74
INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA TANAMAN KOPI DENGAN BERBAGAI NAUNGAN DI DESA AMADANOM, KECAMATAN DAMPIT, KABUPATEN MALANG Oleh: AFIFATUL KHOIRUNNISAK UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2018

INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA TANAMAN

KOPI DENGAN BERBAGAI NAUNGAN DI DESA AMADANOM,

KECAMATAN DAMPIT, KABUPATEN MALANG

Oleh:

AFIFATUL KHOIRUNNISAK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

MALANG

2018

Page 2: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA TANAMAN

KOPI DENGAN BERBAGAI NAUNGAN DI DESA AMADANOM,

KECAMATAN DAMPIT, KABUPATEN MALANG

Oleh:

AFIFATUL KHOIRUNNISAK

145040200111011

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN TANAH

MALANG

2018

Page 3: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan

hasil dari penelitian saya sendiri, yang dibimbing oleh dosen pembimbing skripsi.

Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi

manapun dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang jelas

ditunjukkan rujukan dalam skripsi ini dan yang telah disebutkan dalam daftar

pustaka.

Malang, Juli 2018

Afifatul Khoirunnisak

Page 4: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …
Page 5: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …
Page 6: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orang tua tercinta

Bapak Agus Susanto (Alm) dan Ibu Maimunah

Serta Kakakku tersayang

Page 7: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

i

RINGKASAN

Afifatul Khoirunnisak. 145040200111011. Intersepsi Hujan dan Limpasan

Permukaan pada Tanaman Kopi dengan Berbagai Naungan di Desa

Amadanom Kecamatan Dampit Kabupaten Malang. Di bawah bimbingan

Sugeng Prijono sebagai Pembimbing Utama.

Kopi merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Luas lahan

kopi di Indonesia semakin meningkat namun produksi kopi menurun akibat

perubahan iklim. Perubahan iklim secara tidak langsung mempengaruhi siklus

hidrologi yang terjadi salah satunya yaitu hujan. Sifat dari tetesan hujan dapat

merusak permukaan tanah atau tidak tergantung dari penutup permukaan tanah.

Vegetasi permukaan tanah dapat mengurangi daya rusak tanah oleh air hujan

melalui intersepsi. Nilai intersepsi dapat diketahui dengan mengukur aliran batang

(stemflow) dan lolosan tajuk (troughfall). Hujan yang jatuh ke permukaan tanah

selanjutnya dapat masuk ke dalam tanah (infiltrasi) atau menjadi air limpasan (run

off). Pengukuran intersepsi hujan dan limpasan permukaan penting dilakukan

untuk mengevaluasi keseimbangan neraca air. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh perbedaan naungan tanaman kopi terhadap intersepsi hujan

dan limpasan permukaan, dan menganalisis pengaruh hujan efektif (net

precipitation) terhadap limpasan permukaan.

Penelitian dilaksanakan di kebun kopi Desa Amadanom, Kecamatan

Dampit, Kabupaten Malang pada bulan Februari hingga April 2018. Metode

penelitian yang digunakan yaitu metode observasi lapang dengan menggunakan

rancangan penelitian RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan lima ulangan.

Pemilihan jenis tutupan lahan terdiri dari tanaman kopi naungan durian, tanaman

kopi naungan pisang, dan tanaman kopi naungan sengon. Pengambilan data curah

hujan, aliran batang, lolosan tajuk, dan limpasan permukaan dilakukan setiap hari

hujan. Selain itu juga dilakukan pengambilan data mengenai karakteristik lahan

dan tanaman meliputi persentase tutupan lahan, diameter batang, luas bidang

dasar, luas proyeksi tajuk, kerapatan tanaman, dan tebal seresah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis naungan kopi memberikan

pengaruh nyata terhadap nilai intersepsi hujan. Nilai intersepsi tertinggi yaitu pada

kopi naungan pisang sebesar 6 mm (39,30%), kemudian kopi naungan durian

sebesar 4,12 mm (37,26%), dan kopi naungan sengon sebesar 2,29 mm (23,97%).

Nilai limpasan permukaan dipengaruhi nyata oleh jenis naungan kopi. Nilai

limpasan permukaan tertinggi yaitu pada kopi naungan durian sebesar 0,77 mm

(3,39%), kemudian kopi naungan pisang sebesar 0,33 mm (1,48%), dan kopi

naungan sengon sebesar 0,21 mm (1,01%). Hujan efektif memberikan pengaruh

terhadap nilai limpasan permukaan. Pengaruh curah hujan efektif terhadap

limpasan permukaan pada kopi naungan pisang sebesar 77,6%. Besarnya

pengaruh curah hujan efektif terhadap limpasan permukaan pada kopi naungan

sengon yaitu 65,7%. Besarnya pengaruh curah hujan efektif terhadap limpasan

permukaan pada kopi naungan durian yaitu 76,5%.

Page 8: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

ii

SUMMARY

Afifatul Khoirunnisak. 145040200111011. Interception Loss and Run Off at

Coffee Plant with Various Shaded in Amadanom Village, Dampit, Malang.

Under the supervisory of Sugeng Prijono as Main Supervisor

Coffee is one of the important commodities in Indonesia. The area of

coffee in Indonesia are increased but coffee production are declined due to climate

change. Climate change indirectly affects the hydrological cycle that occurs one

of them is rain. The raindrop can damage the surface of the soil or not depending

on the surface cover. Vegetation can intercept the rain so that it does not hit the

ground directly. The value of interception can be known by measuring stemflow

and troughfall. Rain that falls to the soil surface can enter into the soil

(infiltration) or become runoff. Measurements of canopy plant interception are

important to evaluate the balance of water balance. This study aims to determine

the effect of the shade of coffee plants on the interception of plant canopy and

surface runoff, and to analyze the effect of net precipitation on surface runoff.

This research was held on the Coffee plant in Amadanom village, Dampit,

Malang on February 2018 until April 2018. The research method used is field

observation with Randomized Block Design with five replications. Land cover are

selected by different shades consist of durian shade coffee plant, banana shade

coffee plant, and sengon shade coffee plant. Rainfall, stem flow, throughfall, and

surface runoff are collected every rainy day. In addition, data collection on land

and plant characteristics includes percentage of land cover, stem diameter, basal

area, canopy area, plant density, and thickness of litter.

The results showed that the type of shade coffee gives a real effect on the

value of rainfall interception. The highest interception value is banana shaded

coffee at 6 mm (39,30%), then durian shaded coffee at 4,12 mm (37,26%), and

sengon shaded coffee at 2,29 mm (23,97%). The value of surface runoff is

influenced significantly by the type of coffee shade. The highest surface runoff

value was on durian shaded coffee at 0.77 mm (3.39%), then banana shaded

coffee at 0.33 mm (1.48%), and sengon shaded coffee at 0.21 mm (1.01 %). Net

precipitation gives effect to surface runoff value. Effect of net precipitation on

surface runoff on banana shade coffee is 77.6%. Effect of net precipitation on

surface runoff on sengon shaded coffee is 65,7%. Effect of net precipitation on

surface runoff on coffee shaded durian is 76.5%.

Page 9: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat

dan hidayah-Nya telah menuntun penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi

berjudul “Intersepsi Hujan dan Limpasan Permukaan pada Tanaman Kopi dengan

Berbagai Naungan di Desa Amadanom, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

kepada:

1. Kedua orang tua saya Bapak Agus Susanto (Alm) dan Ibu Maimunah serta

kakak saya Nuryanti Retno Wulan dan Wawan Dwi Setyawan

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Prijono, SU selaku dosen pembimbing utama yang

telah membimbing, memberikan arahan serta nasihat kepada penulis

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU selaku Ketua Jurusan Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Brawijaya

4. Bapak Munadi dan Bapak Wasiyat sekeluarga yang telah menyediakan lahan

sebagai tempat penelitian

5. Seluruh anggota Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Dampit yang telah

memberikan informasi dan masukan kepada penulis

6. Anggota Kelompok Tani Trisno Manunggal dan Kelompok Tani Harapan yang

telah memberikan tambahan pengetahuan serta pengalaman kepada penulis

7. Seluruh dosen jurusan tanah yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada

penulis

8. Teman-teman yang telah banyak membantu (Ika Lestiana, Ursulin Sacer,

Arumita, Herni, Rizki Kurnia, Galih Rifaldi, Sonni Sena, Siska Frananda,

Miftahul Jannah, Kamilia, M. Taufiq Hidayat, Ruben, Maulidah Nisaaun, Siti

Rofiatun, Lailatul Qodariyah, dan Anisa Kaerani)

9. Teman-teman MSDL 2014

Penulis berharap semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak

pihak, dan memberikan sumbangan pemikiran dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Malang, Juli 2018

Penulis

Page 10: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 6 Juli 1996 sebagai putri kedua

dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Susanto (Alm) dan Ibu Maimunah.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Turen 02 pada tahun 2002 sampai

tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Turen pada tahun 2008

sampai tahun 2011. Pada tahun 2011 sampai 2014 penulis melanjutkan

pendidikan di SMAN 1 Turen. Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai

mahasiswa S-1 Program Studi Agroekoteknologi Jurusan Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur melalui jalur seleksi

SBMPTN dan melalui program beasiswa BIDIKMISI.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum

Mata Kuliah Dasar Ilmu Tanah pada tahun 2015-2016, Teknologi Pupuk dan

Pemupukan pada tahun 2016, Irigasi dan Drainase pada tahun 2017-2018, dan

Survei Tanah dan Evaluasi Lahan pada tahun 2017. Penulis pernah aktif dalam

organisasi PRISMA (Pusat Riset dan Kajian Ilmiah Mahasiwa) pada tahun 2015.

Selain itu, penulis juga pernah aktif dalam kepanitiaan PRISMA 5 tahun 2016,

SLASH (Soil Launch Anniversary of HMIT) pada tahun 2017, dan GATRAKSI

(Galang Mitra dan Kenal Profesi) pada tahun 2017. Penulis pernah mengikuti

magang kerja di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) Pati selama 3

bulan pada bulan Juli – Oktober 2017.

Page 11: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

v

DAFTAR ISI

RINGKASAN .......................................................................................................... i

SUMMARY ............................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ iv

DAFTAR ISI ........................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN ............................................. Error! Bookmark not defined.

1.1. Latar Belakang ........................................... Error! Bookmark not defined.

1.2. Perumusan Masalah .................................... Error! Bookmark not defined.

1.3. Tujuan Penelitian ........................................ Error! Bookmark not defined.

1.4. Hipotesis ..................................................... Error! Bookmark not defined.

1.6. Alur Pikir Penelitian ................................... Error! Bookmark not defined.

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................... Error! Bookmark not defined.

2.1. Daur hidrologi ............................................ Error! Bookmark not defined.

2.2. Presipitasi ................................................... Error! Bookmark not defined.

2.3. Intersepsi .................................................... Error! Bookmark not defined.

2.4. Aliran Batang (Stemflow) ........................... Error! Bookmark not defined.

2.5. Lolosan Tajuk (Throughfall) ...................... Error! Bookmark not defined.

2.6. Limpasan permukaan ................................. Error! Bookmark not defined.

III. METODE PENELITIAN ................................ Error! Bookmark not defined.

3.1. Tempat dan Waktu ..................................... Error! Bookmark not defined.

3.2. Alat dan Bahan ........................................... Error! Bookmark not defined.

3.3. Metode Penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.

3.5. Pelaksanaan ................................................ Error! Bookmark not defined.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................... Error! Bookmark not defined.

4.1. Kondisi Umum Penelitian .......................... Error! Bookmark not defined.

4.2. Karakteristik Tanaman ............................... Error! Bookmark not defined.

4.3. Karakteristik Hujan .................................... Error! Bookmark not defined.

4.4. Lolosan Tajuk ............................................. Error! Bookmark not defined.

4.5. Aliran Batang ............................................. Error! Bookmark not defined.

4.6. Intersepsi .................................................... Error! Bookmark not defined.

Page 12: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

vi

V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................... Error! Bookmark not defined.

5.1. Kesimpulan ................................................. Error! Bookmark not defined.

5.2. Saran ........................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.

Page 13: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1 Kriteria Intensitas Hujan .......................... Error! Bookmark not defined.

2 Alat dan bahan penelitian......................... Error! Bookmark not defined.

3 Rancangan Penelitian ............................... Error! Bookmark not defined.

4 Variabel pengamatan ............................... Error! Bookmark not defined.

5 Rataan karakteristik tegakan tanaman pada penggunaan lahan berbeda

Error! Bookmark not defined.

6 Karakteristik individu tanaman ................ Error! Bookmark not defined.

7 Nilai hujan pada ketiga penggunaan lahan ............ Error! Bookmark not

defined.

8 Rata-rata curah hujan efektif .................... Error! Bookmark not defined.

9 Rata-rata nilai lolosan tajuk pada ketiga jenis naungan Error! Bookmark

not defined.

10 Rata-rata nilai lolosan tajuk pada ketiga jenis naungan Error! Bookmark

not defined.

11 Rata-rata intersepsi hujan pada ketiga jenis naungan ... Error! Bookmark

not defined.

12 Rata-rata nilai limpasan permukaan pada ketiga jenis naungan ...... Error!

Bookmark not defined.

13 Karatekteristik pada masing-masing plot pengamatan . Error! Bookmark

not defined.

Page 14: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1 Alur Pikir Penelitian ................................ Error! Bookmark not defined.

2 Proses penerimaan, kehilangan, dan penyimpanan air . Error! Bookmark

not defined.

3 Proses limpasan permukaan ..................... Error! Bookmark not defined.

4 Plot penelitian .......................................... Error! Bookmark not defined.

5 Instalasi ombrometer manual ................... Error! Bookmark not defined.

6 Desain pengukuran aliran batang ..... Error!

Bookmark not defined.

7 Desain plot limpasan permukaan ............. Error! Bookmark not defined.

8 Pengukuran diameter batang .................... Error! Bookmark not defined.

9 Ilustrasi metode hemispherical photography untuk mengukur tutupan

lahan ......................................................... Error! Bookmark not defined.

10 Foto tutupan tajuk menggunakan metode Hemispherical photography

Error! Bookmark not defined.

11 Nilai curah hujan terukur ......................... Error! Bookmark not defined.

12 Distribusi frekuensi hujan ........................ Error! Bookmark not defined.

13 Rata-rata curah hujan efektif pada setiap kejadian hujan ................ Error!

Bookmark not defined.

14 Hubungan kerapatan tanaman (populasi/hektar) dengan rata-rata lolosan

tajuk (mm) pada ketiga jenis naungan ..... Error! Bookmark not defined.

15 Nilai lolosan tajuk berdasarkan intensitas hujan .... Error! Bookmark not

defined.

16 Hubungan curah hujan (mm) dengan rata-rata lolosan tajuk (mm) . Error!

Bookmark not defined.

17 Nilai aliran batang pada tanaman kopi, pisang, sengon, dan durian Error!

Bookmark not defined.

18 Hubungan luas bidang dasar per individu (cm2) dengan rata-rata aliran

batang (mm) ............................................ Error! Bookmark not defined.

19 Hubungan luas bidang dasar total (m2/ha) dengan rata-rata aliran batang

(mm) pada ketiga jenis naungan .............. Error! Bookmark not defined.

20 Nilai aliran batang berdasarkan intensitas hujan ... Error! Bookmark not

defined.

21 Hubungan curah hujan terukur (mm) dengan rata-rata aliran batang (mm)

.................................................................. Error! Bookmark not defined.

22 Nilai intersepsi hujan berdasarkan intensitas hujan Error! Bookmark not

defined.

Page 15: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

ix

23 Hubungan curah hujan (mm) dengan rata-rata nilai intersepsi (mm)

Error! Bookmark not defined.

24 Hubungan tebal seresah (mm) dengan rata-rata nilai limpasan permukaan

(mm) ......................................................... Error! Bookmark not defined.

25 Rata-rata limpasan permukaan berdasarkan intensitas hujan .......... Error!

Bookmark not defined.

26 Hubungan curah hujan efektif (net precipitation) (mm) dengan rata-rata

nilai limpasan permukaan (mm) .............. Error! Bookmark not defined.

Page 16: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1 Peta Distribusi Lahan Kopi Kecamatan Dampit ......... Error! Bookmark not

defined.

2 Sususan Pengurus Kelompok Tani Trisno Manunggal ..... Error! Bookmark

not defined.

3 Tabel Analisis Ragam (Anova) dan uji lanjut ............ Error! Bookmark not

defined.

4 Perhitungan persentase tutupan lahan mengunakan metode Hemyspherical

photography .................................................. Error! Bookmark not defined.

5 Dokumentasi kegiatan .................................. Error! Bookmark not defined.

Page 17: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Luas lahan

tanaman kopi di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Total luas lahan

tanaman kopi pada tahun 2017 sebesar 1.227.787 hektar dengan produksi tanaman

kopi sebesar 637.539 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). Tanaman Kopi

banyak dibudidayakan di Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang salah satunya

yaitu di Desa Amadanom. Luas lahan kopi di Desa Amadanom yaitu sebesar 67

hektar atau sebesar 2,13% dari total luas lahan kopi di Kecamatan Dampit

(Prihantono, 2016). Permasalahan yang sering dialami petani kopi di Desa

Amadanom yaitu menurunnya produksi tanaman kopi akibat perubahan iklim.

Supriadi (2014) menyatakan bahwa akibat El-Nino terjadi bulan kering (curah

hujan di bawah 60 mm per bulan), mengakibatkan produksi kopi menurun sebesar

34,79% dan akibat La-Nina (curah hujan diatas 100 mm per bulan) yang merata

sepanjang tahun mengakibatkan produksi kopi menurun sebesar 98,5%.

Perubahan iklim menjadi masalah serius bagi tanaman kopi. Dampak dari

perubahan iklim yaitu peningkatan suhu udara, peningkatan intensitas anomali

iklim (iklim ekstrim) yang menyebabkan peningkatan/penurunan curah hujan,

peningkatan/penurunan suhu udara secara ekstrim, peningkatan permukaan air

laut, dan perubahan pola musim/curah hujan (Supriadi, 2014). Kenaikan suhu

udara dunia pada periode 2000-2100 diprediksi sebesar 2,1-3,9˚C (IPCC, 2007).

Perubahan iklim secara tidak langsung mempengaruhi siklus hidrologi

yang terjadi. Siklus hidrologi meliputi tahapan-tahapan yang dilalui air dari

atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer yang meliputi evaporasi dari tanah

atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi,

akumulasi di dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi kembali

(Seyhan, 1977). Salah satu proses dari siklus hidrologi yaitu presipitasi. Bentuk

presipitasi terpenting di Indonesia yaitu hujan.

Hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan mengalami berbagai proses

yang melengkapi siklus hidrologi. Sifat dari tetesan hujan dapat merusak

permukaan tanah atau tidak tergantung dari penutup permukaan tanah. Vegetasi

Page 18: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

2 permukaan tanah dapat mengurangi daya rusak hujan melalui intersepsi hujan.

Intersepsi yaitu kejadian air hujan yang jatuh pada permukaan tanaman diatas

permukaan tanah yang tertahan beberapa saat yang kemudian diuapkan kembali

ke atmosfer (Naimah et al., 2008). Jumlah air hujan yang mengalami intersepsi

bervariasi tergantung tipe daun tanaman, bentuk tajuk, kecepatan angin,

radiasi/penyinaran matahari, suhu dan kelembaban udara (Supangat et al., 2012).

Nilai intersepsi dapat diketahui dengan mengukur aliran batang (stemflow) dan

lolosan tajuk (troughfall). Aliran batang (stemflow) yaitu air hujan yang secara

langsung turun ke bawah melalui batang/cabang tanaman. Sedangkan lolosan

tajuk (troughfall) yaitu air hujan yang yang sampai ke permukaan tanah melalui

celah-celah tajuk tanaman.

Intersepsi secara tidak langsung berpengaruh terhadap limpasan

permukaan dan infiltrasi air di dalam tanah, karena kekurangan tanaman tidak

hanya mengakibatkan jumlah air hujan yang mencapai permukaan tanah tinggi

tetapi juga energi kinetik dan kapasitas untuk melepaskan dan memindahkan

material tanah juga tinggi (Naimah et al., 2008). Apabila hujan semakin banyak

dan melebihi kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas intersepsi, maka semakin

besar aliran permukaan tanah (Subarkah, 1977), sehingga dapat mempengaruhi

jumlah air yang masuk kedalam tanah dan berdampak terhadap vegetasi di

permukaan tanah.

Perbedaan jenis tanaman dan kerapatan tanaman mempengaruhi jumlah air

yang sampai ke permukaan tanah (hujan efektif). Perbedaan naungan pada

tanaman kopi mempengaruhi siklus hidrologi. Transpirasi tanaman kopi menurun

dengan peningkatan naungan dan penggunaan air pada kombinasi tanaman kopi

dan penaung lebih tinggi dibandingkan kopi monokultur. Penambahan naungan

dapat mengurangi hujan efektif dan dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi dan

mengurangi limpasan permukaan (Siles, 2010). Penelitian mengenai intersepsi

dan limpasan permukaan serta pengaruhnya terhadap jumlah air yang masuk

kedalam tanah sangat penting dilakukan karena untuk mengevalusi keseimbangan

neraca air di daerah tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur nilai

intersepsi tajuk tanaman, aliran batang (stemflow), lolosan tajuk (troughfall), dan

Page 19: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

3 limpasan permukaan sehingga dapat memperkirakan hujan efektif (net

precipitation) pada tanaman kopi dengan perbedaan naungan.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pengaruh perbedaan naungan tanaman kopi terhadap intersepsi

tajuk tanaman?

2. Bagaimana pengaruh perbedaan naungan tanaman kopi terhadap limpasan

permukaan?

3. Bagaimana pengaruh hujan efektif (net precipitation) terhadap limpasan

permukaan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Menganalisis pengaruh perbedaan naungan tanaman kopi terhadap intersepsi

tajuk tanaman

2. Menganalisis pengaruh perbedaan naungan tanaman kopi terhadap limpasan

permukaan

3. Menganalisis pengaruh hujan efektif (net precipitation) terhadap limpasan

permukaan

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

1. Tanaman kopi naungan pisang memiliki nilai intersepsi lebih besar

dibandingkan naungan lainnya

2. Tanaman kopi naungan pisang memiliki nilai limpasan permukaan lebih

rendah dibandingkan naungan lainnya

3. Semakin tinggi nilai hujan efektif (net precipitation) maka semakin tinggi

limpasan permukaan

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai

pengaruh kerapatan kanopi dalam menahan air hujan sehingga dapat

mengevaluasi keseimbangan neraca air. Manfaat lainnya yaitu penelitian ini dapat

Page 20: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

4 digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian mengenai hidrologi

pada tanaman kopi.

1.6. Alur Pikir Penelitian

Alur pikir dalam penelitian ini yaitu:

Gambar 1. Alur Pikir Penelitian

Perbedaan

Tutupan Kanopi

Naungan

pisang

Naungan

sengon

Naungan

durian

Kopi

Perbedaan Naungan

Produksi di Indonesia

menurun

Pola Distribusi

Hujan

Aliran Batang

Intersepsi

Infiltrasi Aliran Permukaan

Lolos Tajuk

Perubahan Iklim

- Curah Hujan ekstrem

- Kemarau ekstrem

Neraca Air

- Keseimbangan neraca

air terganggu

Page 21: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

I. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daur hidrologi

Daur hidrologi yaitu proses pergerakan air di bumi, meliputi presipitasi,

evaporasi, infiltrasi, dan limpasan permukaan. Daur hidrologi meliputi dua fase

yaitu fase atmosfer dan fase daratan. Air berubah menjadi gas dan cairan/padatan

pada fase atmosfer. Air mengalami perpindahan pada pemukaan bumi (limpasan

permukaan, aliran air) dan pada air bawah tanah (infiltrasi, perkolasi, pengisian

akuifer) yang terjadi pada fase daratan (Easton dan Emily, 2015).

Gambar 1. Proses penerimaan, kehilangan, dan penyimpanan air (Pudjiharta,

2008)

Proses daur hidrologi yaitu presipitasi jatuh ke atas vegetasi, batuan

gundul, permukaan tanah, permukaan air, dan saluran-saluran sungai (presipitasi

saluran). Sebagian presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer

dan sebagian pada permukaan tanah. Air yang jatuh pada vegetasi sebagian

mengalami intersepsi atau secara langsung jatuh ke permukaan tanah

(throughfall). Air yang mengalami intersepsi sebagian mengalami evaporasi dan

ada yang jatuh ke permukaan tanah baik secara aliran batang (stemflow) maupun

hanya menetes saja (Seyhan, 1977). Air hujan yang mencapai permukaan tanah

(melalui aliran batang dan air lolos) akan mengalami cegatan oleh lapisan seresah.

Page 22: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

6 Air yang lolos dari cegatan seresah akan meresap ke lapisan tanah atas yang

disebut infiltrasi (Pudjiharta, 2008).

Air hujan yang tidak masuk ke lapisan tanah akan melimpas menjadi

limpasan permukaan. Indarto (2012) menyatakan apabila besarnya hujan melebihi

kapasitas infiltrasi, terjadilah aliran permukaan. Selama perjalanannya menuju

dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan

dan disebut cadangan depresi. Akhirnya limpasan permukaan mencapai saluran

sungai dan menambah debit sungai. Air pada sungai mungkin berevaporasi secara

langsung ke atmosfer atau mengalir kembali kedalam laut dan selanjutnya

berevaporasi. Kemudian, air ini kembali ke permukaan bumi sebagai presipitasi

(Seyhan, 1977).

2.2. Presipitasi

Presipitasi yaitu berbagai tipe kondensasi uap air di atmosfer yang jatuh ke

permukaan bumi meliputi air hujan, salju, hujan es, hujan batu, kabut (Easton dan

Emily, 2015). Hujan terjadi karena penguapan air, terutama air dari permukaan

laut yang naik ke atmosfer dan mendingin, kemudian jatuh sebagian di atas laut

dan sebagaian di atas daratan. Air hujan yang jatuh di atas daratan, sebagian

meresap ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian ditahan tumbuh-tumbuhan

(intersepsi), sebagian menguap kembali (evaporasi) dan sebagian menjadi lembab

(Subarkah, 1978). Total presipitasi yang jatuh di permukaan laut lebih rendah

dibandingkan dengan total evaporasi dari permukaan laut tersebut. Sebaliknya,

total presipitasi yang jatuh di daratan lebih tinggi dibandingkan dengan total

evapotranspirasi yang berasal dari daratan (Lakitan, 2002).

Tabel 1. Kriteria Intensitas Hujan

Kategori Keterangan

Sangat ringan < 5 mm/hari

Ringan 5 – 20 mm/hari

Sedang 20 – 50 mm/hari

Lebat 50 – 100 mm/hari

Sangat lebat > 100 mm/hari

Page 23: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

7

Intensitas hujan (laju hujan) yaitu tinggi air per satuan waktu, misalnya

mm/menit, mm/jam, mm/hari (Soemarto, 1986). Kriteria intensitas curah hujan di

wilayah Indonesia disajikan dalam Tabel 1 (BMKG, 2010).

2.3. Intersepsi

Air hujan yang jatuh di atas tanaman tidak langsung mencapai permukaan

tanah yang kemudian mengalami infiltrasi atau limpasan permukaan, tetapi untuk

sementara air hujan akan ditahan oleh tajuk tanaman yang disebut dengan

intersepsi. Setelah tempat tersebut jenuh, maka air hujan akan sampai ke

permukaan tanah melalui air lolos (throughfall) dan aliran batang (stemflow). Air

intersepsi yaitu bagian air hujan yang tidak pernah sampai permukaan tanah

akibat adanya proses penguapan (Basri, Mafarizah dan Andi, 2012). Intersepsi air

hujan oleh tanaman adalah proses tertahannya air hujan pada permukaan tanaman

yang kemudian diuapkan kembali ke atmosfer (Rao, 1986). Intersepsi yaitu hujan

yang jatuh ke permukaan bumi dan ditahan oleh vegetasi (pohon, rumput,

tanaman) (Easton dan Emily, 2015).

Intersepsi tajuk memiliki peranan penting secara hidrologik, karena

intersepsi tersebut memodifikasikan neraca air, dan menaikkan kehilangan

penguapan total dan mengurangi aliran sungai (Lee, 1990). Pada analisis

keseimbangan air, intersepsi diperlakukan sebagai kehilangan air (rainfall

interception loss) (Basri et al., 2012). Akibat intersepsi, curah hujan yang

mencapai permukaan tanah berkurang karena sebagian hujan yang diintersepsi

dikembalikan ke atmosfer melalui proses evaporasi (Rauf et al., 2008). Semakin

besar proporsi hujan yang sampai di permukaan tanah maka semakin besar

potensi air yang dapat diinfiltrasikan ke dalam tanah (Slamet, 2015). Sehingga

intersepsi hujan berpengaruh penting terhadap neraca air.

Kemampuan intersepsi oleh tajuk tanaman akan konstan tergantung dari

kapasitas penyimpanan. Kapasitas penyimpanan tajuk adalah jumlah air yang

dapat ditahan pada bagian-bagian atas suatu tegakan tanaman. Besarnya kapasitas

cadangan tajuk tergantung pada luas permukaan daun dan kulit kayu, kekasaran,

orientasi, penyusunan, dan kemampuan pembasahannya, dan pada kekuatan angin

dan gravitasi yang cenderung mengeluarkan partikel-partikel presipitasi. Jumlah

Page 24: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

8 pengurangan (intersepsi tajuk) ditentukan oleh jumlah dan frekuensi presipitasi,

dan oleh kapasitas cadangan tajuk dan laju pengeringan. Intersepsi terbesar yaitu

di dekat batang-batang pohon dimana luas permukaan total daun-daun dan

cabang-cabang adalah terbesar, dan paling kecil di dekat tepi-tepi tajuk (Lee,

1990). Nilai intersepsi yang tinggi dikarenakan penutupan permukaan dan ILD

(indeks luas daun) yang tinggi disertai dengan lapisan tajuk yang terdiri dari

berbagai strata (Rauf et al., 2008). Berdasarkan penelitian Slamet (2015),

transformasi hutan menjadi penggunaan lahan lainnya dapat meningkatkan hujan

efektif yang sampai di permukaan tanah melalui mekanisme throughfall dan

stemflow dan menurunkan intersepsinya. Besarnya nilai intersepsi dipengaruhi

oleh kerapatan kanopi dan luasan tajuk. Pada penelitian yang dilakukan oleh Basri

et al. (2012), pada tanaman kopi berumur 4 tahun diperoleh nilai intersepsi

sebesar 56.87% dari total curah hujan dan pada tanaman kopi berumur 15 tahun

diperoleh nilai intersepsi sebesar 72.12% dari total curah hujan. Hal ini karena

pada tanaman kopi umur 15 tahun memiliki proyeksi luas tajuk yang lebih luas

dan rapat jika dibandingkan dengan kelas umur 4 tahun. Berdasarkan penelitian

Siles et al. (2010) intersepsi pada agroforestri kopi sebesar 11,4% dan pada kopi

monokultur sebesar 9,6%.

2.4. Aliran Batang (Stemflow)

Aliran batang (stemflow) yaitu air hujan yang jatuh ke permukaan tanah

melalui batang tanaman. Aliran batang (stemflow) merupakan proses dimana air

hujan secara langsung dilewatkan oleh batang dan cabang tanaman ke

bawah/tanah (Supangat, 2012).

Informasi aliran batang (stemflow) penting untuk manajemen lahan

terutama dalam mengurangi run off dan meningkatkan air yang dapat

diinfiltrasikan ke dalam tanah. Nilai aliran batang (stemflow) salah satunya

dipengaruhi oleh karakteristik tanaman. Perbedaan karakteristik tanaman seperti

diameter batang, luas bidang dasar, luas proyeksi tajuk, dan kondisi batang

mengakibatkan stemflow yang bevariasi, meskipun demikian pola hubungan

stemflow dengan karakteristik tanaman tersebut belum dipahami sepenuhnya.

Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan besarnya stemflow adalah

Page 25: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

9 karakteristik tajuk dan kondisi batangnya. Batang yang lurus dan halus dapat

memperbesar stemflow dibandingkan dengan batang yang bengkok dan kasar

(Slamet, 2015). Banyaknya air yang menjadi stemflow dipengaruhi oleh bentuk

batang dan daun tanaman serta bentuk percabangan dari tanaman. Secara umum,

tanaman daun lebar menghasilkan stemflow lebih banyak dibanding tanaman daun

jarum (konifer) (Supangat, 2012). Batang tanaman kopi memiliki kulit batang

yang kasar sehingga ketika terjadi hujan maka air yang mengalir lambat. Kondisi

ini akan menyebabkan air yang mengalir melalui batang terhambat sampai ke

permukaan tanah (Basri, 2012). Pada sistem pertanian seperti tanaman pisang

memiliki laju stemflow tertinggi sekitar 9-10% dari kejadian hujan (Jimenez dan

Lhomme, 1994 dalam Siles et al., 2010). Hasil penelitian Chairani dan Jayanti

(2013) menunjukkan bahwa besarnya curah hujan yang sampai ke permukaan

tanah melalui batang sangat kecil.

2.5. Lolosan Tajuk (Throughfall)

Lolosan tajuk adalah bagian presipitasi yang mencapai permukaan tanah

secara langsung atau dengan penetesan dari daun, ranting, dan cabang. Air lolos

terjadi ketika curah hujan yang terjadi lebih besar daripada kapasitas penyimpanan

tajuk sehingga tajuk akan mengalami kejenuhan dalam menampung air hujan

(Chairani dan Jayanti, 2013).

Kedalaman lolosan tajuk bervariasi secara terbalik dengan kerapatan

tegakan-tegakan hutan, dan umumnya naik dengan jarak dari batang-batang

pohon. Tutupan kanopi dapat mempengaruhi kapasitas simpanan tajuk tanaman,

throughfall, dan evaporasi (Marin et al., 2000 dalam Siles et al., 2010). Intensitas

rata-rata throughfall lebih kecil dibandingkan dengan intensitas hujan, namun

ukuran tetesannya lebih besar. Lolosan tajuk berbanding terbalik dengan

kerapatan tajuk, lolosan tajuk umumnya lebih besar pada tipe-tipe hutan yang

terbuka (Lee, 1990). Hubungan antara curah hujan dan air lolos menunjukkan

korelasi positif dimana ketika curah hujan meningkat maka air hujan yang

menjadi air lolos juga akan meningkat (Basri et al., 2012).

Page 26: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

10

2.6. Limpasan permukaan

Limpasan permukaan yaitu bagian dari hujan yang jatuh ke suatu area

yang melimpas melalui aliran air. Air yang tidak mampu masuk ke dalam tanah

akan mengakibatkan limpasan permukaan. Apabila besarnya hujan melebihi

kapasitas infiltrasi, terjadilah aliran permukaan (Indarto, 2012). Begitu juga

sebaliknya, bahwa semakin besar daya infiltrasi, maka perbedaan antara intensitas

curah hujan dengan daya infiltrasi menjadi semakin kecil, sehingga limpasan

permukaan semakin kecil (Soemarto, 1986).

Limpasan permukaan terdiri dari dua tipe. Pertama, yaitu kapasitas

infiltrasi pada suatu tanah lebih rendah dibandingkan besarnya hujan. Limpasan

permukaan tipe ini terjadi selama curah hujan yang intensif atau tanah memiliki

laju infiltrasi yang rendah seperti tanah liat atau tanah yang telah padat. Ketika

presipitasi melebihi laju infiltrasi, bagian cekungan di permukaan tanah akan terisi

oleh air. Ketika cekungan sudah penuh oleh air selanjutnya air akan melimpas ke

bagian bawah (Easton dan Emily, 2015). Menurut Indarto (2012), aliran ini

umumnya terjadi pada kejadian hujan deras dengan durasi pendek. Umumnya

juga terjadi pada wilayah dimana tanahnya banyak mengandung lempung atau

permukaan tanah yang telah termodifikasi karena pemadatan tanah, urbanisasi,

atau kebakaran hutan.

Gambar 2. Proses limpasan permukaan (Easton dan Emily, 2015)

Tipe limpasan permukaan yang kedua yaitu aliran permukaan karena

kejenuhan (Indarto, 2012). Aliran permukaan jenis ini terjadi jika lapisan tanah

menjadi jenuh air tidak dapat lagi terinfiltrasi. Umunya terjadi pada hujan kecil

hingga sedang dengan durasi panjang. Ketika tanah jenuh air dan tidak dapat lagi

menyimpan air hujan akan menjadi limpasan permukaan. Karakteristik tanah

mempengaruhi tingkat kejenuhan air, seperti topografi dan kedalaman tanah

Page 27: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

11 (Easton dan Emily, 2015). Proses limpasan permukaan yang terjadi dapat dilihat

pada Gambar 3.

Sosrodarsono dan Takeda (1983) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi limpasan permukaan dibagi menjadi dua yaitu faktor meteorologi

dan faktor daerah pengaliran yang menyatakan sifat fisik daerah pengaliran.

Faktor meteorologi antara lain intensitas curah hujan. Jika intensitas curah hujan

melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasam permukaan akan segera

meningkat. Lamanya curah hujan juga mengakibatkan penurunan kapasitas

infiltrasi. Curah hujan yang jangka waktunya panjang, limpasan permukaan akan

menjadi lebih besar meskipun intensitasnya relatif sedang. Faktor daerah

pengaliran yang mempengaruhi limpasan permukaan antara lain kondisi

penggunaan lahan. Pada daerah hutan yang ditutupi tumbuh-tumbuhan yang lebat

sulit terjadi limpasan permukaan karena kapasitas infiltrasinya yang besar.

Kondisi topografi dan jenis tanah juga mempengaruhi limpasan permukaan.

2.7. Karakteristik Tanaman Kopi

Kopi di Indonesia umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian diatas

700 m di atas permukaan laut. Curah hujan yang sesuai untuk kopi adalah 1500-

2500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan suhu rata-rata

15-25 derajat celcius dengan lahan kelas S1 atau S2 (Puslitkoka, 2006). Pemilihan

jenis tanaman kopi harus disesuaikan dengan tempat atau lokasi lahan. Lokasi

paling baik untuk budidaya Robusta pada ketinggian 400 – 800 mdpl. Suhu

optimal bagi perkembangan kopi robusta berkisar 24 - 30˚C dengan curah hujan

2000 – 3000 mm per tahun (Kelompok Tani Harapan, 2014). Kondisi tersebut

sesuai dengan lokasi penelitian di Desa Amadanom, Kecamatan Dampit sehingga

pada daerah tersebut dibudidayakan kopi jenis robusta.

Perbanyakan bibit pohon kopi bisa dilakukan dengan teknik generatif dan

vegetatif. Perbanyakan generatif dari biji biasanya digunakan untuk budidaya kopi

arabika, sedangkan kopi robusta lebih sering menggunakan perbanyakan vegetatif.

Kopi robusta mempunyai sifat menyerbuk silang, oleh karena itu teknik budidaya

yang dianjurkan adalah sistem poliklonal. Sistem poliklonal merupakan teknik

membudidayakan pohon kopi dari banyak klon. Jenis klon yang banyak dipilih

Page 28: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

12 oleh petani yaitu Klon BP308 karena berakar banyak, regenerasi akar cepat,

toleran terhadap nematode dan jamur akar, memiliki penyesuaian yang tinggi jika

disambung dengan kopi jenis lain (Kelompok Tani Harapan, 2014).

Pada budidaya kopi, jarak tanam kopi umumnya disesuaikan dengan

kemiringan tanah yaitu sekitar 2.5 x 2.5 m. Pemberian pupuk pada tanaman kopi

diletakkan sekitar 30 – 40 cm dari batang pokok. Pada tanaman kopi juga

dilakukan pemangkasan agar pohon tetap rendah sehingga mudah perawatannya,

membentuk cabang-cabang produksi yang baru, mempermudah masuknya cahaya

dan mempermudah pengendalian hama dan penyakit (Prastowo et al., 2010).

Penaungan tanaman kopi dibedakan menjadi penaungan sementara dan

penanungan tetap. Tanaman penaung sementara bertujuan untuk memberikan

naungan kepada tanaman kopi sebelum penaung pohon naungan tetap dapat

berfungsi dengan baik (belum cukup besar). Beberapa jenis tanaman yang dapat

digunakan sebagai naungan sementara yaitu Mogania macrophylla, Leucaena

glauca, Crotalaria anagyroides, Crotalaria anagyroides, Tephrosia candida,

Desmodium gyroides, Acacia villosa. Jenis tanaman naungan tetap yang dapat

digunakan yaitu sengon, lamtoro, dadap (Prastowo et al., 2010). Pengaturan

naungan yang selama ini digunakan oleh Kelompok Tani Harapan (2014) yaitu

pada saat musim hujan naungan dikurangi sampai sebesar 30%, dan pada saat

musim kemarau naungan dibiarkan sampai 70%.

Page 29: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

I. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di kebun kopi di Desa Amadanom, Kecamatan

Dampit, Kabupaten Malang. Secara geografis, Kecamatan Dampit Kabupaten

Malang terletak diantara 112,4271 BT – 112,4849 BT dan 8,1806 LS – 8,0968 LS

(BPS, 2014). Pengamatan lapangan dilaksanakan pada bulan Februari – April

2018.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Alat dan bahan penelitian

Alat dan Bahan Fungsi

Alat:

Ombrometer tipe manual mengukur curah hujan dan lolosan tajuk

Pipa selang mengukur nilai aliran batang

Penakar (botol plastik) menampung air

Gelas ukur mengukur volume air

Jurigen menampung air yang melimpas

Plastik melapisi plot limpasan permukaan

Paku merekatkan alat untuk mengukur aliran

batang

Alat tulis mencatat hasil pegukuran

Kamera Dokumentasi

Bahan:

Tanaman kopi sebagai objek penelitian

Tanaman sengon sebagai objek penelitian

Tanaman pisang sebagai objek penelitian

Tanaman durian sebagai objek penelitian

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi lapang.

Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK)

dengan lima ulangan pada tutupan lahan yang berbeda. Jenis tutupan lahan terdiri

dari lahan tanaman kopi naungan durian, tanaman kopi naungan pisang, dan

tanaman kopi naungan sengon. Pemilihan jenis naungan berdasarkan

pertimbangan yaitu ketiga jenis naungan tanaman kopi tersebut paling banyak

Page 30: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

14

dibudidayakan sehingga dianggap mewakili lahan kopi yang dibudidayakan

petani di Desa Amadanom.

Tabel 3. Rancangan Penelitian

No Kode Jenis naungan

1 KD Tanaman kopi naungan durian

2 KP Tanaman kopi naungan pisang

3 KS Tanaman kopi naungan sengon

3.4. Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan dilakukan pada tanaman dan karakteristik lahan

sesuai dengan Tabel 4.

Tabel 4. Variabel pengamatan

Variabel Metode

Tanaman Intersepsi hujan Pendekatan neraca

volume

Aliran batang (stemflow) -

Lolosan tajuk

(throughfall) -

Limpasan permukaan Plot erosi

Diameter batang (Dbh) -

Luas Bidang Dasar -

Kondisi batang Kualitatif

Kondisi kulit batang Kualitatif

Lahan Persentase tutupan lahan Hemispherical

photography

Luas proyeksi tajuk -

Kerapatan tanaman -

Tebal seresah Frame seresah

3.5. Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap

pelaksanaan (pengambilan data) dan tahap pengolahan dan analisis data.

3.4.1. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan meliputi kegiatan studi pustaka, penentuan lokasi dan

sampel yang akan diamati, dan penyediaan serta pemasangan alat pengukur curah

Page 31: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

15

hujan, aliran batang (stemflow), lolosan tajuk (throughfall), dan limpasan

permukaan.

3.4.2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi penentuan plot pengamatan dan kegiatan

pengambilan data yaitu curah hujan, aliran batang (stemflow), lolosan tajuk

(throughfall), intersepsi, limpasan permukaan, luas tajuk, tebal seresah, dan

persentase tutupan lahan.

1. Penentuan plot pengamatan

Penentuan plot pengamatan dilakukan dengan menentukan jenis tutupan

lahan yaitu tanaman kopi naungan durian, tanaman kopi naungan sengon, dan

tanaman kopi naungan pisang dengan luas lahan 2500 m2 pada masing-masing

jenis tutupan lahan. Penentuan ketiga jenis naungan tersebut berdasarkan

pertimbangan bahwa tanaman tersebut banyak dibudidayakan di Desa

Aamadanom. Pada masing-masing jenis tutupan lahan terdapat lima titik

pengambilan sampel yang berlaku sebagai ulangan. Penentuan titik pengambilan

sampel pada ketiga jenis naungan sesuai dengan Gambar 4.

Gambar 4. Plot penelitian

Keterangan:

: Lolosan tajuk

: Aliran batang

: Limpasan

Permukaan

: Plot Seresah

(ukuran 50 cm x 50 cm)

3 meter

3 meter

50 meter

Page 32: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

16

2. Curah hujan

Pengukuran curah hujan dilakukan setiap hari pukul 07.00 WIB dengan

menggunakan alat pengukur curah hujan tipe ombrometer manual. Alat penakar

hujan dibuat dengan menggunakan corong dengan diameter 14 cm dan

penampung dari botol dengan volume 1,5 liter. Alat penakar hujan ditempatkan di

lapangan yang terbuka, datar dan bebas dari pengaruh pohon dan bangunan.

Tingginya 1,20 meter di atas permukaan tanah (Subarkah, 1978). Ombrometer

diletakkan di bagian luar lahan yang terbuka dan tidak ternaungi.

Gambar 5. Instalasi ombrometer manual

Konversi volume curah hujan terukur menjadi kedalaman ekivalen

dilakukan dengan menggunakan persamaan: 𝑃 = [𝑃𝐴 ] 𝑥 .......................................................... (1)

Dimana: P = kedalaman hujan ekivalen (mm), Pv = volume hujan yang

tertampung dalam penakar (ml), A= luas permukaan penakar (cm2).

3. Aliran batang (stemflow)

Pengukuran aliran batang dilakukan dengan menggunakan selang plastik

yang dilitkan dari atas ke bawah mengelilingi batang pohon sampel dengan salah

satu ujung lebih rendah di bagian bawah untuk memperlancar aliran air menuju

120 cm

14 cm

Page 33: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

17

penampung (Gambar 6). Batas tinggi lilitan dari permukaan tanah disesuaikan

dengan penampung. Menurut Irmas (2010), sudut kemiringan lilitan idealnya 40 –

45 ̊, karena apabila terlalu datar atau terlalu miring maka aliran air tidak akan

maksimal menuju ke alat penampung.

Gambar 6. a. Desain pengukuran aliran batang (Silva dan Okumura, 1996),

b. Pengukuran aliran batang di lapang

Persamaan yang digunakan untuk konversi volume menjadi kedalaman air

yaitu: = [ 𝑉 ] 𝑥 ........................................................ (2)

Dimana Sf: aliran batang (mm), V: volume air yang tertampung (ml), LT:

luas tajuk sampel (cm2).

4. Lolosan tajuk (throughfall)

Air lolosan tajuk diukur dengan menggunakan ombrometer tipe manual.

Penakar lolosan tajuk (throughfall) bentuknya sama dengan penakar curah hujan

sehingga konversi dari volume menjadi kedalaman lolosan tajuk (throughfall)

menggunakan Persamaan 1. Jumlah ombrometer untuk setiap sampel yaitu 3 buah

yang diletakkan di bawah tajuk tanaman, sedangkan posisi ombrometer mengikuti

arah dan lebar tajuk sampel.

5. Intersepsi

Secara kuantitatif, intersepsi tajuk merupakan perbedaan antara presipitasi

dan jumlah throughfall dan aliran batang (Lee, 1988). Sehingga persamaan yang

digunakan untuk menghitung intersepsi tajuk yaitu: 𝐼𝑐 = 𝑃 − − .................................................... (3)

a b

Page 34: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

18

Dimana Ic: Intersepsi tajuk (mm), P: curah hujan (mm), T: throughfall

(lolosan tajuk) (mm), S: stemflow (aliran batang) (mm).

6. Limpasan Permukaan

Pengukuran limpasan permukaan di lapangan dilakukan dengan membuat

pematang yang dilapisi dengan plastik agar tidak ada masukan air dari luar,

kemudian salah satu ujungnya dibangun penampung air (drum). Selanjutnya

dihitung volume yang tertampung pada drum sebagai volume limpasan

permukaan. Tebal limpasan permukaan dapat dihitung dengan cara (Prijono,

2009) : 𝑝 𝑝 = [𝑉 𝑒 𝑎𝑖 𝑦𝑎 𝑔 𝑒 𝑖 𝑎𝑎 𝑒 𝑎 𝑒 𝑔 𝑎 ] ........ (4)

Desain petak limpasan permukaan sesuai dengan Gambar 7.

Gambar 7. Desain plot limpasan permukaan

7. Diameter batang (DBH)

Diameter batang diukur dengan menggunakan pita ukur (meteran) yang

dililitkan pada batang pohon pada ketinggian 1,3 meter (diameter setinggi dada)

sesuai dengan Gambar 8. Pengukuran diameter batang dilakukan hanya pada

pohon berdiameter 5 cm hingga 30 cm (Martiningsih, Suryana dan Sutiadipraja,

2015).

Besarnya keliling batang dikonversi untuk mengetahui diameter batang

menggunakan persamaan:

3

3 3 meter

3 meter

Page 35: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

19

= [𝜋] .................................................................. (5)

Dimana d: diameter batang (cm), K; keliling batang (cm)

Gambar 8. Pengukuran diameter batang (Dharmawan dan Pramudji, 2014)

8. Luas Bidang Dasar

Luas bidang dasar merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah

yang dikuasai oleh tumbuhan. Pengukuran bidang dasar pada pohon diduga

dengan mengukur diameter batang (Martiningsih et al., 2015). 𝐿 𝐵 𝐷 = 𝜋 2 ................................. (6)

Dimana r yaitu jari-jari pohon (diameter pohon dibagi 2)

9. Luas tajuk pohon

Luas tajuk pohon dihitung dengan menggunakan diameter tajuk pohon.

Diameter tajuk pohon diukur dengan merata-ratakan diameter tajuk pada empat

arah. Luas tajuk pohon dihitung dengan menggunakan persamaan: 𝐿 = 𝜋 2 ................................................ (7)

Dimana r yaitu jari-jari pohon (diameter pohon dibagi 2).

Page 36: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

20

10. Ketebalan seresah

Pegukuran ketebalan seresah yaitu dengan cara menekan seresah dan

mengukur tebal seresah menggunakan penggaris. Pengukuran ketebalan sereah

dilakukan dengan cara membuat frame berukuran 50 cm x 50 cm. Pengukuran

ketebalan seresah dilakukan sekali pada setiap plot.

11. Persentase Tutupan Lahan

Persentase tutupan lahan dihitung dengan menggunakan metode

hemispherical photography menggunakan kamera dengan lensa fish eye dengan

sudut pandang 180˚ pada satu titik pengambilan foto. Teknis pelaksanaannya

yaitu membagi plot 10 x 10 m2 menjadi empat plot kecil berukuran 5 x 5 m

2. Titik

pengambilan foto ditempatkan di sekitar pusat plot kecil, harus berada diantara

satu pohon dengan pohon lainnya. Posisi kamera disejajarkan dengan tinggi dada

pengambil foto serta menghadap lurus ke langit (Dharmawan dan Pramudji,

2014). Pengambilan foto sesuai dengan ilustrasi pada Gambar 9.

Gambar 9. Ilustrasi metode hemispherical photography untuk mengukur tutupan

lahan (Dharmawan dan Pramudji, 2014)

Foto hasil pemotretan dilakukan analisis dengan menggunakan perangkat

lunak ImageJ. Konsep dari analisis ini yaitu pemisahan pixel langit dan tutupan

vegetasi, sehingga persentase jumlah pixel tutupan vegetasi mangrove dapat

dihitung dalam analisis gambar biner. Selanjutnya dihitung dengan menggunakan

rumus (Dharmawan dan Pramudji, 2014):

Page 37: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

21

% 𝑝 ℎ = [𝑃255𝑃 ] 𝑥 % .................... (7)

Dimana P255 yaitu jumlah pixel yang bernilai 255, dan SP yaitu jumlah

seluruh pixel.

3.6. Analisis Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya direkapitulasi dalam bentuk data

sheet menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan Analisis Ragam (Analysis of Variance) uji F taraf 5%. Apabila hasil

analisis ragam berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil

(BNT). Sedangkan untuk mengetahui hubungan dan keeratan antar sifat diuji

dengan uji korelasi dan regresi.

Page 38: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Amadanom, Kecamatan Dampit,

Kabupaten Malang. Secara geografis, Kecamatan Dampit Kabupaten Malang

terletak diantara 112,4271 BT – 112,4849 BT dan 8,1806 LS – 8,0968 LS (BPS,

2014). Kecamatan Dampit memiliki ketinggian rata-rata 585 meter diatas

permukaan laut (RPMJ Kabupaten Malang, 2016). Luas kawasan Kecamatan

Dampit secara keseluruhan adalah sekitar 135,31 km2 atau sekitar 4,55% dari total

luas Kabupaten Malang. Kecamatan Dampit sebelah utara berbatasan dengan

Kecamatan Wajak dan Turen, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan

Ampelgading, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sumbermanjing, dan

sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Turen dan Sumbermanjing

(Kecamatan Dampit dalam Angka 2014/BPS 2014).

Luas keseluruhan lahan kopi di Kecamatan Dampit sekitar 3,147 hektar

yang tersebar hampir di seluruh Desa. Namun, luas lahan kopi paling banyak

terdapat di Desa Sukodono, Srimulyo, Baturetno, Bumirejo, dan Amadanom

(Lampiran 1). Penelitian dilakukan pada tanaman kopi dengan perbedaan naungan

yang terdapat di Desa Amadanom, khususnya kebun kopi milik Kelompok Tani

Trisno Manunggal. Pemilihan lokasi di Desa Amadanom dikarenakan kopi di

daerah tersebut memiliki kualitas yang baik dan sudah mengembangkan kopi

organik. Total luas lahan Desa Amadanom yaitu 611,40 hektar dengan total luas

lahan yang digunakan untuk sawah yaitu 126 hektar, total luas

pemukiman/pekarangan yaitu 87 hektar, total luas ladang/tegal/perkebunan yaitu

266 hektar, dan total luas hutan yaitu 32 hektar (Kecamatan Dampit Dalam Angka

2015/BPS Kab. Malang).

Plot penelitian kopi naungan durian terletak pada koordinat 8 ̊12’38.75”LS

dan 112 ̊46’40.16” BT. Plot penelitian kopi naungan pisang dan kopi naungan

sengon terletak pada koordinat 8 ̊12’27.16” LS dan 112 ̊47’04.69” BT. Umur

tanaman kopi yang diamati yaitu 5 tahun, umur tanaman sengon yaitu 6 tahun,

umur tanaman pisang yaitu 1,5 tahun, dan umur tanaman durian yaitu 12 tahun.

Pada tanaman kopi naungan pisang terdapat pengelolaan lahan antara lain yaitu

dibuat teras bangku untuk mengurangi terjadinya erosi dan dibuat rorak dengan

Page 39: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

23

ukuran panjang 1 meter, lebar 0,5 meter dan kedalaman 0,5 meter. Pada tanaman

kopi naungan pisang dan tanaman kopi naungan durian tidak terdapat

pengelolaan.

4.2. Karakteristik Tanaman

Karakteristik lahan yang diukur berupa kerapatan tanaman (jumlah

populasi dalam satu hektar), persentase tutupan kanopi tanaman, dan rata-rata

diameter batang dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 10.

Tabel 5. Rataan karakteristik tegakan tanaman pada penggunaan lahan berbeda

Parameter KP KS KD

Kopi Pisang Kopi Sengon Kopi Durian

Kerapatan (populasi ha-1

) 2000 508 2000 625 2000 70

Tutupan Kanopi (%) 80 67 82

Rata-rata diameter

batang (cm) 6,31 15,50 6,50 9,13 6,62 20,70

Keterangan: Rata-rata karakteristik tegakan tanaman pada KP (tanaman kopi naungan pisang), KS

(tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian)

Gambar 10. Foto tutupan tajuk menggunakan metode Hemispherical

photography, pada (a) tanaman kopi naungan pisang; (b) tanaman kopi naungan

sengon; dan (c) tanaman kopi naungan durian

Jumlah populasi tanaman didapatkan dari membagi luas lahan dengan

jarak tanam. Tanaman kopi memiliki jarak tanam 2 m x 2,5 m sehingga memiliki

a b

c

Page 40: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

24

populasi 2000 per hektar. Tanaman sengon memiliki jarak tanam 4 m x 4 m

sehingga memiliki populasi 625 per hektar. Tanaman durian memiliki jarak tanam

10 m x 10 m sehingga memiliki populasi 70 per hektar. Tanaman pisang memiliki

jarak tanam 5 x 5 meter sehingga memiliki populasi 508 tanaman per hektar.

Rata-rata diameter tanaman paling tinggi pada tanaman durian, yaitu 20,70 cm,

dan paling rendah pada tanaman kopi yaitu 6,31 cm. Pengukuran juga dilakukan

pada karakteristik individu tanaman, berupa jenis tanaman, diameter batang, luas

bidang dasar, luas tajuk, bentuk batang dan kondisi kulit batang yang dapat dilihat

pada (Tabel 6).

Tabel 6. Karakteristik individu tanaman

Tutupan

Lahan Kode Jenis

DBH

(cm)

LBD

(cm2)

LBD

(m2/ha)

Luas

Tajuk

(m2)

Kondisi

Batang

Kondisi

Kulit

Batang

KP KP 1 Kopi 6,37 31,85 32,28

4,12 Lurus Kasar

Pisang 18,15 258,68 3,30 Lurus Halus

KP 2 Kopi 7,00 38,54 4,28 8,24 Lurus Kasar

KP 3 Kopi 6,05 28,74 32,59

8,97 Lurus Kasar

Pisang 18,47 267,83 3,97 Lurus Halus

KP 4 Kopi 6,37 31,85 3,54 6,83 Lurus Kasar

KP 5 Kopi 2,87 25,80 34,71

5,21 Lurus Kasar

Pisang 9,87 286,62 3,97 Lurus Halus

KS KS 1 Kopi 6,05 28,74 12,83

3,99 Lurus Kasar

Sengon 10,51 86,70 10,75 Lurus Kasar

KS 2 Kopi 6,69 35,11 14,74

5,60 Lurus Kasar

Sengon 11,47 97,53 4,64 Lurus Kasar

KS 3 Kopi 7,32 42,12 4,68 4,21 Lurus Kasar

KS 4 Kopi 5,73 25,80 2,87 7,37 Lurus Kasar

KS 5 Kopi 6,69 35,11 6,77

3,48 Lurus Kasar

Sengon 5,73 25,80 3,32 Lurus Kasar

KD KD 1 Kopi 7,64 45,86 29,02

6,72 Lurus Kasar

Durian 16,56 215,29 24,27 Lurus Kasar

KD 2 Kopi 7,96 49,76 35,29

8,24 Bengkok Kasar

Durian 18,47 267,83 16,57 Lurus Kasar

KD 3 Kopi 6,37 31,85 3,54 7,07 Bengkok Kasar

KD 4 Kopi 5,10 20,38 66,18

5,58 Lurus Kasar

Durian 27,07 575,24 54,60 Bengkok Kasar

KD 5 Kopi 6,05 28,74 3,19 6,18 Lurus Kasar

Keterangan: Karakteristik individu tanaman pada KP (tanaman kopi naungan pisang), KS

(tanaman kopi naungan sengon), KD (tanaman kopi naungan durian)

Jenis tanaman yang diukur yaitu tanaman kopi, pisang, sengon, dan durian.

Diameter batang yang diukur antara 5,10 cm hingga 27,07 cm. Diameter batang

terendah pada tanaman kopi (KD 4) yaitu 5,10 cm dan tertinggi pada tanaman

durian (KD4) yaitu 27,07 cm. Luas tajuk yang diukur antara 3,30 m2 hingga 54,60

Page 41: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

25

m2. Luas tajuk terendah yaitu pada tanaman kopi dan tertinggi yaitu pada tanaman

sengon. Kondisi batang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kondisi batang

yang lurus dari pangkal hingga ujung batang, dan kondisi batang yang tidak

teratur dimana pada ketinggian tertentu bercabang besar. Berdasarkan

pengamatan, kondisi batang lurus terdapat pada tanaman kopi, pisang, dan

sengon. Kondisi batang tidak teratur terdapat pada tanaman durian. Kondisi kulit

batang diketahui berdasarkan pengamatan kualitatif yang dikelompokkan

berdasarkan tekstur kulit batang yaitu halus dan kasar. Batang yang memiliki

tekstur halus yaitu pada tanaman pisang, dan yang memiliki tekstur kasar yaitu

pada tanaman kopi, sengon, dan durian.

4.3. Karakteristik Hujan

4.3.1. Curah Hujan Terukur (Gross precipitation)

Air hujan yang jatuh diatas tajuk tanaman disebut curah hujan terukur

(gross precipitation) (Basri et al., 2012). Hasil pengukuran curah hujan di lokasi

penelitian dilakukan mulai bulan Februari hingga April didapatkan 22 hari hujan.

Pada setiap lahan diletakkan satu alat penakar hujan untuk mengukur curah hujan

harian. Nilai curah hujan pada kopi naungan durian berbeda dengan nilai curah

hujan pada kopi naungan pisang dan kopi naungan sengon. Nilai kumulatif hujan

dan rata-rata hujan harian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai hujan pada ketiga penggunaan lahan

Jenis Naungan Kumulatif (mm) Rata-rata (mm)

KP 427,42 19,43

KS 427,42 19,43

KD 373,25 16,97 Keterangan: Nilai curah hujan pada KP (tanaman kopi naungan pisang), KS (tanaman kopi

naungan sengon), KD (tanaman kopi naungan durian)

Nilai hujan kumulatif pada kopi naungan pisang dan kopi naungan sengon

yaitu 427,42 mm. Sedangkan pada kopi naungan durian curah hujan kumulatif

lebih rendah yaitu 373,25 mm. Rata-rata curah hujan harian pada tanaman kopi

naungan pisang dan kopi naungan sengon yaitu 19,43 mm dan pada kopi naungan

durian yaitu 16,97 mm. Nilai curah hujan harian terendah yaitu 1,40 mm dan

Page 42: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

26

curah hujan harian tertinggi yaitu 76,89 mm pada kopi naungan pisang dan kopi

naungan sengon, dan 52,42 mm pada kopi naungan durian. Nilai curah hujan

terukur (gross rainfall) pada setiap kejadian hujan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Nilai curah hujan terukur pada penggunaan lahan (KP: tanaman kopi

naungan pisang, KS: tanaman kopi naungan sengon, KD: tanaman kopi naungan

durian)

Gambar 12. Distribusi frekuensi hujan pada KP (tanaman kopi naungan pisang),

KS (tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian)

Data curah hujan dikelompokkan menjadi empat kelas hujan yaitu

intensitas hujan sangat ringan (kurang dari 5 mm) yang terjadi sebanyak 5 hari

hujan (23%) pada kopi naungan pisang dan kopi naungan sengon, dan sebanyak 6

hari hujan (27%) pada kopi naungan durian. Kelas hujan ringan (5-20 mm) yang

terjadi sebanyak 9 hari hujan (41%) pada kopi naungan pisang dan kopi naungan

sengon, dan sebanyak 8 hari hujan (36%) pada kopi naungan durian. Kelas hujan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

10/2

12/2

13/2

16/2

17/2

18/2

20/2

22/2

23/2

24/2

25/2

2/3

3/3

5/3

6/3

8/3

9/3

13/3

14/3

18/3

1/4

2/4

Cu

rah

Hu

jan

ter

uk

ur

(mm

)

Waktu pengamatan

KP, KS

KD

0

10

20

30

40

50

< 5 5 - 20 20 - 50 50 - 100

Fre

ku

ensi

Hu

jan

(%

)

Interval Hujan (mm)

KP, KS

KD

Page 43: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

27

sedang (20-50 mm) yang terjadi sebanyak 7 hari hujan (32%), dan kelas hujan

lebat (50-100 mm) yang terjadi sebanyak satu hari hujan (5%).

4.3.2. Curah Hujan Efektif (Net precipitation)

Air hujan yang mencapai permukaan tanah melalui tirisan dan aliran

batang disebut sebagai curah hujan efektif (net precipitation) (Basri et al., 2012).

Rata-rata curah hujan efektif pada ketiga jenis naungan dapat dilihat pada Gambar

13.

Gambar 13. Rata-rata curah hujan efektif pada setiap kejadian hujan pada KP

(tanaman kopi naungan pisang), KS (tanaman kopi naungan sengon), dan KD

(tanaman kopi naungan durian)

Tabel 8. Rata-rata curah hujan efektif

Jenis

Naungan

Curah Hujan

terukur (mm)

Curah Hujan efektif

mm %

KP 19,43 13,43±2,99 a 60,70

KS 19,43 17,13±3,83 b 76,03

KD 16,97 12,85±2,62 a 62,74

Keterangan: Rata-rata curah hujan efektif ± SE (standart error) pada KP (tanaman kopi naungan

pisang), KS (tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian).

Angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan pada uji

BNT 5%

Rata-rata curah hujan efektif tertinggi dalam setiap kejadian hujan terjadi

pada kopi naungan sengon, diikuti oleh kopi naungan pisang dan kopi naungan

durian. Nilai curah hujan efektif semakin tinggi dengan meningkatnya curah hujan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

10/2

12/2

13/2

16/2

17/2

18/2

20/2

22/2

23/2

24/2

25/2

2/3

3/3

5/3

6/3

8/3

9/3

13/3

14/3

18/3

1/4

2/4

Cu

rah

Hu

jan

Ber

sih

(m

m)

Waktu Pengamatan

KP

KS

KD

Page 44: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

28

terukur. Berdasarkan analisis ragam (Tabel 8), pada ketiga jenis naungan kopi

memiliki pengaruh nyata (p<0,05) terhadap curah hujan efektif. Hasil uji BNT 5%

diketahui bahwa tebal curah hujan efektif pada kopi naungan pisang tidak berbeda

nyata dengan kopi naungan durian, namun berbeda nyata dengan kopi naungan

sengon. Rata-rata curah hujan efektif tertinggi terjadi pada kopi naungan sengon,

yaitu 17,13 mm (76,03%) dibandingkan dengan jenis naungan lainnya. Pada kopi

naungan sengon memiliki curah hujan efektif tertinggi karena memiliki nilai

lolosan tajuk dan aliran batang tinggi.

4.4. Lolosan Tajuk

Lolosan tajuk memiliki kontribusi terbesar terhadap jumlah air yang

sampai ke permukaan tanah, dibandingkan dengan nilai aliran batang. Hasil

pengukuran menunjukkan bahwa nilai lolosan tajuk cukup besar yaitu mencapai

59,70% hingga 75,54% dari curah hujan terukur (gross rainfall). Hasil lolosan

tajuk yang diukur memiliki nilai yang bervariasi. Rata-rata lolosan tajuk pada

ketiga jenis naungan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata nilai lolosan tajuk pada ketiga jenis naungan

Jenis Naungan Curah Hujan (mm) Lolosan Tajuk

mm %

KP 19,43±3,92 13,24±2,96a 59,70

KS 19,43±3,92 17,02±3,81b 75,54

KD 16,97±3,10 12,95±2,62a 62,63 Keterangan: Nilai rata-rata ± SE (standart error) pada: KP (tanaman kopi naungan pisang), KS

(tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian).Angka yang

didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan pada uji BNT 5%

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada ketiga jenis naungan kopi

memiliki pengaruh nyata (p<0,05) terhadap lolosan tajuk. Berdasarkan uji BNT

5% memberikan hasil bahwa lolosan tajuk pada tanaman kopi naungan sengon

berbeda nyata dengan tanaman kopi naungan pisang dan tanaman kopi naungan

durian. Tanaman kopi naungan pisang memiliki nilai lolosan tajuk tertinggi

dibandingkan jenis naungan lainnya yaitu 17,02 ± 3,81 mm (75,54%). Hasil

lolosan tajuk tersebut hampir sama dengan penelitian yang dilakukan di Costa

Rica yaitu lolosan tajuk pada tanaman kopi monokultur sebesar 83,2% dan lolosan

Page 45: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

29

tajuk pada kopi agroforestri sebesar 76,8% (Siles et al., 2010) dan penelitian

tanaman kopi lainnya di India Selatan dengan hasil lolosan tajuk antara 74%

hingga 93% (Gurav et al., 2012), namun lebih tinggi dibandingkan dengan hasil

penelitian lolosan tajuk pada tanaman kopi di Aceh yaitu sebesar 40,74% (Basri et

al., 2012).

Gambar 14. Hubungan kerapatan tanaman (populasi/hektar) dengan rata-rata

lolosan tajuk (mm) pada ketiga jenis naungan

Nilai lolosan tajuk pada tanaman kopi naungan sengon lebih tinggi

dibandingkan jenis naungan lainnya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh faktor

kerapatan tanaman dan tutupan lahan. Sesuai dengan penelitian Gurav et al.

(2012) di India bahwa tanaman kopi yang memiliki tingkat naungan tinggi

mempunyai nilai lolosan tajuk lebih rendah dibandingkan dengan kopi tingkat

naungan rendah. Berdasarkan uji korelasi (n = 15, r = -0,282), nilai lolosan tajuk

memiliki hubungan yang rendah dengan kerapatan tanaman namun tidak

berkorelasi secara nyata (Lampiran 4). Menurut Lee (1990) bahwa lolosan tajuk

berbanding terbalik dengan kerapatan tajuk, lolosan tajuk umumnya lebih besar

pada tipe-tipe hutan yang terbuka. Pengaruh kerapatan tanaman terhadap nilai

lolosan tajuk pada ketiga jenis naungan sebesar 7,9% (Gambar 14). Pengaruh

kerapatan naungan terhadap nilai lolosan tajuk sangat rendah disebabkan karena

selain kerapatan tanaman lolosan tajuk juga dipengaruhi oleh morfologi tanaman.

y = -0,001x + 16,24

R² = 0,079 r = -0,282

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0 500 1000 1500 2000 2500

Lolo

san

Ta

juk

(m

m)

Kerapatan Tanaman (populasi/hektar)

Page 46: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

30

Lolosan tajuk juga dipengaruhi oleh curah hujan. Nilai lolosan tajuk

semakin meningkat dengan semakin tingginya curah hujan. Semakin besar lolosan

tajuk (throughfall) maka curah hujan efektif yang sampai di permukaan tanah juga

semakin besar, sehingga intersepsi semakin kecil (Slamet, 2015). Pada intensitas

hujan sangat ringan, nilai lolosan tajuk antara 33% hingga 46%. Nilai tersebut

semakin meningkat dengan meningkatnya intensitas hujan, yaitu pada intensitas

hujan lebat nilai lolosan tajuk berkisar antara 77% hingga 98% (Gambar 15).

Intensitas hujan rendah memiliki nilai lolosan tajuk yang rendah karena menurut

Ahmadi et al. (2009) pada curah hujan rendah, permukaan daun yang terbasahi

semakin luas dan selanjutnya mengalami evaporasi, sehingga jumlah air hujan

yang sampai ke permukaan tanah sebagai lolosan tajuk dan aliran batang semakin

sedikit.

Gambar 15. Nilai lolosan tajuk berdasarkan intensitas hujan pada: KP (tanaman

kopi naungan pisang); KS (tanaman kopi naungan sengon); dan KD (tanaman

kopi naungan durian). Intensitas hujan SR (Sangat ringan); R (Ringan); S

(Sedang); dan L (Lebat)

Curah hujan memiliki hubungan yang sangat kuat dan berkorelasi nyata

dengan nilai lolosan tajuk (Gambar 16). Semakin tinggi nilai curah hujan maka

semakin tinggi nilai lolosan tajuk. Pengaruh curah hujan terhadap lolosan tajuk

pada tanaman kopi naungan pisang cukup besar yaitu 98,5% (R2= 0,985). Nilai

lolosan tajuk meningkat dengan semakin tingginya curah hujan. Setiap

meningkatnya nilai curah hujan sebesar 1 mm mengakibatkan kenaikan nilai

39,71

61,8 68,8

76,97

46,19

73,39

88,41 97,61

33,05

68,13

78,87 82,36

0

20

40

60

80

100

120

SR R S L SR R S L SR R S L

KP KS KD

Lo

losa

n T

aju

k (

%)

Intensitas Hujan

Page 47: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

31

lolosan tajuk sebesar 0,747 mm. Tanaman kopi naungan sengon juga memiliki

pengaruh curah hujan yang cukup kuat terhadap nilai lolosan tajuk yaitu sebesar

99,4% (R2= 0,994). Setiap meningkatnya nilai curah hujan sebesar 1 mm

mengakibatkan kenaikan nilai lolosan tajuk sebesar 0,969 mm. Begitu juga pada

tanaman kopi naungan durian memiliki pengaruh curah hujan yang cukup kuat

terhadap nilai lolosan tajuk sebesar 98,9% (R2= 0,989). Setiap meningkatnya nilai

curah hujan sebesar 1 mm mengakibatkan kenaikan nilai lolosan tajuk sebesar

0,841 mm. Berdasarkan uji signifikansi R2 taraf 5%, pada ketiga jenis naungan

terdapat pengaruh yang signifikan antara curah hujan dengan nilai lolosan tajuk

(Lampiran 3 Tabel 8). Namun, pada kopi naungan pisang dan kopi naungan

sengon terdapat satu data pencilan (data yang menyebar jauh) sehingga formulasi

koefisien determinasi kurang sesuai untuk diterapkan.

y = 0.747x - 1.291

R² = 0.985 r = 0.993

0

20

40

60

80

0 50 100

Lo

osa

n T

aju

k (

mm

)

Curah Hujan terukur (mm)

y = 0.841x - 1.459

R² = 0.989 r = 0.9949

0

10

20

30

40

50

0 20 40 60Lo

losa

n T

aju

k (

mm

)

Curah Hujan terukur (mm)

Gambar 7. Hubungan curah hujan (mm) dengan rata-rata lolosan tajuk (mm)

pada: (a) Tanaman kopi naungan Pisang; (b) Tanaman kopi naungan Sengon;

dan (c) Tanaman kopi naungan Durian

y = 0.969x - 1.816

R² = 0.994 r = 0,9974

0

20

40

60

80

0 50 100

Lo

losa

n T

aju

k (

mm

)

Curah Hujan terukur (mm)

(a) (b)

(c)

Page 48: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

32

4.5. Aliran Batang

Aliran batang dihitung melalui air yang mengalir menuju permukaan tanah

melalui batang tanaman. Nilai aliran batang pada ketiga jenis naungan yang

berbeda dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata nilai lolosan tajuk pada ketiga jenis naungan

Jenis Naungan Curah Hujan

(mm)

Aliran Batang

mm %

KP 19,43±3,92 0,76±0,04 c 1,01

KS 19,43±3,92 0,44±0,03 b 0,48

KD 16,97±3,10 0,05±0,01 a 0,12 Keterangan: Nilai rata-rata ± SE (standart error) pada: KP (tanaman kopi naungan pisang), KS

(tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian). Angka yang

didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan pada uji BNT 5%

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada ketiga jenis naungan kopi

memiliki pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai aliran batang. Tanaman kopi

naungan pisang memiliki nilai aliran batang tertinggi yaitu 0,76 ± 0,04 mm

(1,01%), kemudian tanaman kopi naungan sengon yang memiliki nilai aliran

batang 0,44 ± 0,03 mm (0,48%), dan tanaman kopi naungan durian yang memiliki

nilai aliran batang 0,05 ± 0,01 mm (0,12%). Nilai tersebut lebih rendah

dibandingkan hasil penelitian tanaman kopi di Aceh (Basri et al., 2012) yang

memiliki nilai aliran batang 2,39% pada tanaman kopi berumur 4 tahun dan

2,19% pada tanaman kopi berumur 15 tahun. Tanaman kopi naungan pisang

memiliki nilai aliran batang tertinggi karena naungan pisang memiliki batang

yang halus dan diameter yang besar sehingga air yang mengalir melalui batang

tinggi.

Nilai aliran batang pada masing-masing jenis tanaman dapat dilihat pada

Gambar 17. Nilai aliran batang pada tanaman pisang lebih tinggi dibandingkan

tanaman lainnya karena tanaman pisang memiliki struktur batang yang lurus dan

halus dan memiliki diameter batang yang cukup besar yaitu 15,50 cm (Tabel 6).

Batang yang lurus dan halus dapat memperbesar stemflow dibandingkan dengan

batang yang bengkok dan kasar (Slamet, 2015). Namun, nilai aliran batang pada

tanaman pisang tersebut lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Cattan et al (2007) yaitu untuk tanaman pisang nilai aliran batang

Page 49: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

33

tertinggi bisa mencapai 18-26%. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Jimenez

dan Lhomme (1994) dalam Siles et al. (2010) bahwa laju stemflow pisang

tertinggi sekitar 9-10% dari kejadian hujan.

Gambar 17. Nilai aliran batang pada tanaman kopi, pisang, sengon, dan durian

Tanaman sengon memiliki nilai aliran batang yaitu 0,72%. Nilai aliran

batang tersebut termasuk rendah, namun lebih tinggi dibandingkan dengan

tanaman kopi dan durian. Struktur batang tanaman sengon agak kasar sehingga

laju air ke permukaan tanah terhambat. Menurut Lee (1990), aliran batang secara

konsisten lebih besar untuk pohon yang mempunyai kulit lebih rata (bertekstur

halus). Tanaman kopi dan tanaman durian memiliki nilai aliran batang yang cukup

rendah. Hal ini dikarenakan kondisi kulit batang yang kasar sehingga

menghambat laju aliran batang (Tabel 6). Tanaman kopi memiliki kulit batang

yang kasar sehingga ketika terjadi hujan air yang mengalir lambat. Kondisi ini

akan menyebabkan air yang mengalir melalui batang terhambat sampai ke

permukaan tanah (Basri et al., 2012).

Variabilitas nilai aliran batang salah satunya dipengaruhi oleh karakteristik

tanaman yaitu diameter batang dan luas bidang dasar. Berdasarkan analisis

korelasi (Gambar 18), tanaman pisang, sengon, durian memiliki hubungan antara

luas bidang dasar dan aliran batang yang kuat namun tidak memiliki korelasi yang

nyata (Lampiran 4). Pada tanaman kopi memiliki hubungan antara luas bidang

dasar dengan aliran batang yang kuat dan berkorelasi nyata (n = 15, r = 0,778).

Pengaruh luas bidang dasar terhadap nilai aliran batang pada tanaman pisang

0,25

3,07

0,72

0,04 0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

Kopi Pisang Sengon Durian

Ali

ran

Ba

tan

g (

% d

ari

Cu

rah

Hu

jan

)

Page 50: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

34

sebesar 99,2% (R2=0,992). Namun berdasarkan uji signifikansi R

2 tidak terdapat

pengaruh yang signifikan antara luas bidang dasar terhadap nilai aliran batang

(Lampiran 3 Tabel 9). Pengaruh luas bidang dasar terhadap nilai aliran batang

pada tanaman sengon sebesar 43% (R2 = 0,430). Berdasarkan uji signifikansi R

2

tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara luas bidang dasar terhadap nilai

aliran batang pada tanaman sengon. Pengaruh luas bidang dasar terhadap nilai

aliran batang pada tanaman durian sebesar 70,1% (R2 = 0,701). Berdasarkan uji

signifikansi R2 tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara luas bidang dasar

terhadap nilai aliran batang pada tanaman durian. Pengaruh luas bidang dasar

terhadap nilai aliran batang pada tanaman kopi sebesar 60,5% (R2 = 0,605).

Berdasarkan uji signifikansi R2 tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara

luas bidang dasar terhadap nilai aliran batang pada tanaman sengon. Luas bidang

dasar berkaitan dengan luas batang yang dapat mengalirkan air. Perbedaan ukuran

batang juga memberikan hasil aliran batang yang berbeda. Tanaman yang

memiliki diameter besar pada umumnya tanaman tersebut tinggi (Slamet, 2015).

Pernyataan tersebut didukung oleh Siles et al. (2010), bahwa tanaman tinggi

cenderung memproduksi proyeksi luas tajuk yang lebih besar sehingga dapat

memproduksi volume stemflow yang lebih banyak.

Luas bidang dasar total dalam setiap jenis naungan (m2/hektar) memiliki

hubungan yang sangat rendah dengan nilai aliran batang dan tidak berkorelasi

nyata (n = 15, r = 0,354) (Gambar 19). Pengaruh luas bidang dasar pada ketiga

jenis naungan sangat rendah yaitu sebesar 12,5% (R2

= 0,125). Setiap kenaikan

luas bidang dasar sebesar 1 m2/hektar mengakibatkan meningkatnya nilai aliran

batang sebesar 0,005 mm. Luas bidang dasar memberikan pengaruh yang rendah

pada ketiga jenis naungan karena kurangnya sampel tanaman dalam plot dan

jumlah tanaman pada setiap plot tidak seragam sehingga data luas bidang dasar

kurang mewakili. Luas bidang dasar didapatkan dari nilai diameter batang

sehingga semakin besar diameter batang semakin tinggi nilai luas bidang dasar.

Menurut Debral dan Rao (1968) dalam Aththorick (2000) semakin besar diameter

batang maka semakin besar aliran batang yang terjadi. Hal ini karena luas wadah

Page 51: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

35

penampungan curah hujan semakin besar sehingga lebih banyak air hujan yang

dapat ditampung dan dialirkan ke tanah.

Gambar 18. Hubungan luas bidang dasar per individu (cm2) dengan rata-rata

aliran batang (mm) pada: (a) tanaman pisang, (b) tanaman sengon, (c) tanaman

durian, dan (d) tanaman kopi

Gambar 19. Hubungan luas bidang dasar total (m2/ha) dengan rata-rata aliran

batang (mm) pada ketiga jenis naungan

y = 0,014x - 3,462

R² = 0,992 r = 0,996

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

250 260 270 280 290

Ali

ran

Ba

tan

g (

mm

)

Luas Bidang Dasar (cm2)

y = 7E-06x + 0,008

R² = 0,701 r = 0,837

0

0,002

0,004

0,006

0,008

0,01

0,012

0,014

0 200 400 600 800

Ali

ran

Ba

tan

g (

mm

)

Luas Bidang Dasar (cm2)

y = 0,005x + 0,120

R² = 0,125 r = 0,354

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

0 10 20 30 40 50 60 70

Ali

ran

Ba

tan

g (

mm

)

Luas Bidang Dasar (m2/ha)

y = 0,002x - 0,003

R² = 0,430 r = 0,656

00,05

0,10,15

0,20,25

0,30,35

0,4

0 50 100 150Ali

ran

Ba

tan

g (

mm

)

Luas Bidang Dasar (cm2)

y = 0,003x - 0,074

R² = 0,605 r = 0,778

0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

0,14

0 20 40 60

Ali

ran

Ba

tan

g (

mm

)

Luas Bidang Dasar (cm2)

(a)

(d) (c)

(b)

Page 52: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

36

Nilai aliran batang berdasarkan intensitas hujan dapat dilihat pada Gambar

20. Nilai aliran batang pada tanaman kopi meningkat hingga intensitas hujan

sedang. Pada tanaman pisang, nilai aliran batang meningkat hingga intensitas

hujan rendah. Pada tanaman sengon, nilai aliran batang meningkat hingga

intensitas hujan sedang. Pada tanaman durian nilai aliran batang meningkat

hingga intensitas hujan sedang. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pada

intensitas hujan sangat ringan memiliki nilai aliran batang rendah, dan pada

tanaman durian tidak terjadi aliran batang. Silva dan Okumura (1996) menyatakan

bahwa intensitas hujan mempengaruhi nilai aliran batang, pada intensitas hujan

dibawah 5 mm pada umumnya tidak terjadi aliran batang.

Gambar 20. Nilai aliran batang berdasarkan intensitas hujan pada: SR (Sangat

ringan); R (Ringan); S (Sedang); dan L (Lebat)

Besarnya curah hujan mempengaruhi nilai aliran batang (Gambar 21).

Zabret et al. (2018) menyatakan bahwa nilai aliran batang dipengaruhi oleh

jumlah tetesan hujan, selain itu juga dipengaruhi oleh kelembaban udara. Curah

hujan memberikan pengaruh yang cukup kuat pada ketiga jenis naungan tanaman

kopi dan berkorelasi nyata (Lampiran 4). Pada tanaman kopi naungan pisang

curah hujan memberikan pengaruh terhadap nilai aliran batang sebesar 74,3% (R2

= 0,743). Nilai aliran batang semakin meningkat dengan meningkatnya curah

hujan yaitu setiap kenaikan curah hujan sebesar 1 mm, besarnya nilai aliran

0,1 0,24

0,36 0,24

2,09

4,02

2,65

2,37

0,18

0,66

1,25

0,35

0 0,05 0,06 0,04

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

SR R S L SR R S L SR R S L SR R S L

Kopi Pisang Sengon Durian

Ali

ran

Ba

tan

g (

%)

Intensitas Hujan

Page 53: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

37

y = 0.008x + 0.022

R² = 0.743 r = 0.862

0

0,2

0,4

0,6

0,8

0 50 100

Ali

ran

Ba

tan

g (

mm

)

Curah Hujan terukur (mm)

(a) y = 0.005x + 0.014

R² = 0.593 r = 0.77

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0 50 100Ali

ran

Ba

tan

g (

mm

)

Curah Hujan terukur (mm)

(b)

y = 0.001x - 0.002

R² = 0.769 r = 0.877

0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

0 20 40 60Ali

ran

Ba

tan

g (

mm

)

Curah Hujan terukur (mm)

(c)

batang naik sebesar 0,008 mm. Curah hujan memberikan pengaruh terhadap nilai

aliran batang pada tanaman kopi naungan sengon sebesar 59,3% (R2 = 0,593).

Nilai aliran batang meningkat sebesar 0,005 mm setiap kenaikan curah hujan

sebesar 1 mm. Begitu juga pada tanaman kopi naungan durian curah hujan

memberikan pengaruh sebesar 76,9%. Setiap kenaikan 1 mm curah hujan

mengakibatkan nilai aliran batang meningkat sebesar 0,001 mm. Berdasarkan uji

signifikansi R2 taraf 5%, pada ketiga jenis naungan memiliki pengaruh yang

signifikan antara curah hujan dengan nilai aliran batang (Lampiran 3 Tabel 10).

Pada kopi naungan pisang terdapat satu data pencilan (data menyebar jauh)

sehingga formulasi koefisien determinasi kurang sesuai untuk digunakan.

4.6. Intersepsi

Nilai intersepsi hujan pada ketiga jenis naungan tanaman kopi dapat dilihat

pada Tabel 11. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada ketiga jenis

naungan kopi memiliki pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai intersepsi hujan.

Gambar 12. Hubungan curah hujan terukur (mm) dengan rata-rata aliran batang

(mm) pada: (a) Tanaman kopi naungan Pisang; (b) Tanaman kopi naungan

Sengon; dan (c) Tanaman kopi naungan Durian

Page 54: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

38

Berdasarkan uji BNT 5% pada ketiga jenis naungan tanaman kopi memiliki nilai

intersepsi hujan yang berbeda nyata. Nilai intersepsi tertinggi pada tanaman kopi

naungan pisang yaitu 39,30%, dan terendah pada tanaman kopi naungan sengon

yaitu 23,97%. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan

oleh Gurav et al. (2012) di India, bahwa pada tanaman kopi dengan naungan

sedikit memiliki nilai intersepsi 8,87% dan pada tanaman kopi dengan naungan

banyak memiliki nilai intersepsi 15,70%. Faktor yang mempengaruhi intersepsi

yaitu kerapatan tanaman, LAI, kapasitas jenuh tajuk tanaman, intensitas hujan,

dan ukuran hujan (Klamerus dan Iwan, 2014). Tanaman kopi naungan pisang

memiliki nilai intersepsi tertinggi karena memiliki persentase tutupan lahan yang

tinggi (80%). Tanaman kopi naungan sengon memiliki luas tutupan tajuk yang

lebih rendah dibandingkan naungan lainnya sehingga memiliki nilai intersepsi

terendah.

Tabel 11. Rata-rata intersepsi hujan pada ketiga jenis naungan

Jenis Naungan Curah Hujan (mm) Intersepsi

mm %

KP 19,43±3,92 6,00±1,01c 39,30

KS 19,43±3,92 2,29±0,29a 23,97

KD 16,97±3,10 4,12±0,55b 37,26 Keterangan: Nilai rata-rata ± SE (standart error) pada: KP (tanaman kopi naungan pisang), KS

(tanaman kopi naungan sengon), dan KD (tanaman kopi naungan durian).Angka yang

didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan pada uji BNT 5%

Nilai intersepsi hujan berdasarkan intensitas hujan dapat dilihat pada

Gambar 22. Persentase nilai intersepsi hujan berbanding terbalik dengan intensitas

hujan. Semakin lebat intensitas hujan semakin rendah persentase intersepsi hujan.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Gurav et al. (2012) bahwa semakin tinggi

curah hujan, nilai intersepsi semakin sedikit. Semakin rendah intensitas hujan

semakin tinggi nilai intersepsi hujan karena kemampuan tajuk tanaman

mengintersepsi air hujan meningkat dengan menurunnya ukuran hujan dan

intensitas hujan. Basri et al. (2012) menyatakan bahwa ketika curah hujan yang

turun lebih besar dari kapasitas tajuk maka proporsi air hujan yang diintersepsikan

akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena kapasitas penampungan air intersepsi

Page 55: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

39

y = 0.243x + 1.269

R² = 0.885 r = 0.941 0

5

10

15

20

25

0 50 100

Inte

rse

psi

(m

m)

Curah Hujan (mm)

(a)

y = 0.025x + 1.803

R² = 0.117 r = 0.342

0

1

2

3

4

5

6

0 50 100

Inte

rsep

si (

mm

)

Curah Hujan (mm)

(b)

y = 0.156x + 1.461

R² = 0.771 r = 0.879

0

2

4

6

8

10

12

0 20 40 60

Inte

rsep

si (

mm

)

Curah Hujan (mm)

(c)

yang telah jenuh air. Namun ketika curah hujan yang turun kecil maka seluruh

curah hujan yang turun akan diintersepsikan.

Gambar 22. Nilai intersepsi hujan berdasarkan intensitas hujan pada: KP

(tanaman kopi naungan pisang); KS (tanaman kopi naungan sengon); dan KD

(tanaman kopi naungan durian). Intensitas hujan SR (Sangat ringan); R (Ringan);

S (Sedang); dan L (Lebat)

59,61

36,93

30,27

22,18

53,65

20,16

10,81

2,04

66,92

31,15

22,81 17,54

0

10

20

30

40

50

60

70

80

SR R S L SR R S L SR R S L

KP KS KD

Inte

rsep

si H

uja

n (

%)

Intensitas Hujan

Gambar 14. Hubungan curah hujan (mm) dengan rata-rata nilai intersepsi (mm)

pada: (a) Kopi naungan Pisang; (b) Kopi naungan Sengon; dan (c) Kopi naungan

Durian

Page 56: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

40

Pada tanaman kopi naungan pisang dan kopi naungan durian memiliki

hubungan antara curah hujan dengan intersepsi yang kuat dan berkorelasi nyata

(Lampiran 4). Namun, pada tanaman kopi naungan sengon memiliki nilai korelasi

yang rendah dan tidak nyata. Besarnya curah hujan memberikan pengaruh

terhadap nilai intersepsi hujan. Pengaruh curah hujan terhadap intersepsi hujan

pada tanaman kopi naungan pisang cukup kuat yaitu sebesar 88,5% (R2

= 0,885).

Setiap kenaikan 1 mm curah hujan mengakibatkan meningkatnya nilai intersepsi

hujan sebesar 0,243 mm. Tanaman kopi naungan sengon memiliki pengaruh

antara curah hujan dengan nilai intersepsi yang rendah yaitu 11,7% (R2 = 0,117).

Setiap kenaikan 1 mm curah hujan mengakibatkan meningkatnya nilai intersepsi

hujan sebesar 0,025 mm. Intersepsi pada tanaman kopi naungan sengon memiliki

pengaruh yang rendah karena selain dipengaruhi oleh intensitas hujan menurut

Lee (1990) intersepsi hujan juga dipengaruhi kapasitas cadangan tajuk dan laju

evaporasi. Pada tanaman kopi naungan durian, curah hujan memberikan pengaruh

yang cukup tinggi yaitu 77,1% (R2 = 0,771). Setiap kenaikan 1 mm curah hujan

mengakibatkan meningkatnya nilai intersepsi hujan sebesar 0,156 mm. Pengaruh

curah hujan terhadap nilai intersepsi lebih rendah meskipun pengaruh terhadap

lolosan tajuk tinggi karena menurut Siles et al. (2010) intersepsi hujan tidak

dihitung secara langsung dilapangan, melainkan dihitung melalui selisih antara

curah hujan terukur dengan lolosan tajuk dan aliran batang. Berdasarkan uji

signifikansi R2 taraf 5%, pada tanaman kopi naungan pisang dan kopi naungan

durian memiliki pengaruh yang signifikan antara curah hujan dengan intersepsi,

namun pada tanaman kopi naungan sengon tidak memiliki pengaruh yang

signifikan.

4.7. Limpasan Permukaan

Nilai limpasan permukaan tertinggi pada tanaman kopi naungan durian

yaitu 0,77 ± 0,18 mm (3,39% dari curah hujan), selanjutnya, pada tanaman kopi

naungan pisang yaitu 0,34 ± 0,10 mm (1,48% dari curah hujan), dan tanaman kopi

naungan sengon yaitu 0,21 ± 0,07 mm (1,01% dari curah hujan) (Tabel 12). Hasil

analisis ragam menunjukkan bahwa pada ketiga jenis naungan kopi memiliki

pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai limpasan permukaan. Berdasarkan uji

Page 57: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

41

BNT 5% tanaman kopi naungan durian memiliki nilai yang berbeda nyata dengan

tanaman kopi naungan pisang dan kopi naungan sengon. Nilai limpasan

permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi permukaan tanah

meliputi tebal seresah, tumbuhan bawah, luas area yang terbuka, pengelolaan dsb.

Tabel 12. Rata-rata nilai limpasan permukaan pada ketiga jenis naungan

Jenis Naungan Curah Hujan (mm) Limpasan Permukaan

mm %

KP 19,43±3,92 0,34±0,10a 1,48

KS 19,43±3,92 0,21±0,07a 1,01

KD 16,97±3,10 0,77±0,18b 3,39 Keterangan: Rata-rata nilai limpasan permukaan ± SE (standart error) pada penggunaan lahan KP

(tanaman kopi naungan pisang), KS (tanaman kopi naungan sengon), dan KD

(tanaman kopi naungan durian) Angka yang didampingi huruf yang sama tidak

berbeda nyata berdasarkan pada uji BNT 5%

Tabel 13. Karatekteristik pada masing-masing plot pengamatan

Keterangan: KP (Tanaman kopi naungan pisang), KS (Tanaman kopi naungan sengon), KD

(Tanaman kopi naungan durian)

Tanaman kopi naungan sengon memiliki limpasan permukaan terendah.

Hal ini karena kondisi plot yang relatif datar dan terdapat banyak tumbuhan

Jenis

Naungan Kode Jumlah Tanaman

Tebal

Seresah

(mm)

Tumbuhan

bawah Pengelolaan

KP

KP1 terdapat dua tanaman, kopi

dan pisang 3,9 tidak ada Teras bangku

KP 2 terdapat dua tanaman kopi 1 tidak ada Teras bangku

KP 3 terdapat dua tanaman, kopi

dan pisang 6 tidak ada Teras bangku

KP 4 terdapat dua tanaman kopi 5,5 tidak ada Teras bangku

KP 5 terdapat dua tanaman, kopi

dan pisang 2 tidak ada Teras bangku

KS

KS 1 terdapat dua tanaman, kopi

dan sengon 3 Banyak tidak ada

KS 2 terdapat dua tanaman, kopi

dan sengon 2 Banyak tidak ada

KS 3 terdapat dua tanaman, kopi

dan sengon 2 Banyak tidak ada

KS 4 terdapat dua tanaman kopi 3 Banyak tidak ada

KS 5 terdapatdua tanaman kopi 2 Banyak tidak ada

KD

KD 1 terdapat dua tanaman, kopi

dan durian 27 tidak ada tidak ada

KD 2 terdapat dua tanaman, kopi

dan durian 11,5 tidak ada tidak ada

KD 3 terdapatdua tanaman kopi 5,5 tidak ada tidak ada

KD 4 terdapat dua tanaman, kopi

dan durian 12,4 tidak ada tidak ada

KD 5 terdapatdua tanaman kopi 4,9 tidak ada tidak ada

Page 58: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

42

bawah (Tabel 13). Pada tanaman kopi naungan pisang, meskipun tidak ada

tumbuhan bawah namun dilakukan pengelolaan (teras bangku) sehingga nilai

limpasan permukaan lebih rendah dibandingkan kopi naungan durian. Pada

tanaman kopi naungan durian tidak terdapat tumbuhan bawah dan kondisi plot

relatif miring, sehingga memiliki nilai limpasan permukaan tertinggi meskipun

dalam plot tersebut memiliki tebal seresah yang tinggi. Bayala dan Wallace

(2015) menyatakan bahwa vegetasi penutup tanah dapat meningkatkan nilai

infiltrasi dan menurunkan nilai limpasan permukaan karena vegetasi dapat

menurunkan energi kinetik hujan sehingga mengurangi daya rusak tanah.

Nilai limpasan permukaan salah satunya dipengaruhi oleh tebal seresah.

Pada ketiga jenis naungan memiliki hubungan antara tebal seresah dengan

limpasan permukaan yang tinggi namun tidak berkorelasi secara nyata (Lampiran

4). Sesuai dengan pendapat Utomo (1988) bahwa seresah akan menghalangi air

y = -0,024x + 0,431

R² = 0,573 r = - 0.76

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0 2 4 6 8

Lim

pa

san

Per

mu

ka

an

(mm

)

Tebal Seresah (mm)

y = -0,049x + 1,378

R² = 0,666 r = - 0,82

0

0,5

1

1,5

2

0 10 20 30

Lim

pa

san

Per

mu

ka

an

(mm

)

Tebal Seresah (mm)

Gambar 15. Hubungan tebal seresah (mm) dengan rata-rata nilai limpasan permukaan

(mm) pada: (a) Tanaman kopi naungan Pisang; (b) Tanaman kopi naungan Sengon; dan

(c) Tanaman kopi naungan Durian

y = -0,086x + 0,41

R² = 0,487 r = - 0,70

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0 1 2 3 4Lim

pa

san

Per

mu

ka

an

(mm

)

Tebal Seresah (mm)

(a) (b)

(c)

Page 59: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

43

hujan yang jatuh langsung memukul tanah sehingga mengurangi nilai limpasan

permukaan. Pengaruh tebal seresah terhadap nilai limpasan permukaan pada

tanaman kopi naungan pisang sebesar 57,3% (Gambar 24). Setiap kenaikan 1 mm

tebal seresah mengakibatkan menurunnya nilai limpasan permukaan sebesar 0,024

mm. Pada tanaman kopi naungan sengon, tebal seresah memberikan pengaruh

sebesar 48,7%. Setiap kenaikan 1 mm tebal seresah mengakibatkan menurunnya

nilai limpasan permukaan sebesar 0,086. Pada tanaman kopi naungan durian, tebal

seresah memberikan pengaruh sebesar 66,6% terhadap nilai limpasan permukaan.

Setiap kenaikan 1 mm tebal seresah mengakibatkan menurunnya nilai limpasan

permukaan sebesar 0,049. Berdasarkan uji signifikansi taraf 5% tebal seresah pada

ketiga jenis naungan tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Gambar 25. Rata-rata limpasan permukaan berdasarkan intensitas hujan pada:

KP (tanaman kopi naungan pisang); KS (tanaman kopi naungan sengon); dan KD

(tanaman kopi naungan durian). Intensitas hujan SR (Sangat ringan); R (Ringan);

S (Sedang); dan L (Lebat)

Nilai limpasan permukaan semakin meningkat dengan meningkatnya

intensitas hujan (Gambar 25). Pada intensitas hujan sangat rendah, nilai limpasan

permukaan pada ketiga jenis naungan antara 1,12% hingga 1,34%. Nilai limpasan

permukaan tersebut semakin meningkat hingga intensitas hujan lebat antara

2,21% hingga 4,20%. Hal ini terjadi karena dengan meningkatnya intensitas

hujan, infiltrasi tanah juga semakin meningkat dan pada kondisi mencapai jenuh

terjadi limpasan permukaan. Sesuai dengan pendapat Indarto (2012) ketika tanah

1,25 1,13

1,92

2,67

1,12 1,01 0,78

2,21

1,34

2,91

5,37

4,2

0

1

2

3

4

5

6

SR R S L SR R S L SR R S L

KP KS KD

Lim

pa

san

Per

mu

ka

an

(%

)

Intensitas Hujan

Page 60: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

44

y = 0.029x - 0.050

R² = 0.776 r = 0.8812

0

0,5

1

1,5

2

2,5

0 20 40 60 80

Lim

pa

san

Per

mu

ka

an

(mm

)

Hujan efektif (mm)

(a)

y = 0.015x - 0.064

R² = 0.657 r = 0.8111

0

0,5

1

1,5

2

0 50 100Lim

pa

san

Per

mu

ka

an

(mm

)

Hujan efektif (mm)

(b)

y = 0.060x + 0.002

R² = 0.765 r = 0.8746

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

0 20 40 60

Lim

pa

san

Per

mu

ka

an

(mm

)

Hujan efektif (mm)

(c)

jenuh air dan tidak dapat lagi menyimpan air hujan akan menjadi limpasan

permukaan, biasanya terjadi pada curah hujan dengan durasi lama. Nilai limpasan

permukaan dipengaruhi oleh banyaknya air yang sampai di permukaan tanah yang

disebut dengan curah hujan efektif. Hubungan curah hujan efektif (net

precipitation) dengan limpasan permukaan dapat dilihat pada Gambar 26.

Ketiga jenis naungan memiliki hubungan antara curah hujan efektif

dengan limpasan permukaan yang kuat dan berkorelasi nyata (Lampiran 4). Tanda

positif menunjukkan bahwa semakin tinggi curah hujan efektif, maka semakin

tinggi juga nilai limpasan permukaan. Besarnya pengaruh curah hujan efektif

terhadap nilai limpasan permukaan pada tanaman kopi naungan pisang yaitu

77,6% (R2

= 0,776). Nilai limpasan permukaan meningkat sebesar 0,029 pada

setiap kenaikan curah hujan efektif sebesar 1 mm. Besarnya pengaruh curah hujan

efektif terhadap nilai limpasan permukaan pada tanaman kopi naungan sengon

yaitu 65,7% (R2

= 0,657). Nilai limpasan permukaan meningkat sebesar 0,015 mm

Gambar 17. Hubungan curah hujan efektif (net precipitation) (mm) dengan

rata-rata nilai limpasan permukaan (mm) pada: (a) Kopi naungan Pisang; (b)

Kopi naungan Sengon; dan (c) Kopi naungan Durian

Page 61: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

45

pada setiap kenaikan curah hujan efektif sebesar 1 mm. Besarnya pengaruh curah

hujan efektif terhadap nilai limpasan permukaan pada tanaman kopi naungan

durian yaitu 76,5% (R2

= 0,765). Nilai limpasan permukaan meningkat sebesar

0,06 mm pada setiap kenaikan curah hujan efektif sebesar 1 mm. Berdasarkan uji

signifikansi taraf 5% pada ketiga jenis naungan, curah hujan efektif memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap nilai limpasan permukaan. Sesuai pendapat

Sosrodarsono dan Takeda (1983) bahwa curah hujan mempengaruhi nilai

limpasan permukaan. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi,

maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat. Namun, pada kopi

naungan pisang dan kopi naungan sengon terdapat data pencilan (satu data yang

menyebar jauh) sehingga formulasi koefisien determinasi kurang sesuai untuk

diterapkan.

Page 62: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan, yaitu:

1. Jenis naungan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai intersepsi

hujan. Intersepsi hujan tertinggi pada tanaman kopi naungan pisang

sebesar 6 mm (39,30%), kemudian kopi naungan durian sebesar 4,12

mm (37,26%), dan kopi naungan sengon sebesar 2,29 mm (23,97%).

2. Jenis naungan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai limpasan

permukaan. Nilai limpasan permukaan tertinggi yaitu pada kopi

naungan durian sebesar 0,77 mm (3,39%), kemudian kopi naungan

pisang sebesar 0,33 mm (1,48%), dan kopi naungan sengon sebesar

0,21 mm (1,01%).

3. Hujan efektif memberikan pengaruh terhadap nilai limpasan

permukaan dengan semakin meningkat nilai limpasan permukaan

maka nilai hujan efektif (net precipitation) juga meningkat

5.2. Saran

Perhitungan intersepsi hujan dan limpasan permukaan dapat digunakan

untuk mengevaluasi perhitungan neraca air. Sehingga untuk mendapatkan hasil

penelitian yang lebih baik perlu mengukur kondisi meteorologi lainnya seperti

kelembaban udara dan kecepatan angin. Selain itu juga perlu mengukur

karakteristik tanaman lainnya seperti LAI (Leaf Area Index), morfologi daun,

kapasitas jenuh tajuk tanaman, dan morfologi tanaman secara lebih lengkap.

Page 63: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi M.T., Attarod P, Mohadjer M, Rahmani R, dan Fathi J. 2009. Partitioning

rainfall into throughfall, stemflow, and interception loss in an oriental

beech (Fagus orinetalis Lipsky) forest during the grown season.Turk J

Agric For. 33: 557-568

Aththorick, T. Alief. 2000. Pengaruh Arsitektur Pohon Model Massart dan Rauh

terhadap Aliran Batang, Curahan Tajuk, Aliran Permukaan dan Erosi di

Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Tesis. Institut Pertanian

Bogor. Bogor

Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2014. Kecamatan Dampit dalam Angka

tahun 2014. BPS Kabupaten Malang

Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2015. Kecamatan Dampit dalam Angka

tahun 2015. BPS Kabupaten Malang

Bahmani H.G., Attarod P., Bayramzadeh V., Ahmadi M.T., dan Radmehr A.

2012.Throughfall, stemflow, and rainfall Interception in a natural pure

forest of chesnut-leaved oak (Quercus castaneifolia C.A. Mey.) in the

Caspian Forest of Iran. Annalis of Forest Research. 55(2): 197-206

Basri, H., Manfarizah, dan Andi S. 2012. Intersepsi Air Hujan pada Tanaman

Kopi Rakyat di Desa Kebet, Kecamatan Bebesan, Kabupaten Aceh

Tengah.Jurnal Floratek (7) : 91-106

Bayala J. dan Wallace J.S. 2015. The Water Balance of Mixed Tree – Crop

Systems. Tree-crop Interactions, 2nd Edition: Agroforestry in a Changing

Climate (eds C.K. Ong et al.) CAB International

BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika). 2010. Kondisi Cuaca

Ekstrem dan Iklim Tahun 2010-2011. Press Release. Jakarta

Cattan, P., Bussiere, F., dan Nouvellon, A. 2007. Evidence of large rainfall

partitioning patterns by banana and impact on surface runoff generation.

Hydrological Process. 21: 2196-2205

Chairani, Susi dan Jayanti, Dewi Sri.2013. Intersepsi Curah Hujan pada Tegakan

Pohon Pinus (Casuarina cunninghamia). Rona Teknik Pertanian 6 (1): 411

Dharmawan, I Wayan Eka dan Pramudji. 2014. Panduan Monitoring Status

Ekosistem Mangrove. PT Sarana Komunikasi Utama. Bogor

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017.

Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta

Page 64: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

48

Easton, Z.M dan B. Emily. 2015. Hydrology Basics and The Hydrology Cycle.

Virgina Tech. Virginia State University

Gurav M., Sachin Kumar M.D., Kushalappa C.G., Philippe Vaast. 2012.

Throughfall and Interception Loss in Relation to Different Canopy Levels

of Coffee Agroforestry Systems. International Journal of Environmental

Sciences. 1(3): 145-199

Indarto. 2012. Hidrologi: Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi.

Bumi Aksara. Jakarta

Irmas, Febriansyah. 2010. Intersepsi Aliran Batang dan Lolosan Tajuk pada

Berbagai Jenis Pohon di Univesitas Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian.

Universitas Lampung

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 2007. Climate Change 2007:

The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the

Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate

Change. Cambrifge University Press, Cambridge, United Kingdom and

New York, USA

Jimenez, O.F dan Lhomme, J.P. 1994.Rainfall interception and radiation regime

in a plantation canopy. Fruits. 49: 133-139

Kariadinata, Rahayu dan Maman Abdurahman. 2012. Dasar-dasar Statistika

Pendidikan. Pustaka Setia. Bandung

Kelompok Tani Harapan. 2014. Budidaya Kopi Robusta Standar Ekspor. BKP3

Kab. Malang. Distanbun Kab. Malang

Klamerus, Anna dan Iwan. 2014. Different views on tree interception process and

its determinants. Forest Research Paper. 75(3): 291-300

Lakitan, Benyamin. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada.

Jakarta

Lee, Richard. 1990. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Liu G, Du S, Peng S, dan Wang G. 2013. Rainfall Interception in two contrasting

forest types in the Mount Gongga area of Eastern Tibet, China. Journal of

Waste water Treatment & Aanalysis. 4(4): 1-6

Martiningsih, Suryana I Made dan Sutiadipraja Nandar. 2015. Analisa Vegetasi

Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya (Tahura) Bali. Agrimeta. 5(9): 28

Montarcih, Lily L. 2010. Hidrologi Teknik Dasar. CV. Citra Malang. Malang

Page 65: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

49

Naimah, L.I., Ruslan W, dan Bambang R. 2008. Pola Intersepsi Tanaman Kopi

Skala Laboratorium menggunakan Simulator Hujan dengan Intensitas

Hujan Sedang-Deras. J. Teknologi Pertanian 9(3): 181-189

Prastowo, Bambang., Elna K., Rubijo., Siswanto., Chandra I., Joni M. 2010.

Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan. Bogor

Prijono, Sugeng. 2009. Agrohidrologi Praktis. Lembaga Cakrawala Indonesia.

Malang

Prihantono. 2016. Peta Distribusi Kopi di Dampit. Badan Ketahanan Pangan dan

Pelaksana Penyuluhan Kecamatan Dampit. Kabupaten Malang

Pudjiharta.2008. Pengaruh Pengelolaan Hutan pada Hidrologi. Info Hutan 5 (2):

141-150

Puslitkoka. 2006. Pedoman Teknis Tanaman Kopi. Jember

Rao, A. S. 1986. Interception Losses of Rainfall from Chasew Trees. Journal of

Hydrology.

Rauf, A., Pawitan H, June T, Kusmana C, dan Gravenhorst G. Intersepsi Hujan

dan Pengaruhnya terhadap Pemindahan Energi dan Massa pada Hutan

Tropika Basah “Studi Kasus Taman Nasional Lore Lindu”. Jurnal

Agroland 15 (3) : 166-174

RPMJ. 2016. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten

Malang Tahun 2016 – 2021. Pemerintahan Kabupaten Malang

Seyhan, Ersin. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta

Siles, Pablo., Philippe Vaast, Erwin Dreyer, Jean-Michel Harmand. 2010. Rainfall

Partitioning into Throughfall, Stemflow and Interception Loss in a Coffee

(Coffea Arabica L.) Monoculture Compared to an Agroforestry System

with Inga Densiflora. Journal of Hydrology 395: 39-48

Silva, Cantu Israel dan Okumura Takenobu. 1996. Rainfall Partitioning in a

Mixed White Oak Forest with Dwarf Bamboo Undergrowth. Journal of

Environmental Hydrology (4).

Slamet, Bejo. 2015. Intersepsi dan aliran permukaan pada transformasi hutan

hujan tropika dataran rendah jambi. Disertasi. Institut Pertanian Bogor

Soemarto. 1986. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya

Sosrodarsono, Suyono dan Takeda Kensaku. 1983. Hidrologi untuk Pengairan.

Pradnya Paramita. Jakarta

Page 66: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

50

Subarkah, Iman. 1978. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Idea Dharma.

Bandung

Supangat, A. B., Putu Sudira, Haryono Supriyo, Erny Poedjirahajoe. 2012. Studi

Intersepsi Hujan pada Hutan Tanaman Eucalyptus pellita di Riau. Agritech

32(1): 319

Supriadi, Handi. 2014. Budidaya tanaman kopi untuk adaptasi dan mitigasi

perubahan iklim. Perspektif 13(1): 35-52

Utomo, Wani Hadi. 1998. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang. Malang

Venkatraman, Kartik dan Ashwath Nanjappa. 2016. Canopy Rainfall Intercepted

by Nineteen Tree Species Grown on Phytocappeed Landfill. 2016.

International Journal of Waste Resources. 6(2): 1-6

Zabret, Katarina., Joze Rakovec dan Mojca Sraj. 2018. Influence of meteorogical

variables on rainfall partitioning deciduous and coniferous tree species in

urban area. Journal of Hydrology. 558: 29-41

Zhang, Y-feng., Xin-pin Wang., Rui Hu dan Yan-xia Pan. 2016. Throughfall and

its spatial variability beneath xerophytic shrub can within water-limited

arid desert ecosystems. Journal of Hydrology. 539: 406-416

Page 67: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Distribusi Lahan Kopi Kecamatan Dampit

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PELAKSANA PENYULUHAN

UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI PENYULUHAN

KECAMATAN DAMPIT Jalan Ngurawan 577 Dampit-Malang 65181 Telp. (0341)897588

2016

Dampit District – Malang Regency

North

= Farmer’s Coffee Area

= Road

Prihantono

Page 68: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

52

Lampiran 2. Sususan Pengurus Kelompok Tani Tisno Manunggal

KELOMPOK TANI

TRISNO MANUNGGAL Sekretariat : Dusun Amadanom Tengah RT. 06 RW. 02 Desa Amadanom

Dampit – Malang 65181

SUSUNAN PENGURUS

PERIODE 2017-2020

Ketua Kelompok

TADJI KUSTONO

Pelindung/Penasihat:

Kepala Desa Amadanom

SARIMIN

TADJI KUSTONO

Ketua

JAJANG SALMET S, SP

PPL Wilbin

SUDARMO PRASETYO

Mantri Tani

Pengawas

SUPADI

LILIK SUSTIANI

Sekretaris

WASIYAT

Bendahara

DEBI KUSWOYO

Sie. Sarpas

UKI SANTOSA

Sie. Humas

DARMAWAN

Sie. Pembantu Umum

ANGGOTA

Page 69: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

53

Lampiran 3. Tabel Analisis Ragam (Anova), uji lanjut BNT dan uji signifikansi

Tabel 1. Analisis ragam data lolosan curah hujan efektif (net precipitation)

SK Db JK KT F

hitung

F table P

5 % 1 %

Perlakuan 2 54,07 27,03 25,09 ** 4,46 8,65 0,0004

Ulangan 4 1,62 0,41 0,38 tn 3,84 7,01 0,8193

Galat 8 8,62 1,08

Total 14 64,31 Keterangan: tanda ** (berbeda nyata pada taraf 1%), * (berbeda nyata pada taraf 5%), dan tn

(tidak berbeda nyata)

Tabel 2. Analisis ragam data lolosan tajuk (throughfall)

SK Db JK KT F

hitung

F table P

5 % 1 %

Perlakuan 2 51,54 25,77 29,82 ** 4,46 8,65 0,0002

Ulangan 4 1,36 0,34 0,39 tn 3,84 7,01 0,8073

Galat 8 6,91 0,86

Total 14 59,82 Keterangan: tanda ** (berbeda nyata pada taraf 1%), * (berbeda nyata pada taraf 5%), dan tn

(tidak berbeda nyata)

Tabel 3. Analisis ragam data aliran batang (stemflow)

SK db JK KT F

hitung

F table P

5 % 1 %

Perlakuan 2 0,22 0,11 20,32 ** 4,46 8,65 0,0007

Ulangan 4 0,02 0,01 0,99 tn 3,84 7,01 0,4631

Galat 8 0,04 0,01

Total 14 0,28 Keterangan: tanda ** (berbeda nyata pada taraf 1%), * (berbeda nyata pada taraf 5%), dan tn

(tidak berbeda nyata)

Tabel 4. Analisis ragam data intersepsi

SK db JK KT F

hitung

F tabel P

5 % 1 %

Perlakuan 2 17,15 8,57 63,64 ** 4,46 8,65 1,27 x10-5

Ulangan 4 0,41 0,10 0,75 tn 3,84 7,01 0,4631

Galat 8 1,08 0,13

Total 14 18,63 Keterangan: tanda ** (berbeda nyata pada taraf 1%), * (berbeda nyata pada taraf 5%), dan tn

(tidak berbeda nyata)

Page 70: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

54

Tabel 5. Analisis ragam data limpasan permukaan

SK db JK KT F

hitung

F table P

5 % 1 %

Perlakuan 2 0,88 0,44 4,65 * 4,46 8,65 0,05

Ulangan 4 0,44 0,11 1,16 tn 3,84 7,01 0,39

Galat 8 0,75 0,09

Total 14 2,07 Keterangan: tanda ** (berbeda nyata pada taraf 1%), * (berbeda nyata pada taraf 5%), dan tn

(tidak berbeda nyata)

Tabel 6. Uji Lanjut terhadap curah hujan efektif, lolosan tajuk, aliran batang,

intersepsi, dan limpasan permukaan

Jenis

Naungan

Curah hujan

efektif

Lolosan

tajuk

Aliran

batang Intersepsi

Limpasan

permukaan

……………..mm ……………. KP 13,43 a 13,24 a 0,76 c 6,00 c 0,34 a

KS 17,13 b 17,02 b 0,44 b 2,29 a 0,21 a

KD 12,85 a 12,95 a 0,05 a 4,12 b 0,77 b

BNT 5% 1,22 1,09 0,09 0,43 0,36 Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama secara vertikal tidak berbeda nyata berdasarkan

uji BNT 5%

Tabel 7. Interpretasi korelasi (Abdurahman dan Kariadinata, 2012)

Positif Negatif Keterangan

0,800 < rxy ≤ 1 −0,200 < rxy ≤ 0 sangat tinggi

0,600 < rxy ≤ 0,800 −0,400 < rxy ≤ −0,200 Tinggi

0,400 < rxy ≤ 0,600 −0,600 < rxy ≤ −0,400 Cukup

0,200 < rxy ≤ 0,400 −0,800 < rxy ≤ −0,600 Rendah

0 < rxy ≤ 0,200 −1 < rxy ≤ −0,800 sangat rendah

Tabel 8. Uji Siginfikansi R2 antara curah hujan dengan lolosan tajuk

Jenis naungan T hitung T tabel Keterangan

Kopi naungan pisang 36,26 2,09 ada pengaruh signifikan

Kopi naungan sengon 57,56 2,09 ada pengaruh signifikan

Kopi naungan durian 42,42 2,09 ada pengaruh signifikan

Page 71: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

55

Tabel 9. Uji Siginfikansi R2 antara luas bidang dasar dengan aliran batang

Tanaman T hitung T tabel Keterangan

Pisang 11,14 12,71 Tidak ada pengaruh signifikan

Sengon 0,87 12,71 Tidak ada pengaruh signifikan

Durian 1,53 12,71 Tidak ada pengaruh signifikan

Kopi 1,24 12,71 Tidak ada pengaruh signifikan

Tabel 10. Uji Siginfikansi R2 antara curah hujan dengan aliran batang

Jenis naungan T hitung T tabel Keterangan

Kopi naungan pisang 8,94 2,09 ada pengaruh signifikan

Kopi naungan sengon 5,53 2,09 ada pengaruh signifikan

Kopi naungan durian 9,81 2,09 ada pengaruh signifikan

Tabel 11. Uji Siginfikansi R2 antara curah hujan dengan intersepsi

Jenis naungan T hitung T tabel Keterangan

Kopi naungan pisang 12,41 2,09 ada pengaruh signifikan

Kopi naungan sengon 1,63 2,09 Tidak ada pengaruh signifikan

Kopi naungan durian 8,21 2,09 ada pengaruh signifikan

Tabel 12. Uji Siginfikansi R2 antara tebal seresah dengan limpasan permukaan

Jenis naungan T hitung T tabel Keterangan

Kopi naungan pisang 2,01 4,30 ada pengaruh signifikan

Kopi naungan sengon 1,69 4,30 ada pengaruh signifikan

Kopi naungan durian 2,46 4,30 ada pengaruh signifikan

Tabel 13. Uji Siginfikansi R2 antara curah hujan efektif dengan limpasan

permukaan

Jenis naungan T hitung T tabel Keterangan

Kopi naungan pisang 8,33 2,09 ada pengaruh signifikan

Kopi naungan sengon 6,19 2,09 ada pengaruh signifikan

Kopi naungan durian 8,41 2,09 ada pengaruh signifikan

Page 72: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

56

Lampiran 4. Uji signifikan korelasi (r)

Korelasi db r hitung r tabel Keterangan

Kerapatan tanaman dengan

lolosan tajuk

13 -0,282 0,514

Tidak berkorelasi

nyata

Curah hujan terukur dengan

lolosan tajuk (KP)

20 0,993 0,423 Korelasi nyata

Curah hujan terukur dengan

lolosan tajuk (KS)

20 0,997 0,423 Korelasi nyata

Curah hujan terukur dengan

lolosan tajuk (KD)

20 0,995 0,423 Korelasi nyata

LBD per individu dengan

aliran batang (pisang)

1 0,996 0,997

Tidak berkorelasi

nyata

LBD per individu dengan

aliran batang (sengon)

1 0,656 0,997

Tidak berkorelasi

nyata

LBD per individu dengan

aliran batang (durian)

1 0,837 0,997

Tidak berkorelasi

nyata

LBD per individu dengan

aliran batang (kopi)

13 0,778 0,514 Korelasi nyata

LBD total dengan aliran

batang

13 0,354 0,514

Tidak berkorelasi

nyata

Curah hujan terukur dengan

aliran batang (KP)

20 0,862 0,423 Korelasi nyata

Curah hujan terukur dengan

aliran batang (KS)

20 0,770 0,423 Korelasi nyata

Curah hujan terukur dengan

aliran batang (KD)

20 0,877 0,423 Korelasi nyata

Curah hujan terukur dengan

intersepsi (KP)

20 0,941 0,423 Korelasi nyata

Curah hujan terukur dengan

intersepsi (KS)

20 0,342 0,423

Tidak berkorelasi

nyata

Curah hujan terukur dengan

intersepsi (KD)

20 0,879 0,423 Korelasi nyata

Tebal seresah dengan

limpasan permukaan (KP)

3 -0,76 0,878

Tidak berkorelasi

nyata

Tebal seresah dengan

limpasan permukaan (KS)

3 -0,70 0,878

Tidak berkorelasi

nyata

Tebal seresah dengan

limpasan permukaan (KD)

3 -0,782 0,878

Tidak berkorelasi

nyata

Curah hujan terukur dengan

limpasan permukaan (KP)

20 0,881 0,423 Korelasi nyata

Curah hujan terukur dengan

limpasan permukaan (KS)

20 0,811 0,423 Korelasi nyata

Curah hujan terukur dengan

limpasan permukaan (KD)

20 0,765 0,423 Korelasi nyata

Keterangan: KP (Kopi naungan pisang), KS (Kopi naungan sengon), KD (Kopi naungan durian),

LBD (Luas bidang dasar)

Page 73: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

57

Lampiran 5. Perhitungan persentase tutupan lahan mengunakan metode

Hemyspherical photography

Tabel 14. Persentase tutupan lahan pada kopi naungan pisang menggunakan

metode Hemyspherical photography

Ulangan P255 SP Tutupan Lahan (%)

1 4904839 5992704 81,85

2 4730167 5992704 78,93

3 4941083 5992704 82,45

4 4655092 5992704 77,68

Rata-rata 80,23 Keterangan: P255 (jumlah pixel yang bernilai 255), SP (jumlah seluruh pixel)

Tabel 15. Persentase tutupan lahan pada kopi naungan sengon menggunakan

metode Hemyspherical photography

Ulangan P255 SP Tutupan Lahan (%)

1 3756780 5992704 62,69

2 4064836 5992704 67,83

3 4334811 5992704 72,33

4 3940952 5992704 65,76

Rata-rata 67,15 Keterangan: P255 (jumlah pixel yang bernilai 255), SP (jumlah seluruh pixel)

Tabel 16. Persentase tutupan lahan pada kopi naungan durian menggunakan

metode Hemyspherical photography

Ulangan P255 SP Tutupan Lahan (%)

1 5038517 5992704 84,08

2 5018389 5992704 83,74

3 4603738 5992704 76,82

4 4903474 5992704 81,82

Rata-rata 81,62 Keterangan: P255 (jumlah pixel yang bernilai 255), SP (jumlah seluruh pixel)

Page 74: INTERSEPSI HUJAN DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA …

58

Lampiran 6. Dokumentasi kegiatan

Gambar 1. Pemasangan alat lolosan tajuk

Gambar 2. Pembuatan plot limpasan permukaan

Gambar 3. Plot limpasan permukaan pada kopi

naungan durian

Gambar 4. Plot limpasan permukaan pada kopi

naungan sengon

Gambar 5. Plot limpasan permukaan pada kopi

naungan sengon

Gambar 6. Plot seresah

Gambar 7. Pengukuran aliran batang

Gambar 8. Pemasangan alat aliran batang