Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
INVENTARISASI TUMBUHAN YANG DIGUNAKAN PADA RITUAL ADAT AMMATOA DI KECAMATAN KAJANG
KABUPATEN BULUKUMBA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar
Oleh:
DEWI KARTIKA NIM. 60300112118
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2017
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dewi Kartika NIM : 60300112118 Tempat/Tgl. Lahir : Malaysia/ 02 Februari 1994 Jurusan/Prodi : Biologi Fakultas : Sains dan Teknologi Alamat : Jl. Cakalang III No. 20A Makassar Judul : Inventarisasi Tumbuhan Yang Digunakan Pada Ritual Adat
Ammatoa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini
benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum. Makassar, Maret 2017 Penyusun,
Dewi Kartika NIM: 60300112118
KATA PENGANTAR
Tiada kalimat yang pantas terucap, selain kalimat Alhamdulillahi
Rabbilalamin, yang mana atas berkat rahmat dan hidayah Allah swt sehingga skripsi
yang berjudul “Inventarisasi Tumbuhan yang Digunakan Pada Ritual Adat
Ammatoa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba” ini dapat terselesaikan,
yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si).
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Baginda Rasulullah Saw yang
telah mengajarkan beberapa ilmu ini. pengetahuan yang dijadikan lampu penerang
dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah berpartisipasi dan membantu
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, secara khusus iringan doa dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis berikan kepada kedua orang tua
penulis ayahanda UDDIN dan NANNI tersayang yang telah mendidik dan
mencurahkan kasih sayang dengan ketulusan dan keikhlasan, yang tak henti-hentinya
melantunkan doa terbaik di setiap akhir sujud beliau bagi penulis serta rela
mengorbankan segalanya demi tercapainya harapan dari sang anak tercinta yang tidak
akan pernah mampu untuk dibalas, serta saudara-saudara penulis SURIANI U dan
AZLAN yang menjadi motivator penulis. Semoga berkah dan rahmat Allah swt selalu
menaungi mereka.Selain itu juga penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar yang telah memberikan kebijakan-kebijakan demi
membangun UIN Alauddin Makassar agar lebih berkualitas sehingga dapat
bersaing dengan perguruan tinggi lainnya.
2. Bapak Prof Dr. Arifuddin, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Alauddin Makassar dan penguji/pembahas III. beserta Pembantu Dekan I,
Pembantu Dekan II dan Pembantu Dekan III dan seluruh staf administrasi yang
telah memberikan berbagai fasilitas kepada kami selama masa pendidikan.
3. Bapak Dr. Mashuri Masri M.Si, selaku Ketua Jurusan Biologi dan ibu Baiq
Farhatul S.Si, M.Si selaku sekretaris jurusan Biologi
4. Ibu Baiq Farhatul S.Si, M.Si selaku Pembimbing I dalam proses penulisan skripsi
ini yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Bapak Nur Khalis A. Gaffar S.Ag M.Hum selaku pembimbing II dalam proses
penulisan skripsi ini yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Ibu Fatmawati Nur S.si, M.Si selaku penguji/pembahas I
7. Bapak Ar. Syarif Hidayat S.Si, M.Kes selaku penguji/pembahas II
8. Bapak Dr. Hasyim Haddade M.Ag selaku penguji/pembahas III
9. Ibu Ulfa Triyani S.Si., M.Sc Selaku Penasehat Akademik yang telah banyak
memberikan nasehat kepada penulis selama aktif menjalani proses perkuliahan.
10. Bapak dan Ibu Dosen dalam jajaran Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin
Makassar yang selama ini telah mendidik penulis dengan baik sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikannya pada tingkat perguruan tinggi.
11. My Big Bos khangrianwan Anugrah S.IKOM yang selalu setia menemani, banyak
memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan in,
12. Saudara seperjuanganku Rahma Hamsyah Atmai Selli S.Si, Syarifah Nurul Qadri
(ippong), Reski Nurul Hakiki S.Si (Kiko), Reski Yunita Nasrul S.Si (Kio), Andi
Nurul Azizah S.Si (Unuy) , Nur Halima Said S.Si (Imhe), Nur Fadhillah S.Pd
(Dilonk), Nurbaeda Anwar, Hermanzah S.Pd (maci), Rahman SH (Bolla) yang
telah setia menemani, banyak memberikan masukan dan semangat satu sama lain.
13. Teman-teman “RANVIER”, (Biologi Angkatan 2012) yang telah banyak
memberikan saran kepada penulis dan menghadirkan cerita indah selama kurang
lebih 4 tahun bersama.
14. Kakak IKA Alumni jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin
Makaassar yang selalu setia membimbing penulis
15. Adik-adik mahasiswa jurusan Biologi angkatan 2013, 2014, 2015 dan 2016.
16. Serta Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis juga menyadari bahwa karya sederhana ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik-Nya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca, guna
perbaikan ke depannya.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Allah swt
senantiasa melindungi dan melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, Amin.
Makassar, November 2016
Penulis
DEWI KARTIKA NIM: 60300112118
DAFTAR ISI JUDUL ........................................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... ii PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................................. iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii ABSTRAK ..................................................................................................... xiii ABSTRACT ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1-7
A. Latar Belakang.......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5 C. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 6 D. Kajian Pustaka .......................................................................... 6 E. Tujuan Penelitian ...................................................................... 7 F. Kegunaan Penelitian ................................................................. 7
BABII TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 8-42
A. Tinjauan Umum Kabupaten Bulukumba ................................... 8 B. Tinjauan Umum Kecamatan Kajang ......................................... 9 C. Tinjauan Umum Ammtoa ......................................................... 11 D. Tinjauan Umum Inventarisasi Tumbuhan ................................. 12 E. Tumbuhan Yang Ada Di Desa Tana Toa (Ammatoa) ............... 13 F. Tinjauan Umum Ritual Adat .................................................... 30 G. Tinjauan Islam Tentang Ritual Adat ......................................... 35 H. Ayat Dan Hadits Yang Relevan ............................................... 39 I. Kerangka Pikir ......................................................................... 42
BAB III METODELOGI PENELITIAN ....................................................... 43-47
A. Jenis dan Lokasi Penelitian........................................................ 43 B. Pendekatan Penelitian ............................................................... 43 C. Sumber Data ............................................................................. 43 D. Variabel Penelitian .................................................................... 44 E. Defenisi Operasional Penelitian ................................................. 44-45 F. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 45
G. Instrumen Penelitian ................................................................. 46 H. Prosedur Kerja .......................................................................... 46 I. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ....................................... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 48-81
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 48 B. Pembahasan ............................................................................. 60
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 82-83
A. Kesimpulan ............................................................................... 82 B. Saran ......................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... DAFTAR INFORMAN RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jenis tumbuhan yang digunakan di Desa Tana Toa sebagai bahan upacara
adat ............................................................................................ 43 Tabel 4.2 Bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan ritual .......54
DAFTAR ILUSTRASI
Gambar 4.1 Jenis tumbuhan ritual yang digunakan di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang menurut familinya pada ritual adat kematian.......................52
Gambar 4.2 Diagram jenis tumbuhan ritual yang digunakan di Desa Tana Toa
Kecamatan Kajang menurut familinya pada ritual adat kematian........53 Gambar 4.3 Diagram bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan Ritual adat mendinginkan alam dan ritual adat kematian..............55 Gambar 4.4 Penggunaan tumbuhan andong pada ritual mendinginkan alam
(andingingi lino)........................................................................58 Gambar 4.5 Penggunaan tumbuhan andong pada ritual kematian (a’dangang).......58
Gambar 4.6 Penggunaan tumbuhan kelapa pada ritual mendinginkan alam (andingingi lino)......................................................................................59
Gambar 4.7 Penggunaan tumbuhan kelapa pada ritual kematian (a’dangang)........59
Gambar 4.8 Penggunaan tumbuhan pinang pada ritual mendinginkan alam (andingingi lino).....................................................................................60
Gambar 4.9 Penggunaan tumbuhan pinang pada ritual kematian (a’dangang).....61 Gambar 4.10 Penggunaan tumbuhan bambu pada ritual adat mendinginkan alam
(andingingi) sebagai wadah (pammuneang)......................................62 Gambar 4.11 Penggunaan tumbuhan padi pada ritual adat mendinginkan alam
(addingingi lino) ...............................................................................63 Gambar 4.12 Penggunaan beras pada ritual adat kematian (a’dangang).................64
Gambar 4.13 Penggunaan tumbuhan puring pada rtiula adat mendinginkan alam (andingingi lino)................................................................................66
Gambar 4.14 Penggunaan buah pisang dalam proses a’bacabaca (baca doa) pada
ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino)..............................67 Gambar 4.15 Penggunaan daun pisang dalam proses a’bacabaca (baca doa) pada
ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino)..............................68
Gambar 4.16 Penggunaan buah pisang pada ritual adat kematian (a’dangang) ...68
Gambar 4.17 Penggunaan daun pisang pada ritual adat kematian (a’dangang)......69
Gambar 4.18 Penggunaan sirih pada ritual adat mendinginkan alam (andingngi lino).....................................................................................................70
Gambar 4.19 Pengguaan sirih pada ritual adat kematian (a’dangang)....................70 Gambar 4.20 Penggunaan pandan wangi pada ritual adat kematian
(a’dangang)..........................................................................................72 Gambar 4.21 penggunaan waru dan cocor bebek pada ritual adat kematian
(a’dangang).........................................................................................73 Gambar 4.22 Penggunaan bunga asoka dan bunga kancing pada ritual adat kematian
(a’dangang).....................................................................................74 Gambar 4.23 Penggunaan daun Sri rejeki pada ritual adat kematian (a’dangang)74
ABSTRAK
Nama : Dewi Kartika NIM : 6030011218 Judul Skripsi : Inventarisasi Tumbuhan yang Digunakan Pada Ritual
Adat Ammatoa Di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba
Inventarisasi adalah pengumpulan data dan segala sesuatu mengenai sumber daya alam untuk melakukan perencanaan pengelolaan sumber daya tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai inventarisasi Pemanfaatan Tumbuhan yang digunakan dalam berbagai ritual adat di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba yang bertujuan untuk mengetahui tumbuhan ritual yang dimanfaatkan oleh Masyarakat di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba sebagai bahan ritual serta untuk mengetahui bagian tumbuhan mana yang digunakan sebagai bahan ritual. Pengambilan sampel dilakukan pada Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif interaktif dengan teknik pengambilan sampel dilakukan metode study etnografikdalam bentuk observasi dan wawancara secara alami.Dokumentasi dan penelusuran referensi. Data dari hasil penelitian selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel, foto atau gambar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Tana Toa Kecamatan Kajang kurang lebih 23 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan ritualyang terdiri dari 18 famili. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan secara tradisional terdiri dari daun 11 jenis, buah 7 jenis, batang 2 jenis, bunga 4 jenis. Kata kunci: Inventarisasi, Tanaman ritual, Desa Tana Toa
ABSTRACT
Name : Dewi Kartika Student ID Number : 6030011218 Judul Skripsi : Inventory Plants Used In Traditional Ritual Ammatoa
The village of Tana Toa Kajang Subdistrict Bulukumba
Inventory is a data collection and everything about natural resources for planning management of these resources. This study is about the inventory utilization Plants used in various traditional rituals in the village of Tana Toa District of Kajang Bulukumba which aims to find out the ritual plants utilized by the community in the village of Tana Toa District of Kajang Bulukumba as a ritual and to know the parts of the plant where the used as a ritual. Sampling is done on a type of research is a qualitative interactive with sampling techniques do etnografikdalam study methods of observation and interview forms naturally. Documentation and reference searches. Data from subsequent research results are presented in tables, photos or drawings. The results showed that in Tana Toa District of Kajang approximately 23 species of plants used by the community as ritualyang material consists of 18 families. Part of the plant used traditionally consists of 11 kinds of leaves, fruits 7 types, 2 types of rods, 4 types of flowers. Keywords: Inventory, plants ritual, The village of Tana Toa
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki etnis yang sangat beragam, yakni terdiri atas 300
kelompok etnis. Setiap kelompok masyarakat memanfaatkan tumbuhan untuk
kehidupan mereka, seperti untuk obat-obatan, peralatan rumah tangga, bermacam
anyaman atau tali-temali, bahan pelengkap upacara adat, disamping yang digunakan
untuk kebutuhan sandang dan pangan. Bentuk susunan ramuan, komposisi dan proses
pembuatan/pengolahan dilakukan secara tradisional menurut cara suku/kelompoknya
masing-masing yang mereka terima secara turun-temurun (Tamin dan Arbain, 1995).
Indonesia memiliki kekhasan yang menunjukkan jati dirinya diantaranya
pemanfaatan nabati yang banyak digunakan pada upacara adat. Tumbuh-tumbuhan
yang dipakai dalam upacara berbeda-beda menurut pengetahuan masyarakat masing-
masing (Kartiwa dan Wahyono, 1992).
Keberadaan tumbuhan bahan pangan, bahan pakaian, obat-obatan dan
upacara adat istiadat merupakan elemen penunjang dasar kehidupan dan kebudayaan
manusia mulai awal sejarahnya. Bahkan ada anggapan bahwa manusia itu bersaudara
dengan alam dengan asumsi sama-sama makhluk ciptaan Tuhan (Suryadarma, 2010).
Adat istiadat merupakan perilaku budaya dan aturan-aturan yang secara
turun temurun dari generasi ke generasi lain sebagai warisan sehingga terintegrasi
sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Adat merupakan ciri khas suatu
2
daerah yang melekat sejak dulu dalam diri masyarakat yang melakukannya
(Suryadarma, 2010).
Salah satu masyarakat yang masih memiliki kepercayaan kuat bahwa
tumbuhan sebagai sumber kehidupan yaitu masyarakat adat Ammatoa. Masyarakat
adat Ammatoa secara turun temurun hidup mendiami desa Tana Toa, Kecamatan
Kajang yang kira-kira terletak 90 km arah Timur dari ibukota Kabupaten Bulukumba
atau sekira 240 km di Selatan kota Makassar Sulawesi Selatan. Secara geografis dan
administratif, masyarakat adat Kajang terbagi atas Kajang Dalam dan Kajang Luar.
Namun, hanya masyarakat yang tinggal di kawasan Kajang Dalam yang masih
sepenuhnya berpegang teguh kepada adat Ammatoa ( selanjutnya disebut masyarakat
ammatoa).
Masyarakat Ammatoa memiliki tradisi yang secara turun temurun terus
dilakukan oleh para generasinya. Misalnya pada saat membangun rumah baru maka
diadakan syukuran (assalama’) dengan menggunakan tanaman atau tumbuhan
misalnya pisang, daun sirih dan beberapa tumbuhan lain sebagai unsur penting yang
harus ada dalam upacara tersebut.
Berbagai macam jenis tumbuh-tumbuhan yang telah diciptakan di muka bumi
ini semuanya memiliki ciri dan manfaat masing-masing. Allah swt tidak menciptakan
segala macam tumbuhan di muka bumi ini dengan sia-sia tanpa memiliki fungsi
tersendiri.
3
Sebagaimana Allah swt berfirman dalam Q.S. Thaahaa/20:53, yang berbunyi:
Terjemahnya :
“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam”. (Kementrian Agama RI, 2012).
Berdasarkan ayat tersebut, dalam tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa Allah
yang telah menjadikan bagi kamu wahai Fir’aun dan seluruh manusia sebagian besar
bumi sebagai hamparan dan menjadikan sebagian kecil lainnya gunung-gunung untuk
menjaga kestabilan bumi, dan yang telah menjadikan bagi kamu di bumi itu jalan-
jalan yang mudah kamu tempuh, dan menurunkan dari langit air, yakni hujan
sehingga tercipta sungai-sungai dan danau, maka Kami tumbuhkan dengannya, yakni
dengan perantaraan hujan itu berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan yang bermacam-
macam jenis, bentuk, rasa, warna, dan manfaatnya (Quraish, 2010 : 316).
Allah telah menciptakan alam beserta isinya itu dalam keadaan yang
seimbang, dalam artian sebagian besar bumi sebagai hamparan dan sebagian kecil
lainnya gunung-gunung di muka bumi ini. Allah juga menciptakan sungai-sungai dan
4
danau dari air hujan yang diturunkan. Dan dari perantaraan hujan itulah ditumbuhkan
jenis tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam dan bermanfaat. Tumbuhan-
tumbuhannya tersebut kemudian dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhannya
sehari-hari maupun dalam kegiatan lainnya seperti pada upacara-upacara adat.
Pengetahuan atau kearifan tradisional masyarakat dalam pemanfaatan
sumber daya alam khususnya tumbuhan merupakan kekayaan budaya yang perlu
digali agar pengolaan tradisional ini tidak punah. Pemanfaatan tumbuhan lokal
perlahan namun pasti telah tersingkir dari peradaban. Pengembangan jenis-jenis
tumbuhan pangan liar hanya terbatas dilakukan oleh masyarakat hutan pedalaman
atau masyarakat adat yang memanfaatkannya pada lingkup kecil secara lokal untuk
kebutuhan (Hidayat,2010).
Masyarakat Ammatoa memiliki budaya dalam berpakaian yakni memakai
baju berwarna hitam dan sarung hitam. Adapun sarungnya ditenun sendiri dengan
menggunakan benang yang sebelumnya telah diberi perasan tumbuhan yang diambil
dari lingkungan sekitar. Masyarakat Ammatoa menyakini bahwa ketika manusia
menjaga alam, maka alam pun akan menjaga mereka. Kearifan ini menjadi identitas
suku Kajang dalam hubungannya dengan alam lingkungan. Tradisi tersebut dinamai
Andingingi lino. Andingingi lino adalah ritual mendinginkan alam dan isinya serta
ritual memohon keselamatan.
Upacara mendinginkan alam (Andingingi lino) merupakan kesempatan
yang dimanfaatkan oleh seluruh warga untuk meminta doa kepada sang Pencipta.
5
Agar mereka, alam dan seluruh isinya diberkahi dan dilindungi oleh sang Maha
Pencipta.
Tidak hanya itu masyarakat Ammatoa juga selalu melakukan upacara adat
saat mulai pada pernikahan hingga kematian. Pada upacara tersebut mereka selalu
menggunakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitar mereka baik sebagai alat
maupun pelengkap upacara adat tersebut.
Penelitian ini berupaya membahas tentang penggunaan tumbuhan pada ritual
adat masyarakat Ammatoa. Dengan melakukan inventarisasi tentang tumbuhan yang
digunakan, fungsi dan makna pada ritual tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang muncul adalah
tumbuhan apa sajakah yang digunakan pada pelaksanaan ritual adat Ammatoa serta
apa fungsi tumbuhan tersebut?
1. Apakah jenis tumbuhan yang digunakan pada ritual adat Ammatoa tersebut?
2. Apakah fungsi dari tumbuhan yang digunakan pada ritual adat Ammatoa
tersebut ?
3. Apakah makna penggunaan tumbuhan dalam ritual adat Ammatoa tersebut?
6
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah tumbuhan yang dipakai dalam ritual adat
mendinginkan alam (Andingingi lino) dan adat kematian (A’dangang) di Desa Tana
Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba beserta fungsi dan makna dari
penggunaan tumbuhan tersebut, serta penelitian ini dilakukan pada akhir Maret 2016.
D. Kajian Pustaka
Menurut Sardiana dkk 2010 di Fakultas Pertanian Universitas Udayana
yaitu Studi Pemanfaatan Tanaman Pada kegiatan Ritual (Upakara) Oleh Ummat
Hindu Bali. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa beberapa tanaman yang
digunakan pada upacara tersebut yaitu 10 jenis kelapa, 4 jenis pala gantung, 6 jenis
bambu, 19 jenis kelompok kayu, 7 jenis pisang, 4 jenis pala bungkah, 14 jenis
kelompok daun, 7 jenis temu-temuan dan 3 jenis bumbu-bumbuan. Pemanfaatan
tumbuhan tersebut adalah utuk ritual adat Yadnya (Upacara pengorbanan).
Hasil penelitian ini juga telah didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Suswita (2013) di beberapa Kecamatan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan apa saja yang digunakan
dalam upacara adat kenduri sko dan pemanfaatannya, mengetahui tingkat kesamaan
jenis serta mengetahui bentuk upaya pelestarian tumbuhan oleh masyarakat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa didapatkan 37 jenis tumbuhan. Pinang (Areca
catechu) merupakan tumbuhan yang paling banyak digunakan dalam prosesi upacara
adat kenduri sko.
7
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk
Mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai taumbuhan ritual oleh
masyarakat yang tinggal di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten
Bulukumba sebagai bahan ritual upacara adat serta fungsi tumbuhan tersebut.
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
secara umum, terlebih kepada peneliti yang memiliki konsentrasi atau perhatian
terhadap penelitian ini serta dapat menjadi literatur bagi peneliti lainnya, tentang
jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam ritual adat dan fungsi tumbuhan tersebut
pada ritual adat di daerah Kajang dalam.
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Umum Kabupaten Bulukumba
Kabupaten Bulukumba terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi
Selatan dan berjarak 153 km dari Makassar (Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan).
Luas wilayah Kabupaten Bulukumba 1.154,67 km2. Secara geografis, Kabupaten
Bulukumba berada antara 0520’-0540’ LS dan 11958’-12028’ BT yang terdiri
dari 10 Kecamatan dengan batas-batas yakni
a. Sebelah Utara berbatasan Kabupaten Sinjai;
b. Sebelah Timur berbatasan Teluk Bone dan Pulau Selayar;
c. Sebelah Selatan berbatasan Laut Flores;
d. Sebelah Barat berbatasan Kabupaten Bantaeng.
Kabupaten Bulukumba terdiri dari 10 Kecamatan yaitu, Kecamatan
Ujung Bulu (Ibu Kota Kabupaten), Gantarang, Kindang, Rilau Ale, Bulukumpa,
Ujung Loe, Bontobahari, Bontotiro, Kajang, dan Herlang. 7 diantaranya termasuk
daerah pesisir sebagai sentra pengembangan pariwisata dan perikanan yaitu
kecamatan ; Gantarang, Ujung Bulu, Ujung Loe, Bontobahari, Bontotiro, Kajang dan
Herlang. 3 Kecamatan sentra pengembangan pertanian dan perkebunan yaitu
Kecamatan ; Kindang, Rilau Ale, dan Bulukumpa. Wilayah Kabupaten Bulukumba
memiliki topografi yang bervariasi dari 0 meter hingga di atas 1000 meter dari
permukaan laut (dpl) yang dapat dibagi ke dalam 3 bagian yaitu :
9
a. Morfologi daratan Daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 s.d 25 meter
di atas permukaan laut meliputi tujuh kecamatan pesisir yakni Kecamatan ;
Gantarang, Ujung Bulu, Ujung Loe, Bontobahari, Bontotiro, Kajang, dan Herlang.
b. Morfologi bergelombang Daerah bergelombang dengan ketinggian antara 25 s.d
100 meter dari permukaan laut meliputi bagian dari Kecamatan ; Gantarang,
Kindang,Bontobahari, Bontotiro, Kajang, Herlang, Bulukumpa, dan Rilau Ale.
c. Morfologi perbukitan Daerah perbukitan di Kabupaten Bulukumba terbentang
mulai dari Barat ke Utara dengan ketinggian 100 s.d di atas 500 meter dari
permukaan laut meliputi bagian dari Kecamatan ; Kindang, Bulukumpa, Rilau Ale.
Wilayah Kabupaten Bulukumba lebih didominasi dengan keadaan
topografi dataran rendah sampai bergelombang dan dataran tinggi hampir berimbang
yaitu jika dataran rendah sampai bergelombang mencapai sekitar 50,28% maka
dataran tinggi mencapai 49,72%. Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata
berkisar antara 23,82C 27,68C Suhu kisaran ini sangat cocok untuk pertanian
tumbuhan pangan dan tumbuhan perkebunan dengan klasifikasi iklim lembab atau
agak basah (BPS Kabupaten Bulukumba 2012).
B. Tinjauan Umum Kecamatan Kajang
Suku Kajang merupakan salah satu suku yang tinggal di pedalaman
secara turun temurun, tepatnya di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.
Daerah itu dianggap sebagai tanah warisan leluhur yang harus dijaga dan mereka
menyebutny Tana Toa atau Kampung Tua. Masyarakatnya lebih dikenal dengan
10
nama masyarakat Ammatoa Kajang. Ammatoa adalah sebutan bagi peimimpin adat
mereka yang diperoleh secara turun temurun. Amma artinya Bapak, sedangkan Toa
berarti yang di Tuakan (Heryati, 2013).
Secara geografis dan administratif suku Kajang terbagi menjadi dua
kelompok yaitu Rilalang Embayya (Tanah Kamase-masea) lebih dikenal dengan
nama Kajang Dalam yang dikenal sebagai Kawasan Adat Ammatoa dan Ipantarang
Embayya (Tanah Kausayya) atau lebih dikenal dengan nama Kajang Luar (Aminah
dalam Heryati, 2013). Meskipun suku Kajang terbagi menjadi dua kelompok, tidak
ada perbedaan diantara keduanya. Sejak dulu hingga kini, mereka selalu berpegang
teguh pada ajaran leluhur. Berdasarkan ajaran leluhur, masyarakat Ammatoa harus
selalu menjaga keseimbangan hidup dengan alam dan para leluhur.
Masyarakat Ammatoa Dalam tersebar di beberapa desa, antara lain Desa
Tana Toa, Bonto Baji, Malleleng, Pattiroang, Batu Nilamung dan sebagian wilayah
Desa Tambangan. Kawasan Masyarakat Adat Kajang Dalam secara keseluruhan
berbatasan dengan Tuli di sebelah Utara, dengan Limba di sebelah Timur, dengan
Seppa di sebelah Selatan, dan dengan Doro di sebelah Barat. Sedangkan Kajang Luar
tersebar di hampir seluruh Kecamatan Kajang dan beberapa desa di wilayah
Kecamatan Bulukumba, di antaranya Desa Jojolo, Desa Tibona, Desa Bonto Minasa
dan Desa Batu Lohe (Aziz, 2008)
Masyarakat Ammatoa adalah kelompok masyarakat tertua yang dalam
skripsi ini menjadi objek penelitian, oleh karena kelompok masyarakat ini
11
mempunyai sistem norma sosial yang unik berbeda dengan norma yang lainnya, baik
dari segi kepercayaannya maupun segi ibadahnya.
C. Tinjauan Umum Ammatoa
Masyarakat adat Ammatoa tinggal berkelompok dalam suatu area hutan
yang luasnya sekitar 50 km. Bahasa Bugis Konjo yang kental merupakan bahasa suku
yang selama ini digunakan sebagai media komunikasi antar sesama masyarakat suku
Kajang. Mereka menjauhkan diri dari segala hal yang berhubungan dengan
modernisasi, kegiatan ekonomi dan pemerintahan Kabupaten Bulukumba. Di dalam
setiap rumah warga Kajang, tidak ada satupun perabotan rumah tangga. Mereka juga
tidak menggunakan peralatan elektronik, seperti radio dan televisi. Mereka
menganggap, modernitas dapat menjauhkan suku Kajang dengan alam dan para
leluhur. Bagi masyarakat Kajang, modernitas dapat menimbulkan pengaruh yang
dapat menyimpang dari aturan adat dan ajaran leluhur. Oleh karenanya mereka tidak
mudah untuk menerima budaya dari luar daerah (Adhan, 2005)
Masyarakat Ammatoa memiliki pendirian yang kuat termasuk juga masalah
agama. Mereka mayoritas beragama Islam yang memiliki jiwa dan semangat
kebersamaan dan kerja sama yang tinggi dan sangat taat dalam melaksanakan ajaran
dan nilai-nilai agama yang diyakini dari nenek moyang mereka dengan cara-caranya
sendiri. Masyarakat Ammatoa juga memiliki potensi bertani yang tinggi karena
mereka menyakini bahwa sumber kehidupan itu dari alam. Jagung dan padi adalah
beberapa komoditi yang banyak ditanam warga di wilayah ini. Terdapat pula potensi
12
menenun sarung yang menjadi sumber keuangan masyarakat Ammatoa. Masyarakat
Ammatoa juga terkenal penghasil sarung hitam yang alami karena pewarna yang
digunakan yakni dari hasil perasan tanaman nila yang banyak mereka kelola di
lingkungannya. Hasil tenunan tersebut kemudian dipasarkan ke beberapa pusat pasar
di kabupaten Bulukumba, sampai keluar daerah bahkan keluar negeri (Widyasmoro,
2006)
Dalam hal pemilihan warna hitam untuk pakaian yang digunakan masyarakat
ini terdapat beberapa klasifikasi. Warna hitam dimaknai sebagai warna paling tua dan
menyimbolkan perilaku kamase-mase (kesederhanaan). Bagi masyarakat Ammatoa,
hitam merupakan sublimasi transendental yang merepresentasikan keidealan dan
kesederhanaan. Simbolisasi sarung dengan kombinasi celana pendek berwarna putih
pakaian hitam serta Passapu (penutup kepala) merupakan pakaian adat yang
dimistifikasi dalam kawasan adat.
D. Tinjauan Umum Inventarisasi Tumbuhan
Inventarisasi adalah suatu kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan
fakta mengenai sumber daya alam untuk perencanaan pengelolaan sumber daya
tersebut. Inventarisasi juga merupakan upaya mengetahui kondisi dan status populasi
secara lebih rinci serta daerah penyebarannya yang dilakukan di dalam dan di luar
habitatnya maupun di lembaga konservasi (Andri, 2014).
Kegiatan inventarisasi dengan cara kegiatan eksplorasi dan identifikasi.
Eksplorasi adalah kegiatan teknis ilmiah yakni penjelajahan atau penyelidikan untuk
13
mencari tahu suatu area, daerah, keadaaan, ruang yang sebelumnya tidak diketahui
keberadaan akan isinya. Kegiatan eksplorasi diawali dengan penentuan spesies-
spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Spesies-spesies tumbuhan
tersebut selanjutnya dicari dengan metode jelajah dengan bantuan masyarakat yang
memiliki pengetahuan lebih tentang tumbuhan tersebut. Setelah diperoleh spesies
tumbuhannya kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi spesies tumbuhan,
manfaatnya dan cara penggunaannya secara deskriptif melalui wawancara.
Sedangkan identifikasi adalah pemberian nama suatu organisme dengan
menggunakan pustaka (kunci identifikasi), determinasi akan lebih mudah jika
menggunakan kunci determinasi. Kunci determinasi merupakan suatu alat yang
diciptakan khusus untuk memperlancar pelaksanaan determinasian tumbuh-
tumbuhan. Kunci determinasi dibuat secara bertahap, sampai bangsa, famili, genus
atau spesies. Ciri-ciri tumbuhan dicocokan sehingga akhirnya diperoleh satu jawaban
berupa identitas tumbuhan yang dijumpai (Andri, 2014).
E. Tumbuhan yang ada di Desa Tana Toa (Ammatoa)
Beberapa jenis tumbuhan yang digunakan pada ritual adat Ammatoa
diantarnya :
1. Padi (Oryza sativa)
Padi adalah tumbuhan yang paling penting di negeri kita Indonesia ini.
Betapa tidak karena makanan pokok di Indonesia adalah nasi dari beras yang
tentunya dihasilkan oleh tanaman padi. Selain di Indonesia padi juga menjadi
14
makanan pokok negara-negara di benua Asia lainnya seperti China, India,
Thailand, Vietnam dan lain-lain. Padi merupakan tumbuhan berupa rumput
berumpun. Tumbuhan pertanian ini berasal dari dua Benua yaitu Asia dan Afrika
Barat tropis dan subtropis (Nanda, 2015).
Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun
dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung
bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjang ruasnya tidak sama.
Ruas yang terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang
ketiga, dan seterusnya adalah lebih panjang dari pada ruas yang didahuluinya.
Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas
sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah
memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligula
(lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak yang
memiliki bagian auricle pada sebelah kiri dan kanan. Daun kelopak yang
terpanjang dan membalut ruas yang paling atas dari batang disebut daun bendera.
Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera, di situlah
timbul ruas yang menjadi bulir padi (Nanda, 2015).
Padi termasuk tumbuhan jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang
berbeda-beda, baik bentuk, susunan, atau bagian bagiannya. Ciri khas daun padi
adalah adanya sisik dan telinga daun. Hal inilah yang menyebabkan daun padi
dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain. Daun yang muncul pada saat terjadi
perkecambahan dinamakan coleoptile. Koleopti keluar dari benih yang disebar dan
15
akan memanjang terus sampai permukaan air. koleoptil baru membuka, kemudian
diikuti keluarnya daun pertama, daun kedua dan seterusnya hingga mencapai
puncak yang disebut daun bendera, sedangkan daun terpanjang biasanya pada
daun ketiga. Daun bendera merupakan daun yang lebih pendek daripada daun-
daun di bawahnya, namun lebih lebar dari pada daun sebelumnya. Daun bendera
ini terletak di bawah malai padi. Daun padi mula-mula berupa tunas yang
kemudian berkembang menjadi daun. Daun pertama pada batang keluar bersamaan
dengan timbulnya tunas (calon daun) berikutnya. Pertumbuhan daun yang satu
dengan daun berikutnya (daun baru) mempunyai selang waktu 7 hari,dan 7 hari
berikutnya akan muncul daun baru lainnya (Nanda, 2015).
Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga.
Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada 6
buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua
kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik, dengan dua buah kepala
putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu (Nanda,
2015).
Buah padi yang sehari-hari disebut biji padi atau butir/gabah, sebenarnya
bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini
terjadi setelah selesai penyerbukkan dan pembuahan. Lemma dan palea serta
bagian lain yang membentuk sekam atau kulit gabah (Nanda, 2015).
16
Padi yang diolah menjadi beras disimbolkan sebagai sumber kekuatan hidup
dan kehidupan manusia. Padi digunakan dalam upacara pendirian rumah, sama
dengan pemakaian beras sebagai alat bicara.
Klasifikasi tumbuhan padi (Oryza sativa) :
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Oryza
Species : Oryza sativa (Steenis, 2006).
2. Sirih (Piper betle)
Sirih (Piper betle) merupakan tumbuhan yang sangat banyak memiliki
fungsi karena banyak sekali kegunaannya, antara lain digunakan untuk pengobatan
berbagai macam penyakit diantaranya obat sakit gigi dan mulut, sariawan, abses
rongga mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau mulut, batuk dan serak,
hidung berdarah, keputihan, wasir, tetes mata, gangguan lambung, gatal-gatal,
kepala pusing, dan jantung berdebar (Layin, 2011).
Batang sirih berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat, beruas dan
merupakan tempat keluarnya akar. Daunnya yang tunggal berbentuk jantung,
berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, dan mengeluarkan bau
17
yang sedap bila diremas. Panjangnya sekitar 5 - 8 cm dan lebar 2 - 5 cm.
Bunganya majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm
berbentuk bulat panjang. Pada bulir jantan panjangnya sekitar 1,5 - 3 cm dan
terdapat dua benang sari yang pendek sedang pada bulir betina panjangnya sekitar
1,5 - 6 cm dimana terdapat kepala putik tiga sampai lima buah berwarna putih dan
hijau kekuningan. Buahnya buni berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan.
Akarnya tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan (Layin, 2011).
Bagian daun tumbuhan sirih memiliki bentuk serupa jantung. Daunnya
tunggal dan pada bagian ujung cenderung runcing. Daun ini tersusun dengan cara
selang seling. Pada tiap daunnya terdapat tangkai. Daun tersebut memiliki aroma
yang cukup khas apabila diremas. Daun ini memiliki kisaran panjang antara 5
sampai 8 cm. Lebarnya mulai dari 2 cm sampai 5 cm (Layin, 2011).
Tumbuhan sirih memiliki bunga dengan bentuk bulir. Bunga ini juga
memiliki daun pelindung dengan ukuran 1mm, bentuknya bulat memanjang. Sirih
juga memiliki buah yang digolongkan sebagai buah buni (buah dengan dinding
dua lapis). Bentuk buah ini bulat dan warnanya hijau cenderung abu-abu (Layin,
2011).
Organ akar pada tumbuhan sirih digolongkan sebagai akar tunggang.
bentuknya bulat dan warnanya coklat dengan sedikit menjurus pada warna kuning
khas akar lainnya (Layin, 2011).
Tumbuhan ini yang banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah bagian daun
karena pada daun sirih mengandung minyak atsiri, fenil propana, estragol, kavicol,
18
hidroksikavicol, kavibetol, caryophyllene, allylpyrokatekol, cyneole, cadinene,
tanin, diastase, pati, terpennena, seskuiterpena, dan gula. Semua zat itu,
menyebabkan sirih seperti ditakdirkan menjadi tumbuhan yang dapat menyehatkan
manusia, karena kaya manfaat dan kegunaannya (Imroatun,2012).
Sirih sering digunakan sebagai pelengkap upacara adat seperti pada upacara
mappacci. Sirih tersebut dilipat bercampur dengan bahan-bahan lain. Dewasa ini
sudah jarang orang yang memakan sirih oleh karenanya diganti dengan rokok.
Sedangkan orang yang meletakkan pacci di tangan mempelai diberikan rokok
(Udhy, 2014).
Klasifikasi Sirih (Piper betle)
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle (Steenis, 2006).
3. Tebu (Saccharum officinarum)
Ciri-ciri Tanaman Tebu adalah tumbuhan yang ditanam untuk bahan baku
gula dan vetsin. Tumbuhan ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tebu
merupakan jenis tanaman rumput-rumputan (Helena, 2012).
19
Secara morfologi, tumbuhan tebu dapat dibagi menjadi beberapa
bagian,yaitu batang, daun, akar, dan bunga.Tumbuhan tebu mempunyai sosok
yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat
mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit batang keras berwarna hijau, kuning, ungu,
merah tua, atau kombinasinya. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna
putih keabu-abuan dan umumnya terdapat pada tumbuhan tebu yang masih muda
(Helena, 2012).
Daun tebu merupakan daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah
dan helaian daun, tanpa tangkai daun. Daun berpangkal pada buku batang dengan
kedudukan yang berseling. Pelepah memeluk batang, makin ke atas makin sempit.
Pada pelepah terdapat bulu-bulu dan telinga daun. Pertulangan daun sejajar
(Helena, 2012).
Tebu mempunyai akar serabut yang panjangnya dapat mencapai satu meter.
Sewaktu tumbuhan masih muda atau berupa bibit, ada 2 macam akar, yaitu akar
setek dan akar tunas. Akar setek/bibit berasal dari setek batangnya, tidak berumur
panjang, dan hanya berfungsi sewaktu tumbuhan masih muda. Akar tunas berasal
dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tumbuhan masih tumbuh
(Helena, 2012).
Tebu biasa dipakai pada saat upacara-upacara tertentu, sebagai “alat
Upacara”. Dalam upacara pengantin tebu digunakan sebagai lambang “kesuburan”
(penganten). Pada upacara mendirikan bangunan rumah, tebu digunakan sebagai
simboli “kenikmatan hidup dan kehidupan” manusia. Dalam konteks ini maka
20
pemakaian tebu dalam upacara tersebut dimaksudkan untuk memberi
ketenteraman dan kenikmatan hidup kepada para penghuninya sebagai tempat
hidup dan kehidupan keluarga analogi dengan rasa manis tebu (Umar, 2013).
Klasifikasi tumbuhan Tebu (Saccharum officinarum)
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum (Steenis, 2006).
4. Pisang (Musa paradisiaca)
Pisang merupakan salah satu dari berbagai jenis buah-buahan tropis yang
berada dan banyak di kembangkan di Indonesia. Syarat tumbuh yang toleran
dalam lingkungan yang luas dan juga teknik budidaya yang relatif mudah
membuat pisang banyak dibudidayakan. Dari segi harga, pisang termasuk
komoditas yang memiliki harga yang relatif stabil sehingga lebih memberikan
jaminan keuntungan (Anakagronomy, 2013).
Sistem perakaran yang berada pada tumbuhan pisang umumnya keluar dan
tumbuh dari bongo bagian samping dan bagian bawah, berakar serabut, dan tidak
memiliki akar tunggang. Pertumbuhan akar pada umumnya berkelompok menuju
21
arah samping di bawah permukaan tanah dan mengarah ke dalam tanah mencapai
sepanjang 4-5 meter. Walaupun demikian, daya jangkau akar hanya menembus
pada kedalaman tanah antara 150-200 cm. Batang pisang dibedakan menjadi dua
macam yaitu batang asli yang disebut bongo dan batang semu atau juga batang
palsu. Bongol berada di pangkal batang semu dan berada di bawah permukaan
tanah serta memiliki banyak mata tunas yang merupakan calon anakan tumbuhan
pisang dan merupakan tempat tumbuhnya akar. Batang semu tersusun atas
pelepah-pelapah daun yang saling menutupi, tumbuh tegak dan kokoh, serta
berada di atas permukaan tanah (Anakagronomy, 2013).
Bentuk daun pisang pada umumnya panjang, lonjong, dengan lebar yang
tidak sama, bagian ujung daun tumpul, dan tepinya tersusun rata. Letak daun
terpencar dan tersusun dalam tangkai yang berukuran relatif panjang dengan helai
daun yang mudah robek. Bunga pisang atau yang sering disebut dengan jantung
pisang keluar dari ujung batang. Susunan bunga tersusun atas daun-daun
pelindung yang saling menutupi dan bunga-bunganya terletak pada tiap ketiak di
antara daun pelindung dan membentuk sisir. Bunga pisang termasuk bunga
berumah satu. Letak bunga betina di bagian pangkal, sedangkan letak bunga jantan
berada di tengah. Bunganya sempurna yang terdiri atas bunga jantan dan bunga
betina berada di bagian ujung (Anakagronomy, 2013).
Buah pisang tersusun dalam tandan tiap tandan terdiri atas beberapa sisir dan
tiap sisir terdapat 6-22 buah pisang tergantung varietasnya. Buah pisang umumnya
tidak berbiji dan bersifat triploid. Kecuali pada pisang kluthuk yang bersifat
22
diploid dan memiliki biji. Proses pembuahan tanpa adanya biji disebut dengan
partenokarpi (Anakagronomy, 2013).
Upacara mappacci menggunakan 6 macam alat perlengkapan salah satunya
daun pisang. Pisang adalah simbol serbaguna karena seluruh bagian dari pohon
pisang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Pisang merupakan tanaman produktif
karena sekali kita menanam pisang, akan tumbuh dan berkembang, patah tumbuh
hilang berganti. Sama halnya dengan manusia hidup dan berkembang dari generasi
ke generasi melalui perkawinan (Udhy, 2014).
Klasifikasi pisang (Musa paradisiaca)
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Familia : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca (Steenis, 2006).
5. Kelapa (Cocos nucifera)
Kelapa adalah salah satu jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam suku
pinang-pinangan (arecaceae). Semua bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan,
mulai dari bunga, batang, pelepah, daun, buah, bahkan akarnya pun dapat
dimanfaatkan. Batang pohon kelapa merupakan batang tunggal, tetapi terkadang
23
dapat bercabang. Tinggi pohon kelapa dapat mencapai lebih dari 30 cm. Daun
kelapa tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, berwarna kekuningan
jika masih muda dan berwarna hijau tua jika sudah tua (Nanda, 2015).
Akar kelapa merupakan akar serabut, tebal dan berkayu yang berkerumun
membentuk bonggol. Bunganya merupakan bunga majemuk dan buahnya
berukuran besar dengan diameter kira-kira 10-20 cm. Buah kelapa berwarna hijau,
kuning, dan ada yang berwarna orange. Air kelapa muda sangat baik untuk
dikonsumsi, selain dapat menghilangkan dahaga di saat kehausan, air kelapa muda
memiliki banyak khasiat bagi kesehatan tubuh. Air buah nyiur ini ternyata punya
khasiat dan nilai gizi yang luar biasa. Bukan hanya unsur makro berupa nitrogen
dan karbon, tetapi juga unsur mikro yang sangat dibutuhkan tubuh ada di air
kelapa. Unsur nitrogen di dalamnya berupa protein yang tersusun dari asam amino
(Nanda, 2015).
Air kelapa juga bisa dimanfaatkan untuk proses pembuatan minuman, jelly,
alkohol, dektran, cuka, dan nata de coco. Pengembangan produk-produk kesehatan
dan energi terbarukan dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan utama dalam
agribisnis berbasis kelapa untuk menggerakkan perekonomian pedesaan sekaligus
meningkatkan pendapatan petani. Produk seperti minyak kelapa murni dan
biodiesel dapat dikembangkan dalam skala kecil di pedesaan, bahkan pada tingkat
rumah tangga (Nanda, 2015).
Tumbuhan yang bisa beradaptasi dengan baik di area berpasir seperti pantai
ini memiliki ciri-ciri umum yang mudah dikenali, antara lain : Pohon terdiri dari
24
batang tunggal , akar berbentuk serabut, dengan struktur yang tebal dan berkayu,
berkerumun membentuk bonggol. Batang pohon beruas dan bila pohon sudah tua,
ruas-ruas tersebut akan berkurang, batang kelapa merupakan jenis kayu yg cukup
kuat , tapi sayangnya kurang baik untuk bangunan. Daun kelapa merupakan daun
tunggal dengan pertulangan menyirip. Bunga majemuk dan terletak pada
rangkaian yang dilindungi oleh bractea, bunga terdiri dari bunga jantan dan betina.
Bunga betina terletak di pangkal karangan, sedangkan bunga jantan di bagian yang
jauh dari pangkal. Buah kelapa umumnya besar, dengan diameter sekitar 10cm-20
cm bahkan bisa lebih. Warna buah kelapa terngantung dari jenis pohonnya ( bisa
berwarna kuning atau hijau), untuk buah yang sudah tua akan berubah warna
menjadi coklat (Nanda, 2015).
Kelapa juga biasa digunakan pada upacara ritual pernikahan seperti daunnya
digunakan sebagai janur untuk tanda suatu acara adat.
Klasifikasi Kelapa (Cocos nucifera)
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Ordo : Arecales
Familia : Arecaceae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera (Steenis, 2006).
25
6. Bambu (Bambusa sp)
Bambu tergolong keluarga Graminae (rumput-rumputan). Tumbuhan ini
juga sering disebut sebagai rumput raksasa (Giant Grass). Bambu merupakan
tumbuhan berumpun yang terdiri dari sejumlah batang/ buluh yang tumbuh secara
bertahap dari mulai rebung (tunas bambu), batang muda, dan batang dewasa pada
umur 4 – 5 tahun.Bambu memiliki tiga bagian tubuh utama yang tampak, yaitu
akar, batang, dan daun. Akar bambu terdiri atas rimpang yang berbuku dan beruas.
Pada buku akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi
batang (Hidayah, 2010).
Sedangkan batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas,
berongga (ada pula yang masif), berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata
tunas atau cabang. Warna batangnya biasanya hijau dan jika sudah tua akan
menguning atau cokelat. Tumbuhnya ke atas dan tegak lurus (erectus) (Hidayah,
2010).
Bambu merupakan tumbuhan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
ekonomi masyarakat. Sampai saat ini bambu sudah dimanfaatkan sangat luas,
mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan
teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk
kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk
industri biasanya ditujukan untuk orientasi ekspor. Pada umumnya seluruh bagian
dari bambu dapat kita manfaatkan yakni mulai dari akar, daun, rebung sampai
pada batang. Adapun pemanfaatan bambu yang dilakukan dengan menggunakan
26
teknologi paling sederhana hingga teknologi tinggi diantaranya adalah: bambu
lapis, bambu lamina, papan semen, arang bambu, pulp, kerajinan dan handicraft,
supit, furniture dan perkakas rumah tangga, komponen bangunan dan rumah,
sayuran dan bahan alat musik tradisional (Hidayah, 2010).
Bambu juga digunakan pada upacara adat pernikahan sebagai pagar khas
upacara adat dan biasa juga dibuat menjadi panca atau tempat menaruh buah-
buahan sebagai seserahan (Muchlis, 2011).
Klasifikasi Bambu (Bambusa sp) :
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Bambusa
Spesies : Bambusa sp(Steenis, 2006).
7. Pinang (Areca catechu)
Pinang biasa ditanam di pekarangan, taman, atau dibudidayakan. Tumbuhan
ini kadang tumbuh liar di tepi sungai dan tempat lain dan dapat ditemukan dari 1-
1400 m di atas permukaan laut. Pohon berbatang langsing, tumbuh tegak, tinggi
10-30 m, diameter 15-20 cm, tidak bercabang, dengan bekas daun yang lepas
(Muchlisin, 2014).
27
Daun majemuk menyirip, tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk
roset batang, dan panjang helaian daun 1-1,8 m. Pelepah daun berbentuk tabung,
panjang sekitar 80 cm, dan tangkai daun pendek. Helai anak daun mempunyai
panjang 85 cm, lebar 5 cm, dengan ujung sobek dan bergigi (Muchlisin, 2014).
Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari
bawah roset daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang
rangkap. Ada satu bunga betina pada pangkal, di atasnya banyak bunga jantan
tersusun dalam dua baris yang tertancap dalam alur. Bunga jantan panjang 4 mm,
berwarna putih kuning, dan benang sari 6. Bunga betina panjang sekitar 1,5 cm,
hijau, bakal buah beruang satu (Muchlisin, 2014).
Buah bentuk buni, bulat telur sunsang memanjang, panjang 3,5-7 cm,
dinding buah bersabut, warna merah jingga jika masak. Biji satu, bentuk seperti
kerucut pendek dengan ujung membulat, pangkal agak datar dengan suatu lekukan
datar, panjang 15-30 mm, permukaan luar berwarna kecoklatan sampai coklat
kemerahan, agak berlekuk-lekuk menyerupai jala dengan warna yang lebih muda
(Muchlisin, 2014).
Buahnya merupakan salah satu ramuan untuk makan sirih. Inang merupakan
tanaman penghasil zat samak. Pelepah daun digunakan untuk membungkus
makanan dan bahan campuran untuk pembuatan topi. Perbanyakan dengan biji
(Muchlisin, 2014).
28
Tumbuhan pinang juga digunakan pada ritual adat seperti pada upacara adat
erang-erang yang menggunakan buah pinang sebagai alat upacara adat yang
disebut Leko Caddi artinya Seserahan Kecil (Muchlis, 2011).
Klasifikasi tumbuhan Pinang (Areca catechu)
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Monocotyledonae
Ordo : Arecales
Familia : Arecaceae
Genus : Areca
Spesies : Areca catechu (Steenis, 2006).
8. Pacar kuku (Lawsonia inermis)
Perdu tegak, dengan tinggi 1,5-4 m. Batang berkayu, berduri atau tidak,
dengan ranting muda bersegi empat sampai bersayap empat, yang tua boleh
dikatakan bulat. Daun tunggal, duduk berhadapan, bertangkai pendek, elip, bentuk
memanjang atau bulat telur terbalik, dengan ujung dan pangkal lancip, 1,5-5 x 1-3
cm. Bunga berbau tidak enak. Malai di ujung dan di ketiak. Kelopak berbagi
dalam; tabung bentuk kerucut terbalik, tinggi 1,5 cm, taju bulat telur, menjauh,
runcing. Daun mahkota duduk, bentuk ginjal, berlipat sekali, lebih panjang
daripada kelopak, kuning muda, kemudian kerapkali kemerahan. Bakal buah
beruang 2-4. Kepala putik kecil. Buah duduk di atas tabung kelopak yang datar,
29
kurang lebih bentuk bola, diameter 5-8 mm, dimahkotai oleh pangkal tangkai
putik. Biji bentuk piramid terbalik. Pacar kuku berasal dari Asia Barat Daya dan
ditanam sebagai tumbuhan hias (Hermanu, 2010).
Daun pacar kuku biasa digunakan dalam upacara adat mappacci dengan
meletakkan daun pacar kuku tangan si calon mempelai. Masyarakat Kajang
memiliki keyakinan bahwa daun pacar kuku memiliki sifat magis dan
melambangkan kesucian (Umar, 2013)
Klasifikasi pacar kuku (Lawsonia inermis)
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Familia : Lythraceae
Genus : Lawsonia
Spesies : Lawsonia inermis (Steenis, 2006).
F. Tinjauan Umum Ritual Adat
Kegiatan ritual merupakan suatu kegiatan yang secara turun temurun dilakukan
oleh suatu kelompok masyarakat terutama terkait dengan prosesi penyembahan dan
pemujaan kepada Sang Pencipta. Hal ini dilakukan sebagai suatu bentuk komunikasi
mereka dengan pencipta yang dipuja atau disembah. Dari ritual penyembahan
tersebut juga dilakukan upacara yang bertujuan sebagai bentuk terima kasih kepada
Tuhan atas hasil panen yang diterima. Upacara tersebut merupakan upacara
30
penghormatan kepada para leluhur yang selalu menyertai mereka dalam melakukan
aktifitasnya (Denilya, 2013).
Menurut Wahyuni Sri Sundari (2011) bahwa adat merupakan wujud dari
kebudayaan yang berfungsi sebagai pengaturan tingkah laku. Bagian dari adat
kebudayaan dapat dibagi dalam empat tingkat yakni tingkat budaya, tingkat norma-
norma, tingkat hukum dan aturan-aturan khusus. Adat merupakan kebiasaan yang
bersifat mutlak dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi kebudayaan, norma
dan aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu sistem atau
pengaturan tradisional.
Adapun beberapa upacara adat yang dilakukan masyarakat Kajang Ammatoa
yaitu:
1. Upacara sepanjang hidup
Upacara yang termasuk jenis ini dibedakan pula atas upacara yang
berhubungan dengan kelahiran, upacara yang dilaksanakan menjelang dewasa dan
upacara berhubungan dengan kematian.
a. Upacara berhubungan kelahiran
1). Angnguru’
Acara ini dilaksanakan bagi seorang yang masih berada dalam
kandungan. Angnguru artinya acara yang dilaksanakan oleh seorang dukun
terhadap seorang wanita yang sedang mengandung atau hamil.
2). Akkattere’
31
Akkattere’ adalah acara yang dilaksanakan sehubungan dengan kelahiran
seorang bayi. Acara ini biasa disebut dengan upacara Naung Ri Ere atau At
Tompolo. Dikatakan acara Naung Ri Ere atau At Tompolo jika pestanya
berlangsung sederhana. Sedangkan pada saat pesta melibatkan bnyak perangkat
adat, pemerintah setempat dan masyarakat pada umumnya disebut Upacara
Akkattere’.
3). A’lammasa
Acara ini masih merupakan lanjutan dari acara Akkattere, proses
pelaksanaannya sederhana saja. A’lammasa artinya menceburkan atau
menenggelamkan. Inti pelaksanaan acara ini adalah menenggelamkan atau
menceburkan guntingan-guntingan rambut yang telah dimasukkan ke dalam
batok kelapa muda pada acara Akkattere tersebut.
2. Upacara menjelang dewasa
1). Assuna’
Assuna’ atau dalam istilah hukum fiqih disebut khitan dan dalam istilah
medis disebut dengan cirkumcici bagi kelompok-kelompok masyarakat tertentu
merupakan suatu acara yang wajib dilakukan. Acara tersebut selain sebagai
isyarat akan perubahan status seseorang juga merupakan suatu pertanda bahwa
seorang itu sudah menginjak usia dewasa. Assunat itu sendiri merupakan
pertanda bagi seseorang yang telah menganut agama Islam. Bagi masyarakat
Ammatoa hal ini adalah kewajiban kedua setelah mengucapkan dua kalimat
syahadat (dilakukan sebagai pertanda sudah menganut agama islam).
32
2). Attarasa
Attarasa merupakan rangkaian dari pesta adat yang diselenggarakan
berkenaan dengan seorang anak yang sudah menginjak usia dewasa
3. Upacara setelah dewasa
Upacara atau pesta adat yang dilaksanakan bagi yang sudah menginjak usia
dewasa, pesta-pesta yang dilaksanakan diantaranya adalah perkawinan. Pesta ini
pada dasarnya sama dengan pesta perkawinan yang sudah dikenal secara umum
termasuk yang dikenal dalam ajaran agama Islam. Dalam hal ini hanya ada
beberapa perbedaan yaitu dalam proses perkawinan dalam masyarakat Amma
Toa ialah bahwa seorang menyampaikan lamaran sama sekali tidak
diperkenankan untuk berhubungan langsung dengan ayah calon mempelai
wanita. Yang dapat berhubungan hanyalah keluarganya seperti paman atau
neneknya. Prosesi adat perkawinan dalam masyarakat Ammatoa meliputi :
1). Assuro/Massuro
Acara ini merupakan acara pinangan secara resmi oleh pihak calon
mempelai pria kepada calon mempelai wanita. Dahulu, proses meminang bisa
dilakukan beberapa kali dan bisa berlangsung berbulan-bulan untuk mencapai
kesepakatan (Umar, 2013). Dalam kegiatan ini pihak mempelai pria sebelum
berangkat harus mengunyah buah pinang sebagai makna pinangan.
2). Appa'nassa
Usai acara pinangan, dilakukan appa'nasa yaitu menentukan hari
pernikahan. Pada proses ini juga dibicarakan tentang besarnya mas kawin dan
33
uang belanja. Besarnya mas kawin dan uang belanja ditentukan menurut
golongan atau strata sosial sang gadis dan kesanggupan pihak keluarga pria
(Umar, 2013). Dalam kegiatan ini tidak menggunakan tumbuhan ritual apapun
karena ini merupakan wujud musyawarah dan negosiasi jumlah mahar dan mas
kawin.
3). Appanai’ (erang-erang)
Setelah pinangan diterima secara resmi, maka dilakukan pertunangan
yang disebut a'bayuang yaitu ketika pihak keluarga lelaki mengantarkan
pasekko. Hal ini dianggap sebagai pengikat dan biasanya berupa cincin. Prosesi
mengantarkan pasekko diiringi dengan mengantar daun sirih pinang yang disebut
leko. Namun karena pertimbangan waktu, sekarang acara ini dilakukan
bersamaan dengan acara appa'nassa (Udhy, 2014).
4). Mappaccing
Sehari menjelang pesta pernikahan, rumah calon mempelai wanita telah
ditata dan dihiasi sedemikian rupa dengan dekorasi khas Makassar. Acara
mapaccing merupakan suatu rangkaian acara yang sakral dapat dihadiri oleh
seluruh sanak keluarga dan undangan. Acara mapaccing memiliki hikmah yang
mendalam, mempunyai nilai dan arti kesucian dan kebersihan lahir dan batin,
dengan harapan agar calon mempelai senantiasa bersih dan suci dalam
menghadapi hari esok yaitu hari pernikahannya (Muchlis, 2011).
Dalam ritual ini, mempelai wanita dipakaikan daun pacar kuku di tangan
si calon mempelai. Masyarakat Kajang memiliki keyakinan bahwa daun pacar
34
memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian. Menjelang pernikahan
biasanya diadakan malam pacar atau mapaccing, yang artinya malam
mensucikan diri dengan meletakan tumbukan daun pacar ke tangan calon
mempelai. Orang-orang yang diminta meletakkan daun pacar adalah orang-orang
yang punya kedudukan sosial yang baik serta memiliki rumah tangga langgeng
dan bahagia. Hal ini bermakna dengan harapan calon mempelai bisa sama
dengan orang-orang yang memiliki rumah tangga yang bahagia pula (Muchlis,
2011)
4. Upacara Kematian
1). A’lajo-lajo
Aklajo-lajo merupakan rangkaian dari acara-acara kematian yang dimulai
sejak seorang meninggal dunia. A’lajo-lajo itu sendiri diselenggarakan pada
hari ketujuh. Maksudnya jika orang yang meninggal itu sudah sampai tujuh
hari.
2). A’dangang
Pesta ini dilaksanakan pada hari ke-40 yaitu pada hari ke-40 dari kematian
orang yang diupacarakan.
5. Upacara penghormatan alam
Andingingi lino adalah upacara yang dimanfatkan oleh seluruh warga untuk
meminta doa terhadap segala sesuatu yang ada dimuka bumi . Masyarakat berdoa
kepada alam dan isinya agar diberkahi dan dilindungi oleh Sang Pencipta.
35
G. Tinjauan Islam Tentang Ritual Adat
Upacara keagamaan dalam kebudayaan suku bangsa biasanya merupakan
unsur kebudayaan yang paling tampak lahir. Agama berisikan ajaran-ajaran
mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang tingkah laku manusia dan
petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat (setelah mati), yakni
sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhannya, baradab, dan manusiawi yang
berbeda dengan cara-cara hidup hewan atau mahluk gaib yang jahat dan berdosa.
Namun dalam agama-agama lokal atau primitif ajaran-ajaran agama tersebut tidak
dilakukan dalam bentuk tertulis tetapi dalam bentuk lisan sebagaimana terwujud
dalam tradisi-tradisi atau upacara-upacara (Nashir, 2010).
Perkawinan merupakan perajanjian suci yang diharapkan bagi pasangan calon
suami istri memperoleh kebahagiaan dalam menempuh hidup berumah tangga. Islam
sangat menganjurkan perkawinan karena perkawinan mempunyai nilai-nilai
keagamaan sebagai wujud ibadah kepada Allah swt, dan mengikuti sunnaah Nabi
disamping itu juga mempunyai nilai-nilai kemanusiaan untuk memenuhi naluri hidup
manusia guna melestarikan keturunan, mewujudkan ketentraman hidup, dan
menumbuhkan rasa kasih sayang dalam hidup bermasyarakat (Al-Hamdani, 1985).
Kepatuhan masyarakat Bugis terhadap adat dan agama dilakukan secara
bersamaan dan sama kuatnya. Dalam konsep pangngaderreng (undang-undang
sosial) terdiri atas lima unsur yang saling mengukuhkan. Dua di antaranya adalah
adeq (adat-istiadat) dan saraq (syariat Islam). Salah satu bentuk dari pangadereng
(adat istiadat) dari kehidupan masyarakat Bugis/Makassar pada khususnya dan
36
masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya adalah abottingeng (perkawinan).
Perkawinan ini merupakan bagian yang sangat integral dari kebudayaan masyarakat
bugis yang di dalamnya berisi nilai-nilai budaya. Nilai budaya itulah yang
ditampilkan dalam upacara ritual yang penuh dengan makna simbol. Tradisi
perkawinan masyarakat Sulawesi Selatan adalah kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat Sulawesi Selatan dalam hal pernikahan, yang mana
kebiasaan tersebut dikaitkan dengan ajaran Islam. Perkawinan sangat penting dalam
kehidupan manusia, karena salah satu manfaat perkawinan adalah membentuk
keluarga bahagia, tenteram jiwa, menahan emosi, menutup pandangan dari segala
yang dilarang Allah dan untuk mendapat kasih sayang suami istri yang dihalalkan
oleh Allah swt.
Sekarang masyarakat Islam masih banyak yang melaksanakan tingkeban atau
mitoni, dengan tatacara yang sedikit berbeda (atau dibedakan) dengan tradisi Jawa.
Keluarga yang memiliki ibu yang hamil tujuh bulan mengajak tetangga-tetangganya
guna dimintai pertolongan untuk membacakan beberapa surat tertentu dari Alquran,
seperti Surat Yusuf, Surat Maryam dan Surat Yasin. Mereka membaca bersama-sama
dengan bagian yang berbeda-beda, surat yang panjang biasanya dibagi dua atau tiga
orang, sehingga dalam waktu kurang lebih setengah jam bacaan Alquran sudah
selesai dan diakhiri dengan pembacaan doa oleh imamnya. Demikian juga ketika
anak dilahirkan mereka melakukan amalan yang sama dengan menanam ari-ari di
kanan atau kiri pintu utama rumah dan meneranginya selama tiga bulan (Syakirah,
2013).
37
Kemudian, jika selamatan kehamilan tersebut disertai dengan keyakinan akan
membawa keselamatan dan kebaikan, dan sebaliknya jika tidak dilakukan akan
menyebabkan bencana atau keburukan, maka keyakinan seperti itu merupakan
kemusyrikan. Karena sesungguhnya keselamatan dan bencana itu hanya di tangan
Allah swt.
Aqiqah itu berarti memutus dan melubangi, dan ada juga yang mengatakan
bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena
lehernya dipotong, dan dikatakan juga bahwa aqiqah merupakan rambut yang dibawa
si bayi ketika lahir. Adapun maknanya secara syari’at adalah hewan yang disembelih
untuk menebus bayi yang dilahirkan. Aqiqah adalah sembelihan yang disembelih
untuk anak yang baru lahir. Menurut Mukhtar Ash Shihhah mengatakan: " Al-
'Aqiqah atau Al-'Iqqah bermakna rambut makhluk yang baru dilahirkan, baik
manusia atau binatang. Dinamai pula daripadanya binatang yang disembelih untuk
anak yang baru lahir pada hari keseminggunya (syakirah, 2013).
Aqiqah hukumnya adalah sunnah muakkad, sekalipun orang tua dalam
keadaan sulit. Aqiqah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat.
Kematian oleh para ulama didefinisikan sebagai “ketiadaan hidup”. Di
dalam al-Quran ditemukan penjelasan tentang hidup dan mati ini (Syakirah, 2013).
Al-Quran menggambarkan naluri manusia yang enggan menghadapi
kematian. Bahkan Iblis melakukan bujuk rayu kepada Adam dan Hawa melalui
“pintu” keinginan untuk hidup kekal selama-lamanya.
38
Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S. Thaha/20: 120, yang berbunnyi:
Terjemahnya: “Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?"
Dan firman Allah swt yang membahas tentang kematian yaitu dalam Al-
Quran surah Al Mu’minuun/23:37 yang berbunyi :
Terjemahnya : “kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita
mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi”
Menurut tafsir Quraish Shihab Tidak ada kehidupan lain kecuali kehidupan
dunia ini, di mana kita menyaksikan hidup dan mati datang silih berganti. Hari ini ada
bayi lahir, esok ada orang mati. Kita tidak akan dibangkitkan setelah kita mati.
Dari tafsir di atas telah menjelaskan bahwa hidup dan mati seseorang tak ada
yang mengetahui, datang bergantian, ada yang mati dan ada yang dihidupkan
(dilahirkan).
39
H. Ayat Dan Hadits yang Relevan
Sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran tentang penggunaan tumbuhan
surah Al-A’raaf/7:58 yang berbunyi :
Terjemahnya :
“dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur”
Ayat di atas menjelaskan tentang nikmat Allah swt yang menumbuhkan berbagai
jenis tumbuhan berupa tanaman dan buah buahan, ada yang rasanya masam, ada yang
manis, ada pula yang pahit, serta berbagai jenis lainnya dari hasil tanaman dan buah
buahan. Tanaman dan buah buahan ini ada yang dapat dimanfaatkan oleh manusia
sebagai bahan pangan, bahan sandang, sebagai obat, dan sebagai media untuk
melaksanakan ritual sesuai budaya manusia (Katsir, 2005).
Allah berfirman tentang kelimpahan dan hakikat penciptaan tumbuhan di
bumi ini sebagaimana Allah swt berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah/02: 29,yang
berbunyi:
40
Terjemahnya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu”
Dalam tafsir Al-Misbah terjemahan penggalan ayat tersebut yang berbunyi “
kemudian Dia berkehendak menuju kelangit “. Kata kemudian dalam ayat ini bukan
berarti selang masa tapi dalam arti peringkat, yakni peringkat sesuatu yang disebut
sesudahnya yaitu langit dan apa yang ditampungnya lebih agung, lebih besar, indah
dan misterius daripada bumi. Maka Dia yakni Allah Menyempurnakan mereka yakni
menjadikan tujuh langit dan menetapkan hukum-hukum yang mengatur
perjalanannya masing-masing serta menyiapkan sarana yang sesuai bagi yang berada
disana. Itu semua diciptakannya dalam keadaan sempurna dan amat teliti. Dan itu
semua mudah bagi-Nya karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Adapun yang dimaksud dengan kebiasaan adalah: apa saya yang dilakukan
seorang hamba dalam kehidupan sehari-hari bukan untuk mendekatkan diri kepada
Allah dan bukan merupakan ibadah, dalam syarahnya as Syeikh Ubaid al Jabiri
dikatakan jamak dari kata: adapun maknanya : apa saja yang biasa di kerjakan dan
dilakukan oleh manusia, dan setiap kaum, kabilah, masyarakat dan negara memiliki
adat dan kebiasaan yang berbeda, dan hukum asal dari kebiasaan adat istiadat adalah
41
boleh selama tidak menyelisihi hukum syar’i, adapun yang dimaksud dengan boleh
adalah: boleh mengerjakannya ataupun meninggalkannya (Syafa, 2010).
42
I. Kerangka Pikir
INPUT
Jenis-jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat yang tinggal disekitar di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba sebagai bahan ritual adat. OUTPUT
Wawancara kepada tokoh adat, masyarakat biasa dan dukun di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba
sebagai bahan ritual adat.
PROSES
Inventarisasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data serta informasi tentang sumberdaya, potensi kekayaan alam serta lingkungannya secara lengkap di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba.
Tanaman ritual merupakan semua jenis tanaman yang digunakan dalam setiap upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Tana Toa Kecematan Kajang Kabupaten Bulukumba
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif interaktif dengan menggunakan
metode studi etnografik (etnographic studies) yang mendeskripsikan dan
menginterpretasikan budaya, kelompok sosial atau sistem.
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten
Bulukumba.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini secara penelitian interaktif dengan metode studi
etnografik untuk mendeskripsikan budaya Desa Tana Toa Kecamatan Kajang
Kabupaten Bulukumba.
C. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini adalah tokoh adat atau orang yang tahu
tentang tanaman ritual dan beberapa masyarakat yang terdapat di Desa Tana Toa
Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba yang menjadi informan penelitian yang
dilakukan dengan porfosive sampling, sedangkan sampel pada penelitian ini adalah
tanaman ritual.
44
D. Variabel Penelitian
Penelitian ini hanya terdiri dari satu variabel sehingga disebut dengan
variabel tunggal. Adapun variabel yang akan diamati yaitu pemanfaatan tumbuhan
yang dipergunakan pada ritual ritual adat oleh masyarakat adat Ammatoa di Desa
Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba.
E. Defenisi Operasional Penelitian
Defenisi operasional penelitian ini adalah :
1. Inventarisasi adalah pengumpulan dan penyusunan data dan segala sesuatu
mengenai sumberdaya alam untuk melakukan perencanaan pengelolaan
sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari dan serbaguna
dan mencari tahu atau memperoleh pengetahuan tentang kegunaan tumbuh-
tumbuhan dalam keperluan adat istiadat masyarakat Desa Tana Toa Kecamatan
Kajang Kabupaten Bulukumba.
2. Ritual adat Ammatoa pada penelitian ini adalah ritual mendinginkan alam
(andingingi lino) dan kematian (a’dangang ). Tradisi ini telah berlangsung turun-
temurun.
3. Studi etnografik (etnographic studies) yang mendeskripsikan dan
menginterpretasikan budaya, kelompok sosial atau sistem. Proses penelitian
etnografik ini dilaksanakan di lapangan dalam bentuk observasi dan wawancara
secara alamiah dengan para partisipan seperti tokoh masyarakat, ketua adat dan
45
lain-lain dalam berbagai bentuk kesempatan kegiatan, serta mengumpulkan
dokumen-dokumen.
4. Kualitatif interaktif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk menganalisis
fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran
orang secara individual maupun kelompok yang menggunakan teknik
pengumpulan data yang langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya.
5. Observasi merupakan pengamatan yang melibatkan semua indera (Penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba).
6. Metode wawancara adalah pengambilan data secara lisan, langsung dengan
sumber datanya, baik melalui tatap muka atau melalui telepon. Jawaban
responden direkam dan dirangkum sendiri oleh peneliti.
7. Lingkungan alamiah merupakan lingkungan asli tempat tinggal dimana
responden diwawancara.
8. Variabel adalah suatu atribut, nilai/sifat dari objek, individu atau kegiatan/yang
mempunyai banyak variasi tertentu antara satu dan lainnya yang telah ditentukan
oleh peneliti.
9. Variabel bertujuan untuk mengetahui tingkat perlakuan dan standar perlakuan
dari bahan uji atau percobaan.
F. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
wawancara, observasi dan dokumentasi.
46
G. Instrumen Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis menulis,
kamera, recorder dan video.
H. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada penelitian ini yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan observasi lapangan yang dilakukan dengan menetukan lokasi
penelitian.
b. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian
c. Membuat pedoman wawancara
d. Menentukan responden secara kualitatif yang mengetahui tentang adat istiadat
yang meliputi:
1). Tokoh adat (kepala suku)
2). Masyarakat yang mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang dipergunakan pada
upacara adat.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang
Kabupaten Bulukumba. Data diperoleh dengan menggunakan metode wawancara
secara lisan dari narasumber mengenai apa saja jenis-jenis tumbuhan yang digunakan
dan mengetahui apa maknanya dalam ritual adat. Informasi tentang hal itu diperoleh
47
dengan menggunakan bantuan alat berupa alat perekam kemudian mencatat semua
informasi yang telah didapatkan atau diperoleh.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada akhir bulan Maret 2016.
I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif
sesuai dengan tujuan penelitian yang nantinya akan disajikan dalam bentuk tabel, foto
atau gambar.
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan beberapa tokoh adatyang
ada di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang, diketahui terdapat kurang lebih 23jenis
tumbuhan yang digunakan sebagai bahan upacara adat. Kemudian dikelompokkan
menjadi 18 famili yaitu famili Euphorbiaceae, Araliaceae, Alliaceae, Anacardiace,
Amaranthaceae, Rutaceae, Poaceae, Musaceae, Acanthaceae, Agavaceae,
Lythraceae, Palmaceae, Piperaceae, Crassulaceae, Pandanaceae, Rosaceae,
Malvaceae, Rubiaceae, dan Aracea. Sebagaimana pada Tabel 4.1 yang menyajikan
seberapa banyak spesies dalam satu famili yang digunakan sebagai tanaman ritual.
Tabel 4.1 Jenis tumbuhan yang digunakandi Desa Tana Toa sebagai bahan upacara adat.
No Famili Nama
Tanaman Morfologi Manfaat Foto
1. Agavacceae a. Andong Dinging-dinging ( Kajang) Cordyline fruticosa (Ilmiah)
Pohon dengan tinggi mencapai 5 m. Berbatang keras, daun tunggal menempel pada batang, terutama berkumpul diujung batang, bentuk lanset, pangkal dan ujung runcing, tepi rata. Pertulangan menyirip, berwarna hijau tua atau merah kecoklatan. Buah buni, berwarna merah dan terdapat efek mengilap. Akar serabut berwarna putih kotor (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual Andingingi pada proses menyiram (A’be’bese)
44
2. Palmaceae/Arecaceae
a. Kelapa Kaluku (Kajang) Cocos nucifera (Ilmiah)
Pohon kelapa merupakan batang tunggal tetapi terkadang dapat bercabang. Tinggi pohon dapat mencapai 30 m. Daun kelapa tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, berwarna kekuningan dan hijau tua. Akar serabut, bunga mejemuk dan terletak pada rangkaian yang dilindungi bractea. Buah merupakan tipe buah drupa dan terdapat endosperm yang cair didalamnya (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual Andingingi pada proses menyiram (A’be’bese)
b. Pinang Rappo (Kajang) Arecea catechu (Ilmiah)
Pohon lurus langsing, tumbuh tegak, tinggi 10-30 m, tidak bercabang, dan bekas daun yang lepas. Daun majemuk menyirip dan merupakan roset batang. Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok. Ada satu bunga betina pada bagian pangkal dan diatasnya banyak bunga jantan tersusun dua baris. Buah drupa dinding buah berserabut, dan biji berbentuk kerucut dan pangkalnya yang rata. (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual anrio pada proses andingingicampuran dalam air
c. Lontar Tala’ (Kajang) Borassus flafellieber (Ilmiah)
Sejenis palem berbatang lurus yang dapat tumbuh hingga 30 m. Daunnya tunggal bercangap sampai berlekuk dan membentuk beberapa taju. Warna daunnya hijau dan teksturnya kaku. Merupakan tumbuhan berumah dua sehingga jantan dan betina terpisah. Bunganya majemuk bunga jantan bentuk tongkol (Hidayat, 2015).
Digunakan sebagai bahan wadah dan alas tempat para pemangku adat
45
3. Poaceae
a. Bambu Parring (Kajang) Bambusa sp (ilmiah)
Merupakan tumbuhan jenis rumput. Akar serabut, batang bambu berbentuk silindris, berbuku, dan beruas ruas, serta berongga. Warna batang hijau hingga kuning tumbuh keatas dan tegak lurus. Daunnya merupakan daun lengkap karna memiliki pelepah, batang, dan helaian daun (Taufik, 2015).
Digunakan sebagai tempat atau rumah penyimpanan makanan
b. Padi Pare (Kajang) Oryza sativa (ilmiah)
Termasuk suku rumput rumputan, akar serabut, batang herba dan beruas ruas, pertumbuhan batang merumpun. Daunnya merupakan daun lengkap dengan bangun daun garis. Bunga padi merupakan tipe bulir dan merupakan bunga telanjang. Berkelamin dua. Buah padi dibungkus oleh bagian lemma dan palea (Taufik, 2015).
Dipakai dalam bahan syukuran dengan hasil alam
c. Tebu Ta’bu (Kajang) Saccharum officinarum (ilmiah)
Tinggi tanaman mencapai 6 m. Batang berbuku-buku, berdiameter 2-5 cm. Daun terletak berseling pada sisi batang, pelepah daun menabung, menutupi batangnya. Perbungaan berupa malai berada diujung batang dengan panjang 25-50 cm.. buah seperti padi dengan panjang 1 mm (Hidayat 2015).
digunakan sebagai tempat sesajen
46
4. Amaranthaceae a. Bunga kancing Gomphrena globosa L (ilmiah)
Bunga kenop atau bunga kancing diluuar negeri disebut gomphrena atau globe amaranth karena termasuk suku bayam-bayaman merupakan tanaman semusim yang sering dijadikan tanaman hias karena cantik dan bentuknya lucu. Di Indonesia juga dikenal sebagi kembang puter.
Digunakan pada ritual kematian (a’dangang) sebagai bahan pada saat mengunjungi kuburan dan ditabur dikuburan.
5.
Euphorbiaceae a. Puring (Kajang) Codiaeum variegatum (ilmiah)
Puring merupakan tanaman perdu asli Indonesia. Bentuk daun sangat bervariasi dengan corak dan warna berbeda-beda. Ada yang berbentuk bulat telur, lonjong, jorong dan ada juga yang berbentuk pita tersusun berselang-seling. Sosok batang ada dua macam yaitu bulat dan bersudut, bergetah. Bunga tersusun berangkai dalam satu tangkai bunga. Bunga jantan dan bunga betina terpisah dalam tandan bunga yang berbeda. Buah berbentuk bulat berwarna hijau mengkilat. Biji bulat (Purwanto dan Aziz, 2011).
Digunakan pada proses a’be’bese(memercikkan air)
47
6. Musaceae a. Pisang Loka (Kajang) Musa paradisiaca (ilmiah)
Terna berbatang semu basah, tidak bercabang, pelepah daun menyelubungi batang. Akar berbentuk rimpang dan mengarah kedalam tanah sejauh 4-5 m. Bentu daun panjang, lonjong, dan lebar yang tidak sama, ujung tumpul dan tepi rata. Bunga keluar dari ujung batang tersusun atas daun pelindung yang saling menutupi dan bunganya terletak pada ketiak diantara pelindung dan membentuk sisir. Buah tersusun dalam tandan terdiri atas beberapa sisir dan tiap sisir terdapat 6-22 buah (Hidayat, 2015).
Digunakan sebagai wadah makanan dan penutup sesajen
7. Piperaceae a. Sirih Leko’ (Kajang) Piper betle (ilmiah)
Tumbuhan merambat atau memanjat. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung dan tangkainya agak panjang. Permukaan daun berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau agak kecoklatan dengan permukaan kasar serta berkerut-kerut. Disamping untuk keperluan ramuan obat-obatan juga masih sering digunakan untuk kelengkapan acara-acara adat hingga saat ini (Hidayat, 2015).
Digunakan pada ritual adat mendinginkan alam dan kematian sbagai bahan mensucikan
48
8. Lythraceae a. Pacar kuku (Kajang) Lawsonia inermis (ilmiah)
Batang perdu tegak bercabang, bulat berkayu dan berduri. Daun berhadapan berbentuk jorong atau jorong lanset dengan panjang 1,5-5 cm. Perbungaan berupa malai tumbuh diujung cabang, dan ketiak daun, bunga berwarna kuning muda, merah jambu atau merah dan beraroma harum. Buah berupa buah kotak memiliki garis tengah 0,5 cm. Didalam buah terdapat biji berbentuk piramida terbalik (Hidayat 2015).
Digunakan pada saat
memandikan jenazah
9. Alliaceae a. Bawang merah
Lasuna eja (kajang) Allium cepa L (ilmiah)
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan di bagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30–50 cm.(Hidayat, 2015).
Digunakan pada ritual adat kematian sebagai bahan campuran sesajen
49
b. Bawang Putih Lasuna puteh (kajang) Allium sativum (ilmiah)
merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan di bagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30–50 cm. (Hidayat, 2015).
Digunakan pada ritual adat kematian sebagai bahan campuran sesajen
10. Acanthaceae
a. Gandarusa
Justica gendarussa Burm F. (Imiah)
Perdu tumbuh tegak, tinggi dapat mencapai 2 m. Percabangan banyak, dimulai dari dekat pangkal batang. Cabang yang masih muda berwarna ungu gelap dan bila sudah tua warnanya menjadi coklat mengilap. Letak daun berhadapan dengan daun tunggal bentuk lanset. Bunga kecil berwarna putih dan tersusun dalam rangkaian berupa malai atau bulir menuncup, buah berbetuk bulat panjang (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual andingingib
erfungsi untuk proses
a’be’bese
11. Crassulaceae a. Cocor bebek (Kajang) Bryophyllum (Ilmiah)
Cocor bebek memiliki batang yang lunak dan beruas. Daunnya tebal berdaging dan mengandung banyak air. Warna daun hijau muda (kadang kadang abu-abu). Bunga majemuk, buah kotak. Bila dimakan cocor bebek rasanya agak asam dan dingin
Sebagai bahan ritual kemtian dan
ritual mendingink
an alam
50
12. Pandanaceae a. Pandan wangi Pandang (Kajang) Pandanus amarylifolius (Ilmiah)
Tanaman ini mempunyai daun yang selalu hijau sepanjang tahun. Batangnya bulat, dapat tunggal atau bercabang cabang. Mempunyai akar udara atau tunjang. Tepi daun rata. Daun berwarna hijau dan tersusun spiral. Bunga majemuk berbentuk bongkol. Buahnya berbentuk batu, menggantung, dan berwarna jingga (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual memandikan jenazah dan panguru songkolo pada ritual appasoro’ addangang
13. Rosaceae a. Bunga Mawar Bunga tu lolo (kajang) Rosa hybrida (Ilmiah)
Batang mawar tegak bentuk bulat dan berkayu serta mempunyai duri. Daun majemuk beraanak daun tiga, berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi. Pertulangan daun menyirip, tangkai daun silinder. Bunga berwarna merah bermahkota halus, merupakan bunga majemuk dan mempunyai mahkota yang berlais lapis (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual memandikan jenazah
14. Malvaceae a. Waru Hibiscus tiliaceus (Ilmiah)
Pohon tinggi dapat mencapai 5-15 m. Batang berkayu dan berwarna coklat. Daun merupakan daun tunggal dengan bangun daun jantung. Bunga merupakan bunga tunggal bertaju 8- 11. Daun mahkota berbentuk kipas berwarna kuning dengan noda ungu dan pangkal berwarna kemerahan. Buah berbetuk telur dengan paruh pendek, beruang 5 tidak sempurna.
Digunakan dalam
assikiri dan passoro
pada ritual adat
addangang
51
15. Rubiaceae a. Bunga asoka Asoka(Kajang) Ixora palludosa (Ilmiah)
Tumbuhan berupa perdu tingginya lebih dari 4 m. Batang berkayu disertai bercak bercak lumut kerak. Bentuk daun lonjong dengan panjang 24,2 cm dan lebar 9,6 cm. Warna bunga merah dengan tipe bergerombol atau malai rata. Buah merupakan bauh buni. Dan tergolong buah semu majemuk (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual Addangang
16. Araceae a. Sri rejeki Bunga rejeki (kajang) Aglaonema cripsum (Ilmiah)
Tumbuhan berupa herba yang masih dalam golongan talas talasan ini memiliki batang herba dan bulat. Daun merupakan daun tidak lengkap dengan bentuk jorong berwarna hijau atau merah dengan bercak putih yang khas. Bunga berwarna putih dan muncul diketiak daun. Buah berbentuk bulat dan muncul pada bulan ke 8 (Hidayat, 205).
Digunakan dalam ritual addangang
52
17. Araliaceae Cikra cikri (Polyscias filicifolia)
Pertumbuhan tanaman dari famili Araliaceae ini pertumbuhannya tergolong lambat, namun tingginya bisa mencapai 2,5 m. Daunnya berwarna kuning kehijau-hijaua. Daun majemuk bersirip.Tanaman bersosok semak atau perdu. Cocok sebagai elemen taman berukuran sempit dan luas. Untuk taman berukuran sempit, sebaiknya tanaman ini ditanam ke dalam pot atau hanya ditanam dalam satu rumpun saja. Untuk taman berukuran luas,
Digunakan pada saat ritual adat
medinginkan alam
(andingingi lino)
Berikut diagram famili berdasarkan klasifikasi tumbuhan yang digunakan pada ritual adat kematian (a’dangang) dan mendinginkan alam (andingingi lino)
Gambar 4.1 Diagram jenis tumbuhan ritual yang digunakan di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang menurut familinya pada ritual adat kematian(a’dangang).
0
1
2
3
4
5
jum
lah
spes
ies
Famili
53
Gambar 4.2 Diagram jenis tumbuhan ritual yang digunakan di Desa Tana
Toa Kecamatan Kajang menurut familinya pada ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino).
Berdasarkan hasil penelitian tentang bagian-bagian tumbuhan yang digunakan
sebagai bahan ritualdi Kecamatan Kajang memperlihatkan bahwa ada 4 bagian
tumbuhan yang digunakan dari 23 spesies tumbuhan yang telah diketahui dan
digunakan sebelumnya.
Adapun pengelompokkan berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan
dalam ritual dapat dilihat pada tabel berikut ini :
0
1
2
3
4
5
Jum
lah
spes
ies
Famili
54
Tabel 4.2. Bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan ritual.
No
Bagian
yang
digunakan
Jumlah spesies Nama spesies Nama Ilmiah
1. Daun 11
1. Gandarusa 2. Puring 3. Waru 4. Sirih 5. Pacar kuku 6. Pandan
wangi 7. Andong 8. Kelapa 9. Sri Rejeki 10. Cocor bebek 11. Cakra cikri
1. Justica gandarussa 2. Codiaeum variegatum 3. Hibiscus tiliaceus 4. Piper battle 5. Lawsonia inermis 6. Pandanus amarylifolius 7. Cordyline fruticosa 8. Cocus nucifera 9. Aglaonema cripsum 10. Bryophyllum pinnatum 11. Polyscias filicifolia
2. Buah 7
1. Pinang 2. Kelapa 3. Pisang 4. Padi 5. Lontar 6. Bawang
merah 7. Bawang
putih
1. Arache cathecu 2. Cocus nucifera 3. Musa paradisiaca 4. Oryza sativa 5. Borassus flabellieber 6. Alium cepa L 7. Alium sativum
3. Batang 2 1. Tebu 2. Bambu
1. Saccharum officinarum 2. Bambusa sp
4. Bunga 4
1. Mawar 2. Asoka 3. Pinang 4. Bunga
kancing
1. Rosa hybrida 2. Ixora palludosa 3. Arecha cathecu 4. Gomphrena globosa L
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pengambilan bagian tanaman
biasanya hanya diambil salah satu bagian saja, namun pada beberapa tanaman
diambil beberapa bagian untuk dipakai sebagai bahan ritual. Adapun jumlah bagian
55
tanaman yang digunakan perbagiannya dapat dilihat pada diagram batangdibawah
ini :
Gambar 4.3 Diagram bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan Ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino) dan ritual adat kematian(a’dangang).
B. Pembahasan
Aktifitas upacara adat yang berkaitan erat dengan sistem religi merupakan
salah satu wujud kebudayaan yang paling sulit diubah bila dibandingkan dengan
unsur kebudayaan yang lainnya. Bahkan sejarah menunjukan bahwa aktifitas upacara
adat dan lembaga kepercayaan hanyalah perkumpulan manusia yang paling
memungkinkan untuk tetap dipertahankan. Masyarakat dalam melaksanakan aktifitas
kesehariannya untuk memenuhi kebutuhan hidup biasanya dipengaruhi oleh
kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya seperti nilai budaya, hukum, norma-
norma maupun aturan-aturan khusus lainnya. Maka ritual dan upacara keagamaan
0
2
4
6
8
10
12
daun buah bunga batang
jumlah spesies
56
disamping sistem keyakinan, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan dari
religi atau agama yang memerlukan studi dan analisis yang khusus, dan dalam hal
upacara keagamaan itu tetap ada tetapi memiliki latar belakang, keyakinan, maksud
atau doktrin yang berubah (Hariana, 2013).
Sama halnya dengan masyarakat di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang yang
memanfaatkan tumbuhan sekitar tidak hanya sebagai bahan pangan atau bahan obat,
akan tetapi dipakai pula dalam proses ritual adat tertentu. Dari hasil wawancara yang
dilakukan, didapatkan kurang lebih 23 jenis tumbuhan dari 18 famili berbeda yang
biasa digunakan dalam berbagai acara ritual. Hasil ini lebih sedikit jika dibandingkan
dengan penelitian pemanfaatan tumbuhan untuk kepentingan adat pada masyarakat
Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, yang memanfaatkan 37 jenis tumbuhan untuk
kepentingan adat kenduri sko (Suswita, 2013). Jenis tumbuhan yang biasa digunakan
pada upacara adat masyarakat Kajang di desa Tana Toa dapat dilihat pada tabel 4.1
yang menggambarkan jenis tumbuhan dari famili berbeda yang sering digunakan
dalam ritual adat. Untuk jumlah spesies dari masing-masing famili dapat dilihat di
gambar 4.1.
Tumbuhan yang digunakan pada ritual adat mendinginkan alam (andingingi
lino) dan ritual adat kematian (a’dangang) banyak tersedia disekitar lingkungan
masyarakat Kajang di desa Tana Toa. Masyarakat kemudian mengambilnya dari
hutan, pekarangan rumah, ladang, bahkan di sekitar jalan desa. Tumbuhan diambil
secukupnya saja sesuai dengan kebutuhan dalam upacara adat. Sehingga, secara tidak
langsung masyarakat telah melakukan pemberdayaan dengan menanam tumbuhan
57
tersebut. Berikut adalah tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Desa Tana Toa
Kecamatan Kajang:
1. Tumbuhan Andong (Cordyline fruticosa).
Tumbuhan yang tergolong kedalam Famili Agavaceae ini, merupakan
tumbuhan yang mudah didapatkan, termasuk di Desa Tana Toa. Banyak dari
pekarangan rumah warga memiliki tumbuhan ini, Andong digunakan dalam ritual
mendinginkan alam(andingingi lino) pada kawasan adat Ammatoa.
Sepertiwawancara yang dilakukan kepada salah satutokoh adatyang bernama
Puang Lanceng,menyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan pada acara adat
mendinginkan alam dan adat kematian yaitu tumbuhan andong yang biasa mereka
sebut dengan tumbuhan dinging dinging. Bagian tumbuhan yang digunakan yaitu
khusus pada daunnya, saat proses pemercikan air (a’be’bebese) keseluruh bagian
yang mereka anggap penting termasuk orang yang menghadiri acara, hal tersebut
maksudkan supaya orang-orang yang terkena air percikan tersebut dapat berfikir
jernih dan bersikap dingin dalam menghadapi masalah.
Berdasarkan penggunaan tumbuhan andong dalam ritual adat mendinginkan
alam (andingingi lino) yaitu pada poses a’be’bese bermakna dapat mendinginkan
alam, menurut kepercayaan masyarakat kajang tumbuhan ini juga mampu mengusir
roh jahat dari perkampungan ataupun roh jahat dalam hati. Dalam adat Ammatoa
orang yang mengikuti ritual ini akan dibersihan hatinya dan akan dijauhkan dari hal-
hal buruk yang akan menimpahnya. Berikut gambar penggunaan tumbuhan andong
58
dalam ritual adat kematian (a’dangang) dan ritual adat mendinginkan alam
(andingingi lino).
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.4Penggunaan tumbuhan andong pada ritual mendinginkan alam (andingingi lino)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.5Penggunaan tumbuhan andong pada ritual kematian(a’dangang)
2. Kelapa (Cocus nucifera)
Kelapa merupakan tumbuhan yang tergolong kedalam famili Arecacea.
Tumbuhan ini sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia khususnya untuk
berbagai ritual adat, begitupun dengan masyarakat Desa Tana Toa. Buah kelapa
digunakan dalam berbagai ritual adat.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu tokoh adat yaitu Puang Lanceng
menyatakan bahwa penggunaan tumbuhan kelapa dalam berbagai ritual ini
59
bermakna agar manusia bisa hidup makmur dan ditinggikan derajatnya selayaknya
pohon kelapa yang tumbuh tinggi dan berbuah banyak, seperti halnya kelapa dapat
bermanfaat dari batang sampai daun dengan harapan masyarakat Kajang juga bisa
bermanfaat untuk orang lain. Kelapa yang setiap bagiannya dapat dimanfaatkan
seperti halnya manusia dalam berperilaku baik, bertutur baik dan segala hal baik
pula. Kemudian pada ritual a’dangang diharapkan mengantarkan jenazah dalam
keadaan tinggi derajatnya pula.
Untuk ritual andingingi lino dan a’dangang dapat dilihat pada gambar dibawah
ini :
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar4.6 Penggunaan tumbuhan kelapa pada ritual mendinginkan alam (andingingi lino)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.7 Penggunaan tumbuhan kelapa pada ritual kematian(a’dangang)
60
Buah kelapa bagi masyarakat Ammatoa sangat bermanfaat. Bisa dijadikan
bahan rumah, bahan pangan, bahkan bisa dijadikan tempat air minum. Maka dari
itutumbuhan ini termasuk dalam bahan ritual adat mendinginkan alam sebagai
bentuk terima kasih mereka terhadap Tuhan, begitu ungkapan salah satu tokoh adat
Puang Lanceng.
3. Pinang (Arace cathecu)
Tumbuhan pinang sering digunakan dalam berbagai ritual adat masyarakat
Indonesia. Pinang dalam ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino) dan ritual
adat kematian(a’dangang) sebagai pelengkap sesajen. Pinang bermakna
memberikan rezeki yang banyak.
Berdasarkanhasil wawancara peneliti, penggunaan pinang dalam ritual
tersebut memiliki makna agar orang yang telah mengikuti upacara adat
mendinginkan alam (andingingi lino) memiliki rejeki yang banyak dan hidup
sejahtera (haji dallena, ballo dallena). Sedangkan saat digunakan pada upacara adat
kematian (a’dangang) yaitu (kahajikanmo u’rangiang i tumatea jakomo
kakodianna) bermakna dapat meninggalkan yang baik-baik saja didunia. Buah
Pinang dalam bahasa Kajang adalah rappo. Pinang dalam ritual ini diartikan agar
rejekinya berbuah terus atau rejekinya banyak.
Penggunaan Pinang dapat dalam ritual mendinginkan alam (andingingi
lino)dan ritual kematian (a’dangang) dilihat pada gambar dibawah ini :
61
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.8 Penggunaan tumbuhan pinang pada ritualmendinginkan alam(andingingi lino)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.9 Penggunaan tumbuhan pinang pada ritual kematian a’dangang
4. Lontar (Borassus flabelliefer)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap salah satu sanro di
kawasan adat Ammatoa yang bernama puang Lanceng, menyatakan bahwa
tumbuhan lontar masih dari famili Arecaceae. Bagian yang digunakan dalam ritual
andingingi lino adalah daun lontar yang berfungsi sebagai wadahpenyimpanan
makanan untuk sesajen. Masyarakat Kajang beranggapan bahwa daun lontar
merupakan bentuk perwujudan untuk saling melindungi dan bekerja sama satu
sama lain, sebagaimana daun lontar yang melindungi banyak buahnya.
62
5. Bambu (Bambussa sp)
Bambu merupakan tumbuhan yang memiliki banyak manfaat terutama pada
bagian batangnya. Hampir semua bagian tumbuhan bambu digunakan dalam
ritualandingingi lino.
Berdasarkan hasil wawancara dengan puang Timan, diketahui bahwa
tumbuhan yang digunakan pada saat ritual yaitu bambu. Dimana bambudigunakan
masyarakat untuk membuat tempat atau wadah (pammuneang), seperti tempat
makanan, tempat duduk maupun sebagai dinding rumah masyarakat Kajang Dalam .
Bambu dipilih karena batangnya yang kuat dan tidak mudah rapuh. Selain batangnya,
daun bambu juga digunakan sebagai hiasan agar terlihat indah. Berharap masyarakat
Kajang bisa bekerja sama dan dapat bermanfaat untuk orang lain maupun suku lain.
Bisa ditempatkan dimana saja seperti bambu yang serbaguna dan dapat dimanfaatkan
untuk apa saja.
Pammuneang atau wadah yang dipakai untuk menyimpan makanan dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.10 Penggunaan tumbuhan bambu pada ritual adat mendinginkan alam(andingingi)sebagai wadah (pammuneang)
63
6. Padi (Oryza sativa)
Padi yang buahnya merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia selain
dikonsumsi sebagai bahan makanan ternyata digunakan pula dalam berbagairitual
adat tertentu.
Saat mewawancarai puang Timanyang menyatakan bahwa ada tumbuhan
yang sangat penting digunakan pada ritual ini, yakni padi atau masyarakat
Kajangbiasa menyebutnya dengan pare. Padi digunakan setelah proses pembacaan
doa yang dilemparkan oleh sanro atau guru, kedepan, ke belakang, ke samping
kanan dan ke kiri, dengan maksud 4 arah mata angin merupakan bentuk syukur dan
terima kasih terhadap alam atas kerjasamanya dengan manusia. Keberadaan padi pada
saat ritual tersebut merupakan bentuk rasa syukur kepada sang pencipta.
Berdasarkan wawancara di atas, diketahui bahwa penggunaan beras dalam
ritual adat mendinginkan alam (andingingi )dan ritual adat kematian(a’dangang)
merupakan salah satu bentuk pembelajaran moril. Bahwa setiap manusia harus sadar
akan sumber kehidupan kita yang paling pokok berasal dari tanah, maka wajib bagi
semua manusia untuk menjaga kelestarian dan kedamaian alam.
Padi yang telah dipanen dibawa ke area ritual sebagai bentuk persembahan
adat, untuk ikut andil dalam proses mendinginkan alam tersebut. Padi yang telah
diolah dipabrik dan berubah menjadi beras dipakai pada saat pembacaan doa(baca
baca). Pada ritual a’dangang diletakkan dalam wadah bersama sirih dan pinang.
Penggunaan beras dalam ritual andingingi lino dan a’dangangdapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
64
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.11 Penggunaan tumbuhan padi pada ritual adat mendinginkan alam (addingingi lino)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.12 Penggunaan beras pada ritual adat kematian(a’dangang)
7. Tebu (Saccharum officinarum)
Tebu tergolong kedalam famili Poaceae bersama tumbuhan bambu dan padi.
Tebu dikenal dengan batangnya yang manis serta berserat.
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada salah satu sanro yang
bernama puang Timan terkait dengan penggunaan tebu pada ritual adat, mengatakan
bahwa selain digunakan dalam ritual pernikahan yang berfungsi sebagai pelengkap
seserahan (erang-erang) mempelai pria kepada mempelai wanita, tebu juga
digunakan pada ritual adat andingingi atau adat mendinginkan alam. Bagian yang
65
digunakan adalah bagian batangnya yang menjadi pelengkap ritual adat. Tebu dalam
pemaknaan masyarakat Kajang Dalam merupakan salah satu bentuk sifat manusia.
Tebu yang manis didalamnya namun keras diluar yakni kulitnya adalah salah satu
bentuk filosofi kehidupan manusia.
Penggunaan Tebu sebagai pelengkap adat ini bermakna agar seluruh
penduduk adat Ammatoa mulai dari anak kecil, orang dewasa, maupun orang tua,
mampu merasakan bagaimana “manisnya” hasil alam dan juga mampu merasakan
bagaimana “pahitnya” bencana alam. Seperti ungkapan salah satu tokoh adat yakni
“alam adalah kita dan kita adalah alam”.
8. Puring (Codiaeum variegatum).
Puring merupakan tumbuhan yang tergolong kedalam familiEuphorbiaceae.
Selain warna daunnya yang menarik sehingga dijadikan tanaman hias, puring juga
digunakan dalam ritual adat di Desa Tana Toa. Puring digunakan dalam proses
siraman atau porosesa’be’bese pada ritual andingingi lino (mendinginkan alam)
Salah satu tokoh adatyakni puang Takim menyatakan bahwa tumbuhan yang
digunakan pada ritual andingingi lino dan adat kematian adalah tabbaliang atau
puring. Bagian yang digunakan dalam tumbuhan puring adalah daun. Daun puring
pada ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino)maupun adat kematian
(a’dangang) berfungsi sebagai bahan untuk proses a’be’beseatau proses
memercikkan air. Proses a’be’bese dilakukan ketika berdoa serta memercikkan air
keseluruh makanan pada saat adat kematian. Sedangkan pada adat mendinginkan
66
alam, proses a’be’bese dilakukan diseluruh bagian rumah yang dianggap penting dan
kepada orang orang yang hadir pada acara tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwaproses a’be’besebermakna
sebagai pengusir bala (hal-hal yang tidak diinginkan) pada alam maupun pada
masyarakat. Dan proses a’be’bese juga di maknai agar setiap orang yang terkena air
siraman bisa menahan emosinya. Hal ini diyakini oleh masyarakat Kajang Dalam,
agar saling menjaga satu sama lain, termasuk menjaga alam. Pada adat kematian,
proses a’be’bese dipercikkan ke makanan dan keluarga yang ditinggalkan, ini
dimaksudkan supaya keluarga yang ditinggalkan tetap tabah dan ikhlas.
Ritual mendinginkan alam(andingingi) lino merupakan ritual khas dalam adat
Kajang, penggunaan Puring dalam ritual siraman dapat dilihat pada gambar dibawah
ini :
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.13 Penggunaan tumbuhan puring pada rtiula adat mendinginkan alam(andingingi lino)
9. Pisang (Musa paradisiaca)
Pisang merupakan tumbuhan yang sangat mudah ditemukan di Indonesia,
termasuk diDesa Tana Toa. Pisang tergolong kedalam tumbuhan herbal dengan
67
batangnya yang unik karena berlapis lapis. Pisang paling banyak digunakan dalam
ritual adat termasuk di Sulawesi Selatan terkhusus didaerah Kajang Ammatoa. Dalam
adat Kajang Ammatoa, pisang digunakan dalam ritual andingingi lino dan
a’dangang.
Seperti wawancara dengan salah satutokoh adat Puang Takim yang
menyatakan bahwa dalam ritual tersebut digunakan pula tumbuhan pisang
denganbeberapa bagiannya, yakni buah dan daun. Dalam ritual adat kematian pisang
digunakan pada saat proses mengirim doa (a’baca doang), daunnya digunakan untuk
menutupi makanan dan menjadi pelapis makanan, sedangkan buahnya masuk sebagai
bahan sangka’-sangka’ (bermacam-macam) dan termasuk dalam syarat doa. A’baca
doang pada ritual appasoro dan assikiri sebagai bagian ritual adat kematian
dimaksudkan untuk mengirimkan doa serta sebagai bentuk penghormatan kepada
roh(anja)
Padaritual mendinginkan alam, buah pisang dipakai pada saat berdoa dan
daun pisang digunakan sebagai wadah untuk menaruh makanan. Masyakarakat
Kajang Dalam menganggap bahwa buah pisang merupakan salah satu simbol
kemanusiaan. Dalam kiasannya, “pisang pantang berbuah dua kali”, ini bermaksud
bahwa ketika berucap cukup hanya sekali, dalam artian bahwa manusia harus teguh
pada pendiriannya dan dapat dipercaya. Sedangkan daun pisang digunakan sebagai
wadah atau tempat makanan sebagai simbol kesederhanaan (kamase masea) bagi
masyarakat Kajang Ammatoa.
68
Penggunaan pisang dalam ritual mendinginkan alam (andingingi lino) dan
ritual kematian (a’dangang) dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.14 Penggunaan buahpisang dalam proses a’bacabaca (baca doa) pada ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.15 Penggunaan daun pisang dalam proses a’bacabaca (baca doa) pada ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino)
Penggunaan pisang pada ritual kematian (a’dangang) dapat dilihat gambar
dibawah ini:
69
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.16 Penggunaan buah pisang pada ritual adat kematian(a’dangang)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.17 Penggunaan daun pisang pada ritual adat kematian (a’dangang) 10. Sirih (Piper battle)
Sirih merupakan tumbuhan yang tergolong ke dalam famili Piperaceae.
Penggunaan sirih dalam ritual masyarakat Indonesia sudah menjadi tradisi.
Menurut puang Takim, raung leko atau tumbuhan sirih juga digunakan pada
ritual adat kematiaan (a’dangang)dan ritual adat mendinginkan alam (andingingi
lino). Daun sirih memiliki fungsi sebagai pembungkus ramuan. Dalam pemaknaannya
70
masyarakat Kajang Dalam beranggapan bahwa penggunaan sirih pada ritual ini
bermakna agar pada saat proses berdoa roh-roh yang mereka yakini ada, tidak
menganggu proses jalannya ritual, baik pada ritual mendinginkan alam (andingingi
lino) maupun pada ritual kematian (a’dangang).
Dalam ritualadat mendinginkan alam (andingingi lino) sirih digulung dengan
berisikan aporo’ atau serbuk putih yang mereka yakini dapat mengusir roh jahat.
Gulungan tersebut di simpan diwadah yang sudah diletakkan uang terlebih dahulu,
kemudian diberikan kepada guru atau sanro sebagai bentuk penghormatan.
Sirih juga digunakan dalam ritual adat kematian (a’dangang) ketika akan
diadakan baca baca atau ritual mendoakan yaitu ritual appassoro dan assikkiri.
Penggunaan sirih dalam ritual mendinginkan alam dan kematian adat Kajang
Ammatoa di Desa Tana Toa dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.18 Penggunaan sirih pada ritual adat mendinginkan alam (andingngi lino)
71
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.19 Pengguaan sirih pada ritual adat kematian(a’dangang) 11. Pacar Kuku (Lawsonia inermis)
Pacar kuku merupakan tumbuhan yang tergolong dalam famili NLhytraceae.
Pacar kuku merupakan tumbuhan yang diwajibkan ada dalam ritual pernikahan adat
makassar yaitu mappaccing akan tetapi pada adat Kajang digunakan pada ritual
kematian.
Berdasarkan wawancara peneliti terhadap Puang Takim,ia menyatakan
bahwa pada acara adat kematian(a’dangang) tumbuhan yang sering digunakan yaitu
pacar kuku, bagian yang digunakan yaitu daunnya yang berfungsi sebagai campuran
untuk air mandi jenazah. Pacar kuku digunakan karena para pendahulu mereka juga
memakai daun ini pada saat memandikan jenazah, agar jenazah tidak berbau.
Dalam pemaknaan masyarakat Kajang Dalam terhadap pacar kuku,
beranggapan bahwa penggunaan tumbuhan tersebut agar jenazah dapat kembali suci
seperti pada saat dilahirkan.
72
12. Pandan wangi (Pandanus amaryfolius)
Pandan wangi mewakili famili Pandanaceae, penggunaan daun pandan bukan
hanya sebagai bahan makanan tetapi digunakan pula dalam ritual adat. DiDesa Tana
Toa pandan wangi digunakan dalam ritual kematian
Menurut puang Ba’dumenyatakaan bahwa tumbuhan yang digunakan pada
ritual adat kematian yakni pandan atau biasa orang kajang menyebutnya pandang.
Bagian yang digunakan yaitu daunnya yang digunakan untuk dibawa kekuburan dan
untuk kaddo minyya’ (campuran makanan yang akan dibacakan doa untuk orang
meninggal dalam ritual assikkiri).
Berdasarkan wawancara tersebut, diketahui bahwa ketika seseorang
meninggal dunia dan dimandikan memakai daun Pandan wangi, jenazah yang
dimandi tetap wangi layaknya daun pandan yang memiliki wangi yang harum. Juga
dipakai ketika kematian sudah mencapai 20-40 hari pada saat mengadakan ritual
kematian. Ritual adat ini ibarat memperingati (a’ngurangi) hari kematian dan sebagai
bentuk penghormatan terhadap orang yang telah meninggal.
Biasanya ritual ini hanya dilakukan oleh masyarakat kajang yang masih
menyakini ajaran dan tradisi para leluhur, dan sampai saat ini masih tetap berlaku.
73
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.20 Penggunaan pandan wangi pada ritual adat kematian (a’dangang)
13. Waru (Hibiscus tiliaceus) dan Cocor Bebek (Bryophyllum pinnatum)
Waru merupakan tumbuhan yang tergolong ke dalam familiMalvaceae.
Penggunaan daun waru dalam ritual sudah sangat umum dalam masyarakat Indonesia.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa daun waru digunakan dalam ritual
a’dangang. Bagian tumbuhan waru yang digunakan yakni daunnya. Penggunaan daun
waru dalam ritual a’dangang bermakna agar jenazah yang telah dikuburkan mendapat
tempat yang indah dan dilapangkan kuburnya
Penggunaan waru dan cocor bebek dalam ritual a’dangangyaitu dengan cara
daun waru dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan dan dipangku oleh
keluarga yang ditinggalkan kemudian dibacakan doa oleh sanro atau biasa
masyarakat Kajang menyebutnya guru
Penggunaan daun waru dan cocor bebek dalam ritual adat kematian (a’dangang)
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
74
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.21 Penggunaan waru dan cocor bebek pada ritual adat kematian(a’dangang)
14. Asoka(Ixora palludosa) dan Bunga Kancing (Gomphrena globosa)
Asoka tergolong famili Rubiaceae dan bunga kancing termasuk famili
Amaranthaceae, penggunaan asoka dan bunga kancing dalam ritual adat hampir sama
dengan bunga mawar sebagai pelengkap dalam ritual siraman(a’bunga). Dalam adat
Kajang disebut a’bunga tumate.
Menurut puang Ba’dusalah satu sanromenyatakan bahwa bunga asoka dalam
ritual adat kematian(a’dangang) tidak memiliki makna khusus, hanya digunakan
sebagai penghias air saat proses a’bunga.
Penggunaan bunga asoka dalam ritual adat kematian (a’bunga tumate) dapat
dilihat pada gambar dibawah ini :
75
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.22 Penggunaan bunga asoka dan bunga kancing pada ritual adat kematian (a’dangang)
15. Sri rejeki (Aglaonema cripsum)
Sri rejeki merupakan tumbuhan yang sangat mudah ditemukan di Desa Tana
Toa karena namanya yang unik dan masyarakat berharap banyak rejeki. Menurut
Puang Baji’ salah satu sanro atau dukun dikawasan Ammatoa, bagian tumbuhan sri
rejeki yang digunakan adalah bagian daun. Daun sri rejeki berfungsi untuk
memercikan air kekeluarga yang ikut ritual adat tersebut.Bunga rejeki juga digunakan
dalam ritual pernikahan agar pengantin kelak rejekinya lancar.
Penggunaan sri rejeki dalam ritual kematiandapat dilihat pada gambar dibawah
ini :
76
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.23 Penggunaan daun Sri rejeki pada ritual adat kematian(a’dangang)
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan beberapa tokoh adatyang
ada di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang, diketahui terdapat kurang lebih 23jenis
tumbuhan yang digunakan sebagai bahan upacara adat. Kemudian dikelompokkan
menjadi 18 famili yaitu famili Euphorbiaceae, Araliaceae, Alliaceae, Anacardiace,
Amaranthaceae, Rutaceae, Poaceae, Musaceae, Acanthaceae, Agavaceae,
Lythraceae, Palmaceae, Piperaceae, Crassulaceae, Pandanaceae, Rosaceae,
Malvaceae, Rubiaceae, dan Aracea. Sebagaimana pada Tabel 4.1 yang menyajikan
seberapa banyak spesies dalam satu famili yang digunakan sebagai tanaman ritual.
Tabel 4.1 Jenis tumbuhan yang digunakandi Desa Tana Toa sebagai bahan upacara adat.
No Famili Nama
Tanaman Morfologi Manfaat Foto
1. Agavacceae a. Andong Dinging-dinging ( Kajang) Cordyline fruticosa (Ilmiah)
Pohon dengan tinggi mencapai 5 m. Berbatang keras, daun tunggal menempel pada batang, terutama berkumpul diujung batang, bentuk lanset, pangkal dan ujung runcing, tepi rata. Pertulangan menyirip, berwarna hijau tua atau merah kecoklatan. Buah buni, berwarna merah dan terdapat efek mengilap. Akar serabut berwarna putih kotor (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual Andingingi pada proses menyiram (A’be’bese)
44
2. Palmaceae/Arecaceae
a. Kelapa Kaluku (Kajang) Cocos nucifera (Ilmiah)
Pohon kelapa merupakan batang tunggal tetapi terkadang dapat bercabang. Tinggi pohon dapat mencapai 30 m. Daun kelapa tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, berwarna kekuningan dan hijau tua. Akar serabut, bunga mejemuk dan terletak pada rangkaian yang dilindungi bractea. Buah merupakan tipe buah drupa dan terdapat endosperm yang cair didalamnya (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual Andingingi pada proses menyiram (A’be’bese)
b. Pinang Rappo (Kajang) Arecea catechu (Ilmiah)
Pohon lurus langsing, tumbuh tegak, tinggi 10-30 m, tidak bercabang, dan bekas daun yang lepas. Daun majemuk menyirip dan merupakan roset batang. Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok. Ada satu bunga betina pada bagian pangkal dan diatasnya banyak bunga jantan tersusun dua baris. Buah drupa dinding buah berserabut, dan biji berbentuk kerucut dan pangkalnya yang rata. (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual anrio pada proses andingingicampuran dalam air
c. Lontar Tala’ (Kajang) Borassus flafellieber (Ilmiah)
Sejenis palem berbatang lurus yang dapat tumbuh hingga 30 m. Daunnya tunggal bercangap sampai berlekuk dan membentuk beberapa taju. Warna daunnya hijau dan teksturnya kaku. Merupakan tumbuhan berumah dua sehingga jantan dan betina terpisah. Bunganya majemuk bunga jantan bentuk tongkol (Hidayat, 2015).
Digunakan sebagai bahan wadah dan alas tempat para pemangku adat
45
3. Poaceae
a. Bambu Parring (Kajang) Bambusa sp (ilmiah)
Merupakan tumbuhan jenis rumput. Akar serabut, batang bambu berbentuk silindris, berbuku, dan beruas ruas, serta berongga. Warna batang hijau hingga kuning tumbuh keatas dan tegak lurus. Daunnya merupakan daun lengkap karna memiliki pelepah, batang, dan helaian daun (Taufik, 2015).
Digunakan sebagai tempat atau rumah penyimpanan makanan
b. Padi Pare (Kajang) Oryza sativa (ilmiah)
Termasuk suku rumput rumputan, akar serabut, batang herba dan beruas ruas, pertumbuhan batang merumpun. Daunnya merupakan daun lengkap dengan bangun daun garis. Bunga padi merupakan tipe bulir dan merupakan bunga telanjang. Berkelamin dua. Buah padi dibungkus oleh bagian lemma dan palea (Taufik, 2015).
Dipakai dalam bahan syukuran dengan hasil alam
c. Tebu Ta’bu (Kajang) Saccharum officinarum (ilmiah)
Tinggi tanaman mencapai 6 m. Batang berbuku-buku, berdiameter 2-5 cm. Daun terletak berseling pada sisi batang, pelepah daun menabung, menutupi batangnya. Perbungaan berupa malai berada diujung batang dengan panjang 25-50 cm.. buah seperti padi dengan panjang 1 mm (Hidayat 2015).
digunakan sebagai tempat sesajen
46
4. Amaranthaceae a. Bunga kancing Gomphrena globosa L (ilmiah)
Bunga kenop atau bunga kancing diluuar negeri disebut gomphrena atau globe amaranth karena termasuk suku bayam-bayaman merupakan tanaman semusim yang sering dijadikan tanaman hias karena cantik dan bentuknya lucu. Di Indonesia juga dikenal sebagi kembang puter.
Digunakan pada ritual kematian (a’dangang) sebagai bahan pada saat mengunjungi kuburan dan ditabur dikuburan.
5.
Euphorbiaceae a. Puring (Kajang) Codiaeum variegatum (ilmiah)
Puring merupakan tanaman perdu asli Indonesia. Bentuk daun sangat bervariasi dengan corak dan warna berbeda-beda. Ada yang berbentuk bulat telur, lonjong, jorong dan ada juga yang berbentuk pita tersusun berselang-seling. Sosok batang ada dua macam yaitu bulat dan bersudut, bergetah. Bunga tersusun berangkai dalam satu tangkai bunga. Bunga jantan dan bunga betina terpisah dalam tandan bunga yang berbeda. Buah berbentuk bulat berwarna hijau mengkilat. Biji bulat (Purwanto dan Aziz, 2011).
Digunakan pada proses a’be’bese(memercikkan air)
47
6. Musaceae a. Pisang Loka (Kajang) Musa paradisiaca (ilmiah)
Terna berbatang semu basah, tidak bercabang, pelepah daun menyelubungi batang. Akar berbentuk rimpang dan mengarah kedalam tanah sejauh 4-5 m. Bentu daun panjang, lonjong, dan lebar yang tidak sama, ujung tumpul dan tepi rata. Bunga keluar dari ujung batang tersusun atas daun pelindung yang saling menutupi dan bunganya terletak pada ketiak diantara pelindung dan membentuk sisir. Buah tersusun dalam tandan terdiri atas beberapa sisir dan tiap sisir terdapat 6-22 buah (Hidayat, 2015).
Digunakan sebagai wadah makanan dan penutup sesajen
7. Piperaceae a. Sirih Leko’ (Kajang) Piper betle (ilmiah)
Tumbuhan merambat atau memanjat. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung dan tangkainya agak panjang. Permukaan daun berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau agak kecoklatan dengan permukaan kasar serta berkerut-kerut. Disamping untuk keperluan ramuan obat-obatan juga masih sering digunakan untuk kelengkapan acara-acara adat hingga saat ini (Hidayat, 2015).
Digunakan pada ritual adat mendinginkan alam dan kematian sbagai bahan mensucikan
48
8. Lythraceae a. Pacar kuku (Kajang) Lawsonia inermis (ilmiah)
Batang perdu tegak bercabang, bulat berkayu dan berduri. Daun berhadapan berbentuk jorong atau jorong lanset dengan panjang 1,5-5 cm. Perbungaan berupa malai tumbuh diujung cabang, dan ketiak daun, bunga berwarna kuning muda, merah jambu atau merah dan beraroma harum. Buah berupa buah kotak memiliki garis tengah 0,5 cm. Didalam buah terdapat biji berbentuk piramida terbalik (Hidayat 2015).
Digunakan pada saat
memandikan jenazah
9. Alliaceae a. Bawang merah
Lasuna eja (kajang) Allium cepa L (ilmiah)
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan di bagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30–50 cm.(Hidayat, 2015).
Digunakan pada ritual adat kematian sebagai bahan campuran sesajen
49
b. Bawang Putih Lasuna puteh (kajang) Allium sativum (ilmiah)
merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan di bagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30–50 cm. (Hidayat, 2015).
Digunakan pada ritual adat kematian sebagai bahan campuran sesajen
10. Acanthaceae
a. Gandarusa
Justica gendarussa Burm F. (Imiah)
Perdu tumbuh tegak, tinggi dapat mencapai 2 m. Percabangan banyak, dimulai dari dekat pangkal batang. Cabang yang masih muda berwarna ungu gelap dan bila sudah tua warnanya menjadi coklat mengilap. Letak daun berhadapan dengan daun tunggal bentuk lanset. Bunga kecil berwarna putih dan tersusun dalam rangkaian berupa malai atau bulir menuncup, buah berbetuk bulat panjang (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual andingingib
erfungsi untuk proses
a’be’bese
11. Crassulaceae a. Cocor bebek (Kajang) Bryophyllum (Ilmiah)
Cocor bebek memiliki batang yang lunak dan beruas. Daunnya tebal berdaging dan mengandung banyak air. Warna daun hijau muda (kadang kadang abu-abu). Bunga majemuk, buah kotak. Bila dimakan cocor bebek rasanya agak asam dan dingin
Sebagai bahan ritual kemtian dan
ritual mendingink
an alam
50
12. Pandanaceae a. Pandan wangi Pandang (Kajang) Pandanus amarylifolius (Ilmiah)
Tanaman ini mempunyai daun yang selalu hijau sepanjang tahun. Batangnya bulat, dapat tunggal atau bercabang cabang. Mempunyai akar udara atau tunjang. Tepi daun rata. Daun berwarna hijau dan tersusun spiral. Bunga majemuk berbentuk bongkol. Buahnya berbentuk batu, menggantung, dan berwarna jingga (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual memandikan jenazah dan panguru songkolo pada ritual appasoro’ addangang
13. Rosaceae a. Bunga Mawar Bunga tu lolo (kajang) Rosa hybrida (Ilmiah)
Batang mawar tegak bentuk bulat dan berkayu serta mempunyai duri. Daun majemuk beraanak daun tiga, berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi. Pertulangan daun menyirip, tangkai daun silinder. Bunga berwarna merah bermahkota halus, merupakan bunga majemuk dan mempunyai mahkota yang berlais lapis (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual memandikan jenazah
14. Malvaceae a. Waru Hibiscus tiliaceus (Ilmiah)
Pohon tinggi dapat mencapai 5-15 m. Batang berkayu dan berwarna coklat. Daun merupakan daun tunggal dengan bangun daun jantung. Bunga merupakan bunga tunggal bertaju 8- 11. Daun mahkota berbentuk kipas berwarna kuning dengan noda ungu dan pangkal berwarna kemerahan. Buah berbetuk telur dengan paruh pendek, beruang 5 tidak sempurna.
Digunakan dalam
assikiri dan passoro
pada ritual adat
addangang
51
15. Rubiaceae a. Bunga asoka Asoka(Kajang) Ixora palludosa (Ilmiah)
Tumbuhan berupa perdu tingginya lebih dari 4 m. Batang berkayu disertai bercak bercak lumut kerak. Bentuk daun lonjong dengan panjang 24,2 cm dan lebar 9,6 cm. Warna bunga merah dengan tipe bergerombol atau malai rata. Buah merupakan bauh buni. Dan tergolong buah semu majemuk (Hidayat, 2015).
Digunakan dalam ritual Addangang
16. Araceae a. Sri rejeki Bunga rejeki (kajang) Aglaonema cripsum (Ilmiah)
Tumbuhan berupa herba yang masih dalam golongan talas talasan ini memiliki batang herba dan bulat. Daun merupakan daun tidak lengkap dengan bentuk jorong berwarna hijau atau merah dengan bercak putih yang khas. Bunga berwarna putih dan muncul diketiak daun. Buah berbentuk bulat dan muncul pada bulan ke 8 (Hidayat, 205).
Digunakan dalam ritual addangang
52
17. Araliaceae Cikra cikri (Polyscias filicifolia)
Pertumbuhan tanaman dari famili Araliaceae ini pertumbuhannya tergolong lambat, namun tingginya bisa mencapai 2,5 m. Daunnya berwarna kuning kehijau-hijaua. Daun majemuk bersirip.Tanaman bersosok semak atau perdu. Cocok sebagai elemen taman berukuran sempit dan luas. Untuk taman berukuran sempit, sebaiknya tanaman ini ditanam ke dalam pot atau hanya ditanam dalam satu rumpun saja. Untuk taman berukuran luas,
Digunakan pada saat ritual adat
medinginkan alam
(andingingi lino)
Berikut diagram famili berdasarkan klasifikasi tumbuhan yang digunakan pada ritual adat kematian (a’dangang) dan mendinginkan alam (andingingi lino)
Gambar 4.1 Diagram jenis tumbuhan ritual yang digunakan di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang menurut familinya pada ritual adat kematian(a’dangang).
0
1
2
3
4
5
jum
lah
spes
ies
Famili
53
Gambar 4.2 Diagram jenis tumbuhan ritual yang digunakan di Desa Tana
Toa Kecamatan Kajang menurut familinya pada ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino).
Berdasarkan hasil penelitian tentang bagian-bagian tumbuhan yang digunakan
sebagai bahan ritualdi Kecamatan Kajang memperlihatkan bahwa ada 4 bagian
tumbuhan yang digunakan dari 23 spesies tumbuhan yang telah diketahui dan
digunakan sebelumnya.
Adapun pengelompokkan berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan
dalam ritual dapat dilihat pada tabel berikut ini :
0
1
2
3
4
5
Jum
lah
spes
ies
Famili
54
Tabel 4.2. Bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan ritual.
No
Bagian
yang
digunakan
Jumlah spesies Nama spesies Nama Ilmiah
1. Daun 11
1. Gandarusa 2. Puring 3. Waru 4. Sirih 5. Pacar kuku 6. Pandan
wangi 7. Andong 8. Kelapa 9. Sri Rejeki 10. Cocor bebek 11. Cakra cikri
1. Justica gandarussa 2. Codiaeum variegatum 3. Hibiscus tiliaceus 4. Piper battle 5. Lawsonia inermis 6. Pandanus amarylifolius 7. Cordyline fruticosa 8. Cocus nucifera 9. Aglaonema cripsum 10. Bryophyllum pinnatum 11. Polyscias filicifolia
2. Buah 7
1. Pinang 2. Kelapa 3. Pisang 4. Padi 5. Lontar 6. Bawang
merah 7. Bawang
putih
1. Arache cathecu 2. Cocus nucifera 3. Musa paradisiaca 4. Oryza sativa 5. Borassus flabellieber 6. Alium cepa L 7. Alium sativum
3. Batang 2 1. Tebu 2. Bambu
1. Saccharum officinarum 2. Bambusa sp
4. Bunga 4
1. Mawar 2. Asoka 3. Pinang 4. Bunga
kancing
1. Rosa hybrida 2. Ixora palludosa 3. Arecha cathecu 4. Gomphrena globosa L
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pengambilan bagian tanaman
biasanya hanya diambil salah satu bagian saja, namun pada beberapa tanaman
diambil beberapa bagian untuk dipakai sebagai bahan ritual. Adapun jumlah bagian
55
tanaman yang digunakan perbagiannya dapat dilihat pada diagram batangdibawah
ini :
Gambar 4.3 Diagram bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan Ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino) dan ritual adat kematian(a’dangang).
B. Pembahasan
Aktifitas upacara adat yang berkaitan erat dengan sistem religi merupakan
salah satu wujud kebudayaan yang paling sulit diubah bila dibandingkan dengan
unsur kebudayaan yang lainnya. Bahkan sejarah menunjukan bahwa aktifitas upacara
adat dan lembaga kepercayaan hanyalah perkumpulan manusia yang paling
memungkinkan untuk tetap dipertahankan. Masyarakat dalam melaksanakan aktifitas
kesehariannya untuk memenuhi kebutuhan hidup biasanya dipengaruhi oleh
kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya seperti nilai budaya, hukum, norma-
norma maupun aturan-aturan khusus lainnya. Maka ritual dan upacara keagamaan
0
2
4
6
8
10
12
daun buah bunga batang
jumlah spesies
56
disamping sistem keyakinan, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan dari
religi atau agama yang memerlukan studi dan analisis yang khusus, dan dalam hal
upacara keagamaan itu tetap ada tetapi memiliki latar belakang, keyakinan, maksud
atau doktrin yang berubah (Hariana, 2013).
Sama halnya dengan masyarakat di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang yang
memanfaatkan tumbuhan sekitar tidak hanya sebagai bahan pangan atau bahan obat,
akan tetapi dipakai pula dalam proses ritual adat tertentu. Dari hasil wawancara yang
dilakukan, didapatkan kurang lebih 23 jenis tumbuhan dari 18 famili berbeda yang
biasa digunakan dalam berbagai acara ritual. Hasil ini lebih sedikit jika dibandingkan
dengan penelitian pemanfaatan tumbuhan untuk kepentingan adat pada masyarakat
Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, yang memanfaatkan 37 jenis tumbuhan untuk
kepentingan adat kenduri sko (Suswita, 2013). Jenis tumbuhan yang biasa digunakan
pada upacara adat masyarakat Kajang di desa Tana Toa dapat dilihat pada tabel 4.1
yang menggambarkan jenis tumbuhan dari famili berbeda yang sering digunakan
dalam ritual adat. Untuk jumlah spesies dari masing-masing famili dapat dilihat di
gambar 4.1.
Tumbuhan yang digunakan pada ritual adat mendinginkan alam (andingingi
lino) dan ritual adat kematian (a’dangang) banyak tersedia disekitar lingkungan
masyarakat Kajang di desa Tana Toa. Masyarakat kemudian mengambilnya dari
hutan, pekarangan rumah, ladang, bahkan di sekitar jalan desa. Tumbuhan diambil
secukupnya saja sesuai dengan kebutuhan dalam upacara adat. Sehingga, secara tidak
langsung masyarakat telah melakukan pemberdayaan dengan menanam tumbuhan
57
tersebut. Berikut adalah tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Desa Tana Toa
Kecamatan Kajang:
1. Tumbuhan Andong (Cordyline fruticosa).
Tumbuhan yang tergolong kedalam Famili Agavaceae ini, merupakan
tumbuhan yang mudah didapatkan, termasuk di Desa Tana Toa. Banyak dari
pekarangan rumah warga memiliki tumbuhan ini, Andong digunakan dalam ritual
mendinginkan alam(andingingi lino) pada kawasan adat Ammatoa.
Sepertiwawancara yang dilakukan kepada salah satutokoh adatyang bernama
Puang Lanceng,menyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan pada acara adat
mendinginkan alam dan adat kematian yaitu tumbuhan andong yang biasa mereka
sebut dengan tumbuhan dinging dinging. Bagian tumbuhan yang digunakan yaitu
khusus pada daunnya, saat proses pemercikan air (a’be’bebese) keseluruh bagian
yang mereka anggap penting termasuk orang yang menghadiri acara, hal tersebut
maksudkan supaya orang-orang yang terkena air percikan tersebut dapat berfikir
jernih dan bersikap dingin dalam menghadapi masalah.
Berdasarkan penggunaan tumbuhan andong dalam ritual adat mendinginkan
alam (andingingi lino) yaitu pada poses a’be’bese bermakna dapat mendinginkan
alam, menurut kepercayaan masyarakat kajang tumbuhan ini juga mampu mengusir
roh jahat dari perkampungan ataupun roh jahat dalam hati. Dalam adat Ammatoa
orang yang mengikuti ritual ini akan dibersihan hatinya dan akan dijauhkan dari hal-
hal buruk yang akan menimpahnya. Berikut gambar penggunaan tumbuhan andong
58
dalam ritual adat kematian (a’dangang) dan ritual adat mendinginkan alam
(andingingi lino).
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.4Penggunaan tumbuhan andong pada ritual mendinginkan alam (andingingi lino)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.5Penggunaan tumbuhan andong pada ritual kematian(a’dangang)
2. Kelapa (Cocus nucifera)
Kelapa merupakan tumbuhan yang tergolong kedalam famili Arecacea.
Tumbuhan ini sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia khususnya untuk
berbagai ritual adat, begitupun dengan masyarakat Desa Tana Toa. Buah kelapa
digunakan dalam berbagai ritual adat.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu tokoh adat yaitu Puang Lanceng
menyatakan bahwa penggunaan tumbuhan kelapa dalam berbagai ritual ini
59
bermakna agar manusia bisa hidup makmur dan ditinggikan derajatnya selayaknya
pohon kelapa yang tumbuh tinggi dan berbuah banyak, seperti halnya kelapa dapat
bermanfaat dari batang sampai daun dengan harapan masyarakat Kajang juga bisa
bermanfaat untuk orang lain. Kelapa yang setiap bagiannya dapat dimanfaatkan
seperti halnya manusia dalam berperilaku baik, bertutur baik dan segala hal baik
pula. Kemudian pada ritual a’dangang diharapkan mengantarkan jenazah dalam
keadaan tinggi derajatnya pula.
Untuk ritual andingingi lino dan a’dangang dapat dilihat pada gambar dibawah
ini :
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar4.6 Penggunaan tumbuhan kelapa pada ritual mendinginkan alam (andingingi lino)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.7 Penggunaan tumbuhan kelapa pada ritual kematian(a’dangang)
60
Buah kelapa bagi masyarakat Ammatoa sangat bermanfaat. Bisa dijadikan
bahan rumah, bahan pangan, bahkan bisa dijadikan tempat air minum. Maka dari
itutumbuhan ini termasuk dalam bahan ritual adat mendinginkan alam sebagai
bentuk terima kasih mereka terhadap Tuhan, begitu ungkapan salah satu tokoh adat
Puang Lanceng.
3. Pinang (Arace cathecu)
Tumbuhan pinang sering digunakan dalam berbagai ritual adat masyarakat
Indonesia. Pinang dalam ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino) dan ritual
adat kematian(a’dangang) sebagai pelengkap sesajen. Pinang bermakna
memberikan rezeki yang banyak.
Berdasarkanhasil wawancara peneliti, penggunaan pinang dalam ritual
tersebut memiliki makna agar orang yang telah mengikuti upacara adat
mendinginkan alam (andingingi lino) memiliki rejeki yang banyak dan hidup
sejahtera (haji dallena, ballo dallena). Sedangkan saat digunakan pada upacara adat
kematian (a’dangang) yaitu (kahajikanmo u’rangiang i tumatea jakomo
kakodianna) bermakna dapat meninggalkan yang baik-baik saja didunia. Buah
Pinang dalam bahasa Kajang adalah rappo. Pinang dalam ritual ini diartikan agar
rejekinya berbuah terus atau rejekinya banyak.
Penggunaan Pinang dapat dalam ritual mendinginkan alam (andingingi
lino)dan ritual kematian (a’dangang) dilihat pada gambar dibawah ini :
61
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.8 Penggunaan tumbuhan pinang pada ritualmendinginkan alam(andingingi lino)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.9 Penggunaan tumbuhan pinang pada ritual kematian a’dangang
4. Lontar (Borassus flabelliefer)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap salah satu sanro di
kawasan adat Ammatoa yang bernama puang Lanceng, menyatakan bahwa
tumbuhan lontar masih dari famili Arecaceae. Bagian yang digunakan dalam ritual
andingingi lino adalah daun lontar yang berfungsi sebagai wadahpenyimpanan
makanan untuk sesajen. Masyarakat Kajang beranggapan bahwa daun lontar
merupakan bentuk perwujudan untuk saling melindungi dan bekerja sama satu
sama lain, sebagaimana daun lontar yang melindungi banyak buahnya.
62
5. Bambu (Bambussa sp)
Bambu merupakan tumbuhan yang memiliki banyak manfaat terutama pada
bagian batangnya. Hampir semua bagian tumbuhan bambu digunakan dalam
ritualandingingi lino.
Berdasarkan hasil wawancara dengan puang Timan, diketahui bahwa
tumbuhan yang digunakan pada saat ritual yaitu bambu. Dimana bambudigunakan
masyarakat untuk membuat tempat atau wadah (pammuneang), seperti tempat
makanan, tempat duduk maupun sebagai dinding rumah masyarakat Kajang Dalam .
Bambu dipilih karena batangnya yang kuat dan tidak mudah rapuh. Selain batangnya,
daun bambu juga digunakan sebagai hiasan agar terlihat indah. Berharap masyarakat
Kajang bisa bekerja sama dan dapat bermanfaat untuk orang lain maupun suku lain.
Bisa ditempatkan dimana saja seperti bambu yang serbaguna dan dapat dimanfaatkan
untuk apa saja.
Pammuneang atau wadah yang dipakai untuk menyimpan makanan dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.10 Penggunaan tumbuhan bambu pada ritual adat mendinginkan alam(andingingi)sebagai wadah (pammuneang)
63
6. Padi (Oryza sativa)
Padi yang buahnya merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia selain
dikonsumsi sebagai bahan makanan ternyata digunakan pula dalam berbagairitual
adat tertentu.
Saat mewawancarai puang Timanyang menyatakan bahwa ada tumbuhan
yang sangat penting digunakan pada ritual ini, yakni padi atau masyarakat
Kajangbiasa menyebutnya dengan pare. Padi digunakan setelah proses pembacaan
doa yang dilemparkan oleh sanro atau guru, kedepan, ke belakang, ke samping
kanan dan ke kiri, dengan maksud 4 arah mata angin merupakan bentuk syukur dan
terima kasih terhadap alam atas kerjasamanya dengan manusia. Keberadaan padi pada
saat ritual tersebut merupakan bentuk rasa syukur kepada sang pencipta.
Berdasarkan wawancara di atas, diketahui bahwa penggunaan beras dalam
ritual adat mendinginkan alam (andingingi )dan ritual adat kematian(a’dangang)
merupakan salah satu bentuk pembelajaran moril. Bahwa setiap manusia harus sadar
akan sumber kehidupan kita yang paling pokok berasal dari tanah, maka wajib bagi
semua manusia untuk menjaga kelestarian dan kedamaian alam.
Padi yang telah dipanen dibawa ke area ritual sebagai bentuk persembahan
adat, untuk ikut andil dalam proses mendinginkan alam tersebut. Padi yang telah
diolah dipabrik dan berubah menjadi beras dipakai pada saat pembacaan doa(baca
baca). Pada ritual a’dangang diletakkan dalam wadah bersama sirih dan pinang.
Penggunaan beras dalam ritual andingingi lino dan a’dangangdapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
64
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.11 Penggunaan tumbuhan padi pada ritual adat mendinginkan alam (addingingi lino)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.12 Penggunaan beras pada ritual adat kematian(a’dangang)
7. Tebu (Saccharum officinarum)
Tebu tergolong kedalam famili Poaceae bersama tumbuhan bambu dan padi.
Tebu dikenal dengan batangnya yang manis serta berserat.
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada salah satu sanro yang
bernama puang Timan terkait dengan penggunaan tebu pada ritual adat, mengatakan
bahwa selain digunakan dalam ritual pernikahan yang berfungsi sebagai pelengkap
seserahan (erang-erang) mempelai pria kepada mempelai wanita, tebu juga
digunakan pada ritual adat andingingi atau adat mendinginkan alam. Bagian yang
65
digunakan adalah bagian batangnya yang menjadi pelengkap ritual adat. Tebu dalam
pemaknaan masyarakat Kajang Dalam merupakan salah satu bentuk sifat manusia.
Tebu yang manis didalamnya namun keras diluar yakni kulitnya adalah salah satu
bentuk filosofi kehidupan manusia.
Penggunaan Tebu sebagai pelengkap adat ini bermakna agar seluruh
penduduk adat Ammatoa mulai dari anak kecil, orang dewasa, maupun orang tua,
mampu merasakan bagaimana “manisnya” hasil alam dan juga mampu merasakan
bagaimana “pahitnya” bencana alam. Seperti ungkapan salah satu tokoh adat yakni
“alam adalah kita dan kita adalah alam”.
8. Puring (Codiaeum variegatum).
Puring merupakan tumbuhan yang tergolong kedalam familiEuphorbiaceae.
Selain warna daunnya yang menarik sehingga dijadikan tanaman hias, puring juga
digunakan dalam ritual adat di Desa Tana Toa. Puring digunakan dalam proses
siraman atau porosesa’be’bese pada ritual andingingi lino (mendinginkan alam)
Salah satu tokoh adatyakni puang Takim menyatakan bahwa tumbuhan yang
digunakan pada ritual andingingi lino dan adat kematian adalah tabbaliang atau
puring. Bagian yang digunakan dalam tumbuhan puring adalah daun. Daun puring
pada ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino)maupun adat kematian
(a’dangang) berfungsi sebagai bahan untuk proses a’be’beseatau proses
memercikkan air. Proses a’be’bese dilakukan ketika berdoa serta memercikkan air
keseluruh makanan pada saat adat kematian. Sedangkan pada adat mendinginkan
66
alam, proses a’be’bese dilakukan diseluruh bagian rumah yang dianggap penting dan
kepada orang orang yang hadir pada acara tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwaproses a’be’besebermakna
sebagai pengusir bala (hal-hal yang tidak diinginkan) pada alam maupun pada
masyarakat. Dan proses a’be’bese juga di maknai agar setiap orang yang terkena air
siraman bisa menahan emosinya. Hal ini diyakini oleh masyarakat Kajang Dalam,
agar saling menjaga satu sama lain, termasuk menjaga alam. Pada adat kematian,
proses a’be’bese dipercikkan ke makanan dan keluarga yang ditinggalkan, ini
dimaksudkan supaya keluarga yang ditinggalkan tetap tabah dan ikhlas.
Ritual mendinginkan alam(andingingi) lino merupakan ritual khas dalam adat
Kajang, penggunaan Puring dalam ritual siraman dapat dilihat pada gambar dibawah
ini :
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.13 Penggunaan tumbuhan puring pada rtiula adat mendinginkan alam(andingingi lino)
9. Pisang (Musa paradisiaca)
Pisang merupakan tumbuhan yang sangat mudah ditemukan di Indonesia,
termasuk diDesa Tana Toa. Pisang tergolong kedalam tumbuhan herbal dengan
67
batangnya yang unik karena berlapis lapis. Pisang paling banyak digunakan dalam
ritual adat termasuk di Sulawesi Selatan terkhusus didaerah Kajang Ammatoa. Dalam
adat Kajang Ammatoa, pisang digunakan dalam ritual andingingi lino dan
a’dangang.
Seperti wawancara dengan salah satutokoh adat Puang Takim yang
menyatakan bahwa dalam ritual tersebut digunakan pula tumbuhan pisang
denganbeberapa bagiannya, yakni buah dan daun. Dalam ritual adat kematian pisang
digunakan pada saat proses mengirim doa (a’baca doang), daunnya digunakan untuk
menutupi makanan dan menjadi pelapis makanan, sedangkan buahnya masuk sebagai
bahan sangka’-sangka’ (bermacam-macam) dan termasuk dalam syarat doa. A’baca
doang pada ritual appasoro dan assikiri sebagai bagian ritual adat kematian
dimaksudkan untuk mengirimkan doa serta sebagai bentuk penghormatan kepada
roh(anja)
Padaritual mendinginkan alam, buah pisang dipakai pada saat berdoa dan
daun pisang digunakan sebagai wadah untuk menaruh makanan. Masyakarakat
Kajang Dalam menganggap bahwa buah pisang merupakan salah satu simbol
kemanusiaan. Dalam kiasannya, “pisang pantang berbuah dua kali”, ini bermaksud
bahwa ketika berucap cukup hanya sekali, dalam artian bahwa manusia harus teguh
pada pendiriannya dan dapat dipercaya. Sedangkan daun pisang digunakan sebagai
wadah atau tempat makanan sebagai simbol kesederhanaan (kamase masea) bagi
masyarakat Kajang Ammatoa.
68
Penggunaan pisang dalam ritual mendinginkan alam (andingingi lino) dan
ritual kematian (a’dangang) dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.14 Penggunaan buahpisang dalam proses a’bacabaca (baca doa) pada ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.15 Penggunaan daun pisang dalam proses a’bacabaca (baca doa) pada ritual adat mendinginkan alam (andingingi lino)
Penggunaan pisang pada ritual kematian (a’dangang) dapat dilihat gambar
dibawah ini:
69
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.16 Penggunaan buah pisang pada ritual adat kematian(a’dangang)
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.17 Penggunaan daun pisang pada ritual adat kematian (a’dangang) 10. Sirih (Piper battle)
Sirih merupakan tumbuhan yang tergolong ke dalam famili Piperaceae.
Penggunaan sirih dalam ritual masyarakat Indonesia sudah menjadi tradisi.
Menurut puang Takim, raung leko atau tumbuhan sirih juga digunakan pada
ritual adat kematiaan (a’dangang)dan ritual adat mendinginkan alam (andingingi
lino). Daun sirih memiliki fungsi sebagai pembungkus ramuan. Dalam pemaknaannya
70
masyarakat Kajang Dalam beranggapan bahwa penggunaan sirih pada ritual ini
bermakna agar pada saat proses berdoa roh-roh yang mereka yakini ada, tidak
menganggu proses jalannya ritual, baik pada ritual mendinginkan alam (andingingi
lino) maupun pada ritual kematian (a’dangang).
Dalam ritualadat mendinginkan alam (andingingi lino) sirih digulung dengan
berisikan aporo’ atau serbuk putih yang mereka yakini dapat mengusir roh jahat.
Gulungan tersebut di simpan diwadah yang sudah diletakkan uang terlebih dahulu,
kemudian diberikan kepada guru atau sanro sebagai bentuk penghormatan.
Sirih juga digunakan dalam ritual adat kematian (a’dangang) ketika akan
diadakan baca baca atau ritual mendoakan yaitu ritual appassoro dan assikkiri.
Penggunaan sirih dalam ritual mendinginkan alam dan kematian adat Kajang
Ammatoa di Desa Tana Toa dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.18 Penggunaan sirih pada ritual adat mendinginkan alam (andingngi lino)
71
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.19 Pengguaan sirih pada ritual adat kematian(a’dangang) 11. Pacar Kuku (Lawsonia inermis)
Pacar kuku merupakan tumbuhan yang tergolong dalam famili NLhytraceae.
Pacar kuku merupakan tumbuhan yang diwajibkan ada dalam ritual pernikahan adat
makassar yaitu mappaccing akan tetapi pada adat Kajang digunakan pada ritual
kematian.
Berdasarkan wawancara peneliti terhadap Puang Takim,ia menyatakan
bahwa pada acara adat kematian(a’dangang) tumbuhan yang sering digunakan yaitu
pacar kuku, bagian yang digunakan yaitu daunnya yang berfungsi sebagai campuran
untuk air mandi jenazah. Pacar kuku digunakan karena para pendahulu mereka juga
memakai daun ini pada saat memandikan jenazah, agar jenazah tidak berbau.
Dalam pemaknaan masyarakat Kajang Dalam terhadap pacar kuku,
beranggapan bahwa penggunaan tumbuhan tersebut agar jenazah dapat kembali suci
seperti pada saat dilahirkan.
72
12. Pandan wangi (Pandanus amaryfolius)
Pandan wangi mewakili famili Pandanaceae, penggunaan daun pandan bukan
hanya sebagai bahan makanan tetapi digunakan pula dalam ritual adat. DiDesa Tana
Toa pandan wangi digunakan dalam ritual kematian
Menurut puang Ba’dumenyatakaan bahwa tumbuhan yang digunakan pada
ritual adat kematian yakni pandan atau biasa orang kajang menyebutnya pandang.
Bagian yang digunakan yaitu daunnya yang digunakan untuk dibawa kekuburan dan
untuk kaddo minyya’ (campuran makanan yang akan dibacakan doa untuk orang
meninggal dalam ritual assikkiri).
Berdasarkan wawancara tersebut, diketahui bahwa ketika seseorang
meninggal dunia dan dimandikan memakai daun Pandan wangi, jenazah yang
dimandi tetap wangi layaknya daun pandan yang memiliki wangi yang harum. Juga
dipakai ketika kematian sudah mencapai 20-40 hari pada saat mengadakan ritual
kematian. Ritual adat ini ibarat memperingati (a’ngurangi) hari kematian dan sebagai
bentuk penghormatan terhadap orang yang telah meninggal.
Biasanya ritual ini hanya dilakukan oleh masyarakat kajang yang masih
menyakini ajaran dan tradisi para leluhur, dan sampai saat ini masih tetap berlaku.
73
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.20 Penggunaan pandan wangi pada ritual adat kematian (a’dangang)
13. Waru (Hibiscus tiliaceus) dan Cocor Bebek (Bryophyllum pinnatum)
Waru merupakan tumbuhan yang tergolong ke dalam familiMalvaceae.
Penggunaan daun waru dalam ritual sudah sangat umum dalam masyarakat Indonesia.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa daun waru digunakan dalam ritual
a’dangang. Bagian tumbuhan waru yang digunakan yakni daunnya. Penggunaan daun
waru dalam ritual a’dangang bermakna agar jenazah yang telah dikuburkan mendapat
tempat yang indah dan dilapangkan kuburnya
Penggunaan waru dan cocor bebek dalam ritual a’dangangyaitu dengan cara
daun waru dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan dan dipangku oleh
keluarga yang ditinggalkan kemudian dibacakan doa oleh sanro atau biasa
masyarakat Kajang menyebutnya guru
Penggunaan daun waru dan cocor bebek dalam ritual adat kematian (a’dangang)
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
74
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.21 Penggunaan waru dan cocor bebek pada ritual adat kematian(a’dangang)
14. Asoka(Ixora palludosa) dan Bunga Kancing (Gomphrena globosa)
Asoka tergolong famili Rubiaceae dan bunga kancing termasuk famili
Amaranthaceae, penggunaan asoka dan bunga kancing dalam ritual adat hampir sama
dengan bunga mawar sebagai pelengkap dalam ritual siraman(a’bunga). Dalam adat
Kajang disebut a’bunga tumate.
Menurut puang Ba’dusalah satu sanromenyatakan bahwa bunga asoka dalam
ritual adat kematian(a’dangang) tidak memiliki makna khusus, hanya digunakan
sebagai penghias air saat proses a’bunga.
Penggunaan bunga asoka dalam ritual adat kematian (a’bunga tumate) dapat
dilihat pada gambar dibawah ini :
75
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.22 Penggunaan bunga asoka dan bunga kancing pada ritual adat kematian (a’dangang)
15. Sri rejeki (Aglaonema cripsum)
Sri rejeki merupakan tumbuhan yang sangat mudah ditemukan di Desa Tana
Toa karena namanya yang unik dan masyarakat berharap banyak rejeki. Menurut
Puang Baji’ salah satu sanro atau dukun dikawasan Ammatoa, bagian tumbuhan sri
rejeki yang digunakan adalah bagian daun. Daun sri rejeki berfungsi untuk
memercikan air kekeluarga yang ikut ritual adat tersebut.Bunga rejeki juga digunakan
dalam ritual pernikahan agar pengantin kelak rejekinya lancar.
Penggunaan sri rejeki dalam ritual kematiandapat dilihat pada gambar dibawah
ini :
76
(Sumber koleksi pribadi, 2016)
Gambar 4.23 Penggunaan daun Sri rejeki pada ritual adat kematian(a’dangang)
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah
1. jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tanaman ritual oleh
masyarakat adat Ammatoa adalah 23 jenis yang terdiri dari 18 famili.
Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan terdiri dari daun 11 jenis, buah 7
jenis, batang 2 jenis, bunga 4 jenis.
2. Fungsi tumbuhan yang digunakan yaitu oleh masyarakat di sekitar
Kecamatan Kajang dalam ritual adalah bunga pinang, daun gandarusa,
daun andong digunakan pada proses pengusiran roh jahat, mencegah
datangnya malapetaka dan membersihkan masyarakat perkampungan dari
hal-hal yang dapat mencelakakan, pinang berfungsi sebagai campuran air
yang didiamkan selama 1 kali 24 jam sebelum proses penyiraman, sirih
berfungsi sebagai pembungkus batu putih pada proses pembacaan doa
pengiriman makanan kepada roh, buah pisang, kelapa dan padi digunakan
pada saat proses mendinginkan alam (andingingi lino) untuk bahan
makanan yang penting untuk disyukuri dari hasil alam yang kemudian
mesti untuk dikirimkan para leluhur dengan cara pembacaan doa atas
bagiannya, daun waru dan cocor bebek berfungsi untuk isian wadah pada
saat proses kematian untuk sanak saudara yang ditinggalkan guna untuk
bentuk penghormatan bagi jenazah (a’dangang) atau bentuk mengenang
77
keluarga yang telah meningggal, bambu yaitu berfungsi wadah untuk
penyimpanan makanan atau sesajen, pacar kuku (tumbuhan ini selalu
dipakai saat hidup dan mati karena digunakan saat acara pernikahan dan
kematian) yaitu bermakna melambang kesucian , bunga kancing (bahan
pelengkap ritual), pandan wangi (supaya jenazah tetap wangi serta
digunakan untuk menghias kuburan), Asoka (pelengkap siraman), Mawar
(pelengkap siraman), Sri rejeki (digunakan untuk pelengkap siraman),
serta andong dan sri rejeki yaitu berfungsi sebagai bahan penyiraman
(a’be’bese) yang mengandung makna dapat mendinginkan alam dan
kesejukan jiwa bagi masyarakat.
B. Saran
1. Perlu diadakan pengkajian lebih lanjut mengenai makna dari berbagai
tumbuhan ritual yang digunakan pada adat Ammatoa dan sekitarnya.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang manfaat lain dari tumbuhan
yang dipakai dalam ritual seperti dalam bidang pengobatan, sandang dan
pangan sehingga khasiat dan manfaat tumbuhan bisa lebih dimaksimalkan.
77
DAFTAR PUSTAKA
Al- Qur’an dan Terjemahan 2012.
Adhan, Syamsurijal, 2005, Islam dan Patuntung di Tanah Toa Kajang: Pergulatan Tiada Akhir, dalam Hikmat Budiman, ed., Hak-Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme di Indonesia, Yayasan Intereksi Bekerjasama dengan Tifa Foundation, Jakarta
Aminah, Sitti. 1989. Nilai-nilai Luhur Budaya Spritual Masyarakat Ammatoa Kajang.Departemen P & K Sulawesi Selatan.
Anakagronomy. Morfologi tanaman pisang. http:// www. anakagronomy. com/2013/11/ morfologi-tanaman-pisang-.html. (Diakses 09 juni 2015).
______. Mengenal Tanaman Jeruk Besar Citrus maxima. http:// www. anakagronomy. com/2015/05/ mengenal-tanaman-jeruk-besar.html. (Diakses 11 juni 2015).
Andri, satolom. Tinjauan Tentang Inventarisasi Tumbuhan. Tinjauan Tentang Inventarisasi Tumbuhan_Kasingkabotan.htm
Arikuntoro, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Aksara: Jakarta. 2010.
Arief. Pemanfaatan Tumbuhan Dalam Kehidupan Komunitas Suku Gayo Dan Hubungannya Dengan Kelestarian Keanekaragaman Hayati. Tesis. Prodi Pengelolaan Daya Alam dan Lingkungan. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2013.
Ahmad, budiayat alquran tentang tumbuh tumbuhan _ Islam, Sains dan Teknology.htm. 2012 (Diakses tanggal, 9 Februari 2015).
Aziz, M., 2008, Pesan Lestari dari Negeri Ammatoa, Pustaka Refleksi, Makassar.
BPS Kabupaten Bulukumba. Kecamatan Kajang Dalam Angka Tahun 2012. Bulukumba: KSK Kajang.
Haryanto. 2013. Metode Pengumpulan Data. http://belajarpsikologi.com/metode-
pengumpulan-data. (Di Akses pada 05 Juni 2015).
Hidayat, S.Etnobotani Masyarakat KampungAdat Dukuh di Garut, Jawa Barat.Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian. 2010.
78
Hidayat, Syamsul, Napitupulu, Romade. Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta: Agriflo. 2015.
Hidayah, Apriliana. http://bio.unsoed.ac.id/sites/default/files/ Bambu dengan Berbagai Manfaatnya-.pdf. 2010.
Hermanu, Adi. Daya Antibakteri Ekstrak Daun Pacar Kuku(Lawsonia Inermis L.) Terhadap Isolat Klinis Streptococcus Emolyticus Dari Penderita Tonsilo Faringitis. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas 11 Maret. 2010.
Helena, Leovici. Pemanfaatan Blotong Pada Budidaya Tebu (Saccharum Officinarum L.) Di Lahan Kering. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2012.
Heryati, 2013. Menguak Nilai-nilai Tradisi Pada Rumah Tinggal Masyarakat Ammatoa-Tanatoa Kajang di Sulawesi Selatan
Imroatun, kasiat daun sirih hijau, hijau.blogspot.com, bekasi. 2012.
Ketut Sardiana, dkk. 2010.Studi Pemanfaatan Tanaman Pada Kegiatan Ritual (Upakara) Oleh Umat Hindu Di Bali . Vol. 10, No. 1, Februari 2010.
Muchlisin. Morfologi dan Kandungan Kimia Pinang. Morfologi dan Kandungan Kimia Pinang-KajianPustaka2014.com.htm. (Diakses pada tanggal 02 Juni 2015).
Muchlis, Muhammad .Prosesi Pernikahan Menurut Adat Makassar.http://lobelobenamakassar.blogspot.com/2011/12/prosesi-pernikahan menurut-adat.html (Diakses 1 Juli 2015).
Layin, Muthoharoh.Analisis Berbagai Pigmen Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dan Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Berdasarkan Umur Fisiologis Daun. Malang. : Universitas Negeri Malang.2011.
Nanda, oktora. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Padi (Oryza sativa). http:// Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Padi Oryza sativa _Petani Hebat.htm(Diakses 02 Juni 2015)
______, oktora. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kelapa. http://KlasifikasidanMorfologiTanamanKelapa_Petani Hebat.htm (Diakses 04 Juni 2015).
Nashir, ja’far. Adat Istiadat Dalam Perspektif Syariat. Yogyakarta: Pondok Pesantren As-Salafiyyah Mlangi Nogotirto Sleman. 2010.
79
Sudibyo, bambang. 2014. Tehnik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif. http://Skripsimahasiswa.blogspot.com/2014/03/metode-dan-tehnik-pengumpulan-data. (Di Akses pada 05 Juni 2015).
Suryadarma, IGP. Etnobotani. Diktat Kuliah. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. 2010.
Steenis, van. Flora. PT Pratnya Pramita. Jakarta. 2006.
Syafa. http://syafamuslimah.wordpress.com/2010/11/27/qowaidul-fiqhiyyah-hukum-asal-dalam-kebiasaan-adat-istiadat-adalah-boleh-saja-sampai-ada-dalil-yang-memalingkan-dari-hukum-asal/
Syakirah, abi. Acara tujuh bulanan wanita hamil islamikah?.acaratujuhbulananwanitahamilislamikahabisyakirah.october 22, 2013htm. (Diakses pada tanggal 02 Juni 2015).
_______.Pengertian dan Tata Cara Aqiqah Yang Sesuai Tuntunan Islam.http/:/PengertiandanTataCaraAqiqahYangSesuaiTuntunanIslam_jadipintar.com.htm.
Udhy, asbudi. Tata Cara Mappacci Dan Makna Alat Yang Digunakan_CARA TERBARU.htm. 2014.
Umar, purtadi. Adat Dan Upacara Perkawinan Suku Bugis Makassar.2013.
Wahyuni sri sundari. Perbandingan Etnobotani Upacara Adat Batagak Panghulu Masyarakat Minangkabau Di Sumatera Barat. Padang: jurusan biologi fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam universitas andalas padang. 2011.
Widyasmoro, T.T, 2006, Kajang, Badui dari Sulawesi, Pdf.
Yuniarti, dkk. Karakter Morfologis dan Beberapa Keunggulan Mangga Podang Urang (Mangifera indica L). Jawa Timur: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2012
RIWAYAT HIDUP
Perempuan yang bernama lengkap Dewi
Kartikaini sering dipanggil Dewi atau Bolonk lahir
pada tanggal 02 Februari 1994 dan merupakan anak
ke-2 dari pasangan Uddin dan Nanni. saya bersekolah
di SD 107 Maccini, MTs Tana Toa, kemudian
melanjutkan ke SMAN 02 Kajang.
Alamat saya di Jln. Batu Putih Desa Mattoanging Kec. Kajan Kab. Bulukumba
Saya asli orang Kajang.
Keinginan terbesar saya adalah ingin membahagiakan orang tua dan
menjadi orang sukses. Semasa sekolah saya mendapatkan peringkat pertama dari
kelas 4 sampai kelas 6 SD. saya mengikuti cerdas cermat tingkat SD se-
Bulukumba, saya juga memasuki ekstrakurikuler di SMA yaitu Pramuka Dan
Intrakurikuler yaitu Osis.
Sekarang saya melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar, jurusan Sains Biologi dan telah mencapai S1 (Strata 1).
Dalam penyelesaian studi di Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi,
penulis melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Inventarisasi Tumbuhan yang
Digunakan pada Ritual Adat Ammatoa Kec. Kajang Kab. Bulukumba”.