37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bronkopulmonar displasia merupakan salah satu penyakit paru kronik yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Bayi BBLSR dengan masa gestasi tidak cukup bulan yang menggunakan ventilator sebagai alat bantu nafas banyak mengalami bronkopulmonar displasia. Beberapa bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR), bayi prematur yang lahir antara 23 – 28 minggu gestasi, dan berat badan lahir < 1.250 g, membutuhkan oksigen lebih tinggi selama 1-2 minggu setelah lahir. Pada bayi prematur fungsi paru belum berkembang dengan baik, sehingga untuk pernafasan bayi BBLSR dan bayi prematur dibutuhkan terapi oksigen dengan menggunakan ventilator. Pemakaian respirator pada BBLSR dan bayi prematur dalam jangka panjang dapat menyebabkan barotrauma dan volutrauma yang dapat merusak jalan nafas dan parenkim paru secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan tersebut dapat dilihat dari gambaran radiologis. Gambaran radiologis tersebut dapat memperlihatkan berat ringannya kerusakan jalan nafas dan parenkim paru serta menentukan lama pemakaian ventilator atau respirator pada bayi tersebut. 1

Isi Referat BPD

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Isi Referat BPD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkopulmonar displasia merupakan salah satu penyakit paru kronik yang sering terjadi

pada bayi baru lahir. Bayi BBLSR dengan masa gestasi tidak cukup bulan yang menggunakan

ventilator sebagai alat bantu nafas banyak mengalami bronkopulmonar displasia.

Beberapa bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR), bayi prematur yang

lahir antara 23 – 28 minggu gestasi, dan berat badan lahir < 1.250 g, membutuhkan oksigen lebih

tinggi selama 1-2 minggu setelah lahir. Pada bayi prematur fungsi paru belum berkembang

dengan baik, sehingga untuk pernafasan bayi BBLSR dan bayi prematur dibutuhkan terapi

oksigen dengan menggunakan ventilator.

Pemakaian respirator pada BBLSR dan bayi prematur dalam jangka panjang dapat

menyebabkan barotrauma dan volutrauma yang dapat merusak jalan nafas dan parenkim paru

secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan tersebut dapat dilihat dari gambaran

radiologis. Gambaran radiologis tersebut dapat memperlihatkan berat ringannya kerusakan jalan

nafas dan parenkim paru serta menentukan lama pemakaian ventilator atau respirator pada bayi

tersebut.

Bayi dengan paru masih imatur dapat dengan mudah mengalami kerusakan dan lebih sulit

mengalami perbaikan. Dari hasil pemeriksaan akan ditemukan abnormalitas perkembangan dan

morfologi paru pada bayi yang menderita bronkopulmonar displasia. Sebagian besar bayi dengan

bronkopulmonar displasia membaik secara klinis meskipun kelainan patologis dan radiologis

biasanya menetap hingga dewasa.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi saluran pernafasan dan paru, definisi,

epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,

pemeriksaan radiologis, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis dari bronkopulmonar

displasia.

1

Page 2: Isi Referat BPD

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai

bronkopulmonar displasia dan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di

bagian Radiologi RSUP dr. M. Djamil, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk ke berbagai literatur.

2

Page 3: Isi Referat BPD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan

paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan

saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksternal, oksigen

dihirup melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa

bronkial ke alveoli lalu dapat berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.1,2

Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan

dewasa menjadi sistem bronkopulmonar. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila

dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari

lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi biologi yang berbeda. Alur yang berbeda

menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara

partikel yang terhirup tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan

kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkiolus. Bronkiolus terminalis membuka saat

pertukaran udara dalam paru-paru.1,2

Gambar 1 . Anatomi Saluran Pernafasan

3

Page 4: Isi Referat BPD

Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel

kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat

pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring.

Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet

pada trakea dan bronkus memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan aparatus

golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkitis kronis yang

hasilnya menjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.1,2

Unit pertukaran udara (terminal respirasi) terdiri dari bronkiolus distal sampai terminal,

seperti: bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli. Alveoli memisahkan oksigen dan

darah, oksigen menembus membran ini dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah dan

dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah

meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya

95%. Hasil buangan metabolisme (CO2 dan H2O) menembus membran alveoli, dari kapiler darah

ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial serta trakea akan dinafaskan keluar melalui hidung

dan mulut.1,2

P0

Gambar 2. Anatomi Saluran Nafas dan Paru

4

Page 5: Isi Referat BPD

Gambar 3 . Anatomi dan Fungsi Sistem Respirasi

Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan

terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme

tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa

mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas 1:

a. Filtrasi udara

Partikel debu yang masuk melalui organ hidung:

Yang berdiameter 5-7 μm akan tertahan di orofaring.

Yang berdiameter 0,5-5 μm akan masuk sampai ke paru-paru.

Yang berdiameter 0,5 μm dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di

keluarkan bersama sekresi.

b. Mukosilia

Baik mukus maupun partikel yang terbungkus di dalam mukus akan digerakkan oleh silia

keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mukus ini tergantung pada kekentalan

5

Page 6: Isi Referat BPD

mukus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik

oleh asap rokok, hipoksemia, maupun hiperkapnia.

c. Sekresi Humoral Lokal

Zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain :

Lisozim, dimana dapat melisis bakteri

Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik

Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam

membunuh virus.

Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus.

Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang.

d. Fagositosis

Sel fagositosis berperan dalam memfagosit mikroorganisme dan kemudian

menghancurkannya. Makrofag sebagai derivat monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses

ini diperlukan opsonin dan komplemen.

Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :

Gerakan mukosiliar

Faktor humoral lokal

Reaksi sel

Virulensi dari kuman yang masuk

Reaksi imunologis yang terjadi

Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alkohol,

stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.

6

Page 7: Isi Referat BPD

Gambar 4. Rontgen Paru Normal

Pada pemeriksaan luar, pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo

sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam

beberapa lobus pulmonar. Pulmonar dekstra dibagi menjadi 3 lobus, yaitu1:

a. Lobus Superior

Dibagi menjadi 3 segmen: apeks, posterior, inferior.

b. Lobus Medius

Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis.

c. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 5 segmen : apeks, mediobasal, anterobasal, laterobasal, posterobasal.

Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobus, yaitu1:

a. Lobus Superior

Dibagi menjadi segmen: apeksposterior, anterior, lingularis superior, lingularis inferior.

7

Page 8: Isi Referat BPD

b. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 4 segmen: apeks, anteromediobasal, laterobasal, dan posterobasal.

Gambar 5 . Pembagian Lobus Paru

b.2 Definisi

Bronkopulmonar displasia (BPD) merupakan penyakit paru kronik yang ditemui pada bayi

prematur dan BBLSR yang mengunakan alat bantu nafas. Bronkopulmonar displasia pertama

kali dilaporkan oleh Northway dkk pada tahun 1967 berdasarkan perubahan radiologis pada bayi

prematur yang menderita Respiratory Distresss Syndrome (RDS) setelah lahir, mendapatkan

terapi ventilator dan ketergantungan oksigen.1,2,3,4,5.

8

Page 9: Isi Referat BPD

b.3 Epidemiologi

Faktor risiko terjadinya BPD adalah multifaktor. Hal ini berhubungan langsung dengan

derajat penyakit paru yang mendasarinya, lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian

oksigen. BPD terjadi pada 27% bayi preterm yang menderita gangguan pernafasan berat dan

50% pada bayi yang menderita hipoplasia pulmonar.2,4

Sekitar 50% bayi prematur ketergantungan oksigen pada 28 hari setelah lahir dan tetap

tergantung pada oksigen setelah 36 minggu pasca konsepsi dan lebih sedikit lagi bayi prematur

ketergantungan oksigen setelah 42 hari pasca konsepsi. Pada BBLSR (<1500 g), insiden

ketergantungan oksigen pada 28 hari setelah lahir adalah sekitar 30% - 50%, pada 36 minggu

pasca konsepsi insiden yang sama menurun menjadi 4 - 30% .1,2

Beberapa studi menunjukan bahwa sepertiga bayi BBLSR mengalami bentuk ringan BPD.

Insiden BPD berbanding terbalik dengan usia saat bayi dilahirkan dan dengan berat badan lahir.

Semakin banyak bayi prematur dan BBLSR yang bertahan hidup semakin tinggi jumlah anak –

anak yang mengalami BPD, meskipun derajatnya bervariasi mulai dari ringan sampai berat.1,2

b.4 Etiologi

a. Inflamasi

Respon inflamasi berlebihan (jumlah dari sitokin proinflamasi dari influks alveolar,

seperti makrofag dan leukosit) terjadi di kehidupan awal infan yang akan mengalami

BPD. 1,2,3

b. Ventilasi mekanik

Volutrauma / barotrauma adalah salah satu penyebab BPD. Minimalisasi penggunaan

ventilasi mekanik dengan menggunakan Nasal Continuous Positive Airway Pressure

(NCPAP) lebih awal dan Noninvasive Ventilatory Support akan menurunkan kejadian

BPD. 1,2,3

c. Paparan oksigen

Terapi surfaktan dari luar selalu dihubungkan dengan terapi surfaktan eksogen dengan

paparan yang lama (lebih dari 150 jam) dan dengan tekanan O2> 60. Hiperoksia dapat

mengakibatkan efek pada jaringan paru seperti proliferasi dari sel alveolar tipe 2 dan

fibroblast, perubahan di sistem surfaktan, peningkatan sel inflamasi, dan sitokin,

9

Page 10: Isi Referat BPD

peningkatan deposit kolagen, penurunan alveolarisasi dan densitas mikrovaskular.

Sekarang, paparan oksigen tekanan tinggi dalam jangka waktu lama yang dibatasi.

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis

Pada awalnya BPD dipercaya sebagai akibat trauma langsung dari ventilator dan

toksisitas oksigen. Akan tetapi dalam perkembangannya, dengan adanya perubahan gejala klinis

dan adanya ketergantungan oksigen pada bayi tanpa Respiratory Distresss Syndrome (RDS) atau

pada bayi yang pada awalnya tidak diberi oksigen, akhirnya diketahui bahwa inflamasi

merupakan penyebab utama BPD. Bukti bahwa respon inflamasi menyertai respon distress

pernafasan adalah ditemukannya sel-sel inflamasi yang teraktivasi, mediator inflamasi, dan

sitokin. Faktor-faktor seperti Macrophage Inflammatory Protein I dan IL-8 yang ditemukan di

saluran respirasi, dan penurunan cytokin counter regulatory seperti IL-10 menyebabkan

inflamasi persisten. Sel-sel inflamasi banyak ditemukan di ruang antar sel maupun di rongga

udara, selain itu sel-sel epitel paru juga mensintesis mediator-mediator inflamasi. Produksi

radikal bebas oleh karena Fe bebas pada rongga udara menyebabkan terbentuknya TGF β dan

fibrosis. 1,2,3,4,5

Barotrauma dan volutrauma akibat respirator dapat merusak jalan nafas dan parenkim paru

secara langsung ataupun tidak langsung. Intubasi menyebabkan kerusakan permukaan saluran

respirasi lokal, mengganggu aktivitas silier, dan sebagai saluran masuk langsung bakteri patogen

dan gas eksogen pada saluran respirasi. Kebocoran udara, misalnya pada emfisema interstisial

paru semakin merusak jaringan paru. Paparan oksigen menyebabkan timbulnya radikal bebas

toksik yang dapat menyebabkan kerusakan akut pada jaringan, peradangan, dan menghambat

perbaikan dan perkembangan paru.1,2

Bayi dengan paru yang masih imatur dapat mudah mengalami kerusakan dan lebih sulit

mengalami perbaikan. Dari hasil autopsi ditemukan abnormalitas perkembangan dan morfologi

paru pada bayi yang menderita BPD, dengan penurunan pembentukan septum alveoli. Diketahui

juga bahwa alveoli terus berkembang hingga usia 5 tahun, sehingga sebagian besar bayi dengan

BPD membaik secara klinis meskipun kelainan patologis dan radiologis biasanya menetap

hingga dewasa.1,2,4

10

Page 11: Isi Referat BPD

Gambar 6. Patogenesis BPD1

2.6 Gejala Klinis

Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronkhi. Risiko terjadinya infeksi

juga meningkat. Kebutuhan oksigen mulai meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir,

lalu menetap pada awal minggu ketiga. Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edema paru,

infeksi, atau gagal jantung kanan.1,2,3

Northway menggambarkan 4 stadium radiologis BPD sebagai berikut1,2,4 :

a. Sindrom distresss pernapasan

b. Diffusely hazy

c. Diffusely bubbly, pola interstisial

d. Hiperaerasi, hiperlusen fokal

Stadium tersebut sesuai dengan progresivitas patologi, dari Respiratory Distresss Syndrome

(RDS) akut hingga edema paru, inflamasi, metaplasia sel skuamosa, dan akhirnya emfisema,

fibrosis, ateletaksis, penebalan otot polos peribronkial serta perivaskular. Akan tetapi lesi CT

11

Predisposisi infant: Immaturity Family history RDS

Severe lung disease: PDA/ fluid overload PIE

High level of respiratory support:

Oxygen toxicity Barotrauma

Contributory factors: Infection Surfactant abnormalities Disturbance of elastase/

protease

BPD

Page 12: Isi Referat BPD

Scan dapat ditemukan area hiperaerasi multifokal, beberapa opasitas linier subpleura, dan

menyingkirkan bronkiektasis jika didapatkan gambaran sekuele dari BPD.1,2

Bronkopulmonar displasia sering disertai dengan bronkospasme, episode sianosis, dan

hipoksemia kronik. Abnormalitas fungsi paru pada bayi BPD meliputi penurunan komplians

paru, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, serta peningkatan volume paru, tahanan saluran

respirasik, dan air trapping. Perbaikan klinis BPD dinyatakan dengan perkembangan somatik

yang membaik.1,2

Abnormalitas uji fungsi paru menetap pada anak usia sekolah dengan riwayat BPD.

Abnormalitas tersebut mencakup penurunan kapasitas vital paru, volume ekspirasi paksa, aliran

ekspirasi paksa, dan peningkatan volume residu. Uji fungsi paru biasanya membaik pada usia 7-

11 tahun. Sekitar 50% anak-anak dengan riwayat BPD mempunyai hiperaktivitas bronkus

meskipun tidak terdapat riwayat mengi. Suatu studi kohort bahwa BBLSR yang menderita BPD

memiliki kelemahan motorik dan berisiko lebih tinggi terhadap retardasi mental.1,2

2.7 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

a. Pemeriksaan Umum

Status respirasi yang buruk adalah manifestasi yang disebabkan karena peningkatan dari

pernafasan yang buruk, peningkatan dari tekanan oksigen, atau peningkatan dari apneu-

bradikardi, atau kombinasi dari hal tersebut. 1,2,3,4

b. Pemeriksaan paru

Retraksi dan keabnormalan paru yang difus biasa ditemukan. Wheezing atau

pemanjangan ekspirasi juga harus diwaspadai. 1,2,3,4

c. Pemeriksaan Kardiovaskuler

Ventrikel kanan terangkat, S2 tunggal, atau P2 prominen mungkin diikuti dengan cor

pulmonal. 1,2,3,4

d. Pemeriksaan Abdomen

Hati mungkin membesar setelahnya ke sisi kanan di daerah gagal jantung atau mungkin

ke bawah abdomen, karena disebabkan hiperinflasi dari paru. 1,2,3,4

e. Analisis Gas Darah

12

Page 13: Isi Referat BPD

Biasanya menunjukkan retensi CO2. Walaupun demikian jika masalah respirasi telah

kronik dan stabil pH biasanya sub normal (pH > 7,25). 1,2,3,4

f. Elektrolit

Abnormalitas dari elektrolit akan dihasilkan dari retensi kronik karbondioksida

(peningkatan serum bikarbonat), terapi diuretik (hiponatremia, hipokalemia, atau

hipokloremia), restriksi cairan (peningkatan nitrogen urea dan kreatinin), atau ketiga

tiganya. 1,2,3,4

g. Urinalisis

Pemeriksaan mikroskopik akan menunjukkan adanya sel darah merah, mengindikasikan

adanya kemungkinan nefrokalsinosis sebagai hasil dari pemakaian diuretik jangka lama. 1,2,3,4

h. EKG dan Ekokardiografi

Ini diindikasikan pada BPD yang tidak membaik atau semakin memburuk. Pemeriksaan

ini dapat mendeteksi cor pulmonal dan atau hipertensi pulmonal, dimanifestasikan oleh

hipertrofi ventrikel kanan dan elevasi dari tekanan arteri pulmonal dengan deviasi aksis

ke kanan, peningkatan waktu interval sistolik kanan, penebalan daripada dinding

ventrikel kanan, dan abnormal dari geometri ventrikel kanan. 1,2,3,4

2.8 Pemeriksaan Radiologi

2.8.1 Rontgen

Empat tahap perubahan radiografi pada BPD1,6,7,8 :

a. Tahap I

Terlihat seperti gambaran RDS (tampak air bronchogram, ground glass apperarance).

b. Tahap II

Tampak gambaran kekaburan yang difus, ini terjadi pada minggu kedua.

c. Tahap III

Tampak gambaran cystic lusen pada minggu 3.

d. Tahap IV

Hiperinflasi luas dan pembesaran jantung pada minggu keempat.

13

Page 14: Isi Referat BPD

Penemuan ini juga dapat digambarkan menurut 4 tahap asli dari BPD yang yang ditemukan

Northway dkk1,6,7,8 :

a. Tahap 1 ( < 3 hari)

Karakteristik (mirip dengan RDS dan kadang juga menyerupai komplikasi RDS seperti

pneumotoraks dan emfisema paru interstisial).

Tampak air bronchogram

Tampak ground glass appearance

Belum terjadi hiperinflasi

Gambar 7. BPD stage 1

b. Tahap 2 (4-10 hari)

Ada penemuan radiografi yang menetap dan harus diwaspadai untuk

perkembangan BPD lebih lanjut.

14

Page 15: Isi Referat BPD

Gambaran interstitial yang halus atau kasar yang difus (homogenous opacity)

sering dijumpai pada tahap ini. Kadang sulit untuk melihat batasan jantung. Tidak

ada kecenderungan pada satu lobus tertentu. Pada kasus berat akan tampak

gambaran yang lebih kasar.

Mulai terbentuk vacuole lusen tapi belum terlalu jelas.

Gambar 8. BPD stage 2

c. Tahap 3 (10-20 hari)

Vacuole meluas dan akan dikenali menjadi kistik yang berisi daerah udara.

Dikenal dengan pola interstisial.

15

Page 16: Isi Referat BPD

Gambar 9. Foto Rontgen BPD Stage 3

d. Pada tahap 4 (> 1 bulan)

Tampak hiperekspansi paru-paru

Perluasan cyst

Pada tahap ini, udara lebih sering terjebak di lobus bawah daripada lobus atas.

Hiperinflasi paru akan terlihat pada kasus yang parah.

16

Page 17: Isi Referat BPD

Gambar 10. Foto rontgen BPD stage 4

Tahap Northway tidak terlalu jelas terlihat dalam pemeriksaan bayi dengan BPD. Bayi

dengan RDS tidak akan selalu menjadi BPD.7,8

Pada hari ke 3, perubahan radiografi dapat dilihat sebagai edema paru. Memasuki 1

minggu, gambaran dapat menunjukkan edema interstisial, mengaburnya garis septum, dan

corakan bronkovaskuler meningkat. Gambaran opak mungkin terlihat karena pembengkakan

getah bening atau atelektasis. Kardiomegali dapat dilihat jika ada PDA atau kelebihan cairan.

Perubahan dapat terjadi di awal dan akan parah jika disebabkan oleh infeksi. Sulit untuk

membedakan infeksi dan overload cairan dengan menggunakan radiografi saja. Pada minggu

ketiga, fibrosis dan / atau atelektasis dapat diamati di lobus atas. Hiperinflasi dapat menghasilkan

pembesaran ventrikel kanan, hila akan menonjol karena arteri paru, dan arteri paru perifer tidak

tampak. Dalam kasus yang jarang, trakea diperbesar dan melunak. 1,6,7,8

17

Page 18: Isi Referat BPD

2.8.2 CT SCAN

CT Scan digunakan dalam evaluasi lebih lanjut dari displasia bronkopulmonar (BPD). CT

Scan akan menunjukkan temuan yang berbeda tergantung pada stadium penyakit. Radiografi

adalah pencitraan andalan untuk diagnosis BPD. High resolution computed tomography (HRCT

scan) berguna dalam evaluasi lebih lanjut dari BPD dan untuk melihat adanya gejala sisa.1,7,9,10

Berikut ini beberapa gambaran CT Scan yang sering ditemukan :

Gambar 11. Anak 4 tahun yang berulang kali dirawat di rumah sakit insufisiensi pernafasan.Pada

Elektron-beam CT scan paru-paru ditemukan hypoattenuated besar di seluruh kedua lobus atas.

Hypoattenuated lainya yang lebih kecil terlihat pada lobus kanan bawah.

18

Page 19: Isi Referat BPD

Gambar 12. Anak 3 tahun dengan episode berulang mengi dan pneumonia. Elektron-beam CT

scan paru memperlihatkan paru tajam, tipis, dengan kekeruhan terlihat dari pinggir menuju hilus

kiri. Linier kekeruhan (atelektasis atau fibrosis) yang berdekatan dengan penebalan pleura

segitiga. 1,7,9,10

Gambar 13. Gadis 9 tahun dengan dispnea dan sianosis.CT Scan menunjukkan semua tiga

kelainan: hypoattenuated daerah diparu-paru kanan, yang berisi opacity linear, dan penebalan

subpleural di paru-paru kiri. 1,7,9,10

19

Page 20: Isi Referat BPD

2.9 Diagnosis Banding1,2,7

Nama

Pembeda

Retikulogran

ular

Air

Bronchogr

am

Infiltrat Lusen KistikHiperinfla

si

Bronkopulmonar

Displasia (BPD)

+/- (stage 1) + (stage 1-

2)

- + (vakuol

lusen

tahap 2)

+ (tahap 3) + (tahap 4)

Emfisema Paru

Interstisial (PIE)

- + - + (lebih

jelas)

- +

Aspirasi

mekonium

- - + (kasar) - - -

Aspirasi

pneumoni

- - + (opak) - - -

Respiratory

Distresss

Syndrome (RDS)

+ - - - - -

20

Page 21: Isi Referat BPD

Gambar 14. PIE12

Gambar 15. Aspirasi Mekonium11

21

Page 22: Isi Referat BPD

Gambar 16. Aspirasi Pneumoni12

Gambar 17. RDS 11

22

Page 23: Isi Referat BPD

2.10 Tatalaksana

Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan respirasi, memperbaiki fungsi respirasi,

meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat, dan memfasilitasi

perkembangan paru. Meskipun pemberian diuretik dapat mengurangi edema paru dan kebutuhan

oksigen, tetapi dapat juga menurunkan elektrolit, memicu bone loss, dan nefrokalsinosis.

Kortikosteroid sistemik dosis tinggi memfasilitasi ekstubasi dan menurunkan bantuan pernafasan

dan paparan oksigen. Akan tetapi keuntungan jangka pendek tersebut menyebabkan komplikasi

yang serius seperti hiperglikemi, hipertensi, perforasi usus halus, infeksi, menghambat

pertumbuhan otak dan somatic, serta menghambat perkembangan neuromotor (cerebral palsy).

Kortikosteroid pasca natal tidak menunjukkan keuntungan jangka panjang. Hingga saat ini belum

diketahui hubungan antara efek steroid sistemik tersebut dan jenis steroid, dosis yang digunakan,

atau durasi pengobatan. Penggunanaan steroid aerosol menunjukkan komplikasi yang lebih

sedikit, tetapi efek terapinya kurang efektif. Karena efek samping jangka panjang maupun jangka

pendek itulah maka direkomendasikan bahwa penggunaan steroid pasca natal hanya pada

keadaan klinis khusus, seperti gagal nafas berat dengan oksigen maksimal. Kemungkinan

penggunaan obat yang digunakan untuk menurunkan ketergantungan oksigen lebih merusak

daripada oksigen itu sendiri.1,2,3,4

Banyak bayi prematur terpapar dengan konsentrasi oksigen, sedangkan enzim antioksigen

endogen relatif kurang saat lahir. Pemberian recombinan human superoxide dismutase (rhSOD)

dapat mengurangi jejas paru baik pada kultur sel maupun pada binatang percobaan. Pada studi

rhSOD tersebut diinstilasikan pada trakea setelah pemberian dosis awal surfaktan eksogen, dan

dilanjutkan hinggal 28 hari atau selama pengunaan ventilator. Dari studi tersebut didapatkan

hubungan antara pemakaian rhSOD, penurunan derajat perdarahan intraventrikuler, dan

leukomalasia periventrikuler. Akan tetapi, pemberian antioksidan untuk pencegahan dan terapi

masih perlu dievaluasi lebih lanjut.1,2,3,4

Perkembangan paru terjadi akibat keseimbangan antara pengaruh stimulan dan inhibitor,

yaitu glukokortikoid, dan TGF β. Glukokortikoid mendorong pematangan struktur parenkim,

meningkatkan produksi surfaktan dan komplians paru, meningkatkan klirens air pada paru, dan

menurunkan permeabilitas vaskuler. Hasil akhirnya adalah perbaikan fungsi paru, respon yang

23

Page 24: Isi Referat BPD

lebih baik terhadap surfaktan dan peningkatan harapan hidup. Sebaliknya TGF β menghambat

perkembangan paru.1,2,3,4

Tujuan Terapi Efek Samping

↓ cairan paru Restriksi cairan Restriksi kalori

↓ edema paru Diuretik

Kortikosteroid

Hilangnya Na+, K+, Ca++;

osteopenia; riketsia; fraktur;

nefrokalsinosis kolilitiasis

Hiperglikemi, hipertensi,

infeksi, perforasi

gastrointestinal, gangguan

pertumbuhan otak dan

somatic, cerebral palsy.

↓ reaktivitas saluran respirasi Bronkodilator Takikardi, iritabilitas

↓ hipertensi pulmonal Mempertahankan saturasi O2

≥ 92%

↓ inflamasi Stabilitas sel mast (misalnya

kromolin)

Kortikosteroid

Lihat di atas

↓ refluks gastroesofagus Metoklopramid

Antasida

↑ risiko infeksi

↑ hantaran O2 Suplementasi O2

Transfusi PRC

Eritropetin

Jejas oksidan

Risiko terinfeksi penyakit dari

donor

↑ pertumbuhan Asupan makanan hiperkalori

adekuat (24- 30 kkal/oz)

mempertahankan saturasi O2

≥ 92 %

Insufisiensi cairan, azotemia

prerenal, dehidrasi

hipernatremi

Sumber: Voucher YE, Bronchopulmonary Dysplasia: an enduring challenge. Pediatrics in review. 2002;23:349-358

Tabel 1. Tujuan Terapi dan Efek Samping yang Ditimbulkan2

24

Page 25: Isi Referat BPD

Studi yang dilakukan oleh Cole pada tahun 1999 menyatakan bahwa pemberian inhalasi

beklometason tidak mencegah terjadinya BPD, tetapi berhubungan dengan penurunan

penggunaan kortikosteroid sistemik dan ventilator. Deksametason diberikan dengan dosis awal

0,2-0,5 mg/kgBB po/iv dan dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,1 mg/KgBB/ po/iv selama 6-8

jam. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan dosis dan cara pemberian

glukokortikoid pada pasien BPD.1,2

Nitric oxide (NO) merupakan regulator penting pada tonus vaskular paru, dan NO sintase

dapat ditemukan pada endotel vaskular dan epitel bronkus. Inhalasi NO dapat meningkatkan

aliran darah paru, menurunkan tahanan vaskuler paru, dan memperbaiki oksigenasi.1,2

2.11 Komplikasi

Bagian Masalah

Respirasi Pneumonia

Sindrom kematian mendadak

Bronkitis

Aspirasi

Otitis media

Trakeomalasia

Stenosis subglotis

Kematian

Kardiovaskuler Hipertensi sistemik

Hipertensi pulmonal

Cor pulmonal

Gagal jantung kongestif

Gastrointestinal Refluks gastrointestinal

Kesulitan makan

Intoleransi makanan

Slow weight gain

Failure to thrive

Lain-lain Osteopenia

25

Page 26: Isi Referat BPD

Riketsia

Batu ginjal

Batu empedu

Nefrokalsinosis

Tabel 2. Komplikasi BPD1,2

2.12 Prognosis

Sebagian bayi dengan BPD dapat bertahan hidup, tetapi terdapat peningkatan risiko infeksi,

hiperaktifitas saluran respirasi, disfungsi jantung, dan kelainan neurologis. Dua puluh empat

persen dari bayi BPD klasik akan mempunyai keluhan respirasi hingga dewasa. Meskipun BPD

ringan berhubungan dengan hasil yang lebih baik, tetapi anak yang menderita BPD mempunyai

risiko dua kali lebih besar untuk menderita mengi, asma, atau infeksi saluran respirasi bawah,

dibandingkan dengan anak-anak tanpa BPD. Pada beberapa laporan, 50% dari seluruh bayi

BBSLR dengan riwayat BPD kembali masuk rumah sakit pada 12-24 bulan pertama setelah

lahir, dan 50% mempunyai riwayat mengi atau asma pada masa anak-anak. Risiko kejadian akut

yang mengancam jiwa (20%) atau kematian mendadak (3%) lebih tinggi pada bayi BBLSR

dengan BPD.1,2,3,4

26

Page 27: Isi Referat BPD

BAB III

KESIMPULAN

Bronkopulmonar displasia (BPD) merupakan penyakit paru kronik yang ditemui pada

bayi prematur dan BBLSR yang mengunakan alat bantu nafas. Bronkopulmonar displasia

pertama kali dilaporkan oleh Northway dkk pada tahun 1967 berdasarkan perubahan radiologis

pada bayi prematur yang menderita respiratory distresss syndrome setelah lahir, mendapatkan

barotrauma dan volutrauma yang menyebabkan kerusakan pada jalan nafas dan parenkim paru.

Bronkopulmonar displasia didiagnosa berdasarkan pemerikssan fisik dan pemeriksaan

penunjang lain. Pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam membantu penegakan

diagnosis penyakit ini adalah pemerikasaan radiologi. Radiografi adalah pencitraan andalan

untuk diagnosis BPD dan membedakan penyakit ini dengan penyakit-penyakit pernafasan pada

bayi lainya. High resolution computed tomography (HRCT scan) berguna dalam evaluasi lebih

lanjut dari BPD dan untuk melihat adanya gejala sisa.

Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan respirasi, memperbaiki fungsi respirasi,

meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat, dan memfasilitasi

perkembangan paru.

27

Page 28: Isi Referat BPD

DAFTAR PUSTAKA

1. Janet, M.R. and Roberton, N.R.C. 1999. Textbook of Neonatology 3rd Edition. England:

Churcill Livingstone, halaman 608-622.

2. Landia, S. dan Retno, A.S. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI, halaman

483-490.

3. Tricia, LG, dkk. 2009. Neonatology. USA: Lange, halaman 416-421.

4. Nelson, WE, dkk. 2007. Textbook of Pediatrics 18th Edition. USA: Saunders, chapter 415.

5. Leonard, ES. 2004. 5th Edition Imaging of The Newborn, Infant, and Young Child. USA:

Lippincott Williams.

6. Rudolph, AM, dkk. 2003. Pediatrics 21st Edition. USA:McGraw-Hill, chapter 23.9.

7. Prabhakar Rajiah. Imaging in Bronchopulmonary Dysplasia. 2011. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/406564-overview. Diakses pada tanggal 23 April

2012.

8. Learning Radiology.com. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD). Diunduh dari:

http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20284-BPD/bpdcorrect.html .

Diakses pada tanggal 23 April 2012.

9. Aukland, Stein Magnus, dkk. High-Resolution CT of the Chest in Children and Young

Adults Who Were Born Prematurely: Findings in a Population-Based Study. 1999.

Diunduh dari:

http://www.ajronline.org/content/187/4/1012.figures-only. Diakses pada tanggal 23 April

2012.

10. Catherine, O, dkk.. Bronchopulmonary Dysplasia : Value of CT in Identifying pulmonary

squelae. 2004. Diunduh dari:

http://www.ajronline.org/content/163/1/169.full.pdf+html?sid=6d7a30c5-36f9-4148-

b79a-2644a62af844 . Diakses pada tanggal 23 April 2012.

11. Kirks, Donald R. and Laurin, Sven. Respiratory Radiology. 2011. Diunduh dari:

http://www.medcyclopaedia.com/library/radiology/chapter15/15_3.aspx . Diakses pada

tanggal 29 April 2012.

12. Wood, Beverly P. Imaging in Pulmonary Emphisema Interstisial. 2011. Diunduh dari:

28

Page 29: Isi Referat BPD

http://emedicine.medscape.com/article/412482-overview . Diakses pada tanggal 29 April

2012.

29