30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spondilolistesis merupakan pergeseran kedepan korpus vertebra dalam hubungannya dengan sacrum atau kadang hubungan dengan vertebra lainnya. Kelainan terjadi akibat hilangnya kontinuitas pars intervertebralis sehingga menjadi kuran kuat untuk menahan pergeseran tulang belakang. Dikenali 5 jenis utama spondilolistesis, yaitu : displastik (kongenital), isthmic, degeneratif, trauma dan patologis. 1 Gejalanya berupa nyeri pinggang yang semakin hebat bila berdiri, berjalan,atau berlari, dan berkurang bila beristirahat. Biasanya otot biceps femur, semitendinosus, semimembranosus dan grasilis tegang sehingga ekstensi tungkai terbatas. Foto rontgen memberikan gambaran yang jelas menunjukkan kelainan vertebra. Kelainan ini mungkin tidak bergejala sehingga perlu pemeriksaan klinis dan radiologis berkala. Adanya pergeseran yang progresif merupakan indikasi untuk melakukan stabilisasi. Nyeri pinggang yangr ingan biasanya dapat diatasi dengan pemakaian alat penguat lumbosacral. 1 1

Isi Referat Spondilolistesis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spondilolistesis merupakan pergeseran kedepan korpus vertebra dalam

hubungannya dengan sacrum atau kadang hubungan dengan vertebra lainnya.

Kelainan terjadi akibat hilangnya kontinuitas pars intervertebralis sehingga menjadi

kuran kuat untuk menahan pergeseran tulang belakang. Dikenali 5 jenis utama

spondilolistesis, yaitu : displastik (kongenital), isthmic, degeneratif, trauma dan

patologis. 1

Gejalanya berupa nyeri pinggang yang semakin hebat bila berdiri, berjalan,atau

berlari, dan berkurang bila beristirahat. Biasanya otot biceps femur, semitendinosus,

semimembranosus dan grasilis tegang sehingga ekstensi tungkai terbatas.

Foto rontgen memberikan gambaran yang jelas menunjukkan kelainan vertebra.

Kelainan ini mungkin tidak bergejala sehingga perlu pemeriksaan klinis dan

radiologis berkala. Adanya pergeseran yang progresif merupakan indikasi untuk

melakukan stabilisasi. Nyeri pinggang yangr ingan biasanya dapat diatasi dengan

pemakaian alat penguat lumbosacral. 1

Pada spondilolistesis tipe kongenital, pergeseran mungkin demikian berat

sehingga mempersempit panggul dan tidak memungkinkan persalinan per vaginam. 1

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan penulis dan

pembaca mengenai spondilolistesis yang cukup banyak dijumpai selama mengikuti

kepaniteraan klinik Neurologi di RS dr. Marzoeki Mahdi Bogor.

1

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI VERTEBRA

Kolumna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan

untuk beregrak. Columna vertebralis terbentang dari cranium sampai ujung os coccygis.

Kolumna vertebralis melindungi medulla spinalis, menyangga berat tubuh, dan

merupakan sumbu bagi tubuh yang untuk sebagian kaku dan untuk sebagian lentur, serta

berfungsi sebagai poros untuk kepala berputar.2

Kolumna vertebralis terdiri dari 33 vertebra yang teratur dalam 5 daerah, tetapi

hanya 24 dari jumlah tersebut ( 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thorakalis, dan 5

vertebra lumbalis) yang dapat

digerakan pada orang dewasa.

Pada orang dewasa ke lima

vertebra sacralis melebur untuk

membentuk os sacrum dan

keempat vertebra coccygea

melebur untuk membentuk os

coccygis. Korpus vertebra

berangsur menjadi lebih besar

ke ujung kaudal kolumna

vertebralis, dan kemudian

berturut-turut menjadi makin

kecil ke ujung os coccygis.

Perbedaan structural ini

berhubungan dengan keadaan

bahwa daerah lumbal dan

sakral menanggung beban yang lebih besar daripada servikal dan torakal. Lengkung

torakal dan sakrokoksigeal mencekung ke arah ventral. Sedangkan servikal dan lumbal

mencekung ke arah dorsal. 2

2

Vertebra dari berbagai daerah berbeda dalam ukuran dan sifat khas lainnya, dan

vertebra dalam satu daerah pun satu dengan yang lain memperlihatkan perbedaan yang

lebih kecil. Vertebra yang khas terdiri dari corpus vertebra dan arcus vertebra. Corpus

vertebrae adalah bagian ventral yang memberi kekuatan pada kolumna vertebralis dan

menanggung berat tubuh. Corpus vertebrae terutama dari vertebra thorakalis IV ke kaudal

berangsur bertambah besar supaya dapat memikul beban yang makin berat. Arcus

vertebrae adalah bagian dorsal vertebra yang terdiri dari pediculus dan lamina arcus

vertebra. Pediculus adalah taju pendek yang kokoh dan menghubungkan lengkung pada

corpus vertebrae; incisura vertebralis merupakan torehan pada pediculus arcus vertebrae.

Incisura vertebralis superior dan incisura vertebralis inferior pada vertebra-vertebra yang

bertetangga membentuk sebuah foramen intervertebalis. Pediculus menjorok kearah

dorsal untuk bertemu dengan dua lempeng tulang yang lebar dan gepeng, yakni lamina

arcus vertebra. Arcus vertebra dan permukaan dorsal corpus vertebra membatasi foramen

vertebrale. Foramen vertebrale berurutan pada kolumna vertebralis yang utuh

membentuk canalis vertebralis yang berisi medulla spinalis, meningens, jaringan lemak,

akar saraf dan pembuluh darah. 2

3

Tujuh prossesus menonjol dari arcus vertebra : 2

Prosessus spinosus menonjol dari tempat persatuan kedua lamina dan

bertumpang di sebelah dorsal pada prosessus spinosus vertebra di

bawahanya.

Dua prosessus transversus menonjol kea rah dorso lateral dari tempat

persatuan pediculus dan lamina arcus vertebra.

Prosessus articularis superior dan inferior, masing-masing terdapat di

kanan dan kiri juga berpangkal pada tempat persatuan pediculus dan

lamina.

Sendi-sendi kolumna vertebralis terdiri dari sendi-sendi korpus vertebralis, sendi-

sendi arcus vertebralis, sendi kraniovertebralis, sendi kostovertebralis dan sendi sacro-

iliaca. Sendi korpus vertebralis termasuk jenis sendi kondral (simfisis) yang dirancang

untuk menangguang beban dan kekuatan. Permukaan vertebra-vertebra berdekatan yang

bersendi memperoleh hubungan melalui sebuah discus dan ligamentum. Setiap discus

intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yang terbentuk dari lamel-lamel

fibrokartilago yang teratur konsentris mengelilingi nucleus pulposus yang berkonsistensi

jeli. Antara vertebra servikalis I (atlas) dan II (axis) tidak terdapat diskus intervertebralis.

Ketebalan diskus intervertebralis di berbagai daerah berbeda satu dari yang lain; diskus

intervertebralis yan paling

tebal terdapat di daerah lumbal

dan yang paling tipis di daerah

torakal sebelah kranial. 2

Facet join

(articulation zygapophysealis)

adalah persendian kecil yang

menghubungkan tulang

vertebra dengan yang lainnya.

Sendi faset merupakan sendi

diartrosis yang membolehkan

tulang belakang bergerak. Oleh

4

karena kelenturan kapsul sendi, tulang belakang mampu bergerak dalam batas wajar

dengan arah yang berbeda-beda. 2

5

BAB III

SPONDILOLISTESIS

3.1 Definisi

Kata spondylolisthesis berasal dari bahsa Yunani yang terdiri atas kata

“spondylo” yang berarti tulang belakang (vertebra) dan “listhesis” yang berarti bergeser.

Maka spondilolistesis adalah suatu pergeseran korpus vertebrae (biasanya kedepan)

terhadap korpus vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan

lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal

tersebut dapat terjadi pula pada tingkat vertebra yang lebih tinggi. 3

Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk : kongenital atau displastik,

isthmus, degeneratif, traumatik dan patologis. Banyak kasus dapat diterapi secara

konservatif. Meskipun demikian, pada individu dengan radikulopati, klaudikasio

neurogenik, abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak berhasil dengan

penanganan non-operatif, dan terdapatnya pergeseran yanf progresif, pembedahan

dianjurkan. Tujuan pembedahan adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan

dekompresi elemen saraf jika dibutuhkan.

3.2 Epidemiologi

Spondilolistesis mengenai 5-6 % populasi pria, dan 2-3 % wanita. Karena gejala

yang diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering ditandai dengan nyeri pada

bagian belakang (low back pain), nyeri pada paha dan tungkai. Sering penderita

mengalami perasaan tidak nyaman dalam bentuk spasme otot, kelemahan dan ketegangan

otot betis. Meskipun demikian, banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat

predisposisi kongenital dalam terjadinya spondilolistesis dengan prevalensi sekitar 69 %

pada anggota keluarga yang terkena. Lebih lanjut, kelainan ini juga berhubungan dengan

meningkatnya insidensi spina bifida sacralis.3

Kira-kira 82 % kasus isthmic spondilolistesis terjadi di L5-S1. 11,3 % terjadi di

L4-L5. Kelainan kongenital seperti spina bifida occulta berkaitan dengan munculnya

isthmic spondilolistesis. 3

6

Degenarative spondilolistesis terjadi lebih sering seiring bertambahnya usia.

Vertebra L4-L5 terkena 6-10 kali lebih sering dibanding lokasi lainnya. Sakralisasi L5

sering terlihat pada degenerative spondilolistesis L4-L5. Tipe ini biasanya muncul 5 kali

lebih sering pada wanita dibanding pria, dan sering pada usia lebih dari 40 tahun.

Spondilolistesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering pada wanita

dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja. Tipe ini biasanya terjadi sekitar 14-21

% dari semua kasus spondilolistesis.

3.3 Etiologi dan Klasifikasi

Etiologi spondylolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak

pada spondilolistesis tipe 1 dan 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/

tekanan konsentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya

pergeseran tersebut. Terdapat 5 tipe utama spondilolistesis :4

a. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik (kongenital) dan terjadi akibat

kelainan kongenital. Biasanya pada permukaan sacral superior dan permukaan

L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5. 4

b. Tipe II, istmhik atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus

atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna

pada individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa

adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu

vertebra mengalami pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini

disebut dengan spondilolistesis. Tipe II dibagi dalam tiga subkategori :

Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress

spondilolistesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktur rekuren

yang disebabkan oleh hiperekstensi. Juga disebut dengan stress fraktur

pars interarticularis dan paling sering terjadi pada laki-laki.

Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars

interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars

interartikularis masih tetap intak, akan tetapi meregang dimana fraktur

mengisinya dengan tulang baru. 4

7

Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada

bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotop diperlukan dalam

menegakkan diagnosis kelainan ini.

c. Tipe III, merupakan spondilolistesis degenerative, dan terjadi sebagai akibat

degenerasi permukaan sendi vertebra. Perubahan pada permukaan sendi

tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang.

Tipe spondilolistesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III,

spondilolistesis degenerative pergeseran vertebra tidak melebihi 30 %.

d. Tipe IV, spondilolistesis traumatic, berhubungan dengan fraktur akut pada

elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/ facet) dibandingkan dengan

fraktur pada bagian pars interartikularis.

8

e. Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang

sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya.

3.4 Patofisiologi

Sekitar 5-6 % pria dan 2-3 % wanita mengalami spondilolistesis. Pertama sekali

tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktifitas fisik yang berat seperti angkat

besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering menunjukkan gejala dibandingkan dengan

wanita, terutama diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik pada pria. Meskipun beberapa

anak-anak dibawah usia 5 tahun dapat mengalami spondilolistesis, sangat jarang anak-

anak tersebut didiagnosis dengan spondilolistesis. Spondilolistesis sering terjadi pada

anak usia 7-10 tahun.

Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sehari-hari

mengakibatkan spondilolistesis sering dijumpai pada remaja dan dewasa. Spondilolistesis

dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masing-masing mempunyai patologi

yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe displastik, isthmic, degenerative, traumatic

dan patologik. Spondilolistesis displastik merupakan kelainan kongenital yang terjadi

karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan sendi yang kecil dan

inkompeten. Spondilolistesis displastik sangat jarang terjadi, akan tetapi cenderung

berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan deficit neurologis berat.

Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosessus transversus cenderung

berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian

posterolateral.

Spondilolistesis displastik terjadi akibat defek arkus neural, seringnya pada

sacrum bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95 % kasus berhubungan dengan spina bifida

occulta. Terjaid kompresi serabut saraf pada foramen S1, meskipun peregserannya

minimal. Spondilolistesis isthmic merupakan bentuk spondilolistesis yang paling sering.

Spondilolistesis isthmic (juga sering disebut spondilolistesis spondilolitik) merupakan

kondisi yang paling sering dijjumpai dengan angka prevalensi 5-7 %. Fredericson et al

menunjukkan bahwa defek spondilolistesis biasanya didapatkan pada usia 6-16 tahun,

dan pergeseran tersebut sering lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang berkembang

progresif, meskipun suatu penelitian tidak mendapatkan hubungan antara progresifitas

9

pergeseran dengan terjadinya gangguan diskus intervertebralis pada usia pertengahan.

Telah dianggap bahwa kebanyakan spondilolistesis isthmic tidak bergejala, akan tetapi

insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Secara kasar 90 % pergeseran isthmus

merupakan pergeseran tingkat rendah (low grade : kurang dari 50 % yang mengalami

pergeseran) dan sekitar 10 % bersifat high grade (lebih dari 50 % yang mengalami

pergeseran).

Sistem grading untuk spondilolistesis yang umum dipakai adalah system grading

Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut didasarkan pengukuran

jarak dari pinggir posterior korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus

vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya pada foto rontgen lateral. Jarak

tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total :

Grade 1 adalah 0-25 %

Grade 2 adalah 25-50 %

Grade 3 adalah 50-75 %

Grade 4 adalah 75-100 %

Spondiloptosis lebih dari 100 %

10

Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan spondilolisis

menjadi spondilolistesis. Tekanan / kekuatan gravitasional dan postural akan

menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan

rotasional dipercaya berperan penting dalam perkembangan defek litik pada pars

interartikularis dan kelemahan pars interartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan

antara tingginya aktivitas selama masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars

interartikularis.

Pada Tipe degenerative, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit diskus

degenerative atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis.

Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian

tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena.

Cabang saraf L5 biasanya terkena akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat

hipertrofi ligament atau permukaan sendi.

Pada Tipe traumatic, banyak bagian arkus neural yang terkena / mengalami

fraktur, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil. Spondilolistesis

patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau

penyakit metabolic tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling

abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage).

Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberculosis tulang, Giant cell

Tumor dan metastasis tumor. 4

3.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis spondilolistesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe

pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya berupa

low back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong, terutama

selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage),

meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental yang terjadi. Tanda neurologis

berhubungan dengan derajat pergeseran dan mengenai system sensoris, motoric dan

11

perubahan reflex akibat dari pergeseran serabut saraf. Progresifitas listesis pada individu

dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik

berupa :5

Terbatasnya pergerakan tulang belakang

Tidak dapat memfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh

Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal

Hiperkifosis lumbosacral junction

Kesulitan berjalan

Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis)

Pasien dengan spondilolistesis degenerative biasanya pada orang tua dan muncul

dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio neurogenic atau

gabungan beberapa gejala tersebut. Pergeseran tersebut paling sering terjadi pada L4-5

dan jarang terjadi L3-4. Gejala radikuler sering terjadi akibat stenosis resesus lateralis

dan hipertrofi ligamen atau herniasi diskus. Cabang akar saraf L5 sering terkena dan

menyebabkan kelemahan otot ekstensor halluces longus. Penyebab gejala klaudikasio

neurogenic selama pergerakan adalah bersifat multifactorial. Nyeri berkurang ketika

pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk. Fleksi memperbesar ukuran kanal

dengan menegangkan ligamentum flavum, mengurangi overriding lamina dan

pembesaran foramen. Hal tersebut mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga

mengurangi nyeri yang timbul. 5

3.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

radiologis.

1. Gambaran Klinis

Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas.

Umunya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Aktivitas membuat

nyeri makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme

otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri yang

spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak

12

sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti subluksasi vertebra. Keadaan

umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak

berhubungan dengan penyakir atau kondisi lainnya.

2. Pemeriksaan Fisik

Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat

ringan. Dengan subluksasio berat, terdapat gangguan bentuk postur.

Pergerakan tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme

otot. Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan

nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran/keretakan,

kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat dimana

lesi mulai timbul. Ketika pasien dalam posisi telungkup (prone) di atas meja

pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika

palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang. Nyeri

dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak pasien,

lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien

diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi

fetus. Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Pemeriksaan neurologis

terhadap pasien dengan spondilolistesis biasanya negative. Fungsi berkemih

dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan sindrom cauda

equine yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi.

3. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos vertebra merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam diagnosis

spondilosis atau spondilolistesis. X ray pada pasien dengan spondilolistesis

harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri. Film posisi AP, Lateral dan oblique

adalah modalitas standard dan posisi lateral persendian lumbosacral akan

melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada lumbosacral joints,

membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi

defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pad aposisi tersebut

dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri. Pada beberapa kasus

13

tertentu studi pencitraan seperti bone scan atau CT scan dibutuhkan untuk

menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada pars interartikularis sangat

mudah terlihat dengan CT scan. Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam

diagnosis awal reaksi stress/tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak

terlihat baik dengan foto polos. Scan positif menunjukkan bahwa proses

penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa

penyembuhan yang definitive akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan

abnormalitas pada tulang dengan baik, akan tetapi MRI sekarang lebih sering

digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang juga dapat

mengidentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal dan anatomi serabut saraf ) lebih

baik dibandingkan dengan foto polos. 5

14

3.7 Penatalaksanaan

Terapi pada spondilolistesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu operative dan

non operative. Pemilihan terapi pada pasien tergantung dari usia pasien, tipe subluksasi

15

dan gejala yang dialami oleh pasien. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan nyeri yang

dirasakan pasien dan memperkuat serta stabilisasi vertebra. Prinsip terapi pada

spondilolistesis adalah apabila spondilolistesis yang ringan tanpa gejala, tidak diperlukan

terapi tertentu. Apabila muncul gejala yang masih ringan, terapinya biasanya diberikan

latihan agar tidak terjadi kekakuan vertebra dan penggunaan brace untuk stabilisasi

vertebra. Namun, jika gejala yang timbul berat dan lebih penting lagi apabila sampai

mengganggu aktivitas pasien, maka operasi menjadi pilihan terbaik. 6

1. Konservatif (Non operatif)

Terapi konservatif terdiri dari istirahat (rest), penyangga eksternal ke bagian

vertebra yang terkena defek, terapi medikamentosa dan fisioterapi. Penyangga

eksternal biasanya menggunakan brace.

Modifikasi gaya hidup

Sangatlah penting untuk mengedukasi pasien dengan spondilolistesis

mengenai kondisi mereka dan bagaimana untuk meminimalisasi gejala

yang dialami serta mencegah terjadinya progresi dari subluksasi

tersebut. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

Mengurangi atau tidak melakukan aktifitas yang menyebabkan

nyeri

Bed rest selama episode nyeri akut

Menjaga berat badan agar tidak overweight

Membatasi gerakan lumbar

Penyangga eksternal (bracing)

Brace merupakan hal yang penting dalam terapi konservatif. Tujuan

penggunaan brace adalah untuk stabilisasi vertebra, mencegah

terjadinya progresifitas dari subluksasi yang telah terjadi. Dalam

beberapa kasus brace juga terbukti mengurangi nyeri dan spasme otot.

Terapi medikamentosa

Medikasi diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, proses inflamasi dan

spasme otot. Analgesik digunakan untuk mengurangi nyeri, muscle

16

relaxants digunakan untuk mengurangi spasme otot serta NSAID atau

steroid untuk mengurangi proses inflamasi.

Fisioterapi

Fisioterapi menggunakan variasi modalitas seperti ultrasound, stimulasi

elektrik, pemijatan dan termal terapi untuk membantu mengurangi

spasme otot. Latihan stabilitas vertebra juga bisa dilakukan untuk

membantu meningkatkan fleksibilitas. Perlu diingat bahwa latihan ini

apabila dilakukan pada fase akut dapat semakin merusak bagian yang

sedang mengalami inflamasi.

Ultrasound

Ultrasound adalah sebuah cara yang sangat efektif untuk

menstimulasi penyembuhan jaringan. Gelombang suara dapat

meningkatkan sirkulasi ke area yang mengalami kerusakan, dan

membantu merilekskan otot sekitarnya. Cara ini sangat

mendatangkan keuntungan bagi pasien dengan spondilolistesis

yang telah menyebabkan iritasi pada jaringan disekitarnya.

Terapi termal hangat

Terapi termal hangat berguna untuk meningkatkan sirkulasi dan

merilekskan jaringan otot sekitar.

Kompres es

Kompres es biasanya digunakan pada 72 jam inisal dari

terjadinya injuri untuk mengurangi inflamasi dan

menghilangkan nyeri.

TENS

Transcutaneous electrical nerve stimulation membantu

menghilangkan nyeri. Biasanya digunakan terutama untuk nyeri

yang teradiasi.

Angka keberhasilan terapi non-operatif sangat besar, terutama pada pasien

muda. Pada pasien yang lebih tua dengan pergeseran ringan (low grade slip)

yang diakibatkan oleh degenerasi diskus, traksi dapat digunakan dengan

beberapa tingkat keberhasilan. Salah satu tantangan adalah dalam terapi pasien

17

dengan nyeri punggung hebat dan menunjukkan gambaran radiografi

abnormal. Pasien tersebut mungkin memiliki penyakit degenerative pada

diskus atau bahkan pergeseran ringan (low grade slip, <25%), dan biasanya

nyeri yang terjadi tidak sesuai dengan pemeriksaan fisik dan gambaran

radiografi. Nyeri punggung merupakan masalah kesehatan utama dan penyebab

disabilitas yang paling sering. Adalah sangat penting untuk

mempertimbangkan factor tingkah laku dan psikososial yang berperan dalam

timbulnya disabilitas pada pasien tersebut.

2. Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat

simtomatis yang tidak berespon dengan perawatan non-bedah dan dimana

gejalanya menyebabkan suatu disabilitas. Tujuan terapi adalah untuk

dekompesi elemen neural dan immobilisasi segmen yang tidak stabil.

Umumnya dilakukan dengan eliminasi pergerakan sepanjang permukaan sendi

(facet joints) dan diskus intervertebralis melalui arthrodesis (fusi). Indikasi

intervensi bedah (fusi) pada pasien dewasa adalah :

Tanda neurologis - radikulopaty (yang tidak berespon dengan terapi

konservatif).

Klaudikasio neurogenik.

Pergeseran berat ( High grade slip >50 %)

Pergeseran tipe I dan tipe II, dengan bukti adanya instabilitas,

progresifitas listesis, dan kurang berespon dengan terapi konservatif.

Spondilolistesis traumatic.

Spondilolistesis iatrogenic.

Listesis tipe III (degenerative) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.

Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan (gait).

3.8 Komplikasi

Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan pada

saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang membutuhkan penanganan

18

dengan pembedahanuntuk menstabilkan spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti

nerve root injury (<1%), kebocoran LCS (2-10 %), kegagalan melakukan fusi (5-25 %),

infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1-5 %). Pada pasien yang perokok,

kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat fusi ialah (>50%). Pasien yang

berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita spondilolistesis

isthmic atau kongenital yang lebih progresif. Radiografi serial dengan posisi lateral harus

dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui perkembangan pasien ini. 6

3.9 Prognosis

Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal kemungkinan

akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien dengan perubahan

vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan mengalami gejala yang

sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya spondilolistesis degenerative meningkat

seiring dengan bertambahnya usia, dan pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada

30% pasien. Bila pergeseran vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin

dekat dan menyebabkan penekanan pada saraf, ha lini akan membutuhkan dekompresi. 6

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Sistem Muskuloskeletal. In : Buku Ajar Ilmu Bedah.

2nd ed. Jakarta : EGC; 2005. p. 835.

2. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates : Jakarta; 2002.

3. Spondylolisthesis. Available at :

http://my.clevelandclinic.org/disorders/back_pain/hic_spondylolisthesis.aspx.

Accessed on November, 23rd 2013.

4. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System.

Williams & Wilkins : USA; 1999.

5. Vokshoor A, Keenan MAE. Spondylolisthesis, Spondylolysis, and Spondylosis.

Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1266860-overview.

Accessed on November, 23rd 2013.

6. Spondylolisthesis. Available at :

http://www.spine-health.com/video/spondylolisthesis-symptoms-and-causes-

video. Accessed on November, 23rd 2013.

20

21