Upload
angelina
View
65
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, menurut Dr. Bambang Setyohadi, Sp.P.D.K.R (Devisi
Reumatologi Departemen Penyakit Dalam RSCM), osteoporosis mendapatkan
kepopulerannya sejak tahun 2001 dan kemudian menjadi banyak yang
memberikan perhatian terhadap salah satu penyakit degenerative ini.
Bila Anda mengalami patah tulang hanya karena terpeleset atau terantuk,
tubuh yang makin pendek atau makin bungkuk, atau sering mengalami nyeri
tulang diseluruh tubuh, perlu diwaspadai. Hal itu merupakan pertanda
osteoporosis atau rapuh tulang.
Osteoporosis tidak mudah didiagnosis, karena gejalanya tidak khas.
Penderita sering kali tidak menyadari, tahu-tahu patah tulang karena hal
sepele, misalnya mengangkat koper. Osteoporosis umumnya terjadi pada
wanita, terutama setelah menopause, akibat penurunan kadar hormone
esterogen secara drastis. Esterogen berperan pada proses remodeling tulang
dengan menghambat resorpsi tulang yang berlebihan.
Pada pria, osteoporosis terjadi pada usia yang lebih lanjut, sekitar 70
tahun, karena laki-laki tidak mengalami menopause. Hormone esterogen
didapat pria dari perubahan hormone testosterone dalam darah. (Zaviera,
2008).
Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik
ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak
pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Seringkali
berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas,
stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya. (Mansjoer,
2000).
Prevalensi keseluruhan OA pada tahun 2001 adalah 10,8%. 8,9% pada pria
dan 12,6% pada wanita. Prevalensi lebih tinggi pada perempuan di semua
kelompok umur. Pada usia 70-74 tahun, sekitar sepertiga dari pria dan 40%
1
wanita memiliki OA. Tingkat insiden pada 2000-2001 adalah 11,7%. Jumlah
meningkat dengan usia antara 50 dan 80 tahun. Data epidemiologi OA
menunjukan kondisi patologis yang mendasari dapat diamati pada sendi yang
memungkinkan klasifikasi sebagai OA sekunder sebanyak 41,7% pasien OA
panggul dan 33,4% pasien OA lutut. 82,1% pasien OA pinggul dan 87,4%
pasien OA lutut memiliki perubahan radiografi pada sendi mereka. Prevalensi
OA meningkat dengan usia dan lebih tinggi pada pasien wanita. OA lebih
sering diamati pada pasien OA lutut dibandingkan pada pasien OA panggul
sebanyak 34,9% berbanding 19,3%. (Kopec et al., 2007).
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi osteoporosis dan osteoartritis?
2. Bagaimana epidemiologi osteoporosis dan osteoartritis?
3. Bagaimana etiologi osteoporosis dan osteoartritis?
4. Bagaimana klasifikasi osteoporosis dan osteoartritis?
5. Bagaimana patofisiologi osteoporosis dan osteoartritis?
6. Bagaimana manifestasi osteoporosis dan osteoartritis?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostic osteoporosis dan osteoartritis?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang osteoporosis dan osteoartritis?
9. Bagaimana penatalaksanaan osteoporosis dan osteoartritis?
10. Bagaimana WOC osteoporosis dan osteoartritis?
11. Bagaimana asuhan keperawatan osteoporosis dan osteoartritis?
\
C. Tujuan
2
Adapun tujuan dalam penulisan makalah, sebagai berikut:
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi osteoporosis dan osteoartritis
2. Mengetahui definisi osteoporosis dan osteoartritis
3. Mengetahui epidemiologi osteoporosis dan osteoartritis
4. Mengetahui etiologi osteoporosis dan osteoartritis
5. Mengetahui klasifikasi osteoporosis dan osteoartritis
6. Mengetahui patofisiologi osteoporosis dan osteoartritis
7. Mengetahui manifestasi klinis osteoporosis dan osteoartritis
8. Mengetahui pemeriksaan diagnostik osteoporosis dan osteoartritis
9. Mengetahui pemeriksaan penunjang osteoporosis dan osteoartritis
10. Mengetahui penatalaksanaan osteoporosis dan osteoartritis
11. Mengetahui WOC osteoporosis dan osteoartritis
12. Mengetahui asuhan keperawatan osteoporosis dan osteoartritis
3
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi dan fisiologi
1) Osteoporosis
a) Anatomi tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang
disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan
garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat
diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya:
a) Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal
panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis.
Di sebelah proksimal dari epifisis terdapatmetafisis. Di antara
epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh,
yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang
panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng
epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang
dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk
oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone
(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti
tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan
testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang.
Estrogen, bersama dengan testosteron,merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang
disebut kanalis medularis.Kanalis medularis berisi sumsum
tulang.
4
b) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang
padat.
c) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang
padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan
tulang pendek.
e) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar
tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh
tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral.
Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan
osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun
atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam
polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana
garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa
yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam
osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear
(berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan
remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa.
Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut
merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella
terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang
berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan
dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon
dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan
5
limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang
kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara
rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship
(cekungan pada permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup)
dan 70 % endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan
terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 %
proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama
adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium
karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan
berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan
organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi
terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan
menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat
berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan
tulang berubah selama hidup.Pembentukan tulang ditentukan
oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang
6
dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas
berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan
matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang
disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai
mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau
bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari
osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan
terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan
yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya
membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap
tulang, sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi.
Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat
dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang,
cairan interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara
bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi
karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel
fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-monosit
yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis.
Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan
tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di
suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. Osteoblas
mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses
ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas
menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau
mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas
7
melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang
dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas
pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda,
aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total
massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas
melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang.
Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang
mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan,
dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi
rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas
dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh
olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu
stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang
aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen,
testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi
aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang
dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon
tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-
tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan
lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen
turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang
secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak
langsung dengan merangsang penyerapan kalsiumdi usus. Hal ini
meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi
tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan
demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium
yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
8
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama
dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh
kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar
tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons
terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan
tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan
kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya
mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek lain Hormon paratiroid adalahmeningkatkan kalsium
serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon
paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga
menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal
bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah
suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons
terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki
sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-
efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar
kalsium serum.
b) Fisiologi tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut:
a) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru)
dan jaringan lunak.
c) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi
dan pergerakan).
d) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum
tulangbelakang (hema topoiesis).
e) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
9
2) Osteoartritis
Sendi (artikulasi) adalah titik kontak antara dua tulang yang menahan
kedua tulang menjadi satu. Dapat pula memungkinkan fleksibilitas dan
pergerakan. Dapat digolongkan berdasarkan fungsi (seberapa luas
gerakannya) yaitu:
1) Sinartrosis: Tidak dapat digerakkan.
2) Amfiartrosis: Sedikit dapa di gerakkan.
3) Diartrosis: dapat bergerak bebas.
Dapat pula digolongkan berdasarkan struktur yaitu fibrosa,
kartilanginosa, atau sinovium.
Berdasarkan struktur dan jenis pergerakan, sendi sinovium dapat
digolongkan sebagai sendi luncur, sendi engsel, sendi putar, sendi
kondilus, sendi pelana, dan sendi peluru. (Saputra, 2014).
B. Definisi
1) Osteoporosis
Secara harfiah, kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti
berlubang. Istilah populernya adalah tulang keropos. WHO dan konsensus
ahli mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit yang ditandai dengan
rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan
tulang, yang menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan
risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak memberikan
keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur. (Zaviera, 2008).
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut
WHO adalah penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik masa tulang
yang rendah dan perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan
akibat meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentangan
tulang terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi
penurunan masa tulang total. (Lukman, 2009)
Osteoporosis adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, rapuh,
keropos, dan mudah patah akobat berkurangnya massa tulang yang terjadi
dalam waktu yang lama. (Mis nadiarly, 2013).
10
2) Osteoartritis
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit
ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai
oleh adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan
tulang baru pada permukaan sendi. (Price, 2005).
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana
keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai
dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan
melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi. (Felson, 2008).
C. Epidemiologi
1) Osteoporosis
a) Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita
sebanyak 36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur diatas 70 tahun
untuk wanita 53,6%, pria 38%.
b) Jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dari data
terakhir Depkes, yang mematok angka 19,7% dari seluruh penduduk
dengan alasan perokok di negeri ini urutan ke-2 dunia setelah China.
(Zaviera, 2008).
c) Hasil penelitian menyimpulkan pada usia 35 tahun, satu dari orang di
kawasan Asia berisiko menderita osteoporosis. Bahkan pada rentang
usia 25 tahun bisa sudah berisiko terkena penyakit tersebut.
d) Filiphina dan Indonesia menjadi Negara dengan catatan terburuk
dalam hal kondisi kepadatan tulang. Perempuan Indonesia pada usia
25-65 tahun berisiko tertinggi terkena osteoporosis dibandingkan
negara Asia lainnya. (Misnadiarly, 2013).
2) Osteoartritis
a) Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling
umum di dunia.
11
b) Satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap
osteoartritis. (Felson, 2008)
c) Osteoartritis pada lutut merupakan tipe osteoartritis yang paling umum
dijumpai pada orang dewasa.
d) Orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22%.
e) Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden
osteoartritis pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri
sebanyak 24,7%. (Joern et al, 2010).
D. Etiologi
1) Osteoporosis
Secara ringkas dan sistematis, penyebab osteoporosis adalah
sebagai berikut:
a) Osteoporosis postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen hormon utama pada wanita),
yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada
wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75
tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita
osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih
mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
b) Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan di antara kecepatan
hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia di atas 70 tahun dan 2 kali lebih
sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis
senilis dan postmeopausal.
c) Osteoporosis sekunder
12
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan
oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
Penyakit osteoporisi bisa disebabkan oleh gagal kronis dan
kelianan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-
obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturate, anti kejang dan hormone
tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alcohol yang berlebihan dan merokok bisa
memperburuk keadaan osteoporosis.
d) Osteoporosis juvenile idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar
dan fungsi hormone yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Berikut ini faktor-faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat
dikendalikan adalah sebagai berikut:
1) Jenis kelamin
Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih
besar dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35
tahun.
2) Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena
secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya
usia. Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa
tulang yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk
menyerap kalsium.
3) Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena
osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia,
Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis
dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih
padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot
13
yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah
dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika.
4) Pigmentasi dan tempat tinggal
Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa,
mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah
dibandingkan dengan ras kulit putih yang tinggal di wilayah kutub
seperti Norwegia dan Swedia.
5) Riwayat keluarga
Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau
mempunyai massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung
berisiko tinggi terkena osteoporosis.
6) Sosok tubuh
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena
osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus
lebih berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.
7) Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena
tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen
dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa
tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan
bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang
sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah.
Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa
dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker,
mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya
risiko terkena osteoporosis.
Berikut ini faktor–faktor risiko osteoporosis yang dapat
dikendalikan. Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan
kebiasaan dan pola hidup.
a) Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya
tidak terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat
14
menurunnya kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan
melakukan olahraga teratur minimal tiga kali dalam seminggu (lebih
baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat tulang).
b) Kurang kalsium
Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh
kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil
kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang
didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak
mungkin diserap usus. (Suryati, 2006).
c) Merokok
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding
bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai
kadar estrogen lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun
lebih cepat dibanding wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung
dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan
penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis
terjadi lebih cepat.
d) Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada
dinding lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat
tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat
menurunkan massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan
osteoporosis.
e) Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein
(caffein). Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar
dari tulang, sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium
lewat urin. Untuk menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya
konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau
mengonsumsi kalsium ekstra (Tandra, 2009).
15
f) Stres
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu
kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol
yang tinggi akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran
darah dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos
sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis.
g) Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan
makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan
bermotor, dan limbah industri seperti organoklorida yang dibuang
sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh
termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat
pengeroposan tulang. (Waluyo, 2009).
2) Osteoartritis
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian
menunjukan 87% adalah kasus OA primer, dan 13%kasus OA
sekunder. Menurut klasifikasi rontgentography, 38% adalah jenis awal,
28,5% jenis patellofemoral dan 23,2% jenis medio-patellofemoral.
Klasifikasi radiologi itu terkait dengan manifestasi klinis jika varus
dan deformitas valgus lebih parah, penilaian X ray juga akan menjadi
lebih parah (Yongping et al.,2000)
Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan
penyakit ini, yaitu:
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa
d. Genetik
e. Kegemukan den penyakit metabolic
f. Cedera sendi, pekerjaan, olahraga
g. Kelainan pertumbuhan
h. Kepadatan tulang, dan lain-lain (Mansjoer, 2000)
16
E. Klasifikasi
1) Osteoporosis
Berdasarkan penyebabnya, ada 2 golongan besar osteoporosis
menurut (Misnadiarly, 2013) yaitu:
a) Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang bukan disebabkan oleh
suatu (prose alamiah). Osteoporosis yang berhubungan dengan
berkurangnya massa tulang dan/atau terhentinya produksi hormone
(khusus wanita) disamping bertambahnya usia. Osteoporosis terdiri
dari:
1) Osteoporosis primer tipe I
Sering disebut dengan istilah osteoporosis pascamenopause
(setelah menopause), yang terjadi pada wanita pascamenopause
(berusis 50-65 tahun), fraktur biasanya pada vertebra (ruas tulang
belakang), tulang iga, atau tulang radius.
2) Osteoporosis primer tipe II
Sering disebut dengan istilah osteoporosis senil, yang terjadi pada
usia lanjut, biasanya berusia 70 tahun, pria dan wanita punya
kemunginan yang sama terserang, fraktur biasanya pada tulang
paha. Selain fraktur, gejala yang perlu diwaspadai adalah kifosis
dorsalis (kifosis: kelainan bentuk tulang punggung yang
melengkung/bongkok) bertambah. Makin pendek dan nyeri tulang
berkepanjangan.
b) Osteoporosis sekunder, bila disebabkan oleh berbagai kondisi
klinis/penyakit, seperti infeksi tulang, tumor tulang, pemakaian obat-
obat tertntu, dan immobilitas dalam waktu yang lama.
2) Osteoartritis
Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gabungan
gejala klinik dan perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan,
oleh karena tidak semua pasien dengan perubahan radiografi osteoarthritis
mempunyai keluhan pada sendi. Terdapat 4 kelainan radiografi utama
pada osteoarthritis, yaitu : penyempitan rongga sendi, pengerasan tulang
17
bawah rawan sendi, pembentukan kista di bawah rawan sendi dan
pembentukan osteofit, sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara lain :
1. Osteoarthritis sendi lutut.
2. Osteoarthritis sendi panggul.
3. Osteoarthritis sendi-sendi kaki
4. Osteoarthritis sendi bahu
5. Osteoarthritis sendi-sendi tangan
6. Osteoarthritis tulang belakang (Nur, 2009)
Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis berdasarkan
primer dan sekunder. Pembagian osteoarthritis berdasarkan
patogenesisnya dibagi menjadi osteoarthritis primer yang disebut juga
osteoarthritis idiopatik adalah osteoarthritis yang kausanya tidak diketahui
dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah
osteoarthritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. Osteoarthritis primer
lebih sering ditemukan dari pada osteoarthritis sekunder (Arissa, 2012)
F. Patofisiologi
1) Osteoporosis
Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang
dimana resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya
massa tulang. Mineralisasi tulang tetap terjadi. Remodeling tulang
digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblast dan osteoklas.
Meskipun pertumbuhan terhenti, remodeling tulang berlanjut. Proses
dinamik ini meliputi resorbsi pada satu permukaan tulang dan deposisi
pembentukan tulang pada tempat yang berlawanan. Hal ini dipengaruhi
oleh weight bearing dan gravitasi, as well as by problems seperti penyakit
sistemik. Proses seluler dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan
dimodulasi oleh hormon lokal dan sistemik serta peptida.
Osteoblas adalah sel pembentuk tulang. Mereka membentuk dan
mesekresikan kolagen (kebanyakan tipe I) dan nonkolagen organic-
18
komponen pada fase matrik tulang. Mereka mempunyai peranan penting
pada mineralisasi matrik organik. Protein nonkolagen produksi osteoblas
meliputi osteokalsin (komponen nonkolagen tulang terbesar), 20% dari
total massa tulang; osteonectin; protein sialyted dan phosphorylated; dan
thrombospondin. Peranan protein nonkolagen tersebut tidak diketahui tapi
sintesisnya diatur oleh hormon paratiroid (PTH) dan 1,25
dihidroksivitamin D. Mereka juga berperan pada kemotaksis dan adhesi
sel. Pada proses pembentukan matrik tulang organik, ostoblas
terperangkap diantara formasi jaringan baru, kehilangan kemampuan
sintesis dan menjadi osteosit.
Osteoklas adalah sel terpenting pada resorpsi tulang. Mereka
digambarkan dengan ukurannya yang besar dan penampakan yang
multinucleated. Sel ini bergabung menjadi tulang melalui permukaan
reseptor. Penggabungan pada permukaan osteoklas tulang membentuk
komparment yang dikenal sebagai “sealing zone”. Reorpsi tulang terjadi
oleh kerja proteinase asam pada pusat ruang isolasi subosteoklas yang
dikenal sebagai lakuna Howship. Membran plasma dari sel ini diinvaginasi
membentuk ruffled border. Osteoklas mungkin berasal dari sel induk sum-
sum tulang, yang juga menghasilkan makrofag-monosit. Perkembangan
dan fungsi mereka dimodulasi oleh sitokin seperti interleukin-1 (IL-1),
interleukin-6 (IL-6) dan interulekin-11 (IL-11).
Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan
berlanjut sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa,
menunjukan terjadinya keseimbangan antara formasi dan resorpsi tulang.
Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblas dan osteoklas pada unit
remodeling tulang. Remodeling dibutuhkan untuk menjaga kekuatan
tulang.
Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon sistemik dan
sitokin seperti faktor local lain (growth factor, protaglandin dan
leukotrien, PTH, kalsitonin, estrogen dan 1,25-dihydrocyvitamin D3 [1,25-
(OH)D3]). PTH bekerja pada osteoblas dan sel stroma, dimana mensekresi
faktor soluble yang menstimulasi pembentukan osteoklas dan resorbsi
19
tulang oleh osteoklas. Sintesis kolagen oleh osteoblas distimulasi oleh
paparan pada PTH yang intermiten, sementara paparan terus menerus pada
PTH menghambat sintesis kolagen. PTH berperan penting pada aktivasi
enzim ginjal 1 & agr; hidroksilase yang menghidroksilat 25-(OH)D3
menjadi 1,25-(OH)2D3.9
Kalsitonin menghambat fungsi ostoklas langsung dengan mengikat
reseptor afinitas tinggi; kalsitonin mungkin tidak langsung mempengaruhi
fungsi osteoblas. Level Kalsitonin menurun pada wanita dibandingkan
pria, tapi defisiensi kalsitonin tidak berperan pada usia-osteoporosis.
Namun defisiensi estrogen menyebabkan penurunan massa tulang secara
signifikan. Defisiensi estrogen dipikirkan mempengaruhi level sirkulasi
sitokin spesifik seperti IL-1, tumor necross faktor- &agr; koloni granulosit
makrofag stimulating factor dan IL-6. Bersama sitokin ini meningkatkan
resorpsi tulang melalui peningkatan recruitment, diferensiasi dan aktifasi
sel osteoklas.
Pada beberapa tahun pertama paska menopause terjadi penurunan
massa tulang yang cepat sebesar 5 % per tahun pada tulang trabekular dan
2-3% per tahun pada tulang kortikal. Hal ini disebabkan meningkatnya
aktifitas osteoklas. Selanjutnya didominasi oleh osteoblas dan hilangnya
massa tulang menjadi 1-2% atau kurang per tahun.
2) Osteoartritis
Akibat peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak
makromolekul matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen)
terjadi kerusakan fokal tulang rawan sendi secara progresif dan
pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi serta tepi
sendi (osteofit). Osteofit terbentuk sebagai suatu proses perbaikan untuk
membentuk kembali persendian, sehingga dipandang sebagai kegagalan
sendi yang progresif (Mansjoer, 2000).
20
G. Manifestasi klinis
1) Osteoporosis
Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan
sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat
berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri
dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis
biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:
a) Tinggi badan berkurang
b) Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
c) Patah tulang
d) Nyeri bila ada patah tulang
e) Punggung yang semakin membungkuk (Tandra, 2009).
2) Osteoartritis
Gejala utama OA ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena,
terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-
mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan
istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi,
pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut lagi terdapat
pembesaran sendi dan krepitasi tulang (Mansjoer, 2000).
Tempat prediksi osteoarthritis adalah sendi karpometakarpal I,
metatarsofalangeal I, apofiseal tulang belakang, lutut, paha. Pada falang
distal timbul nodus Heberden dan pada sendi interfalangproksimal timbul
nodus Bouchard. Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut tidak
menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya
sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata, dan warna kemerahan (Mansjoer, 2000).
H. Pemeriksaan diagnostik
1) Osteoporosis
Pemeriksaan non-invasif yaitu ;
a. Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk
memeriksa kalsium total dan massa tulang.
21
b. Pemeriksaan absorpsiometri
c. Pemeriksaan komputer tomografi (CT)
d. Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk
memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas,
ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi
dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
e. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan
kimia urine biasanya dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini
tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers
osteocalein (GIA protein).
2) Osteoartritis
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak
berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal.
Pemeriksaan imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang
disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel
peradangan (< 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein. (Soeroso, 2006).
I. Pemeriksaan penunjang
1) Osteoporosis
a. Densitometri Tulang
Pemeriksaan Densitometri Tulang DEXA (Dual Energy X-ray
Absorbsimetry) masih merupakan pemeriksaan gold standart untuk
mendiagnosis osteoporosis.
b. Bone Sonometer (Quantitative Ultra Sound / QUS)
Pesawat sonografi pada densitometry ini tidak berbeda dengan
pesawat USG yang biasa kita kenal pada pemeriksaan abdomen atau
obstetric. Frekwensi gelombang suara yang dipergunakan sekitar 0,2
sampai 0,5 MHz (bandingkan dengan USG yang biasa dipakai untuk
pemeriksaan abdomen atau obstetri, yaitu 3,5 MHz dan untuk
payudara sekitar 5-7,5 MHz), berarti panjang gelombang makin
panjang dengan daya tembus makin dalam. Dengan USG pengukuran
densitas mineral tulang dilaksanakan dengan cara yang tidak
22
berbahaya, relatif murah, mudah dan tidak memerlukan radiasi.
Dengan ultrasonografi ini dapat diukur densitas mineral pada tulang-
tulang perifer seperti tumit, tempurung lutut, jari dan tulang
tibia.Penggunaan USG pada densitometri ini baru diakui oleh FDA
pada tahun 1998 yang berarti layak pakai sebagai alat pemeriksaan
untuk osteoporosis. Dibandingkan dengan QCT, alat ini jauh lebih
praktis, karena tampilan alat portable dan biaya pemeriksaan yang
lebih murah, hampir tanpa efek radiasi. Pemakaian densitometer
sebagai alat pemeriksaan untuk penjajakan osteoporosis, di Amerika
baru direkomendasikan untuk kaum wanita, karena osteoporosis masih
jarang pada kaum pria.
2) Osteoatritis
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada
sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran
diagnostik (Soeroso, 2006). Gambaran Radiografi sendi yang menyokong
diagnosis OA adalah:
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
bagian yang menanggung beban seperti lutut).
b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).
c. Kista pada tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi.
Berdasarkan temuan radiografi, maka OA dapat diberikan suatu
derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografi dikenal sebagai kriteria
Kellgren dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan
hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran
radiografi sendi masih terlihat normal (Felson, 2006).
L. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a) Osteoporosis
Pengobatan osteoporosis menurut Misnadiarly (2013) yaitu:
23
1) Edukasi/pendidikan/penyuluhan dan pencegahan
2) Latihan dan rehabilitasi, termasuk exercise
3) Pengobatan medikamentosa:
- Bisfosfonat
- Raloxifene
- Terapi sulih hormone
- Kalsitonin
- Osteo-anabolic (efek dari hormone pertumbuhan pada sel
osteoblast/sel tulang yang baru terhambat/lebih lama daripada
penghancuran sel tulang tua, sehingga kepadatan tulang
berkurang, dan timbul osteoporosis)
- Kalsium dan vitamin D
b) Osteoartritis
Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
a. Terapi non Farmakologi
1) Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar
pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit
yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah
semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai (Soeroso,
2006)
2) Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit.
Terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya
tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi
yang sakit. (Soeroso, 2006).
3) Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang
memperberat OA. Oleh karena itu, berat badan harus dapat
dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan
penurunan berat badan apabila berat badan berlebih. (Soeroso,
2006).
24
b. Terapi Farmakologis
Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa
nyeri yang timbul, memeriksa gangguan yang timbul dan
mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan
sendi. (Felson, 2006).
1) (Non-steroidanti-inflammatory drugs) NSAIDs, Inhibitor
Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen. Untuk
mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA, penggunaan obat
NSAIDs dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada
penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat
NSAIDs lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen
tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa
nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas
dari NSAIDs adalah dengan cara mengombinasikannnya
dengan menggunakan inhibitor COX-2 (Felson, 2006).
Keterbatasan penggunaan NSAIDs adalah toksisitasnya.
Toksisitas NSAIDs yang sering dijumpai efek sampingnya
pada traktus gastrointestinal, terutama jika NSAIDs digunakan
bersama obat lain, alkohol, kebiasaan merokok atau dalam
keadaaan stres. Usia juga merupakan faktor resiko untuk
mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat NSAIDs.
Bagi pasien yang sensitif dapat digunakan preparat NSAIDs
dalam bentuk supositoria, pro drug, enteric coated, slow
realease atau non-acidic
2) Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat–obatan yang dapat
menjaga atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien
OA. Obat–obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini
adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya. (Felson, 2006).
25
c. Terapi Pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak
berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan
koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas
sehari–hari.
2. Pencegahan
a) Osteoporosis
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia
muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat
mencegah osteoporosis, yaitu:
1) Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2
gelas susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan
tulang pada wanita setengah baya yang sebelumya tidak
mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap
hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg
kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari.
Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang
kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-
kacangan.
2) Paparan sinar matahari
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan
vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa
tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit,
3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum
jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh
menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
pembentukan massa tulang. (Ernawati, 2008).
3) Melakukan olahraga dengan beban
26
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri
juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan
kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan
dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya
pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah
berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya.
Yang penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar.
Latihan fisik atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda
dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis. Latihan yang tidak
boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah sebagai berikut:
a. Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan
pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah
risiko patah tulang punggung karena ruas tulang punggung yang
lemah tidak mampu menahan beban tersebut. Hindari latihan
berupa lompatan, senam aerobik dan joging.
b. Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk
kedepn dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena
dapat mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak
boleh melakukan sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.
c. Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan
kaki kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga
meningkatkan risiko patah tulang, karena tulang panggul dalam
kondisi lemah.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita
osteoporosis:
1) Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5
km/jam selama 50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini
diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki
lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan paru-
paru.
27
2) Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat
”dumbble” kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung,
lengan dan bahu.
3) Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.
4) Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat
dilakukan dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal
ini dapat menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar
tetap tegak, mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus
memperkuat punggung.
5) Hindari rokok dan minuman beralkohol
Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting
dalam mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu
banyak minum alkohol juga bisa merusak tulang.
b) Osteoartritis
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, agar kita terhindar dari
osteoarthritis:
a. Menghindari olahraga yang bisa menyebabkan sendi terluka.
b. Mengontrol berat badan agar berat yang ditopang oleh sendi
menjadi ringan.
c. Minum obat untuk mencegah osteoarthritis.
28
M. WOC
a). Osteoporosis
b). Osteoartritis
29
30
31
N. Asuhan keperawatan
1. Osteoporosis
a) Pengkajian
32
Dasar pengkajian keperawatan meliputi promosi kesehatan,
identifikasi individu dengan resiko osteoporosis, dan penemuan
masalah yang berhubungan dengan osteoporosis. Wawancara meliputi
pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga, terjadi
fraktur sebelumnya, diet konsumsi kalsium harian, pola aktivitas
latihan harian, awitan menopause, penggunaan obat kortikosteroid,
asupan alcohol, rokok, dan kafein. Perawat perlu mengkaji gejala yang
di alami klien, seperti sakit pinggang, konstipasi, dan gangguan citra
diri.
Pada pemeriksaan fisik sering di temukan adanya fraktur, kifosis
vertebra torakalis atau pengurangan tinggi badan. Masalah mobilitas
dan pernafasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan
otot. Inaktivitas dapat menyebabkan konstipasi.
b) Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien fraktur
vertebra spontan akibat osteoporosis (Smeltzer, 2002), antara lain
kurangnnya pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program
terapi, nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot, konstipasi
berhubungan dengan imobilitas atau terjadi ileus (obstruksi usus), dan
resiko terjadi cedera (fraktur berhubungan dengan tulang
osteoporosis). Sedangkan diagnosis keperawatan untuk osteoporosis
secara umum menurut Carpenito (1995) adalah resiko tinggi regimen
terapeutik tidak efektif berhubungan dengan insufisiensi pengetahuan,
faktor-faktor resiko terapi nutrisi dan prevensi.
Berdasarkan dua pendapat diatas, maka dapat di simpulkan
diagnosis keperawatan pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut:
1) Kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program
terapi.
2) Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
3) Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus
(obstruksi usus).
33
4) Risiko terjadi cedera: fraktur berhubungan dengan tulang
osteoporosis.
5) Resiko tinggi regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan
insufiensi pengetahuan, faktor-faktor resiko, terapi nutrisi, dan
prevensi.
c) Intervensi
Rencana asuhan keperawatan pada klien osteoporosis di bawah ini
disusun meliputi diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan
kriteria keberhasilan tindakan (kriteria evaluasi).
1. Kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program
terapi.
Tindakan
a. Jelaskan kepada klien tentang faktor yang mempengaruhi
terjadinya osteoporosis, intervensi dan upaya mengurangi
gejala.
b. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk pemerian kalsium yang
cukup.
c. Konsultasikan latihan pembebanan teratur.
d. Anjurkan modifikasi gaya hidup seperti mengurangi kafein,
berhenti merokok, dan alcohol.
Kriteria evaluasi:
Klien menunjukan pemahaman terhadap program terapi:
a. Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap
massa tulang.
b. Mengkonsumsi diet kalsium dengan jumlah mencukupi.
2. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
Tindakan
1) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dengan posisi telentang
atau miring kesamping.
2) Fleksikan lutut selama istirahat.
3) Anjurkan klien untuk menggerakkan extremitasnya, namun
tidak boleh melakukan gerakan memuntir.
34
4) Pasang korset lombosacral, untuk menyokong dan imobilisasi
sementara ketika klien turun dari tempat tidur.
Kriteria evaluasi:
Klien menunjukan peredaan nyeri:
1) Mengatakan nyeri reda saat istirahat.
2) Menunjukan berkurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur.
3. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus
(obstruksi usus).
Tindakan
a) Berikan diet tinggi serat.
b) Anjurkan banya minum sesuai kebutuhan.
c) Berikan obat pelunak feses sesuai order.
d) Pantau asupan klien, bising usus dan aktivitas usus.
Kriteria evaluasi:
1) Klien menunjukan pengosongan usus yang normal.
2) Bising usus aktif.
4. Risiko terjadi cedera: fraktur berhubungan dengan tulang
osteoporosis.
Tindakan
a) Dorong klien untuk latihan memperkuat otot, mencegah atrofi,
dan menghambat demineralisasi tulang progresif.
b) Latihan isometric, untuk memperkuat otot batang tubuh.
c) Jelaskan kepada klien pentingnya menghindari membungkuk
mendadak, melenggok, dan mengangkat beban lama.
d) Berikan informasi bahwa aktivitas di luar rumah penting untuk
memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vit D.
Kriteria evaluasi
Klien tidak mengurangi fraktur baru:
1) Mempertahankan postur tubuh yang bagus.
2) Mempergunakan mekanika tubuh yang baik.
2. Osteoartritis
a. Pengkajian
35
Adapun pengkajian yang dilakukan pada klien dengan osteoporosis
meliputi:
1) Riwayat keperawatan. Dalam pengkajian riwayat keperawatan,
perawat perlu mengidentifikasi adanya:
a) Rasa nyeri/sakit tulang punggung (bagian bawah), leher, dan
pinggang.
b) Berat badan menurun.
c) Biasanya di atas 45 tahun.
d) Jenis kelamin sering pada wanita.
e) Pola latihan dan aktivitas.
f) Keadaan nutrisi (mis, kurang vitamin D dan C, serta kalsium.
g) Merokok, mengonsumsi alkohol dan kafein.
h) Adanya penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipertiroid,
hiperparatiroid, Sindrom Cushing, akromegali, Hipogonadisme
2) Pemeriksaan fisik:
a) Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat nyeri tekan
atau nyeri pergerakan.
b) Periksa mobilitas pasien.
c) Amati posisi pasien yang nampak membungkuk.
d) Riwayat Psikososial. Penyakit ini sering terjadi pada wanita.
Biasanya sering timbul kecemasan, takut melakukan aktivitas,
dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-
masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek
penyakit yang menyertainya.
b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan untuk klien
osteoporosis sebagai berikut:
1) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses
penyakit.
2) Gangguan konsep diri: perubahan citra tubuh dan harga diri yang
berhubungan dengan proses penyakit.
3) Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
36
4) Risiko terhadap cedera: fraktur, yang berhubungan dengan tulang
osteoporotic.
5) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi
c. Intervensi
Intervensi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis
yang ditemukan, meliputi:
1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses
penyakit.
a) Gunakan matras dengan tempat tidur papan untuk membantu
memperbaiki posisi tulang belakang.
b) Bantu pasien menggunakan alat bantu walker atau tongkat.
c) Bantu dan anjarkan latihan ROM setiap 4 jam untuk
meningkatkan fungsi persendian dan mencegah kontraktur.
d) Kolaborasi dalam pemberian analgetik, ekstrogen, kalsium, dan
vitamin D.
e) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium
serta vitamin C dan D.
2. Gangguan konsep diri: perubahan citra tubuh dan harga diri yang
berhubungan dengan proses penyakit.
a) Bantu pasien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan
penuh perhatian. Ini akan membantu terciptanya hubungan
yang harmonis sehingga timbul koordinasi
b) Bantu pasien mengidentifikasi pengalaman masa lalu yang
menimbulkan kesuksesan atau kebanggan saat itu. Ini dapat
membantu upaya mengenal diri kembali.
c) Identifikasi bersama pasien tentang alternative pemecahan
masalah yang positif. Hal ini akan mengembalikan rasa percaya
diri.
d) Bantu untuk meningkatkan komunikasi dengan keluarga dan
teman.
3. Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
37
a) Anjurkan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau
miring.
b) Atur posisi lutut fleksi, meningkatkan rasa nyaman dengan
merelaksasi otot.
c) Gunakan korset atau brace punggung, saat pasien turun dari
tempat tidur.
d) Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk mengurangi rasa
nyeri.
4. Risiko terhadap cedera: fraktur, yang berhubungan dengan tulang
osteoporotis
a) Anjurkan untuk melakukan aktivitas fisik untuk memperkuat
otot, mencegah atrofi, dan memperlambat demineralisasi tulang
progresif.
b) Latihan isometrik dapat digunakan untuk memperkuat otot
batang tubuh.
c) Hindari aktivitas membungkuk mendadak, melengok, dan
mengangkat beban lama.
d) Lakukan aktivitas di luar ruangan dan dibawah sinar matahari
untuk memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin
D.
5. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi.
a) Jelaskan pentingnya diet yang tepat, latihan, dan aktivitas fisik
yang sesuai, serta istirahat yang cukup.
b) Jelaskan penggunaan obat serta efek samping obat yang
diberikan secara detail.
c) Jelaskan pentingnya lingkungan yang aman.
d) Anjurkan mengurangi kafein, alcohol, dan merokok.
38
BAB 3
APLIKASI TEORI
A. Kasus
Ny. Z umur 58 tahun datang ke RSI. Siti Hajar Sidoarjo dengan keluhan
ngilu pada sendi yang sering dirasakannya sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu
itu sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. Z tidak
memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter Ny. Z dianjurkan
untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S
menderita osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T-score -3. Klien
mengalami menopause sejak 6 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak
suka minum susu sejak usia muda dan tidak menyukai makanan laut. Klien
beranggapan bahwa keluhan yang dirasakannya karena usianya yang
bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak
pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah
dirawat di RS. Pola aktifitas diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena
dulu dirinya bekerja sebagai staf administrasi dan tidak suka olahraga karena
tidak sempat. Riwayat penggunaan KB hormonal dengan metode pil.
Pemeriksaan TB 165 cm, BB 76 kg (BB sebelumnya 78 kg).
B. Pengkajian
1. Anamnesa
No. Register : 11300130
Ruang : Bougenvile
Tanggal MRS : 07 September 2015 Jam : 08.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 07 September 2015
Diagnosa Medis : Osteoporosis
1) Identitas pasien
Nama : Ny. Z
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Indonesia
39
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Bojong Menteng Rt. 03 Rw. 01 Sidoarjo
Tanggungan : Suami
2) Data penanggung jawab
Nama : Tn. M
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan px : Suami
Alamat : Bojong Menteng Rt. 03 Rw. 01 Sidoarjo
2. Riwayat keperawatan (nursing history)
Riwayat Sebelum Sakit:
Penyakit berat yang pernah diderita : tidak pernah menderita penyakit
yang serius.
Alergi : tidak ada alergi
Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluhan utama : Klien mengatakan ngilu pada sendi yang
sering dirasakannya sejak 3 bulan yang
lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak
beberapa tahun yang lalu, namun Ny. Z
tidak memperdulikannya.
Riwayat keluhan utama : Tanggal 06-09-2015 (19.00) ngilu pada
sendi yang sering dirasakannya sejak 3
bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah
dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu,
namun Ny. Z tidak memperdulikannya,
kemudian dibawa ke UGD RSI. Siti Hajar
40
Sidoarjo pukul 05.00 pagi dan dirawat
ruang penyakit dalam.
Upaya yang telah dilakukan :Tanggal 07-09-2015 (05.00) dibawa ke
UGD namun dirawat diruang penyakit
dalam.
Terapi/operasi yang pernah dilakukan:Belum pernah melakukan operasi
apapun.
Riwayat Kesehatan Keluarga: Klien mengatakan keluarga tidak ada
yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat Kesehatan Lingkungan : Suami Ny. Z mengatakan lingkungan
disekitar rumahnya cukup bersih,
adanya selokan dan sanitasi air
lancar.
Riwayat Kesehatan Lainnya : Suami Ny. Z tidak mempunyai alergi
baik makanan, obat maupun udara.
Alat bantu yang dipakai : Tidak ada alat bantu yang digunakan.
3. Observasi dan pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum= Kondisi kesadaran compos mentis.
2) Tanda-tanda vital, TB, dan BB= Hasil pemeriksaan fisik: TD= 130/90
mmHg, Nadi= 80 x/menit, RR= 20 x/menit, Suhu= 36,5oC. BB: 76 kg,
TB: 165 cm.
4. Body system :
1) Pernapasan (B1 : Breathing)
Hidung : Hidung simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
2) Cardiovaskuler (B2 : Bleeding)
Suara jantung : Normal, tidak ada kelainan pada cardiovaskuler
Edema : Tidak ada oedema
Dada : Bentuk dada simetris, tidak ada kemerahan.
41
3) Persyarafan (B3 : Brain)
Kesadaran : Compos mentis
Glasgow Coma Scale : E;2 V;3 M\: 4 = 9
Kepala dan wajah
Kepala : Bentuk kepala simetris, tidak terdapat kemerahan.
Mata : Konjungtiva anemis.
Leher :Warna kulit sama dengan warna kulit disekitar, tidak
ada pembesaran vena jugularis. Tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.
4) Perkemihan-Eliminasi Urin (B4 : Bladder)
Produksi urine : 1100ml frekuensi : 4 x/hari
Warna : Kuning Bau : -
Alat bantu : Tidak ada alat bantu
Lainnya : Tidak ada kelainan pada perkemihan
5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5 : Bowel)
Abdomen :
- Inspeksi : Warna kulit sama dengan warna kulit disekitar,
tidak terdapat kemerahan.
- Auskultasi : Bunyi peristaltik usus 7x/menit.
- Palpasi : -
- Perkusi : Timpani
6) Tulang-Otot-Integumen (B6 : Bone)
Extremitas atas : ROM ka/ki: 5/5. Capilary refil: 2 detik.
Akral: Hangat.
Ektremitas bawah : ROM ka/ki: 5/5. Capilary refil: 2 detik.
Akral: Hangat.
5. Pola aktivitas (Dirumah dan Rs)
a. Makan
Rumah Rumah Sakit
Frekuensi 3 x 1 hari 3 x 1 hari
Jenis menu Semua makanan Makanan lunak
42
Porsi 1 porsi habis 1 porsi habis
Yang disuka Nasi goreng Bubur ayam
Yang tidak disukai Ikan laut Tidak ada
Pantangan Tidak ada pantangan Makanan yang
mengandung asam,
pedas, berlemak, yang
bisa mengiritasi
lambung
Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi
Lain-lain - -
b. Minum
Rumah Rumah Sakit
Frekuensi 8 gelas/hari 8 gelas / hari
Jenis minuman Air putih biasa Air putih dan air teh
Jumlah (Lt/gelas) 1,5 lt / gelas 1 lt / gelas
Yang disuka The Teh
Yang tidak disukai Susu Tidak ada
Pantangan Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan
Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi
Lain-lain - -
c. Kebersihan diri
Rumah Rumah Sakit
Mandi 2x sehari 1x sehari
Keramas 2x seminggu -
Sikat gigi 3x sehari 1x sehari
Memotong kuku 1x sehari -
Ganti pakaian 2x sehari 1x sehari
Lain-lain - -
43
d. Istirahat
Rumah Rumah Sakit
Tidur siang 2 jam 3 jam
Tidur malam 7 jam 10 jam
Gangguan tidur - -
e. Aktivitas
Rumah Rumah Sakit
Aktivitas sehari-hari Lama 10 jam
Jam 08.00 s/d jam
17.00
Lama - jam
Jam - s/d jam -
Jenis aktivitas Ibu rumah tangga Klien hanya tidur
karena lemah
Tingkat ketergantungan Semua aktivitas
dilakukan mandiri
Di bantu total
6. Psikososial Spiritual
a) Sosial/interaksi :
Hubungan dengan klien : Tidak kenal
Dukungan keluarga : Aktif
Dukungan kelompok/teman/masyarakat : Aktif
Reaksi saat interaktif : Kooperatif
Konfilk yang terjadi terhadap : Tidak ada
b) Spiritual
Konsep tentang penguasa kehidupan : Allah
Sumber kekuatan/harapan saat sakit : Allah
Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini : Baca kitab
suci
Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melaksanakan ritual
agama yang diharapkan saat ini : Lewat ibadah
44
Upaya kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan agama :Tidak
ada
Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam
menghadapi situasi sakit saat ini : Ya
Keyakinan/kepercayaan bahwa penyakit dapat disembuhkan : Ya
Persepsi terhadap penyebab penyakit : Cobaan/peringatan
7. Pemeriksaan penunjang
Hasil Pemeriksaan laboratorium
Jam/Tgl : 07./07 September 2015
Parameter Hasil Satuan Nilai normal interpretas
Darah Lengkap :
Hb
AL (angka leukosit)
AE (angka eritrosit)
AT (angka trombosit)
HMT
Albumin
Natrium
Kalium
Klorida
Glukosa Sewaktu
14
11
4,76
350
42,4
2,74
137,2
4,32
102,0
95
gr%
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul
%
mg/dl
mmol/l
mmol/l
mmol/l
gr/dl
14-16
4-11
4,5-5,5
150-450
42-52
3,5-5,5
135-148
3,5-5,3
98-107
<105
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
a. Pemeriksaan cairan sendi: Dijumpai peningkatan kekentalan cairan
sendi.
b. Pemeriksaan BMD (Bone Mineral Density): T- score - 3 (Penyusutan
massa tulang).
8. Analisa data
Nama : Ny.Z No. Register : 11300130
Umur : 58 tahun Ruang : Bougenvile
45
NO. SYMTOMP ETIOLOGI PROBLEM
1. DS: Klien mengatakan ngilu pada
lutut dan kaki kanan
P: klien mengatakan nyerinya
bertambah saat berjalan.
Q: seperti ditusuk-tusuk
R : kaki kanan dan lutut
S : 8
T : terus menerus
DO: Klien tampak menahan nyeri dan
skalanya 8.
Fraktur dan
spasme otot
Nyeri akut
2. DS: Klien mengatakan sulit untuk
beraktivitas dan klien mengatakan
selalu di bantu untuk memenuhi
ADLnya oleh keluarganya.
Do: Klien tampak sulit untuk
beraktivitas dan selalu dibantu oleh
keluarganya dalam memenuhi ADL.
Disfungsi
sekunder
akibat
perubahan
skeletal
(kifosis),
nyeri
sekunder
atau fraktur
baru.
Hambatan
imobilitas
Fisik
3. DS: Klien mengatakan bahwa klien
sering merasa ngilu pada bagian lutut
dan kaki kanan.
DO: Terlihat klien memegang bagian
sendi kaki yang ngilu.
Hasil pemeriksaan BMD: T- score -3.
Dampak
sekunder
perubahan
skeletal dan
ketidakseimb
angan tubuh.
Resiko cidera
C. Prioritas diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
46
3. Resiko cidera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh.
J. Intervensi
Nama : Ny. Z No. Register : 11300130
Umur : 48 tahun Ruang : Bougenvile
No TUJUAN &
KRITERIA HASIL
RENCANA
TINDAKAN
RASIONAL
1.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3x24 dengan tujuan
klien mampu
melakukan tindakan
mandiri.
Kriteria Hasil:
- Mengatakan nyeri
reda saat istirahat.
- Menunjukkan
berkurangnya nyeri
tekan pada tempat
fraktur.
1. Pantau atau kaji
tingkat/skala nyeri
(1-10), intensitas dan
sifat nyeri
P :Provocate
Q : Quality
R : Region
S: Severe
T: Time
2.Atur posisi pasien
senyaman mungkin.
3.Ajarkan klien dan
keluarganya
manajemen nyeri.
4.Kolaborasi dalam
pemberian analgetik.
1. Untuk mengetahui
penyebab nyeri dan sifat
nyeri apakah bersifat
terlokasi atau menyebar
dan waktunya.
2. Posisi yang baik dapat
mengurangi rasa nyeri.
3. Klien dapat mengatasi
nyeri secara mandiri.
4. Analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri.
2. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3x24 dengan tujuan
klien dapat
melakukan mobilitas
fisik.
Kriteria Hasil: Klien
mampu melakukan
1. Ajarkan klien untuk
melakukan latihan-
latihan fisik secara
bertahap.
2. Ajarkan klien tentang
pentingnya latihan
fisik.
1. Latihan fisik dapat
meningkatkan kekuatan
otot serta melancarkan
sirkulasi darah.
2. Klien mengetahui
pentingnya latihan fisik
dan mau melakukannya
secara rutin.
47
aktivitas normal
secara mandiri.
3. Anjurkan klien untuk
menghindari latihan
fleksi, membungkuk
dengan tiba-tiba Dan
mengangkat beban
berat.
4. Kolaborasi dalam
pemberian obat.
3. Gerakan yang
menimbulkan kompresi
vertical berbahaya dan
dapat mengakibatkan
risiko fraktur vertebra.
4. Membantu dalam proses
penyembuhan.
3. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3x24 jam dengan
tujuan klien tidak
mengalami injury.
Kriteria Hasil: Klien
tidak mengalami jatuh
atau fraktur akibat
jatuh.
1. Ciptakan lingkungan
yang aman dan bebas
bahaya bagi klien.
2. Beri support untuk
kebutuhan ambulansi;
mengunakan alat
bantu jalan atau
tongkat.
3. Bantu klien penuhi
ADL (activities daily
living) dan cegah
klien dari pukulan
yang tidak sengaja
atau kebetulan.
4. Anjurkan klien untuk
belok dan
menunduk/bongkok.
secara perlahan dan
tidak mengangkat
beban yang berat.
1. Lingkungan yang bebas
bahaya mengurangi risiko
untuk jatuh dan
mengakibatkan fraktur.
2. Memberi support ketika
berjalan mencegah tidak
jatuh pada lansia.
3. Benturan yang keras
menyebabkan fraktur
tulang, karena tulang
sudah rapuh, porus dan
kehilangan kalsium.
4. Gerakan tubuh yang cepat
dapat mempermudah
fraktur compression
vertebral pada klien
dengan osteoporosis.
48
K. Implementasi
Nama : Ny. Z No. Register : 11300130
Umur : 58 tahun Ruang : Bougenvile
No Tanggal
dan jam
Penatalaksaan Evaluasi
tindakan/respon klien
Nama
dan
paraf
1. 07-09-2015
Pukul:
08.00 WIB
1. Memantau atau
mengkaji tingkat/skala
nyeri (1-10), intensitas
dan sifat nyeri.
2. Mengatur posisi pasien
senyaman mungkin.
3. Mengajarkan klien dan
keluarganya manajemen
nyeri.
4. Mengkolaborasi dalam
pemberian analgetik.
1. Klien mampu
mendiskripsikan
nyerinya (skala 5).
2. Klien tiduran di kasur
dengan senyaman
mungkin.
3. Klien dapat mengatasi
nyeri secara mandiri.
4. Rasa nyeri berkurang
sedikit.
2. 07-09-2015
Pukul:
09.00 WIB
1. Mengajarkan klien
untuk melakukan
latihan-latihan fisik
secara bertahap.
2. Mengajarkan klien
tentang pentingnya
latihan fisik.
3. Menganjurkan klien
untuk menghindari
latihan fleksi,
membungkuk dengan
tiba-tiba dan
1. Klien melakukan
gerakan sedikit.
2. Klien mengetahui
pentingnya latihan
fisik dan mau
melakukannya secara
rutin.
3. Klien mampu
mempertahankan
keseimbangan tubuh
saat duduk tanpa
penyangga punggung.
49
mengangkat beban
berat.
4. Mengkolaborasi dalam
pemberian obat.
4. Klien mau minum
obat itu.
3. 07-09-2015
Pukul:
10.00
1. Menciptakan
lingkungan yang aman
dan bebas bahaya bagi
klien.
2. Memberi support untuk
kebutuhan ambulansi;
mengunakan alat bantu
jalan atau tongkat.
3. Membantu klien penuhi
ADL (activities daily
living) dan mencegah
klien dari pukulan yang
tidak sengaja atau
kebetulan.
4. Menganjurkan klien
untuk belok dan
menunduk/bongkok.
secara perlahan dan
tidak mengangkat beban
yang berat.
1. Klien tidak bergerak
kemana-mana.
2. Klien menggunakan
kursi roda.
3. Aktivitas klien di bantu
oleh keluarga.
4. Klien melakukan
latihan itu dengan baik.
L. Evaluasi
Nama : Ny.Z No. Register : 11300130
Umur : 58 tahun Ruang : Bougenvile
No Tanggal
dan jam
Catatan perkembangan Nama dan
paraf
1. 07-09-2015 S : Klien menyatakan nyeri d skala 5 atau
sedang
50
Pukul:
08.00 WIB
O : Klien tampak sedikit tidak nyaman
A : Tujuan teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1
2. 07-09-2015
Pukul:
09.00 WIB
S : Klien menyatakan nyaman untuk bergerak
leluasa
O: Klien tampak rileks
A : Tujuan teratasi
P : Pasien diperbolehkan pulang dan diberikan
Health Education.
3. 07-09-2015
Pukul:
10.00
S : Klien menyatakan mengetahui cara latihan
untuk mengurangi rasa sakit ini.
O : Klien merasakan nyaman
A : Tujuan teratasi
P : Pasien diperbolehkan pulang dan
diberikan Health Education.
51
BAB 4
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Data yang di dapat setelah pengkajian yang dilakukan pada Ny. Z dirasa
sudah cukup sesuai dengan pengkajian berdasarkan tinjauan teori yang ada.
Data-data tersebut sudah menunjang untuk melakukan asuhan keperawatan
selanjutnya, karena semua data sudah di dapatkan dengan jelas dan akurat.
B. Diagnosa keperawatan
Menurut Lukman, (2009) diagnosa keperawatan pada klien dengan
Osteoporosis adalah:
1) Kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan program terapi.
2) Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
3) Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi
usus).
4) Risiko terjadi cedera: fraktur berhubungan dengan tulang osteoporosis.
5) Resiko tinggi regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan
insufiensi pengetahuan, faktor-faktor resiko, terapi nutrisi, dan prevensi.
Diagnosa yang diangkat pada Klien Ny. Z adalah:
a) Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
c) Resiko cidera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh.
Diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan tinjauan teori, meskipun
hanya sebagian diagnosa saja yang muncul namun sudah cukup mewakili dan
disusun sesuai dengan prioritas masalah.
C. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan yang disusun berdasarkan prioritas masalah
keperawatan pada klien Ny. Z adalah:
1. Dx 1:
a. Pantau atau kaji tingkat/skala nyeri (1-10), intensitas dan sifat nyeri
52
b. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
c. Ajarkan klien dan keluarganya manajemen nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
2. Dx 2:
a. Ajarkan klien untuk melakukan latihan fisik secara bertahap.
b. Ajarkan klien tentang pentingnya latihan fisik.
c. Anjurkan klien untuk menghindari latihan fleksi, membungkuk dengan
tiba-tiba Dan mengangkat beban berat.
d. Kolaborasi dalam pemberian obat.
3. Dx 3:
a. Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien.
b. Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan
atau tongkat.
c. Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan cegah klien dari
pukulan yang tidak sengaja atau kebetulan.
d. Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan
dan tidak mengangkat beban yang berat.
Intervensi yang disusun telah mengacu pada Tinjauan teori, yaitu
diambil dari Lukman (2009).
D. Implementasi
Implementasi merupakan aplikasi dari intervensi yang telah disusun. Pada
kasus Ny. Z semua intervensi yang telah disusun telah dilakukan dengan baik
sesuai dengan prosedur tetap yang ada.
E. Evaluasi
Evaluasi hasil dari implementasi keperawatan yang didapat pada Klien Ny.
Z setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam sudah cukup memuaskan,
karena masalah sudah teratasi meskipun hanya sebagian. Sehingga masih
perlu melanjutkan intervensi-intervensi yang telah disusun dilanjutkan oleh
perawat ruangan.
53
BAB 5
PENUTUP
A. Simpulan
1. Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang sisitemik yang ditandai oleh
penurunan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu:
a) Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang,
yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula
sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia
decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada
pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
b) Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain
diluar tulang.
2. Osteoarthritis
Osteoartritis (AO) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis
disertai kerusakan tulang dan sendi berupa disentegrasi dan pelunakan
progresif yang diikuti dengan pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang
dan tulang rawan sendi yang disebut osteofit, dan fibrosis dan kapsul
sendi.
Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah usia/umur, jenis
kelamin, ras, faktor keturunan, faktor metabolik/endokrin, faktor mekanik,
diet.
B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui/menguasai tentang penyakit
Osteoporosis dan Osteoartritis dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
54
DAFTAR PUSTAKA
Dra.Misnadiarly A.S., A..P.U. 2013. Osteoporosis Pengenalan, Faktor Risiko,
Pencegahan, dan Pengobatan. Jakarta Barat: Akademia Permata.
Dr.Saputra, Lyndon. 2014. Ilustrasi Berwarna Anatomi dan Fisiologi. Tangerang
Selatan: Binarupa Aksara Publiser.
Ns. Lukman, S.Kep.,M.M, et all. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Zaviera, Ferdinand. 2008. Osteoporosis: Deteksi Dini. Penanganan, dan Terapi.
Jogjakarta: Katahati.
55