ISPA dan PERTUSIS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penjelasan mengenai penyakit ISPA dan PERTUSIS

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Masalah kesehatan saat ini semakin kompleks dan rumit seiring dengan semakin berkembangnya berbagai penyakit baru. Usia anak-anak dan balita merupakan usia yang sangat rentan terhadap penyakit. Salah satu organ yang retan terhadap penyakit yaitu organ respirasi. Saat ini ada beberapa penyakit saluran pernapasan yang banyak diderita oleh masyarakat yaitu seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan pertusis.ISPA merupakan infeksi bakteri pada sistem pernapasan yang banyak menyerang pada bayi. Sekitar 40%-60% dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ini (anonim, 2009). Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 6 kali pertahun (rata-rata 4 kali pertahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3 6 kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa. (Widoyono, 2011)Di negara berkembang, penyakit pneumonia merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari dua bulan. Dari survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,2% dan pada balita sebesar 40,6%, sedangkan angka mortalitas pada bayi akibat pneumonia sebesar 24% dan pada balita sebesar 36%.Profil Kesehatan Indonesia tahun 2002 melaporkan hasil Survey Demografi Kesehatan Insdonesia (SDKI) yang menyebutkan bahwa pravalensi ISPA adalah 9,8% pada tahun 1991 dengan kelompok pravalensi tertinggi adalah 12 23 bulan. Angka ini meningkat menjadi 10% pada tahun 1994 dengan pravalensi 6 35 bulan, kemudian menurun menjadi 9% pada tahun 1997 dengan pravalensi 6 11 bulan, dan menurun lagi menjadi 8% pada tahun 2002 dengan pravalensi 6 23 bulan.Pertusis merupakan penyakit menular yang terjadi pada 80% anak dibawah usia 5 tahun. Pertusis sangat rentan pada orang yang tidak memiliki kekebalan. Di seluruh dunia ada 60 juta kasus pertusis setahun dengan lebih dari setengah juta meninggal. Selama masa pravaksi tahun 1922-1948, pertusis merupakan penyebab utama kematian dari penyakit menular pada anak di bawah usia 14 tahun di Amerika Serikat. Penggunaan vaksinasi yang meluas menyebabkan penurunan kasus yang dramatis (Nelson, 2000). Mengingat angka kematian akibat pertusis yang masih tinggi, maka diperlukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan yang paling efektif adalah dengan membentuk kekebalan tubuh terhadap bakteri pertusis melalui vaksinasi (Vaksinasi 2010).Widoyono (2011) menjelaskan bahwa pada awal sampai pertengahan tahun 1900-an, pertusis merupakan salah satu penyebab kematian anak di Amerika Serikat. Setelah ditemukan vaksinasi pada tahun 1940-an, angka kesakitan dan kematian menurun drastis. Angka rata-rata mordibitas pada tahun 1922 1940 adalah 150 per 100.000 penduduk pada tahun 1980 1991. Dengan cakupan imunisasi yang tinggi di Amerika Latin, jumlah kasus pertusis menurun dari 120.000 pada tahun 1980 menjadi 40.000 kasus pada tahun 1990. Akan tetapi, mulai tahun 1980-an insidensi pertusis meningkat terutama pada remaja dan orang dewasa. Alasan yang logis masih belum trlalu jelas, mungkin karena kemajuan di bidang diagnosis dan laporan kasus pada remaja dan orang dewasa.Di Indonesia sejak tahun 1991 kasus pertusis muncul sebagai kasus yang sering dilaporkan di antara penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31) pada balita. Pada tahun 1996 tercatat 7796 kasus pertusis dan itu merupakan kasus terbesar sejak tahun 1976. Sekitar 40% kasus pertusis menyerang balita. Akhir-akhir ini dilaporkan bahwa kasus pertusis pada orang dewasa dan KLB pada anak dan remaja semakin meningkat.Estimasi WHO menyebutkan bahwa sekitar 600.000 kematian terjadi karena pertusis. Provinsi Jawa Barat melaporkan 4970 kasus pada tahun 1990 dengan tingkat kematian 0,2%. Pemerintah telah melakukan beberapa tindakan untuk pencegahan penyakit ISPA dan pertusis. Salah satunya yaitu dengan mengadakan imunisasi di Posyandu. Vaksin DPT merupakan salah satu program wajib di Posyandu untuk meningkatkan kekebalan tubuh balita dan anak-anak. Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi (Rasmaliah, 2004).1.2 Tujuan1) Mengetahui dan memahami definisi ISPA dan Pertusis.2) Mengetahui dan memahami etiologi ISPA dan Pertusis.3) Mengetahui dan memahami manifestasi klinis ISPAdan Pertusis.4) Mengetahui dan memahami patofisiologi ISPA dan Pertusis.5) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan ISPA dan Pertusis.6) Mengetahui dan memahami WOC dari ISPA dan Pertusis.7) Mengetahui dan memahami komplikasi dari ISPA dan Pertusis.8) Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan ISPA dan Pertusis.

1.3 ManfaatMahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada kasus ISPA dan Pertusis.BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ISPA dan Pertusis2.1.1 Definisi ISPAPedoman Interim WHO (2007) menjelaskan bahwa Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya,faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Namun demikian, di dalam pedoman ini, ISPA didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi atau kesulitan bernapas. Contoh patogen yang menyebabkan ISPA yang dimasukkan dalam pedoman ini adalah rhinovirus, respiratory syncytial virus, paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory syndromeassociated coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza.Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untukbeberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.(Depkes,2004)Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan yang bersifat akut dengan berbagai macam gejala (sindrom). Penyakit ini disebabkan oleh berbagai sebab (multifaktorial). Meskipun organ saluran pernapasan yang terlibat adalah hidung, laring, tenggorok, bronkus, trakea, dan paru-paru, tetapi yang menjadi fokus adalah paru-paru. Titik perhatian ini disepakati karena tingginya tingkat mortalitas radang paru-paru. (Widoyono, 2011)Widoyono (2011) menjelaskan bahwa klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari :a. Bukan pneumonia : mencangkup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah common cold, faringitis, tonsilitis dan otitis.b. Pneumonia : didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas. Diagnosis gejala ini berdasarkan usia. Batas frekuensi napas cepat pada anak berusia dua bulan sampai