85
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, menurut Dr. Bambang Setyohadi, Sp.P.D.K.R (Devisi Reumatologi Departemen Penyakit Dalam RSCM), osteoporosis mendapatkan kepopulerannya sejak tahun 2001 dan kemudian menjadi banyak yang memberikan perhatian terhadap salah satu penyakit degenerative ini. Bila Anda mengalami patah tulang hanya karena terpeleset atau terantuk, tubuh yang makin pendek atau makin bungkuk, atau sering mengalami nyeri tulang diseluruh tubuh, perlu diwaspadai. Hal itu merupakan pertanda osteoporosis atau rapuh tulang. Osteoporosis tidak mudah didiagnosis, karena gejalanya tidak khas. Penderita sering kali tidak menyadari, tahu-tahu patah tulang karena hal sepele, misalnya mengangkat koper. Osteoporosis umumnya terjadi pada wanita, terutama setelah menopause, akibat penurunan kadar hormone esterogen secara drastis. Esterogen berperan pada proses remodeling tulang dengan menghambat resorpsi tulang yang berlebihan. Pada pria, osteoporosis terjadi pada usia yang lebih lanjut, sekitar 70 tahun, karena laki-laki tidak mengalami menopause. Hormone esterogen didapat 1

ISI FIX FIX

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

Page 1: ISI FIX FIX

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, menurut Dr. Bambang Setyohadi, Sp.P.D.K.R (Devisi

Reumatologi Departemen Penyakit Dalam RSCM), osteoporosis mendapatkan

kepopulerannya sejak tahun 2001 dan kemudian menjadi banyak yang

memberikan perhatian terhadap salah satu penyakit degenerative ini.

Bila Anda mengalami patah tulang hanya karena terpeleset atau terantuk,

tubuh yang makin pendek atau makin bungkuk, atau sering mengalami nyeri

tulang diseluruh tubuh, perlu diwaspadai. Hal itu merupakan pertanda

osteoporosis atau rapuh tulang.

Osteoporosis tidak mudah didiagnosis, karena gejalanya tidak khas.

Penderita sering kali tidak menyadari, tahu-tahu patah tulang karena hal

sepele, misalnya mengangkat koper. Osteoporosis umumnya terjadi pada

wanita, terutama setelah menopause, akibat penurunan kadar hormone

esterogen secara drastis. Esterogen berperan pada proses remodeling tulang

dengan menghambat resorpsi tulang yang berlebihan.

Pada pria, osteoporosis terjadi pada usia yang lebih lanjut, sekitar 70

tahun, karena laki-laki tidak mengalami menopause. Hormone esterogen

didapat pria dari perubahan hormone testosterone dalam darah. (Zaviera,

2008).

Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang

berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik

ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak

pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Seringkali

berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas,

stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya. (Mansjoer,

2000).

Prevalensi keseluruhan OA pada tahun 2001 adalah 10,8%. 8,9% pada pria

dan 12,6% pada wanita. Prevalensi lebih tinggi pada perempuan di semua

kelompok umur. Pada usia 70-74 tahun, sekitar sepertiga dari pria dan 40%

1

Page 2: ISI FIX FIX

wanita memiliki OA. Tingkat insiden pada 2000-2001 adalah 11,7%. Jumlah

meningkat dengan usia antara 50 dan 80 tahun. Data epidemiologi OA

menunjukan kondisi patologis yang mendasari dapat diamati pada sendi yang

memungkinkan klasifikasi sebagai OA sekunder sebanyak 41,7% pasien OA

panggul dan 33,4% pasien OA lutut. 82,1% pasien OA pinggul dan 87,4%

pasien OA lutut memiliki perubahan radiografi pada sendi mereka. Prevalensi

OA meningkat dengan usia dan lebih tinggi pada pasien wanita. OA lebih

sering diamati pada pasien OA lutut dibandingkan pada pasien OA panggul

sebanyak 34,9% berbanding 19,3%. (Kopec et al., 2007).

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana definisi osteoporosis dan osteoartritis?

2. Bagaimana epidemiologi osteoporosis dan osteoartritis?

3. Bagaimana etiologi osteoporosis dan osteoartritis?

4. Bagaimana klasifikasi osteoporosis dan osteoartritis?

5. Bagaimana patofisiologi osteoporosis dan osteoartritis?

6. Bagaimana manifestasi osteoporosis dan osteoartritis?

7. Bagaimana pemeriksaan diagnostic osteoporosis dan osteoartritis?

8. Bagaimana pemeriksaan penunjang osteoporosis dan osteoartritis?

9. Bagaimana penatalaksanaan osteoporosis dan osteoartritis?

10. Bagaimana WOC osteoporosis dan osteoartritis?

11. Bagaimana asuhan keperawatan osteoporosis dan osteoartritis?

\

C. Tujuan

2

Page 3: ISI FIX FIX

Adapun tujuan dalam penulisan makalah, sebagai berikut:

1. Mengetahui anatomi dan fisiologi osteoporosis dan osteoartritis

2. Mengetahui definisi osteoporosis dan osteoartritis

3. Mengetahui epidemiologi osteoporosis dan osteoartritis

4. Mengetahui etiologi osteoporosis dan osteoartritis

5. Mengetahui klasifikasi osteoporosis dan osteoartritis

6. Mengetahui patofisiologi osteoporosis dan osteoartritis

7. Mengetahui manifestasi klinis osteoporosis dan osteoartritis

8. Mengetahui pemeriksaan diagnostik osteoporosis dan osteoartritis

9. Mengetahui pemeriksaan penunjang osteoporosis dan osteoartritis

10. Mengetahui penatalaksanaan osteoporosis dan osteoartritis

11. Mengetahui WOC osteoporosis dan osteoartritis

12. Mengetahui asuhan keperawatan osteoporosis dan osteoartritis

3

Page 4: ISI FIX FIX

BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan fisiologi

1) Osteoporosis

a) Anatomi tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang

berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses

“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang

disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan

garam kalsium.

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang   dapat  

diklasifikasikan   dalam   lima   kelompok   berdasarkan   bentuknya:

a) Tulang panjang (Femur, Humerus)  terdiri dari batang tebal

panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis.

Di sebelah proksimal dari epifisis terdapatmetafisis. Di antara

epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh,

yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang

panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng

epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang

dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk

oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone

(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti

tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan

testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang.

Estrogen, bersama dengan testosteron,merangsang fusi lempeng

epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang

disebut kanalis medularis.Kanalis medularis berisi sumsum

tulang.

4

Page 5: ISI FIX FIX

b) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari

cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang

padat.

c) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang

padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.

d) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan

tulang pendek.

e) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar

tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh

tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral.

Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan

osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan

tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun

atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam

polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana

garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa

yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam

osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear

(berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan

remosdeling tulang.

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa.

Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut

merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella

terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang

berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan

dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat

dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan

memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon

dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan

5

Page 6: ISI FIX FIX

limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga

sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang

kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara

rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna  Howship

(cekungan pada permukaan tulang).

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup)

dan 70 % endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan

terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 %

proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium

karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan

berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan

organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi

terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan

menahan tekanan).

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat

berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan

tulang berubah selama hidup.Pembentukan tulang ditentukan

oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang

6

Page 7: ISI FIX FIX

dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas.

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas

berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan

matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang

disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai

mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau

bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari

osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan

terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan

yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya

membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap

tulang, sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi.

Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat

dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang,

cairan interstisium, dan darah.

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara

bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi

karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel

fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-monosit

yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis.

Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan

tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di

suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. Osteoblas

mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses

ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat.

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas

menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau

mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas

7

Page 8: ISI FIX FIX

melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang

dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas

pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda,

aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total

massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas

melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang.

Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang

mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan,

dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi

rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas

dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh

olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu

stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang

aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen,

testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi

aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang

dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon

tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-

tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan

lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen

turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang

secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak

langsung dengan merangsang penyerapan kalsiumdi usus. Hal ini

meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi

tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan

demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium

yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.

8

Page 9: ISI FIX FIX

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama

dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh

kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar

tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons

terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan

tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan

kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan

pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya

mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.

Efek lain Hormon paratiroid adalahmeningkatkan kalsium

serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon

paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga

menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal

bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah

suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons

terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki

sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-

efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar

kalsium serum.

b) Fisiologi tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut:

a) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.

b) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru)

dan jaringan lunak.

c) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi

dan pergerakan).

d) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum

tulangbelakang (hema topoiesis).

e) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

9

Page 10: ISI FIX FIX

2) Osteoartritis

Sendi (artikulasi) adalah titik kontak antara dua tulang yang menahan

kedua tulang menjadi satu. Dapat pula memungkinkan fleksibilitas dan

pergerakan. Dapat digolongkan berdasarkan fungsi (seberapa luas

gerakannya) yaitu:

1) Sinartrosis: Tidak dapat digerakkan.

2) Amfiartrosis: Sedikit dapa di gerakkan.

3) Diartrosis: dapat bergerak bebas.

Dapat pula digolongkan berdasarkan struktur yaitu fibrosa,

kartilanginosa, atau sinovium.

Berdasarkan struktur dan jenis pergerakan, sendi sinovium dapat

digolongkan sebagai sendi luncur, sendi engsel, sendi putar, sendi

kondilus, sendi pelana, dan sendi peluru. (Saputra, 2014).

B. Definisi

1) Osteoporosis

Secara harfiah, kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti

berlubang. Istilah populernya adalah tulang keropos. WHO dan konsensus

ahli mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit yang ditandai dengan

rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan

tulang, yang menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan

risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak memberikan

keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur. (Zaviera, 2008).

Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut

WHO adalah penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik masa tulang

yang rendah dan perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan

akibat meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentangan

tulang terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi

penurunan masa tulang total. (Lukman, 2009)

Osteoporosis adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, rapuh,

keropos, dan mudah patah akobat berkurangnya massa tulang yang terjadi

dalam waktu yang lama. (Mis nadiarly, 2013).

10

Page 11: ISI FIX FIX

2) Osteoartritis

Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit

ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai

oleh adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan

tulang baru pada permukaan sendi. (Price, 2005).

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana

keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai

dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya

ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada

tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan

melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi. (Felson, 2008).

C. Epidemiologi

1) Osteoporosis

a) Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita

sebanyak 36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur diatas 70 tahun

untuk wanita 53,6%, pria 38%.

b) Jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dari data

terakhir Depkes, yang mematok angka 19,7% dari seluruh penduduk

dengan alasan perokok di negeri ini urutan ke-2 dunia setelah China.

(Zaviera, 2008).

c) Hasil penelitian menyimpulkan pada usia 35 tahun, satu dari orang di

kawasan Asia berisiko menderita osteoporosis. Bahkan pada rentang

usia 25 tahun bisa sudah berisiko terkena penyakit tersebut.

d) Filiphina dan Indonesia menjadi Negara dengan catatan terburuk

dalam hal kondisi kepadatan tulang. Perempuan Indonesia pada usia

25-65 tahun berisiko tertinggi terkena osteoporosis dibandingkan

negara Asia lainnya. (Misnadiarly, 2013).

2) Osteoartritis

a) Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling

umum di dunia.

11

Page 12: ISI FIX FIX

b) Satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap

osteoartritis. (Felson, 2008)

c) Osteoartritis pada lutut merupakan tipe osteoartritis yang paling umum

dijumpai pada orang dewasa.

d) Orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22%.

e) Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden

osteoartritis pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri

sebanyak 24,7%. (Joern et al, 2010).

D. Etiologi

1) Osteoporosis

Secara ringkas dan sistematis, penyebab osteoporosis adalah

sebagai berikut:

a) Osteoporosis postmenopausal

Terjadi karena kekurangan estrogen hormon utama pada wanita),

yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada

wanita.

Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75

tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.

Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita

osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih

mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.

b) Osteoporosis senilis

Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang

berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan di antara kecepatan

hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.

Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.

Penyakit ini biasanya terjadi pada usia di atas 70 tahun dan 2 kali lebih

sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis

senilis dan postmeopausal.

c) Osteoporosis sekunder

12

Page 13: ISI FIX FIX

Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan

oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.

Penyakit osteoporisi bisa disebabkan oleh gagal kronis dan

kelianan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-

obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturate, anti kejang dan hormone

tiroid yang berlebihan).

Pemakaian alcohol yang berlebihan dan merokok bisa

memperburuk keadaan osteoporosis.

d) Osteoporosis juvenile idiopatik

Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.

Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar

dan fungsi hormone yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak

memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

Berikut ini faktor-faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat

dikendalikan adalah sebagai berikut:

1) Jenis kelamin

Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih

besar dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon

estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35

tahun.

2) Usia

Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena

secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya

usia. Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa

tulang yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk

menyerap kalsium.

3) Ras

Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena

osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia,

Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis

dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih

padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot

13

Page 14: ISI FIX FIX

yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah

dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika.

4) Pigmentasi dan tempat tinggal

Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa,

mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah

dibandingkan dengan ras kulit putih yang tinggal di wilayah kutub

seperti Norwegia dan Swedia.

5) Riwayat keluarga

Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau

mempunyai massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung

berisiko tinggi terkena osteoporosis.

6) Sosok tubuh

Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena

osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus

lebih berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.

7) Menopause

Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena

tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen

dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa

tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan

bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang

sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah.

Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa

dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker,

mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya

risiko terkena osteoporosis.

Berikut ini faktor–faktor risiko osteoporosis yang dapat

dikendalikan. Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan

kebiasaan dan pola hidup.

a) Aktivitas fisik

Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya

tidak terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat

14

Page 15: ISI FIX FIX

menurunnya kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan

melakukan olahraga teratur minimal tiga kali dalam seminggu (lebih

baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat tulang).

b) Kurang kalsium

Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh

kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil

kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.

Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang

didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak

mungkin diserap usus. (Suryati, 2006).

c) Merokok

Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding

bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai

kadar estrogen lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun

lebih cepat dibanding wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung

dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan

penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis

terjadi lebih cepat.

d) Minuman keras/beralkohol

Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada

dinding lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat

tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat

menurunkan massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan

osteoporosis.

e) Minuman soda

Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein

(caffein). Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar

dari tulang, sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium

lewat urin. Untuk menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya

konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau

mengonsumsi kalsium ekstra (Tandra, 2009).

15

Page 16: ISI FIX FIX

f) Stres

Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu

kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol

yang tinggi akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran

darah dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos

sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis.

g) Bahan kimia

Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan

makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan

bermotor, dan limbah industri seperti organoklorida yang dibuang

sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh

termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat

pengeroposan tulang. (Waluyo, 2009).

2) Osteoartritis

Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian

menunjukan 87% adalah kasus OA primer, dan 13%kasus OA

sekunder. Menurut klasifikasi rontgentography, 38% adalah jenis awal,

28,5% jenis patellofemoral dan 23,2% jenis medio-patellofemoral.

Klasifikasi radiologi itu terkait dengan manifestasi klinis jika varus

dan deformitas valgus lebih parah, penilaian X ray juga akan menjadi

lebih parah (Yongping et al.,2000)

Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan

penyakit ini, yaitu:

a. Usia lebih dari 40 tahun

b. Jenis kelamin

c. Suku bangsa

d. Genetik

e. Kegemukan den penyakit metabolic

f. Cedera sendi, pekerjaan, olahraga

g. Kelainan pertumbuhan

h. Kepadatan tulang, dan lain-lain (Mansjoer, 2000)

16

Page 17: ISI FIX FIX

E. Klasifikasi

1) Osteoporosis

Berdasarkan penyebabnya, ada 2 golongan besar osteoporosis

menurut (Misnadiarly, 2013) yaitu:

a) Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang bukan disebabkan oleh

suatu (prose alamiah). Osteoporosis yang berhubungan dengan

berkurangnya massa tulang dan/atau terhentinya produksi hormone

(khusus wanita) disamping bertambahnya usia. Osteoporosis terdiri

dari:

1) Osteoporosis primer tipe I

Sering disebut dengan istilah osteoporosis pascamenopause

(setelah menopause), yang terjadi pada wanita pascamenopause

(berusis 50-65 tahun), fraktur biasanya pada vertebra (ruas tulang

belakang), tulang iga, atau tulang radius.

2) Osteoporosis primer tipe II

Sering disebut dengan istilah osteoporosis senil, yang terjadi pada

usia lanjut, biasanya berusia 70 tahun, pria dan wanita punya

kemunginan yang sama terserang, fraktur biasanya pada tulang

paha. Selain fraktur, gejala yang perlu diwaspadai adalah kifosis

dorsalis (kifosis: kelainan bentuk tulang punggung yang

melengkung/bongkok) bertambah. Makin pendek dan nyeri tulang

berkepanjangan.

b) Osteoporosis sekunder, bila disebabkan oleh berbagai kondisi

klinis/penyakit, seperti infeksi tulang, tumor tulang, pemakaian obat-

obat tertntu, dan immobilitas dalam waktu yang lama.

2) Osteoartritis

Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gabungan

gejala klinik dan perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan,

oleh karena tidak semua pasien dengan perubahan radiografi osteoarthritis

mempunyai keluhan pada sendi. Terdapat 4 kelainan radiografi utama

pada osteoarthritis, yaitu : penyempitan rongga sendi, pengerasan tulang

17

Page 18: ISI FIX FIX

bawah rawan sendi, pembentukan kista di bawah rawan sendi dan

pembentukan osteofit, sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara lain :

1. Osteoarthritis sendi lutut.

2. Osteoarthritis sendi panggul.

3. Osteoarthritis sendi-sendi kaki

4. Osteoarthritis sendi bahu

5. Osteoarthritis sendi-sendi tangan

6. Osteoarthritis tulang belakang (Nur, 2009)

Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis berdasarkan

primer dan sekunder. Pembagian osteoarthritis berdasarkan

patogenesisnya dibagi menjadi osteoarthritis primer yang disebut juga

osteoarthritis idiopatik adalah osteoarthritis yang kausanya tidak diketahui

dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses

perubahan lokal pada sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah

osteoarthritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,

metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. Osteoarthritis primer

lebih sering ditemukan dari pada osteoarthritis sekunder (Arissa, 2012)

F. Patofisiologi

1) Osteoporosis

Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang

dimana resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya

massa tulang. Mineralisasi tulang tetap terjadi. Remodeling tulang

digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblast dan osteoklas.

Meskipun pertumbuhan terhenti, remodeling tulang berlanjut. Proses

dinamik ini meliputi resorbsi pada satu permukaan tulang dan deposisi

pembentukan tulang pada tempat yang berlawanan. Hal ini dipengaruhi

oleh weight bearing dan gravitasi, as well as by problems seperti penyakit

sistemik. Proses seluler dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan

dimodulasi oleh hormon lokal dan sistemik serta peptida.

Osteoblas adalah sel pembentuk tulang. Mereka membentuk dan

mesekresikan kolagen (kebanyakan tipe I) dan nonkolagen organic-

18

Page 19: ISI FIX FIX

komponen pada fase matrik tulang. Mereka mempunyai peranan penting

pada mineralisasi matrik organik. Protein nonkolagen produksi osteoblas

meliputi osteokalsin (komponen nonkolagen tulang terbesar), 20% dari

total massa tulang; osteonectin; protein sialyted dan phosphorylated; dan

thrombospondin. Peranan protein nonkolagen tersebut tidak diketahui tapi

sintesisnya diatur oleh hormon paratiroid (PTH) dan 1,25

dihidroksivitamin D. Mereka juga berperan pada kemotaksis dan adhesi

sel. Pada proses pembentukan matrik tulang organik, ostoblas

terperangkap diantara formasi jaringan baru, kehilangan kemampuan

sintesis dan menjadi osteosit.

Osteoklas adalah sel terpenting pada resorpsi tulang. Mereka

digambarkan dengan ukurannya yang besar dan penampakan yang

multinucleated. Sel ini bergabung menjadi tulang melalui permukaan

reseptor. Penggabungan pada permukaan osteoklas tulang membentuk

komparment yang dikenal sebagai “sealing zone”. Reorpsi tulang terjadi

oleh kerja proteinase asam pada pusat ruang isolasi subosteoklas yang

dikenal sebagai lakuna Howship. Membran plasma dari sel ini diinvaginasi

membentuk ruffled border. Osteoklas mungkin berasal dari sel induk sum-

sum tulang, yang juga menghasilkan makrofag-monosit. Perkembangan

dan fungsi mereka dimodulasi oleh sitokin seperti interleukin-1 (IL-1),

interleukin-6 (IL-6) dan interulekin-11 (IL-11).

Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan

berlanjut sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa,

menunjukan terjadinya keseimbangan antara formasi dan resorpsi tulang.

Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblas dan osteoklas pada unit

remodeling tulang. Remodeling dibutuhkan untuk menjaga kekuatan

tulang.

Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon sistemik dan

sitokin seperti faktor local lain (growth factor, protaglandin dan

leukotrien, PTH, kalsitonin, estrogen dan 1,25-dihydrocyvitamin D3 [1,25-

(OH)D3]). PTH bekerja pada osteoblas dan sel stroma, dimana mensekresi

faktor soluble yang menstimulasi pembentukan osteoklas dan resorbsi

19

Page 20: ISI FIX FIX

tulang oleh osteoklas. Sintesis kolagen oleh osteoblas distimulasi oleh

paparan pada PTH yang intermiten, sementara paparan terus menerus pada

PTH menghambat sintesis kolagen. PTH berperan penting pada aktivasi

enzim ginjal 1 & agr; hidroksilase yang menghidroksilat 25-(OH)D3

menjadi 1,25-(OH)2D3.9

Kalsitonin menghambat fungsi ostoklas langsung dengan mengikat

reseptor afinitas tinggi; kalsitonin mungkin tidak langsung mempengaruhi

fungsi osteoblas. Level Kalsitonin menurun pada wanita dibandingkan

pria, tapi defisiensi kalsitonin tidak berperan pada usia-osteoporosis.

Namun defisiensi estrogen menyebabkan penurunan massa tulang secara

signifikan. Defisiensi estrogen dipikirkan mempengaruhi level sirkulasi

sitokin spesifik seperti IL-1, tumor necross faktor- &agr; koloni granulosit

makrofag stimulating factor dan IL-6. Bersama sitokin ini meningkatkan

resorpsi tulang melalui peningkatan recruitment, diferensiasi dan aktifasi

sel osteoklas.

Pada beberapa tahun pertama paska menopause terjadi penurunan

massa tulang yang cepat sebesar 5 % per tahun pada tulang trabekular dan

2-3% per tahun pada tulang kortikal. Hal ini disebabkan meningkatnya

aktifitas osteoklas. Selanjutnya didominasi oleh osteoblas dan hilangnya

massa tulang menjadi 1-2% atau kurang per tahun.

2) Osteoartritis

Akibat peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak

makromolekul matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen)

terjadi kerusakan fokal tulang rawan sendi secara progresif dan

pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi serta tepi

sendi (osteofit). Osteofit terbentuk sebagai suatu proses perbaikan untuk

membentuk kembali persendian, sehingga dipandang sebagai kegagalan

sendi yang progresif (Mansjoer, 2000).

20

Page 21: ISI FIX FIX

G. Manifestasi klinis

1) Osteoporosis

Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan

sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat

berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri

dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis

biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:

a) Tinggi badan berkurang

b) Bungkuk atau bentuk tubuh berubah

c) Patah tulang

d) Nyeri bila ada patah tulang

e) Punggung yang semakin membungkuk (Tandra, 2009).

2) Osteoartritis

Gejala utama OA ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena,

terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-

mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan

istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi,

pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut lagi terdapat

pembesaran sendi dan krepitasi tulang (Mansjoer, 2000).

Tempat prediksi osteoarthritis adalah sendi karpometakarpal I,

metatarsofalangeal I, apofiseal tulang belakang, lutut, paha. Pada falang

distal timbul nodus Heberden dan pada sendi interfalangproksimal timbul

nodus Bouchard. Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut tidak

menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya

sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang

merata, dan warna kemerahan (Mansjoer, 2000).

H. Pemeriksaan diagnostik

1) Osteoporosis

Pemeriksaan non-invasif yaitu ;

a. Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk

memeriksa kalsium total dan massa tulang.

21

Page 22: ISI FIX FIX

b. Pemeriksaan absorpsiometri

c. Pemeriksaan komputer tomografi (CT)

d. Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk

memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas,

ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi

dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.

e. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan

kimia urine biasanya dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini

tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers

osteocalein (GIA protein).

2) Osteoartritis

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak

berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal.

Pemeriksaan imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang

disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel

peradangan (< 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein. (Soeroso, 2006).

I. Pemeriksaan penunjang

1) Osteoporosis

a. Densitometri Tulang

Pemeriksaan Densitometri Tulang DEXA (Dual Energy X-ray

Absorbsimetry) masih merupakan pemeriksaan gold standart untuk

mendiagnosis osteoporosis.

b. Bone Sonometer (Quantitative Ultra Sound / QUS)

Pesawat sonografi pada densitometry ini tidak berbeda dengan

pesawat USG yang biasa kita kenal pada pemeriksaan abdomen atau

obstetric. Frekwensi gelombang suara yang dipergunakan sekitar 0,2

sampai 0,5 MHz (bandingkan dengan USG yang biasa dipakai untuk

pemeriksaan abdomen atau obstetri, yaitu 3,5 MHz dan untuk

payudara sekitar 5-7,5 MHz), berarti panjang gelombang makin

panjang dengan daya tembus makin dalam. Dengan USG pengukuran

densitas mineral tulang dilaksanakan dengan cara yang tidak

22

Page 23: ISI FIX FIX

berbahaya, relatif murah, mudah dan tidak memerlukan radiasi.

Dengan ultrasonografi ini dapat diukur densitas mineral pada tulang-

tulang perifer seperti tumit, tempurung lutut, jari dan tulang

tibia.Penggunaan USG pada densitometri ini baru diakui oleh FDA

pada tahun 1998 yang berarti layak pakai sebagai alat pemeriksaan

untuk osteoporosis. Dibandingkan dengan QCT, alat ini jauh lebih

praktis, karena tampilan alat portable dan biaya pemeriksaan yang

lebih murah, hampir tanpa efek radiasi. Pemakaian densitometer

sebagai alat pemeriksaan untuk penjajakan osteoporosis, di Amerika

baru direkomendasikan untuk kaum wanita, karena osteoporosis masih

jarang pada kaum pria.

2) Osteoatritis

Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada

sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran

diagnostik (Soeroso, 2006). Gambaran Radiografi sendi yang menyokong

diagnosis OA adalah:

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada

bagian yang menanggung beban seperti lutut).

b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).

c. Kista pada tulang

d. Osteofit pada pinggir sendi

e. Perubahan struktur anatomi sendi.

Berdasarkan temuan radiografi, maka OA dapat diberikan suatu

derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografi dikenal sebagai kriteria

Kellgren dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan

hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran

radiografi sendi masih terlihat normal (Felson, 2006).

L. Penatalaksanaan

1. Pengobatan

a) Osteoporosis

Pengobatan osteoporosis menurut Misnadiarly (2013) yaitu:

23

Page 24: ISI FIX FIX

1) Edukasi/pendidikan/penyuluhan dan pencegahan

2) Latihan dan rehabilitasi, termasuk exercise

3) Pengobatan medikamentosa:

- Bisfosfonat

- Raloxifene

- Terapi sulih hormone

- Kalsitonin

- Osteo-anabolic (efek dari hormone pertumbuhan pada sel

osteoblast/sel tulang yang baru terhambat/lebih lama daripada

penghancuran sel tulang tua, sehingga kepadatan tulang

berkurang, dan timbul osteoporosis)

- Kalsium dan vitamin D

b) Osteoartritis

Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :

a. Terapi non Farmakologi

1) Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar

pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit

yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah

semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai (Soeroso,

2006)

2) Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit.

Terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya

tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi

yang sakit. (Soeroso, 2006).

3) Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang

memperberat OA. Oleh karena itu, berat badan harus dapat

dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan

penurunan berat badan apabila berat badan berlebih. (Soeroso,

2006).

24

Page 25: ISI FIX FIX

b. Terapi Farmakologis

Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa

nyeri yang timbul, memeriksa gangguan yang timbul dan

mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan

sendi. (Felson, 2006).

1) (Non-steroidanti-inflammatory drugs) NSAIDs, Inhibitor

Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen. Untuk

mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA, penggunaan obat

NSAIDs dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada

penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat

NSAIDs lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen

tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa

nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas

dari NSAIDs adalah dengan cara mengombinasikannnya

dengan menggunakan inhibitor COX-2 (Felson, 2006).

Keterbatasan penggunaan NSAIDs adalah toksisitasnya.

Toksisitas NSAIDs yang sering dijumpai efek sampingnya

pada traktus gastrointestinal, terutama jika NSAIDs digunakan

bersama obat lain, alkohol, kebiasaan merokok atau dalam

keadaaan stres. Usia juga merupakan faktor resiko untuk

mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat NSAIDs.

Bagi pasien yang sensitif dapat digunakan preparat NSAIDs

dalam bentuk supositoria, pro drug, enteric coated, slow

realease atau non-acidic

2) Chondroprotective Agent

Chondroprotective Agent adalah obat–obatan yang dapat

menjaga atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien

OA. Obat–obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini

adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,

glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya. (Felson, 2006).

25

Page 26: ISI FIX FIX

c. Terapi Pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak

berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan

koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas

sehari–hari.

2. Pencegahan

a) Osteoporosis

Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia

muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat

mencegah osteoporosis, yaitu:

1) Asupan kalsium cukup

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat

dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2

gelas susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan

tulang pada wanita setengah baya yang sebelumya tidak

mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap

hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg

kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari.

Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang

kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-

kacangan.

2) Paparan sinar matahari

Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan

vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa

tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit,

3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum

jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh

menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam

pembentukan massa tulang. (Ernawati, 2008).

3) Melakukan olahraga dengan beban

26

Page 27: ISI FIX FIX

Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri

juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan

kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan

dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya

pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah

berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya.

Yang penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar.

Latihan fisik atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda

dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis. Latihan yang tidak

boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah sebagai berikut:

a. Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan

pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah

risiko patah tulang punggung karena ruas tulang punggung yang

lemah tidak mampu menahan beban tersebut. Hindari latihan

berupa lompatan, senam aerobik dan joging.

b. Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk

kedepn dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena

dapat mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak

boleh melakukan sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.

c. Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan

kaki kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga

meningkatkan risiko patah tulang, karena tulang panggul dalam

kondisi lemah.

Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita

osteoporosis:

1) Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5

km/jam selama 50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini

diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki

lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan paru-

paru.

27

Page 28: ISI FIX FIX

2) Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat

”dumbble” kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung,

lengan dan bahu.

3) Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.

4) Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat

dilakukan dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal

ini dapat menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar

tetap tegak, mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus

memperkuat punggung.

5) Hindari rokok dan minuman beralkohol

Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting

dalam mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu

banyak minum alkohol juga bisa merusak tulang.

b) Osteoartritis

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, agar kita terhindar dari

osteoarthritis:

a. Menghindari olahraga yang bisa menyebabkan sendi terluka.

b. Mengontrol berat badan agar berat yang ditopang oleh sendi

menjadi ringan.

c. Minum obat untuk mencegah osteoarthritis.

28

Page 29: ISI FIX FIX

M. WOC

a). Osteoporosis

b). Osteoartritis

29

Page 30: ISI FIX FIX

30

Page 31: ISI FIX FIX

31

Page 32: ISI FIX FIX

N. Asuhan keperawatan

1. Osteoporosis

a) Pengkajian

32

Page 33: ISI FIX FIX

Dasar pengkajian keperawatan meliputi promosi kesehatan,

identifikasi individu dengan resiko osteoporosis, dan penemuan

masalah yang berhubungan dengan osteoporosis. Wawancara meliputi

pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga, terjadi

fraktur sebelumnya, diet konsumsi kalsium harian, pola aktivitas

latihan harian, awitan menopause, penggunaan obat kortikosteroid,

asupan alcohol, rokok, dan kafein. Perawat perlu mengkaji gejala yang

di alami klien, seperti sakit pinggang, konstipasi, dan gangguan citra

diri.

Pada pemeriksaan fisik sering di temukan adanya fraktur, kifosis

vertebra torakalis atau pengurangan tinggi badan. Masalah mobilitas

dan pernafasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan

otot. Inaktivitas dapat menyebabkan konstipasi.

b) Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien fraktur

vertebra spontan akibat osteoporosis (Smeltzer, 2002), antara lain

kurangnnya pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program

terapi, nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot, konstipasi

berhubungan dengan imobilitas atau terjadi ileus (obstruksi usus), dan

resiko terjadi cedera (fraktur berhubungan dengan tulang

osteoporosis). Sedangkan diagnosis keperawatan untuk osteoporosis

secara umum menurut Carpenito (1995) adalah resiko tinggi regimen

terapeutik tidak efektif berhubungan dengan insufisiensi pengetahuan,

faktor-faktor resiko terapi nutrisi dan prevensi.

Berdasarkan dua pendapat diatas, maka dapat di simpulkan

diagnosis keperawatan pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut:

1) Kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program

terapi.

2) Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.

3) Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus

(obstruksi usus).

33

Page 34: ISI FIX FIX

4) Risiko terjadi cedera: fraktur berhubungan dengan tulang

osteoporosis.

5) Resiko tinggi regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan

insufiensi pengetahuan, faktor-faktor resiko, terapi nutrisi, dan

prevensi.

c) Intervensi

Rencana asuhan keperawatan pada klien osteoporosis di bawah ini

disusun meliputi diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan

kriteria keberhasilan tindakan (kriteria evaluasi).

1. Kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program

terapi.

Tindakan

a. Jelaskan kepada klien tentang faktor yang mempengaruhi

terjadinya osteoporosis, intervensi dan upaya mengurangi

gejala.

b. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk pemerian kalsium yang

cukup.

c. Konsultasikan latihan pembebanan teratur.

d. Anjurkan modifikasi gaya hidup seperti mengurangi kafein,

berhenti merokok, dan alcohol.

Kriteria evaluasi:

Klien menunjukan pemahaman terhadap program terapi:

a. Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap

massa tulang.

b. Mengkonsumsi diet kalsium dengan jumlah mencukupi.

2. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.

Tindakan

1) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dengan posisi telentang

atau miring kesamping.

2) Fleksikan lutut selama istirahat.

3) Anjurkan klien untuk menggerakkan extremitasnya, namun

tidak boleh melakukan gerakan memuntir.

34

Page 35: ISI FIX FIX

4) Pasang korset lombosacral, untuk menyokong dan imobilisasi

sementara ketika klien turun dari tempat tidur.

Kriteria evaluasi:

Klien menunjukan peredaan nyeri:

1) Mengatakan nyeri reda saat istirahat.

2) Menunjukan berkurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur.

3. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus

(obstruksi usus).

Tindakan

a) Berikan diet tinggi serat.

b) Anjurkan banya minum sesuai kebutuhan.

c) Berikan obat pelunak feses sesuai order.

d) Pantau asupan klien, bising usus dan aktivitas usus.

Kriteria evaluasi:

1) Klien menunjukan pengosongan usus yang normal.

2) Bising usus aktif.

4. Risiko terjadi cedera: fraktur berhubungan dengan tulang

osteoporosis.

Tindakan

a) Dorong klien untuk latihan memperkuat otot, mencegah atrofi,

dan menghambat demineralisasi tulang progresif.

b) Latihan isometric, untuk memperkuat otot batang tubuh.

c) Jelaskan kepada klien pentingnya menghindari membungkuk

mendadak, melenggok, dan mengangkat beban lama.

d) Berikan informasi bahwa aktivitas di luar rumah penting untuk

memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vit D.

Kriteria evaluasi

Klien tidak mengurangi fraktur baru:

1) Mempertahankan postur tubuh yang bagus.

2) Mempergunakan mekanika tubuh yang baik.

2. Osteoartritis

a. Pengkajian

35

Page 36: ISI FIX FIX

Adapun pengkajian yang dilakukan pada klien dengan osteoporosis

meliputi:

1) Riwayat keperawatan. Dalam pengkajian riwayat keperawatan,

perawat perlu mengidentifikasi adanya:

a) Rasa nyeri/sakit tulang punggung (bagian bawah), leher, dan

pinggang.

b) Berat badan menurun.

c) Biasanya di atas 45 tahun.

d) Jenis kelamin sering pada wanita.

e) Pola latihan dan aktivitas.

f) Keadaan nutrisi (mis, kurang vitamin D dan C, serta kalsium.

g) Merokok, mengonsumsi alkohol dan kafein.

h) Adanya penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipertiroid,

hiperparatiroid, Sindrom Cushing, akromegali, Hipogonadisme

2) Pemeriksaan fisik:

a) Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat nyeri tekan

atau nyeri pergerakan.

b) Periksa mobilitas pasien.

c) Amati posisi pasien yang nampak membungkuk.

d) Riwayat Psikososial. Penyakit ini sering terjadi pada wanita.

Biasanya sering timbul kecemasan, takut melakukan aktivitas,

dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-

masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek

penyakit yang menyertainya.

b. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan untuk klien

osteoporosis sebagai berikut:

1) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses

penyakit.

2) Gangguan konsep diri: perubahan citra tubuh dan harga diri yang

berhubungan dengan proses penyakit.

3) Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.

36

Page 37: ISI FIX FIX

4) Risiko terhadap cedera: fraktur, yang berhubungan dengan tulang

osteoporotic.

5) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program

terapi

c. Intervensi

Intervensi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis

yang ditemukan, meliputi:

1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses

penyakit.

a) Gunakan matras dengan tempat tidur papan untuk membantu

memperbaiki posisi tulang belakang.

b) Bantu pasien menggunakan alat bantu walker atau tongkat.

c) Bantu dan anjarkan latihan ROM setiap 4 jam untuk

meningkatkan fungsi persendian dan mencegah kontraktur.

d) Kolaborasi dalam pemberian analgetik, ekstrogen, kalsium, dan

vitamin D.

e) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium

serta vitamin C dan D.

2. Gangguan konsep diri: perubahan citra tubuh dan harga diri yang

berhubungan dengan proses penyakit.

a) Bantu pasien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan

penuh perhatian. Ini akan membantu terciptanya hubungan

yang harmonis sehingga timbul koordinasi

b) Bantu pasien mengidentifikasi pengalaman masa lalu yang

menimbulkan kesuksesan atau kebanggan saat itu. Ini dapat

membantu upaya mengenal diri kembali.

c) Identifikasi bersama pasien tentang alternative pemecahan

masalah yang positif. Hal ini akan mengembalikan rasa percaya

diri.

d) Bantu untuk meningkatkan komunikasi dengan keluarga dan

teman.

3. Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.

37

Page 38: ISI FIX FIX

a) Anjurkan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau

miring.

b) Atur posisi lutut fleksi, meningkatkan rasa nyaman dengan

merelaksasi otot.

c) Gunakan korset atau brace punggung, saat pasien turun dari

tempat tidur.

d) Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk mengurangi rasa

nyeri.

4. Risiko terhadap cedera: fraktur, yang berhubungan dengan tulang

osteoporotis

a) Anjurkan untuk melakukan aktivitas fisik untuk memperkuat

otot, mencegah atrofi, dan memperlambat demineralisasi tulang

progresif.

b) Latihan isometrik dapat digunakan untuk memperkuat otot

batang tubuh.

c) Hindari aktivitas membungkuk mendadak, melengok, dan

mengangkat beban lama.

d) Lakukan aktivitas di luar ruangan dan dibawah sinar matahari

untuk memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin

D.

5. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program

terapi.

a) Jelaskan pentingnya diet yang tepat, latihan, dan  aktivitas fisik

yang sesuai, serta istirahat yang cukup.

b) Jelaskan penggunaan obat serta efek samping obat yang

diberikan secara detail.

c) Jelaskan pentingnya lingkungan yang aman.

d) Anjurkan mengurangi kafein, alcohol, dan merokok.

38

Page 39: ISI FIX FIX

BAB 3

APLIKASI TEORI

A. Kasus

Ny. Z umur 58 tahun datang ke RSI. Siti Hajar Sidoarjo dengan keluhan

ngilu pada sendi yang sering dirasakannya sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu

itu sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. Z tidak

memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter Ny. Z dianjurkan

untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil rongent  menunjukkan bahwa Ny. S

menderita osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T-score -3. Klien

mengalami menopause sejak 6 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak

suka minum susu sejak usia muda dan tidak menyukai makanan laut. Klien

beranggapan bahwa keluhan yang dirasakannya karena usianya yang

bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak

pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah

dirawat di RS. Pola aktifitas diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena

dulu dirinya bekerja sebagai staf administrasi dan tidak suka olahraga karena

tidak sempat. Riwayat penggunaan KB hormonal dengan metode pil.

Pemeriksaan TB 165 cm, BB 76 kg (BB sebelumnya 78 kg).

B. Pengkajian

1. Anamnesa

No. Register :      11300130

Ruang :      Bougenvile

Tanggal MRS :      07 September 2015 Jam : 08.00 WIB

Tanggal Pengkajian :      07 September 2015

Diagnosa Medis :      Osteoporosis

1) Identitas pasien

Nama :    Ny. Z

Umur :    58 tahun

Jenis Kelamin :    Perempuan  

Suku/bangsa :    Indonesia             

39

Page 40: ISI FIX FIX

Agama :    Islam

Pekerjaan :    Ibu rumah tangga

Pendidikan :    SMA

Alamat :    Bojong Menteng Rt. 03 Rw. 01 Sidoarjo

Tanggungan : Suami

2) Data penanggung jawab

Nama :    Tn. M       

Umur :    60 tahun

Jenis Kelamin :    Laki-laki

Suku/bangsa :    Indonesia             

Agama :    Islam

Pekerjaan :    Wiraswasta

Hubungan dengan px :    Suami

Alamat :    Bojong Menteng Rt. 03 Rw. 01 Sidoarjo

2. Riwayat keperawatan (nursing history)

Riwayat Sebelum Sakit:

Penyakit berat yang pernah diderita : tidak pernah menderita penyakit

yang serius.

Alergi : tidak ada alergi

Riwayat Penyakit Sekarang:

Keluhan utama : Klien mengatakan ngilu pada sendi yang

sering dirasakannya sejak 3 bulan yang

lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak

beberapa tahun yang lalu, namun Ny. Z

tidak memperdulikannya.

Riwayat keluhan utama : Tanggal 06-09-2015 (19.00) ngilu pada

sendi yang sering dirasakannya sejak 3

bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah

dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu,

namun Ny. Z tidak memperdulikannya,

kemudian dibawa ke UGD RSI. Siti Hajar

40

Page 41: ISI FIX FIX

Sidoarjo pukul 05.00 pagi dan dirawat

ruang penyakit dalam.

Upaya yang telah dilakukan :Tanggal 07-09-2015 (05.00) dibawa ke

UGD namun dirawat diruang penyakit

dalam.

Terapi/operasi yang pernah dilakukan:Belum pernah melakukan operasi

apapun.

Riwayat Kesehatan Keluarga: Klien mengatakan keluarga tidak ada

yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat Kesehatan Lingkungan : Suami Ny. Z mengatakan lingkungan

disekitar rumahnya cukup bersih,

adanya selokan dan sanitasi air

lancar.

Riwayat Kesehatan Lainnya : Suami Ny. Z tidak mempunyai alergi

baik makanan, obat maupun udara.

Alat bantu yang dipakai : Tidak ada alat bantu yang digunakan.

3. Observasi dan pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum= Kondisi kesadaran compos mentis.

2) Tanda-tanda vital, TB, dan BB= Hasil pemeriksaan fisik: TD= 130/90

mmHg, Nadi= 80 x/menit, RR= 20 x/menit, Suhu= 36,5oC. BB: 76 kg,

TB: 165 cm.

4. Body system :

1) Pernapasan (B1 : Breathing)

Hidung : Hidung simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

2) Cardiovaskuler (B2 : Bleeding)

Suara jantung : Normal, tidak ada kelainan pada cardiovaskuler

Edema : Tidak ada oedema

Dada : Bentuk dada simetris, tidak ada kemerahan.

41

Page 42: ISI FIX FIX

3) Persyarafan (B3 : Brain)

Kesadaran : Compos mentis

Glasgow Coma Scale : E;2 V;3 M\: 4 = 9

Kepala dan wajah

Kepala : Bentuk kepala simetris, tidak terdapat kemerahan.

Mata : Konjungtiva anemis.

Leher :Warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, tidak

ada pembesaran vena jugularis. Tidak ada pembesaran

kelenjar tiroid.

4) Perkemihan-Eliminasi Urin (B4 : Bladder)

Produksi urine : 1100ml frekuensi : 4 x/hari

Warna : Kuning Bau : -

Alat bantu : Tidak ada alat bantu

Lainnya : Tidak ada kelainan pada perkemihan

5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5 : Bowel)

Abdomen :

- Inspeksi : Warna kulit sama dengan warna kulit disekitar,

tidak terdapat kemerahan.

- Auskultasi : Bunyi peristaltik usus 7x/menit.

- Palpasi : -

- Perkusi : Timpani

6) Tulang-Otot-Integumen (B6 : Bone)

Extremitas atas : ROM ka/ki: 5/5. Capilary refil: 2 detik.

Akral: Hangat.

Ektremitas bawah : ROM ka/ki: 5/5. Capilary refil: 2 detik.

Akral: Hangat.

5. Pola aktivitas (Dirumah dan Rs)

a. Makan

Rumah Rumah Sakit

Frekuensi 3 x 1 hari 3 x 1 hari

Jenis menu Semua makanan Makanan lunak

42

Page 43: ISI FIX FIX

Porsi 1 porsi habis 1 porsi habis

Yang disuka Nasi goreng Bubur ayam

Yang tidak disukai Ikan laut Tidak ada

Pantangan Tidak ada pantangan Makanan yang

mengandung asam,

pedas, berlemak, yang

bisa mengiritasi

lambung

Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi

Lain-lain - -

b. Minum

Rumah Rumah Sakit

Frekuensi 8 gelas/hari 8 gelas / hari

Jenis minuman Air putih biasa Air putih dan air teh

Jumlah (Lt/gelas) 1,5 lt / gelas 1 lt / gelas

Yang disuka The Teh

Yang tidak disukai Susu Tidak ada

Pantangan Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan

Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi

Lain-lain - -

c. Kebersihan diri

Rumah Rumah Sakit

Mandi 2x sehari 1x sehari

Keramas 2x seminggu -

Sikat gigi 3x sehari 1x sehari

Memotong kuku 1x sehari -

Ganti pakaian 2x sehari 1x sehari

Lain-lain - -

43

Page 44: ISI FIX FIX

d. Istirahat

Rumah Rumah Sakit

Tidur siang 2 jam 3 jam

Tidur malam 7 jam 10 jam

Gangguan tidur - -

e. Aktivitas

Rumah Rumah Sakit

Aktivitas sehari-hari Lama 10 jam

Jam 08.00 s/d jam

17.00

Lama - jam

Jam - s/d jam -

Jenis aktivitas Ibu rumah tangga Klien hanya tidur

karena lemah

Tingkat ketergantungan Semua aktivitas

dilakukan mandiri

Di bantu total

6. Psikososial Spiritual

a) Sosial/interaksi :

Hubungan dengan klien : Tidak kenal

Dukungan keluarga : Aktif

Dukungan kelompok/teman/masyarakat : Aktif

Reaksi saat interaktif : Kooperatif

Konfilk yang terjadi terhadap : Tidak ada

b) Spiritual

Konsep tentang penguasa kehidupan : Allah

Sumber kekuatan/harapan saat sakit : Allah

Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini : Baca kitab

suci

Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melaksanakan ritual

agama yang diharapkan saat ini : Lewat ibadah

44

Page 45: ISI FIX FIX

Upaya kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan agama :Tidak

ada

Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam

menghadapi situasi sakit saat ini : Ya

Keyakinan/kepercayaan bahwa penyakit dapat disembuhkan : Ya

Persepsi terhadap penyebab penyakit : Cobaan/peringatan

7. Pemeriksaan penunjang

Hasil Pemeriksaan laboratorium

Jam/Tgl            : 07./07 September 2015

Parameter Hasil Satuan Nilai normal interpretas

Darah Lengkap :

Hb

AL (angka leukosit)

AE (angka eritrosit)

AT (angka trombosit)

HMT

Albumin

Natrium

Kalium

Klorida

Glukosa Sewaktu

14

11

4,76

350

42,4

2,74

137,2

4,32

102,0

95

gr%

ribu/ul

juta/ul

ribu/ul

%

mg/dl

mmol/l

mmol/l

mmol/l

gr/dl

14-16

4-11

4,5-5,5

150-450

42-52

3,5-5,5

135-148

3,5-5,3

98-107

<105

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

a. Pemeriksaan cairan sendi: Dijumpai peningkatan kekentalan cairan

sendi.

b. Pemeriksaan BMD (Bone Mineral Density): T- score  - 3  (Penyusutan

massa tulang).

8. Analisa data

Nama : Ny.Z No. Register :      11300130

Umur : 58 tahun Ruang :      Bougenvile

45

Page 46: ISI FIX FIX

NO. SYMTOMP ETIOLOGI PROBLEM

1. DS: Klien mengatakan ngilu pada

lutut dan kaki kanan

P: klien mengatakan nyerinya

bertambah saat berjalan.

Q: seperti ditusuk-tusuk

R : kaki kanan dan lutut

S : 8

T : terus menerus

DO:  Klien tampak menahan nyeri dan

skalanya 8.

Fraktur dan

spasme otot

Nyeri akut

2. DS: Klien mengatakan sulit untuk

beraktivitas dan klien mengatakan

selalu di bantu untuk memenuhi

ADLnya oleh keluarganya.

Do: Klien tampak sulit untuk

beraktivitas dan selalu dibantu oleh

keluarganya dalam memenuhi ADL.

Disfungsi

sekunder

akibat

perubahan

skeletal

(kifosis),

nyeri

sekunder

atau fraktur

baru.

Hambatan

imobilitas

Fisik

3. DS: Klien mengatakan bahwa klien

sering merasa ngilu pada bagian lutut

dan kaki kanan.

DO: Terlihat klien memegang bagian

sendi kaki yang ngilu.

Hasil pemeriksaan BMD: T- score -3.

Dampak

sekunder

perubahan

skeletal dan

ketidakseimb

angan tubuh.

Resiko cidera

C. Prioritas diagnosa

1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat

perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

46

Page 47: ISI FIX FIX

3. Resiko cidera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal

dan ketidakseimbangan tubuh.

J. Intervensi

Nama : Ny. Z No. Register :      11300130

Umur : 48 tahun Ruang : Bougenvile

No TUJUAN &

KRITERIA HASIL

RENCANA

TINDAKAN

RASIONAL

1.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

3x24 dengan tujuan

klien mampu

melakukan tindakan

mandiri.

Kriteria Hasil:

- Mengatakan nyeri

reda saat istirahat.

- Menunjukkan

berkurangnya nyeri

tekan pada tempat

fraktur.

1. Pantau atau kaji

tingkat/skala  nyeri

(1-10), intensitas dan

sifat nyeri

P :Provocate

Q : Quality 

R : Region 

S: Severe 

T: Time 

2.Atur posisi pasien

senyaman mungkin.

3.Ajarkan klien dan

keluarganya

manajemen nyeri.

4.Kolaborasi dalam

pemberian analgetik.

1. Untuk mengetahui

penyebab nyeri dan sifat

nyeri apakah bersifat

terlokasi atau menyebar

dan waktunya.

2. Posisi yang baik dapat

mengurangi rasa nyeri.

3. Klien dapat mengatasi

nyeri secara mandiri.

4. Analgetik dapat

mengurangi rasa nyeri.

2. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

3x24 dengan tujuan

klien dapat

melakukan mobilitas

fisik.

Kriteria Hasil: Klien

mampu melakukan

1. Ajarkan klien untuk

melakukan latihan-

latihan fisik secara

bertahap.

2. Ajarkan klien tentang

pentingnya latihan

fisik.

1.  Latihan fisik dapat

meningkatkan kekuatan

otot serta melancarkan

sirkulasi darah.

2. Klien mengetahui

pentingnya latihan fisik

dan mau melakukannya

secara rutin.

47

Page 48: ISI FIX FIX

aktivitas normal

secara mandiri.

3. Anjurkan klien untuk

menghindari latihan

fleksi, membungkuk

dengan tiba-tiba Dan

mengangkat beban

berat.

4. Kolaborasi dalam

pemberian obat.

3. Gerakan yang

menimbulkan kompresi

vertical berbahaya dan

dapat mengakibatkan

risiko fraktur vertebra.

4. Membantu dalam proses

penyembuhan.

3. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

3x24 jam dengan

tujuan klien tidak

mengalami injury.

Kriteria Hasil: Klien

tidak mengalami jatuh

atau fraktur akibat

jatuh.

1. Ciptakan lingkungan

yang aman dan bebas 

bahaya bagi klien.

2. Beri support untuk

kebutuhan ambulansi;

mengunakan alat

bantu jalan atau

tongkat.

3. Bantu klien penuhi

ADL (activities daily

living) dan  cegah

klien dari pukulan

yang tidak sengaja

atau kebetulan.

4. Anjurkan klien untuk

belok dan

menunduk/bongkok.

secara perlahan dan 

tidak mengangkat

beban yang berat.

1. Lingkungan yang bebas

bahaya mengurangi risiko

untuk jatuh dan

mengakibatkan fraktur.

2. Memberi support ketika

berjalan mencegah tidak

jatuh pada lansia.

3. Benturan  yang  keras

menyebabkan fraktur

tulang, karena tulang

sudah  rapuh, porus dan

kehilangan kalsium.

4. Gerakan tubuh yang cepat 

dapat mempermudah

fraktur compression

vertebral pada klien

dengan osteoporosis.

48

Page 49: ISI FIX FIX

K. Implementasi

Nama : Ny. Z No. Register :      11300130

Umur : 58 tahun Ruang : Bougenvile

No Tanggal

dan jam

Penatalaksaan Evaluasi

tindakan/respon klien

Nama

dan

paraf

1. 07-09-2015

Pukul:

08.00 WIB

1. Memantau atau

mengkaji tingkat/skala

nyeri (1-10), intensitas

dan sifat nyeri.

2. Mengatur posisi pasien

senyaman mungkin.

3. Mengajarkan klien dan

keluarganya manajemen

nyeri.

4. Mengkolaborasi dalam

pemberian analgetik.

1. Klien mampu

mendiskripsikan

nyerinya (skala 5).

2. Klien tiduran di kasur

dengan senyaman

mungkin.

3. Klien dapat mengatasi

nyeri secara mandiri.

4. Rasa nyeri berkurang

sedikit.

2. 07-09-2015

Pukul:

09.00 WIB

1. Mengajarkan klien

untuk melakukan

latihan-latihan fisik

secara bertahap.

2. Mengajarkan klien

tentang pentingnya

latihan fisik.

3. Menganjurkan klien

untuk menghindari

latihan fleksi,

membungkuk dengan

tiba-tiba dan

1. Klien melakukan

gerakan sedikit.

2. Klien mengetahui

pentingnya latihan

fisik dan mau

melakukannya secara

rutin.

3. Klien mampu

mempertahankan

keseimbangan tubuh

saat duduk tanpa

penyangga punggung.

49

Page 50: ISI FIX FIX

mengangkat beban

berat.

4. Mengkolaborasi dalam

pemberian obat.

4. Klien mau minum

obat itu.

3. 07-09-2015

Pukul:

10.00

1. Menciptakan

lingkungan yang aman

dan bebas  bahaya bagi

klien.

2. Memberi support untuk

kebutuhan ambulansi;

mengunakan alat bantu

jalan atau tongkat.

3. Membantu klien penuhi

ADL (activities daily

living) dan  mencegah

klien dari pukulan yang

tidak sengaja atau

kebetulan.

4. Menganjurkan klien

untuk belok dan

menunduk/bongkok.

secara perlahan dan 

tidak mengangkat beban

yang berat.

1. Klien tidak bergerak

kemana-mana.

2. Klien menggunakan

kursi roda.

3. Aktivitas klien di bantu

oleh keluarga.

4. Klien melakukan

latihan itu dengan baik.

L. Evaluasi

Nama : Ny.Z No. Register :      11300130

Umur : 58 tahun Ruang : Bougenvile

No Tanggal

dan jam

Catatan perkembangan Nama dan

paraf

1. 07-09-2015 S : Klien menyatakan nyeri d skala 5 atau

sedang

50

Page 51: ISI FIX FIX

Pukul:

08.00 WIB

O : Klien tampak sedikit tidak nyaman

A : Tujuan teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1

2. 07-09-2015

Pukul:

09.00 WIB

S : Klien menyatakan nyaman untuk bergerak

leluasa

O: Klien tampak rileks

A : Tujuan teratasi

P : Pasien diperbolehkan pulang dan diberikan

Health Education.

3. 07-09-2015

Pukul:

10.00

S : Klien menyatakan mengetahui cara latihan

untuk mengurangi rasa sakit ini.

O : Klien merasakan nyaman

A : Tujuan teratasi

P : Pasien diperbolehkan pulang dan

diberikan Health Education.

51

Page 52: ISI FIX FIX

BAB 4

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Data yang di dapat setelah pengkajian yang dilakukan pada Ny. Z dirasa

sudah cukup sesuai dengan pengkajian berdasarkan tinjauan teori yang ada.

Data-data tersebut sudah menunjang untuk melakukan asuhan keperawatan

selanjutnya, karena semua data sudah di dapatkan dengan jelas dan akurat.

B. Diagnosa keperawatan

Menurut Lukman, (2009) diagnosa keperawatan pada klien dengan

Osteoporosis adalah:

1) Kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program terapi.

2) Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.

3) Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi

usus).

4) Risiko terjadi cedera: fraktur berhubungan dengan tulang osteoporosis.

5) Resiko tinggi regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan

insufiensi pengetahuan, faktor-faktor resiko, terapi nutrisi, dan prevensi.

Diagnosa yang diangkat pada Klien Ny. Z adalah:

a) Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.

b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat

perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

c) Resiko cidera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal

dan ketidakseimbangan tubuh.

Diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan tinjauan teori, meskipun

hanya sebagian diagnosa saja yang muncul namun sudah cukup mewakili dan

disusun sesuai dengan prioritas masalah.

C. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan yang disusun berdasarkan prioritas masalah

keperawatan pada klien Ny. Z adalah:

1. Dx 1:

a. Pantau atau kaji tingkat/skala  nyeri (1-10), intensitas dan sifat nyeri

52

Page 53: ISI FIX FIX

b. Atur posisi pasien senyaman mungkin.

c. Ajarkan klien dan keluarganya manajemen nyeri.

d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik.

2. Dx 2:

a. Ajarkan klien untuk melakukan latihan fisik secara bertahap.

b. Ajarkan klien tentang pentingnya latihan fisik.

c. Anjurkan klien untuk menghindari latihan fleksi, membungkuk dengan

tiba-tiba Dan mengangkat beban berat.

d. Kolaborasi dalam pemberian obat.

3. Dx 3:

a. Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas  bahaya bagi klien.

b. Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan

atau tongkat.

c. Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan  cegah klien dari

pukulan yang tidak sengaja atau kebetulan.

d. Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan

dan  tidak mengangkat beban yang berat.

Intervensi yang disusun telah mengacu pada Tinjauan teori, yaitu

diambil dari Lukman (2009).

D. Implementasi

Implementasi merupakan aplikasi dari intervensi yang telah disusun. Pada

kasus Ny. Z semua intervensi yang telah disusun telah dilakukan dengan baik

sesuai dengan prosedur tetap yang ada.

E. Evaluasi

Evaluasi hasil dari implementasi keperawatan yang didapat pada Klien Ny.

Z setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam sudah cukup memuaskan,

karena masalah sudah teratasi meskipun hanya sebagian. Sehingga masih

perlu melanjutkan intervensi-intervensi yang telah disusun dilanjutkan oleh

perawat  ruangan.

53

Page 54: ISI FIX FIX

BAB 5

PENUTUP

A. Simpulan

1. Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang sisitemik yang ditandai oleh

penurunan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan

mudah patah. Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu:

a) Osteoporosis Primer

Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang,

yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula

sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia

decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada

pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.

b) Osteoporosis Sekunder

Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain

diluar tulang.

2. Osteoarthritis

Osteoartritis (AO) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis

disertai kerusakan tulang dan sendi berupa disentegrasi dan pelunakan

progresif yang diikuti dengan pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang

dan tulang rawan sendi yang disebut osteofit, dan fibrosis dan kapsul

sendi.

Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah usia/umur, jenis

kelamin, ras, faktor keturunan, faktor metabolik/endokrin, faktor mekanik,

diet.

B. Saran

Diharapkan  mahasiswa dapat mengetahui/menguasai  tentang penyakit

Osteoporosis dan Osteoartritis dan mengaplikasikannya dalam kehidupan

sehari-hari.

54

Page 55: ISI FIX FIX

DAFTAR PUSTAKA

Dra.Misnadiarly A.S., A..P.U. 2013. Osteoporosis Pengenalan, Faktor Risiko,

Pencegahan, dan Pengobatan. Jakarta Barat: Akademia Permata.

Dr.Saputra, Lyndon. 2014. Ilustrasi Berwarna Anatomi dan Fisiologi. Tangerang

Selatan: Binarupa Aksara Publiser.

Ns. Lukman, S.Kep.,M.M, et all. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Zaviera, Ferdinand. 2008. Osteoporosis: Deteksi Dini. Penanganan, dan Terapi.

Jogjakarta: Katahati.

55