16
ISTILAH – ISTILAH SEISMOLOGI CDP ( COMMON DEEP POINT ) (Common Deep Point) adalah istilah dalam pengambilan data seismik untuk konfigurasi sumber-penerima dimana terdapat satu titik tetap dibawah permukaan bumi. Untuk kasus reflector horisontal (tidak miring) CDP kadang-dagang dikenal juga dengan CMP (Common Mid Point). Selain CDP dikenal juga CR (Common Receiver) untuk konfigurasi beberapa sumber satu penerima, CS (Common Shoot) untuk konfigurasi satu sumber beberapa penerima dan Common Offset untuk konfigurasi sumber penerima dengan jarak (offset) yang sama. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah berikut respon seismiknya.

ISTILAH

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISTILAH

ISTILAH – ISTILAH SEISMOLOGI

CDP ( COMMON DEEP POINT )

(Common Deep Point) adalah istilah dalam pengambilan data seismik untuk konfigurasi sumber-

penerima dimana terdapat satu titik tetap dibawah permukaan bumi. Untuk kasus reflector

horisontal (tidak miring) CDP kadang-dagang dikenal juga dengan CMP (Common Mid Point).

Selain CDP dikenal juga CR (Common Receiver) untuk konfigurasi beberapa sumber satu

penerima, CS (Common Shoot) untuk konfigurasi satu sumber beberapa penerima dan Common

Offset untuk konfigurasi sumber penerima dengan jarak (offset) yang sama.

Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah berikut respon seismiknya.

Page 2: ISTILAH

SIGNAL TO NOISE RATIO ( SNR )

SNR merupakan Perbandingan (ratio) antara kekuatan Sinyal (signal strength) dengan kekuatan

Derau (noise level). SNR ini adalah suatu parameter untuk menunjukkan tingkat kualitas sinyal

penerimaan pada sistem komunikasi analog, Nilai SNR dipakai untuk menunjukkan kualitas jalur

(medium) koneksi. Makin besar nilai SNR, makin tinggi kualitas jalur tersebut. Artinya, makin

besar pula kemungkinan jalur itu dipakai untuk lalu-lintas komunikasi data & sinyal dalam

kecepatan tinggi.  Nilai SNR suatu jalur dapat dikatakan pada umumnya tetap, berapapun

kecepatan data yang melalui jalur tersebut. Satuan ukuran SNR adalah decibel (dB) <–

logarithmic.

Efek yang bisa ditimbulkan akibat NSR yang rendah yaitu Koneksi sering terputus, lambat, tidak bisa connect, dsb. Dibawah ini merupakan klasifikasi SNR :

Makin TINGGI makin BAIK

--------------------------------------------------------29,0 dB ~ ke atas = Outstanding (bagus sekali)20,0 dB ~ 28,9 dB = Excellent (bagus) • Koneksi stabil.11,0 dB ~ 19,9 dB = Good (baik) • Sinkronisasi sinyal ADSL dapat berlangsung lancar.07,0 dB ~ 10,9 dB = Fair (cukup) • Rentan terhadap variasi perubahan kondisi pada jaringan.00,0 dB ~ 06,9 dB = Bad (buruk) • Sinkronisasi sinyal gagal atau tidak lancar (ter-putus²).--------------------------------------------------------

Dibawah ini klasifikasi ine Attenuation (Redaman pada Jalur)

Makin RENDAH makin BAIK

----------------------------------------------------------00,0 dB ~ 19,99 dB = Outstanding (bagus sekali)20,0 dB ~ 29,99 dB = Excellent (bagus)30,0 dB ~ 39,99 dB = Very good (baik)40,0 dB ~ 49,99 dB = Good (cukup)50,0 dB ~ 59,99 dB = Poor (buruk) • Kemungkinan akan timbul masalah koneksi (tidak lancar, dsb).60,0 dB ~ ke atas = Bad ( buruk sekali ) • Pasti akan timbul banyak gangguan koneksi (sinyal hilang, tidak bisa connect

ATTENUATION ( ATENUASI )

Page 3: ISTILAH

Atenuasi dilambangkan dengan Q, dimana 1/Q adalah fraksi dari energi gelombang yang hilang

setiap cycle saat gelombang tersebut merambat. Sehingga ‘Q rendah’ berarti lebih teratenuasidan

‘Q tinggi’ berarti sedikit teratenuasi. Umumnya, didalam aplikasi seismik eksplorasi, besaran Q

diprediksi untuk memberikan kompensasi terhadap amplitudo gelombang seismik yang hilang

dalam perambatannya.Didalam mendeterminasi besaran Q, terdapat beberapa macam metoda.

Metoda yang cukup sering digunakan di dalam industri migas adalah metoda rasio spektral,

yakni Q merupakan slope (kemiringan) rasio natural logaritmik (ln) spektral ’gelombang dalam’

dengan ’gelombang dangkal’.Untuk lebih jelasnya perhatikan diagram di bawah ini (klik untuk

memperbesar):

Akhir-akhir ini analisis Q mulai dilirik sebagai metoda yang cukup jitu didalam karakterisasi

reservoar. Hal ini dilakukan karena Q lebih sensitif terhadap kehadiran gas maupun temperatur

daripada sifat kecepatan gelombang seismik. Contoh dibawah adalah Analisis Q untuk kasus

monitoring zona minyak dan gas serta monitoring injeksi karbon dioksida. Apakah anda melihat

bahwa gelombang lebih teratenuasi (Q rendah) di sekitar antiklin sebagai perangkap gas?

Courtesy: Clark R., University of Leeds, School of Earth & Environment

ALIASING

Page 4: ISTILAH

Aliasing merupakan fenomena bergesernya frekuensi tinggi gelombang seismik menjadi lebih

rendah yang diakibatkan pemilihan interval sampling yang terlalu besar (kasar). Gambar di

bawah menunjukkan fenomena aliasing.

Perhatikan jika sampling interval = 2 mili detik atau 4 mili detik spektrum amplitudo gelombang

bersangkutan sekitar 80Hz. Akan tetapi jika sampling interval 16 mili detik maka frekuensi

menjadi bergeser lebih rendah yaitu sekitar 20Hz.

Page 5: ISTILAH

STATIC CORRECTION

Didalam pengolahan data seismik, terdapat dua jenis static correction (koreksi statik) yang

harus dilakukan yakni elevation (field) statics dan near surface (weathering) correction.

Elevation Statics. Elevation statics adalah koreksi karena perbedaan elevasi

sourcedan receiver. Elevation statics dilakukan dengan meletakkan source dan receiver pada

posisi virtual dengan elevasi yang sama (datum) yang biasanya sedikit dibawah

elevasi source danreceiver yang terendah. Untuk proses ini, diperlukan informasi replacement

velocity dari material antara datum dengan masing-masing source dan receiver. Replacement

velocity biasanya diperoleh dari pengetahuan sebelumnya dari daerah yang bersangkutan atau

dari pengukuran uphole time. Persamaan elevation statics, diberikan oleh:

tD = [(ES – ZS - ED) + (ER – ZR - ED)]/Vr

Dimana ES elevasi dari source (di atas permukaan laut), ZSkedalaman dari source ( 0

untuk vibroseis), ER elevasi darireceiver, ZR kedalaman dari receiver, ED elevasi datum, dan

Vradalah replacement velocity.

Gambar di bawah ini mengilustrasikan parameter-parameter yang digunakan dalam elevation

statics.

Selanjutnya dilakukan perhitungan:

TWTes=TWT-tD

TWTes adalah waktu tempuh (TWT) dari trace pasangan sumber penerima setelah koreksi statik,

TWT adalah waktu tempuh tracesebelum koreksi statik. Setelah elevation statics, selanjutnya

Page 6: ISTILAH

dilakukan near surface correction untuk mengkompensasi variasi ketebalan dan perubahan lateral

kecepatan dari lapisan lapuk (weathering zone). Metoda yang biasa dilakukan untuk near surface

correctionadalah: uphole surveys, refractions statics, residual statics dantomo statics. Uphole

survey dilakukan dengan meletakkan rangkaian geophone pada lubang bor yang menembus

kedalaman weathering layerdan sub weathering layer, sumber gelombang diletakkan di permukaan

di dekat lubang bor, lalu waktu tempuh gelombang dari sumber ke masing-masing penerima diplot

untuk menghitung kecepatan. Uphole survey dilakukan pada beberapa lokasi, dimana kecepatan

lapisan akan diinterpolasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Refraction statics dilakukan untuk

mengestimasi long wavelength statics. Wavelength statics mengacu pada lebarnya perubahan

lateral kecepatan dan ketebalan dari lapisan lapuk relatif terhadap offset maksimum.

Refraction statics dilakukan untuk mengestimasi ketebalan dan kecepatan lapisan lapuk

pada lintasan survey. Terdapat beberapa metoda refraction statics diantaranya: Delay-time,

Generalized Reciprocal Method (GRM), dan Least-squares method. Dua metoda pertama

memerlukan proses first break picking dan geometri jejak sinar, sedangkan least square

method memiliki konsep yang sama dengan residual statics, hanya saja least squaremenggunakan

gelombang refraksi daripada refleksi. Gambar di bawah ini menunjukkan hasil pekerjaan first

break picking, profil weathering dan sub weathering zone dari studi seismik refraksi serta profil

untuk elevation statics danweathering statics.

Courtesy Lawton, D.C., Geophysics Vol. 54 NO. 10, 1989.

Page 7: ISTILAH

Dari hasil studi refraksi di atas terlihat bahwa kecepatanweathering zone (Vw) = 520m/s

sedangkan sub weathering zone(Vb)=3103m/s. Demikian juga kita memperoleh informasi

kedalaman weathering zone (Zw) pada setiap titik pengamatan.

Koreksi statik untuk mengkompensasi weathering zone terhadap datum D dapat dirumuskan sbb:

tD=(-2Zw/Vw)+(2(ED-ES+Zw)/Vb)

Dimana ED adalah elevasi dari datum dan ES elevasi dari source.Selanjutnya tD akan dikurangkan

dari TWT trace untuk shot yang bersangkutan. Gambar di bawah ini menunjukkan perbandingan

antara data awal (a), elevation statics (b), dan elevation statics+weathering statics (c). Walaupun

pada contoh ini kita tidak melihat perbedaan yang sangat mencolok, tetapi kalau kita perhatikan

lebih teliti koreksi statics memberikan peningkatan koherensi dari satu trace ke trace yang

lainnya.

Courtesy Lawton, D.C., Geophysics Vol. 54 NO. 10, 1989.

Page 8: ISTILAH

RESIDUAL STATIC

Residual statics atau dikenal juga dengan reflection statics dilakukan untuk

mengkoreksi short wavelength statics, dimana metoda yang paling banyak digunakan

adalah surface consistent method. Dalam flow ini akan dilakukan koreksi statik sisa, yang

disebut residual statics correction. Input dari flow ini pada dasarnya adalah koreksi statik

ketinggian dari source dan receiver yang telah dihasilkan sebelumnya dari subflow apply

elevation statics di dalam flow refraction statics.

Sebelum masuk ke residual statics, flow pengolahan data seismik masuk dulu ke

trace display, agar dapat dilakukan static horizon picking yang nantinya akan digunakan

sebagai time gate pada pengaplikasian koreksi statik sisa tersebut.

Static horizon picking dilakukan dengan membuat picks untuk satu ensemble traces pada

suatu time, dimana pada time tersebut diperkirakan akan terdapat event seismik yang

utama/dominan.

Setelah dilakukan picking autostatic horizon, kemudian hasil dari koreksi

residual static ini diaplikasikan kembali ke data preprocessing untuk di hitung ulang nilai

kecepatannya melalui analisa kecepatan tahap 2. Sehingga, setelah melalui tahapan

proses ini diharapkan data-data yang dihasilkan benar-benar sudah terkoreksi secara

benar dan menghasilkan penampang seismik yang benar-benar merepresentasikan

keadaan bawah permukaan bumi dengan tepat. Adapun tampilan dari hasil residual static

serta analisa kecepatan ke-2 ini dapat ditampilkan / di-display ke dalam display Final

Stack.

Page 9: ISTILAH

NMO (Normal Move Out)

NMO adalah perbedaan antara TWT (Two Way Time) pada offset tertentu dengan TWT pada

zero offset. Koreksi NMO dilakukan untuk menghilangkan efek jarak (ingat penampang seismic

yang anda interpretasi adalah offset nol (zero offset)).

Untuk model perlapisan horizontal, Koreksi NMO dirumuskan sbb:

Didalam melakukan koreksi NMO, pemilihan model kecepatan (Vrms maupun Vstack)

merupakan hal yang sangat penting. Gambar berikut menunjukkan efek pemilihan model

kecepatan: (a) sebelum koreksi NMO (b) model kecepatan yang tepat (c) kecepatan terlalu

rendah (d) kecepatan terlalu tinggi.

Page 10: ISTILAH

Koreksi NMO akan menghasilkan efek 'stretching' yaitu penurunan frekuensi gelombang

seismik. Oleh karena itu langkah 'muting' dilakukan untuk menghilangkan efek ini.

[Gambar diatas courtesy Yilmaz, 1987]

DMO (Dip Move Out)

Pada kasus lapisan miring, titik tengah M tidak lagi merupakan proyeksi vertikal dari titik

hantam D, sehingga pada kasus lapisan miring, CDP gather tidak ekuivalen dengan CMP

gather (lihat kedua topik tersebut pada blog ini).

Page 11: ISTILAH

Secara sederhana DMO dapat diterjemahkan dengan koreksi NMO pada lapisan miring.

Untuk kasus lapisan miring, Levin (1971), menurunkan persamaan waktu tempuh:

[Persamaan (1)]

Sedangkan untuk kecepatan DMO terlihat pada persamaan (2).Dari persamaan (2) terlihat bahwa

kontrol cosinus dari kemiringan menyebabkan kecepatan DMO harus lebih besar dari kecepatan

medium v (baca: kecepatan gelombang seismik pada batuan), karena cosinus memiliki nilai

maksimum 1.

Didalam Aplikasinya, proses DMO tidak serumit yang dibayangkan, prosesnya sama seperti

NMO, lebih-lebih software-software processing sudah semakin interaktif. Gambar dibawah

adalah contoh proses DMO.

Page 12: ISTILAH

STACKING

Stacking adalah proses menjumlahkan tras-tras seismik dalam satu CDP setelah koreksi NMO

(Normal Move Out). Proses stacking memberikan keuntungan untuk mengingkatkan rasio signal

terhadap noise (S/N ratio).

Gambar diatas menunjukkan prinsip koreksi NMO, hiperbola refleksi di-adjust dengan

menggunakan model kecepatan (kecepatan rms atau kecepatan stacking) sehingga berbentuk

lapisan horizontal, selajutnya tras-tras NMO dijumlahkan (stacking).

MIGRATIONMigrasi (seismik) ini merupakan teknik yang jika diimplementasikan pada data seismic survei

refleksi, dapat membantu untuk menjelaskan Struktur batuan yang mendasarinya. Dalam refleksi

survei, gelombang seismik yang dihasilkan pada satu titik di permukaan bumi dan direkam di

geophone (yakni, detektor gelombang seismik) didistribusikan dekatnya (misalnya, secara linear

belakang sebuah kapal). Setiap kali sinyal seismik pertemuan a "reflektor", yaitu, lapisan batuan

yang menyebabkan bagian dari energi seismik yang akan dipantulkan kembali ke permukaan,

pulsa seismik dikembalikan ke geophone. Keterlambatan waktu antara generasi dari sinyal

seismik dan deteksi pada suatu geophone tergantung pada kecepatan gelombang seismic di batu,

kedalaman reflektor, dan horisontal jarak antara sumber gempa dan geophone, tetapi juga pada

geometri reflektor. Misalnya, jika reflektor cenderung atas menuju geophone dari arah dari

sumber, maka bagian dari refleksi yang dicatat sebesar geophone akan telah tercermin dekat

dengan geophone, daripada tengah antara geophone dan sumber jika reflektor sudah horisontal.

migrasi mengoreksi efek ini, dan juga menghilangkan lainnya geometris artefak seperti pola

difraksi terkait dengan pusat hamburan di batu.

Page 13: ISTILAH