Upload
vhialifia
View
5
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jantung
Citation preview
2. Pengaruh Faktor Fisik dan Kimia terhadap Aktivitas Jantung
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat dibahas secara terperinci
sebagai berikut :
Pada pengamatan tentang pengaruh fisika dan kimia terhadap denyut jantung,
diperoleh hasil yang berbeda mengenai frekuensi denyut jantung setiap menitnya dan
amplitudonya.
Pada percobaan pertama, , jantung katak disiram dengan larutan ringer dengan suhu
sekitar 5oC, maka diperoleh frekuensi percobaan lebih kecil daripada frekuensi kontrol yaitu
10 denyut per menitnya sedangkan frekuensi kontrol (setelah diberi ringer) yaitu 30 denyut
permenit . Amplitudo percobaan lebih kecil daripada amplitudo kontrol. Hal ini menunjukkan
kontraksi otot jantung menurun. Menurunnya kontraksi otot jantung ini disebabkan oleh
permeabilitas membran sel otot jantung terhadap ion menurun, sehingga dibutuhkan waktu
yang lama untuk mencapai nilai ambang untuk terjadinya potensial aksi pada seluruh otot
ventrikel untuk memompa.
Pada percobaan kedua. jantung katak di siram dengan larutan ringer dengan suhu
sekitar 37o-40oC, maka diperoleh frekuensi percobaan 42 denyut per menitnya dengan
frekuensi kontrol yaitu 49 denyut per menitnya. Amplitudo percobaan lebih besar daripada
amplitudo kontrol. Hal ini menunjukkan kontraksi otot jantung meningkat. Meningkatnya
kontraksi otot jantung ini disebabkan oleh permeabilitas membran sel otot jantung terhadap
ion meningkat sehingga ion yang keluar masuk meningkat, terjadilah depolarisasi. Saat
potensial membran mencapai nilai ambang maka terjadilah potensial aksi yang dikonduksian
dari SA node menuju ke AV node, lalu ke berkas His, kemudian ke saraf purkinje dan
akhirnya seluruh otot ventrikel berkontraksi cepat.
Percobaan ketiga yang dilakukan adalah jantung diberikan asetilkolin (1/5000) 2%,.
Sebelum diberikan asetilkolin, frekuensi kontrol jantung saat setelah diberi larutan ringer
adalah sebesar 48 denyut per menit. Setelah diberikan asetilkolin kerja jantung menjadi lebih
lemah yaitu 12 denyut permenit. Dan setelah diberi larutan ringer denyut jantung katak
terhenti. Acetylkolin mempunyai efek seperti perangsangan saraf parasimpatis, yaitu secara
umum menyebabkan melemahnya efektifitas jantung sebagai pompa.
Pemberian Acetylcholin dapat menurunkan frekuensi dan amplitudo kontraksi
jantung. Hal ini terjadi karena acetylcholin meningkatkan permeabilitas membran terhadap
ion K, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi, yaitu meningkatnya permeabilitas negative
dalam sel otot jantung yang membuat jaringan menjadi kurang peka terhadap rangsangan. Di
dalam AV node, hiperpolarisasi ini menyebabkan penghambatan jungctional yang berukuran
kecil untuk merangsang AV node, sehingga terjadi perlambatan kontraksi impuls dan
akhirnya terjadi penurunan kontraksi.
Pada percobaan ketiga, jantung katak ditetesi dengan adrenalin, maka diperoleh
frekuensi percobaan sama dengan frekuensi kontrol yaitu 17 denyut per menitnya. Amplitudo
percobaan lebih besar daripada amplitudo kontrol. Hal ini menunjukkan kontraksi otot
jantung meningkat. Ini sesuai dengan teori dimana obat adrenalin bersifat adrenergik yang
berfungsi untuk mempercepat kontraksi dan relaksasi otot jantung sehingga waktu sistolik
dan diastolik menjadi pendek. Adrenalin dapat meningkatkan permeabilitas membran
terhadap ion Na dan Ca. Di dalam SA node, peningkatan permeabilitas membran terhadap Na
sehingga mencapai nilai ambang, menuju AV node dan akhirnya seluruh otot ventrikel
berkontraksi. Sedangkan peningkatan permeabilitas Ca akan meningkatkan kontraksi otot
kian semakin cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen kesehatan republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi 3. Jakarta
Barret, Kim etc. 2010. Ganong’s Review of Medical Physiology 23rd edition.USA : Mc. Graw-Hill
Medical Publishing Division.
Guyton & Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology 11st edition. USA : Elsevier.
Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.Jakarta: Kedokteran EGC.
Philip I. Aaronson & Jeremy P.T Ward. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskular. Penerjemah dr.
Juwalita Surapsari. Jakarta : Erlangga