23
I. PENDAHULUAN Granuloma pyogenik adalah tumor jinak yang relatif umum, sebagai respon jaringan karena adanya iritasi atau trauma. Nama granuloma pyogenik ini sebenarnya keliru, karena kondisi ini tidak terkait dengan pus dan tidak mewakili gambaran granuloma secara histologis. Jenis granuloma ini ditemukan pada tahun 1980, dimana lesi abnormal ini dianggap timbul akibat gangguan metabolisme protein. Lesi yang muncul tersebut merupakan jaringan primitif yang menyebabkan depresi gen di fibroblast yang menghasilkan infeksi virus tipe C. Perlu diketahui bahwa pertumbuhan dari tumor jinak ini tidak hanya tergantung aktivitas proliferasi sel, namun juga mempertimbangkan kematian sel (Jafarzadeh, 2006; Neville, 2009). Lesi granuloma pyogenik diderita oleh orang-orang di seluruh dunia tanpa ada predileksi ras khusus. Perempuan jauh lebih rentan dibandingkan laki-laki karena perubahan hormonal yang terjadi selama pubertas, kehamilan, dan menopause. Granuloma pyogenik telah disebut tumor kehamilan dan terjadi 1% pada wanita hamil, sedangkan lesi sisanya terjadi karena iritasi lokal atau trauma. Jenis granuloma ini paling sering menyerang orang dewasa muda (Jafarzadeh, 2006; Neville, 2009). Granuloma pyogenik biasanya muncul dengan benjolan berwarna merah keunguan dengan permukaan halus yang 1

Isi Referat Granuloma Pyogenik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

good

Citation preview

I. PENDAHULUANGranuloma pyogenik adalah tumor jinak yang relatif umum, sebagai respon jaringan karena adanya iritasi atau trauma. Nama granuloma pyogenik ini sebenarnya keliru, karena kondisi ini tidak terkait dengan pus dan tidak mewakili gambaran granuloma secara histologis. Jenis granuloma ini ditemukan pada tahun 1980, dimana lesi abnormal ini dianggap timbul akibat gangguan metabolisme protein. Lesi yang muncul tersebut merupakan jaringan primitif yang menyebabkan depresi gen di fibroblast yang menghasilkan infeksi virus tipe C. Perlu diketahui bahwa pertumbuhan dari tumor jinak ini tidak hanya tergantung aktivitas proliferasi sel, namun juga mempertimbangkan kematian sel (Jafarzadeh, 2006; Neville, 2009).Lesi granuloma pyogenik diderita oleh orang-orang di seluruh dunia tanpa ada predileksi ras khusus. Perempuan jauh lebih rentan dibandingkan laki-laki karena perubahan hormonal yang terjadi selama pubertas, kehamilan, dan menopause. Granuloma pyogenik telah disebut tumor kehamilan dan terjadi 1% pada wanita hamil, sedangkan lesi sisanya terjadi karena iritasi lokal atau trauma. Jenis granuloma ini paling sering menyerang orang dewasa muda (Jafarzadeh, 2006; Neville, 2009).Granuloma pyogenik biasanya muncul dengan benjolan berwarna merah keunguan dengan permukaan halus yang dapat berupa pedunkulata atau sessile. Ukuran granuloma bervariasi dalam beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Tumor ini dapat dirasakan pada palpasi. Tanda dari granuloma pyogenik ini adalah sebuah lesi yang sangat mudah berdarah karena banyaknya anostomosis pembuluh darah. Pada orang-orang yang sudah matang, pembuluh darah yang berada di sekitar granuloma akan berkurang dan menunjukkan gejala klinis yang lebih merah muda dan mengandung serat kolagen. Pada beberapa kasus, pengambilan granuloma pyogenik dapat menyebabkan perdarahan dan nyeri yang membutuhkan intervensi bedah sebelum melahirkan (pada maternal) (Jafarzadeh, 2006; Neville, 2009; Venougopal, 2011).

II. ISI

A. DefinisiGranuloma piogenik (granuloma pyogenic atau lobular capillary hemangioma) adalah benjolan kronis yang berukuran kecil, tidak sakit, permukaannya halus, dan mungkin lembab. Benjolan ini mudah sekali berdarah karena banyaknya jumlah pembuluh darah yang ada pada lokasi benjolan tersebut. Granuloma jenis ini cepat berkembang, sehingga perlu diwaspadai (Habif, 2009; Jafarzadah, 2006).

B. EtiologiPenyebab pasti dari granuloma pyogenik ini tidak diketahui secara pasti. Biasanya benjolan ini muncul di daerah tangan, lengan, atau muka bersamaan dengan adanya luka (Habif, 2009). Ada pula pemikiran yang merujuk pada infeksi bakteri dapat menimbulkan penyakit granuloma pyogenik (Steinberg, 2014).Sebuat postulat mengemukakan etiologi granuloma pyogenik termasuk virus, hormonal, dan faktor angiogenik. Penyakit ini juga telah dievaluasi dan tidak ditemukan Human Papilloma Virus (HPV) tipe 6, 11, 16, 31, 33, 35, 42, dan 58. Granuloma pyogenik yang muncul kembali dengan satelitosis adalah jenis granuloma yang tidak biasa. Pada penderita penyakit tersebut ditemukan ada peran dari bakteri Bartonella henselae yang dapat dideteksi dengan peningkatan immunoglobulin G (Steinberg, 2014).

C. EpidemiologiGranuloma pyogenik ini biasanya terjadi pada anak-anak (Habif, 2009). Di Amerika Serikat, lesi kulit granuloma pyogenik ditemukan pada 0,5% bayi dan anak-anak. Lesi ini ditemukan juga pada mukosa oral pada ibu hamil dengan presentasi sebanyak 2%. Ras tidak menjadi penentu penderita penyakit ini. Perempuan lebih berpotensi untuk menderita granuloma pyogenik dibanding dengan laki-laki dengan rasio sekitar 3:2. Hal ini terkait dengan keadaan hormonal. Peluang seorang perempuan untuk menderita penyakit ini meningkat ketika sedang hamil (Steinberg, 2014).D. Faktor RisikoAda beberapa faktor risiko yang diidentifikasi berperan dalam terbentuknya granuloma pyogenik ini, antara lain (Burns, 2010):a. Trauma, beberapa kasus granuloma pyogenik ini muncul di tempat yang belum lama menderita trauma minorb. Infeksi Staphylococcus aureus sering muncul pada lesi.c. Pengaruh hormonal akibat kehamilan dan kontrasepsi oral.d. Pengaruh obat, biasanya lesi yang multipel akan muncul pada pasien dengan retinoid sistemik (acitretin atau isotretinoin) atau protease-inhibitore. Ada kemungkinan infeksi virus, namun belum dapat dipastikanf. Malformasi pembuluh darah secara mikroskopis.

E. Tanda dan GejalaAda beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai sebagai tanda diagnosis granuloma pyogenik, antara lain (Habif, 2009):1. Benjolan merah kecil yang mudah berdarah, terletak di dekat luka 2. Benjolan muncul di lengan, tangan, dan muka. Namun, dapat juga muncul di mulut (pada wanita hamil)3. Lesi dikatakan sebagai lesi granuloma pyogenik bila lesi berbentuk polipoid atau exophytic. Lesi ini dapat membedakan granuloma pyogenik dan kebanyakan tumor ganas pembuluh darah lainnya dan lesi tumbuh dalaam waktu cepat (Steinberg, 2014).

F. Penegakan Diagnosis1. AnamnesisUntuk menegakkan diagnosis granuloma pyogenik dapat ditanyakan beberapa hal, antara lain (Steinberg, 2014):a. Riwayat terjadinya luka pada daerah yang terdapat lesi. Biasanya lesi granuloma pyogenik muncul seiring luka atau terbakar.b. Berapa lama lesi tersebut muncul? Granuloma pyogenik tumbuh dan berkembang dengan cepat. Rata-rata durasi untuk mendiagnosis jenis granuloma ini adalah 3 bulan. Apabila lesi telah muncul lebih dari 6 bulan, peluang untuk menjadi keganasan kulit menjadi lebih besar.c. Apakah lesi mudah berdarah? Hampir semua granuloma pyogenik mudah berdarah. Bila lesi tidak berdarah dengan adanya stimulasi gosokan, maka diagnosis granuloma pyogenik dapat disingkirkan.d. Apa terapi yang terakhir digunakan? Beberapa lesi kulit yang muncul biasanya diberi terapi berupa cryotherapy yang dapat mengubah penampilan awal dari granuloma pyogenik.e. Apakah pasien sedang hamil? Granuloma pyogenik oral biasa muncul pada trimester pertama kehamilan. Perlu identifikasi lebih lanjut tentang lesi ini untuk menghindari salah diagnosis. Lesi ini tidak berbahaya pada kehamilan, tetapi ada beberapa laporan bahwa lesi ini menginduksi kelahiran akibat dari perdarahan tidak terkontrol dari lesi gingiva.f. Apakah lesi muncul kembali setelah pembedahan? Granuloma pyogenik memang dapat muncul kembali bila pembedahan yang dilakukan tidak sempurna.2. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik, granuloma pyogenik dapat dideskripsikan sebagai nodul halus yang berwarna merah terang, dengan atau tanpa krusta. Biasanya soliter, berbatas jelas, berbentuk seperti kubah, dan berdiameter 1-10 mm. Beberapa jenis granuloma pyogenik dapat dilihat melalui beberapa gambaran berikut, yaitu (Steinberg, 2014):

Gambar 2.1 Granuloma pyogenik dengan gambaran lesi soliter. Biasanya ada trauma minor yang muncul sebelum adanya granuloma (Steinberg, 2014)

Gambar 2.2 Granuloma pyogenik yang berdarah dengan atau tanpa trauma. Biasanya pasien membungkus luka yang mudah berdarah ini dengan perban (Steinberg, 2014)

Gambar 2.3 Granuloma pyogenik dengan tumpukan keratin (kulit kering)

Gambar 2.4 Granuloma pyogenik yang cukup besar dengan area nekrosis

Gambar 2.5 Granuloma pyogenik dapat muncul di beberapa tempat. Lebih dari 60% lesi muncul di kepala dan leher (Steinberg, 2014)

Gambar 2.6 Granuloma pyogenik kecil (Steinberg, 2014)

Gambar 2.7 Granuloma pyogenik pada bibir (Kartika, 2011)

Gambar 2.8 Granuloma pyogenik pada ginggiva (Kartika, 2011)

3. Pemeriksaan Penunjang a. Ultrasonografi berguna untuk membedakan hemangioma dari struktur dermis yang dalam ataupun subkutan, seperti kista atau kelenjar limfe. USG secara umum mempunyai keterbatasan untuk mengevaluasi ukuran dan penyebaran hemangioma. Dikatakan juga bahwa USG doppler (2 kHz) dapat digunakan untuk densitas pembuluh darah yang tinggi (lebih dari 5 pembuluh darah/m2) dan perubahan puncak arteri. Pemeriksaan menggunakan alat ini merupakan pemeriksaan yang sensitif dan spesifik untuk mengenali suatu hemangioma infantil dan membedakannya dari massa jaringan lunak lain (Khusner, 2007).b. MRI merupakan modalitas imaging pilihan karena mampu mengetahui lokasi dan penyebaran baik hemangioma kutan dan ekstrakutan. MRI juga dapat membantu membedakan hemangioma yang sedang berproliferasi dari lesi vaskuler aliran tinggi yang lain (misalnya malformasi arteriovenus). Hemangioma dalam fase involusi memberikan gambaran seperti pada lesi vaskuler aliran rendah (misalnya malformasi vena) (Khusner, 2007).c. CT scan, namun cara ini kurang mampu menggambarkan karakteristik atau aliran darah. Penggunaan kontras dapat membantu membedakan hemangioma dari penyakit keganasan atau massa lain yang menyerupai hemangioma (Khusner, 2007).d. Pemeriksaan foto toraks, masih bisa dipakai untuk melihat apakah hemangioma mengganggu jalan nafas (Khusner, 2007).e. Biopsi diperlukan bila ada keraguan diagnosis ataupun untuk menyingkirkan hemangioendotelioma kaposiformis atau penyakit keganasan. Pemeriksaan immunohistokimia dapat membantu menegakkan diagnosis. Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan biopsi ialah perdarahan (Khusner, 2007).F. Patogenesis

Bagan 2.1 Patogenesis Granuloma Pyogenik (Kartika, 2011)Pada awalnya, tumor muncul sebagai sebuah sel, kemudian tumbuh dan mulai membelah, membentuk sel-sel baru. Awalnya, sel-sel ini mendapatkan nutrisi dari pembuluh darah yang ada di dekatnya. Akan tetapi, karena sel terus membelah, maka sel yang berada di tengah menjadi berada jauh dari pembuluh darah, sehingga ia harus mempunyai pembuluh darah sendiri. Tanpa pembentukan pembuluh darah yang baru, tumor tidak akan bisa tumbuh lebih besar dari 1 milimeter. Agar tumor dapat berkembang, diperlukan pembentukan pembuluh darah melalui angiogenesis. Untuk proses angiogenesis tersebut antara lain diperlukanvascular endothelial growth factor(VEGF) yang merupakan peptida angiogenik yang sangat berpotensi dalam mengendali pengembanganhematopoietic stem celldan pengubahan matriks ekstrasel.In vitroVEGF merangsang degradasi matriks ekstrasel dan proliferasi, migrasi dan pembentukan rongga pembuluh pada sel endotel pembuluh darah.In vivo mengatur permeabilitas dinding kapiler yang merupakan hal penting dalam proses awal angiogenesis (Kartika, 2011).Faktor angiogenik seperti VEGF mempunyai peranan pada fase proliferasi- involusi hemangioma dan bekerja melalui dua cara. Pertama, secara langsung mempengaruhi mitosis endotel pembuluh darah. Kedua, secara tidak langsung mempengaruhi makrofag, sel mast, dan limfosit T penolong.Makrofag menghasilkan stimulator ataupun inhibitor angiogenesis. Pada fase proliferasi, jaringan hemangioma diinfiltrasi oleh makrofag dan sel mast, sedangkan pada fase involusi terdapat infiltrasi monosit. Diperkirakan infiltrasi makrofag dipengaruhi olehMonocyte chemoattractant protein-1 (mcp-1),suatu glikoprotein yang berperan sebagai kemotaksis mediator. Zat ini dihasilkan oleh sel otot polos pembuluh darah pada fase proliferasi, tetapi tidak dihasilkan oleh hemangioma pada fase involusi (Kartika, 2011).

G. PatofisiologiHipotesis dari Takahashi menyatakan bahwa dalam trimester terakhir dari kehamilan, di dalam fetus terbentuk endotelium immatur bersama perisit yang juga immatur yang memiliki kemampuan proliferasi terbatasdimulai pada usia 8 bulan sampai dengan 18 bulan pertama masa kehidupan setelah dilahirkan maka pada usia demikian terbentuk granuloma pyogenik (Hamzah, 2008).

Bagan 2.2 Patofisiologi Granuloma Pyogenik (Drolet, 2010)

Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan mengenai patofisiologi dari granuloma pyogenik, diantaranya menyatakan bahwa proses ini diawali dengan suatu proliferasi dari sel-sel endotelium yang belum teratur dengan membentuk pembuluh darah yang berbentuk lobus dengan lumen yang berisi sel-sel darah. Sifat pertumbuhan endotelium tersebut jinak dan memiliki membran basalis tipis. Proliferasi tersebut akan melambat dan akhirnya berhenti (Drolet, 2010).Selama aktivitas proliferasi endotelium terjadi influks sejumlah sel mast dan tissue inhibitors of metalloproteinasi (TIMP atau inhibitor pertumbuhan jaringan). Proliferasi endotelium kembali normal setelah fase proliferasi berhenti atau involusi. Sebagian besar hemangioma akan mengalami involusi spontan pada usia 5-7 tahun atau sampai usia 10-12 tahun (Drolet, 2010)

H. Gambaran Histopatologi dan PenjelasannyaPada gambaran histopatologi granuloma pyogenik terdapat proliferasi pembuluh darah kecil, yang akan menerobos epidermis dan membentuk tumor globular yang bertangkai, yang dibatasi oleh epidermis yang koleret. Kadang-kadang terdapat erosi dan ulserasi di permukaannya. Proliferasi pembuluh darah ini terdapat pada stroma gelatinous, yang tidak terdapat kolagen pada stadium awal dan relatif kaya musin. Sel-sel endotel membengkak seperti pada jaringan granulasi yang baru, membatasi pembuluh darah dalam lapisan tunggal dan dikelilingi oleh campuran populasi sel fibroblast, sel mast, sel plasma dan pada permukaan yang erosi terdapat lekosit PMN yang tampak pada gambar 2.9 (Drolet, 2010).21

Gambar 2.9 Gambaran Histopatologi Granuloma Pyogenik dengan (1) proliferasi pembuluh darah dan (2) campuran sel fibrosit,sel mast, sel plasma, dan sel polimorfonuklear (Drolet, 2010)

Gambaran histopatologi lain dari granuloma pyogenik menunjukkan epitel pipih berlapis berkeratin dengan variasi ketebalan dan area terulserasi (gambar 2.10). jaringan ikat fibrous menunjukkan banyaknya lapisan endotel yang melapisi pembuluh darah dengan ukuran yang bervariasi. Komponen sekunder inflamasi sampai ulserasi tergambar dalam gambaran histopatologis dengan kelenjar air liur minor dengan jumlah yang sedikit (Rachappa, 2010).

21

Gambar 2.10 Gambaran Lain Histopatologi Granuloma Pyogenik dengan (1) pembuluh darah yang melebar dan (2) jaringan ikat fibrous (Rachappa, 2010)

I. Terapi1. Terapi lamaAda dua cara penatalaksanaan hemangioma, yaitu secara konservatif (alamiah) dan secara aktif. Cara konservatif memanfaatkan proses alamiah dari hemangioma tersebut. Dilakukan observasi untuk melihat hemangioma mengalami pembesaran dalam bulan-bulan pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan ber-regresi sampai umur 5 tahun (Kartika, 2011).Penatalaksanaan secara aktif dilakukan dengan pembedahan, terapi kortikosteroid, atau radiasi. Perawatan dengan tindakan bedah beberapa diantaranya adalah eksisi, bedah krio dan laser. Pembedahan biasanya diindikasikan pada hemangioma yang tidak mengalami regresi spontan selama lebih dari 9 tahun, terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam beberapa minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar dan pada hemangioma raksasa dengan trombositopenia (Kartika, 2011).Tindakan eksisi jarang dilakukan karena hemangioma cenderung mengalami perdarahan hebat. Untuk mengurangi perdarahan, eksisi dilakukan dengan cara dikombinasikan dengan skleroterapi. Teknik lainnya adalah dengan bedah krio. Prinsip kerja dari bedah krio yaitu menyebabkan nekrosis dari sel-sel yang diakibatkan oleh pembekuan dan melunaknya sel-sel. Metode ini diperkenalkan pada tahun 1940-an dengan menggunakan nitrogen cair yang diaplikasikan dengan kapas (Kartika, 2011).Lalu pada tahun 1961,Coppermemperkenalkan sistem tertutup dengan menyemprotkan cairan nitrogen. Penggunaan laser bisa juga digunakan sebagai terapi hemangioma, tetapi biaya perawatannya relatif mahal (Kartika, 2011).Pengobatan dengan kortikosteroid dipilih apabila melibatkan salah satu struktur vital, tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik, secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisum, adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia, dan menyebabkan dekompensasio kardiovaskular. Kortikosteroid yang dipakai antara lain prednison yang mengakibatkan hemangioma mengadakan regresi, yaitu untuk hemangioma bentuk strawberry, kavernosa dan campuran. Dosisnya per oral 20-30 mg per hari selama 2-3 minggu dan perlahan-lahan diturunkan, lama pengobatan adalah 3-4 bulan (Kartika, 2011).

2. Terapi baruPengobatan dengan radiasi dewasa ini sudah banyak ditinggalkan karena berakibat kurang baik pada tulang, juga menimbulkan komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka waktu lama dan dapat menimbulkan fibrosis pada kulit yang sehat (Kartika, 2011).Granuloma pyogenik yang berukuran kecil biasanya langsung menghilang dengan sendirinya. Benjolan yang besar ditangani dengan operasi, electrocautery, freezing, atau laser (Steinberg, 2014).

J. KomplikasiKomplikasi yang mungkin muncul dari penyakit granuloma pyogenik ini adalah perdarahan (Habif, 2009). Namun, perdarahan pada intestinal dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan dan menyebabkan komplikasi mayor lain (Steinberg, 2014).Komplikasi dari penyakit ini juga dapat timbul akibat dari efek samping pengobatan dengan radiasi. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka waktu panjang waktu lama dan menimbulkan fibrosis pada kulit yang sehat (Kartika, 2011). Granuloma Piogenik mungkin dapat menyebabkan bone loss yang signifikan, seperti yang pernah dilaporkan oleh Goodman-Topper dan Bimstein. Namun, komplikasi ini jarang muncul (Jafarzadeh, 2006). K. PrognosisSebagian besar granuloma pyogenik dapat dibuang, walaupun akan ada bekas luka setelah pengambilan berupa skar. Kemungkinan besar granuloma pyogenik akan kambuh selama belum bisa dihilangkan dengan pengobatan. Pada umumnya prognosis bergantung pada letak tumor, komplikasi serta penanganan yang baik (Habif, 2009; Hamzah, 2008).

III. KESIMPULAN

1. Granuloma pyogenik merupakan jenis benjolan berukuran kecil soliter yang mudah berdarah, sering terdapat pada daerah kepala dan leher, yang memiliki etiologi belum jelas.2. Lesi granuloma pyogenik biasanya muncul di tempat bekas trauma minor dan sering terjadi pada ibu hamil karena gangguan hormonal. Lesi ini merupakan suatu tumor yang muncul akibat interaksi beberapa faktor yang sudah muncul sejak kecil.3. Ada beberapa alternatif tata laksana granuloma pyogenik, antara lain pembedahan, terapi kortikosteroid, atau radiasi dengan indikasi tertentu. 4.

DAFTAR PUSTAKA

Burns, Tony, Stephen Breathnach, Neil Cox and Christopher Griffiths. 2010. Rooks Textbook of Dermatology Volume 4 8th Edition. UK: Blackwell Scientific Publication.Drolet, B. A., Esterly, N. B., & Frieden, I. J. 2010 Hemangiomas in Children, dalam The New England Journal of Medicine.Habif, TP. 2009. Clinical Dermatology. 5th ed. St. Louis, Mo: Mosby Elsevier.Hamzah, M. 2008 Hemangioma, dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FK UI, Edisi Ketiga, JakartaKartika, H. 2011. Granuloma Piogenik. Terdapat di http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21721/3/Chapter%20II.pdf (Diakses tanggal 1 Mei 2014)Jafarzadeh, Hamid, Majid Sanatkhani, et al. 2006. Oral Pyogenic Granuloma: A Review. Journal of Oral Science Vol 48 No. 4 167-175Kushner, B. J., Maier, H., Neumann, R., Drolet, B. A., Esterly, N. B., & Frieden,I. J 2007. Hemangiomas in Children. Balai Penerbit FKUI jakartaNeville, BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. 2009. Oral and Maxillofacial Pathology 3rd Edition. Philadelphia: WB SaundersRachappa, M.M. and M. N. Triveni. 2010. Capillary Hemangioma or Pyogenic Granuloma: A Diagnostic Dilemma. Contemp Clin Dent 2010 Apr-Jun; 1 (2): 119-122Steinberg, Brett. 2014. Pediatric Pyogenic Granuloma. MedscapeVenougopal, Sanjay, Shobha, et al. 2011. Pyogenic Granuloma- A Case Report. Journal of Dental Science and Research 80-851

15