4
2 . Pengaruh Faktor Fisik dan Kimia terhadap Aktivitas Jantung Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat dibahas secara terperinci sebagai berikut : Pada pengamatan tentang pengaruh fisika dan kimia terhadap denyut jantung, diperoleh hasil yang berbeda mengenai frekuensi denyut jantung setiap menitnya dan amplitudonya. Pada percobaan pertama, , jantung katak disiram dengan larutan ringer dengan suhu sekitar 5 o C, maka diperoleh frekuensi percobaan lebih kecil daripada frekuensi kontrol yaitu 10 denyut per menitnya sedangkan frekuensi kontrol (setelah diberi ringer) yaitu 30 denyut permenit . Amplitudo percobaan lebih kecil daripada amplitudo kontrol. Hal ini menunjukkan kontraksi otot jantung menurun. Menurunnya kontraksi otot jantung ini disebabkan oleh permeabilitas membran sel otot jantung terhadap ion menurun, sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapai nilai ambang untuk terjadinya potensial aksi pada seluruh otot ventrikel untuk memompa. Pada percobaan kedua. jantung katak di siram dengan larutan ringer dengan suhu sekitar 37 o -40 o C, maka diperoleh frekuensi percobaan 42 denyut per menitnya dengan frekuensi kontrol yaitu 49 denyut per menitnya. Amplitudo percobaan lebih besar daripada amplitudo kontrol. Hal ini menunjukkan kontraksi otot jantung meningkat. Meningkatnya kontraksi otot jantung ini disebabkan oleh permeabilitas membran sel otot jantung terhadap ion meningkat sehingga ion yang keluar masuk meningkat, terjadilah depolarisasi. Saat potensial membran

Jan Tung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jantung

Citation preview

Page 1: Jan Tung

2. Pengaruh Faktor Fisik dan Kimia terhadap Aktivitas Jantung

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat dibahas secara terperinci

sebagai berikut :

Pada pengamatan tentang pengaruh fisika dan kimia terhadap denyut jantung,

diperoleh hasil yang berbeda mengenai frekuensi denyut jantung setiap menitnya dan

amplitudonya.

    Pada percobaan pertama, , jantung katak disiram dengan larutan ringer dengan suhu

sekitar 5oC, maka diperoleh frekuensi percobaan lebih kecil daripada frekuensi kontrol yaitu

10 denyut per menitnya sedangkan frekuensi kontrol (setelah diberi ringer) yaitu 30 denyut

permenit . Amplitudo percobaan lebih kecil daripada amplitudo kontrol. Hal ini menunjukkan

kontraksi otot jantung menurun. Menurunnya kontraksi otot jantung ini disebabkan oleh

permeabilitas membran sel otot jantung terhadap ion menurun, sehingga dibutuhkan waktu

yang lama untuk mencapai nilai ambang untuk terjadinya potensial aksi pada seluruh otot

ventrikel untuk memompa.

  Pada percobaan kedua. jantung katak di siram dengan larutan ringer dengan suhu

sekitar 37o-40oC, maka diperoleh frekuensi percobaan 42 denyut per menitnya dengan

frekuensi kontrol yaitu 49 denyut per menitnya. Amplitudo percobaan lebih besar daripada

amplitudo kontrol. Hal ini menunjukkan kontraksi otot jantung meningkat. Meningkatnya

kontraksi otot jantung ini disebabkan oleh permeabilitas membran sel otot jantung terhadap

ion meningkat sehingga ion yang keluar masuk meningkat, terjadilah depolarisasi. Saat

potensial membran mencapai nilai ambang maka terjadilah potensial aksi yang dikonduksian

dari SA node menuju ke AV node, lalu ke berkas His, kemudian ke saraf purkinje dan

akhirnya seluruh otot ventrikel berkontraksi cepat.

Percobaan ketiga yang dilakukan adalah jantung diberikan asetilkolin (1/5000) 2%,.

Sebelum diberikan asetilkolin, frekuensi kontrol jantung saat setelah diberi larutan ringer

adalah sebesar 48 denyut per menit. Setelah diberikan asetilkolin kerja jantung menjadi lebih

lemah yaitu 12 denyut permenit. Dan setelah diberi larutan ringer denyut jantung katak

terhenti. Acetylkolin mempunyai efek seperti perangsangan saraf parasimpatis, yaitu secara

umum menyebabkan melemahnya efektifitas jantung sebagai pompa.

Pemberian Acetylcholin dapat menurunkan frekuensi dan amplitudo kontraksi

jantung. Hal ini terjadi karena acetylcholin meningkatkan permeabilitas membran terhadap

ion K, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi, yaitu meningkatnya permeabilitas negative

dalam sel otot jantung yang membuat jaringan menjadi kurang peka terhadap rangsangan. Di

Page 2: Jan Tung

dalam AV node, hiperpolarisasi ini menyebabkan penghambatan jungctional yang berukuran

kecil untuk merangsang AV node, sehingga terjadi perlambatan kontraksi impuls dan

akhirnya terjadi penurunan kontraksi.

Pada percobaan ketiga, jantung katak ditetesi dengan adrenalin, maka diperoleh

frekuensi percobaan sama dengan frekuensi kontrol yaitu 17 denyut per menitnya. Amplitudo

percobaan lebih besar daripada amplitudo kontrol. Hal ini menunjukkan kontraksi otot

jantung meningkat. Ini sesuai dengan teori dimana obat adrenalin bersifat adrenergik yang

berfungsi untuk mempercepat kontraksi dan relaksasi otot jantung sehingga waktu sistolik

dan diastolik menjadi pendek. Adrenalin dapat meningkatkan permeabilitas membran

terhadap ion Na dan Ca. Di dalam SA node, peningkatan permeabilitas membran terhadap Na

sehingga mencapai nilai ambang, menuju AV node dan akhirnya seluruh otot ventrikel

berkontraksi. Sedangkan peningkatan permeabilitas Ca akan meningkatkan kontraksi otot

kian semakin cepat.

Page 3: Jan Tung

DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi 3. Jakarta

Barret, Kim etc. 2010. Ganong’s Review of Medical Physiology 23rd edition.USA : Mc. Graw-Hill

Medical Publishing Division.

Guyton & Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology 11st edition. USA : Elsevier.

Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.Jakarta: Kedokteran EGC.

Philip I. Aaronson & Jeremy P.T Ward. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskular. Penerjemah dr.

Juwalita Surapsari. Jakarta : Erlangga