27
1 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan dan mengakui legalitas pidana mati sebagai salah satu cara untuk menghukum pelaku tindak kejahatan. Bahkan keberadaan pidana mati di Indonesia akan terus berlangsung pada waktu yang akan datang karena dalam Rancangan KUHP (baru), pidana mati masih merupakan salah satu sanksi pidana yang dipertahankan untuk menghukum pelaku kejahatan agar menimbulkan efek jera. Hukuman mati yang ada di Indonesia saat ini merupakan sistem KUHP peninggalan kolonial Belanda. Eksekusi hukuman mati di Indonesia pertama kali dilaksanakan terhadap Oesin Batfari terdakwa kasus pembunuhan pada tahun 1979. Bahkan pada zaman orde baru sanksi pidana mati yang dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran hukum di Indonesia semakin meningkat. Pada zaman orde baru ini, kebanyakan yang di eksekusi adalah pelaku kejahatan politik. Setelah reformasi sanksi pidana mati yang dijatuhkan di Indonesia semakin meningkat. Sepanjang

Isi Makalah Pkn

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Isi Makalah Pkn

1

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan dan

mengakui legalitas pidana mati sebagai salah satu cara untuk menghukum pelaku

tindak kejahatan. Bahkan keberadaan pidana mati di Indonesia akan terus

berlangsung pada waktu yang akan datang karena dalam Rancangan KUHP

(baru), pidana mati masih merupakan salah satu sanksi pidana yang dipertahankan

untuk menghukum pelaku kejahatan agar menimbulkan efek jera.

Hukuman mati yang ada di Indonesia saat ini merupakan sistem KUHP

peninggalan kolonial Belanda. Eksekusi hukuman mati di Indonesia pertama kali

dilaksanakan terhadap Oesin Batfari terdakwa kasus pembunuhan pada tahun

1979. Bahkan pada zaman orde baru sanksi pidana mati yang dijatuhkan kepada

pelaku pelanggaran hukum di Indonesia semakin meningkat. Pada zaman orde

baru ini, kebanyakan yang di eksekusi adalah pelaku kejahatan politik.

Setelah reformasi sanksi pidana mati yang dijatuhkan di Indonesia semakin

meningkat. Sepanjang 2008, terdapat 8 hukuman mati yang dijalankan, mereka

yang dihukum adalah dua warga Nigeria penyelundup narkoba, dukun Ahmad

Saroji yang membunuh 42 orang di Sumatera Utara, Tubagus Yusuf Mulyana

dukun pengganda uang yang membunuh delapan orang di Banten, serta Sumiarsih

dan Sugeng yang terlibat pembunuhan satu keluarga di Surabaya. Eksekusi yang

paling terkenal pada tahun 2008 dan mendapat perhatian luas dari publik adalah

eksekusi Imam Samudra dan Ali Ghufron, terpidana Bom Bali 2002.

Pada tahun 2013 terpidana mati terbanyak adalah pembunuhan berencana

dan narkotika, lepas tahun 2013 hingga tahun 2014 tidak ada yang dieksekusi

mati. Namun memasuki tahun 2015 eksekusi mati didominasi oleh terpidana

Page 2: Isi Makalah Pkn

2

narkotika. Dan kemungkinan besar akan disusul oleh eksekusi mati duo bali nine

dengan kejahatan narkotika yang sama.

Penghargaan kehidupan terhadap pelanggar peraturan dalam hal ini terutama

pengedar narkotika, juga telah gugur seiring dengan banyaknya kehidupan yang

telah dia langgar. Banyaknya nyawa yang melayang dan kesempatan hidup yang

layak atas korbannya harus menjadi pertimbangan yang sangat penting. Juga

potensi pembiaran, akan berakibat pada lebih banyak hilangnya nyawa akibat

narkotika, dan semakin banyak generasi muda yang hancur, tentu pemerintah

melihat dari sisi kehidupan orang banyak yang harus diselamatkan sebagai

penerus bangsa.

Pemerintah tentunya memiliki dasar hukum dan alasan yang sangat

mendasar akan hukuman mati, serta eksitensi hukuman mati yang diberlakukan di

Indonesia. Presiden Republik Indonesia, Joko  Widodo menolak grasi pelaku

kejahatan peredaran narkoba dengan alasan bahwa Indonesia saat ini berada

dalam situasi darurat narkoba, sehingga hukuman mati dianggap bisa memberi

efek jera pada pelaku kejahatan narkoba. Presiden Joko Widodo juga

menyampaikan penegasan tersebut  menyusul makin maraknya komentar maupun

protes dari dunia internasional atas pelaksanaan hukuman mati tersebut.

Segala sesuatu harus berdasarkan hukum, dan tiap warga negara harus

menjunjung tinggi hukum. Sebagaimana yang terdapat dalam pertimbangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yaitu :“

Bahwa negara Republik Indonesia ialah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta

yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum

dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahannya dengan

tiada kecualinya.”

Dalam hukum positif indonesia, penggunaan pidana hukuman mati masih

dianggap sangat efektif dalam mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang

dapat dikualifikasikan kejahatan yang berat. Hal itu dapat dilihat masih diangap

Page 3: Isi Makalah Pkn

3

relevan nya pasal 10 KUHP dengan menempatkan pidana mati sebagai pidana

pokok, selain itu hukum pidana diluar KUHP juga dapat sebagian yang

menempatkan hukuman mati sebagai sanksi dari langgarnya perbuatan yang diatur

didalam nya..

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas kami mencoba mengkerucutkan perma-

salahan yang ada dalam suatu rangkaian rumusan masalah sebagai berikut :

1. Efektivitas pelaksanaan hukuman mati sebagai upaya penegakan

supremasi hukum di Indonesia.

2. Eksistensi pidana mati dalam perspektif hukum pidana di Indonesia

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pidana mati.

2. Untuk mendidik masyarakat Indonesia agar menjadi orang-orang yang

berkelakuan baik

D. Manfaat Penulisan

1. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya pidana mati untuk diterapkan

dalam sistem hukuman pidana di Indonesia.

2. Menyadarkan masyarakat akan metode pidana mati dengan berlandasan

kajian dari HAM di indonesia.

3. Penyelesaian kontroversi pidana hukuman mati dengan menggunakan

kajian kebijakan hukuman pidana serta berdasarkan dari HAM serta

kebudayaan masyarakat serta kultur dari masyarakat indonesia itu sendiri.

Page 4: Isi Makalah Pkn

4

Bab II Pembahasan

A. Pelaksanaan Hukuman Mati Sebagai Upaya Penegakan

Supremasi Hukum Di Indonesia.

1. Sejarah Hukuman Mati Indonesia

Dalam sejarahnya pidana mati ini merupakan suatu jenis hukuman

(pidana) yang tidak diketahui sejak kapan mulai diberlakukannya, tetapi

sejarah mencatat bahwa jenis hukuman yang saat ini merupakan jenis

hukuman yang terberat dan tertua yang pernah ada, bahkan menurut Codex

Hammurabbi yang diperkirakan yang diperkirakan telah ada sekitar 2000

tahun sebelum masehi, pidana mati ini telah digunakan’ pada orang yang

telah melakukan kejahatan tertentu, bahkan menurut Codex Hammurabbi

tersebut dikatakan, “kalau ada binatang pemeliharaan yang membunuh orang,

maka binatang berikut pemiliknya juga akan dibunuh juga.”

Begitu juga dengan yang ada dalam Pentateuch (kitab taurat Agama

Yahudi) yang ada jauh sebelum masehi, dinyatakan bahwa jenis pidana mati

in juga telah diatur, disahkan dan diperguanakan pada orang-orang tertentu

yang telah melakukan kejahatan pada masa itu, seperti contohnya dengan

melempari seorang anak yang durhaka sehingga mati oleh orang-orang

sekotanya (Deuteronomy / Ulangan 21:21)

Pada perkembangan di abad-abad selanjutnya dijaman Romawi

Kuno, pidana mati ini mengalami perkembangan yang luar biasa dalam

bentuk pelaksanaannya, mulai dengan cara dipenggal, disalibkan,

Page 5: Isi Makalah Pkn

5

ditenggelamkam, digergaji, bahkan pada sekitar abad ke-4 disemua daerah

jajahan Roimawi, pidana mati ini tidak lagi harus dilakukkan dengan cara

yang sama yang telah diatur pada peraturan yang ada, sehingga ada yang

sampai digantung hidup-hidup dipinggir jalan dan kemudian dibakar sebagai

penerangan jalan. Seperti dijabarkan oleh seorang ahli sejarah ang

menyatakan, “kita ketahui jalannya acara-acara peradilan itu, hukuman itu

adalah di pancung kepalanya, dibuang kesalah satu pulau yang sangat jauh,

depekerjakan selaku budak, dibakar hidup-hidup ataupun diterkam binatang

buas didalam gelanggan arena ditonton oleh beribu-ribu orang.”

Pada abad-abad selanjutnya, pidana mati ini kemudian telah menjadi

sati “alat” yang paling efisien dan dipandang paling kuat gereja maupun raja-

raja untuk menyingkirkan lawan-lawannya, ataupun untuk terus menerus

membuat rakyat tetap tunduk pada para menguasa yang ada. Contohnya

adalah hukum / peraturan yang berkembang pada abd pertengahan, yaitu

“criminal extra ordinaria ini yang sangat adalah terkenal adalah criminal

stellionatus, yang letterlijk artinya : perbuatan jahat, durjana. Tetapi tidak

ditentukan perbuatan berupa ap yang dimaksud disitu.

Sewaktu romawi kuno itu diterima (diresipeer) dieropa brat pada

abad pertengahan, maka pengertian tentang criminal extra ordinaria diterima

pula oleh raja-raja yang berkuasa.Dan dengan adanya criminal extra ordinaria

ini selalau diadakan kemungkinan untuk menggunakan hukum pidana itu

secara sewenag-wenang, menurut kehendaknya dan kebutuhannya reaja itu

sendiri”.Perbuatan sewenang-wenangan penguasa inilah yamng lalu menjadi

titik otak munculnya pemikiran-pemikiran pembaharuan hukum pidana dan

munculnya asas legalitas (abad 18) oleh para pemikir hukum seperti

Montesquieu, J.J. Rousseau, von Feurbach, dsb.

Akan tetapi sekalipun asa legalitas tersebut kemudian diterima dan

dimasukan dalam perundangan yang ada (Code penal Perancis), tidak berarti

Page 6: Isi Makalah Pkn

6

menghapuskan pidana mati itu sendiri, hanya saja membatasi penguasa

dalamn menerapkan pidana itu sendiri. Penjajahan perancis oleh Napoleon

(1801) kemudian membawa bukan saja pengaruh budaya, bahaya dan

guncangan terhadap perekonomian,tetapi juga sampai dengan pemahaman

dan perkembangan hukum yang ada di negeri Belanda (Nederlannd). Seperti

dinyatakan bahwa “dari sini asas itu dikenal oleh Nenderland karena

penjajahan Napoleon, sehingga mendapat tempat dalam Wetboek v.

Strafrecht Nederland 1881”.

Yang kemudian sejarah mencatat oleh kerena itu penjajahan

belanda di indonesia, secara perlahan-lahan hukum pidana mulai

diperlihatkan dan mulai menggeser kekuatan hukum adat yang telah ada dan

kemudian berhasil mencapai puncaknya yakni ada saat Wetboek v. strafrecht

itu mulai diberlakukan secara nasional (menyeluruh) di indonesia pada tahun

1918, baik bagi golongan Bumi putera, timur asing maupun golongan

penduduk eropa, yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang

Pidana (KUPH). Dalam KUPH inilah pidana mati (death penalty)

dicantumkan dan dan mendapat pengaturanya yang sah (legal act) bagi

pemerintah / negara Indonesia hingga saat ini dalam melakukan pemidanaan

terhadap orang yang melakukan detik tertentu.

 Dalam KUHP Indonesia telah tercantum hukuman pidana mati

yang sekiranya telah di tetapkan sebagai suatu pidana pokok meskipun

sekarang sedang dip roses kembali oleh pemerintah atas penetapan hukuman

mati sebagai pidana pokok, akan tetapi dalam tinjauan yang sebenarnya

pidana mati mungkin perlu di karenakandapat menjerakan dan menekan serta

menakut-nakuti penjahat, dan relative tidak menimbulkan sakit jika

dilaksanakan dengan tepat

Page 7: Isi Makalah Pkn

7

2. Pelaksanaan Hukuman Mati Di Indonesia

Sekalipun telah memiliki pengaturanya sediri dalam pasal 11 KUHP

yang menyatakan; hukuman mati dijalankan oleh algojo di tempat

penggantungan, dengan menggunakan sebuah jerat dileher terhukum dan dan

mengikatkan jerat itu pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan

tempat orang itu berdiri.

Tetapi dalam prakteknya setelah tahun 1918 tersebut mengalami

perubahan pada saat Jepang menjajah Indonesia. “pada waktu itu ada 2

peraturan dijalankan, yaitu peratuan pasal 11 KUHP dan satu lagi praturan

baru yang di undangkan olrh pemerintah Jepang yang menghendaki pidana

mati dilaksanakan dengan tembak mati (artikel 6 dari Ozamu Gunrei No. 1

pada tanggal 2 maret dan artikel 5 dari Gunrei Keizirei, yaitu kode kriminal

dari pemerintah pendudukan Jepang).

Kemudian setelah kesatuan RI tercapai dimulai dengan proklamasi

kemerdekaan indinesia, maka pidana mati dilakukan kembali dengan cara

pidana gantung seperti yang ada dalam pasal 11 KUHP. Pada tahun 1964,

terjadi perubahan kembali dalam pelaksanaan pidana mati ini melalui

penetapan Presiden No.2 tahun 1964 ini juga melalui lembaran negara tahun

1964 nomor 38, dirubah menjadi undang-undang No.2 tahun 1964.

Melaui UU No.2 tahun 1964 diatur bahwa pelaksanaan pidana ini

tidak lagi dengan cara digantung oleh sorang algojo, melainkan dengan cara

ditembak mati oleh suatu regu tembak, pidana mati ini juga menurut

ketetapan tersebut mengharuskan agar dilaksanakan ditempat tertentu dan

tidak dimuka umum kecuali ditetapkan lain oleh Presiden RI.

Disini terlihat bahwa efek penjeraan atau untuk mencoba membuat

takut orang banyak agar suatu detik tidak dilakukan, yang adalah tujuan dari

Page 8: Isi Makalah Pkn

8

pidana mati dilakukan didepan umum pada masa yang lalu tidak lagi

dijadikan alasan untuk mencapai tujuan pidana (mati), hal tyersebut terlihat

kerana pidana mati itu sendiri sekarang dilakukan tidak di tempat umum

untuk dilihat oleh khayalan ramai.

Sementara itu saat ini, pelaksanaan pidana mati di indonesia juga

diharapakan mendapat perubahan dalam pandangan para pakar, disini terlihat

bagaimana dalam rancangan KUHP yang masih dalam tahap penyusunan,

dapat dilihat disana bahwa pidana mati tersebut tidak lagi dimasukan

memjadi pidana pokok beriringan dengan pidana penjara dsb, melainkan talah

mendapat tempat sebagai pidana yang bersifat khusus, yang dalam hal ini

dijadikan suatu ancaman pidana sacara alternatife. (pasal 61 konsep KUHP

1999-2000). Jadi disini dapat disimpulkan bahwa pidana mati masih dianggap

sebagai suatu jenis pidana yang masih diperlukan dan dapat diterapakan, akan

tetapi pelaksanaannya diharapkan hanyalah sebagai suatu alternatif yang

bersifat khusu dan bukan lagi merupakan pidana pokok seperti yang masih

dianut hingga sekarang berdasakan KUHP lam (Wetboek van strafrecht).

Berikut adalah beberapa uraian yang dapat menjelaskan tentang

bagaimana efektivitas pelaksanaan hukuman kati di Indonesia :

1. Karakter reformasi hukum positif indonesia masih belum menunjukkan

sistem peradian yang independen, imparsial, dan aparaturnya yang bersih.

Bobroknya sistem peradilan bisa memperbesar peluang hukuman mati

lahir dari sebuah proses yang slah. Kasus hukuman mati sengkon dan

karta pada tahun 1980 lalu di indonesia bisa menjadi pelajaran pahit buat

kita. Hukum sebagai institusi buatan manusia tentu tidak selalu benar dan

selalu bisa salah.

2. Dari kenyataan sosiologis, tidak ada pembukyian limiah hukuman mati

akan mengurangi tindak pidana tertentu. Artinya hukuman mati telah

Page 9: Isi Makalah Pkn

9

gagal menjadi faktor determinan untuk menimbulkan efek jera,

dibandingkan dengan jenis hukuman lainya. Kajian PBB tentang

hubungan hukuman mati (capital punishment) dan angka pembunuhan

antara 1988-2000 berujung pada kesimpulan hukuman mati tidak

membawa pengaruh apapun terhadap tindak pidana pembunuhan dan

hukuman lainnya seperti hukuman seumur hidup.

Meningkatnya kejahatan narkoba, terorisme, atau kriminal lainnya

tidak semata-mata disebabkan oleh ketiadaan hukuman mati, namun oleh

problem struktral lainya seperti kemiskinan atau aparat hukum/negara

yang korup. Ditahun 2005 misalnya ditemukan pebrik pil ekstasi

bersekala internasional di Cikande,Serang,Banten. Pabrik ini dianggap

sebagai pabrik ekstasi terbesar ketiga didunia dengan total produksi 100

kelogram ekstasi per minggu dengan nilai sekitar Rp. 100 milyar.

Ternyata operasi ini melibatkan dua perwira aparat kepolisian; komisaris

MP Damanik dan Ajun Komisaris Girsang.

Maningkatnya angka kejahatan narkoba juga diakui oleh Polda

Metrojaya. Angka kasus narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainya

(narkoba) tahun 2004 naik hingga 39.36 persen jika dengan dibandingkan

dengan kasus narkoba tahun 2003. Selama tahun 2004 polda metrojaya

telah menangani 4.799 kasus narkoba, atau meningkat 1,338 kasus jika

dibandingkan kasus narkoba tahun2003 yang hanya 3.441 kasus. Bahkan

untuk kejahatan terorisme hukuman mati umumnya justru menjadi faktor

yang menguatkan berulangnya tindakan dimasa depan.

Hukuman mati justru menjadi amunisi ideologis untuk

meningkatkan redikalisme an militansi para pelaku. Sampai ssat ini

bahkan kejahatan terorisme masih menjadi momok dan negara sama

sekali tidak punya jawaban efektif atas persoalan ini. Terakhit bkali pada

1 Oktober 2005 lalu terjadi lagi kasus bom bunuh didri di Bali. Satu

Page 10: Isi Makalah Pkn

10

pernyatan pelaku kasus pemboman di depan Kedubes Ausralia, Jakarta (9

september 2004). Iwan Dharmawan alias Rois, ketika divonis hukuman

mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 13

November 2005:

“saya tidak kaget dengan vonis ini kerena saya sudah menyangka

sejak awal saya menjadi terdakwa. Saya menolak vonis ini kerena di

jatuhkan oleh pengadilan setan yang berdasrkan hukum setan, bukan

hukum Alla.Kalaupun saya du hukum mati, berarti saya mati syahid”.

Sikap ini juga ditunjukan terdakwa kasus bom lainnya yang

umumnya menolak meminta grasi atau pengampunan atas perbuatan yang

telah dilakukan. Penerapan hukum mati jelas tidak berefek positif untuk

kejahatan terorisme semacam ini.

3. Praktek hukuman mati di indonesia selama ini masih bias kelas dan

disikriminasi, dimana hukuman mati tidak pernah menjangkau pelaku dari

kelompok elit yang tindak kejahatannya umumnya bisa diketegorikan

sabagai kejahatan serius/luar biasa. Para pelaku korupsi, pelaku

pelanggaran berat HAM dengan jumlah korban jauh lebih masih dan

merugiakan ekonomi orang banyak tidak pernah divonis mati. Padahal

janji Presiden SBY hukuman mati diprioritaskan buat kejahatan luar biasa

seperti narkoba, korupsi, dan pelanggaran berat HAM.

4. Penerapan hukuman mati juga menunbjukkan wajib politik indonesia

yang kontradiktif. Salah satu argumen pendukung hukuman mati karena

sesuai dengan hukum positif indonesia. Pada hal semnjak era

roformasi/transisi politik berlajan telah terjadi berbagai perubahan hukum

dan kebijakan negara. Meski hukuman mati masih melekat pada beberapa

produk hukum nasional, namun reformasi hukum juga menegaskan

Page 11: Isi Makalah Pkn

11

pentingnya hak untuk hidup. Pasal 28I ayat (1) UUD ’45 (Amandemen

Kedua)menyatakan :

“hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,hak

untuk diakui sebagai pribadi dihadapan umum, dan hak untuk tidak

dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia

yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”

Sayangnya masih banyak sekali peraturan dan perundang-

undangan yang bartentangan dengan semangat konstitusi di atas. Tercatat

masih terdapat 11 perundang-undangan yang masih mencantumkan

hukuman mati.

5. Sikap politik pemerintah terhadap hukuman mati juga bersifat ambigu.

Beberapa waktu lalu pemerintah mengajukan permohonan secara gigih

kepada pemerintah Arab Saudi, Malaysia, dan Singapura untuk tidak

menjalankan hukuman mati kepada warga negara Indonesia, dengan

alasan kemanusiaan. Namun hal ini tidak terjadi pada kasus hukuman

mati WNA di Sumatra Utara tahun lalu dan kasus-kasus lainnya baru-baru

ini.

B. Beberapa aspek dalam penerapan hukum pidana mati

1. Hak Asasi Manusia ( HAM)

Sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi bahwa pidana mati

tidak bertentangan HAM. UUD 1945 membatasi kebebasan dan Hak Asasi

Manusia dengan suatu kewajiban asasi dan kewajiban hukum. Kewajiban

asasi adalah setiap orang diwajibkan menghormati HAM orang lain dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan

Page 12: Isi Makalah Pkn

12

Kewajiban hukum dimana setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan

yang ditetapkan dengan undang-undang.

Dapat dipahami bahwa HAM dalam konsep Indonesia memiliki

karakter yang berbeda dengan HAM dalam konsep Barat. HAM dalam

konsep Indonesia menekankan keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Hal ini sesuai dengan pandangan hidup dan budaya Indonesia yang

bersifat komunal, namun tetap menghormati hak-hak individu. Sedangkan

HAM dalam konsep Barat lebih mengutamakan hak, sedangkan kewajiban

bersifat sekunder. Hal ini tentu tidak terlepas dari pengaruh faham

individualisme dan liberalisme Barat.

Sekalipun HAM bersifat universal, namun di dalam penerapannya

bersifat relatif. Maka dalam pembentukan berbagai konvensi HAM

internasional, hukuman mati masih diakui oleh dunia internasional

walaupun sebagian negara telah menghapuskan hukuman mati.

2. Aspek Adat

Hukuman mati timbul dari pandangan hidup dan nilai-nilai asli bangsa

Indonesia yang menitik beratkan pada kondisi harmoni antara hak dan

kewajiban. Pepatah orang dulu berbunyi: “hutang darah dibayar darah,

hutang nyawa dibayar nyawa”. Jadi, walaupun KUHP adalah produk

hukun zaman kolonial namun landasan filisofi dan sosiologi yang

terkandung di dalamnya mempunyai relevansi erat dengan nilai-nilai asli

bangsa Indonesia.

3. Aspek Politis

Pemberlakuan hukuman mati di dalam KUHP pada saat zaman

kolonial Belanda sarat dengan kepentingan politis, yaitu sebagai instrumen

untuk mempertahankan kekuasaan. Sebagaimana ungkapan Lord Shang

bahwa kalau ingin negara kuat maka rakyatnya harus lemah. Namun

Page 13: Isi Makalah Pkn

13

pernyataan semacam itu sudah tidak relevan dengan alam demokrasi saat

ini.

Dapat disimpulkan bahwa hukuman mati masih relevan untuk

diterapkan karena tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, adat

istiadat, maupun dengan HAM. Namun di dalam penerapannya harus

dilakukan secara hati-hati, karena apabila seseorang telah dieksekusi maka

pada saat itu pula koreksi terhadap kesalahannya telah tertutup. Menurut

J.E sahetapy (2007;56) bahwa pidana mati bukanlah sarana utama untuk

mengatur, menertibkan dan memperbaikimasyarakat.

Pidana mati hanya merupakan sarana terakhir apabila sarana lain

tidak berfungsi dengan baik. Oleh karena itu pidana mati masih dianggap

eksis untuk dipertahankan dalam Kitab Undang-Undang hukum Pidana

(KUHP), karena dianggap masih relevan dan tidak bertentangan dengan

UUD 1945.

Hal ini diperkuat dengan tanggapan dari Mahkamah Konstitusi

(MK) yang menyatakan bahwa hak asasi manusia dapat dibatasi dan

diperkuat pula dengan penempatan Pasal 28J sebagai pasal penutup dari

seluruh ketentuan yang mengatur tentang hak asasi manusia dalam Bab

XA UUD 1945. Jadi, secara penafsiran sistematis, hak asasi manusia yang

diatur dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28I UUD 1945 tunduk pada

pembatasan hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28J UUD 1945.

(Winastiti Yuliana Sekarpuri,2009:43) Mahkamah Konstitusi (MK) juga

memberikan beberapa catatan penting, sebagaimana dituangkan dalam

pertimbangan hukum putusan.

Salah satunya adalah ke depan, dalam rangka pembaruan hukum

pidana nasional dan harmonisasi peraturan perundangundangan yang

terkait dengan pidana mati, maka perumusan, penerapan, maupun

pelaksanaan pidanamati dalam sistem peradilan pidana di Indonesia

hendaklah diperhatikan dengan sungguh sungguh. Pidana mati bukan lagi

Page 14: Isi Makalah Pkn

14

merupakan pidana pokok, melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus

dan alternatif.

Pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama

sepuluh tahun yang apabila terpidanaberkelakuan terpuji dapat diubah

dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun. Selain itu,

demi kepastian hukum yang adil, MK juga menyarankan agar semua

putusan pidana mati yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap segera

dilaksanakan....................

B. Tanggapan tentang penerapan hukuman mati di IndonesiaPerlu diketahui oleh kita bersama terlebih dahulu fungsi dilakukannya hukuman adalah sebagai alat untuk memaksa agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman sehingga terwujudnya rasa kesejahteraan dan keamanan bagi masyarkat.

Percumalah aturan dibuat bila tidak ada sanksi yang diterapkan bila aturan itu dilanggar karena tidak ada efek jera atau pengaruh bagi si pelanggar aturan tersebut. Sehingga kami sangatlah yakin kalau hukuman mati itu sangat diperlukan karena selain dapat memberi efek cegah dan rasa takut bagi orang lain untuk tidak melakukannya pelanggaran. Dan juga dapat memberikan rasa aman dan terlindung bagi setiap orang. sesuai dengan Pasal 28 G UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak atas perlindungan. Bagaimana mungkin rasa aman & terlindung itu dapat terjadi, bila si pelaku kejatahan tersebut masih diberi kesempatan di dunia ini.

Pasal 28 G UUD 1945

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dan ancaman kelakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)Dalam beberapa pendapat yang kami dapat di salahsatu forum beralamatkan indonesiaindonesia.com bahwa Hukuman mati itu melanggar hak asasi manusia seperti yang tertera pada pasal 28 A UUD 1945 yang berbunyi:

Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Page 15: Isi Makalah Pkn

15

Tetapi di pasal 28 G UUD 1945 juga jelas tertera bahwa manusia berhak untuk mendapatkan perlindungan. Contohnya perlindungan dari kejahatan narkoba dan terorisme yang dapat tiba-tiba mengancam nyawanya.Dalam hal yang seperti ini asas kepentingan umum sangat harus ditegakan menyampingkan kepentingan khusus atau pribadi. logikanya seperti ini bila 1000 (seribu) Orang terancam nyawanya karena hanya seorang teroris melakukan tindak kejahatan terorisme untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Dan sekarang apakah Anda rela akan tetap berpendapat kalau 1000 orang yang terancam nyawanya tadi meninggal sia-sia tanpa tau kesalahannya demi hanya mementingkan kepentingan khusus untuk menyelamatkan nyawa si teroris tersebut?

Kami dari tim pro sangat jelas untuk mengatakan Hukuman mati pantas diberikan kepada teroris tersebut karena si pelaku ini selain telah melanggar hak hidup dan juga hak atas perlindungan setiap orang.juga telah mengganggu keamanan, ekonomi, pariwisata serta mengganggu & mengancam stabilitas Negara yang berdampak luas bagi masyarakat.

Dari data yang kami dapatkan 5 peristiwa besar terorisme di Indonesia dari tahun 2002 yaitu : Bom bali 2002, JW marriot, kedubes Asutralia, Bom Bali 2005, Bom Cirebon 2011. Telah menewaskan 248 Jiwa tewas dan 486 orang jiwa luka-luka. Sangatlah adil menjatuhkan hukuman mati terhadap satu orang teroris yang telah membunuh ratusan jiwa orang. agar tidak terjadinya korban-korban lainnya lagi, Oleh sebab itu pelaku harus di Hukum mati dan harus dicari otak dari permasalahan ini agar tindakan-tindakan seperti ini tidak terjadi lagi. dan dapat terciptanya hal-hal yang termuat dalam UUD 1945 pasal 28 G dan juga dapat melindungi masyarakat luas. 

Soal hukuman mati ini, Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan bahwa hukuman mati yang diancamkan untuk kejahatan tertentu dalam UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak bertentangan dengan UUD 1945. Hukuman mati tidak bertentangan dengan hak untuk hidup yang dijamin oleh UUD 1945, karena konstitusi Indonesia tidak menganut asas kemutlakan hak asasi manusia (HAM).

Hak asasi yang diberikan oleh konstitusi kepada warga negara mulai dari pasal 28A hingga 28I Bab XA UUD 1945, dibatasi oleh pasal 28J, bahwa hak asasi seseorang digunakan dengan harus menghargai dan menghormati hak azasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial.

Pandangan konstitusi itu, ditegaskan juga oleh UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM yang juga menyatakan pembatasan hak asasi seseorang dengan adanya hak orang lain demi ketertiban umum. Jadi sama sekali tidak ada yang bertentangan dengan konstitusi mengenai masalah Hukuman mati ini.

Bahkan Ketua Sub Komisi Pengkajian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Soelistyowati Soegondo ia berpendapat bahwa hukuman mati sejalan dengan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Sehingga dengan sangat jelas hukuman mati dapat dilakukan dan tidak bertentangan dengan konstitusi. Dan perlu diketahui oleh kita bersama hukuman mati dimaksudkan bukan hanya untuk memberikan efek jera bagi pelaku juga untuk memberi efek psikologis dan shock therapy bagi masyarakat agar tidak melakukan tindak kejahatan lagi.

Oleh karena itu kami sangatlah yakin bila hukuman mati dapat mengurai tingkat kejahatan seperti halnya data yang kami dapatkan Fakta membuktikan, bila

Page 16: Isi Makalah Pkn

16

dibandingkan dengan negara-negara maju yang tidak menerapkan hukuman mati, Arab Saudi yang memberlakukan hukum Islam dan hukuman mati memiliki tingkat kejahatan yang rendah. Berdasarkan data United Nations Office on Drugs and Crime pada tahun 2012, misalnya, tingkat kejahatan pembunuhan hanya 1,0 per 100.000 orang. Bandingkan dengan Finlandia 2,2, Belgia 1,7 dan Russia 10,2 tingkat kejahatan. Dari data ini dapat dilihat, efek cegah dari hukuman mati berpengaruh bagi orang yang ingin melakukan kejahatan seperti korupsi, narkotika, tindak kejahatan lainnya.

28 J ayat 2 UUD 1945

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Negatif bila hukuman mati dihapus

1. Kejahatan akan meningkat karena tidak takut dijatuhi hukuman yang berat.

2. Biaya yang dikeluarkan lebih besar untuk hukuman penjara seumur hidup.

3. Akan ada rasa tidak aman dalam hidup rakyat karena takut akan penjahat

yang berkeliaran diantara mereka.

4. Keadilan tidak diterapkan dengan baik karena tidak ada pembalasan yang

setimpal bagi kejahatan berat seperti pembunuhan.

Positif bila hukuman mati tetap di jalankan

1. Kejahatan yang tidak dapat ditoleransi dengan uang atau apapun di dunia ini

bisa terbalaskan.

2. Mencegah banyak orang untuk membunuh atau berbuat kejahatan berat

lainnya karena gentar akan hukuman yang sangat berat.

3. Pembunuh yang sudah dieksekusi bisa dipastikan tidak membunuh lagi

sehingga tidak memakan korban lainnya.

4. Menegakkan harga nyawa manusia yang mahal dan hanya bisa dibayar

dengan nyawa sehingga seseorang tidak dapat seenaknya membunuh orang

lain.

Page 17: Isi Makalah Pkn

17

5. Kebencian dan rasa takut terhadap pelaku kejahatan akan hilang karena

penjahat telah dieksekusi.

6. Biaya yang dikeluarkan lebih sedikit daripada hukuman penjara seumur

hdup.

7. Penyelidikan akan kasus akan lebih teliti karena tidak mau salah eksekusi.

Bab III Penutup

Page 18: Isi Makalah Pkn

18

A. Kesimpulan

1. Eksistensi pidana mati dalam perspektif hukum pidana adalah

bahwa pidana mati tetap dipertahankan dalam peraturan hukum di

Indonesia, karena dianggap tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD

1945, dan hal ini diperkuat dengan serta keputusan Mahkamah Konstitusi.

2. Penerapan pidana mati dalam Pasal 10 KUHP (Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana) harus memperhatikan/melihat kepada kasus-kasus

yang akan diberlakukan, dalam arti termasuk dalam kejahatan berat...

B. Saran

1. Seorang hakim harus lebih cerdas dan teliti, untuk melihat

bagaimana batas-batas tindak pidana, yang perlu diberlakukan pidana mati

terhadapnya, sehingga hasilnya dapat memberikan kepuasan dan tidak ada

pihak tertentu yang merasa dirugikan.

2. Dengan diberlakukannya pidana mati dalam Pasal 10 Kitab

Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), maka lembaga kasasi, banding

dan peninjaun kembali (PK), tidak perlu diberlakukan, karena dapat

mengurangi masa hukuman.

Selesai