ISI REFERAT DM

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronik pada anak dan dewasa. Diabetes mellitus adalah sindrom homeostasis gangguan energi yang disebabkan oleh defisiensi insulin atau oleh defek kerjanya dan mengakibatkan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak tidak normal. Kelainan ini merupakan gangguan metabolik endokrin masa anak dan remaja yang paling lazim dengan konsekuensi penting pada perkembangan fisik dan emosi.1 Kurang lebih 151.000 penderita diabetes berusia < 20 tahun. Ketika diabetes terjadi pada usia anak-anak, jenis diabetes tersebut adalah diabetes tipe 1 atau diabetes mellitus juvenil. Studi di Eropa juga menunjukkan adanya peningkatan frekuensi diabetes tipe 1 terutama pada anak-anak. Namun pada dua dekade terakhir, terjadi peningkatan frekuensi diabetes melitus tipe 2 pada anak dan dewasa. Menurut Centers for Disease Control (CDC), anak-anak di Amerika yang lahir pada tahun 2000 akan mengalami peningkatan risiko menderita diabetes tipe 2, sebelumnya disebut diabetes dewasa.2 Morbiditas dan mortalitas yang berasal dari gangguan metabolik dan dari komplikasi jangka panjang yang mempengauhi pembuluh darah kecil maupun besar serta menyebabkan retinopati, nefropati, penyakit jantung iskemik, dan obstruksi arteri dengan ulkus diabetik. Manifestasi klinis akut dapat sepenuhnya

1

dimengerti dalam lingkup ilmu pengetahuan sekarang ini mengenai sekresi dan kerja insulin; perkembangan genetik dan etiologi lain yang mengarah pada mekanisme autoimun sebagai faktor pada kejadian diabetes tipe 1 dan faktor keturunan penderita DM tipe 2 serta obesitas yang menjadi faktor pada diabetes tipe 2. pertimbangan-pertimbangan ini membentuk dasar pendekatan terapeutis terhadap penyakit ini.1

B. 1.

TUJUAN Tujuan Umum Referat ini diajukan sebagai syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

2.

Tujuan Khusus Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai diabetes mellitus terutama pada anak

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia kronik akibat adanya gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Diabetes mellitus tipe 1 (DMT1) terjadi akibat kerudakan sel -pankreas sehingga terjadi defisiensi insulin secara absolut yang dapat disebabkan oleh adanya proses autoimun meupun penyebab lain yang belum diketahui (idiopatik). Diabetes melitus tipe 2 banyak disebabkan faktor aktivitas, nutrisi, dan keturunan yang menyebabkan adanya resistensi insulin disertai defsiensi insulin relatif.3

B. EPIDEMIOLOGI Insidensi DM tipe 1 maupun tipe 2 bervariasi baik antar negara maupun dalam suatu negara. Dari data epidemiologis puncak usia terjadinya DM pada anak adalah usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Insiden penderita diabetes mellitus tipe 1 pada anak meningkat secara signifikan di Negara Barat. Survey di Amerika Serikat menunjukkan prevalensi diabetes pada anak umur sekolah adalah sekitar 1,9 dalam 1.000. namun frekuensinya sangat berkorelasi

3

dengan meningkatnya usia. Data yang ada menunjukkan kisaran 1 dalam 1.430 pada anak usia 5 tahun sampai 1 dalam 360 pada anak usia 16 tahun.1 Dahulu DM tipe 2 lebih sering terjadi pada pasien berusia di atas 40 tahun dan sampai tahun 1990 lebih dari 95% anak yang menderita DM adalah DM tipe 1. Namun dengan meningkatnya insidensi obesitas di Negara barat dan onsetnya yang semakin dini, saat ini terjadi peningkatan frekuensi diabetes tipe 2 pada orang dewasa muda dan anak-anak. Saat ini 10-50% penderita DM pada anakanak adalah DM tipe 2.4

C. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI5 1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel, biasanya akibat defisiensi insulin

absolut) a. Diperantarai imun b. Idiopatik 2. Diabetes tipe 2 (bervariasi dari dominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif atau dominan defek sekretori dengan resistensi insulin) 3. Tipe spesifik yang lain

a. Defek genetik fungsi sel 1) Kromosom 12, HNF-1 (MODY3) 2) Kromosom 7, glukokinase (MODY2) 3) Kromosom 20, HNF-4 (MODY1) 4) Kromosom 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY4)

4

5) Kromosom 17, HNF-1 (MODY5) 6) Kromosom 2, NeuroD1 (MODY6) 7) Mitochondrial DNA 8) Lain-lain b. Defek genetik kerja insulin 1) 2) 3) 4) 5) Resistensi insulin tipe A Leprechaunism Rabson-Mendenhall syndrome Lipoatrofi diabetes Lain-lain c. Penyakit eksokrin pankreas 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Pankreatitis Trauma/pankreatektomi Neoplasia Fibrosis kistik Hemokromatosis Fibrokalkulosa pankreatopati Lain-lain d. Endokrinopati 1) 2) 3) 4) Akromegali Cushings syndrome Glukagonoma Feokromositoma

5

5) 6) 7) 8)

Hipertiroidisme Somatostatinoma Aldosteronoma Lainnya e. Induksi obat atau kimia

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11)

Vacor Pentamidin Asam nikotinat Glukokortikoid Hormon tiroid Diazoxide adrenergic agonists Thiazides Dilantin Interferon Lainnya f. Infeksi 1) Rubella kongenital 2) Cytomegalovirus 3) Lainnya g. Bentuk tidak lazim dari diabetes yang diperantarai imun 1) Stiff-man syndrome 2) Anti-insulin receptor antibodies

6

3) Lainnya h. Sindrom genetik lain yang kadang berhubungan dengan diabetes 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 4. Down syndrome Klinefelter syndrome Turner syndrome Wolfram syndrome Friedreich ataxia Huntington chorea Laurence-Moon-Biedl syndrome Myotonic dystrophy Porphyria Prader-Willi syndrome Lainnya

Diabetes mellitus gestasional

D. SEKRESI DAN KERJA INSULIN Gen pengkode insulin terletak di lengan pendek kromosom 11. Insulin disekresi oleh sel pulau Langerhans. Insulin merupakan protein yang terdiri dari dua rantai yaitu rantai A (21 asam amino) dan rantai B (30 asam amino) dan terhubung oleh 2 jembatan disulfida.6 Insulin merupakan hasil pembelahan proinsulin yang merupakan turunan dari prekursor yang lebih besar yaitu prepoinsulin yang disintesis di reticulum

7

endoplasma kasar. Proinsulin merupakan rantai kontinu yang berawal dari ujung terminal N rantai B dan berakhir di ujung terminal C rantai A. peptide penghubung (peptide C) berinterposisi di antara ujung terminal C rantai B dan ujung terminal N rantai A. pada apparatus golgi dan granula penyimpanan, suatu enzim pengkonversi membelah proinsulin menjadi insulin.6 Sintesis dan sekresi insulin distimulasi oleh glukosa yang menstimulasi ambilan kalsium (Ca2+) ekstraseluler pada sel B. Kation ini memicu mekanisme kontraktil di mana mikrotubulus berperan dalam pergerakan granula yang mengandung insulin menuju membran sel, di mana granula berfusi dan isi granula dilepaskan ke ruang ektraseluler melalui eksositosis. Glukagon yang disintesis oleh sel pancreas menstimulasi pelepasan insulin melaui efek langsung pada sel . Pelepasan insulin juga dipengaruhi sistem saraf dan neurotransmitter.6 Insulin bersirkulasi sebagai monomer dan tidak terikat pada protein plasma. Insulin difiltrasi oleh glomerulus namun hampir seluruhnya direabsorbsi pada tubulus proksimal dan didegradasi oleh ginjal. Hati membuang separuh insulin portal hepatik yang melewatinya.7

8

Gambar 2.1 Mekanisme sekresi insulin. Dikutip dari Ben Greenstein dan Diana FW. At a Glance Sistem Endokrin. 2007 Reseptor insulin terdapat beberapa subunit yaitu dua subunit alfa dan dua subunit beta yang saling berikatan kovalen melalui jembatan disulfide. Ketika insulin berikatan dengan lokasi reseptor subunit alfa, interaksi ini ditransmisikan ke domain intraseluler pada subunit beta. Subunit ini akan melakukan autofosforilasi yang akan mengaktifkan protein kinasenya sendiri, menghasilkan kaskade reaksi fosforilasi dan defosforilasi intraseluler untuk mengekspresikan kerja insulin.6 Kaitan antara resepror insulin dengan kaskade fosforilasi lainnya dapat berupa suatu famili protein yang disebut substrat reseptor insulin (insulin resptor substrate, IRS). Dua protein IRS yaitu IRS-1 dan IRS-2 bersifat esensial untuk ekspresi kerja insulin yang komplet. Autofosforilasi reseptor insulin

menyebabkan fosforilasi tirosin pada protein IRS sehingga mampu berikatan dengan kelompok protein sinyal sehingga menimbulkan efek insulin pada

9

transport glukosa, sintesis glikogen, sintesis protein, dan mitogenesis. Glukosa diambil oleh transporter glukosa melalui proses difusi terfasilitasi.8

Gambar 2.2 Mekanisme kerja insulin. Dikutip dari Fauci AS, Kasper DL, Braunvald EH, Longe DL, In Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th Edition Setelah reseptor mengikat insulin, kompleks hormone reseptor

meninggalkan membran melalui proses endositosis dan masuk ke dalam sel. Setelah berikatan dengan reseptor, kompleks tersebut terselubungi dalam suatu celah berlapis yang dibentuk melalui invaginasi dan fusi permukaan. Begitu berada di dalam sel, celah tersebut menjadi tidak terlapisi dan membentuk suatu endosom,. Endosom melepaskan reseptor dan insulin kemudian didaur ulang ke membran dan insulin didegradasi. Proses internalisasi reseptor dapat merupakan suatu regulasi efek insulin dengan membatasi jumlah reseptor yang dapat berikatan dengan hormon. Proses ini merupakan mekanisme down regulation reseptor insulin.8

10

Setelah makan, insulin memindahkan glukosa dari sirkulasi dan memacu konversinya menjadi glikogen dan lipid. Insulin memacu konversi asam lemak menjadi lipid, serta ambilan asam amino ke dalam hati dan otot skelet tempat keduanya dikembangkan menjadi protein. Oleh karena itu insulin merupakan suatu hormon anabolik.8

E. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI 1. Diabetes Melitus Tipe 1 Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan pada terjadinya DM tipe 1 walaupun 80% penderita DM tipe 1 tidak mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit serupa. Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA tertentu, tetapi sistem HLA berperan sebagai suatu susceptibility gene atau faktor kerentanan. Kerentanan yang meningkat terhadap sejumlah penyakit telah dikaitkan dengan satu atau lebih antigen HLA yang dikenali. Pewarisan antigen HLA halotipe DR-3 arau DR-4 menyebabkan peningkatan risiko dua atau tiga kali terhadap perkembangan DM tipe 1. Bila DR3 maupun DR4 diwariskan, risiko relatif untuk perkembangan diabetes meningkat 7-10 kali lipat.9 Faktor pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin, dll) diperlukan untuk menimbulkan gejala-gejala klinis DM tipe 1 pada seseorang yang rentan. Proses ini akan berlangsung dalam beberapa bulan sampai tahun sebelum manifestasi klinisnya timbul. Infeksi enterovirus berhubungan berhubungan dengan timbulnya autoantibodi pada populasi dan enterovirus

11

telah ditemukan di dalam sel islet anak diabetes. Awalnya kerusakan sel pankreas dispicu melalui mekanisme makrofag yang teraktivasi, limfosit T sitotoksik dan supresor, dan limfosit B yang menimbulkan insulitis destrukstif yang sangat selektif terhadap populasi sel . Sekitar 70-90% sel hancur sebelum timbul gejala klinis. 85-90% anak dengan hiperglikemia puasa akan ditemukan petanda autoantibodi terhadap sel beta pankreas seperti sel islet, GAD (Glutamic Acid Decarboxylase), IA-2, IA-2B, atau autoantibodi insulin.9 Susceptibilit y Environment Imunological Priming Genetic

Autoimune Disease Islet Cell Destruction Insulin Deficiency Cilinical Diabetes Gambar 2.3 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1. dikutip dari William HL. Pediatric Type 1 Diabetes Mellitus. Available at:http//emedicine.medscape.com

12

Pada DM tipe 1, makin menurunnya insulin pasca makan akan mempercepat proses katabolisme. Insulopenia menyebabkan penggunaan glukosa oleh otot dan lemak berkurang mengakibatkan hiperglikemia postprandial. Bila insulin makin menurun maka tubuh akan berusaha memproduksi lebih banyak glukosa melalui glikogenolisis dan

glukoneogenesis. Akan tetapi karena kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel maka hepar akan berusaha lebih keras lagi, sebagai aibatnya adalah timbulnya hiperglikemia puasa, menimbulkan diuresis osmotik disertai glukosuria bila ambang ginjal sudah terlampaui (180 mg/dl). Akibatnya tubuh kehilangan kalori, elektrolit, dan cairan, terjadi rehidrasi yang selanjutnya menimbulkan stres fisiologis dengan hipersekresi hormon stres dan maikn menurunnya kadar insulin yang menyebabkan peningkatan glikogenolisis, glukoneogenesis, lipolisis, dan ketogenesis serta ketoasidosis diabetik.8 2. Diabetes Melitus Tipe 2 Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu 1. Resistensi insulin 2. Disfungsi sel pancreas Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel pancreas, amilin dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel

13

hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah ,sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia; disamping itu juga terjadi

peningkatan asam lemak bebas dalam darah.10 Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia)

mengakibatkan sel pankreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2. Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel pankreas yang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan puasa.10 Diabetes tipe 2 merupakan keadaan yang ditandai oleh resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. Hal tersebut akibat adanya hiperinsulinemia yang berkepanjangan hingga menyebabkan terjadinya defisiensi insulin. Faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya respon jaringan terhadap insulin yaitu:8 1. 2. Inhibitor prareseptor: antibodi terhadap insulin Inhibitor reseptor: down regulation primer reseptor sel akibat alfa),

hiperinsulinisme,

hiperinsulinisme

(adenoma

14

hiperinsulinisme sekunder terhadap defek pasca reseptor (obesitas, sindrom Cushing, akromegali, kehamilan), dan hiperglikemia yang lama (diabetes melitus dan pasca uji toleransi glukosa) 3. Kelainan pasca reseptor: respon yang jelek terhadap organ sasaran

akibat obesitas, penyakit hepatik, dan inaktivitas otot. 4. Kelebihan hormon: glukokortikoid, hormon pertumbuhan,

kontrasepsi oral, progesteron, katekolamin, tirosin.

F. DIAGNOSIS 1. Anamnesis Gejala klasik DM meliputi poliuri, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan. Untuk mendiagnosis DM tipe 1 dari anamnesis sering dijumpai anak sering ngompol (poliuria), anak sering menangis minta makan atau minum lebih banyak (polidipsi dan polifagi), adanya penurunan berat badan, badan yang lemah, daya tahan tubuh menurun, sehingga dari anamnesis diketahui anak mudah terinfeksi beberapa jenis penyakit seperti penyakit kulit, dan infeksi saluran kemih. Pada anamnesis juga ditanyakan riwayat diabetes melitus dalam keluarga.3,5 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada diabetes melitus biasanya tidak ditemukan tanda-tanda yang spesifik dari DM. Jika terdapat tanda-tanda spesifik maka hal tersebut terjadi akibat komplikasi yang telah terjadi.5 3. Pemeriksaan Penunjang3,5,7

15

a.

Kadar glukosa darah sewaktu: 200 mg/dl (11,1 mmol/L). Pada

penderita asimtomatis ditentukan kadar gula darah puasa lebih tinggi dari normal dan uji toleransi glukosa terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan. b. Kadar gula darah puasa 126 mg/dl (yang dimaksud puasa adalah

tidak ada asupan kalori selama 8 jam) c. Kadar gula darah 2 jam pasca toleransi glukosa 200 mg/dl (11,1

mmol/L) d. Kadar C-peptida: untuk melihat fungsi sel residu yaitu sel

yang masih memproduksi insulin dan dapat digunakan apabila sulit membedakan diabetes tipe 1 dan 2. e. Pemeriksaan HbA1c dilakuka rutin tiap 3 bulan. Pemeriksaan

kadar HbA1c berguna untuk mengukur kadar gula darah selama 120 hari yang lalu (sesuai usia eritrosit), menilai perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya, dan menilai pengendalian penyakit DM dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi diabetes f. Glukosuria tidak spesifik untuk DM dan perlu dikonfirmasi dengan

pemeriksaan glukosa darah g. Penanda autoantibodi: hanya sekitar 70-80% dari penderita DM

tipe 1 memberikan hasil pemeriksaan autoantibodi (ICA, IAA) yang positif, sehingga pemeriksaan ini bukan merupakan syarat mutlak diagnosis.

16

Tabel 2.1 Kriteria diagnosis DM menurut WHO3 Kriteria Diabetes melitus: Puasa Atau 2 jam PP atau keduanya Impaired glucose tolerance (IGT): Puasa (jika diukur) dan 2 jam PP Impaired Fasting Glycaemia (IFG): Puasa dan 2 jam PP (jika diukur) Kadar Glukosa (mg/dl) Darah vena Kapiler >100 >180 >110 >200 Plasma >126 >200

120 dan