Upload
ata
View
212
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penelitian tindakan kelas
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia, pendidikan merupakan bagian yang penting karena
dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki
untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam beradaptasi dengan lingkungan. Dengan
pendidikan manusia bukan hanya sekedar mengolah realitas, tetapi juga mampu
melampaui realitas dan memandangnya sebagai suatu kemungkinan-kemungkinan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Schumacher (Guritnaningsih, 1993), pendidikan
merupakan daya terpenting dibanding bumi, energi dan potensi alam.
Manusia dapat memperoleh pendidikan di berbagai wahana pendidikan seperti
keluarga, pendidikan formal (sekolah) dan pendidikan informal (pendidikan luar
sekolah). Pendidikan formal memiliki keunggulan untuk mengembangkan individu
dibanding wahana lainnya karena di sekolah mampu diciptakan suasana yang
merangsang aspek kognitif, afektif dan motorik individu. Melalui pendidikan di
sekolah, individu tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga mengembangkan
kepribadian (Curtis dan Boultwood dalam Guritnaningsih, 1993). Untuk itu, idealnya
setiap individu pada usia sekolah mengikuti pendidikan di sekolah, sehingga mereka
menjadi lebih matang secara kognitif, afektif maupun motorik.
Namun kenyataannya tidak semua individu pada usia sekolah mempunyai
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pendidikan. Partisipasi dalam bidang
pendidikan menjadi masalah dan topik bahasan yang cukup menarik baik di negara
berkembang maupun negara maju sekalipun. Banyak faktor yang menyebabkan anak
usia sekolah tidak berpartisipasi dalam pendidikan, diantaranya adalah tidak
mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan.
Penelitian mengenai partisipasi sekolah pernah dilakukan oleh Guritnaningsih
(1993) yang menerapkan metode SEM untuk meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi tindakan orang tua untuk melanjutkan pendidikan anaknya ke SLTP
di daerah Jawa Barat. Sugiyanto (1996) menerapkan regresi logistik untuk
menganalisis pengaruh faktor-faktor sosial, ekonomi dan demografi rumahtangga
dalam pemilihan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan menengah di Pulau Jawa.
Mardyastuti (2005) menerapkan regresi logistik non hirarki untuk menganalisis
pengaruh urutan kelahiran anak terhadap kelangsungan pendidikan anak usia 7-15
tahun di Indonesia. Supriyadi (2006) telah meneliti tentang faktor-faktor demografi
(pendidikan ibu, pengeluaran rumahtangga dan jenis kelamin anak) dengan variabel
respon proporsi bersekolah anak usia 7-18 tahun.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bertujuan untuk
menjelaskan masalah partisipasi pendidikan, ada yang meninjau dari sisi individu
yang bersangkutan (Beder dalam Guritnaningsih,1993), ada juga dari sisi orangtua
(Badan Pusat Statistik, 1982). Penelitian-penelitian tersebut ditujukan untuk melihat
pengaruh variabel-variabel sosial demografis dan ketersediaan sarana fisik sekolah.
Menurut Oey (1991), salah satu penyebab rendahnya partisipasi dalam pendidikan
adalah tidak tersedianya sekolah yang mudah dijangkau oleh penduduk (jaraknya
jauh).
Pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam menjamin pemerataan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi semua anak usia sekolah di
Indonesia. Oleh sebab itu pemerintah telah menempatkan peningkatan kesempatan
memperoleh pendidikan sebagai salah satu prioritas utama bagi pembangunan
pendidikan. Pemerintah telah menindaklanjuti prioritas ini melalui program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun atau program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
(Wajar Dikdas). Melalui Wajar Dikdas diharapkan warga negara Indonesia berusia 7-
15 tahun dapat mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat
(Inpres No. 1 tahun 1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2
menetapkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya
program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari
kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua
(education for all).
Selama ini pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun
(Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama) dengan menerapkan sekolah gratis
pada tingkat SD sampai SMP. Namun pada kenyataannya pada masyarakat Jambi,
masih banyak dijumpai anak putus sekolah pada tingkat SMP bahkan SD. Angka
putus sekolah Provinsi Jambi pada tahun 2006 masih cukup tinggi sebesar 8,04%. Ini
berarti bahwa dari 100 anak usia sekolah di Provinsi Jambi pada tahun 2006,
sebanyak 9 anak tidak sekolah/tidak melanjutkan sekolah pada tingkat SD ataupun
SMP.
Penuntasan wajib belajar 9 tahun merupakan upaya untuk meningkatkan angka
partisipasi murni anak usia wajib belajar 9 tahun (usia 7-15 tahun) hingga mencapai
minimal 95% pada akhir tahun 2008. Salah satu masalah dalam pencapaian wajib
belajar 9 tahun adalah siswa yang putus sekolah dan siswa yang tidak melanjutkan
pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Usaha untuk menyelesaikan masalah
tersebut salah satunya adalah dengan mengidentifikasi siswa putus sekolah dan yang
tidak melanjutkan, kemudian membantu mereka supaya dapat bersekolah lagi dan
memberi dukungan bagi mereka sampai berhasil lulus SMP. Kegiatan yang berkaitan
dengan upaya-upaya mencari, mengenali (identifikasi), mencari faktor penyebab
siswa putus sekolah dan tidak melanjutkan sekolah perlu dilakukan agar penyelesaian
masalah tersebut tepat sasaran. Selanjutnya, untuk mengetahui sebaran dan
karakteristik anak putus sekolah perlu dilakukan pengelompokan/klasifikasi anak
putus sekolah umur 7-15 tahun sesuai dengan karakteristiknya.
Metode statistik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah klasifikasi
biasanya dibedakan menjadi dua yaitu metode klasifikasi parametrik dan
nonparametrik. Metode klasifikasi parametrik biasanya disertai dengan sejumlah
3
asumsi tertentu, yang sepenuhnya telah ditentukan sebelum proses klasifikasi
berlangsung seperti asumsi bahwa data harus mempunyai variansi homogen dan data
harus berdistribusi tertentu. Algoritma ini dinilai memiliki keterbatasan jika asumsi
yang digunakan tidak sesuai dengan keadaan atau kondisi data yang sebenarnya.
Metode klasifikasi nonparametrik dinilai lebih siap untuk dihadapkan pada
berbagai kondisi data. Metode klasifikasi nonparametrik memiliki asumsi dasar yang
relatif lebih sederhana dibandingkan metode klasifikasi parametrik, lebih jauh lagi
algoritma ini tidak memerlukan parameter statistik tertentu dari daerah sampel,
seperti rata-rata atau variansi (Syamani, 2008). Dalam proses klasifikasi, metode
klasifikasi nonparametrik akan mempelajari dan menggunakan setiap data yang
berada di bawah daerah sampel sebagai dasar dalam penunjukan kelas. Metode
seperti ini sering dikenal sebagai machine learning. Metode-metode nonparametrik
yang sering digunakan untuk pengklasifikasian diantaranya, Classification and
Regression Tree (CART), Neural Network (NN), K-Nearest Neighbour (KNN) dan
Multivariate Adaptive Regression Spline (MARS).
Tujuan dari CART adalah mengklasifikasikan suatu kelompok observasi atau
sebuah observasi ke dalam suatu sub kelompok dari suatu kelas-kelas yang diketahui.
Dibandingkan dengan metode pengelompokkan yang klasik, CART mempunyai
beberapa kelebihan seperti hasilnya lebih mudah diinterpretasikan, lebih akurat dan
lebih cepat penghitungannya. Metode ini merupakan metode yang bisa diterapkan
untuk himpunan data yang mempunyai jumlah besar, variabel yang sangat banyak
dan dengan skala variabel campuran melalui prosedur pemilahan biner.
Pendekatan CART untuk mengklasifikasikan data statistik telah banyak
digunakan dalam berbagai bidang. CART pertama kali digunakan untuk
mengidentifikasi struktur kapal dari profil yang ditangkap oleh radar. Dalam bidang
kesehatan, CART telah digunakan oleh rumah sakit-rumah sakit untuk
mengidentifikasi gagal jantung. The International Food Policy Research Institute
(IFPRI) telah menggunakan CART untuk mengidentifikasi indikator-indikator
kerentanan terhadap kelaparan di tingkat regional dan rumah tangga di
4
Afrik(Yohannes dan Webb, 1999). Andriyashin (2005), telah mengaplikasikan CART
pada data finansial modern dan menyimpulkan bahwa CART merupakan suatu
metode yang sangat kuat dan bermanfaat dalam aplikasi finansial modern.
Menurut Yohannes dan Webb (1999), tingkat kepercayaan yang bisa digunakan
dalam mengklasifikasikan data baru pada CART adalah akurasi yang dihasilkan oleh
pohon klasifikasi yang murni dibentuk dari data yang mempunyai kesamaan kondisi
(data learning). Pohon klasifikasi yang dihasilkan CART tidak stabil, karena
perubahan-perubahan kecil pada data learning akan mempengaruhi hasil akurasi
prediksi. Untuk mengatasi masalah tersebut, Breiman (1996a) memperkenalkan
tehnik bagging (bootstrap aggregating). Bagging merupakan sebuah tehnik yang
dapat digunakan untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan prediktif CART.
Klasifikasi karakteristik anak putus sekolah merupakan kegiatan
pengelompokan anak usia sekolah yang tidak bisa menyelesaikan wajib belajar 9
tahun sesuai dengan karakteristik dan permasalahannya. Kondisi ini merupakan suatu
bentuk klasifikasi data dengan banyak variabel yang skala variabelnya campuran baik
nominal, ordinal, interval maupun rasio. Klasifikasi tersebut biasanya sulit memenuhi
asumsi kenormalan dan varian homogen sehingga lebih tepat dilakukan dengan
pendekatan nonparametrik. Untuk itu, pada penelitian ini akan dilakukan klasifikasi
karakteristik anak putus sekolah selain dengan metode CART juga dengan metode
bagging CART.
1.2 Permasalahan
Bertolak dari latar belakang yang sudah diuraikan diatas maka permasalahan
yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah karakteristik anak putus sekolah di Provinsi Jambi?
2. Bagaimana model pohon klasifikasi karakteristik anak putus sekolah
dengan menggunakan metode CART dan bagaimana pengaruh penerapan
tehnik bagging pada pohon klasifikasi CART?
5
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian yang ingin
dicapai adalah.
1. Mengidentifikasi karakteristik anak putus sekolah di Provinsi Jambi.
2. Menyusun model pohon klasifikasi karakteristik anak putus sekolah dengan
menggunakan metode CART dan melihat pengaruh penerapan tehnik
bagging pada pohon klasifikasi CART .
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah.
1. Bagi peneliti, dapat memperdalam konsep statistika dan wawasan analisis
statistika, khususnya yang berkaitan dengan metode klasifikasi dengan
metode CART dan bagging CART.
2. Bagi pemerintah, memberi masukan kepada Pemerintah Provinsi Jambi
tentang permasalahan anak putus sekolah sehingga diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan bidang
pendidikan.
1.5 Batasan Masalah Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pengkajian metode klasifikasi CART
dan bagging CART serta penerapannya pada klasifikasi karakteristik anak putus
sekolah di Propinsi Jambi berdasarkan data Susenas Provinsi Jambi tahun 2007. Anak
putus sekolah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah semua anak usia 7-15
tahun yang pernah sekolah dan terpaksa berhenti/tidak melanjutkan sekolah sehingga
tidak dapat menyelesaikan wajib belajar 9 tahun. Penerapan bagging CART yang
akan dibahas dalam tesis ini lebih ditekankan pada peningkatan ketepatan klasifikasi
yang dihasilkan oleh tehnik tersebut.
6
Covers-abstrakABSTRAKSIs-KatpengKATA PENGANTARs-dafisiDAFTAR ISIs-daftabelDAFTAR TABELs-dafgambarDAFTAR GAMBARs-daflampiranDAFTAR LAMPIRANs-bab1BAB 1s-bab2Bab 2s-bab3BAB 3s-bab4BAB 4s-bab5BAB 5s-dafpusDAFTAR PUSTAKAs-lampiranlampiran