

Airlangga.