41
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan terkadang sakit adalah hal yang wajar saat tubuh sudah merasa tidak nyaman. Akan tetapi setiap rasa sakit yang terjadi menimbulkan efek yang berbeda terhadap tubuh. Jika tubuh merespon dengan baik sakit itu dapat hilang dan tak kembali akan tetapi saat tubuh sedang tidak merespon baik maka komplikasi yang lebih parah akan dirasakan tubuh. Rasa sakit yang biasanya sering dikeluhkan adalah masalah pada lambung yang diindikasikan sebagai penyakit maag. Padahal banyak sekali komplikasi jika rasa sakit pada lambung sering diabaikan. Bisa saja yang awalnya terjadi kenaikan asam lambung dengan indikasi maag, bisa terjadi erosi mukosa lambung yang lama kelamaan akan menjadi ulkus gastritis. Ulkus ini sangat berdampak sekali bagi asupan makanan dan bisa menyebabkan hematemesis, selain itu dapat pula menimbulkan ulkus lainnya yaitu ulkus duodenum sehingga terjadilah ulkus peptikum. Komplikasi dari ulkus ini bukan hanya terjadinya hematemesis akan tetapi kan terjadi melena pada saat defekasi. Semua penyakit ini akan menimbulkan hipovolemia yang fatal dan sulitnya asupan makanan diterima. Patofisiologi terjadinya ulkus serta hematemesis melena akan dikaitkan dengan hipovolemia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang diambil antara lain:

Isi Hemel Revisi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan terkadang sakit adalah hal yang wajar saat tubuh sudah merasa

tidak nyaman. Akan tetapi setiap rasa sakit yang terjadi menimbulkan efek yang berbeda

terhadap tubuh. Jika tubuh merespon dengan baik sakit itu dapat hilang dan tak kembali

akan tetapi saat tubuh sedang tidak merespon baik maka komplikasi yang lebih parah

akan dirasakan tubuh. Rasa sakit yang biasanya sering dikeluhkan adalah masalah pada

lambung yang diindikasikan sebagai penyakit maag. Padahal banyak sekali komplikasi

jika rasa sakit pada lambung sering diabaikan. Bisa saja yang awalnya terjadi kenaikan

asam lambung dengan indikasi maag, bisa terjadi erosi mukosa lambung yang lama

kelamaan akan menjadi ulkus gastritis. Ulkus ini sangat berdampak sekali bagi asupan

makanan dan bisa menyebabkan hematemesis, selain itu dapat pula menimbulkan ulkus

lainnya yaitu ulkus duodenum sehingga terjadilah ulkus peptikum.

Komplikasi dari ulkus ini bukan hanya terjadinya hematemesis akan tetapi kan

terjadi melena pada saat defekasi. Semua penyakit ini akan menimbulkan hipovolemia

yang fatal dan sulitnya asupan makanan diterima. Patofisiologi terjadinya ulkus serta

hematemesis melena akan dikaitkan dengan hipovolemia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang diambil antara lain:

1. Apa itu hematemesis melena?

2. Apa itu ulkus peptikum?

3. Bagaimana terjadinya ulkus ?

4. Apa hubungannya ulkus dengan hematemesis melena?

5. Apa akibat dari hematemesis melena?

6. Bagaimana mekanisme terjadinya ulkus berhubungan dengan hematemesis?

7. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada lambung?

8. Pengkajian apa saja yang didapat dari pasien hematemesis melena?

9. Diagnose apa saja yang terkait dengan hematemesis melena?

10. Bagaimana penatalaksanaan pasien hematemesis melena

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai anatomi

dan fisiologi lambung, pengertian dan patofisiologi hematemesis melena dan ulkus

peptikum, serta asuhan keperawatan terkait hematemesis melena.

Page 2: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 2

D. Metode Penulisan

Metode penulisan yang kami pergunakan adalah telusurpustaka, yaitu mengadakan

tinjauan kepustakaan untuk memperoleh bahan-bahan yang berhubungan dengan judul

makalah ini. Kami pun menggunakan internet sebagai sarana referensi yang lain serta

dilengkapi dengan diskusi kelompok yang bertujuan untuk saling memberi masukan

terkait materi.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari :

1. Cover

2. Kata pengantar

3. Daftar isi

4. BAB I PENDAHULUAN

5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

6. BAB III PEMBAHASAN

7. BAB IV KESIMPULAN

8. REFERENSI

Page 3: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 3

BAB II

ISI

A. Anatomi Lambung

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat

dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung berbentuk J,

dan pada saat terisi penuh berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung

adalah 1 sampai 2 Liter. Secara anatomis, lambung terbagi atas fundus, korpus dan

antumpilorikum atau pilorus. Sebaelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura

minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvactura mayor. Terdapat srtingfer

pada kedua ujung lambung yang tugasnya mengatur pemasukan dan pengeluaran yang

terjadi. Stringfer kardia atau stringfer esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke

dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah

tempat beradanya stringfer kardia sering disebut dengan daerah kardia. Di saat pilorikum

terminal berelaksasi, makanan makanan masuk ke duodenum dan ketika berkonstraksi

stringfer ini akan mencegah terjadinya aliran baik di usus ke dalam lambung.

Stringfer pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis

(penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum.

Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian

dari peritoneum viseralis. Dua lapisan viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung

dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati membentuk omentum minus. Lipatan

peritoneum yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai

lligamentum. Jadi omentum minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau

hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada

kurvatura mayor, peritoneum terus ke bawah membentuk omentum majus, yang

menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar.

Muskularis tersusun atas tiga lapis; lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan

sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot unik

ini memungkinkan berbagai macam kombinasi yang diperlukan untuk memecah

makanan enjadi partikel-artikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut

dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.

Page 4: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 4

Submukosa tersusun atas jaringan alveolar longgar yang menghubungkan lapisan

mukosa dan lapisan muscularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan

gerakan peristaltik. Lapisan ini mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran

limfe.

Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut

rugae, yang memungkinan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat

beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi

lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan

menyekresikan mukus. Kelnjar fundus atau gastrik terletak difundus dan pada hampir

seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe tiga utama sel. Sel-sel zimogenik

(chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsindalam suasana

asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCL) dan faktor intrinsik.

Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan

faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher)

ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus. Hormon gastrin

diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang

kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain

yang disekresi oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium,

kalium dan klorida.

Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf

parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui

saraf vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka. Pengetahuan

anatomi ini sangat penting karena vatogomi selektif merupakan tindakan pembedahan

primer yang penting dalam mengobati ulkus duodenum. Persarafan simpatis melalui

saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut aferen menghantarkan

impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta peradangan dan

dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat

motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus dan submukosa membentuk

persarafan intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi aktifitas motorik dan sekresi

mukosa lambung.

Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu dan limfa)

terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan

cabang-cabang yang menyuplai kurvaturaminor dan mayor. Dua cabang arteri yang

penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria

Page 5: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 5

pankreatikoduodenalis(retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus duodenum.

Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan

terjadinya perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari

pankreas, limfa, dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena

porta.

B. Pengaturan Sekresi Lambung

Sekresi lambung terjadi pada tiga fase:

1. Sefalik

2. Lambung

3. Usus

Karena fase ini interaktif dan tidak saling tergantung satu sama lain, gangguan pada salah

satu fase dapat menjadi ulserogenik.

1. Fase Sefalik (psikis)

Pada fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau

atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada

gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, pada makanan yang tidak menggugah

nafsu makan, akan menghasilkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah sebab,

mengapa makanan konvensional sering diberikan kepada pasien dengan ulkus

peptikum.

2. Fase Lambung

Pada fase lambung asam lambung dikeluarkan sebagai akibat dari

rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor di dinding lambung. Refleks

vegal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh

makanan.

3. Fase Usus

Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap

menjadi gastrin). Yang pada waktunya akan merangsang sekresi lambung. Barier

mukosa lambung pada manusia, sekresi lambung adalah campuran

mukopolisakarida dan mukoprotein yang disekresi secara continyu melalui kelenjar

mukosal. Mukus ini mengarbsorbsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam.

Asam hidroklorida disekresi secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena

adanya mekasisme neurogenik dan hormonal yang dimulai karena rangsangan

Page 6: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 6

lambung an usus. Jika asam hidroklorida tidak di buffer dan dinetralisasi dan bila

lapisan luar mukosa tidak memberikan perliindungan, asam hidroklorida

bersamaan dengan pepsin, akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak

hanya sebagian kecil permukaan mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan

utama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan lambung itu sendiri. Faktor

lain yang mempengaruhi mukosa lambung adalah suplai darah, keseimbangan

asam basa, integritas sel mukosal dan regenerasi epitel. Oleh sebab itu seseorang

dapat mengalami ulkus peptikum karena satu atau dua sebab ini: (1) hipersekresi

asam-pepsin (2) kelemahan barier mukosa lambung

C. Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai

bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut

sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus”, misal ulkus karena stress).

Ulkus kronik berbeda dengan ulkus akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar

ulkus.

Menurut definisi ulkus peptikum terletak di setiap bagian saluran cerna yang

terkena cairan asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum dan setelah

gastroenterostomi, juga jejenum.Walaupun faktor penyebab yang penting adalah aktifitas

pencernaan peptik oleh getah lambung, namun banyak bukti yang menunjukkan bahwa

banyak faktor yang berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. Misalnya, bakteri H.

Pylori dijumpai pada 90%penderita ulkus duodenum. Penyebab ulkus peptikum lainnya

adalah sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetik dan stress. Banyak terdapat kemiripan dan

perbedaan antara ulkus peptikum dan duodenum, sehingga beberapa aspek dalam kedua

hal ini dipertimbangkan bersamaan untuk memudahkan dan masalah-masalah khusus

yang berkaitan dengan setiap hal tersebut akan dibahas secara terpisah. Sedangkan Erosi

atau usus lambung akan dijelaskan terpisah.

1. Patogenesis

Getah lambung asam murni mampu mencerna semua jaringan hidup,

sehingga salah satu pertanyaan utam yang timbul adalah “Mengapa lambung tidak

tercerna sendiri?” Terdapat dua faktor yang tampaknya melindungi lambung dari

autodigesti karena adanya mukus lambung dan sawar epitel.

Page 7: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 7

2. Sawar Mukosa Lambung

Menurut teori dual-komponen sawar mukus dari Hollander, lapisan mukus

lambung yang tebal dan liat merupakan garis depan pertahanan terhadap auto-

digesti. Lapisan ini memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dan agen

kimia. Obat anti inflamasi nonsterod (NSAID), termasuk aspirin menyebabkan

perubahan kuantitatif mukus lambung yang dapat mempermudah terjadinya

degradasi mukus oleh pepsin. Prostaglandin terdapat dalam jumlah berlebihan

dalam mukus gastrik dan tampaknya berperan penting dalam pertahanan mukosa

lambung.

Sawar mukosa lambung penting untuk perlindungan lambung dan duodenum.

Walaupun sifat dari sawar ini tidak diketahui, namun sepertinya melibatkan peran

lapisan mukus, lumen sel epitel toraks, dan persambungan yang erat pada apeks

sel-sel ini. Dalam keadaan normal, sawar mukosa ini memungkinkan sedikit difusi

balik ion hidrogen dan lumen ke dalam darah, walaupunterdapat selisish

konsentrasi yang besar (pH asam lambung 1,0 versus pH darah 7,4).

3. Destruksi sawar mukosa lambung

Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat-zat lain yang merusak mukosa

lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi

balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan , trauma pembuluh

darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan

meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan

sejumlah besar protein plasma dapat hilang.Kulosa kapiler dapat rusak,

mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan. Sawar mukosa

tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau airopin, tetapi difusi balik

dihambat oleh gastrin

Destruksi sawar lambung diduga merupakan faktor penting dalam

patogenesis ulkus peptikum. Telah diketahui bahwa mukosa antrum lebih rentana

terhadap difusi balik dibandingkan dengan fundus, yang menjelaskan mengapa

ulkus peptikum sering terletak di antrum. Selain itu, kadar asam yang rendah dalam

analisis lambung pada penderita ulkus peptikum diduga disebabkan oleh

meningkatnya difusi balik, dan bukan disebabkan oleh produksi yang berkurang.

Mekanisme patogenesis mungkin penting juga pada penderita gastritis hemoragik

akut yang disebabkan oleh alkohol, aspirin dan stress berat.

Page 8: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 8

Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum, diduga akibat

fungsi kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus) yang

memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali (pH8) dan kental, untuk

menetralkan kimus asam. Penderita ulkus duodenum sering mengalami sekresi

asam berlebihan yang tampaknya merupakan faktor patogenetik terpenting.

Sepertinya mekanisme pertahanan mukosa normal menjadi terkalahkan. Faktor

penurunan daya tahan jaringan juga terlibat dalam ulkus peptikum maupun

duodenum, walaupun tampaknya lebih penting pada ulkus peptikum.

Selain untuk sawar mukosa dan epitel, daya tahan jaringan juga bergantung

pada banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi dengan sel epitel (dalam

keadaan normal diganti setiap 3 hari). Kegagalan mekanisme ini juga berperan

dalam patogenesis ulkus peptikum.

4. Faktor lain

Walaupun insidensi ulkus duodenum menurun, baru-baru ini muncul 500.000

kasus baru dan mengenai 10 hingga 15% populasi. Ulkus duodenum umumnya

terjadi pada kelompok usia yang jauh lebih muda dibandingkan dengan kelompok

usia pada ulkus peptikum. Insidensi ulkus peptikum yang jauh lebih rendah dari

pada perempuan tampaknya berkaitan dengan jenis kelamin.

Beberapa obat tertentu seperti aspirin, alkohol, idometasin, fenilbutazon, dan

kortikosteroid mungkin memiliki efek langsung dengan mukosa lambung dan

menyebabkan terbentuknya ulkus. Bila benar demikian, maka mungkin disebabkan

oleh rusaknya salah satu sawar pelindung dalam lambung. Minuman yang

mengandung alkohol dan kafein dapat menyebabkan rangsangan pembentukan

asam, oleh sebab itu sebaiknya dihindari.

Kebanyakan ulkus peptikum terjadi “menghilir” dari sumber sekresi asam.

Lebih dari 90% ulkus duodenum terletak pada dinding arterior atau posterior

bagian pertama duodenum, dalam 3cm dari cincin pilorus, walaupun ulkus

peptikum dapat terjadi di seluruh tempat di lambung, 90% terletak di kurvatura

minor dan daerah kelenjar pilorus.

Sekitar 40 hingga 60% penderita ulkus mengalami riwayat penyakit ulkus

dalam keluarga. Alasan yang mungkin adalah faktor genetik atau penularan infeksi

H. Pylori dalam keluarga. Individu dengan golongan darah O nampaknya lebih

rentan untuk menderita ulkus duodenum. Penjelasan yang mungkin adalah bahwa

Page 9: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 9

peningkatan H.pylori diperkuat oleh sel epitel yang membawa antigen golongan

darah O (Cotran dkk.,1999)

Sejumlah penyakit rupanya dapat menyebabkan ulkus peptikum, yaitu sirosis

hati akibat alkohol, pankreatitis kronik, penyakit paru kronis, hiperparatiroidisme,

dan sindrom zollinger-Ellison. Fungsi Stringfer pilorus yang abnormal dapat

mengakibatkan terjadinya refluks empedu dan dianggap sebagai sewatu

mekanisme patogenik dalam timbulnya ulkus peptikum. Empedu mengganggu

sawar mukosa lambung menyebabkan terjadinya gastritis dan eningkatan kepekaan

terhadap pembentukan ulkus. Mukosa yang rusak akhirnya menggalami erosi dan

dicerna oleh asam dan pepsin.

D. Hematemesis Melena

1. Hematemesis

Hematemesis adalah muntah darah, biasanya perdarahan ini berasal dari

saluran makanan bagian atas (esophagus hingga ligamnentum treitz (sekitar

duodenum)). Hematemesis biasanya disebabkan oleh lesi yang berada di proksimal

sambungan duodenum-jejenum. Warna darah pada hematemesis tergantung pada

lamanya kontak antara darah dengan asam lambung, konsentrasi asam lambung

yang bercampur darah dilambung, serta besar kecilnya perdarahan. Perdarahan

yang dimuntahkan segera berwarna kemerahan, sedangkan darah yang

dimuntahkan agak lama didalam lambung maka warnanya menjadi merah tua, abu-

abu atau hitam. Darah yang telah lama didalam lambung saat dimuntahkan

berbentuk endapan bekuan darah yang terlihat sebagai “ampas kopi”. Gambaran

Diagnostik pada hematemesis :

a. Trauma selama muntah (sindrom Mallory-Weiss), merupakan muntah darah

berwarna merah terang yang biasanya didahului dengan muntah yang normal

tetapi sangat kuat.

b. Ulkus gaster

Ulkus gaster sering kali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak

nyeri, kemungkinan perdarahan dalam kecil, disertai darah, dan terdapat

riwayat penyakit ulkus peptikum.

Page 10: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 10

c. Fistula aortoduodenum

Fistula aortoduodenum berupa hematemesis masif serta perdarahan per

nektal. Dari ketiga gambaran tersebut 30-40% hematemesis adalah akibat

adanya ulkus peptikum.

2. Melena

Melena merupakan bentuk feses yang berwarna hitam seperti ter. Pada

keadaan hematemesis dapat juga terjadi melena, akan tetapi pada keadaan melena

tidak menyertai hematemesis. Perdarahan pada melena berasal dari esophagus,

lambung atau duodenum, tetapi karena perjalanan isi usus lama, maka perdarahan

dari jejunum, ileum bahkan kolon asenden dapat juga menyebabkan melena. Untuk

terjadi melena, perdarahan yang terjadi diperlukan sekitar 60 ml. Warna hitam pada

feses berasal dari kontak darah dengan asam lambung yang membentuk hematin.

Feses akan berbentuk seperti ter, agak lengket dan berbau khas. Untuk terjadi

melena darah harus berada di dalam usus selama 8 jam.

3. Hipovolemia

Hipovolemia merupakan kehilangan cairan tubuh isotonic, yang disertai

kehilangan natrium dan air dalam jumlah relative sama (Sylvia & Lorraine , 2003).

Penurunan volume cairan lebih cepat terjadi jika kehilangan cairan tubuh yang

abnormal disertai dengan penurunan asupan oleh sebab apapun. Penyebab

kekurangan volume cairan isotonic paling sering adalah kehilangan sebagian dari

cairan sekresi harian saluran cerna (total 8 L/ hari). Kehilangan sekresi saluran

cerna dalam jumlah yang bermakna dapat terjadi pada muntah berkepanjangan,

penyedotan nasogastrik, diare berat, fistula, atau perdarahan. Konsentrasi natrium

pada cairan ini tinggi, sehingga kehilangan cairan ini akan menyebabkan terjadinya

kombinasi kekurangan natrium dan air. Sekresi lambung juga mengandung ion

kalium dan hydrogen dalam jumlah besar, maka kekurangan volume seperti ini

sering disertai alkalosis metabolic dan hipokalemia. Keluarnya sekresi dari saluran

cerna bawah, yang mengandung banyak bikarbonat selain natrium dan kalium,

sering mengakibatkan terjadinya deficit volume cairan yang disertai dengan

asidosis metabolic dan hipokalemia.

E. Penatalaksanaan Medis Peptic Ulcer

Tujuan dari penatalaksaan medis yang diberikan kepada pasien dengan peptic ulcer

yaitu untuk menetralisir asam, menghambat sekresi asam, mengurangi aktivitas pepsin

Page 11: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 11

dan HCl, membasmi H. Pylory dari saluran pencernaan, dan untuk melindungi barier

mukosa. Kriteria keberhasilan dari terapi medis yang diberikan yaitu penurunan rasa

sakit, klien mengkonsumsi makanan yang telah disarankan dan melaporkan intoleransi

terhadap beberapa makanan, mengikuti jadwal pengobatan, dan dapat mengidentifikasi

stressor dan memiliki cara untuk mengatasinya.

Terdapat beberapa penatalaksanaan medis yang dapat diberikan kepada pasien

dengan peptic ulcer, yaitu obat antibacterial, agen hyposecretory, mucosal barrier

fortifiers, dietary management. Berikut penjelasan dari masing-masing terapi medis yang

akan dilakukan.

1. Obat Antibacterial

Obat ini berfungsi untuk membunuh H.pylory dari saluran pencernaan yang

menggunakan regimen. Regimen tersebut mengandung clarithromycin 250 mg,

metronidazole 250 mg, dan omeprazole 20 mg. Obat ini digunakan dalam jangka

waktu 1 mingggu, namun terdapat beberapa orang yang menggunakannya lebih

dari 1 minggu.

2. Agen Hyposecretory

a. H2 receptor antagonist

Agen ini mencegah sekresi histamin di lambung. H2 receptor antagonis

memiliki beberapa macam jenis, yaitu cimetidine yang berfungsi untuk

menghambat asam lambung dengan menghalangi histamin reseptor pada sel

parietal. Efek sampingnya adalah demam ruam, sakit kepala, pusing,

mengantuk, kebingungan, hipotensi, diare, neutropenia, ginecomastia,

impoten. Hal yang harus diperhatikan perawat yaitu monitor status mental,

dalam waktu 1 jam setelah mengkonsumsi cimetidine tidak boleh

mengkonsumsi antasida, minum sebelum tidur, lanjutkan pengobatan paling

tidak 8 minggu.

Kedua, ranitidine yang berfungsi sama dengan cimetidine. Efek

samping dari agen ini yaitu mual, konstipasi, bradycardia, peningkatan enzim

liver, dan sakit kepala. Implikasi keperawatannya adalah berikan antacid 1

jam sebelum atau 2 jam setelah raniditine, dan hati-hati jika digunakan pada

klien dengan gangguan ginjal. Ketiga, famotidine, aksi yang ditimbulkan

sama dengan cimetidine. Efek samping yang ditimbulkan yaitu sakit kepala,

diare, konstipasi, mual, flatus, peningkatan urea nitrogen dan kreatinin di

dalam darah, dan ruam. Implikasi keperawatannya yaitu tidak boleh

Page 12: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 12

digunakan lebih dari 8 minggu tanpa order dari dokter, diberikan bersamaan

dengan antasida, dan diminum sebelum tidur.

Keempat, nizatidine. Aksi yang ditimbulkannya sama dengan

cimetidine. Efek samping yang ditimbulkan yaitu diaare, ruam,

bronkospasme, mengantuk, nyeri sendi, berkeringat. Implikasi keperawatan

yang harus diperhatikan yaitu diminum 1 kali sebelum tidur, boleh diminm 2

kali, monitor tinja yang dikeluarkan, dan jangan berikan antacids dalam

waktu 1 jam setelah mengkonsumsi nizatidine. Agen ini diberikan dalam

waktu 4-8 minggu.

b. Prostaglandin analogs

Prostaglandin adalah hormon jaringan lokal yang dibentuk dari asam

lemak esensial. Jenis prostagladin, yaitu E1 dan E2 dapat menghambat

sekresi lambung. Salah satu obat yang termasuk prostaglandin analogs yaitu

misoprostol. Fungsinya yaitu untuk menurunkan sekresi asam lambung, dan

menstimulasi produksi mukosa cytoprotective. Efek samping yang

ditimbulkan adalah diare, mual, ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala,

pusing. Obat ini tidak bisa digunakan pada ibu hamil karena dapat

menstimulasi kontraksi uterus. obat ini dianjurkan diberikan pada klien

dengan peptic ulcer dan sedang menjalani pengobatan aspirin atau obat

nonsteroid anti inflamasi.

c. Anticholinergic

Sekresi asam lambung dan motilitas lambung yang meningkat dapat

dicegah dengan pengurangan stimulasi vagal. Anticholinergic akan

mneghambat kerja dari asetilkolin pada otot, sehingga terjadi pengurangan

motilitas lambung dan menghambat sekresi lambung. Selain itu

Anticholinergic juga memperlama waktu pengosongan lambung sehingga

memperpanjang efek dari makanan dan antasida. Hal ini menimbulkan rasa

kenyang pada pasien.

Fungsi lainnya yaitu untuk meredakan rasa nyeri dengan meredakan

penyebab distress lambung oleh kejang lambung dan hiperperistaltis. Obat ini

diberikan 1 jam setelah makan, dan efeknya akan terasa 4-5 jam setelahnya.

Kontra indikasi dari Anticholinergic yaitu klien dengan perdarahan, pyloric

obstruksi, glaucoma, urinary retention, achalasia/asthma. Salah satu jenis

obat dari Anticholinergic yaitu dicyclomine hydrochloride. Obat ini akan

Page 13: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 13

mencegah sekresi asam lambung dalam jumlah tingggi. Efek sampingnya

yaitu sakit kepala, palpitasi, pusing, konstipasi, paralisis ileus, retensi urin,

mulut kering. Berikan setengah jam sebelum makan dan saat waktu tidur.

d. Proton Pump Inhibitor

Proton pump inhibitor berfungsi untuk menurunkan sekresi asal

lambung. Dosis yang diberikan yaitu 20 mg sehari dalam waktu 4-8 minggu.,

paling baik diminum pada waktu sarapan. Didalam lambung, proton pump

inhibitor akan bereaksi yang menyebabkan terhalangnya sifat ireversible dari

H+, K+ -Atase. Salah satu jenis proton pump inhibitors yaitu omeprazole

(prilosec). Efek samping dari omeprazole yaitu sakit kepala, diare, mual,

muntah. Pada pemakaian dalam jangka waktu panjang berpotensi

menyebabkan kanker lambung.

e. Antasida

Antasida digunakan untuk mengurangi kesaman. Antasida efektif

digunakan untuk waktu yang panjang. Obat ini diminum secara oral 1 jam

setelah makan, dan sebelum tidur dengan tujuan menjaga pH lambung antara

3-3,5. Saat meminm antasida, disarankan untuk dihansurkan dengan air untuk

memastikan antasida masuk kedalam lambung dan tidak mudah larut saat di

kerongkongan. Terdapat beberpa jenis dari antasida, yaitu:

1) Alumunium hidrosida: berfungsi sebagai penetralisir asam di saluran

pencernaan. Efek samping yang ditimbulkan yaitu konstipasi, anorexia,

obstruksi usus halus, dan hypophosphatemia. Berikan alumunium

hydroxida 1 jam atau 2 jam setelah makan dan jangan berikan H2

reseptor antagonis dalam jangka waktu 1-2 jam setelah konsumsi

alumunium hidroksida atau tertracy cline. Kocok suspensi sebelum

diminum, dan jika berbentuk tablet minum dengan air.

Kontraindikasinya yaitu digunakan dalam jumlah yang besar pada

pasien dengan sodium restricted diets karena mengandung garam.

2) Magnesium oksida: beerfungsi untuk meningkatkan pH lambung untuk

mengurangi aktivitas pepsin, serta memperkuat barier mukosa lambung

dan esophageal sphyncter tone. Efek samping yang ditimbulkan dari

obat ini yaitu diare, mual, dan hypermagnesema. Kontra indikasi dari

obat ini yaitu kepada pasien dengan gangguan ginjal. Jika terjadi diare,

hentikan pengobatan dengan obat ini, dan ganti dengan alumunium

Page 14: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 14

atau produk kombinasinya. Selama 1-2 jam, pasien tidak boleh

mengkonsumsi H2-reseptor antagonis, tetracycline, dan enteric coated

tablets.

3) Kombinasi alumunium-magnesium: aksi yang ditimbulkan sama

dengan magnesium oksida. Efek sampingnya yaitu konstipasi ringan

atau diare. Kontra indikasi dari obat ini yaitu kepada pasien dengan

gangguan ginjal. Jika terjadi diare, hentikan pengobatan dengan obat

ini, dan ganti dengan alumunium atau produk kombinasinya. Selama 1-

2 jam, pasien tidak boleh mengkonsumsi H2-reseptor antagonis,

tetracycline, dan enteric coated tablets.

4) Kalsium karbonat: fungsi yang dimilikinya sama dengan magnesium

oksida, dan kombinasi alumunium-magnesium. Efek samping yang

ditimbulkan yaitu konstipasi, distensi lambung, peningkatan

hyperacidity, hypercalsemia, dan hypophosphatemia. Kontra indikasi

dari obat ini yaitu kepada pasien dengan gangguan ginjal. Jika terjadi

diare, hentikan pengobatan dengan obat ini, dan ganti dengan

alumunium atau produk kombinasinya. Selama 1-2 jam, pasien tidak

boleh mengkonsumsi H2-reseptor antagonis, tetracycline, dan enteric

coated tablets. Obat ini juga tidak boleh dikonsumsi dengan susu.

3. Mucosa barrier fortifiers

Mucosa barrier berfungsi mencegah ion hidrigen berdifusi kembali kedalam

mukosa lambung. Selain itu, mucosa barrier fortifiers juga akan menstimulasi

sekresi mukus ikut berperan dalam penyembuhan peptic ulcer. mucosa barrier

fortifiers akan membentuk kompleks protein yang melapisi dan menjadi mantel

pelindung. Fungsinya yaitu untuk mneghalangi aksi dari asam dan pepsin. mucosa

barrier fortifiers dikonsumsi 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur. Dalam

jangka waktu 30 menit pasien tidak boleh mengkonsumsi antasida. Contoh dari

mucosa barrier fortifiers yaitu sulfacrate. Efek samping yang ditimbulkan yaitu

pusing, konstipasi, mengantuk, mual, dan ketidaknyamanan lambung. Sulfacrate

paling baik dikonsumsi saat perut masih kosong, yaitu 1 jam sebelum makan dan

sebelum tidur.

4. Manajemen Diet

Pada pasien dengan peptic ulcer dan menyebabkan hematemesis melena,

hindari makanan yang dapat meningkatkan keasaman lambung. Keasaman

Page 15: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 15

lambung dapat memperparah kondisi peptic ulcer yang dimiliki pasien. Hindari

makanan yang menyebabkan peningkatan keasaman lambung, seperti kopi,

alkohol, dan susu.

F. Penatalaksanaan Komplikasi Peptic Ulcer: Hemoragi

Komplikasi dari peptic ulcer, yaitu hemoragi ditandai dengan timbulnya

hematemesis (muntah yang mengandung darah) dan melena (terdapatnya darah pada

feses), seperti yang ditemui dalam kasus. Intervensi yang diberikan untuk pasien dengan

komplikasi hemoragi bertujuan untuk mengobati syok hipovolemic, mencegah dehidrasi,

dan keseimbangan eletrolit, dan menghentikan pendarahan. Berikut tindakan yang

dilakukan kepada pasien dengan komplikasi dari peptic ulcer: hemoragi.

1. Pemasangan NGT

NGT (Nastro Gastric Tube) adalah sebuah tabung fleksibel yang dimasukkan

melalui hidung, kemudian melewati esophagus, menuju lambung dan usus halus.

NGT memiliki beberapa lubang di bagian ujungnya yang berfungsi untuk menarik

material yang ingin dikeluarkan dari dalam lambung. Pemasangan NGT yang

dilakukan pada pasien ini bertujuan untuk mengkaji rentang perdarahan, untuk

mencegah dilatasi lambung, dan menyalurkan cairan dengan suhu ruangan untuk

mengeluarkan darah dari gastrointestinal atas.

Selang nasogastrik atau selang pendek yang digunakan yaitu selang levin,

selang gastrik sump, selang nuriflex, selang moss, dan selang sengstaken-

blakemore.

a. Selang Levin

Levin tube terbuat dari karet atau pun

plastik dan hanya memiliki 1 lumen saja.

Panjangnya yaitu 106,5-127 cm. Pada bagian

ujung dari levin tube memiliki lubang.

Selang ini digunakan pada orang dewasa

untuk menghilangkan cairan dan gas dari saluran gastrointestinal atas.

Fungsinya untuk mendapatkan spesimen isi lambung, memberikan obat-

obatan dan makanan secara langsung ke dalam saluran gastrointestinal.

Page 16: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 16

b. Selang Gastrik Sump

Tipe nasogastrik tube ini terbuat dari

plastik dan merupakan selang nasogastrik

radiopaque. Selang sump memiliki dua

lumen, satu lumen berfungsi untuk suction

dan drainase, sedangkan satu lumen yang lain

berfungsi untuk ventilasi. Selang sump

memiliki lumen penghisap (blue pigtail).

c. Selang Moss

Selang Moss, memiliki panjang 90 cm.

Selang ini memiliki tiga lumen. Selang moss

akan dibenamkan dalam lambung dengan

mengembangkan balon. Kateter dekompresi

mengaspirasi esofagus dan lambung sebagai

lavase. Lumen ketiga digunakan sebagai

lumen pemberi makanan ke duodenal.

d. Selang nuriflex

Selang nuriflex memiliki panjang 76 cm dengan ujung pemberat air

raksa untuk memudahkan pemasukkan. Selang nuriflex dilumasi dengan

pelumas hidromer.

e. Selang Sengtaken-Blakemore (S-B)

Selang S-B mempunyai tiga lumen dengan dua balon. Satu lumen

digunakan untuk mengembangkan balon esofagus. Selang harus di klem

untuk menjamin tekanan yang telah diatur. Lumen ketiga digunakan untuk

lavase lambung dan memantau perdarahan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, jenis selang nasogastrik yang dapat

digunakan yaitu selang gastrik sump. Pemasangan NGT diindikasikan kepada

pasien yang tidak sadar, dengan masalah saluran pencernaan atas, misalnya

stenosis esofagus, tumor mulut/faring/esofagus, pasien dengan kesulitan menelan,

pasien paska bedah mulut, faring atau esofagus, pasien yang mengalami

hematemesis. Berlawanan dengan hal tersebut, pemasangan nasogastric tube tidak

dianjurkan kepada pasien dengan beberapa kondisi, yaitu:

Page 17: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 17

a. Klien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior fossa

skull fracture.

b. Klien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali

ingestion yang juga beresiko esophageal penetration.‡

c. Klien yang koma juga berpotensi mengalami vomiting dan aspirasi sewaktu

memasukan NGT. Pada tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti

airway dipasang terlebih dahulu sebelum NGT.

d. Pasien dengan gastric bypass surgery, yaitu pasien memiliki kantong

lambung yang kecil untuk membatasi asupan makanan. Konstruksi bypass

adalah memotong lambung ke duodenum dan bagian bagain usus kecil yang

menyebabkan malabsorpsi(mengurangi kemampuan untuk menyerap kalori

dan nutrisi.

2. Prosedur Pemasangan NGT

Sebelum memasang NGT kepada pasien, persiapkan terlebih dahulu alat dan

bahan yang dibutuhkan. alat dan bahan yang dibutuhkan, yaitu NGT dengan nomor

tertentu sesuai dengan usia klien, jelly yang larut dalam air, tongue spatel, sarung

tangan, spuit ukuran 50-100 cc, stetoskop, handuk, tisu, dan bengkok. Kemudian,

prosedur pemasangan NGT dapat dilakukan mengikuti prosedur berikut:

a. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya

b. Dekatkan alat-alat ke klien

c. Cuci tangan

d. Atur posisi klien dalam posisi high fowler

e. Pasang handuk pada dada klien dan tisu

f. Cek kondisi lubang hidung klien, perhatikan adanyasumbatan

g. Kenakan sarung tangan

h. Untuk mennetukan insersi NGT, instruksikan klien untuk rileks dan bernapas

secara normal dengan menutup salah satu hidung. Kemudian ulangi pada

lubang hidung lainnya.

i. Ukur panjang tube yang akan dimasukkan dengan metode:

1) Metode tradisional: ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun

telinga dan ke processus xipoideus di sternum.

2) Metode hanson: tansai 50 cm pada tube, kemudia lakukan pengukuran

dengan metode tradisional. Selang yang akan dimasukkan pertengahan

antara 50 cm dengan tanda tradisional.

Page 18: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 18

j. Beri tanda pada panjang selang yang sudah diukur dengan plester.

k. Olesi jelly pada NGT 10-20 cm.

l. Informasikan kepada klien bahwa selang akan dimasukkan dan instruksikan

klien untuk mengatur posisi kepala ekstensi. Lalu masukkan selang melalui

lubang hidung yang telah ditentukan.

m. Bila selang telah melewati nasofaring (kira-kira 3-4 cm), instruksikan klien

untuk menekuk leher dan menelan.

n. Jika sudah selesai memasang NGT, periksa letak selang dengan cara:

1) Pasang spuit, yang telah ditarik pendorongnya pada angka 10-20 ml

udara, pada ujung NGT. Letakkan stetoskop pada daerah gaster.

Kemudian suntikan spuit tersebut. jika pada auskultasi terdengar suara

hentakan udara, berarti selang NGT masuk ke dalam lambung.

2) Aspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung dengan

menggunakan spuit.

3) Masukkan ujung bagian luar selang NGT ke dalam mangkok yang

berisi air. Jika ada gelembung udara berarti masuk ke dalam paru-paru.

Jika tidak ada gelombang udara, berarti masuk kedalam lambung.

o. Fiksasi selang NGT dengan plester dan hindari penekanan pada hidung.

p. Tutup ujung luar NGT. Bila tidak ada, penutup dapat di klem.

q. Evaluasi klien detelah terpasang NGT

r. Rapihkan alat-alat, cuci tangan. Dan dokumentasikan hasil tindakan ini pada

catatan perawatan.

3. Pemberian Terapi Intravena

Infus intravena adalah salah satu metode umum pemberian cairan, nutrisi,

dan pengobatan untuk pasien serta intravena solution merupakan satu-satunya

sumber makanan dan cairan untuk banyak pasien akut. (Kozier & Erb, 1982).

Pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien

tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam

yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa

yang diperlukan untuk metabolisme, atau untuk memberikan medikasi.

Pada pasien dalam kasus ini, pasien mengalami kekurangan cairan dan

elektrolit akibat hematemesis melena. Cara yang dapat dilakukan untuk mengganti

cairan yang hilang yaitu dengan memberikan terapi intravena. Jenis infus set yang

digunakan dalam pemasangan terapi intravena ada dua yaitu makro drip dan mikro

Page 19: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 19

drip. Kedua jenis infus set ini memiliki jumlah tetes atau faktor tetes yang berbeda

per ml.

a. Makro drip: 20 tetes/cc

b. Mikro drip: 60 tetes/cc

Rumus yang digunakan untuk mengitung jumlah tetesan cairan yang dibutuhkan

pasien permenit yaitu:

Volume cairan yang dibutuhkan (ml) x jumlah tetesan/ml (faktor tetes)

Waktu pemberian infus yang diperlukan dalam menit

Terapi cairan intravena memberikan cairan tambahan yang mengandung

komponen tertentu yang diperlukan tubuh terus-menerus selama periode tertentu.

Berikut jenis-jenis larutan infus:

a. Cairan isotonis, yaitu cairan dengan osmolalitas total yang mendekati cairan

ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut atau

membengkak. Contohnya saline normal (0,9% natrium klorida), larutan

ringer lactate.

b. Cairan hipotonik, yaitu cairan yang bertujuan untuk menggantikan cairan

seluler, karena larutan ini bersifat hipotonis dibandingkan dengan plasma.

Pada saat-saat tertentu, larutan natrium hipotonik digunakan untuk mengatasi

hipernatremia dan kondisi hiperosmolar yang lain. Contohnya salin

berkekuatan menengah (natrium klorida 0,45%), salin 0,33%, atau dekstrosa

2,5% dalam air)

c. Cairan hipertonik, yaitu dekstrosa 5% dalam salin 0,45%, dekstrosa 5%

dalam salin normal, atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat yang diberikan

untuk membantu memenuhi kebutuhan kalori. Larutan salin juga tersedia

dalam konsentrasi osmolar yang lebih tinggi daripada CES. Larutan-larutan

ini menarik air dari kompartemen intraseluler ke ekstraseluler dan

menyebabkan sel-sel mengkerut. Jika diberikan dengan cepat dan dalam

jumlah besar, dapat menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler dan

mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan dehidrasi.

Pada terapi intravena awal, pasien ini dapat diberikan cairan isotonis ringer

laktat. Tipe dan jumlah cairan infus selanjutnya akan ditentukan oleh jumlah

kehilangan cairan, manifestasi klinis yang ditunjukkan klien, dan hasil

Page 20: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 20

laboratorium tentang Hb, hematokrit, dan elektrolit. Infus cairan ditingkatkan jika

tekanan darah gagal naik atau mengalami penurunan.

4. Penatalaksanaan lainnya

Penatalaksanaan lainnya yang dilakukan kepada pasien peptic ulcer dengan

komplikasi hemoragi, yaitu menambahkan kekurangan volume darah. Tujuannya

untuk mencapai kadar hemoglobin dan trombosit yang hilang karena pendarahan

pada hematesis melena. Indikasi dilakukannya transfusi darah yaitu Hb

menunjukkan kurang dari 7 g/dl atau trombosit kurang dari 30.000/mm , transfusi

tidak diberikan walaupun angka trombosit telah menunjukkan 5.000/mm asal tidak

terjadi perdarahan atau pada penyait lain, misalnya pada purpura trombositopenik

idiopatik (ITP) trombost akan meningkat dengan steroid. Transfusi darah dapat

diberikan melalui intravena (dibuat dua jalur, satu untuk cairan, satu untuk darah).

Selain itu, jaga waktu istirahat pasien. Pasien harus beristirahat beberapa hari

setelah perdarahan. Tindakan lainnya yaitu jaga pH lambung antara 5,5 sampai 7.

Untuk menjaga pH pada rentang tersebut, berikan H2 reseptor natagonis melalui

intravena selama 4 hari. Jangan berikan antikolinergik, berikan antasida selama 1

minggu sebagai komplemen H2 reseptor antagonis. Berikan antasida 1 jam

sebelum atau 2 jam setelah H2 reseptor antagonis sehingga antasida tidak

mengganngu penyerapan obat.

Jika perdarahan telah berlangsung selama 24 jam, ini berarti telah terjadi

perforasi atau obstruksi. Pada kondisi ini, tindakan pembedahan direkomendasikan

untuk dilakukan. Terapi yang dapat dilakukan untuk mengobati perdarahan dapat

dilakukan dengan Multipolar Electrocoagulation (MPEC) atau Heater Probe

Therapy. MPEC adalah suatu terapi pengobatan lesi yang mengalami perdarahan

dengan menggunakan bipolar electric. Sedangkan Heater Probe adalah terapi

dengan meghantarkan panas secara langsung ke area lesi.

Page 21: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 21

BAB III

PEMBAHASAN

Kasus

Pasien laki-laki berusia 40 tahun dirawat di rumah sakit dengan diagnose medis hematemesis

melena ec peptic ulcer. Saat ini pasien masih terpasang Nasogastric Tube (NGT) dengan

drainage darah sejumlah 400cc/5 jam. TTV= TD= 90/60 mmHg. Kesadaran compos mentis.

Infuse terpasang di tangan kiri sejak 2 hari yang lalu. Pasien ada perencanaan pemeriksaan

lab untuk evaluasi masalah cairan terkait perdarahan yang muncul. Pasien juga mendapatkan

terapi pengobatan untuk masalah perdarahannya.

Pembahasan Kasus

Ulkus peptikum merupakan erosi lapisan mukosa di mana saja di sepanjang saluran

gastrointestinal. Biasanya terdapat di lambung yang dikenal sebagai ulkus gaster dan di

duodenum yaitu ulkus duodenum. Lebih sering ulkus ini 90% terdapat di kurvaturo minor

dan kelenjar pylorus. Penyebab ulkus peptikum ada dua yaitu:

1. Penurunan produksi mucus

Lapisan mucus lambung yang tebal dan liat merupakan pertahanan terhadap

autodigesti. Dalam keadaan normal, mukosa ini mengalami sedikit difusi ion [H+] dari

lumen ke dalam darah. Padahal terdapat selisih konsentrasinya sangat besar (pH asam

lambung 1,0 sedangkan pH darah 7,4). Penyebab utama penurunan produksi mucus

karena adanya infeksi bakteri H.pylori yang membuat koloni pada sel-sel penghasil

mucus di lambung dan duodenum. Bakteri ini 90% terdapat pada ulkus duodenum dan

70% pada ulkus gaster. Penyebab penurunan mucus yang lain adalah adanya destruksi

sawar mukosa, hal ini disebabkan penggunaan obat anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID),

alcohol, dan aspirin yang menyebabkan iritasi dinding mukosa. Iritasi ini menghambat

perlindungan prostaglandin, sehingga dapat merusak mukosa lambung, mengubah

permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi balik HCL yang

mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Histamine yang

dikeluarkan oleh prostaglandin yang tidak terlindungi merangsang sekresi asam dan

pepsin lebih banyak dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa

menjadi edema, dan protein plasma bisa hilang. Lalu mukosa kapiler rusak

mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan perdarahan.

2. Peningkatan produksi asam di lambung dan yang disalurkan ke usus

Page 22: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 22

Pada duodenum pertahanannya terletak pada kelenjar brunner. Kelenjar brunner

adalah kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus yang memproduksi secret

mukoid yang sangat alkali (pH 8) dan kental yang berfungsi untuk menetralkan kimus

asam. Perpindahan kimus dari lambung ke usus yang sangat cepat mengakibatkan

rusaknya kelenjar brunner ini, sehingga kelenjar ini tidak dapat menjalankan fungsinya

dengan baik sebagai buffer. Cepatnya perpindahan isi lambung menuju usus akibat

peningkatan sekresi gastrin. Gastrin merupakan hormone lambung yang mempengaruhi

stimulasi asam. Pengkonsumsian obat anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID), aspirin,

alcohol dan lain-lain yang berhubungan dapat meningkatkan sekresi gastrin juga

berpengaruh terhadap peningkatan produksi asam yang berlebih.

Setelah terjadinya ulkus pada lapisan mukosa lambung dan duodenum asam yang

berlebih pada lambung merangsang mual melalui saraf parasimpatis yang melalui saraf

vagus menuju ke otak dan merangsang medulla oblongata untuk mereaksikan muntah.

Pada saat terjadinya hematemesis tersebut dapat berbarengan dengan melena (feses

berwarna hitam). Melena ini terjadi karena adanya perdarahan di bagian duodenum,

jejunum, ileum, bahkan kolon asendens. Untuk terjadinya melena minimal diperlukan

perdarahan dalam usus sebesar 60 ml, dan darah tersebut harus berada dalam darah

selama 8 jam. Warna hitam yang dihasilkan berasal dari kontak darah dengan asam

lambung yang membentuk hematin. Feses ini akan berbentuk seperti te, agak lengket dan

berbau khas.

Ringkasan

Secara singkat hubungan diantara hematemesis melena dengan hipovolemia adalah

disaat terjadi ulkus peptikum di gastrointestinal yaitu di lambung dan di duodenum yang

mengakibatkan perdarahan dan terdapat erosi arteri atau vena maka dapat menyebabkan

terjadinya mual akibat asam lambung yang meningkat karena jaringan mukosa yang rusak

dan teriritasi sehingga asam lambung bercampur dengan darah sehingga menimbulkan

kontraksi otot diafragma yang mengirim impuls rasa ingin muntah ke pusat muntah pada otak

yaitu di medulla oblongata. Setelah itu, muntahan akibat adanya ulkus berupa hematemesis

(muntah darah), terjadinya hematemesis dapat berbarengan dengan melena (feses berwarna

hitam).

Apabila perdarahannya yang dialami lambat maka akan menimbulkan anemia

hipokromik-mikrositik, sedangkan apabila perdarahannya hebat dapat menimbulkan gejala

syok. Syok yang berkaitan dengan komplikasi hematemesis adalah syok hipovolemik.

Page 23: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 23

Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume

intravaskuler oleh karena perdarahan, serta dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang

lain. menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel.

Karena menurunnya volume intraventrikel sehingga aliran balik vena juga menurun dan

mempengaruhi cardiac output. Cardiac output ini dipengaruhi oleh kecepatan denyut jantung

dan isi sekuncup, penurunan aliran balik vena menurunkan volume isi sekuncup sehingga

pada saat preload tekanan darah menjadi rendah. Syok ini mengindikasi terjadinya

hipovolemik pada kasus hematemesis.

Saat perdarahan hebat yang menimbulkan syok dan mual lalu memutahkan hasilnya

yaitu hematemesis, terjadi penurunan asupan dari proses pencernaan. Seperti yang telah

disebabkan bahwa hipovolemik terjadi paling sering karena kehilangan volume isotonic dari

saluran cerna seperti salah satu contohnya muntah berkepanjangan dan perdarahan. Hal ini

dapat mengakibatkan hipovolemik karena adanya kandungan natrium yang banyak pada

ekskresi cerna. Oleh karena tidak adanya asupan yang baik dari luar maka seorang penderita

hematemesis melena diberikan infuse intravena sebagai sumber makanan dan cairan, dimana

pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat

menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk

mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme,

atau untuk memberikan medikasi.

Drainage darah yang dikeluarkan pasien adalah 400cc/5jam, kurang lebih sekitar 1,3

cc/menit. Dari perhitungan rumus yang ada, per menitnya pasien membutuhkan 78 tetes

cairan, sehingga pasien dipasang jenis infuse mikrodrip dan cairan infusnya berupa cairan

isotonic karena cairan yang keluar juga berupa cairan isotonic, dan juga konsentrasi natrium

didalamnya 0,9 % dan cairan ini osmolalitasnya mendekati cairan ekstraseluluer. Pemberian

terapi intavena ini adalah tahap awal untuk pemberian asupan.

Selain itu, pada kasus dijelaskan pasien direncanakan untuk pemeriksaan lab untuk

mengevaluasi masalah cairan. Hasil laboratorium tentang Hb, hematokrit, dan elektrolit

mempengaruhi untuk pergantian tipe dan jumlah cairan infus.

Penatalaksanaan lainnya yang dilakukan kepada pasien peptic ulcer dengan komplikasi

hemoragi, yaitu menambahkan kekurangan volume darah. Tujuannya untuk mencapai kadar

hemoglobin dan trombosit yang hilang karena pendarahan pada hematesis melena. Indikasi

dilakukannya transfusi darah yaitu ketika hasil lab yang akan direncanakan memperlihatkan

Hb kurang dari 7 g/dl atau trombosit kurang dari 30.000/mm , transfusi tidak diberikan

walaupun angka trombosit telah menunjukkan 5.000/mm. pada transfuse darah ini dapat

Page 24: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 24

diberikan secara intavena, dan dibuat dua jalur, yang satu untuk cairan dan yang satu lagi

untuk darah.

Selain itu, pada kasus juga disebutkan bahwa pasien terpasan Nasogastric Tube (NGT),

pemasangan NGT pada pasien, karena adanya indikasi syok hipovolemik, dan perdarahan.

Pemasangan NGT ini bertujuan untuk mengkaji rentang perdarahan, untuk mencegah dilatasi

lambung, dan menyalurkan cairan dengan suhu ruangan untuk mengeluarkan darah dari

gastrointestinal atas.

Page 25: Isi Hemel Revisi

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 25

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hematemesis melena adalah salah satu kondisi yang dialami oleh klien dengan

peptic ulcer. Peptic ulcer atau ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa

lambung yang meluas sampai bawah epitel. Ulkus peptikum terbagi menjadi dua yaitu

ulkus gastrik dan ulkus duodenum. Ulkus gastrik terjadi di lambung, sedangkan ulkus

duodenum terjadi di usus halus bagian usus dua belas jari. Penyebab dari ulkus peptikum

adalah aktifitas pencernaan peptik oleh getah lambung. Selain itu terdapat penyebab

lainnya, yaitu akibat bakteri H. Pylori, penyebab sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetik,

serta stress.

Pada klien dengan ulkus peptikum, terjadi penurunan produksi mukus yang disertai

dengan peningkatan produksi asam. Dengan begitu permukaan lambung tidak lagi

terlindungi dan asam lambung akan mencerna lapisan lambung. Jika sudah sampai

memecah pembuluh darah akan terjadi perdarahan. Perdarahan inilah yang menyebabkan

hematemesis melena. Hemastemesis adalah muntah darah, sedangkan melena adalah

pembuangan fekal yang berwarna hitam, lembek karena mengandung darah yang sudah

berubah bentuk. Kondisi klien dengan hematemesis melena dapat mengakibatkan klien

mengalami syok hipovolemik. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan yaitu dengan

pemberian terapi intravena, pemasangan NGT, serta pemberian obat-obatan, seperti H2

reseptor antagonis dan antasida.

B. Saran

Hematemesis melena adalah suatu tanda seseorang sedang mengalami suatu

gangguan pada sistem pencernaannya. Perawat harus memperhatikan hal tersebut untuk

segera menetapkan diagnosis yang mendukung, memberikan intervensi keperawatan dan

penatalaksanaan medis yang akan memperbaiki kondisi klien. kondisi hematemesis

melena, klien akan mengalami syok hipovolemik. Perawat harus memperhatikan

keadekuatan jumlah cairan yang harus diberikan untuk memulihkan kembali kondisi

klien.