Upload
vito-ramadhan
View
66
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
2
Citation preview
Perkerasan jalan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkerasan jalan adalah bagian dari jalur lalu lintas, yang bila kita perhatikan secara
struktural pada penampang melintang jalan, merupakan penampang struktur dalam kedudukan
yang paling sentral dalam suatu badan jalan. Lalu lintas langsung terkonsentrasi pada bagian ini,
dan boleh dikatakan merupakan urat nadi dari suatu konstruksi jalan. Perkerasan jalan dalam
kondisi baik maka arus lalu lintas akan berjalan dengan lancar, demikian sebaliknya kalau
perkerasan jalan rusak, lalu lintas akan sangat terganggu.
Apapun jenis perkerasan lalu lintas, harus dapat memfasilitasi sejumlah pergerakan lalu
lintas, apakah berupa jasa angkutan lalu lintas, apakah berupa jasa angkutan manusia, atau jasa
angkutan barang berupa seluruh komoditas yang diijinkan untuk berlalu lalang disitu. Dengan
beragam jenis kendaraan dengan angkutan barangnya, akan memberikan variasi beban sedang
sampai berat, jenis kendaraan penumpang akan memberikan pula sejumlah variasi beban ringan
sampai sedang. Dan hal itu harus dapat didukung oleh perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan
jalan raya ini, akan menentukan kelas jalan yang bersangkutan, misalnya jalan kelas I akan
menerima beban lebih besar dibanding jalan kelas II, maka dilihat dari mutu perkerasan jalan
sudah jelas berbeda.
1.2. Sistematika Penulisan
Penulisan Makalah terbagi menjadi empat Bab.Uraian Umum dari Isi makalah dapat
diringkas sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang mengapa makalah ini di buat,Sistematika
penulisan,maksud dan tujuan penulisan,dan manfaat yang bisa di ambil dari makalah ini.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 1
Perkerasan jalan
Bab II Landasan Teori
Membahas dan menjelaskan mengenai definisi ,jenis Jalan dan aspek yang terkait dalam
perncanaan Perkersan jalan khususnya perencanaan lentur.
Bab III Metode Perhitungan
Membahas mengenai metode yang dipaki dalamPerencanaan Perkerasan lentur dan
pemodelan flowchart proses perhitungan perencanaan perkerasan lentur.
Bab IV Perhitungan analisis
Membahas mengenai suatu perencanaan suatu perkerasan lentur dari analisis lalu lintas
sampai mendapatkan jenis dan tebal perkerasan yang akan digunakan,dalam bab ini akan focus
mengenai Visualisasi data dan analisis data.
Bab V Penutup
Membahas mengenai Kesimpulan dan saran dari penulis mengenai pentingnya
perencanaan lentur yang efisien.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran baik secara
umum maupun Detail mengenai Perencanaan perkerasan lentur dimana nantinya dapat
digunakan dalam proses pembelajaran maupun pengambilan keputusan yang tepat dalam hal
perencanaan, perancangan dan pelaksanaan proyek-proyek teknik Sipil.
1.4. Manfaat Penulisan
Dengan Perencanaan yang tepat,pengambilan keputusan diharapkan nantinya
perencanaan Perkerasan lentur akan lebih efektif dan efisien dalam penerapannya.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 2
Perkerasan jalan
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Sejarah Jalan Raya
Sejarah perkembangan jalan raya yang pada mulanya dari berupa bekas jejak berubah
menjadi jalan raya modern. Jalan dibuat karena manusia perlu bergerak dan berpindah-pindah
dari suatu tempat ketempat lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jejak jalan
tersebut berfungsi sebgai penuntun arah dan menjadikan jejak jalan semakin melebar
dikarenakan seringa berpindah-pindahnya mereka.
Kemudian kurang lebih 5000 tahun yang lalu, manusia hidup berkelompok, untuk
keperluan tukar menukar barang pokok mereka mulai menggunakan jalur jalan secara tetap yang
berfungsi sebagai jalan prasarana sosial dan ekonomi. Dari sejarah perkembangan peradaban
manusia dan dari berbagai penemuan para pakar transportasi tentang sejarah perkembangan jalan
dapatlah diketahui bahwa :
1. Jalan pertama yang menggunakan perkerasan ditemukan didaerah 3500 SM. Penemuan
ini dipandang sebagai awal dari sejarahMesopotamia keberadaan jalan raya.
2. Konstruksi jalan yang terdiri dari tanah asli dilapisi dengan batu kapur dan ditutup
dengan batu bata ditemukan diantara Babilonia hingga Mesir yang diperkirakan dibangun
2500-2568 SM oleh raja Cheope yang berfungsi untuk mengangkut batu-batu besar
dalam membangun Great Pyramid.
3. Permukan jalan yang diperkeras dari batu – batuan ini ditemukan dipulau Crate (Kereta)
Yunani yang dibuat kurang lebih 1500 SM.
4. Diwilayah Babilonia ditemukan permukaan jalan yang dibuat berlapis-lapis yaitu dari
lapisan tanah dasar yang diatasnya disusun lapisan batu-batu besar, batu beronjol
dicampur mortar, batu kerikil dan kemudian ditutup dengan batu Plat.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 3
Perkerasan jalan
Menuju jalan modern pada masa Kekaisaran Romawi yang mengalami kejayaan dalam
membangun jalan pada tahun 753- 476 SM. Hal tersebut berdasarkan atas berbagai penemuan
antara lain :
1. Penemuan danau aspal Trinidad oleh Sir Walter Religh Tahun 1595, dimana dengan
bahan temuan tersebut dapat dipergunakan untuk memperkeras lapisan permukaan jalan.
2. Pierre Marie Jereme Tresaquet dari Perancis memperkenalkan konstruksi jalan dari batu
pecah pada periode th 1718 – 1796.
3. Metode perinsip desak diperkenalkan oleh orang Scotlandia yaitu pada tahun 1790 yaitu
Thomas Telford, yaitu suatu konstruksi perkerasan jalan yang dibuat menurut jembatan
lengkung dari batu belah, serta menambahkan susunan batu – batu kecil diatasnya.
4. Tahun 1815 Jhon london Mc adams memperkenakan prinsip tumpang tindih atau
konstruksi Makadam.
5. Penemuan mesin penggilas (stom roller) ditemukan th 1860 oleh Lemoine
2.2. Sejarah Kontruksi Perkeresan Jalan
2.2.1. Sebelum Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut
Setelah manusia diam berkelompok di suatu tempat yang tetap, mereka mulai mengenal
artinya jarak jauh dan dekat. Maka dalam membuat jalan mereka berusaha mencari jejak yang
paling pendek dengan mengatasi rintangan-rintangan yang ada. Misalnya bila melewati tanjakan
yang curam, mereka membuat tangga-tangga dan bila melewati tempat-tempat yang berlumpur
mereka menaruh batu-batu di sana sini agar bisa melompat-lompat di atasnya.
2.2.2. Setelah Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut
Setelah manusia mengenal hewan sebagai alat angkut, maka konstruksi jalan mulai
berkembang. Bentuk jalan yang semula bertangga-tangga kemudian mulai dibuat lebih mendatar.
Selain itu ditempat-tempat yang jelek, mereka menaruh batu-batu yang disusun secara rapat.
Sehingga dengan demikian lahirlah konstruksi perkerasan.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 4
Perkerasan jalan
Menurut Herodotus pada abad ke-5 bangsa Yunani membuat jalan dari blok-blok batu di
Mesir lewat padang pasir untuk mengangkut batu-batu besar guna membuat piramida-piramida.
Pada abad ke-12 M bangsa Inca yang hidup di sepanjang pegunungan Andes di pantai Barat
Amerika Selatan (Peru, Chili, Argentina) juga membuat perekerasan dari batu-batu blok yang
besar-besar.
Selain itu, di benua Amerika suku Maya telah membangun kota mereka dengan memakai
material bebatuan bersusun dengan berbagai ukuran. Bangunan dari batu ini terlihat kasar namun
indah. Menyiratkan suatu bentuk peradaban yang sudah maju dengan sistem tata kota yang
teratur, rinci dan detail. Bahkan teknologi pengerasan jalan sudah ditemukan suku ini. Buktinya
banyak di situs suku Maya terdapat jalan raya yang lebar, lurus dan panjang yang terbuat dari
struktur batu yang rapi. Satu peninggalan berteknologi “modern” yang tersisa dari mereka adalah
jalan raya yang menghubungkan Coba dan Yaxuna sejauh ratusan km (62 mil).
peradaban suku inca
Semua terbuat dari batu yang dikeraskan dengan bahan kimia (semacam aspal siram).
Strukturnya terdiri dari batu besar yang keras di kiri kanan badan jalan dan di tengahnya diisi
bebatuan halus, baru disiram dengan bahan kimia tertentu sebagai pelapis atasnya. Semua
struktur jalan karya suku Maya memiliki ukuran dengan standar sama yang dibuat dengan detail
mengagumkan. Hingga akhirnya berkembang sampai pada konstruksi perkerasan jalan pada
masa sekarang ini.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 5
Perkerasan jalan
2.3. Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan
Macam-macam konstruksi perkerasan jalan terdiri dari dua, yaitu:
2.3.1 Konstruksi Jalan Konvensional
Ada 2 sistem yang terkenal dalam kontruksi jalan Konvensional :
a. Sistem Telford
Pada akhir abad ke-18 seorang bangsa Inggris bernama Thomas Telford
(1757 – 1834) ahli jembatan lengkung dari batu, menciptakan konstruksi perkerasan
jalan yang prinsipnya seperti jembatan lengkung. Prinsip ini menggunakan desakan-
desakan dengan menggunakan batu-batu belah yang dipasang berdiri dengan tangan.
Konstruksi ini kemudian sangat berkembang dan dikenal dengan sebutan sistem
Telford.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 6
A
A
Perkerasan jalan
b. Sistem Macadam
Pada akhir abad ke-18, waktu itu pula Scotsman John London Mc. Adam
(1756 – 1836) memperkenalkan konstruksi perekerasan jalan dengan prinsip
“tumpang tindih” dengan menggunakan batu-batu pecah dengan ukuran terbesar “3”.
Perkerasan sistem ini sangat berhasil dan merupakan prinsip pembuatan jalan secara
masinal (dengan mesin). Selanjutnya sistem ini disebut sistem Macadam. Sampai
sekarang kedua sistem tersebut masih lazim dipergunakan di daerah-daerah di
Indonesia dengan menggabungkannya menjadi sistem Telford-Macadam. Dengan
begitu perkerasan jalan untuk bagian bawah menggunakan sistem Telford kemudian
untuk perkerasan atas dengan sistem Macadam.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 7
B
B
Perkerasan jalan
Jenis Kontruksi Jalan Konvensional
1. Jalan Desa
Jalan desa adalah jalan yang dapat dikategorikan sebagai jalan dengan fungsi
lokal di daerah pedesaan. Arti fungsi local daerah pedesaa, yaitu:
1. Sebagai penghubung antar desa atau ke lokasi pemasaran
2. Sebagai penghubung hunian/perumahan
3. Sebagai penghubung desa ke kecamatan/kabupaten/provinsi
Manfaat ditingkatkan/dibangunnya jalan desa untuk masyarakat pedesaan
antara lain :
1. Memperlancar hubungan dan komunikasi dengan tempat lain,
2. Mempermudah pengiriman sarana produksi ke desa,
3. Mempermudah pengiriman hasil produksi ke pasar, baik yang di desa maupun
yang di luar
4. Menigkatkan jasa pelayanan sosial, termasuk kesehatan, pendidikan, dan
penyuluhan
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan baru antara lain :
1. Trase jalan mudah untuk dibuat
2. Pekerjaan tanahnya relatif cepat dan murah
3. Tidak banyak bangunan tambahan (jembatan, gorong-gorong, dll)
4. Pembebasan tanah tidak sulit
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 8
Perkerasan jalan
5. Tidak akan merusak lingkungan dan yang perlu diperhatikan dalam
peningkatan jalan lama antara lain :
Lokasi memungkinkan untuk pelebaran jalan
Geometri jalan harus disesuaikan dengan syarat teknis
Tanjakan yang melewati batas harus diubah sesuai syarat teknis
Sistem drainase dan pekerjaan tanah tidak akan merusak lingkungan
Pembangunan jalan didaerah pedesaan selain perlu memperhatikan aspek
teknis konstruksi jalan, juga perlu memperhatikan aspek konservasi tanah
mengingat kondisi wilayah dengan topografi yang berbukit dan tanah yang peka
erosi.
Dari hasil survey lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit erosi tanah
yang berasal dari jalan, khususnya berupa longsoran dari tampingan dan tebing
jalan. Tujuan dari pengendalian erosi pada jalan adalah untuk mengamankan jalan
dan membangun jalan yang tidak menjadi sumber erosi.
Pemilihan trase jalan untuk mengurangi masalah lingkungan perlu
dilakukan misalnya dengan mengurangi galian dan timbunan bilamana mungkin.
Alasanya karena tidak mungkin di daerah perbukitan menghilangkan masalah erosi
dengan pemilihan trase (misal dengan pemindahan trase atau mengurangi
tanjakan).
Contoh solusi untuk kawasan perbukitan dalam hal pengendalian erosi
misalnya dengan pembangunan tembok penahan tanah dan bronjong atau penanaman
bahan-bahan vegetatif untuk menstabilkan lereng atau mengurangi erosi alur kecil.
2. Jalan Setapak
Setelah manusia berkembang biak dan hidup berkelompok, maka mereka
membutuhkan termpat berdiam meskipun hanya sementara. Umumnya mereka
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 9
Perkerasan jalan
berpindah-pindah tempat secara musiman, bila tempat-tempat di sekitarnya sudah
tidak ada bahan makanan yang mereka butuhkan. Pada waktu itu jejak-jejak tersebut
menjadi jalan setapak atau bila di hutan terkadang disebut “lorong-lorong tikus”.
Jalan ini merupakan jalan musiman (seasonal-road). Orang-orang nomaden
mempergunakan jalan ini untuk berburu pada musim berburu dan untuk mencari
ikan
2.4. Bahan Perkerasan Jalan
2.4.1. Tanpa Bahan Pengikat (anboud system)
1. Sirtu
Pembuatan jalan dengan sirtu adalah teknologi pembuatan jalan secara
konvensional yang menggunakan bahan baku setempat yang baik dan bisa didapatkan
disekitar proyek dengan jarak pengangkutan yang tidak terlalu jauh dengan bahan utama
pasir dan batu. Keunggulan teknologi pembuatan jalan ini adalah biaya pembuatan jalan
lebih murah sehingga upaya perluasan jaringan jalan dapat dilakukan dengan kemampuan
dana terbatas. Secara teknis tanah yang layak dikembangan untuk dibuat menjadi jalan
dengan teknologi sirtu adalah tanah organis. Tanah organis adalah tanah yang kalau
diperiksa secara visual, berwarna kehitamhitaman atau kecoklat-coklatan, berbau seperti
kayu atau daun-daunan yang busuk, serta ringan.
2. Batu Pecah
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 10
Perkerasan jalan
2.4.2. Dengan Bahan Pengikat (jalan sub standar)
1. Lapis Resap Pengikat / Lapis Perekat (Primecoat/Tackcoat)
Prime coat adalah laburan aspal pada permukaan yang belum beraspal berfungsi
untuk memberi ikatan antara permukaan tersebut dengan lapisan perkerasan diatasnya.
Sedangkan tackcoat adalah laburan aspal pada permukaan yang sudah beraspal, berfungsi
untuk memberi ikatan antara permukaan tsb dengan lapisan perkerasan diatasnya .
Bahan yang digunakan untuk primecoat adalah : AC 10 ( penetrasi 80-100 ), AC
20 ( penetrasi 60-70 ) diencerkan dengan minyak tanah 80 PPh ( 80 bagian minyak
dengan 100 bagian aspal ) atau disesuaikan kebutuhan dilapangan. MC 30 ( aspal cair /
Cutback Asphalt). Aspal emulsi (1 bagian air: 1 bagian pengemulsi ).
Bahan yang digunakan untuk Tackcoat adalah : AC 10 (penetrasi 80-100), AC 20
(penetrasi 60-70) diencerkan dengan minyak tanah 25 sid 30 PPh (25/30 bagian minyak
dengan 100 bagian aspal) atau disesuaikan dengan kebutuhan dilapangan. Aspal emulsi
(1 bagian air: 1 bagian pengemulsi ).
2. Aspal Beton
Beton adalah agregat yang dicampur dengan Portland cement, karena proses
kimia campuran ini menjadi keras dan membentuk masa yang padat. Sedangkan aspal
beton adalah beton dengan bahan pengikat aspal yang dicampur dalam keadaan panas.
Campuran panas terdiri dari: aspal, batuan dan filler yang setelah diaduk diangkut dengan
truk ke lokasi pekerjaan, kemudian dimasukkan ke alat penghampar. Batuannya
berbentuk pasir, kerikil, batu yang dibagi sebagai agregat halus (pasir) dan kasar. Filler
atau mineral pengisi rongga udara pada campuran aspal semen dengan agregat, antara
lain semen portland, debu batu kapur/karang yang dipecah.
Aspal semen adalah aspal yang diolah untuk pengaspalan perkerasan jalan, ada
yang keras dan setengah keras, dan setelah dipanasi akan mencair. Bahan-bahan
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 11
Perkerasan jalan
pembuatannya harus sesuai dengan spesifikasi Dit.Jen. Bina Marga mengenai batuan,
aspal dan pencampurannya:
Agregat harus bergradasi baik, mempunyai sudut, bersih dan keras.
Aspal harus sesuai: penetrasi titik nyala, jumlahnya, tidak berair dan terkontaminasi,
viscositas dan ductilitas baik.
Pencampuran dengan perbandingan dan temperatur tertentu, dan alat pencampur berjalan
dengan baik.
Agar pencampuran ada yang besar dan kecil, dengan perbedaan pada
pengaturan/penempatan komponen. Agregat ditimbun pada suatu tempat, aspal semen
disimpan dalam tangki, mineral pengisi dalam tempat khusus (silo). Yang dipanasi hanya
agregat supaya kering, dan aspal semen supaya mencair.
2.5. Lapisan Konstruksi Perkerasan Jalan
Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang
tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :
1. Lapisan tanah dasar (sub grade)
2. Lapisan pondasi bawah (subbase course)
3. Lapisan pondasi atas (base course)
4. Lapisan permukaan / penutup (surface course)
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 12
Perkerasan jalan
2.6. Fungsi Konstruksi Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan
untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu belah atau
batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat.
2.7. Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan
Macam-macam konstruksi perkerasan jalan terdiri dari dua, yaitu:
2.7.1 Konstruksi Perkerasan Kaku ( Rigit Pavement )
Struktur jalan kaku ( Rigid Pavement ) disebut juga perkerasan jalan beton semen.
Dapat dilaksanakan pada kondisi daya dukung tanah dasar yang kurang baik ( kecil, misal
berkisar nilai 2 % ), atau beban lau lintas yang harus dilayani relatif besar, maka dibuat
solusi dengan konstruksi perkerasan kaku ( rigis pavement ).
Struktur perkersan kaku terdiri atas pelat beton yang diletakan pada lapis pondasi
bawah yang menumpu pada tanah dasar, dengan atau tanpa lapis permukaan beraspal di
atasnya. Jelasnya lihat gambar 3.4. Bebeda dengan perkerasan lentur, beban lalu lintas
pada perkerasan kaku sepenuhnya dapat dipikul oleh pelat beton. Yang diterima oleh
tanah dasar relatif kecil.
Gambar 3.4 Struktur Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement )
1. Lapisan Tanah Dasar ( Sub Grade )
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 13
Perkerasan jalan
Dalam Struktur perkerasan beton semen, tanah dasar hanya dipengaruhi tegangan
akibat beban lalu lintas dalam jumlah relatif kecil, akan tetapi daya dukung dan
keseragaman tanag dasar sangat mempengaruhi keawetan dan kekuatan perkerasan kaku.
Untuk memperoleh daya dukung dan keseragamannya maka dalampelaksanaan
konstruksi perlu diperhatikan faktor-faktor :
a. Kadar air pemadatan ( harus dalam kondisi kadar air yang optimum )
b. Kepadatan, dan
c. Perubahan kadar air selama masa pelayanan.
Daya dukung tanah dasar pada konstruksi perkerasan beton semen, ditentukan
berdasarkan nilai CBR insitu sesuai dengan SNI 03 – 1731 – 1989, atau CBR
laboratorium sesuai dengan SNI 03 – 1744 – 1989. Dapat juga didasarkan modulus sub
grade reaction (k). Bila dibandigkan fungsi tanah dasar pada perkerasan lentur, secara
relatif fungsi tanah dasar pada perkersan kaku, tidak terlalu menetukan dalam arti kata
bahwa perubahan besarnya daya dukung tanah dasar tidak berpengaruh terlalu besar
terhadap ketebalan pelat beton.
2. Lapisan Pondasi Bawah ( Sub Base Course )
`Hanya ada lapis pondasi, yaitu lapis pondasi bawah. Karenanya dapat juga
langsung disebut lapis pondasi. Pada umumya fungsi lapis pondasi bawah ( sub base )
untuk struktur perkersan kaku, tidak berfungsi terlalu struktural, dalam arti kata
keberadaanya tidak untuk menyumbangkan nilai struktur terhadap tebal pelat beton.
Lapis pondasi perkerasan kaku mempunyai fungsi utama sebagai lantai kerja yang
rata dan uniform, disamping itu fungsi lainnya adalah :
a. Mengendalikan kembang dan susut tanah dasar.
b. Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan retakan dan tepi-tepi plat.
c. Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 14
Perkerasan jalan
3. Lapisan Pelat Beton
Pelat beton terbuat dari beton semen mempunyai mutu tinggi, yang di cor
setempat diatas pondasi bawah. Lapisan pelat beton dibuat dari bahan yang biasa
dipergunakan untuk konsruksi beton, seperti diuraukan di bawah ini.
a. Semen
Semen yang digunakan merupakan semen jenis portland yang memenuhi AASHTO
M-85 kecuali jenis IA, IIA, IIIa, dan IV.
b. Air
c. Agregat
d. Campuran Beton
Kekuatan struktur beton umumnya dinilai dari kekuatan nilai kuat tekan
( compressive strength ). Namun untuk struktur perkerasan kaku faktor kekuatan
ditentukan oleh parameter nilai kuat tarik lentur, karena pada pelat beton dengan
perbandingan panjang dan lebar yang besar tekanan pada beton relatif kecil,
sedangkan lenturan yang menyebabkan gaya tarik cukup besar.
e. Batang Tulangan
Batang tulangan baja yang dipakai, mengikuti SII 0136-84 “ Baja Tulangan Beton,
atau AASHTO M-32 “ Kawat Baja Tarikan Dingin Untuk Penulangan Beton”,
AASHTO M-55 “ Anyaman Kawat Baja Dilas Untuk Penulangan Beton”.
Baja tulangan yang dipakai merupakan baja polos atau baja berulir dengan mutu
BJTU-24. Untuk penulangan berupa anyaman baja harus mengikuti AASHTO M-55.
Kawat pengikat baja tulangan harus dari baja lunak sesuai AASHTO M32-78.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 15
Perkerasan jalan
Diameter baja tulangan yang dipakai bervariasi tergantung beban kerja, namun
umumnya D-16 mm, 19 mm atau 25 mm. Dengan masing-masing selimut beton yang
dipakai 3,5 mm, 5mm, dan 6 mm
2.7.2 Konstruksi Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement )
2.7.2.a Jenis Dan Fungsi Lapisan Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement )
Konstruksi perkerasan lentur tersiri dari lapisan-lapisan yang diletakan di atas
tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima
beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Bebean kendaraan
dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata Po.
Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar penjadi P1
yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar, seperti yang ditunjukan pada gambar 3.1
Gambar 3.1 Penyebaran Beban Roda Melalui Perkerasan Jalan
Konstruksi perkerasan lentur jalan raya tersiri atas lapisan-lapisan yang dapat
dikelompokan menjadi 4 bagian, seperti pada gambar 3.2
Lapisan Permukaan ( Surface Course )
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 16
Perkerasan jalan
Lapisan Pondasi Atas ( Base Course )
Lapisan Pondasi Bawah ( Sub Base Course )
Lapisan Tanah Dasar ( Sub Grade )
Gambar 3.2 Susunan Konstruksi Lapisan Perkerasan Lentur
Sedangkan beban lalu lintas yang bekerja di atas konstruksi perkerasan
dapat dibedakan atas :
Muatan kendaraan yang berupa beban vertikal
Gaya rem kendaraan yang berupa beban horizontal
Pukulan roda kendaraan yang berupa getaran
Oleh karena itu sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing-
masing lapisan berbeda dan semakin kebawah semakin kecil. Lapisan permukaan harus
mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapisan pondasi atas menerima gaya
vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap menerima gaya vertikal saja. Oleh
karena itu terdapat perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing
lapisan.
4. Lapisan Permukaan ( Surface Course )
Lapisan yang terletak paling atas disebut lapisan permukaan, berfungsi antara lain
sebagai berikut :
a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, dengan persyaratan harus mempunyai
stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 17
Perkerasan jalan
b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan
di bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
c. Lapisan aus ( wearing Coure ), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem
kendaraan sehingga mudah aus.
d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapis bawah, sehingga dapat dipukul oleh lapisan
lain dengan daya dukung yang lebih buruk.
Untuk dapat memenuhi fungsi tersebit di atas, pada umumnya lapisan permukaan
dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang
kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Jenis lapis permukaan
yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
Lapisan Non-Struktural
a. Burtu ( Laburan aspal satu lapis ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal
maksimum 2 cm.
b. Burda ( Lapisan aspal dua lapis ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal yang ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal
padat maksimum 3,5 cm.
c. Latasir ( Lapisan Tipis Aspal Pasir ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus di campur, dihampar dan dipadatkan
pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm.
d. Buras ( Laburan Aspal ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal
taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inchi.
e. Latasbum ( Lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur
secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 18
Perkerasan jalan
Lapisan Struktural
a. Penetrasi Macadam ( Lapen ), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat
pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal
dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen
ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis
dapat bervariasi antara 4 – 10 cm.
b. Lasbutag merupak suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran
antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan
secara dingin. Tebal pada tiap lapisannya antara 3 – 5 cm.
c. Laston ( Lapisan aspal beton ), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang
terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menrus,
dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu.
5. Lapisan Pondasi Atas ( Base Course )
Lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi bawah dan lapis
permukaan dinamakan lapis pondasi atas ( base course ). Karena tepat terletak di bawah
permukaan perkerasan maka lapisan ini menerima pembebanan yang berat dan yang
paling menderita akibat muatan, oleh karena itu material yang digunakan harus
berkualitas sangat tinggi dan pelaksanaan konstruksi harus dilaksanakan dengan cermat.
Secara umum base course mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkannya
ke lapisan di bawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan di bawahnya.
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 19
Perkerasan jalan
Sebagaimana disebutkan di depan bahwa material yang digunakan untuk lapis
pondasi atas ( base course ) adalahmaterial yang cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas
tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR ( california bearing
ratio ) > 50 % Plasitas Index (PI) < 4 %. Bahan-bahan alam seperti batu pecah, kerikil
pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai base course.
Jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
a. Agregat bergradasi baik, dapat dibagi atas batu pecah kelas A, batu pecah kelas B,
dan batu pecah kelas C. Batu pecah kelas A mempunyai gradasi lebih kasar dari batu
pecah kelas B, dan batu pecah kelas B lebih kasar dari batu pecah kelas C. Kriteria
dari jenis lapisan di atas dapat diperoleh dari spesifikasi yang diberikan. Sebagai
contoh diberikan persyaratan gradasi dari lapisan pondasi kelas B. Lapis pondasi
kelas B tersiri dari campuran kerikil pecah atau batu pecah dengan berat jenis
seragam dengan pasir, lanau atau lempung dengan persyartan di bawah ini :
Tabel 3.1 Persyaratn Berat Jenis
Partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0,02 mm harus tidak lebih dari 3
% dari berat total contoh bahan yang diuji.
b. Pondasi Macadam
c. Pondasi Telford
d. Penetrasi Mcadam ( Lapen )
e. Aspal Beton Pondasi ( Asphalt Concrete Base / Asphalt Treated Base )
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 20
Perkerasan jalan
f. Stabilisasi yang terdiri dari :
Stabilisai agregat dengan semen ( Cement Treated Base )
Stabilisai agregat dengan kapur ( Lime Treated Base )
Stabilisai agregat dengan aspal ( Asphalt Treated Base )
6. Lapisan Pondasi Bawah ( Sub Base Course )
Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar
dinamakan lapis pondasi bawah ( sub base ) yang berfungsi sebagai :
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR ( 20 % dan Plastisitas Indeks (PI) >
10 %
b. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif murah dibandingkan
dengan lapisan perkerasan di atasnya.
c. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal
d. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi
e. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan dengan
kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh
cuaca, atau lemahnya daya dukug tanah dasar menahan roda alat berat.
f. Lapisan untuk mencegah partikel-patrikel halus dari tanah dasar naik ke lapis
pondasi atas. Untuk lapisan itu lapisan pondasi bawah haruslah memenuhi syarat
filter, yaitu :
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 21
Perkerasan jalan
Dimana :
D15 : diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 15 %
D85 : diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 85 %
Jenis lapisan pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah :
a. Agregat bergradasi baik, dibedakan atas sirtu/pitrun yang terdiri dalam kelas A, kelas
B dan kelas C. Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B, yang masing-
masing dapat dilihat pada spesifikasi yang diberikan.
b. Stabilisasi yang terdiri dari :
Stabilisai agregat dengan semen ( Cement Treated Base )
Stabilisai agregat dengan kapur ( Lime Treated Base )
Stabilisai agregat dengan aspal ( Asphalt Treated Base )
7. Lapisan Tanah Dasar ( Sub Grade )
Lapisan tanah setebal 50 – 100 cm dimana di atasnya akan diletakan lapisan
pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar ( sub grade ) yang dapat berupa tanah asli
yang dipadatkan ( jika tanah aslinya baik ), tanah yang didatangkan dari tempat lain dan
dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan
yang baik akan diperoleh jika dilakukan pada kondisi kadar air optimum dan diusahakan
kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai dengan
pelengkapan drainase yang memnuhi syarat. Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan
tanah dasar ( sub grade ) dapat dibedakan atas ( seperti yang ditunjukan pada gambar 3.3)
a. Lapisan tanah dasar, tanah galian
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 22
Perkerasan jalan
b. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan
c. Lapisan tanah dasar, tanah asli
Sebelum lapisan-lapisan lainnya diletakan, tanah dasar ( sub grade ) dipadatkan terlebih
dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume, sehingga dapat
dikatakan bahwa kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh
sifat-sifat daya dukug tanah dasar.
Gambar 3.3 Jenis Tanah Dasar Ditinjau Dari Tanah Asli
Masalah-masalah yang sering dijumpai menyangkut tanah dasar ( sub grade )
adalah :
a. Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat beban lalu lintas. Perubahan
bentuk yang besar akan menyebabkan jalan tersebut rusak. Tanah-tanah dengan
plastisitas tinggi cenderung akan mengalami hal ini. Lapisan-lapisan tanah lunak
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 23
Perkerasan jalan
yang terdapat di bawah tanah dasar harus diperhatikan. Daya dukung tanah dasar
yang ditunjukan nilai CBR dapat merupakan indikasi dari perubahan bentuk yang
dapat terjadi.
b. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam tanah yang
sangat berbeda. Penelitian yang seksama atas jenis dan sifat tanah dasar sepanjang
jalan dapat mengurangi akibat tidak seragamnya daya dukung tanah dasar.
Perencanaan tebal perkerasan dapat dibuat berbeda-beda dengan membagi jalan
menjadi segmen-segmen berdasarkan sifat tanah yang berlainan.
c. Perbedaan penurunan ( differntial settlement ) akibat terdapatnya lapisan-lapisan
tanah lunak di bawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
tetap. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penyelidikan tanah dengan diteliti.
Pemeriksaan dengan menggunakan alat bor dapat memberikan gambaran yang jelas
tentang lapisan tanah di bawah lapis tanah dasar.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 24
Perkerasan jalan
BAB IV
DASAR PERHITUNGAN KONSTRUKSI
PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT)
1.1 KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR
Perencanaan konstruksi lapisan perkerasan lentur jalan yangakan diuraikan dalam buku
ini, yaitu perkerasan lentur untuk jalan baru dengan Metoda Analisa Komponen Departemen
Pekerjaan Umum.
Karakteristik Perkerasan Lentur :
1. Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi kenyamanan bagi pengguna
jalan.
2. Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal.
3. Seluruh lapisan ikut menanggung beban.
4. Penyebaran tegangan kelapisan tak\nah dasar sedemikian sehingga tidak merusak lapisan
tanah dasar (subgrade)
5. Usia rencana maksimum 20 tahun.
6. Selama usia rencana diperlukan pemeliharaan secara berkala.
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 25
Perkerasan jalan
1.2 ANALISIS LALU LINTAS
Persentase Kendaraan pada lajur rencana
Jalur rencana (JR) merupakan jalur lalulintas dari suatu ruas jalan raya yang terdiri dari
satu jalur atau lebih. Jiak jalan tidak meempunyai tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan
dari lebar perkerasan.
Angka Ekivalen (E) untuk beban sumbu kendaraan
Perhitungan angka Ekivalen (E) kendaraan, untuk masing-masing sumbu dapat dicari
dengan rumus:
a. Angka ekiavlen sumbu tunggal
E =(beban satu tunggal dalam kg )4
8160
b. Angka ekivalen sumbu ganda
E = 0 , 086(beban satu sumbu ganda dalam kg )4
8160
Perhitungan Lalu lintas
a. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Dicari dengan menggunakan rumus:
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 26
Perkerasan jalan
LEP = ΣT
MP
LHR2008 × Ei×Ci
Dimana nilai-nilai yang tersebut diatas dapat ditentukan dengan menggunakan daftar II
buku “SNI. Bidang Pekerjaan Umum Mengenai Perkerasan jalan – Standar 1 –
Departeman Pekerjaan Umum. Halaman 7”.
b. Lintas ekivalen Akhir (LEA)
LEA = LEP (1 + i)n
dimana : n = umur rencana (tahun)
i = perkembangan lalu lintas
c. Lintas ekivalen tengah (LET)
LET = ½ (LEP + LEA)
dimana : LEP = lintas ekivalen permulaan
LEA = Lintas ekivalen akhir
d. Lintas Ekivalen Rencana (LER)
LER = LET . FP
dimana : FP =
(1 + i )UR − 1
10e log (1 + i )
LET = Lintas Ekivalen tengah
1.3 PROSEDUR TEBAL PERKERASAN LENTUR
1. Daya Dukung Tanah dasar (DDT)
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 27
Perkerasan jalan
Daya dukung tanah dasar (DDT), Ditetapkan berdasarkan grafik Korelasi (gambar 1)-
halaman11. Yang dimaksud dengan harga CBR disiniadalah harga CBR lapangan atau CBR
laboratorium.
Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan
tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBRnya. Dapat juga mengukur
langsung dilapangan (musim hujan/direndam). CBR lapangan biasanya digunakan untuk
perencanaan lapis tambahan (overlay).
2. Tentukan umur rencana dari jalan yang hendak direncanakan.
Umumnya jalan baru mempergunakan umur rencana 20 tahun, dapat dengan konstruksi
berkala (stage konstruction)atau tidak. Jika dilakukan konstruksi bertahap, tentukan tahapan
pelaksanaanya
3. Tentukan Faktor pertumbuhan lalulintas selama masa pelaksanaan dan selama umur
rencana, i %
4. Tentukan Faktor Regional (FR)
Faktor Regional berguna untuk memprhatikan kondisi jalan yang berbeda antara jalan
yang satu dengan jalan yang lain. Bina marga memberikan angka yang bervareasi antara 0,5
dan 4 seperti pada daftar IV – halaman 12, Buku “SNI. Bidang Pekerjaan Umum Mengenai
Perkerasan jalan – Standar 1 – Departeman Pekerjaan Umum”.
5. Nilai Indeks permukaan Awal (IPo)
Diambil berdasarkan daftar VI – halaman 14, Buku “SNI. Bidang Pekerjaan Umum
Mengenai Perkerasan jalan – Standar 1 – Departeman Pekerjaan Umum”.
6. Mencari Indeks Permukaan Akhir (IPt)
Diambil berdasarkan daftar V – halaman 13, Buku “SNI. Bidang Pekerjaan Umum Mengenai
Perkerasan jalan – Standar 1 – Departeman Pekerjaan Umum”.
7. Mencari ITP (Indeks Tebal Perkerasan)
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 28
Perkerasan jalan
Diambil berdasarkan lampiran 1 – halaman 22-30, Buku “SNI. Bidang Pekerjaan Umum
Mengenai Perkerasan jalan – Standar 1 – Departeman Pekerjaan Umum”. Dimana nilai ITP
tersebut dapat ditentukan sesudah didapat nilai DDT, IPT, FR dan IPo.
8. Mencari tebal masing-masing lapisan perkerasan
a. Lapisan pemukaan
Dari Daftar VII danVIII, halaman 15-17, Buku “SNI. Bidang Pekerjaan Umum Mengenai
Perkerasan jalan – Standar 1 – Departeman Pekerjaan Umum”. Dengan tabel tersebut
akan didapat nilai Koefisien kekuatan relatif (a1) dan tebal minimum (D1).
b. Lapisan pondasi atas(base)
Penentuan tebal lapisan pondasi atas dapat dilihat Dari lanjutan Daftar VII danVIII,
halaman 16-17. Dengan tabel tersebut akan didapat nilai Koefisien kekuatan relatif (a2)
dan tebal minimum (D2).
c. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base)
Penentuan tebal lapisan pondasi atas dapat dilihat Dari lanjutan Daftar VII danVIII,
halaman 16-17. Dengan tabel tersebut akan didapat nilai Koefisien kekuatan relatif (a3).
Untuk menentukan nilai D3 harus menggunakan rumus:
ITP = a1.D1 + a2. D2 + a3.D3
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 29
Perkerasan jalan
Dimana : -
a1 = Koefisien kekuatan relatif lapisan permukaan
a2 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas
a3 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi bawah
D1 = Tebal lapisan permukaan
D2 = Tebal lapisan pondasi atas
D3 = Tebal lapisan pondasi bawah
ITP = Indeks Tebal Perkerasan
BAB IV
PERHITUNGAN ANALISIS PERNCANAAN
4.1. Perhitungan Angka Pertumbuhan dan Menentukan Kelas Jalan
4.1.1. Data Lalu-Lintas
DATA SURVEI LALU-LINTAS KOTA BANDUNG TAHUN 2002-2008
1. Data perencanaan A. Data Lalu Lintas
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 30
Tahun
Jumlah Total Jumlah tiap jenis Kendaraan (%)
%
LL / Unit PC PU
T2as
T3as
T4as
Trailer Bus MC
1998 21000 35.9 8.3 12.5 4.5 9.5 8.3 8.5 12.5 100
1999 23000 34.515.5 6.8 3.5 11.5 5.5 15.9 6.8 100
2000 25500 32.512.5 13.5 5 5 4.5 8.5 18.5 100
2001 29000 27.510.
18.5 8.5 9.5 5.5 9.5 10.5 100
Perkerasan jalan
A.1.1. Metode Regresi Sederhana
NO Tahun Y X X . Y X2
1 1998 21000 -3 -63000 9
2 1999 23000 -2 -46000 4
3 2000 25500 -1 -25500 1
4 2001 29000 0 0 0
5 2002 33700 1 33700 1
6 2003 34000 2 68000 4
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 31
Tahun
Jumlah Total Jumlah tiap jenis Kendaraan (%)
%
LL / Unit PC PU
T2as
T3as
T4as
Trailer Bus MC
1998 21000 35.9 8.3 12.5 4.5 9.5 8.3 8.5 12.5 100
1999 23000 34.515.5 6.8 3.5 11.5 5.5 15.9 6.8 100
2000 25500 32.512.5 13.5 5 5 4.5 8.5 18.5 100
2001 29000 27.510.
18.5 8.5 9.5 5.5 9.5 10.5 100
Perkerasan jalan
7 2004 38000 3 114000 9
Jumlah 204200 0 81200 28
Dari persamaan regresi Y’ = a + b.x
I.∑ Y = a.n + b ( ∑X ) → n = 7 tahun
204200 = a . 7 + b . 0 → a =
2042007 = 29171,43
∑XY = a . ( ∑ X ) + b . ( ∑ X2 )
81200 = a . 0 + b . 28 → b =
8120028 = 2900
Perhitungan i pada tahun 2004
No Tahun X Y' = a + b .x
1 1998 -3 20471.4286
2 1999 -2 23371.4286
3 2000 -1 26271.4286
4 2001 0 29171.4286
5 2002 1 32071.4286
6 2003 2 34971.4286
7 2004 3 37871.4286
Jadi angka pertumbuhan lalu lintas (i1) pada tahun 2004 adalah sebagai berikut.
i1 =
( y 'max− y 'miny 'min
) X 100 %
n
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 32
Perkerasan jalan
=
(37871 . 4286-20471. 428620471 . 4286
) X 100%
7
= 12,143 %
4.1.2.Perhitungan Angka Pertumbuhan Lalu Lintas Tahun 2009
Dari persamaan regresi di atas, didapat nilai a = 29171 dan b = 2900. Nilai tersebut
digunakan untuk perhitungan pertumbuhan umur rencana (n = 5 tahun) yaitu pertumbuhan lalu
lintas pada Tahun 2009. Adapun perhitungannya diuraikan seperti di bawah ini.
Perhitungan i pada tahun 2009
No Tahun X Y' = a + b .x
1 2005 4 40771.4286
2 2006 5 43761.4286
3 2007 6 46571.4286
4 2008 7 49471.4286
5 2009 8 52371.4286
Jadi angka pertumbuhan lalu lintas (i1) pada tahun 2009 adalah sebagai berikut.
i1 = (Y ' max−Y ' minY ' min )x 100%
n
= ( 52371.4286−40771.428640771.4286 )x 100 %
5
= 5,69 %
Perhitungan jumlah kendaraan :
LHR = Σ LHR
365=38000
365 = 104.109 unit kendaraan
Volume lalulintas jalan arteri di tahun 2004 adalah sbb :
Pasanger Car (PC) → 31,5% x 104.1096 = 33 kendaraan
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 33
Perkerasan jalan
Pick Up (PU) → 7.8% x 104.1096 = 8 kendaraan
T2 as → 7.8% x 104.1096 = 8 kendaraan
T3 as → 8,5% x 104.1096 = 9 kendaraan
T4 as → 8,5% x104.1096 = 9 kendaraan
Trailer → 3,5% x 104.1096 = 4 kendaraan
Bus → 15,9% x 104.1096 = 16 kendaraan
Motor Cicle (MC) → 16,5% x 104.1096 = 17 kendaraan +
= 104 kendaraan
Klasifikasi jalan Arteri di Bandung berdasarkan data lalu lintas dengan n = 5 tahun dan
proyeksi pertumbuhan lalu lintas (i) adalah 5,69%. Maka didapat volume kendaranaan tahun
2009 dalam satuan unit kendaraan adalah sebagai berikut :
Volume Kendaraan2009 = ( 1 + i)n x Volume Kendaraan2004
Dimana : i = perkembangan lalu lintas = 5.69%
n = 5 tahun
Pasanger Car (PC) = (1 + 0,0569)5 x 33 = 43.5 kendaraan/hari
Pick Up (PU) = (1 + 0,0569)5 x 8 = 10.5 kendaraan/hari
T2 as = (1 + 0,0569)5 x 8 = 10.5 kendaraan/hari
T3 as = (1 + 0,0569)5 x 9 = 11.8 kendaraan/hari
T4 as = (1 + 0,0569)5 x 9 = 11.8 kendaraan/hari
Trailer = (1 + 0,0569)5 x 4 = 5.2 kendaraan/hari
Bus = (1 + 0,0569)5 x 16 = 21.1 kendaraan/hari
Motor Cicle (MC) = (1 + 0,0569)5 x 17 = 22.4 kendaraan/hari +
= 136.8 kendaraan/hari
Setelah didapat volume kendaraan pada tahun 2009 dalam satuan unit kendaraan maka
dapat dikonversi kedalam Satuan Mobil Penumpang
Pasanger Car (PC) = 43.5 x 1 = 43.5 SMP
Pick Up (PU) = 10.5 x 1 = 10.5 SMP
T2 as = 10.5 x 2 = 21 SMP
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 34
Perkerasan jalan
T3 as = 11.8 x 2,5 = 29.5 SMP
T4 as = 11.8 x 3 = 35.4 SMP
Trailer = 5.2 x 3 = 15.6 SMP
Bus = 21.1 x 3 = 63.3 SMP
Motor Cicle (MC) = 22.4 x 0,5 = 11.2 SMP +
= 230 SMP
Maka didapat LHR pada tahun 2009 sebesar 230 SMP, maka ruas jalan Arteri di Kota
Bandung termasuk jalan kriteria kelas jalan IIC, dimana jumlah lalu lintas harian rata-rata
(LHR)lenih dari 20.000 SMP.
Klasifikasi Jalan RayaTotal LHR
(dalam SMP)
Beban
Gander
TunggalFungsi
PelayananKelas Jalan
Jalan Raya Utama I > 20.000 > 10 ton
Jalan Sekunder
II A 6000 - 20.000 > 5 ton
II B 1.500 - 8.000 < 5 ton
IIC < 2.000 < 2 ton
Jalan Penghubung III -- --
4.2.Perhitungan CBR
4.2.1 Perhitungan CBR segmen 1
Table data CBR lapangan atau titik
No. Stationing CBRKelas Tanah
1 0 + 000 4,1 Sedang
2 0 + 100 3,1 Jelek
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 35
Perkerasan jalan
3 0 + 200 4,1 Sedang
4 0 + 300 6,1 Sedang
5 0 + 400 2,1 Jelek
6 0 + 500 4,1 Sedang
7 0 + 600 3,1 Jelek
8 0 + 700 5,1 Sedang
9 0 + 800 6,1 Sedang
10 0 + 900 4,1 Sedang
11 1 + 000 3,1 Jelek
12 1 + 100 8,1 Baik
13 1 + 200 10,1 Baik
14 1 + 300 4,1 Sedang
15 1 + 400 3,1 Jelek
Mencari nilai CBR yang mewakili
Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka presentasi 90%
No.
CBRJumlah yang sama
dan lebih besar
Prosentase jumlah yang sama
dan lebih besar
1 2.1 15 15/15 x 100% = 100%
2 3.1 14 14/15 x 100% = 93.3%
3 3.1 14 93.3%
4 3.1 14 93.3%
5 3.1 14 93.3%
6 4,1 10 10/15 x 100% = 66.6%
7 4,1 10 66.6%
8 4,1 10 66.6%
9 4,1 10 66.6%
10 4,1 10 66.6%
11 5,1 5 5/15 x 100% = 33,33%
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 36
Perkerasan jalan
12 6,1 4 4/15 x 100% = 26.6%
13 6,1 4 26.6%
14 8,1 2 2/15 x 100% = 13.3%
15 10,1 1 1/15 x 100% = 6,66%
100
90 Dari Grafik didapat CBR yang mewakili = 2.3
80
70
60
50
40
30
20
10
01 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4.2.3 Perhitungan CBR Segmen 2
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 37
Perkerasan jalan
Tabel data CBR lapangan atau titik
No. Stationing CBRKelas Tanah
1 1 + 500 4,1 Sedang
2 1 + 600 3,1 Jelek
3 1 + 700 2,1 Jelek
4 1 + 800 13,1 Baik
5 1 + 900 2,1 Jelek
6 2 + 000 8,1 Baik
7 2 + 100 9,1 Jelek
8 2 + 200 5,1 Sedang
9 2 + 300 6,1 Sedang
10 2 + 400 8,1 Baik
11 2 + 500 8,1 Baik
12 2 + 600 9,1 Baik
13 2 + 700 8,1 Baik
14 2 + 800 9,1 Baik
15 2 + 900 8,1 Baik
Mencari Nilai CBR yang mewakili, adalah nilai CBR yang didapat dari angka presentasi 90 %
No.
CBRJumlah yang sama
dan lebih besar
Prosentase jumlah yang sama
dan lebih besar
1 2.1 15 100%
2 2.1 15 100%
3 3.1 13 86.6%
4 4.1 12 80%
5 5.1 11 73.3%
6 6,1 10 66.6%
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 38
Perkerasan jalan
7 8,1 9 60%
8 8,1 9 60%
9 8,1 9 60%
10 8,1 9 60%
11 8,1 9 60%
12 9,1 4 26.6%
13 9,1 4 26.6%
14 9,1 4 26.6%
15 13,1 1 6,66%
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 12 13
Dari Perhitungan diatas didapat CBR yang mewakili adalah 2.7
Menentukan daya dukung tanah (DDR) Subgrade
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 39
Perkerasan jalan
CBR yang mewakili adalah 2.7 dan 2.3 maka yang diambil nilai CBR yang mewakili adalah 2.3 maka dari grafik gambar I buku SNI hubungan antara CBR dan nilai DDT, didapat nilai DDT sebesar 3.2
Menentukan Nilai factor regional (FR)
Ada beberapa factor regional yang mempengaruhi pada perencanaan konstruksi perkerasan jalan adalah :
a. Kelandaian +/- 80% (Kelandaian II 6 – 10 %)
b.Curah hujan iklim II > 950 mm/th
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 40
Perkerasan jalan
Faktor Regional
Keterangan Kelandaian I (<6%) Kendaraan Berat
Kelandaian II (6-10%) Kendaraan Berat
Kelandaian III (> 10%) Kendaraan
Berat
≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 %
Iklim I < 900 mm/th 0.5 1.0-1.5 1 1.5-2 1.5 2.0-2.5
Iklim II > 900 mm/th 1.5 2.0 2 2.5-3 2.5 3.0-3.5
4.3.Perencanaan tebal lapisan Flexible Pavement
Rencana tebal lapisan overlay dengan metode alanisa komponen binamarga. Bila tahap
pembangunan dimulai pada tahun 2014 dengan (i2) = 4,0% dan 5% dengan ketentuan pekerjaan
konstruksi dilakukan bertahap hingga LDR = 20 tahun, curah hujan max = 955mm/tahun.
Data volume kendaraan Tahun 2009
Kendaraan LHR
PC
PU
T2as
T3as
T4as
Trailer
Bus
MC
43.5
10.5
10.5
11.8
11.8
5.2
21.1
22.4
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 41
Perkerasan jalan
Total 136.8 kendaraan/hari
Karena pembangunan dimulai 2014 dengan i2= 4,0%
LHR pada tahun 2014 (awal pembangunan dimulai)
Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan/hari
PC =(1+0,04)5 x 43.5 = 52.92
PU =(1+0,04)5 x 10.5 = 12.77
T2as =(1+0,04)5 x 10.5 = 12.77
T3as =(1+0,04)5 x 11.8 = 14,35
T4as =(1+0,04)5 x 11.8 = 14,35
Trailer =(1+0,04)5 x 5.2 = 6.32
Bus =(1+0,04)5 x 21.1 = 25,57
MC =(1+0,04)5 x 22.4 = 27.25
LHR tahun 2014 = 169,9 Kendaraan/hari
- Umur Rencana adalah 20 tahun; dikarenakan pekerjaan pekerjaan konstruksi dilakukan
secara bertahap maka umur rencana dibagi menjadi 5+15 tahun.
- Menghitung LHR pada tahun ke-15 dan ke-20 menggunakan rumus (1+i)n x LHR 2014
dengan i= 4,0%
Jenis Kendaraan5 tahun 20 tahun
LHR 2014 (1+i)5 LHR 2014 (1+i)20
PC 65,1 kendaraan 117,2 kendaraan
PU 17,7 kendaraan 31,9 kendaraan
T2as 17,7 kendaraan 31,9 kendaraan
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 42
Perkerasan jalan
T3as 17,7 kendaraan 31,9 kendaraan
T4as 17,7 kendaraan 31,9 kendaraan
Trailer 7,4 kendaraan 13,3 kendaraan
Bus 29,6 kendaraan 53,3 kendaraan
MC 32,5 kendaraan 58,6 kendaraan
Krisna Tria Wisandi (0902159) Page 43