Upload
vuonganh
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ix
xii
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Tanggung Jawab PT Karya Agung Dewata sebagaideveloper terhadap konsumen ditinjau dari Hukum Perlindungan Konsumen”.Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang telah ada, seiringdengan keberadaan manusia itu sendiri. Di Indonesia kebutuhan masyarakat akanrumah semakin meningkat terutama pada masyarakat perkotaan. Adapunpermasalahan yang diangkat dalam penelitian ini diantaranya : (1). Bagaimanakahupaya yang dilakukan konsumen apabila rumah yang diserahkan oleh PT. KaryaAgung Dewata tidak sesuai dengan isi perjanjian ?, dan (2). Bagaimanakahtanggung jawab PT. Karya Agung Dewata sebagai developer terhadap konsumendalam hal terjadinya kerusakan terhadap rumah yang masih dalam tahappemeliharaan ?. Penelitian ini merupakan bentuk perjanjian yang berupa salahsatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat yang mengandung janji-janji ataukesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak yangmembuat perjanjian menerbitkan perikatan. Dan konsumen merasa dirugikan.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, yang meneliti hokumtertulis dengan fakta-fakta yang ada di lapangan dan sebagai usaha mendekatimasalah yang diteliti dengan pendekatan hokum yaitu berusaha menelaahperaturan-peraturan yang berlaku dalam masyarakat sekaligus sesuai denganpernyataan yang terjadi di masyarakat. Dalam analisanya, penelitian inimenggunakan analisa kualitatif. Penelitian ini bersifat deskritif yaitu terdapatketentuan perundang-undangan.
Dalam kajian ini ditemukan bahwa, berdasarkan penelitian di PT. KaryaAgung Dewata, diperoleh data-data yang dibutuhkan dan dianalisis secarakualitatif untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dilapangan, sehinggadiperoleh pelaksanaan perjanjian jual beli rumah antara developer dengankonsumen. Persoalan yang sering muncul adalah saat penyerahaan objekperjanjian jual beli rumah dilakukan, dimana konsumen harus menghadapikekecewaan, lantaran ternyata kualitas rumah yang dijanjikan tidak terpenuhi.Banyak permasalahan yang tidak sesuai dengan jadwal penyerahan rumah yangmolor, tembok yang retak, plafon yang mulai copot, pemasangan air, instalasilistrik dan sarana dan prasarana lingkungan. Hal tersebut tentunya menggangukenyaman hidup bagi konsumen. Terdapat beberapa komplain dari konsumen.Pembatasan tanggung jawab yang diwujudkan dengan penentuan jangka waktudalam menanggung kerusakan pada perumahan tersebut berarti bahwa developermenerima pengaduan atas ditemukannya kerusakan pada perumahan hanyaselama jangka waktu yang ditetapkan yaitu selama 60 hari sejak penandatangananrealisasi penyerahan rumah. Sudah memenuhi aturan dalam Undang-undangNomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kata kunci : Perumahan, Merugikan konsumen, perlindungan Konsumen.
xiii
ABSTRACT
The study titled “responsibility PT Karya Agung Dewata as a developer tothe consumer in terms of consumer protection laws”. Housing is one of the basichuman needs that have been there, along with human existence it self. InIndonesia community needs for housing is increasing, especially in urbancommunities. As for the issues raised in this study include : (1). How is the effortmade by the consumer if the haouse is handed over by the gods PT. Karya AgungDewata in accordance with the content of the agreement ?, and (2). Hawresponsibility PT Karya Agung Dewata as a developer to the consumer in thecase of damage to the house is still in the stage of a pet ?. this research is a formof agreement in the form of a series of words of phrases that contain promises orability that is spoken or made an agreement to publish the agreement. Andconsumers feer aggrieved.
This research is an empirical legal research which examined the writtenlaw to the facts that exist in the field and as an attempt to approach the issuesexamined by the legal approach which seeks to examine the regulationsthat applyin society as well as in accordance with the reality that occurs in the community.In its analysis, this study used a qualitative analysis. This is a descriptive studythat there are statutory propisions.
In this study it was found that, based on research in PT. Karya AgungDewata, obtained needed and qualitative analysis to find out the problems thataccur in the field, in order to obtain the implementation of home purchaseagreement between the developer and consumer. Recurring problem is this time ofdelivery of the object purchase agreement carried home, where consumers have toface disappointment, throw it turns out the quality of the promised homes are notmet. Many problems are not in accordance with the schedule that delayeddelivery of the house, the walls were cracked, the ceiling started to fall off, theinstallation of water, electrical installations and infrastructure environment. It iscertainly disturbing the comfort of living for consumers. There are somecomplaints from consumers. Limitation of liability is realized by determination ofthe period in bear damage to housing means that the developer receiver recelveda complaint on the discomvery og damage to housing only for a specified feriod is60 days from the signing of the realization of home delivery. Already comply withthe rules in the law no 8 of 1999 on consumer protection.
Keywords : Housing, Adverse consumers, Consumer protection.
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Indonesia yang semakin
pesat, tuntutan akan tersedianya berbagai fasilitas yang mendukung kehidupan
masyarakat juga mengalami peningkatan. Hal tersebut mendorong pihak
pemerintah maupun swasta untuk melaksanakan pembangunan, terutama di
bidang perumahan. 1 Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
(basic need) yang telah ada, seiring dengan keberadaan manusia itu sendiri. Saat
ini konsep perumahan telah mengalami penggeseran, tidak hanya sebagai
kebutuhan dasar saja, ataupun sebagai media yang memberikan perlindungan,
namun perumahan telah menjadi gaya hidup (life style), memberikan kenyamanan
dan menunjukkan karakteristik atau jati diri yang merupakan salah satu pola
pengembangan diri serta sarana private, sebagaimana dibutuhkan pada masyarakat
global.
Pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi, harus dapat
mendukung tumbuhnya dunia usaha, sehingga mampu menghasilkan beraneka
barang/jasa yang memiliki kandungan teknologi dan dapat meningkatkan
1 Anna Ningsih, Pemukiman Kembali, Alternatif Ganti Kerugian bagi MasyarakatKorban Penggusuran, Jurnal Hukum volume XXXII No. 3 Juli-September, Semarang, UNDIP,2003, hal 42.
1
2
kesejahteraan serta sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa
yang diperoleh di pasar.
Pihak swasta yang dalam hal ini adalah Developer sebagai mitra
pemerintah ikut berperan dalam memenuhi penyediaan perumahan baik di
wilayah pedesaan dan perkotaan. Kebutuhan terhadap perumahan juga telah
mengalami peningkatan terutama pada masyarakat perkotaan khususnya kota
Denpasar, di mana populasi penduduknya sangat besar, sehingga memaksa
pemerintah dan developer untuk berupaya memenuhi kebutuhan akan perumahan
di tengah berbagai kendala seperti keterbatasan lahan perumahan. Permasalahan
lain yang kerap muncul dalam pemenuhan kebutuhan terhadap perumahan adalah
aspek-aspek mengenai konsumen, di mana konsumen berada pada posisi yang
dirugikan karena perlindungan terhadap konsumen tidak menjadi prioritas utama
dalam dunia bisnis, melainkan keuntungan yang diperoleh oleh produsen atau
pelaku usaha, tidak terkecuali dalam bidang perumahan. Umumnya pihak
konsumen tidak berdaya mempertahankan hak-haknya, karena tingkat kesadaran
konsumen terhadap hak-haknya masih rendah. Hal tersebut disebabkan minimnya
tingkat pengetahuan konsumen itu sendiri, baik terhadap aspek hukumnya yang
berlaku saat ini, belum mampu secara optimal mengatasi permasalahan dalam
perlindungan konsumen.
Pemasaran yang dilakukan developer sangat tendensius, sehingga tidak
jarang informasi yang disampaikan itu ternyata menyesatkan ( misleading
information ) atau tidak benar, padahal konsumen sudah terlanjur menadatangani
3
Perjanjian Pengikatan Jual Beli ( PPJB ) dengan pengembag, atau bahkan sudah
akad kredit degan pihak Bank pemberi kredit pemilikan rumah.
Secara umum, posisi konsumen perumahan lemah dibandingkan dengan
pengembang, baik dari segi sosial ekonomi, pengetahuan teknis maupun dalam
mengambil upaya hukum melalui institusi pengadilan, sehingga konsumen sering
tidak menyadari haknya telah dilanggar oleh pengembang. Apabila konsumen
mengetahui hal tersebut sekalipun, konsumen enggan untuk melakukan tindakan
upaya hukum. Merebaknya masalah perumahan dalam bisnis properti atau
perumahan, pada dasarnya, diawali dengan adanya ketidaksesuaian antara apa
yang tercantum dalam brosur atau iklan berupa informasi produk, dengan apa
yang termuat dalam perjanjian jual beli yang ditandatangani konsumen. Masih
banyak permasalahan lain dalam bisnis property/perumahan yang antara lain
masalah yang menyangkut ketidaksesuaian berupa jadwal penyerahan rumah yang
molor, gambar arsitektur, gambar denah dan spesifikasi teknik bangunan, kualitas
bangunan tidak sesuai perjanjian, serta fasilitas-fasilitas lain seperti fasilitas
pemasangan air, instalasi listrik dan sarana prasarana lingkungan (fasilitas umum
dan sosial), maupun masalah legalitas seperti misalnya Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) dan sertifikat rumah. Izin Mendirikan Bangunan dan sertifikat yang
dijanjikan kepada konsumen pada saat promosi penjualan rumah tidak dipenuhi.2
Dalam KUHPerdata telah diatur mengenai hak-hak konsumen untuk melakukan
upaya hukum, apabila dilanggar oleh pelaku usaha. Konsumen dapat menuntut
ganti kerugian, baik berdasarkan perbuatan melawan hukum/Onrechtmatige Daad
2 Erwin Kallo dkk, Kolom Konsultasi Hukum dan Arsitektur, Majalah Idea, Edisi 27/03-April, 2006, hal 44.
4
(Pasal 1365-1367, 1369 KUHPerdata) maupun terhadap adanya cacat tersembunyi
(Pasal 1504 dan 1506 KUHPerdata). Secara lebih spesifik mengenai perlindungan
konsumen, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan berupa Undang-
Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, guna
menjembatani kebutuhan akan perlindungan hukum bagi konsumen, dengan
mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku
usaha, sehingga tercipta perekonomian yang sehat, termasuk mengenai aspek-
aspek perumahan. Namun berbagai macam peraturan tidak akan berjalan dengan
efektif, apabila tidak terlaksanakan secara optimal, di samping minimnya
kesadaran konsumen terhadap hak-haknya dalam hukum. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen (UUPK), dimaksudkan menjadi landasan hukum yang
kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan swadaya masyarakat, untuk
melakukan upaya pemberdayaan konsumen, melalui pembinaan dan pendidikan
konsumen. Upaya pemberdayaan tersebut penting, karena tidak mudah
mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya secara prinsip
ekonomi lebih mengutamakan untuk mendapat keuntungan yang semaksimal
mungkin, dengan modal seminim mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan
kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
PT. Karya Agung Dewata merupakan Perusahaan pengembang
perumahan di Denpasar, yang bergerak di bidang Developer, Usaha ini mulai
dirintis oleh Ibu Anastasia sejak 12 Mei 2003. Berawal dari usaha mengelola dan
memasarkan dari hasil kerjasama dengan Investor pemilik tanah. Saat ini telah
mulai mencoba untuk mengelola, memproduksi dan memasarkan produk dari
5
usaha sendiri. Pada perkembangan selanjutnya, PT. Karya Agung Dewata yang
didirikan secara resmi dengan Akta Pendirian Perusahaan yang dibuat di hadapan
Notaris, serta kelengkapan ijin operasional sebagaimana berikut :
o Akta Pendirian Perusahaan Nomor : 04 tertanggal 08 Juli 2004
o NPWP PT. Karya Agung Dewata Nomor : 02.864.070.4-908.000
o TDP PT. Karya Agung Dewata Nomor : 22 021 42 00007
o SIUP PT. Karya Agung Dewata Nomor : 05 / 22.02 / PM / VII / 2004
o Merupakan anggota REI NPA : 13.00298
berusaha senantiasa untuk mengembangkan kegiatan usaha serta memberikan
pelayanan kepada pembeli atau rekanan kerja yang lebih baik. PT. Karya Agung
Dewata berusaha memberikan produk perumahan berupa kavling siap bangun dan
perumahan subsidi pemerintah. Dimana dengan produk semacam ini, diharapkan
kualitas bangunan menjadi sebagaimana yang diinginkan, karena akan terjadi
kontrol bersama antara developer dan pembeli pada saat atau proses pembangunan
berlangsung. Serta jaminan kualitas dan bentuk atau model bangunan seperti yang
diharapkan, dengan tidak meninggalkan unsur pelayanan yang relatif memuaskan
dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat pada saat ini.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka akan sangat menarik untuk
diteliti lebih lanjut mengenai permasalahan tersebut dan menyusunnya dalam
skripsi yang berjudul : “ TANGGUNG JAWAB PT KARYA AGUNG
DEWATA SEBAGAI DEVELOPER TERHADAP KONSUMEN DITINJAU
DARI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN ”
6
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, Maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh konsumen apabila rumah yang
diserahkan oleh PT. Karya Agung Dewata tidak sesuai dengan isi perjanjian?
2. Bagaimanakah tanggung jawab PT Karya Agung Dewata sebagai developer
terhadap konsumen dalam hal terjadinya kerusakan terhadap rumah yang
masih dalam tahap pemeliharaan?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Dalam setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan tentang
materi yang diuraikan dengan tujuan untuk mencegah agar materi yang dibahas
tidak menyimpang dari pokok permasalahan.3 Agar tidak terjadi pembahasan yang
berlebihan dan ada kesesuaian antara pembahasan dengan penulisan, maka
diberikan batasan-batasan. Permasalahan tersebut diatas muncul akibat persaingan
bisnis perumahan yang semaki ketat, developer berlomba-lomba untuk menarik
orang-orang/konsumen untuk membeli tanah/rumahnya dengan berbagai cara.
Mereka mengadakan promosi produknya dengan mengumbar janji-janji bahwa
konsumen akan mendapatkan kualitas bangunan yang baik, fasilitas yang lengkap,
uang muka rendah, cicilan serta bunga yang ringan, disamping itu kemudahan
dalam masalah legalitas. Tapi dalam pelaksanaannya tidak semua janji-janji
terealisasi sehingga para konsumen/pembeli banyak yang kecewa karena apa yang
3 M. Iqbal Hasan. 2002 Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet. I,Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 43.
7
mereka peroleh tidak sesuai seperti yang dijanjikan dan konsumen merasa
dirugikan. Melihat dari permasalahan tersebut di atas, penulis memberikan
batasan-batasan yang membahas terkait dengan upaya yang dilakukan konsumen
apabila rumah yang diserahkan tidak sesuai dengan perjanjian serta bagaimana
tanggung jawab PT Karya Agung Dewata sebagai developer terhadap konsumen
dalam hal terjadinya kerusakan terhadap rumah yang masih dalam tahap
pemeliharaan.
1.4. Orisinalitas
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat di dalam dunia
pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu
menunjukkan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan,
beberapa judul penelitian tesis atau disertai terdahulu sebagai pembanding.
Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 1 Skripsi dan 1
tesis terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan “ Tanggung Jawab PT.
Karya Agung Dewata Sebagai Developer Terhadap Konsumen Ditinjau Dari
Hukum Perlindungan Konsumen ’’.
8
Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis
No Judul Penulis Rumusan Masalah
1 Penerbitan Brosur Perumahan
Oleh Pengembang Yang
Merugikan Konsumen
Ditinjau Dari Hukum
Perlindungan Konsumen
Made Minarja
Triasa( Fakultas
Hukum
Universitas
Udayana
Denpasar 2014)
1. Upaya apa yang
dapat dilakukan
konsumen terkait
kerugian yang
ditimbulkan akibat
penerbitan brosur
perumahan oleh
pengembang?
2. Sanksi apa yang
dapat diberikan
kepada pihak
pengembang terkait
brosur perumahan
yang menimbulkan
kerugian pada
konsumen?
9
2 Tanggung Jawab Developer
Sebagai Upaya Perlindungan
Konsumen Dalam Bidang
Perumahan Di kabupaten
Pati
Ahmad adi
Winarto, S.H
( Mahasiswa
Fakultas
Hukum
Magister
Kenotariatan
Universitas
Diponegoro
Semarang
2008 )
1. Bagaimana
pelaksanaaan
perjanjian jual beli
rumah antara
developer dengan
konsumen, sebagai
upaya perlindungan
konsumen dalam
bidang perumahan di
kabupaten pati ?
2. Bagaimana tanggung
jawab developer,
sebagai upaya
perlindungan
konsumen dalam
bidang permahan di
kabupaten pati ?
10
Tabel 1.2 Daftar Penelitian Penulis
No Judul Penulis Rumusan Masalah
1 Tanggung Jawab PT. Karya
Agung Dewata Sebagai
Developer Terhadap
Konsumen Ditinjau Dari
Hukum Perlindungan
Konsumen
Ni Luh Gede
Utami Kasih
(Fakultas Hukum
Universitas
Udayana
Denpasar 2015).
1. Bagaimana upaya
yang dilakukan
konsumen apabila
rumah yang
diserahkan tidak
sesuai dengan
perjanjian?
2. Bagaimana tanggung
jawab PT Karya
Agung Dewata
sebagai developer
terhadap konsumen
dalam hal terjadinya
kerusakan terhadap
rumah
yang masih dalam
tahap pemeliharaan?
Adapun perbedaan penulisan ini dengan penulisan sebelumnya adalah dalam
tulisan ini lebih menekankan pada tindakan ataupun langkah – langkah represif
11
yang dilakukan terkait sengketa atau peselisihan yang telah terjadi antara pihak
developer dengan konsumen.
1.5. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tanggung jawab developer terhadap konsumen dan
upaya yang dilakukan konsumen apabila rumah yang diserahkan tersebut
tidak sesuai dengan perjanjian.
2. Untuk pembulat studi mahasiswa dalam bidang ilmu hukum untuk
mencapai gelar Sarjana Hukum.
3. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya dalam
bidang penelitian yang dilakukan mahasiswa.
b. Tujuan Khusus
1 Untuk mengetahui terkait dengan upaya yang dilakukan konsumen apabila
rumah yang diserahkan tidak sesuai dengan perjanjian.
2 Untuk mengetahui tanggung jawab PT Karya Agung Dewata sebagai
developer terhadap konsumen dalam hal terjadinya kerusakan terhadap
rumah yang masih dalam tahap pemeliharaan.
12
1.6. Manfaat Penelitian
a. Manfaat TeoritisDalam hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan dan dapat
menambah informasi bagi perkembangan ilmu hukum khususnya berkaitan
dengan hukum perlindungan konsumen dalam bidang perumahan.
b. Manfaat Praktis
Dalam hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam masalah
perlindungan hukum bagi konsumen perumahan dan sebagai masukan bagi pihak-
pihak yang terkait dengan masalah perlindungan terhadap konsumen dalam
bidang perumahan.
1.7. Landasan Teoritis atau Kerangka Teori
Dalam mendukung penelitian ini agar sesuai dengan permasalahannya
sehingga dapat mewujudkan sebagai suatu karya tulis, telaah pustaka yang
memuat tentang konsep-konsep, khususnya tentang tanggung jawab PT Karya
Agung Dewata sebagai developer terhadap konsumen ditinjau dari hukum
perlindungan konsumen, pandangan para sarjana yang dapat digunakan sebagai
justifikasi teoritis dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
permasalahan yang tertuang antara lain :
KUHPerdata menyebut perjanjian dengan istilah persetujuan dalam bahasa
latin disebut Agreement adalah perjanjian yang bersifat teknis atau administratif.
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, pengertian persetujuan dapat didefinisikan
sebagai berikut :
13
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih”4
Menurut R. Wirjono Projodikoro, menyebutkan bahwa perjanjian
merupakan perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak
dalam hal mana satu pihak berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal sedangkan
pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian itu.5
Dikemukakan oleh R. Subekti, bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu timbulah suatu
hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan.6 Perjanjian itu
menerbitkan suatu perikatan, antara dua orang yang membuatnya. Dalam
bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam
tulisan oleh para pihak yang membuat perjanjian menerbitkan perikatan.
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, karena
perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian. Rumusan perjanjian
dalam pasal 1313 KUHPerdata tersebut menurut para ahli mengandung banyak
kelemahan :
1. Hanya menyangkut sepihak saja. Dapat dilihat dari rumusan “ satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap sesuatu Hanya menyangkut
282.,
4 R Subekti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, 1995, hal
5 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,Bandung, Eresco, 1981, hal 7.
6 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Jakarta, Alfabeta, 2004, hal 74.
14
sepihak saja. Dapat dilihat dari rumusan “satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata
“mengikatkan” sifatnya hanya sepihak, sehingga perlu dirumuskan “kedua
pihak saling mengikatkan diri” dengan demikian terlihat adanya konsensus
antara pihak-pihak, agar meliputi perjanjian timbal balik.
2. Kata perbuatan “mencakup” juga tanpa consensus. Pengertian “perbuatan”
termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa atau tindakan
melawan hukum yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya
digunakan kata “persetujuan”.
3. Pengertian perjanjian terlalu luas. Hal ini disebabkan mencakup janji
kawin (yang diatur dalam hukum keluarga), padahal yang diatur adalah
hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan.
4. Tanpa menyebutkan tujuan. Rumusan Pasal 1313 BW tidak disebut tujuan
diadakannya perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri tidak
jelas untuk maksud apa.
Perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah
suatu hak yang konkrit atau suatu peristiwa. Pada umumnya orang bebas dalam
membuat perjanjian, tidak terikat pada bentuk tertentu, bisa dibuat lisan atau
tertulis. Namun dalam zaman sekarang ini, suatu perjanjian secara lisan tidak
dapat dipertahankan lagi dalam kaitannya dengan pembuktian, sehingga zaman
sekarang ini, perjanjian harus dibuat dalam bentuk tertulis, dalam bentuk akta di
bawah tangan atau akta otentik yang digunakan sebagai alat pembuktian.7 Untuk
7 Ibid hal 74.
15
beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu,
sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Dengan
demikian bentuk tertulis tadi tidaklah hanya semata-mata merupakan alat
pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya (bestaanwaarde)
perjanjian itu.
Asas-asas hukum dalam perjanjian menurut Sudikno Mertokusumo, adalah
pikiran dasar yang umum sifatnya, dan merupakan latar belakang dari peraturan
hukum yang kongkrit, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan
mencari sifat-sifat dalam peraturan kongkrit tersebut.8
Asas-asas hukum perjanjian meliputi :
a. Asas Konsensualisme
Konsensual berasal dari bahasa latin Concensus yang berarti sepakat. Hal ini
diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan :
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”.
b. Asas Kebebasan Berkontrak
Pada dasarnya manusia bebas untuk mengadakan hubungan dengan orang lain,
termasuk di dalamnya untuk mengadakan perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan
dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan :
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”.
8 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum. Liberty, Yogyakarta, 1991, hal. 97.
16
c. Asas Kekuatan Mengikatnya Suatu Perjanjian
Perjanjian yang telah dibuat dan disepakati mempunyai kekuatan mengikat
sebagai undang-undang bagi para pihak. Asas ini disimpulkan dari Pasal 1338
ayat (1) KUHPerdata.
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dalam arti objektif terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata, yang bunyinya :
“Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”.
e. Asas Kepribadian
Diatur dalam Pasal 1315 KUHPerdata yang menyatakan :
“Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau
meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri”.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak dapat dikatakan “sah” apabila
memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Akibat dari perjanjian yang dibuat tersebut mempunyai akibat hukum. Menurut
Pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian adalah :
a. Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Diri
b. Kecakapan untuk Membuat suatu Perjanjian
c. Suatu Hal Tertentu
d. Sebab yang Halal
Mashudi dan Moch. Chidir Ali berpendapat, bahwa yang dimaksud
dengan prestasi adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh pihak pertama,
terhadap penunaian mana pihak yang lain mempunyai hak menuntut
17
pelaksanaannya. Bentuk prestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1234
KUHPerdata terdiri atas kewajiban untuk :
a. Memberikan sesuatu, atau
b. Melakukan sesuatu, atau
c. Tidak melakukan sesuatu.
Pemenuhan prestasi ini tidak selamanya dapat terlaksana, ada kalanya
prestasi tidak dapat terpenuhi yang disebabkan salah satu disebut wanprestasi.
Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya,
debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam
perjanjian9 dan bukan dalam keadaan memaksa.
Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu :10
1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
Contoh : A dan B telah sepakat untuk jual beli tanah seluas 100 m2 yang
berlokasi di perumahan Puri Bukit Permai Kav. EF dengan harga
Rp. 310,000,000.00 yang penyerahannya akan dilaksanakan pada
Hari Senin, Tanggal 12 Mei 2016 Pukul 10.00 di kantor Notaris
C. Setelah A menunggu lama, ternyata si B tidak datang sama
sekali tanpa alasan yang jelas.
2.21
9 Nindyo Pramono, Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), cet. 1, hal.
hal.18
10 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, (Jakarta: Putra Abadin, 1999), cet. 6,
18
2) Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;
Contoh : A dan B telah sepakat untuk jual beli tanah seluas 100 m2 yang
berlokasi di perumahan Puri Bukit Permai Kav. EF dengan harga
Rp. 310,000,000.00 yang penyerahannya akan dilaksanakan pada
Hari Senin, Tanggal 12 Mei 2016 Pukul 10.00 di kantor Notaris
C. si B datang pada hari itu membawa bukti - kepemilikan tanah
tersebut berupa SHM asli, namun si B datang pada jam 14.00
3) Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
Contoh : A dan B telah sepakat untuk jual beli tanah seluas 100 m2 yang
berlokasi di perumahan Puri Bukit Permai Kav. EF dengan harga
Rp. 310,000,000.00 yang penyerahannya akan dilaksanakan pada
Hari Senin, Tanggal 12 Mei 2016 Pukul 10.00 di kantor Notaris
C. pada hari itu si B datang tepat waktu, tapi si B membawa
SHM asli yang berbeda letak object tanah kavlingnya dan bukan
SHM asli yang letak object tanah kavling Puri Bukit Permai Kav.
EF yang telah diperjanjikan sebelumnya.
Ahli hukum seperti M. Yahya Harahap merumuskan, wanprestasi sebagai
pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak
menurut selayaknya.11 Menurut R. Subekti, bentuk wanprestasi dari para pihak
dapat berupa :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
11 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal 60.
19
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana
diperjanjikannya;
c. Melakukan apa yang diperjanjikan namun terlambat;
d. Melakukan sesuatu menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.12
Sehubungan dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu
mendapat perhatian utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula
eksonerasi (exoneratie klausule exemption clausule) yaitu klausula yang berisi
pembebasan atau pembatasan pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha yang
lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian tersebut. Menurut Pasal 18 Ayat (1)
menyebutkan mengenai klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu
perjanjian baku yaitu :
a. Menyatakan pegalihan tanggung jawab pelaku usaha.
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen.
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen.
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran.
12 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan VII, Intermasa, Jakarta, 1987, hal 45.
20
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa.
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang
dibelinya.
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran
Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen
menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu “Larangan ini
dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku
usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak” sehingga diharapkan dengan
adanya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan
memberdayakan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang lemah di dalam di
dalam kontrak dengan pelaku usaha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku
usaha dengan konsumen. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa
pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya
sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti. Pencantuman klausula baku tersebut dapat berupa tulisan kecil-kecil
yang diletakkan secara samar atau letaknya ditempat yang telah diperkirakan akan
21
terlewatkan oleh pembaca dokumen perjanjian tersebut, sehingga saat kesepakatan
tersebut terjadi konsumen hanya memahami sebagian kecil dari perjanjian
tersebut. Artinya perjanjian tersebut hanya dibaca sekilas, tanpa dipahami secara
mendalam konsekuensi yuridisnya, yang membuat konsumen sering tidak tahu
apa yang menjadi haknya.
Prinsip-prinsip tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting
dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak
konsumen, dipelukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus
bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada
pihak-pihak terkait.13 Secara umum, prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based of
fault);
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability);
3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of
nonliability);
4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability);
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability).
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab
produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan
13 Shidarta, Hukum perlindungan konsumen, (Jakarta: Grasindo, 2000), hal. 59.
22
Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen.
1.8. Metode Penelitian
Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan
atau menguji suatu pengetahuan. Menemukan berarti berusaha untuk memperoleh
sesuatu untuk mengisi kekosongan atau kekurangan. Mengembangkan berarti
memperluas dan menggali lebih dalam sesuatu yang sudah ada. Sedangkan
menguji kebenaran dilakukan jika apa yang sudah ada masih atau menjadi
diragukan kebenarannya.14
Robert Bogdan dan Steven J. Taylor mengatakan bahwa metode adalah
proses, prinsip dan prosedur dengan mana kita mendekati masalah dan mencari
jawaban. Dalam ilmu-ilmu social, istilah ini berlaku untuk bagaimana seseorang
melakukan penelitian.15 Sejalan dengan disiplin ilmu yang dipelajari penulis,
maka dalam penulisan Skripsi ini yang digunakan adalah penelitian hukum,
adapun yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah :
“Kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran
tertentu bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa jenis gejala hukum
tertentu, dengan jalan untuk menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan
pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hokum tersebut untuk kemudian
14Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, GhaliaIndonesia, Jakarta, 1990, hal 15.
15 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,Jakarta, hal. 46.
23
mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul di dalam gejala hukum yang bersangkutan.’’16
Adapun pengambilan lokasi penelitian yang bertempat di Kantor PT.
Karya Agung Dewata yang beralamat di Jalan Raya Kuta No. 299 Kuta –
Badung. Untuk memberikan arah yang jelas dan ilmiah, maka dalam penelitian ini
juga diperlukan suatu metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, jenis
pendekatan, sumber bahan hukum/data, teknik pengumpulan bahan hukum/data
dan teknik analisis.
Adapun penjabarannya dapat dilihat pada uraian sebagai berikut :
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum
empiris, yaitu suatu penelitian yang mengkaji hukum tertulis dengan fakta-fakta
yang ada di lapangan dan sebagai usaha mendekati masalah yang diteliti dengan
pendekatan hukum yaitu berusaha menelaah peraturan-peraturan yang berlaku
dalam masyarakat sekaligus sesuai dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.
b. Jenis Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pedekatan
perundang-undangan (the statue approach) yaitu pendekatan tersebut melakukan
pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral
penelitian. Serta di dukung pendekatan fakta (the fact approach) yaitu dengan
melihat fakta-fakta yang ada dilapangan berdasarkan atas permasalahan yang akan
dikaji selanjutnya dikaitkan dengan undang-undang yang berlaku.
16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2002, hal 43.
24
c. Sifat penelitian
Sifat penelitian dalam kajian ini bersifat deskritif, yakni penelitian secara
umum termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hokum, bertujuan untuk
menentukan gejala lain dalam masyarakat.
d. Sumber Data
Dalam penelitian ini lebih menitik beratkan pada penelitian kepustakaan
(library research) dan kajian pada dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
pembahasan permasalahan sebagai bahan hukum. Adapun bahan-bahan hukum
yang akan dijadikan sumber penelitian ini meliputi :
1. Sumber hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer ini terdiri dari peraturan
perundang-undangan. Perundang-undangan adalah segala peraturan Negara, yang
merupakan hasil pembentukan peraturan baik ditingkat pusat maupun ditingkat
daerah.
2. Sumber hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap
bahan hukum primer yang terdiri atas literatur-literatur, hasil-hasil penelitian,
makalah-makalah dalam seminar, jurnal, artikel-artikel dan berbagai tulisan
lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3. Bahan hukum tersier yaitu di dapat untuk memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu kamus
dan ensiklopedia.
25
e. Teknik Pengumpulan Data
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui data
perpustakaan dan dokumen yaitu dengan mengumpulkan berbagai bahan hukum
baik berupa tulisan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, kemudian
dibandingkan dengan sumber-sumber lainnya seperti peraturan perundang-
undangan, serta data lapangan dikumpulkan dengan cara mengadakan wawancara
(interview) dengan sumber-sumber yang kompeten dibidangnya atau
“mengumpulkan data dengan jalan berkomunikasi langsung dengan subyek, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan”17
Dalam mengadakan wawancara, dilakukan dengan mengajukan daftar
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan
berkisar pada tanggung jawab PT Karya Agung Dewata sebagai developer
terhadap konsumen ditinjau dari hukum perlindungan konsumen.
f. Pengolahan dan Analisis Data
Untuk mendapatkan hasil atau jawaban atas permasalahan yang diteliti,
maka keseluruhan data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa dari
aspek praktek maupun teorinya. Analisis data yang telah dilakukan adalah analisa
kualitatif, dalam arti keseluruhan data yang terkumpul diklasifikasikan sedemikian
rupa kemudian diambil yang ada hubungannya dengan permasalahan yang akan
dibahas. Akhirnya akan diperoleh simpulan yang menjawab semua permasalahan
yang diajukan.
162
17 Winarno Surachmad, 1980, Pengantar Penelitian Ilmiah, Cet II, Tarsito, Bandung, h.
26
Setelah data tersebut semua diolah, selanjutnya pembahasannya disajikan
secara analisis deskriptif yaitu memaparkan secara lengkap dan mendetail aspek-
aspek tertentu yang berkaitan atau yang bersangkut paut dengan masalah,
diberikan uraian-uraian dan disajikan secara berurutan sesuai dengan data yang
pada akhirnya menjadi skripsi.