23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat. Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat 1

Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

  • Upload
    meylhan

  • View
    616

  • Download
    28

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah program K3

Citation preview

Page 1: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangKondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum

diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.                   

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

1

Page 2: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud kesehatan dan keselamatan kerja ?2. Bagaimana tinjauan tentang tenaga tesehatan ?3. Bagaimana manajemen resiko dalam keselamatan dan kesehatan kerja ?4. Bagaiaman peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan Kerja ?5. Bagaimana pengendalian melalui jalur kesehatan (Medical Control) ?

.

C. Tujuan PenulisanTujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:

1. Kesehatan dan keselamatan kerja2. Tinjauan tentang tenaga kesehatan3. Manajemen resiko dalam keselamatan dan kseehatan kerja4. Peran tenanga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja5. Pengendalian melalui jalur kesehatan

2

Page 3: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan KerjaKeselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk

menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

1. Sebab-sebab Kecelakaan

Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.

Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak

3

Page 4: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.

Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.

2. Faktor - faktor KecelakaanStudi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri terdapat

kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.

Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.

3. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga

komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. a) Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

b) Beban Kerja Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.

4

Page 5: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

c) Lingkungan Kerja Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan 1. Pengertian Tenaga Kesehatan

Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.

Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di atas.

C. Manajemen Resiko Dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. Konsep dasar manajemen resikoManajemen risiko kesehatan adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan. Tujuan utama

manajemen risiko kesehatan adalah menurunkan risiko pada tahap yang tidak bermakna sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap kesehatan pekerja.Tujuan tersebut hanya akan tercapai melalui kerja sama antara profesional kesehatan dan keselamatan kerja yang membantu manajemen dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program kesehatan kerja, dengan pengusaha yang bertanggung jawab dalam menjamin kesehatan dan keselamatan perusahaan pada tingkat yang setinggi tingginya. Terkait dengan pemenuhan legislasi dan peraturan, pencegahan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tanggung jawab dari pengusaha. Meskipun demikian keberhasilan kegiatan manajemen risiko kesehatan dengan efektifitas dan efisiensinya sangat tergantung pada kerjasama antara berbagai pihak yang terlibat dalam program kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk pekerja. Dalam hubungan ini, partisipasi pekerja merupakan hal mutlak yang tidak hanya terkait dengan peningkatan pengetahuan melalui pelatihan, tetapi menjamin implementasi program promosi kesehatan dan menjamin tercapainya keberhasilan program.

5

Page 6: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Manajemen risiko kesehatan di tempat kerja mempunyai tujuan: meminimalkan kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman,memotong mata rantai kejadian kerugian akibat kegagalan produksi yang disebabkan kecelakaan dan sakit, serta pencegahan kerugian akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Komponen utama manajemen risiko kesehatan dalam kesehatan kerja adalah penilaian risiko (risk assessment), surveilans kesehatan (health surveillance), dan pencatatan (records). Di dalam komponen penilaian risiko (risk assessment), terdapat unsur tahapan yang meliputi Identifikasi bahaya (hazard identification), Penilaian dosis/intensitasefek (dose-effect assessment), dan karakterisasi risiko. Untuk dapat melakukan karakterisasi risiko perlu diketahui status kesehatan pekerja dan penilaian pajanan. Di dalam komponen surveilans kesehatan tercakup unsur surveilans medis dan pemantauan biologis.

Program Kesehatan Kerja mempunyai tujuan utama yaitu memberikan perlindungan kepada pekerja dari bahaya kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja dan promosi kesehatan pekerja. Lebih jauh lagi adalah menciptakan kerja yang tidak saja aman dan sehat, tetapi juga nyaman serta meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas.

Kantor Perburuhan Internasional (ILO) pada tahun 2005 memperkirakan bahwa diseluruh dunia setiap tahun 2.2 juta orang meninggal karena kecelakaan-kecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja. Dan kematian-kematian akibat kerja nampaknya meningkat. Lagi pula, diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta kecelakaan-kecelakaan yang akibat kerja yang tidak fatal (setiap kecelakaan paling sedikit mengakibatkan paling sedikit tiga hari absen dari pekerjaan) dan 160 juta penyakit-penyakit baru akibat kerja.

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan pemerintah, pengusaha, pekerja dan keluarganya diseluruh dunia. Sementara beberapa industri bersifat lebih berbahaya dari industri yang lain, kelompok pekerja migran dan pekerja berpenghasilan kecil yang lain lebih banyak dihadapkan pada risiko mengalami kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dan kesehatan yang kurang baik, karena kemiskinan seringkali memaksa mereka untuk menerima pekerjaan yang tidak aman

Berbagai pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi atau perusahaan misalnya:

a. Mengabaikan risiko sama sekali, karena dianggap merupakan hal yang diluar kendali manajemen. Pendapat tersebut, merupakan cara pendekatan yang tidak tepat, karena tidak semua risiko berada diluar jangkauan kendali organisasi / perusahaan.

b. Menghindari semua kegiatan atau proses produksi yang memiliki risiko. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan, karena semua aktivitas ditempat kerja sampai tingkat tertentu selalu mengandung risiko.

c. Menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang dihadapi sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui suatu pemikiran positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan hasil yang tinggi pula.

Aspek ekonomi, sosial dan legal merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan penerapan manajemen risiko. Dampak finansial akibat peristiwa kecelakaan kerja, gangguan kesehatan atau sakit akibat kerja, kerusakan atau kerugian aset, biaya premi asuransi, moral kerja dan sebagainya, sangat mempengaruhi produktivitas. Demikian juga aspek sosial dan kesesuaian penerapan peraturan perundang undangan yang tercermin pada segi kemanusiaan, kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat memerlukan penyelenggaraan manajemen risiko yang dilaksanakan melalui partisipasi pihak terkait.

Manajemen risiko kesehatan di tempat kerja mempunyai tujuan: meminimalkan kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk meningkatkan produksi melalui

6

Page 7: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman, memotong mata rantai kejadian kerugian akibat kegagalan produksi yang disebabkan kecelakaan dan sakit, serta pencegahan kerugian akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

2. Identifikasi BahayaLangkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau

pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, makadiperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.

3. Penilaian PajananProses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola

pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.3 Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, hygiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan

4. Surveilans Medis dan Kesehatana. Kesehatan

Surveilans kesehatan merupakan penilaian keadaan kesehatan pekerja yang dilakukan secara teratur dan berkala. Surveilans kesehatan terdiri atas surveilans medis (termasuk pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penunjang, serta pemantauan biologis.2 Lebih tepat lagi bahwa bentuk/ isi dan kekerapan (frequency) pemeriksaan kesehatan ini ditetapkan oleh dokter yang berkompeten dalam program kesehatan kerja. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan harus memperhatikan hasil proses penilaian risiko. Bentuk dan jenis pemeriksaan kesehatan harus secara tegas terkait dengan bahaya kesehatan yang teridentifikasi dan sesuai karakter risikonya. Kekerapan pemeriksaan kesehatan ditentukan olehbesaran risiko kesehatan dan gangguan kesehatan terkait. Sebagai pedoman umum adalah mengacu pada peraturan dan perundangan di Indonesia yaitu sekali setiap tahun.

b. Medis

7

Page 8: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Surveilans medis terdiri atas tiga hal penting yaitu pemeriksaan kesehatan pra-kerja (pre-employment atau preplacement medical examination), sebelum subjek pemeriksaan bekerja atau ditempatkan, Pemeriksaan kesehatan berkala (periodic medical examination) yang terkait dengan pajanan bahaya kesehatan, dan pemeriksaan kesehatan khusus (specific medical examination) yang terkait dengan kembali bekerja (returning to work) setelah terdapat gangguan kesehatan yang bermakna dan penyakit yang berat.

Tujuan pemeriksaan kesehatan pra-kerja1. Menetapkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan penempatan pekerja2. Mengidentifikasi kondisi kesehatan yang mungkin diperburuk oleh pajanan bahaya

kesehatan, kerentananan calon pekerja terhadap bahaya kesehatan tertentu yang memerlukan eksklusi pada individu dengan pajanan tertentu.

3. Menetapkan data dasar (baseline data) evaluasi sebelum pekerja ditempatkan atau melaksanakan pekerjaannya. Data dasar ini berguna sebagai pertimbangan kelak adanya gangguan kesehatan dan adanya kaitan dengan pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja.

Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Berkala1. Mendeteksi sedini mungkin setiap gangguan kesehatan yang mungkin terjadi dan

disebabkan oleh pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja, dan kondisi kerja.2. Mendeteksi perubahan status kesehatan (penyakit yang tidak berhubungan dengan

pekerjaan) yang bermakna dapat menyebabkan gangguan kesehatan apabila melanjutkan pekerjaan, atau menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja atau kondisi kerja. Riwayat kesehatan dan riwayat pekerjaan secara lengkap diperlukan untuk dapat

dilakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai terutama bila diketahui adanya pajanan yang berulang dan kemungkinan gangguankesehatan.

Tujuan Pemeriksaan Kesehatan KhususPada dasarnya pemeriksaan kesehatan khusus sama dengan pemeriksaan kesehatan prakerja. Dalam hal ini hasil pemeriksaan kesehatan khusus ditempatkan sebagai data dasar menggantikan data dasar hasil pemeriksaan kesehatan prakerja. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan kesehatan khusus tergantung pada riwayat penyakit dan status kesehatan saat terakhir atau saat pemulihan.

5. Pemantauan BiologisPemantauan biologis (biological monitoring) adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap bagian tubuh sebagai media biologis (darah, urin, liur, jaringan lemak, rambut, dll) yang ditujukan untuk mengetahui tingkat pajanan atau efeknya pada pekerja.4 Dengan melakukan pemantauan biologis memungkinkan kita untuk dapat mengetahui dosis yang masuk ke dalam tubuh dari gabungan berbagai cara masuk. Disamping itu dengan pemantauan biologis dimungkinkan pemeriksaan pajanan untuk jangka lama dan adanya akumulasi di dalam tubuh. Pada kasus pajanan bahan kimia, pemeriksaan dapat berupa bahan aktif atau metabolitnya. Pemantauan biologis juga ditujukan untuk mengetahui pengaruh suatu pajanan bahaya kesehatan terhadap tubuh dan kerentanan tubuh terhadap pajanan bahaya kesehatan tertentu.

6. Pengendalian Pajanan Bahaya KesehatanPengendalian pajanan ditujukan untuk mencegah terjadinya pajanan bahaya kesehatan, atau menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang dapat diterima (acceptable level).

8

Page 9: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung keadaan pada saat tersebut. Hirarki yang disarankan dalam pengendalian secara umum adalah; pengendalian secara teknis, pengendalian secara administratif, dan yang terakhir adalah penggunaan alat pelindung diri (personal protective equipment).5 Pada kasus pajanan kimia maka hirarki yang disarankan adalah: substitusi bahan yang berbahaya dengan yang tidak atau kurang berbahaya, pengendalian teknik seperti penyempurnaan ventilasi, perbaikan prosedur kerja dengan tujuan menurunkan pajanan, dan penggunaan alat pelindung diri.

7. Penataan dataPenataan data (record keeping) merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan dalam manajemen risiko kesehatan. Seluruh data yang diperoleh dari kegiatan manajemen risiko kesehatan ini terutama data tingkat pajanan dan surveilans kesehatan harus tersimpan rapi dan dijaga untuk setiap saat dapat digunakan sampai paling tidak selama 30 tahun. Penataan data ini ditujukan agar:

Dapat mengenal tren kesehatan dan masalah yang perlu penyelesaia Memungkinkan evaluasi epidemiologi Memenuhi persyaratan legal Tersedianya dokumentasi yang sesuai dengan pekerja dan perusahaan dalam kasus klaim

kompensasi kecelakaan kerja termasuk penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan Memungkinkan pemantauan kinerja kesehatan pekerja.

Perlu dipahami bahwa data surveilans kesehatan pekerja bersifat rahasia sehingga harus mendapat penanganan untuk menjaga kerahasiaan tersebut. Data anonim harus digunakan ketika menyampaikanlaporan kepada manajemen dan pengusaha, termasuk pemantauan kinerja program kesehatan dan keselamatan kerja. Data lain yang perlu ditata adalah yang terkait dengan pengendalian dan penilaian pajanan serta kegiatan surveilans kesehatan yang dilaksanakan dalamproses manajemen risiko kesehatan.

8. Pendidikan dan PelatihanKegiatan komunikasi, informasi dan edukasi termasuk penyampaian instruksi dan pelatihan, perlu dilakukan secara berkesinambungan. Pendidikan dan latihan merupakan komponen penting dalam perlindungan kesehatan pekerja. Tujuan utama pendidikan dan latihan ini adalah agar pekerja:a. Mengerti, paling tidak pada tingkat dasar, bahaya kesehatan yang terdapat di lingkungan

kerjanyab. Terbiasa dengan prosedur kerja dan melakukan pekerjaan sesuai prosedur untuk mengurangi

tingkat pajananc. Menggunakan alat pelindung diri dengan benar dan memelihara agar tetap berfungsi baikd. Mempunyai kebiasaan sehat dan selamat serta higine perorangan yang baike. Mengenal gejala dini gangguan kesehatan akibat pajanan bahaya tertentuf. Melakukan pertolongan pertama apabila terjadi gangguang. kesehatan sesegera mungkin.

9. Karakterisasi ResikoTujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.

9

Page 10: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

10. Penilaian ResikoRincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :a) Menentukan personil penilai

Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.

b) Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.

c) Kunjungan / Inspeksi tempat kerjaKegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.

d) Identifikasi potensi bahayaBerbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, misalnya melalui :

inspeksi / survei tempat kerja rutin informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau

keluhan pekerja lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet)

Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.

e) Mencari informasi / data potensi bahayaUpaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.

f) Analisis RisikoDalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.

g) Evaluasi risikoMemprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.

h) Menentukan langkah pengendalianApabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :

10

Page 11: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :

Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.

Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko

Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan

berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama

sesuai dengan kebutuhan.i) Menyusun pencatatan / pelaporan

Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.

j) Mengkaji ulang penelitianPengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.

11. Pengendalian RisikoPengendalian risiko ditujukan untuk mencegah terjadinya pajanan bahaya kesehatan, atau menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang dapat diterima (acceptable level). Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung keadaan pada saat tersebut. Hirarki yang disarankan dalam pengendalian secara umum adalah; pengendalian secara teknis, pengendalian secara administratif, dan yang terakhir adalah penggunaan alat pelindung diri (personal protective equipment).Pada kasus pajanan kimia maka hirarki yang disarankan adalah: substitusi bahan yang berbahaya dengan yang tidak atau kurang berbahaya, pengendalian teknik seperti penyempurnaan ventilasi, perbaikan prosedur kerja dengan tujuan menurunkan pajanan, dan penggunaan alat pelindung diri.

D. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan KerjaKecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita

gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.

Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.

11

Page 12: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.

Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.

Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

E. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan

gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi : 1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang

calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umumPemerikasaan kesehatan awal ini meliputi: a. Anamnese pekerjaan b. Penyakit yang pernah diderita c. Alrergi d. Imunisasi yang pernah didapat e. Pemeriksaan badan f. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu : - Tuberkulin test - Psiko test

2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

12

Page 13: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

13

Page 14: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanManajemen risiko tidak semata berlaku di sektor bisnis, namun semakin mendesak untuk

diapplikasikan di sektor publik. Banyak argumen pendukung, dan tampaknya faktor utama adalah perubahan lingkungan dan sumber daya yang terbatas bagi pencapaian tujaun organisasi.Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tujuan utama dari program keselamatan dan kesehatan kerja adalah memberikan perlindungan kepada pekerja dari bahaya kesehatan dan keselamatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja.. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan mengelola risiko yang teridentifikasi di lingkungan kerja.

Manajemen resiko mempunyai banyak kegunaan, baik dalam sektor bisnis maupun dalam sektor publik. Salah satunya ada dalam program keselamatan dan kesehatan kerja, berfungsi untuk mengidentifikasi resiko yang akan di timbulkan dalam lingkungan kerja. Dapat digunakan untuk memprediksikan tingkat resiko melalui evaluasi yang akurat dalam menentukan penilaian resiko, baik berupa kualitas resiko maupun kuantitas resiko, identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Jadi manajemen resiko berperan penting dalam program keselamatan dan kesehatan kerja.

B. SaranKesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan

kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.

14

Page 15: Isi Makalah Manajemen Resiko Dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

DAFTAR PUSTAKA

http://IKK363 – Manajemen Resiko & Pencegahan Kerugian _ Just another Blog KAMPUS EMAS site.htm (diakses 5 april 2014)

http://Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja_Blog Dosen Kesehatan Masyarakat.htm (diakses 5 April 2014)

http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemen-risiko-dalam-keselamatan-dan-kesehatan-kerja/MANAJEMEN RESIKO DALAM KESEHATAN KESELAMATAN KERJA   |   Konsultan Safety |

Training Safety Indonesia | AK3 Training | HSE CommunityMansyur, Muchtaruddin. Manajemen Risiko Kesehatan di Tempat Kerja, Departemen Ilmu Kedokteran

Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Volum: 57, Nomor: 9, September 2007

15