47
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Asam urat merupakan produk akhir dari katabolisme adenin dan guanin yang berasal dari pemecahan nukleotida purin. Asam urat ini dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk urin. (Nasrul & Sofitri, 2012). Menurut Sudoyo et al, (2010), kelebihan asam urat (hiperurisemia) ditandai dengan peningkatan kadar asam urat dalam serum darah sebesar >7 mg/dl pada laki-laki dan >6 mg/dl pada perempuan. Fenomena kelebihan asam urat pada tubuh dapat menimbulkan penyakit yang dikenal dengan istilah penyakit pirai/gout, yaitu gangguan inflamasi akut yang ditandai dengan adanya nyeri terutama pada titik

Iqbal Alchehab

Embed Size (px)

DESCRIPTION

abcd

Citation preview

Page 1: Iqbal Alchehab

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Asam urat merupakan produk akhir dari katabolisme adenin dan guanin

yang berasal dari pemecahan nukleotida purin. Asam urat ini dikeluarkan

melalui ginjal dalam bentuk urin. (Nasrul & Sofitri, 2012).

Menurut Sudoyo et al, (2010), kelebihan asam urat (hiperurisemia)

ditandai dengan peningkatan kadar asam urat dalam serum darah sebesar

>7 mg/dl pada laki-laki dan >6 mg/dl pada perempuan. Fenomena

kelebihan asam urat pada tubuh dapat menimbulkan penyakit yang dikenal

dengan istilah penyakit pirai/gout, yaitu gangguan inflamasi akut yang

ditandai dengan adanya nyeri terutama pada titik artikulasi tubuh akibat

penimbunan kristal monosodium urat pada persendian maupun jaringan

lunak di dalam tubuh. Selain itu, gangguan inflamasi ini juga dapat

menimbulkan gangguan pada retina mata, ginjal, jantung, serta persendian

(Shetty et al, 2011).

Penelitian Kim et al (2011) menunjukkan bahwa kejadian mortalitas

akibat hiperurisemia adalah 68.4% dan pada kelompok non hiperurisemia

sebanyak 38.3%. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa angka

Page 2: Iqbal Alchehab

mortalitas pada hiperurisemia disebabkan oleh peningkatan kadar asam

urat pada serum darah yang dapat meningkatkan resiko terjadinya gagal

ginjal akut dan kematian.

Kejadian hiperurisemia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang

cukup signifikan. Data yang diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun

1998 menunjukkan prevalensi asam urat sebesar 8.4/1000 orang untuk

semua umur, ras dan jenis kelamin, dan dari total kasus tersebut sebesar

1.56 juta penyakit terjadi pada laki-laki dan 550.000 pada perempuan.

Selain itu, penelitian meta-analisis yang dilakukan di Cina pada tahun

ytang sama menunjukkan hasil bahwa prevalensi penderita hiperurisemia

pada laki-laki sebesar 21.6% dan pada perempuan 8.6%. (Doherty, 2009;

Festy & Aris, 2010).

Hiperurisemia dapat disebabkan oleh banyak faktor meliputi usia, jenis

kelamin, diet, obat-obatan, genetik, gangguan metabolik, dan gangguan

kardiovaskuler. Faktor risiko tersebut dapat mengganggu proses produksi,

ekskresi, ataupun keduanya sehingga kadar asam urat dalam tubuh tidak

bisa dikendalikan dengan baik (Weaver et al, 2010).

Penelitian yang dilakukan Shetty et al, (2011) menunjukkan hasil bahwa

kadar asam urat meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Carlioglu et al (2011), yang

menunjukkan bahwa rata–rata perempuan penderita hiperurisemia berusia

≥51 tahun, dan penelitian oleh Ryu et al (2011) yang menunjukkan bahwa

penderita hiperurisemia laki–laki berada pada kisaran usia 30-59 tahun.

Page 3: Iqbal Alchehab

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Doherty (2009), penilaian

hiperurisemia dapat dibiaskan oleh faktor usia dan jenis kelamin. Dalam

penelitiannya, penderita hiperurisemia laki-laki dibanding perempuan

adalah sebesar 4:1 pada usia kurang dari 65 tahun, dan menurun menjadi

3:1 pada rentang usia lebih dari 65 tahun. Penurunan angka prevalensi

tersebut dijelaskan dalam penelitian Festy et al (2010), yang menunjukkan

bahwa setelah wanita mengalami menopause, terjadi penurunan sekresi

estrogen yang menyebabkan penurunan sekresi asam urat, dimana

estrogen berperan dalam proses eksresi asam urat melalui urin. Sebesar

85% wanita mengalami menopause pada usia 51.4 tahun, akan tetapi pada

10% wanita menopause baru terjadi pada usia 40 tahun, dan 5% wanita

baru mengalami menopause pada usia 60 tahun (Bobak et al, 2005).

Dari berbagai faktor resiko tersebut, obesitas merupakan faktor risiko

utama yang berperan dalam mekanisme gangguan metabolisme sehingga

terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah. Menurut Berkowitz dan

Frank, sebesar 52–82 % laki-laki dengan hiperurisemia adalah penderita

obesitas (Budianti, 2008). Obesitas merupakan kelainan dimana penderita

menunjukkan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥30 (Sandjaja & Sudikno,

2005).

Distribusi dari deposit lemak yang berlebihan pada individu dengan

obesitas umumnya bermanifestasi sebagai lipatan kulit yang lebih tebal

dibandingkan dengan individu non-obesitas. Distribusi deposit lemak ini

berbeda antara laki-laki dan wanita. Hal ini disebabkan oleh adanya

Page 4: Iqbal Alchehab

perbedaan fungsi hormonal antara laki-laki dan wanita. Lemak pada

wanita mulai dari masa pubertas memiliki distribusi yang terkonsentrasi

disekitar payudara, abdomen bawah, panggul, paha, bokong dan area

genital, sedangkan pada laki-laki cenderung terkonsentrasi pada bagian

abdomen, tengkuk leher, dan punggung (Hazleman, 2004; Riley & Speed,

2004).

Berdasarkan data-data penelitian yang dikemukakan diatas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Tebal

Lipatan Lemak Bawah Kulit dengan Kadar Asam Urat Darah pada Usia

Dewasa (40-60 tahun).di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah”.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai

berikut; Apakah terdapat hubungan antara tebal lipatan lemak bawah kulit

dengan kadar asam urat pada usia dewasa (40-60 tahun) di wilayah kerja

puskesmas Kampung Sawah?

I.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi hubungan antara tebal lipatan lemak

bawah kulit dengan kadar asam urat pada usia dewasa (40-60

tahun) di wilayah kerja puskesmas Kampung Sawah.

Page 5: Iqbal Alchehab

2. Tujuan Khusus

a. Menilai tebal lipatan lemak bawah kulit pada responden

penelitian.

b. Mengetahui perbedaan tebal lipatan lemak bawah kulit antara

responden laki-laki dan wanita usia dewasa.

c. Menilai kadar asam urat responden penelitian.

d. Mengetahui perbedaan kadar asam urat darah antara responden

laki-laki dan wanita usia dewasa .

e. Melakukan analisis terhadap ada tidaknya hubungan tebal

lipatan lemak bawah kulit dengan kadar asam urat pada

responden penelitian.

I.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi peneliti

Mengetahui ada tidaknya hubungan tebal lipatan lemak bawah kulit

dengan kadar asam urat.

2. Manfaat bagi bidang ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan

pertimbangan lanjut khususnya dalam bidang ilmu kesehatan.

3. Manfaat bagi praktisi

Penelitian diharapkan dapat menjadi acuan studi bagi praktisi

kesehatan dalam penanganan penyakit-penyakit metabolik seperti

obesitas dan hiperurisemia.

Page 6: Iqbal Alchehab

4. Manfaat bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber

pengetahuan dan wawasan ilmiah untuk masyarakat.

Page 7: Iqbal Alchehab

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Lemak

Lemak atau lipid dalam tubuh manusia dibagi menjadi 3, yakni; kolesterol,

trigliserida, dan fosfolipid. Sekitar 2/3 dari kolesterol plasma disebut

kolesterol teresterifikasi dan sisanya disebut kolesterol bebas. Kolesterol

merupakan komponen terbanyak pada membran sel yang disintesis pada

semua sel tubuh kecuali eritrosit. Molekul lemak memiliki karakteristik

hidrofobik, sehingga agar lemak dapat dimetabolisme oleh tubuh,

dibutuhkan suatu pelarut, yaitu apolipoprotein atau apoprotein (Adam,

2009).

Lemak memiliki tiga jalur metabolisme, yakni sebagai berikut;

1. Jalur Eksogen

Lemak diet yang terdiri dari trigliserida dan kolesterol, bersama lemak

yang disintesis oleh tubuh dalam bentuk kolesterol hati diekskresi

bersama empedu ke usus halus. Trigliserida diserap oleh enterosit usus

halus dalam bentuk Free Fatty Acid (FFA), sedangkan kolesterol

diserap dalam bentuk kolesterol ester. Keduanya diubah kembali ke

bentuk semula dalam usus halus, lalu bersama dengan fosfolipid dan

Page 8: Iqbal Alchehab

apolipoprotein membentuk lipoprotein yang dikenal sebagai

kilomikron. Kilomikron masuk ke saluran limfe, dan melalui duktus

torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserida dalam

kilomikron kemudian mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase

(LPL) dari sel endotel menjadi FFA untuk disimpan dalam jaringan

adiposa dan selebihnya disimpan di hati. Kilomikron dengan sisa

kolesterol ester disebut kilomikron remnant (sisa), kemudian juga akan

disimpan dalam organ hati (Gambar 1) (Ganong, 2008).

2. Jalur Endogen

Lemak yang disintesis oleh hati dikeluarkan sebagai Very Low Density

Lipoprotein (VLDL). Dalam pembuluh darah, trigliserida VLDL akan

mengalami hidrolisis oleh LPL menjadi Intermediate Density

Lipoprotein (IDL). IDL kemudian mengalami hidrolisis lebih lanjut

menjadi molekul yang lebih kecil yaitu Low Density Lipoprotein

(LDL). VLDL, IDL, dan LDL sebagian akan kembali ke hati sebagai

kolesterol ester, sedangkan sisa LDL diangkut kembali ke hati dan

jaringan steroidogenik seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium

yang memiliki reseptor LDL (Gambar 1) (Ganong, 2008).

Gambar 1. Jalur Metabolisme Eksogen dan Endogen (Ganong, 2008).

Page 9: Iqbal Alchehab

3. Reverse Cholesterol Transport

Pada jaringan usus halus dan hati dibentuk suatu molekul High

Density Lipoprotein (HDL) nascent. HDL nascent akan mendekati

makrofag dan mengambil kolesterol yang tersimpan didalam makrofag

dari hasil fagositosis LDL yang teroksidasi pada pembuluh darah.

Kolesterol bebas dari makrofag kemudian mengalami esterifikasi

menjadi kolesterol ester oleh enzim Lechitin Cholesterol

Acyltransferase (LCAT). Setelah terjadi esterifikasi, kolesterol ester

kemudian ditransportasikan ke hati melalui dua jalur. Jalur pertama

yaitu dimana kolesterol ester diangkut oleh Scavenger Receptor Class

B type 1 (SR-B1). Jalur kedua adalah ketika kolesterol ester dalam

HDL ditukar dengan trigliserida dari VLDL dan LDL dengan bantuan

Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) (Gambar 2) (Adam, 2009).

Gambar 2. Jalur Metabolisme Reverse Cholesterol Transport (Cho, 2009).

Page 10: Iqbal Alchehab

II.2 Obesitas dan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit

Kadar lemak berlebih dalam tubuh akan disimpan pada jaringan

ekstrahepatik atau jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida. Pada

individu obesitas, kadar lemak yang berlebihan (Tabel 1) akan memicu

penumpukan lemak pada jaringan adiposa, sehingga terbentuk jaringan

adiposa yang memiliki volume lebih besar dibandingkan jaringan adiposa

pada individu non-obesitas. Volume jaringan adiposa yang melebihi

kemampuan penyokong jaringan ikat tubuh, ditambah dengan pengaruh

gravitasi, akan menyebabkan peregangan permukaan kulit jaringan

adiposa sehingga membentuk lipatan kulit yang tebal (Hazleman, 2004;

Riley & Speed, 2004).

Obesitas didefinisikan sebagai peningkatan kadar lemak pada tubuh yang

dilambangkan dengan peningkatan IMT ≥30, yang dapat menimbulkan

berbagai gangguan metabolisme dan memicu timbulnya berbagai

gangguan kardiovaskuler (Ganong, 2008).

Pada tubuh individu dengan obesitas, terjadi peningkatan kadar lemak

yang menyebabkan terganggunya fungsi endotel dan peningkatan produksi

radikal bebas oksigen. Radikal ini menonaktifkan nitrat oksida, yaitu

faktor endotheliat-relaxing pembuluh darah yang utama, sehingga

pembuluh darah tidak dapat berdilatasi dengan normal. Apabila keadaan

ini berlangsung dalam waktu lama tanpa adanya perbaikan diet, lemak

akan tertimbun dalam lapisan tunika intima pembuluh darah. Pajanan

radikal bebas pada sel endotel dinding arteri akan menyebabkan terjadinya

Page 11: Iqbal Alchehab

oksidasi LDL yang mengangkut molekul lipid ke jaringan tubuh,

menyebabkan timbulnya plak ateroma. Tingginya kadar lemak dalam

tubuh juga menyebabkan peningkatan metabolisme HDL yang merupakan

faktor pencegah timbulnya penyumbatan oleh plak ateroma. Mekanisme

penyumbatan oleh lemak akibat tingginya kadar lemak pada obesitas

kemudian ikut mencetuskan timbulnya berbagai gangguan kardiovaskuler

antara lain; hipertensi, stroke, dan penyakit jantung. Selain itu, obesitas

juga dapat menimbulkan kelainan metabolisme dan menjadi faktor resiko

bagi penyakit seperti dislipidemia dan diabetes melitus (Price & Wilson,

2006).

Dalam awal praktik klinisnya, obesitas diukur dengan menggunakan

perhitungan Indeks Massa Tubuh, yang pertama kali diterapkan oleh

Adolphe Quetelet pada tahun 1871. Pengukuran ini hingga kini masih

diterapkan dengan parameter yang diperbaharui (Tabel 1) untuk

mengkategorikan keadaan tubuh sesuai dengan nilai IMT yang didapat,

sehingga intervensi farmakologis serta non-farmakologis yang diperlukan

dapat diberikan dengan tepat (World Health Organization, 2000).

Tabel 1. Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh Klasifikasi

<18.5 Berat badan rendah18.5-24.9 Berat badan normal25.0-29.9 Berat badan berlebih (overweight)30.0-34.9 Obesitas kelas I35.0-39.9 Obesitas kelas II

≥40.0 Obesitas kelas IIIKeterangan : IMT = berat badan (kg)/tinggi badan (m)2

Sumber : WHO, 2000.

Page 12: Iqbal Alchehab

Tebal lipatan kulit menggambarkan perkembangan jaringan lemak bawah

kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit dapat digunakan untuk

memperkirakan jumlah lemak yang ada dibawah lapisan kulit sebagai

parameter obesitas (Tabel 2). Pengukuran tebal kulit ini dapat dilakukan

pada tujuh bagian yaitu pada bagian bisep, trisep, subskapsular, abdomen,

suprailiaka, paha, dan betis. Metode yang digunakan untuk mengukur tebal

lipatan lemak dan persentase lemak ini adalah metode anthropometri

dengan teknik pengukuran lipat kulit menggunakan peralatan jangka

lengkung sederhana (International Society for the Advancement of

Kinanthropometry, 2001).

Tabel 2. Interpretasi Pemeriksaan Tebal Lipat Kulit

Tebal Lipat KulitSangat Baik

Baik NormalBuruk

(Overweight)

Sangat Buruk (Obesitas)

NormalLaki-laki 60-80 81-90 91-110 111-150 >150Wanita 70-90 91-100 101-120 121-150 >150

AtletikLaki-laki 40-60 61-80 81-100 101-130 >130Wanita 50-70 71-85 86-110 111-130 >130

Sumber : IKAI, 2001.

II.3 Asam Urat (C5H4N4O3)

Asam urat adalah senyawa derivat purina yang memiliki sifat sukar larut

dalam air dan semisolid dengan rumus kimia C5H4N4O3 (Gambar 3).

Asam urat memiliki rasio plasma antara 3.6 mg/dL (~214µmol/L) hingga

8.3 mg/dL (~494µmol/L). Pada manusia, asam urat adalah produk terakhir

dari metabolisme nukleotida purin, akibat absennya enzim urikase yang

mengkonversi asam urat menjadi alantoin (Murray et al, 2009).

Page 13: Iqbal Alchehab

Gambar 3. Struktur Kimia Asam Urat (Chemical Infobox, 2015).

Berikut adalah data kimia senyawa asam urat dalam keadaan standar (25o

C; 100 kPa);

Tabel 3. Data Kimia Senyawa Asam Urat

Nama IUPAC*7,9-dihidro-1H-purin-2,6,8(3H)-trion

Nama Lain2,6,8 Trioxypurine

Sifat Kimia

Rumus Molekul C5H4N4O3

Massa Molar 168.11 g/molTampilan Kristal putihDensitas 1.87

Titik Lebur 300o CKelarutan Dalam Air 0.0006 g/100 mL (20o C)

Keasaman5.6-8.4

Kadar Normal pada darah (Manusia)

Laki-laki 3.4-7.2 mg/dL

Wanita 2.4-6.1 mg/dL

Keterangan : *= International Union of Pure and Applied Chemistry

Sumber : Chemical Infobox, 2015.

Metabolisme purin dalam tubuh manusia berlangsung dalam tiga

mekanisme (Gambar 4);

1. Degradasi DNA sel yang mengalami apoptosis.

2. Deplesi adenosin trifosfat (ATP).

3. Degradasi asam nukleat (Weaver et al, 2010).

Page 14: Iqbal Alchehab

Degradasi DNA sel

Degradasi asam nukleat

Asam amino

Inosin monofosfat (IMP)

Adenosin monofosfat

(AMP)→Adenin

Guanosin monofosfat

(GMP)→Guanosin

Hipoxantin

NH3

Deplesi ATP

Glutamat

Inosin

Asam UratXantin

Glutamin

Gambar 4. Metabolisme Asam Urat (Weaver et al, 2010).

Pada deplesi DNA akan terjadi mekanisme sintesis inosin dari adenosin

dengan adenosin deaminase sebagai katalis reaksinya. Selanjutnya inosin

akan dirubah menjadi hipoxantin yang kemudian akan dioksidasi lagi

menjadi xantin. Sedangkan pada degradasi asam nukleat mekanisme

pembentukan xantin berasal dari basa guanin. Xantin tersebut yang

kemudian akan dioksidasi menjadi asam urat (Weaver et al, 2010).

Peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi nilai normal disebut

hiperurisemia. Hiperurisemia umumnya menunjukkan gejala khas yakni

adanya nyeri akibat peradangan yang disebabkan timbunan kristal

monosodium asam urat pada persendian. Hiperurisemia secara klinis

didefinisikan sebagai gangguan artritis inflamatori akut yang ditandai oleh

peningkatan kadar asam urat darah >6.8 mg/dl. Hiperurisemia atau gout

Page 15: Iqbal Alchehab

dibagi menjadi 2 macam yaitu gout primer dan gout sekunder. Gout primer

disebabkan karena dampak langsung dari peningkatan produksi ataupun

penurunan ekskresi asam urat dalam tubuh. Sedangkan gout sekunder

merupakan gangguan produksi akibat konsumsi purin berlebihan dan

gangguan penurunan ekskresi asam urat dalam tubuh yang disebabkan

oleh faktor lain seperti gangguan metabolik maupun konsumsi obat-obatan

tertentu (Price & Wilson, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andry, Saryono & Upoyo (2009)

menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia pada usia <50 tahun dan

>50 tahun adalah sebesar 30%. Dari lima puluh sembilan studi yang

dikumpulkan untuk dilakukan analisis secara sistematik diperoleh hasil

bahwa prevalensi hiperurisemia pada laki-laki adalah 21.6% sedangkan

pada wanita adalah 8.6%. Usia risiko hiperurisemia sendiri umumnya

adalah ≥30 tahun pada laki-laki, sedangkan untuk wanita ≥50 tahun (Liu,

2011).

Mekanisme terjadinya hiperurisemia dapat disebabkan oleh produksi asam

urat yang meningkat, ekskresi asam urat yang berkurang ataupun

terganggu, maupun keduanya (Gambar 5) (Sudoyo et al, 2010).

Peningkatan produksi asam urat dalam tubuh disebabkan oleh beberapa

faktor. antara lain;

1. Genetik.

Gejala yang ditimbulkan tidak spesifik, bahkan kadang tidak

ditemukan gejala (asimptomatis). Mekanisme hiperurisemia diduga

Page 16: Iqbal Alchehab

akibat peningkatan kerja enzim fosforbisol sintetase (Misnadiarly,

2007).

2. Konsumsi Makanan Tinggi Purin.

Diet tinggi purin seperti jeroan, kacang tanah, bayam, buncis, kembang

kol, kepiting memicu peningkatan sintesis asam urat, sehingga menjadi

faktor pencetus terjadinya hiperurisemia. Penelitian yang dilakukan

oleh Hayani & Widyaningsih (2011) menunjukkan bahwa diet tinggi

purin dengan pemberian jus hati ayam 3 kali sehari selama 7 hari pada

mencit menyebabkan peningkatan signifikan kadar asam urat pada

darah mencit. Diet jenis daging dan makanan laut terbukti dapat

meningkatkan kadar asam urat, sedangkan diet protein nabati tidak

menunjukkan peningkatan kadar asam urat darah yang signifikan

(Andry et al, 2009).

3. Peningkatan Apoptosis Sel.

Penyakit yang melibatkan peningkatan kematian sel seperti penyakit

autoimun dan penyakit degeneratif diketahui dapat meningkatkan

kadar asam urat, karena terjadi percepatan kematian sel sehingga

terjadi peningkatan degradasi sel lama, untuk membentuk sel baru

yang menghasilkan produk asam urat (Murray et al, 2009).

Selain akibat peningkatan produksi asam urat, hiperurisemia juga dapat

disebabkan oleh penurunan ekskresi asam urat yang dapat disebabkan

beberapa gangguan kesehatan, antara lain;

Page 17: Iqbal Alchehab

1. Obesitas

Pada individu obesitas terjadi penumpukan lemak berlebih dalam

tubuh, dimana penumpukan kolesterol lipid pada pembuluh darah akan

memicu timbulnya plak ateroma yang menyebabkan penyumbatan

sirkulasi pembuluh darah. Salah satu komponen yang alirannya

tersumbat adalah asam urat. Asam urat yang pada keadaan normal

dikeluarkan melalui ginjal akan mengalami penghambatan proses

ekskresi, sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat (Agustini et

al, 2013).

2. Diabetes Melitus

Pada diabetes melitus dimana pada tubuh penderita terjadi resistensi

insulin, glukosa tidak dapat masuk ke jaringan untuk dijadikan sumber

energi yang diperlukan untuk metabolisme seluler. Sebagai

kompensasinya tubuh akan memetabolisme cadangan trigliserida dari

jaringan adiposa dan menghasilkan produk sampingan berupa keton

yang bersifat asam. Zat ini kemudian berakumulasi pada pembuluh

darah, menyebabkan keracunan keton (ketosis). Fenomena ini

kemudian menyebabkan disfungsi endotel dan gangguan vaskuler yang

dapat menyebabkan terhambatnya ekskresi asam urat. Selain itu pada

keadaan resistensi insulin juga terjadi peningkatan konversi xantin

menjadi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah akan terus

meningkat (Misnadiarly, 2007).

Page 18: Iqbal Alchehab

3. Usia dan Jenis Kelamin.

Hiperurisemia lebih sering dijumpai pada laki-laki, dan pada individu

dengan usia lanjut. Hal ini disebabkan karena pada laki-laki dan

perempuan menopause, terjadi penurunan atau tidak terbentuknya

hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen dapat membantu

eksresi asam urat melalui urin, sehingga penurunan sintesis hormon

tersebut dapat menyebabkan terjadinya hiperurisemia. Selain itu,

hiperurisemia juga dapat timbul akibat penurunan enzim urikinase

yang berfungsi untuk merubah asam urat menjadi bentuk alatonin yang

untuk diekskresikan melalui urin (Price & Wilson, 2006).

4. Konsumsi Alkohol

Alkohol memicu peningkatan produksi asam urat karena kandungan

etanol dan purin yang terdapat dalam alkohol. Selain itu, produk

sampingan dari metabolisme alkohol adalah asam laktat. Produk asam

laktat ini juga akan menghambat pengeluaran asam urat melalui urin

sehingga terjadi hiperurisemia (Price & Wilson, 2006).

5. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan tertentu juga berperan dalam peningkatan

kadar asam urat atau ekskresi asam urat. Golongan obat yang

membantu proses ekskresi asam urat yaitu golongan urikosurik, contoh

obat tersebut antara lain probenesid dan sulfinpirazon. Sebaliknya,

obat-obatan anti hipertensi jenis tertentu seperti aspirin dan tiazid

dapat menghambat proses ekskresi asam urat sehingga memperparah

Page 19: Iqbal Alchehab

keadaan hiperurisemia. Obat-obatan antihipertensi umumnya

menunjukkan efek samping penghambatan metabolisme lipid dalam

tubuh. Yang kemudian dapat menghambat eksresi asam urat melalui

urin (Price & Wilson, 2006; Weaver et al, 2010).

6. Hipertensi

Gangguan tekanan darah tinggi (hipertensi) terjadi akibat

vasokonstriksi pembuluh darah, yang juga menurunkan aliran darah ke

glomerulus ginjal. Hal ini memicu aktivasi sistem renin angiotensin

yang menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium. Pada prinsipnya,

air selalu mengikuti gerak dari ion natrium tersebut sehingga pada saat

terjadi reabsorbsi natrium maka air juga akan ikut mengalami

reabsorbsi. Hal ini menyebabkan penurunan aliran cairan ke pada

ginjal, sehingga ekskresi asam urat terhambat. Selain melalui

mekanisme tersebut, peningkatan kadar asam urat pada hipertensi juga

dapat diakibatkan cedera vaskuler yang merupakan gambaran umum

dari penyakit ini. Cedera vaskuler pada hipertensi dapat memicu

terjadinya iskemia jaringan, sehingga sel-sel pada jaringan mengalami

kematian dan degradasi seluler. Hal ini menyebabkan terjadinya

peningkatan sintesis asam urat, sehingga kadar asam urat dalam tubuh

akan meningkat (Manampiring & Bodhy, 2011).

7. Aktivitas

Pada saat terjadinya aktivitas fisik, tubuh meningkatkan metabolisme

substansi nutrisional dengan oksigen (aerob) atau tanpa oksigen

Page 20: Iqbal Alchehab

(anaerob), sesuai dengan ketersediaan udara dan kemampuan tubuh

untuk mengambil serta mendistribusikan nutrisi dan oksigen tersebut.

Dalam keadaan oksigen yang sedikit, tubuh akan melangsungkan

metabolisme anaerob untuk mempertahankan fungsi normal sel, yang

menghasilkan produk sampingan berupa asam laktat. Penumpukan

asam laktat dalam tubuh dapat menghambat ekskresi asam urat melalui

urin (Ganong, 2008).

Gambar 5. Mekanisme Terjadinya Gangguan Kesehatan pada Hiperurisemia

(Avram & Krishnan, 2008).

Gout atau penyakit pirai asam urat yang merupakan gangguan kesehatan

akibat hiperurisemia, menunjukkan gejala klinis dalam empat tahapan,

yakni;

1. Tahap Hiperurisemia Asimptomatik.

Pada tahap ini telah terjadi peningkatan kadar asam urat darah tetapi

belum muncul tanda dan gejala lain seperti nyeri ataupun

Page 21: Iqbal Alchehab

pembengkakan. Pada keadaan hiperurisemia asimptomatik kadar asam

urat dapat meningkat hingga 9-10 mg/dl.

2. Tahap Serangan Gout Akut.

Pada tahap ini mulai muncul tanda gejala seperti adanya

pembengkakan pada daerah sendi jari-jari tangan, pergelangan tangan,

lutut dan siku. Penderita dapat merasakan nyeri yang hebat akibat

kristalisasi asam urat yang disebabkan penimbunan natrium urat yang

kadarnya meningkat dalam pembuluh darah. Pada tahap ini,

mekanisme peningkatan eksresi asam urat sebagai kompensasi

peningkatan kadar asam urat darah telah gagal atau terganggu.

Timbunan kristal urat direspon oleh makrofag yang kemudian

memfagosit kristal urat bersama komponen persendian. Respon ini

kemudian memicu peradangan, yang menimbulkan perbesaran ukuran

area sendi, timbulnya kemerahan, dan nyeri yang hebat.

3. Tahap Interkritis.

Pada tahapan ini gejala-gejala serangan akut sudah tidak timbul untuk

kurun waktu yang relatif lama, kadang hingga bertahun-tahun.

4. Tahap Kronik.

\ Hiperurisemia yang tidak mengalami perbaikan akan berlanjut menjadi

gout kronik. Timbunan asam urat dan pembentukan kristal urat

semakin meningkat sehingga terjadi sedimentasi kristal urat

membentuk kristal besar yang tersebar diseluruh area sendi (tofus).

Page 22: Iqbal Alchehab

Peningkatan akumulasi purin

pada tubuh

Diet tinggi purin

ObesitasApoptosis

selDegradasi DNA sel

Gangguan eksresi asam

urat

Peningkatan produksi asam urat

Peningkatan tebal lipatan lemak bawah kulit

Peningkatan sintesis asam urat

HiperurisemiaAkumulasi asam urat pada tendon, sendi, dan ginjal

Gejala gout

Pada tahap ini, gejala akut kembali timbul dengan intensitas dan

frekuensi nyeri yang meningkat (Price & Wilson, 2006).

II.4 Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian disusun dari berbagai hasil penelitian

yang sudah ada sebelumnya. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Gambar 6. Kerangka Teori

Page 23: Iqbal Alchehab

Tebal lipatan lemak bawah kulit

Peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia)

1. Obesitas2. Usia (40-60 tahun)

3. Diabetes melitus4. Penggunaan obat5. Konsumsi alkohol6. Menopause7. Riwayat penyakit herediter8. Riwayat penyakit genetik9. Riwayat penyakit autoimun10. Riwayat penyakit keganasan11. Aktivitas

II.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian disusun sebagai kerangka kerja penelitian.

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Keterangan :

: Diteliti : Tidak diteliti

Gambar 7. Kerangka Konsep

II.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangaka konsep tersebut, maka peneliti

menggunakan rumusan hipotesis (H1) dalam penelitian yaitu; terdapat

hubungan antara tebal lipatan lemak bawah kulit dengan kadar asam urat

pada usia dewasa di wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah.

Page 24: Iqbal Alchehab

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Desain Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan rancangan penelitian

analitik observasional korelatif untuk meneliti hubungan antara tebal

lipatan lemak bawah kulit dengan kadar asam urat pada usia dewasa di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah. Penelitian ini menggunakan

metode cross sectional, yaitu dengan melakukan pengukuran variabel

bebas dan variabel terikat pada waktu yang bersamaan.

III.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan bulan

September tahun 2015 di Puskesmas Kampung Sawah.

III.3 Populasi dan Sampel

Menurut Saryono (2009), populasi merupakan keseluruhan dari sumber

data yang terdiri dari obyek dan subyek yang memiliki kualitas dan

karakteristik, dimana untuk mendapatkan data yang dapat mewakili

penilaian atas kondisi tertentu dari suatu populasi, dapat dilakukan dengan

Page 25: Iqbal Alchehab

penilaian terhadap sampel, yakni sebagian kecil dari populasi yang

memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dari penelitian yang akan

dilakukan.

Dalam penelitian ini, dari populasi warga usia dewasa di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Sawah, jumlah sampel yang akan diteliti adalah

sebanyak 80 orang usia dewasa (40-60 tahun) yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi sebagai berikut;

1. Kriteria Enklusi

a. Usia 40-60 tahun

b. Belum menopause (bagi responden perempuan)

c. Bersedia menjadi responden

2. Kriteria Eksklusi

a. Responden dengan riwayat penyakit diabetes melitus

b. Mengkonsumsi obat-obatan aspirin ataupun antihipertensi

c. Pasien dalam keadaan edema dan/atau ascites

d. Riwayat Hipertensi

III.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu baik berupa atribut, nilai,

ataupun sifat dari individu, objek, atau kegiatan yang ditetapkan oleh

peneliti sebagai subjek penelitian untuk dipelajari dan dianalisis untuk

Page 26: Iqbal Alchehab

memperoleh kesimpulan (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian yang akan

dilakukan, peneliti mengamati dua variabel, yakni;

1. Variabel Bebas (independen)

Adalah suatu variabel stimulus yang menentukan variabel lain.

Variabel ini adalah suatu varian yang dapat mempengaruhi dan

menyebabkan timbulnya variabel terikat (dependen) (Sugiyono, 2010).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tebal lipatan lemak bawah

kulit.

2. Variabel Terikat (dependen)

Merupakan variabel yang dipengaruhi sebagai akibat dari adanya

variabel bebas (Saryono, 2009). Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah kadar asam urat darah.

III.5 Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian dibuat untuk mempermudah dilakukannya

proses pengumpulan data dan mencegah adanya interpretasi ganda dari

penelitian yang dilakukan, serta membatasi ruang lingkup variabel dalam

penelitian. Dalam definisi operasional, dicantumkan jenis variabel,

definisinya pada penelitian, alat ukur yang digunakan, satuan hasil ukur,

serta skala hasil pengukuran yang dilakukan (Saryono, 2009).

Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut;

Page 27: Iqbal Alchehab

Tabel 4. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1.

Variabel terikat

Kadar asam urat darah

Hasil akhir dari katabolisme adenin dan guanin pada pemecahan nukleotida

Alat ukur kadar asam urat darah

Miligram per desiliter

(mg/dL)

Rasio

2.

Variabel bebas

Tebal lipatan lemak bawah kulit

Jumlah lemak tubuh yang diperoleh dari hasil pengukuran tebal lipat kulit

Jangka sorong

Mililiter

(mm)Rasio

III.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan fasilitas atau alat yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data (Saryono, 2009).

Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah;

1. Lembar informed consent (persetujuan untuk mengikuti penelitian)

2. Lembar hasil pengukuran

3. Alat tulis

4. Jangka sorong

5. Alat ukur kadar asam urat darah

6. Handschoen

7. Lanset

8. Kapas kering dan kapas alkohol

9. Strip test asam urat

Page 28: Iqbal Alchehab

Lembar informed consent digunakan untuk meminta persetujuan sampel

menjadi responden penelitian, lembar pengukuran digunakan untuk

mencatat data hasil pengukuran responden, jangka sorong untuk mengukur

tebal lipatan lemak bawah kulit pada responden dalam satuan millimeter

(mm), dan alat pemeriksaan kadar asam urat digunakan untuk mengukur

kadar asam urat darah responden dalam satuan milligram per desiliter

(mg/dl).

III.7 Prosedur Penelitian

1. Pemeriksaan kadar asam urat darah

a. Identifikasi kandidat responden penelitian

b. Menjelaskan prosedur dan tujuan penelitian yang akan dilakukan

pada kandidat responden

c. Meminta persetujuan tertulis kandidat responden untuk menjadi

responden penelitian

d. Mencuci tangan dan mengenakan handschoen

e. Menyiapkan alat; lanset, alat ukur kadar asam urat darah, kapas

alkohol, stik dan kapas

f. Memasang strip test pada alat ukur kadar asam urat darah

g. Menentukan lokasi penusukan dengan lanset pada ujung jari

h. Melakukan disinfeksi pada lokasi penusukan dengan kapas alkohol

i. Melakukan penusukan pada tempat yang sudah ditentukan,

j. Biarkan tetesan darah pertama menetes, lalu seka dengan kapas

kering

Page 29: Iqbal Alchehab

h. Ambil tetesan darah kedua dengan ujung tepi strip test yang telah

dipasang sebelumnya pada alat ukur kadar asam urat darah

i. Diamkan selama 10 detik hingga didapatkan nilai kadar asam urat

darah dari alat periksa

j. Catat pada lembar hasil pengukuran

2. Pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit

a. Identifikasi kandidat responden penelitian

b. Menjelaskan prosedur dan tujuan penelitian yang akan dilakukan

pada kandidat responden

c. Meminta persetujuan tertulis kandidat responden untuk menjadi

responden penelitian

d. Pengukuran bagian trisep

1. Berikan tanda pada bagian trisep antara siku sampai dengan

bagian ujung bahu.

2. Angkat lipatan lemak dengan ibu jari dan jari telunjuk kiri.

3. Masukkan lipatan lemak kulit pada rahang jangka sorong,

kemudian menandai jarak antara rahang jangka sorong.

4. Lepaskan ibu jari dari jangka sorong sehingga ujung jangka

sorong menggenggam lipatan lemak kulit dengan mantap.

5. Amati besar jarak yang didapat pada jangka sorong.

6. Ulangi pengukuran sebanyak tiga kali.

7. Hitung hasil pengukuran rata-rata dari tiap pengukuran.

Page 30: Iqbal Alchehab

e. Pengukuran bagian bisep

1. Berikan tanda pada otot bisep dalam keadaan fleksi.

2. Angkat lipatan lemak dengan ibu jari dan telunjuk dengan

posisi tegak lurus terhadap otot bisep.

3. Lanjutkan pemeriksaan dengan melakukan langkah 3-7 pada

pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit bagian trisep.

f. Pengukuran bagian subskapula

1. Ambil tebal lipatan lemak kulit di bawah tulang belikat dengan

ibu jari dan keempat jari lainnya.

2. Berikan tanda pada titik tengah lipatan sambil memegang

lipatan lemak sekitar 1 inci dari tanda yang sudah diberikan.

3. Lanjutkan pemeriksaan dengan melakukan langkah 3-7 pada

pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit bagian trisep.

g. Pengukuran bagian suprailiaka

1. Posisikan responden dalam keadaan berdiri dengan salah satu

lengan (pada sisi yang akan diperiksa) abduksi 90o.

2. Ambil lipatan lemak diatas lengkung tulang iliaka (suprailiaka)

dengan ibu jari dan keempat jari lainnya.

3. Berikan tanda pada titik tengah lipatan.

4. Pegang lipatan sekitar 1/4 sampai 1/2 inchi dari tanda yang

sudah diberikan.

5. Lanjutkan pemeriksaan dengan melakukan langkah 3-7 pada

pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit bagian trisep.

Page 31: Iqbal Alchehab

h. Pengukuran bagian abdomen

1. Lakukan pengambilan lipatan lemak dengan arah cubitan

vertikal pada jarak 5 cm dari titik umbilikus.

2. Berikan tanda pada titik tengah lipatan.

3. Lanjutkan pemeriksaan dengan melakukan langkah 3-7 pada

pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit bagian trisep.

i. Pengukuran bagian krista iliaka

1. Posisikan responden dalam keadaan berdiri dengan salah satu

lengan (pada sisi yang akan diperiksa) abduksi 90o.

2. Ambil lipatan lemak dibawah lengkung tulang iliaka dengan

ibu jari dan keempat jari lainnya dalam posisi miring ke depan,

kurang lebih 45° terhadap garis horizontal.

3. Berikan tanda pada titik tengah lipatan.

4. Pegang lipatan sekitar 1/4 sampai 1/2 inchi dari tanda yang

sudah diberikan.

5. Lanjutkan pemeriksaan dengan melakukan langkah 3-7 pada

pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit bagian trisep.

j. Pengukuran bagian betis

1. Posisikan responden dalam keadaan duduk dengan posisi kaki

fleksi 90o.

2. Angkat lipatan lemak dengan ibu jari dan telunjuk pada bagian

tengah otot betis.

3. Lanjutkan pemeriksaan dengan melakukan langkah 3-7 pada

pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit bagian trisep.

Page 32: Iqbal Alchehab

3. Setelah kedua hasil pemeriksaan didapatkan, dilakukan analisis data

hasil pemeriksaan dengan perangkat lunak pengolah data statistik.