13
1. Peran geodesi geomatika dalam hukum laut internasional A. Pengukuran titik kontrol geodetik Referensi titik kontrol geodesi yang merupakan bagian dari Jaringan Kerangka Kontrol Horizontal Nasional yang terletak di dekat atau di lokasi survei diperlukan untuk penentuan posisi DGPS menggunakan Shorebase Station (Reference Point) dan untuk verifikasi alat DGPS yang akan digunakan untuk survey. Point of Origin untuk kerangka kontrol horizontal tersebut diperoleh dari instansi resmi, seperti Bakosurtanal. Jika diperlukan, penentuan point of origin dapat dilaksanakan sendiri, dengan referensi salah satu titik yang sudah ada, baik dengan mengadakan pengamatan GPS secara relatif maupun secara konvensional dengan melakukan pengukuran traverse. Jika titik referensi tambahan dibutuhkan, maka titik tersebut harus dibangun semi-permanen yang dapat mewakili daerah survei yang telah ditentukan. Semua ketinggian (elevasi) dan kedalaman air, akan dihubungkan dengan suatu datum yang direferensikan ke Mean Sea Level (MSL) atau Chart Datum(Low Water Spring: LWS), atau datum tertentu yang sudah mendapatkan persetujuan. Semua elevasi dan kedalaman harus dihubungkan dengan benchmark tertentu yang terletak di darat, atau direferensikan kepada elipsoid tertentu yang ditentukan dengan GPS. B. Survei batimetrik Survei batimetrik dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan konfigurasi/ topografi dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Survei Batimetri dilaksanakan mencakup sepanjang koridor survey dengan lebar bervariasi. Lajur utama harus dijalankan dengan interval 100 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 1.000 meter. Kemudian setelah rencana jalur kabel ditetapkan, koridor baru akan ditetapkan selebar 1.000 meter. Lajur utama dijalankan dengan interval 50 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 500 meter. Peralatan echosounder digunakan untuk mendapatkan data kedalaman optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area survei. Agar tujuan ini tercapai, alat echosounder dioperasikan sesuai dengan spesifikasi pabrik. Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan melakukan barcheck atau koreksi Sound Velocity Profile (SVP)

Jawaban Kisi2 UAS Hk.laut No 1-9

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hukum Laut

Citation preview

1. Peran geodesi geomatika dalam hukum laut internasionalA. Pengukuran titik kontrol geodetik

Referensi titik kontrol geodesi yang merupakan bagian dari Jaringan Kerangka Kontrol Horizontal Nasional yang terletak di dekat atau di lokasi survei diperlukan untuk penentuan posisi DGPS menggunakan Shorebase Station (Reference Point) dan untuk verifikasi alat DGPS yang akan digunakan untuk survey. Point of Origin untuk kerangka kontrol horizontal tersebut diperoleh dari instansi resmi, seperti Bakosurtanal. Jika diperlukan, penentuan point of origin dapat dilaksanakan sendiri, dengan referensi salah satu titik yang sudah ada, baik dengan mengadakan pengamatan GPS secara relatif maupun secara konvensional dengan melakukan pengukuran traverse. Jika titik referensi tambahan dibutuhkan, maka titik tersebut harus dibangun semi-permanen yang dapat mewakili daerah survei yang telah ditentukan.

Semua ketinggian (elevasi) dan kedalaman air, akan dihubungkan dengan suatu datum yang direferensikan ke Mean Sea Level (MSL) atau Chart Datum(Low Water Spring: LWS), atau datum tertentu yang sudah mendapatkan persetujuan. Semua elevasi dan kedalaman harus dihubungkan dengan benchmark tertentu yang terletak di darat, atau direferensikan kepada elipsoid tertentu yang ditentukan dengan GPS.

B. Survei batimetrik

Survei batimetrik dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan konfigurasi/ topografi dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Survei Batimetri dilaksanakan mencakup sepanjang koridor survey dengan lebar bervariasi. Lajur utama harus dijalankan dengan interval 100 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 1.000 meter. Kemudian setelah rencana jalur kabel ditetapkan, koridor baru akan ditetapkan selebar 1.000 meter. Lajur utama dijalankan dengan interval 50 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 500 meter. Peralatan echosounder digunakan untuk mendapatkan data kedalaman optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area survei. Agar tujuan ini tercapai, alat echosounder dioperasikan sesuai dengan spesifikasi pabrik. Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan melakukan barcheck atau koreksi Sound Velocity Profile (SVP) untuk menentukan transmisi dan kecepatan rambat gelombang suara dalam air laut, dan juga untuk menentukan index error correction. Kalibrasi dilaksanakan minimal sebelum dan setelah dilaksanakan survei pada hari yang sama. Kalibrasi juga selalu dilaksanakan setelah adanya perbaikan apabila terjadi kerusakan alat selama periode survei. Pekerjaan survei Batimetri tidak boleh dilaksanakan pada keadaan ombak dengan ketinggian lebih dari 1,5m bila tanpa heave compensator, atau hingga 2,5m bila menggunakan heave compensator.

C. Penetapan garis pangkal dan titik pangkal

Setelah didapat data dari survei batimetri maka garis pangkal dan titik pangkal bisa di tentukan.

D. Penggambaran batas-batas zona maritim

Setelah garis pangkal dan titik pangkal suah ditetukan maka batas-batas zona maritim berupa LT(Laut Teritorial), ZT(Zona Tambahan), ZEE(Zona Ekonomi Eksklusif),dan LK bisa digambarkan.http://geodetceria.blogspot.com/2012/07/ahli-geodesi-sebagai-penjaga-kedaulatan.html2.

3. Landas kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak diluar laut territorialnya sepanjang kelanjutan alamiah diwilayah daratannya hingga pinggiran luar tepian kontinen, atau hingga jarak 200 mil laut dari garis pangkal dimana lebar laut teritorial diukur dalam hal pinggiran laut tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Ketentuan tentang landas kontinen diatur dalam pasal 76 UNCLOS 1982. Dalam ketentuan ini, di tentukan pula bahwa landas kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi batas-batas sebagaimana ditentukan dalam ayat (4) hingga 6 (tidak boleh melebihi batas 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur).Menurut pasal 76 UNCLOS, batas terluar atau batas landas kontinen suatu Negara dapat mencapai batas tepian kontinennya. Jika batas tepiannya tidak sampai 200 mil maka diberikan langsung kepada Negara tersebut sebesar 200 mil. Untuk menentukan landas kontinen perlu memperhatikan Foot of Slope (FOS) yaitu perubahan gradient maksimal di dasar lereng benua. Caranya ada 2 yaitu:

Garis yang dihubungkan dari titik-titik dari ketebalan sedimen 1% dari jaraknya ke FOS

Jika Negara tersebut tidak memiliki sedimen maka dengan penarikan 60 mil dari FOS

Dalam penentuan landas kontinen dapat menggunakan salah satu atau kedua cara diatas namun tidak boleh lebih dari 350 mil dari baseline atau tidak boleh lebih dari kedalaman isobath 2500m yang ditarik keluar 100 m.

4. Pada pasal 10 UNCLOS diatur mengenai garis penutup teluk.

Di sebelah kiri, daerah yang dibatasi oleh garis penutup teluk dan garis air rendah dari lekukan lebih besar dari daerah setengah lingkaran dan karena itu tidak memenuhi syarat sebagai sebuah teluk yuridis. Di sebelah kanan, daerah yang dibatasi oleh garis penutup teluk dan garis air rendah dari lekukan lebih kecil dari daerah dalam setengah lingkaran dan

karenanya tidak memenuhi syarat sebagai sebuah teluk yuridis.

5. Di zona Ekonomi Eksklusif tersebut, negara pantai mempunyai dan melaksanakan:a. hak berdaulat untuk melakukan ekplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan nonhayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air diatasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk ekplorasi dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkit tenaga air, arus dan anginb. Yurisdiksi yang berhubungan dengan :1. Pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya (the estabilishment and use of artificial island, installations and structures).2. Penelitian ilmiah mengenai kelautan (marine scientifific research).3. perlindungan dan pelestarian lingkungan laut (the protection and preservation of the marine environment).c. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan konvensi Hukum laut yang berlaku (other rights and duties provided for ini this convention).Hak berdaulat Indonesia sebagai negara pantai yang dimaksudkan di atas tidak sama atau tidak dapat disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimilki dandilaksanakan oleh Indonesia atas laut wialyah, perairan Nusantara dan perairan pedalaman Indonesia. Berdasarkan hal tersebut di atas maka sanksi-sanksi yang diancam di ZEE Indonesia berbeda dengan sanksi-sanksi yang diancam diperairan yang berada dibawah kedaulatan Republik Indonesia tersebut. hak-hak lain berdasarkan Hukum Internasional adlah hak Republik Indonesia untuk melaksanakan penegakan hukum (law enforcement) dan hot pursuit terhadap kapal-kapal asing yang melakukan perlanggaran atas ketentuan-keetntuan peraturan perundang-undangan Indonesia mengenai ZEE. Kewajiban lainnya berdasarkan Hukum Internasional adalah kewajiban Republik Indonesia untuk menghormati hak-hak negara lain, misalnya kewajiban pelayaran dan penerbangan (freedom of navigation and overflight) dan kebebasan pemasangan kebal-kabel dan pipa-pipa dibawah laut (freedom of the laying of submarine cables and pipelines).http://hukummaritim.wordpress.com/2012/08/31/f-hak-berdaulat-hak-hak-lain-yurisdiksi-dan-kewajiban-indonesia-di-zee-200-mil/Zona-zona maritim yang termasuk ke dalam kedaulatan penuh adalah perairan pedalaman, perairan pelabuhan (bagi negara kepulauan), dan laut teritorial. Menurut ketentuan-ketentuan dalam Bab II, III dan IV Konvensi Hukum Laut 1982, negara pantai dan negara kepulauan mempunyai kedaulatan atas perairan pedalaman, perairan kepulauan dan lautteritorial, perairan yang merupakan selat, ruang udara di atasnya dan juga dasar laut dan tanah di bawahnya, demikian juga sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.http://fuadyduniamaritim.blogspot.com/2013/04/hukum-laut-internasional.html6. yurisprudensi ialah keputusan hakim terdahulu yang sering diikiti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim-hakim yang lain dalam masalah yang sama.

Ada dua macam yurisprudensi yaitu

1. Yurisprudensi Tetap

2. Yurisprudensi tidak tetapLucchini meninjau evolusi yurisprudensi internasional delimitasi maritim. Dia mengamati dan mempertimbangkan bahwa apakah dengan menarik garis equidistance atau menarik garis dengan jarak yang sama pada perbatasan maritim merupakan langkah yang adil. Lucchini mencatat bahwa proses ini merupakan perkembangan yang cukup besar dalam hukum, tetapi terus menambahkan bahwa perkembangan hukum pada penetapan batas maritim tidak lengkap. Pertama, dalam analisis konseptual dari masalah batas, tetap subjektivitas yang cukup besar, seperti di penentuan pantai yang relevan. Kedua, yurisprudensi pada penetapan batas landas kontinen luar 200 mil laut dari pantai tetap untuk dikembangkan.7. Jerman vs Denmark dan Belanda [1969] ICJ 1 (juga dikenal sebagai The kasus North Sea Continental Shelf) adalah serangkaian sengketa yang datang ke Mahkamah Internasional pada tahun 1969. Mereka terlibat perjanjian antara Denmark, Jerman, dan Belanda mengenai yang "batas" daerah kaya minyak dan gas dari landas kontinen di Laut Utara.Laut Utara pantai Jerman cekung, sedangkan Belanda dan pantai Denmark adalah cembung. Jika batas telah ditentukan oleh aturan equidistance ("menggambar garis setiap titik yang sama jauh dari setiap pantai"), Jerman akan menerima sebagian kecil dari kekayaan sumber daya landas relatif terhadap dua negara lainnya. Dengan demikian Jerman berpendapat bahwa panjang garis pantai digunakan untuk menentukan batas tersebut. Jerman ingin ICJ untuk membagi Landas Kontinen dengan proporsi ukuran daratan negara dan bukan oleh aturan berjarak sama. (sumber : Wikipedia)Dalam kasus tersebut terjadipersengketaan batas landaskontinen di Laut Utara. Pada tanggal 31 Maret 1966 Belanda dan Denmarkmenandatanganipersetujuan tentang garis batas landas kontinen di Laut Utara. Jerman ternyatamenentang keraspersetujuan tersebut karena dianggap sangat merugikan Jerman serta menghalang-halangiJerman untuk memperoleh akses atas landas kontinen ke arah garis batas landas kontinenInggrisdi Laut Utara. Fakta lain yang dapat dikemukakan adalah bahwa Belanda dan Denmarksudahmeratifikasi Konvensi Landas Kontinen 1958, sedangkan Jerman tidak atau belummeratifikasinya.Dari keputusan Mahkamah Internasional atas kasus tersebut dapat ditarikbeberapa prinsip-prinsip danperaturan-peraturan hukum internasional yang dapat diterapkandalam menentukan garis batas di arealandas kontinen antara lain : bahwa Negara atau pihakyang tidak menyatakan maksudnya untuk terikatdengan cara-cara atau tindakan-tindakan yangsesuai dengan kaidah hukum perjanjian internasional(international law of treaties) sepertiratifikasi dan aksesi, tidak terikat pada perjanjian internasional ataukonvensi tersebut, principalof equidistant bukan merupakan hukum kebiasaan internasional.(DAMPAK BAGI HK.LAUT DUNIA??)

8. Dalam praktek delimitasi batas maritim yang dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional digunakan pendekatan tiga tahap dalam proses delimitasi untuk mendapatkan garis final. Tahapan yang dilalui antara lain: membuat garis batas sementara; menentukan faktor relevan yang mengubah konfigurasi garis tengah, dan uji proporsionalitas. Misalkan ada dua buah Negara yang berbatasan, maka pada tahap pertama adalah penarikan median line dari menggunakan garis pangkal sesuai dengan kondisi geografis Negara masing-masing. Setelah garis median line terbentuk, jika ada fitur maritime, misalnya pulau atau LTE, sebuah Negara yang terletak dekat dengan garis hasil median line, diperhitungkan efeknya pada garis median line dan kemudian dilakukan perubahan garis tersebut. Setelah perubahan faktor yang relevan dilakukan uji disproporsionalitas untuk melihat garis final yang terbentuk sesuai untuk masing-masing Negara.

9. delimitasi batas maritime biasanya diselesaikan melalui perundingan (negoisasi) antara

pihak-pihak yang terlibat atau dengan mengajukan kasus delimitasi kepada pihak ketiga yang

dipercaya, misalnya Mahkamah Internasional dan International Tribunal on the Law of the

Sea (ITLOS). Selain cara tersebut dapat juga dilakukan mediasi dan arbritasi yaitu dengan

melibatkan pihak ketiga yang dipercaya oleh kedua Negara terlibat. Pihak ketiga ini bisa

institusi maupun perorangan.a. Delimitasi laut territorial

Delimitasi laut teritorla diatur dalam pasal 15 UNCLOS. Dalam pasal tersebut dinyatakan

bahwa dua Negara yang saling berhadapan atau berdampingan tidak diperkenankan

mengklaim laut territorial melebihi garis tengan (median line) antara kedua Negara

tersebut, kecuali jika kedua Negara tersebut membuat kesepakatan lain, atau karena

adanya hak menurut pertimbangan sejarah atau kondisi khusus lainnya yang

memungkinkan tidak diterapkannya prinsip garis tengah. Kondisi khusus yang bisa

mempengaruhi pemilihan garis batas maritim selain garis tengah antara lain adanya

pulau-pulau lepas pantai, bentuk garis pantai atau klaim khusus atas wilayah perairan

berdasarkan pertimbangan sejarah.b. Delimitasi zona tambahan

UNCLOS 1982 dengan jelas menyatakan bahwa zona tambahan semestinya mencakup

lebar maksimum hingga 24 mil laut, tanpa menyebut aturan secara eksplisit mengenai

delimitasi zona tambahan itu. Menurut Churcill dan Lowe (1999: 136-137) ada

setidaknya dua alasan untuk hal tersebut. Mereka mengemukakan pertama adalah zona

tambahan sebenarnya ada di dalam ZEE oleh karena itu delimitasi zona tambahan adalah

juga bagian dari delimitasi sebagian atau keseluruhan ZEE. Alasan kedua adalah karena

zona tambahan bukanlah merupakan wilayah kedaulatan atau yurisdiksi eksklusif,

sehingga tidak ada alasan adanya delimitasi khusus untuk zona tambahan.c. Delimitasi landas kontinen

Berdasarkan UNCLOS 1982 delimitasi batas landas kontinen diatur dengan pasal 83,

yang pada dasarnya tidak memuat petunjuk rinci prinsip delimitasi. Pasal 83 (1)

menyatakan delimitasi landas kontinen antara Negara-negara dengan pantai yang

berseberangan atau berdampingan dipengaruhi oleh perjanjian-perjanjian berdasarkan

hukum internasional, seperti dinyatakan pada pasal 38 Statuta Makmamah Internasional, untuk mencapai solusi yang adil.d. Delimitasi ZEE

Di dalam UNCLOS delimitasi ZEE diatur oleh Pasal 74, dan hampir identik pasal 83

tentang delimitasi landas kontinen dimana tidak satupun dari pasal 74 maupun 83

menyebutkan petunjuk rinci tentang proses delimitasi tetapi hanya menyebutkan perlunya mencapai solusi yang adil. Dalam praktiknya, batas ZEE yang disetujui pada umumnya sama dengan batas landas kontinen, meskipun sebenarnya batas landas kontinen berlaku untuk dasar laut sedangkan batas ZEE berlaku untuk kolom air. Sehingga koordinat titiktitik batas untuk ZEE dan landas kontinen umumnya sama.