50

Jenis Kelamin Dan Gender

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jenis Kelamin Dan Gender
Page 2: Jenis Kelamin Dan Gender

Bab 8. Jenis Kelamin dan Gender

Bahan acuan yang sering digunakan untuk mengawali suatu pembahasan mengenai

masalah jenis kelamin dan gender ialah buku ahli antropologi Margaret Mead mengenai

seksualitas dan temperamen di tiga kelompok etnik di Papua Timur Laut (1965). Mengapa

hasil penelitian Mead dianggap sedemikian penting? Karena Mead mengemukakan bahwa

dalam sejarah kebudayaan masyarakat Barat dikenal pembedaan kepribadian laki-laki dan

perempuan. Dalam klasifikasi tersebut (lihat Macionis, 1996) perempuan umumnya dikaitkan

dengan ciri kepribadian tertentu seperti watak keibuan, tidak agresif, berhati lembut, suka

menolong, emosional, tergantung, memanjakan, peduli terhadap keperluan orang lain dan

mempunyai seksualitas feminin. Laki-laki, di pihak lain, dikaitkan dengan ciri kepribadian

keras, agresif, menguasai dan seksualitas kuat.

Namun dalam penelitiannya selama beberapa tahun di kalangan suku Arapesh yang

tinggal di pegunungan, suku Mundugumor yang tinggal di tepi sungai, dan suku Tschambuli

yang tinggal di tepi danau, Mead menemukan bahwa klasifikasi tersebut ternyata tidak

berlaku bagi ketiga kelompok etnik tersebut (lihat Mead, 1965), Menurut Mead, kepribadian

kaum perempuan maupun laki-laki di kalangan suku Arapesh cenderung ke arah sifat tolong-

menolong, tidak agresif dan penuh perhatian terhadap kepentingan orang lain; di sana tidak

dijumpal seksualitas kuat maupun dorongan kuat ke arah kekuasaan. Pada suku

Mundugumor, dl pihak lain, baik laki-laki maupun perempuan diharapkan untuk

berkepribadian agresif, perkasa dan keras disertai seksualitas kuat sedangkan kepribadian

yang mengarah ke sifat keibuan dan watak melindungi hampir tidak nampak. Sedangkan

pada suku etnik Arapesh, menurut temuan Mead, dijumpai keadaan yang bertentangan

dengan masyarakat Barat, karena dl sana kaum perempuan justru bersifat menguasai

sedangkan kaum laki-laki berkepribadian emosional dan kurang bertanggung jawab. Dari

Page 3: Jenis Kelamin Dan Gender

temuannya di lapangan mengenai tidak adanya hubungan antara kepribadian dengan jenis

kelamin ini Mead menyimpulkan bahwa kepribadian laki-laki dan perempuan tidak

tergantung pada faktor jenis kelamin melainkan dibentuk oleh faktor kebudayaan. Perbedaan

kepribadian antarmasyarakat maupun antarindividu, menurut Mead, merupakan hasil proses

sosialisasi, terutama pola asuhan dini yang dituntun oleh kebudayaan masyarakat yang

bersangkutan.

JENIS KELAMIN DAN GENDER

Hasil penelitian Mead tersebut mengantarkan kita ke pembahasan mengenai seks dan

gender. Apa yang dimaksudkan dengan kedua konsep tersebut, dan apa perbedaannya?

Konsep seks atau jenis kelamin mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan

dan laki-laki; pada perbedaan antara tubuh Iaki-Iaki dan perempuan. Sebagaimana dikenaI

Moore dan Sinclair (1995:117): “Sex refers to the biological differences between men and

women , the result of differences in the choromosomes of the embryo.” Definisi konsep seks

tersebut menekankan pada perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan kromosom pada janin.

Dengan demikian, manakala kita berbicara mengenai perbedaan jenis keIamin maka kita akan

membahas perbedaan biologis yang umumnya dijumpai antara kaum laki-laki dan

perempuan, seperti perbedaan pada bentuk, tinggi serta berat badan, pada struktur organ

reproduksi dan fungsinya,pada suara, pada bulu badan dan sebagainya. Sebagaimana

dikemukakan oIeh Kerstan (1995) , jenis keIamin bersifat biologis dan dibawa sejak lahir

sehingga tidak dapat diubah. Contoh yang diberikannya: hanya perempuanlah yang dapat

melahirkan; hanya laki-Iakilah yanq dapat menjadikan seorang perempuan hamil.

Page 4: Jenis Kelamin Dan Gender

Gender

Apa bedanya dengan konsep gender yang digunakan oleh sejumlah ilmuwan sosial?.

Menurut definisi (Giddens, 1989:158), konsep gender menyangkut “the psychoIogical, social

and cultural differences between males and females”--perbedaan psikologis, sosial dan

budaya antara laki-laki dan perempuan. Macionis (1996:240) mendefinisikan gender sebagai

the siqnificance a society attaches to biological categories of female and male”--arti penting

yang diberikan masyarakat pada kategori biologis laki-laki dan perempuan. Sedangkan

Lasswell dan Lasswell (1987:51) mendefinisikan gender sebagai “the knowledge and

awareness, whether conscious or unconscious,that belonqs to one sex and not to the other ”--

pada pengetahuan dan kesadaran, baik secara sadar ataupun tidak, bahwa diri seseorang

tergolong dalam suatu jenis kelamin tertentu dan bukan dalam jenis kelamin lain.

Kalau Giddens menekankan pada perbedaan psikologis , sosial dan budaya antara

laki-laki dan perempuan , maka ahli menekankan pada perbedaan yang dikonstruksikan

secara sosial (Moore dan Sinclair, 1995),perbedaan budaya,perilaku , kegiatan , sikap

(Macionis, 1996),perbedaan perilaku (Horton dan Hunt, 1984:152), tau pada perbedaan

pengetahuan dan kesadaran seseorang (Laswell dan Laswell). Dari berbagai perumusan

tersebut kita dapat melihat bahwa konsep gender tidak mengacu pada perbedaan biologis

antara perempuan dan laiki-laki, melainkan pada perbedaan psikologis, sosial dan budaya

yang dikaitkan masyarakat antara laki-laki dan perempuan.

Contoh menqenai perbedean gender ini dapat kita lihat, antara lain, pada suku

Chambuli yang dipelajari Margaret Mead. Mead menemukan bahwa perbedaan psikologis

antara laki-laki dan perempuan pada suku Chambuli berlawanan dengan apa yang biasanya

dijumpai pada masyarakat Barat. Kaum laki-laki Chambuli bersifat pemalu bila berhadapan

Page 5: Jenis Kelamin Dan Gender

dengan orang laki-laki lebih tua dalam keluarganya, seperti orang tua atau kakaknya.

Perasaan mereka sangat peka; bilamana perasaan mereka tersinggung mereka akan cenderung

mengundurkan diri dari klannya dan pindah ke tempat tinggal kerabat dari klan lain, Ciri lain

kaum laki-laki Chambuli ialah bahwa mereka pada umumnya merupakan seniman yang

menguasai berbagai cabang kesenian seperti seni tari, seni rupa, seni rias, seni musik, dan

seni pertunjukan den menganggap kesenian sebagai bagian terpenting delam hidupnya.

GENDER DAN SOSIALISASI

We are born male or female, but we learn to be masculine or feminine (Laswell dan Laswell,

1982:31)

Sebagaimana dikemukakan oleh Kerstan (1995), gender tidak bersifat biologis

melainkan dikonstruksikan secara sosial. Gender tidak dibawa sejak lahir melainkani

dipelajari melalul sosialisasi. Oleh sebab itu, menurutnya, gender dapat berubah. Contoh

yang diberi-kannya: baik laki-laki maupun perempuan dapat bekerja sebagal guru, buruh dan

insinyur, dan dapat mengasuh anak dan merawat orang usia lanjut. Proses sosialisasi yang

membentuk persepsi diri dan aspirasi semacam ini dalam sosiologi dinamakan sosialisasi

gender (gender socialization). Sebagaimana halnya dalam sosialisasi pada umumnya (lihat

Bab 3), maka dalam sosialisasi gender agen penting yang berperan pun terdiri atas keluarga,

kelompok bermain, sekolah, dan media massa.

Keluarga Sebagai Agen Sosialiasi Gender

Sebagaimana bentuk-bentuk sosialisasi yang lain, maka sosialisasi gender pun

berawal pada keluarga. Keluargalah yang mula-mula mengajarkan seorang anak laki-laki

untuk menganut sifat maskulin, dan seorang anak perempuan untuk menganut sifat feminin.

Page 6: Jenis Kelamin Dan Gender

Melalui proses pembelajaran gender (gender learning), yaitu proses pembelajaran femininitas

dan maskulinitas yang berlangsung sejak dini, seseorang mempelajari peran gender (gender

role) yang oleh masyarakat dianggap sesuai dengan jenis kelaminnya.

Proses sosialisasi ke dalam peran perempuan dan laki-laki sudah berawal semenjak

seorang bayi dilahirkan. Sejak lahir, bayi perempuan sering sudah diberi busana yang jenis

dan warnanya berbeda dengan jenis dan warna busana yang dikenakan bayi laki-laki, dan

perbedaan jenis busana dan warnanya semakin mencolok manakala usia mereka bertambah.

Perlakuan yang diterima pun sering cenderung berbeda; oleh orang tua dan kerabat lain bayi

laki-laki sering diperlakukan Ieblh kasar daripada bayi perempuan. Korner mengemukakan,

misalnya, bahwa dalam berbagai masyarakat Barat bayi perempuan cenderung diangkat dan

ditimang-timang dengan lebih hati-hati dan lebih cepat ditolong di kala menangis daripada

bayi laki-laki (lihat, antara lain, Korner, dalam Lasswell dan Lasswell, 1987). Dalam

berkomunikasi Iisan dengan seorang bayi sang Ibu, bapak, kerabat lain maupun orang dewasa

sering memperlakukan bayi perempuan secara berbeda dengan bayi , bayi laki-laki,

milsalnya, diberi julukan maskulin seperti tampan dan gagah, sedangkan bayi perempuan

diberi julukan feminin seperti cantik atau manis.

Salah satu media yang digunakan orang tua untuk memperkuat identitas gender ialah

mainan, yaitu dengan menggunakan mainan berbeda untuk tiap jenis kelamin (sex-

differentiated toys atau gender-typed toys. Lihat Giddens, 1989 dan Moore dan Sinclair,

1995). Meskipun sewaktu masih bayi seorang anak diberi mainan berupa boneka, namun

boneka yang diberikan kepada bayi laki-laki cenderung berbeda dengen boneka yang

diberikan kepada bayi perempuan. Kalau bayi perempuan diberi boneka yang

menggambarkan seorang perempuan cantik ataupun seekor hewan halus seperti kelinci dan

Page 7: Jenis Kelamin Dan Gender

bebek, maka bayi laki-laki diberi boneka yang menggambarkan seorang laki-laki gagah atau

seekor hewan buas seperti macan dan beruang. Dengan semakin meningkatnya usia anak,

jenis mainan yang diberikan pun semakin mengarah ke peranan gender. Anak perempuan

diberi mainan yang berbentuk peralatan rumah tangga seperti perlengkapan memasak dan

menjahit, sedangkan anak laki-laki diberi mainan yang berbentuk kendaraan bermotor, alat

berat, alat pertukangan atau senjata.

Buku ceritera kanak-kanak merupakan media lain untuk melakukan sosialisasi gender.

Selain menggarisbawahi peran gender, buku-buku demikian sering menonjolkan tokoh laki-

laki yang penuh ambisi, sedangkan perempuan yang berstatus sebagal gadis, istri ataupun ibu

diberi peran sebagai tokoh pembantu yang Iebih pasif. Dalam berbagal ceritera kanak-kanak

perempuan diberi peran antagonis, seperti ratu ataupun ibu tiri yang jahat, atau sebagai nenek

sihir.

Kesadaran akan adanya sosialiasi gender melalui pola asuh anak ini telah

menimbulkan keinginan untuk menerapkan pola asuh yang tidak bersifat seksis (yang oleh

Giddens disebut non sexist child-rearing). Namun dalam praktik terbukti bahwa ide semacam

mi tidak nriidah diiaksanakan.

Kelompok Bermain Sebagai Agen Sosialisasi Gender

Sebagaimana telah kita lihat dalam Bab 3, kelompok bermain merupakan agen

sosialisasi yang telah sejak dini membentuk perilaku dan sikap kanak-kanak. Di bidang

sosialisasi gender pun, keiompok bermain menjalankan peran cukup besar. Dijumpainya

segregasi menurut jenis --Kelamin anak perempuan bermain dengan anak perempuan, dan

anak laki-laki bermain dengan anak

Page 8: Jenis Kelamin Dan Gender

laki--laki-rnerupakan suatu kebiasaan yang cenderung memperkuat identilas gender. pola

segregasi menurut seks yang bermula di usia prasekolah ini cenderung bertahan di kIa anak-

anak memasuki sekolah, dan bahkan sering dapat herlanjut sarnpai jenjang pe.ndidikan

tinggi.

Di kala berada dalam kelompok bermain laki-laki seorang anak laki-laki cenderung

memainkan jenis permainan yang Iebih menekankankan pada segi persaingan, kekuatan fisik

dan keberanian sedangkan dalam kelompok bermain prerempuan anak perempuam cenderung

memainkan permainan yang lebih menekankan pada segi kerja sama Setelah anak -anak

berusia ramaja dan mulai memperhatikan lawan jenis, mereka pun mulai belajar berbagai

teknik untuk menghadapi lawan jenis mereka, Remaja laki-laki belajar dri teman-temannya

bahwa laki-laki horus senantiasa berani dan

agresif terhdap perempuani serta mampu menerapkan berbagai cara untuk dapat“merebut”

dan “menaklukkan” mereka, Anak perempuan, di pihak lain, dididik oleh sesamanya bahwa

pemempuan harus cenderung pasif, bertahan, mampu mempertahankan kehormatannya

seraya mempertahankan haknya untuk memilih siapa di antara para pria yang mendekatinya

pantas mendapat perhatiannya.

Sebagai agen sosialisasi, keiompok bermain pun menerapkan kontrol sosial bagi

anggota yang tidak menaati aturannya. Seorang anak aki-iaki yang rnemilih untuk bermain

dengan mainan anak perempuan don berkumpul dengan mereka, misalnya, cenderung dicap

“sissy” atau “banci” dan menghadapi resiko dikucilkan. Hal serupa dihadapi anak perempuan

yang berorientasi pada permainan anak iaki-iaki dan bermain dengan mereka, yang dapat

dicap sebagai “tomboy.”

Page 9: Jenis Kelamin Dan Gender

Sekolah Sebagai Agen Sosialisasi Gender

Sebagai agen sosialisasi gender, sekolah menerapkan pembelajaran gender rnelaui

media utamanya,yaitu kurikulum, formal. Dalam mata pIajaran prakarya, misalnya, ada

sekolah yang memisahkan siswa dengan siswi agar masing-masing dapat diberi pelajaran

berbeda. Siswi, misalnya, dapat diminta mempelajari hal-hal yang bersangkutan dengan

ekonomi rumah tangga sedangkan siswa diminta mempelajari keterampilan di bidang teknik

pertukangan. Dalam mata pelajaran olahraga siswa mungkin diminta mempelajari jenis

olahraga yang berbeda dengan siswi.

Pembelajaran gender di sekolah dapat pula berlangsung melalul buku teks yang

digunakan. Ada, misalnya, buku teks ilmu pengetahuan alam yang cenderung mengabaikan

kontribusi ilmuwan perempuan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta kesenian.

Pun ada buku pelajaran olahraga dan kesehatan yang dalam mengajarkan berbagai olahraga

mengabaikan olahragawati dengan hanya menonjolkan gambar olahragawan.

Bentuk pembelajaran lain berlangsung melalui apa yang oleh Moore dan Sinclair

(1995, dinamakan kurikulum terselubung (hidden curriculum): para guru sering

mempelakukan siswi secara berbeda dengan siswa. Perilaku dan sikap yang ditolerir bila

dilakukan siswa, misalnya, ada yang tidak dapat ditolerir bila dilakukan oleh siswi.

Pemisahan yang mengarah ke segregasi menurut jenis kelamin sering terjadi

manakala siswa mulai dijuruskan ke bidang-bidang ilmu tertentu. Siswi sering

dikelompokkan ke bidang ilmu soslal dan humaniora, sedangkan siswa cenderung

dikelompokkan ke bidang ilmu pengetahuan alam. Segregasi yang berawal dri jenjang

pendidikan menengah ini cenderung berlanjut ke jenjang pendidikan tinggi.

Page 10: Jenis Kelamin Dan Gender

Media Massa Sebagai Agen Sosialisasi Gender

Sebagaimana halnya denagn buku ceritera untuk kanak-kanak dan remaja Serta buku

palajaran di sekolah, maka media massa pun sangat berperan dalam sosialisasi gender, baik

melalui pemberitaan nya , kisah fiksi yang dimuatnya, maupun melalui iklan yang dipasanq

di dalammnya. Media massa, baik media cetak maupun elektronlk, sering memuat iklan yang

menunjang stereotip gender (gender-stereutyped advertisirtg). iklan yang mempromosikarn

berbagai produk keperluan rumah tangga sepertl zat pembersih lantai, pembasmi serangga,

sabun cuci, tapal gigii, bumbu masak, minyak goreng, bakmi cepat saji, misalnya, cenderung

menampilkan perempuan dalam peran sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai ibu,

sedangkan iklan yang mempromosikan produk mewah yanq merupakan simbol status dan

kesuksesan di bidang pekerjaan cenderung menampilkan model laki-laki. Meskipun iklan

yang menampilkan perempuan di ranah publik berjumlah banyak , namun iklan demikian

sering menekankanpada jenis pekerjaan yang cenderung di peran kan oleherempuan dan

menempati posisi rendah dalam organisasi, seprti misalnya peran sebagai, resepsionis,

pramugari,sekretaris, atau kasir dan bukan pada jabatan ber status tinggi sepeti misalnya

presiden direktur bank atu kapten penerbarng.

Gerakan sosial kaum perempuan untuk memperjuanqkan persamaan gender telah

rnulai rnembawa dampak pada dunia periklanan. berbagai iklan di media masa kini sudah

mulai menampilkan kepekaan denqan jalan menghindari stereotip gender dan menonjolkan

persamaan peran gender. Meskipun dernikian, gerakan tersebut hingga kini masih belum

mampu rnenanggulangi praktik pemuatan klan yang mengandung stereotip gender.

Page 11: Jenis Kelamin Dan Gender

GENDER DAN STRATIFIKASI

Macionis (1996:245-246) mendefinislkan stratfikasi gender (gender stratification)

sebagai “the unequal distribution of wealth, power, and privilege between the two sexes”--

sebagai ketimpangan dalam pembagian kekayaan, kekuasaan, dan privilese antara laki-laki

dan perempuan. Menurut Macionis, ketimpangan ini dijumpal di berbagai bidang: di dunia

kerja, dalam pelaksanaan pekerjaan rumah tangga, di bidang pendidikan, dan di bidang

politik. Selain itu, perempuan pun Iebih cenderung menjadi korban kekerasan laki-laki

daripada sebaliknya.

Adanya stratifikasi gender telah mendorong Iahirnya gerakan sosial di kalangan kaum

perempuan, yang bertujuan membela dan memperluas hak-hak kaum perempuan. Gerak ,ini

dinarnakan feminisme, yang mnuru Giddens (1989:181) telah bermula di Perancis pada abad

18 dan kemudian menyebar ke negara-negara lain di benua Eropa, Amerika, Afrika dan Asia.

di bidang politik, gerakan ini terpusat pada pejoangan persamaan hak pilih dengan laki-laki

dan telah menghasilkan diberikannya persamaan hal pilih di banyak negara.

Gender dan Pendidikan

Dalam berbagal masyarakat maupun dalam kalangan tertentu dalam masyarakat dapat

kita jumpai nilai dan aturan agama ataupun adat kebiasaan yang tidak mendukung dan

bahkan melarang keikut sertaan anak perempuan dalam pendidikan formal. Ada nilai yang

mengemuka-kan bahwa “perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya akan

ke dapur juga “ ada yang mengatakan bahwa perempuan harus menempuh pendidikan yang

oleh orang tuanya di anggap “ sesuai dengan kodrat perempuan,” dan ada yang berpandangan

bahwa scorang gadis sebaiknya menikah pada usia muda agar tidak menjadi” perawan tua.”

Atas dasar nilai dan aturan demikian, ada masyarakat yang mengizinkan percmpuan

Page 12: Jenis Kelamin Dan Gender

bersekolah tetapi hanya Sampal jcnjang pendidikan tertentu saja atau dalam jenis atau jalur

pcndidikan tertentu saja; pun ada masyarakat yang sama sekali tidak rnembenarkan anak

gadisnya untuk bersekolah. Sebagal akibat ketidaksamaan kesempatan demikian maka dalan

banyak masyarakat dapat dijumpai ketimpangan dalam angka partisipasi dalam pendidikan

formal. Prestasi akademik ataupun motivasi belajar sering bukan merupakan penghambat

partisipasi pcrempuan, karena siswa berprestasi pun sering tidak melanjutkan pendidikannya

ke jenjang lebih tinggi.

Sejalan dengan ekspansi pendidikan yang rmelanda masyarakat dunia sejak awal abad

yang lalu, maka angka partisipasi perempuan dalam segala jenjang dan jenis pendidikan pun

mcningkat dengan pesat pula, baik angka absolutnya maupun proporsi perempuan

dibandingkari dengan laki-laki. Mcskipun demikian hingga kini kesenjangan, kesempatan

pendidikan antara laki-laki masih tetap menandal dunia pendidikan, dan pendidikan bagi

semua orang masih merupakan suatu harapan yang masih jauh dari kenyataan di lapangan.

Gender dan Pekerjaan.

Apabila orang membahas pekerjaan yang dilakukan perempuan, maka yang

dibayangkan mungkin hanyalah jenis pekeriaan yang dijumpai di ranah publik: pekerjaan di

tempat kerja formal seperti pabrik dan kantor, pekerjaan dalam perekonomian formal. Orang

sering melupakan bahwa di rumahnya pun perempuan sering melakukan berbagai kegiatan

yang menghasilkan dana. Ada yang menawarkan berbagai jenis jasa; ada yang melakukan

per-dagangan eceran; pun ada yang memproduksl atau memproses hasil pertanian, kehutanan,

perkebunan, pertanian, peternakan maupun produk lain untuk dipasarkan.

Page 13: Jenis Kelamin Dan Gender

Di samping Itu, sering dilupakan pula bahwa pekerjaan rumah tangga yang dilakukan

perempuan di ranah domestik, yaitu penyediaan barang dan jasa bagi sesama anggota

keluarga termasuk suami, merupakan suatu pekejaan produktif. Jenis pekerjaan ini menyita

banyak waktu dan tenaga dan menguntungkan suami, keluarga serta masyarakat, namun tidak

diberi imbalan materi dan umumnya dianggap sebagai pekerjaan yang rendah.

Bagaimana kedudukan perempuan di ranah publik? Berbagal penelitian terhadap

angka partisipasi perempuan dalam angkatan keja umumnya mengidentifikasikan berbagai

bentuk kesenjangan kuantitatif maupun kualitatif dalam pembagian kerja antara laki-laki dan

perempuan. Kesenjangan apa sajakah yang ditemukan di lapangan Moore dan Sinclair (1995)

mengidentiuikasikan dua macam segregasi jenis kelamin dalam angkatan keja: segregasi

vertikal dan segregasi horizontal. Segregasi vertikal mengacu pada terkonsentrasinya pekerja

perempuan pada jenjang rendah dalarn organisasi, sepcrti misalnya jabatan pramuniaga,

pramusaji, tenaga kebersihan, pramugari, sekretaris, pengasuh anak, guru taman kanak-

kanak, perawat, kasir dan sebagainya. Segregasi, horizontal, di pihak lain, mengacu pada

kenyataan bahwa pekerja perempuan sering terkonsentrasi di jenis pokerjaan yang berheda

dengan jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja laki-lakj. Adanya segroqasi vertikal

memberikan kesan hahwa dalam tangga jabatan seakan-akan ada Suatu “langit-lanqit kaca”

(glass ceiling) yang nienghalangi mobilitas koum porempuan ke jenjangn jabatan lebih tinggi.

Adanya Segregasi horizontal pun memberi kesan seakan-akan dalam pasar kerja ada jenis

pekerjarn tertentu yang relatif tertutup bagi kaum perempuan, Seperti misalnya di bidang

ilmu penge-tahuan alam dan teknologi..

Salah satu masalah yang dihadapi kaurn perempuan di berbagai masyarakat ialah

adanya diskriminasi terhadap perempuan (sex discrimination ) di bidang pckcrjaan. Kasus

Page 14: Jenis Kelamin Dan Gender

ekstrem adalah aturan yang melarang perempuan untuk bekerja di ranah publik.pun ada

masyarakat yang menerapkan berbagai macam diskriminasi di bidang pekerjaan seperti

dalam hal rekrutmen,pelatihan,magang, atau pemutusan hubungan kerja

Suatu bentuk deskriminasi yang sering dialami pekerja perempuan ialah deskriminasi

terhadap orang hamil (pregnancy discrimination). Diskriminasi terhadap orang hamil tersebut

dapat membentuk penolakan untuk memperkerjakannya,pemutusan hubungan

kerja,keharusan cuti dan sanksi lain.

Semakin meningkatnya tingkat pendidikan penduduk di seluruh dunia telah

niengakibatkan bcrkurangnya kesenjangan antara kedudukan laki-lakr dan perempuan di

bidang pekerjaan. Narnun bilamana, jumlah perempuan dalam penduduk dijadikan patokan

untuk mengukur kesenjangan, maka kesenjangan yang dijumpai dalam angkatan kerja masih

sangat lebar.

Gender dan Penghasilan

Kesenjangan apa yang dijumpal pekerja perempuan dalam bldang penghasilan?

Dalam banyak masyarakat seorang pekerja, apa pun jenis kelaminnya, menerima upah yang

sama untuk pekerjaan sama (equal pay for equal work). Namun di berbagai masyarakat lain

pekerja laki-laki memperoleh uah lebih tinggi daripada upah pekerja perempuan walaupun

pekerjaan yang diakukan sama. Gejala semacam ini dinamakan diskriminasi upah

berdasarkan jenis kelarnin (sex-based wage discrimination).

Dalam struktur okupasi kita menjumpai bidang pekerjaan berstatus rendah yang

umumnya hanya dikerjakan perempuan, dan berada di bawah subordinasi pejabat laki-laki.

Page 15: Jenis Kelamin Dan Gender

Macionis mencatat bahwa menurut data Departemen Tenaga Kerja A.S. 80% dan pekerjaan

yang dinamakannya pekerjaan kerah merah jambu (pink-collar jobs) seperti pekerjaan

sekretaris, juru tik, dan stenograf dipegang oleh perempuan. Masalah yang dihadapi para

pekerja perempuan ini ialah bahwa upah yang mereka terima dinilai terlalu rendah, yang

mengakibatkan bahwa mereka sering terjerat dalam apa yang oleh Moore dan Sinclair (1995)

dinamakan perangkap kemiskinan (poverty trap).

GENDER DAN KEKUASAAN

How many women holding positions of power, prestige, and initiative? (Roszak and –

Roszak,1969)

Gender dan Potitik

Hak perempuan untuk memilih dan dipilih. Kalau selama beberapa dasawarsa kita

telah menyaksikan keikutsertaan kaum perempuan di negara kita dalam pemilihan umum

untuk memilh anggota DPR, anggota DPRD Tingkat 1 dan DPRD Tingkat 11, maupun

dalam pemilihan untuk memilih kepala desa, maka kita tentu tidak membayangkan bahwa di

masa lain kaum perempuan kita tidak mcrnpunyai hak pilih. Namun kita perlu ingat hahwa

salah satu ketidak –samaan hak di bidang politik yang hingga kini masih dialamii kaum

perempuan dalam banyak masyarakat ialah tidak dimilikinya hak memilih dan dipilih.

Berkat perjuangan mereka semenjak pertengahan abad ke 19,maka semenjak 1983

barulah kaum perempuan di berbagai negara Barat mulal meraih hak pllih. Data yang

disajikan Giddens, (1989: 180), misalnya, menunjukkan bahwa antara tahun 1893 dan 1928

hak pilih diraih kaum perempuan di 18 negara di Eropa, Amerika utara serta di Australia dan

Page 16: Jenis Kelamin Dan Gender

Selandian Baru. Mulai tahun 1929 hak pilih mulal diraih pula di sejumlah Negara di

kawasan Asia, Afrika dan Amerika latin.Dari data tersebut nampak pula bahwa di sejumlah

Negara Eropa seperti Prancis,Yugoslavia dan yunani kaum perempuan baru mengenal hak

pilih setelah berakhiraya perang dunia 11

Masih relative terbatasnya jumlah posisi di dalam ranah public yang berhasil diraih

kaum perempuan,seperti misalnya dibidang eksekutif,legeslatif dan yudikatif di tingkat

lokal,regional maupun nasional sering dijadikan indikasi mengenai besarnya kesenjangan

antara peraih status perempuan dan laki-laki dibidang politik

Gender dan keluarga

Dalam banyak rumah tangga kita menemukan ketimpangan antara kekuasaan suami

dan istri.hal ini tidak mengherankaan,karena dalam masyarakat masih banyak dianut

pandangan lama bahwa tempat seorang perempuan adalah di rumah dan di belakang

suaminya. kaijan terhadap pembagian kekuasaan antara suami dan istri telah melahirkan

konsep keluarga simetris dan keluarga asimetris (symmetrical family, asymmetrical family)

dari Willmott dan Young, dalam mana konsep pertama mengacu pada kekuasaan seimbang

dan konsep kedua pada kekuasaan tidak seimbang.

Para ahli telah menggunakan berbagai indikator untuk mengukur pembagian kerja dan

kekuasaan suami-istri dalam rumah tangga. Salah satu cara ialah dengan merinci pekerjaan

rumah tangga apa saja dilakukan oleh siapa. Menurut Moore dan Sinclair (1995:50), kegiatan

yang digunakan sebagai ukuran ialah kegiatan berbelanja, menyiaprapkan makan malam,

mencuci piring, membersihkan rumah, mencuci dan menyetrika, memperbaiki peralatan

rumah tangga, dan mendidik anak untuk berdisiplin. Cara lain ialah dengan mengkaji siapa

Page 17: Jenis Kelamin Dan Gender

yang berwenang mengambil keputusan dalam berbagai masalah yang dihadapi dalam rumah

tangga: suami atau istri. Konsep Pahl (1989) untuk mengacu pada bebagai pola kekuasaan

mengelola keuangan rumah tangga ialah konsep wiki control, wife controlled pooling,

husband controlled pooling, dan husband control Kutub ekstrem dalam kontinuum ini wife

control, mengacu pada situaSi yang di dalamnya pongendalian keuangan sepenuhnya berada

pada istri, sedangka pada kutub ekstrem lainnya husband control, pengendalian keuangan

sepenuhnya barada pada suami. Dari hasil berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa

kebanyakan pekerjaan rumah tangga dilakukan perempuan dan kekuasaan pengelolaan

keuangan cenderung pada laki-laki.Moore dan sinclairmenyimpulkan bahwa dalam banyak

keluarga peran pria daalam rumah tangga masih tetap dominant.

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Dalam interaksinya dengan laki-laki,kaum perempuan sering mengalami berbagai

bentuk kekerasan.kekekerasan tersebut dapat berbentuk hubungan seks secara

paksa,kekerasan fisik ataupun pelecehan secara lisan.adaa yang berbentuk

perkosaan,kekerasan sewaktu kencan,kekerasan dalam rumah tangga,kekerasan terhadap

mitra intim,dan pelecehan seks.

Perkosaan

Kejaahatan berupa perkosaan seakan-akan telah menjadi bagian terhadan keehidupan

sehari-hari kita.dalam media massa hampir kita menemui berita mengenai beerbagai

perkosaan yang dialami warga masyarakat kita. ada berita tentang pemerkosaan diluar negeri

terhadap tenaga kerja perempuan asal Indonesia;tentang penumpang taksi yang diperkosa

supir taksi dan temannya;tentang penghuni rumah yang diperkosa perampok ; tentang anak

perempuan di bawah umur yang diperkosa laki-laki usia lanjut ; tentang perempuan yang di

Page 18: Jenis Kelamin Dan Gender

perkosa sejumlah laki-laki secara berganti (gang rape)pada waktu terjadi kerusuhan 14 mei

1998 di Jakarta kota.perkosaan tidak pula dilakukan terhadap seseorang yang berjenis

kelamin sama ; misalnya sodomi secara paksa oleh seorang laki-laki dewasa terhadap laki-

laki lain, terutama yang berusia muda atau masih di bawah umur.

Moore dan sinclair (1995) menyajikan beberapa fakta mengenai perkosaan. Menurut

data mereka perkosaan sering dilakukan terhadap perempuan berusia muda, oleh orang yang

telah dikenal korban seperti tetangga, teman kencan, pacar, atau kerabat Fakta lain ialah

bahwa perkosan sering terjadi di dalam rumah korban sendiri. Dikernukakan pula bahwa

peristiwa perkosaan jarang dilaporkan ke pihak berwajib. Karena perkosaan jarang

dilaporkan atau didiagnosis, maka American Medical Association menganggap perkosaan

sebagai epidemi kekerasan yang sunyi (silent-violent epidemic).

Mengapa perkosaan jarang dilaporkan kepada pihak yang berwajib? menurut Gidden

(1989) perkosaan sering tidak diaporkan karena sang korban ingin secepat mungkin

melupakan

kejadian yang telah mempermalukannya itu. Selain itu sang korban mungkin pula tidak mau

mengadu karma tidak bersedia menjalani pemeriksaan medik, pemeriksaan oleh polisi, dan

pemeriksaan oleh hakim dan pengacara di pengadilan yang menurut pendapatnya akan

semakin mempermalukannya. keengganan korban untuk menempuh jalur hukum pun terjadi

karena karma dalam pengadilan harus dibuktikan secara hukum bahwa ia memang diperkosa,

dan dalam proses pemeriksaan di pengadilan ía mungkin harus menjawab pertanyaan

mengenal kehidupan pribadinya.

Page 19: Jenis Kelamin Dan Gender

Kekerasan Domestik

Dalarn kehidupan sehari-hari, hanyak orang--baik perempuan maupun Iaki-laki---

mengalami kekerasan di tangan orang yang dekat dengun mereka: orang tua, kakak-adik,atau

suami.dalam literatur kekerasan jenis ini dinamakan kekerasan domestic ( domestic violence).

The family violence prevention fund and the trauma foundation (1994) merumuskan

kekerasan domestic sebagai “tindakan ataupun ancaman tindakan pelecehan fisik, seks,

psikologis ataupun ekonomis oleh seseorang terhadap orang lain yang menjadi ataupun

pernah menjadi mitra intim nya .” Dari perumusan ini nampak bahwa ruang lingkup

kekerasan domestik cukup luas, karena tidak terbatas pada tindakan saja tetapi mencakup

pula berbagi bentuk pelecehan lain . Dampak kekerasan domestic pun beraneka ragam ;

pelecehan psikologis dapat berakibat gangguan emosi pada korban, tetapi pelecehan fisik

dapat berakibat cedera fisik yang memerlukan perawatan medik intensif , dan bahkan maut .

Mengingat bahwa korban kekerasan sering terjadi atas mitra intim, maka centres for

Disease for Disease control (1999) memperkenalkan konsep kekerasan terhadap mitra intim

(intimate partner violence).center for disease control pun mengamati bahwa kekerasan sering

terjadi waktu kedua orang yang belum terikat hubungan pernikahan sedang kencan (dating

violence). Apabila kita membanding ketiga konsep , maka nampak bahwa dalam hal bentuk

ketiga jenis kekerasan tersebut tidak banyak berbeda ialah penekanannya; kekerasan

domestik maupun kekerasan terhadap mitra intim menekan berlansung antara orang

berhubungan intim namun belum terikat hubungan pernikahan.

Karena dalam ranah domestik maupun kekuasaan perempuan cenderung lebih kecil

daripada laki-laki, maka korban kekerasan domestik,kekerasan terhadap mitra intim

kekerasan waktu kencan cenderung terjadi atas perempuan. Dalam sejumlah rumah tangga,

Page 20: Jenis Kelamin Dan Gender

misalnya, dijumpai suami yang sering memukul istri. Dan yang cenderung menjadi korban

kekerasan dalam kencan biasanya kaum perempuan.

Pihak berwajib biasanya enggan turun tangan dalam kasus kekerasan domestik,

dengan alasan tidak mau mencampuri urusan rumah tangga. Disamping itu para istri yang

menjadikorban kekerasan (batterd wifes) pun sering tidak melakukan pengaduan ke pihak

berwajib karena berbagai alasan. Ada yang takut pada orang telah mencederainya sehingga

tidak berani mengadu, ada yang takut kehilangan jaminan ekonomi yang di berikan suami,

ada yang tidak dapat meninggalkan anak-anaknya, dan ada pula yang rasa harga diri

sedemikian rendah sehingga menganggap bahwa penganiayaan yang di deritanya merupakan

hukuman atas kesalahan yang telah diperbuatnya.

Pelecehan Seks

Anda mungkin pernah menyaksikan bagaimana seorang atau beberapa orang laki-laki

menggoda seorang perempuan di tempat umum dengan mengucapkan kata-kata tmdak

senonoh atau melakukan gerakan yang merupakan simbol hubungan seks. Bukan rahasia lagi

bahwa ada laki-laki, yang memanfaatkan kepadatan penumpang di kendaraan umum seperti

bis kota atau kereta api serta gerak laju kendaraan untuk dengan sengaja menempelkan

tubuhnya ke tubuh penumpang perempuan yang tidak dikenalnya atau meyentuh atau meraba

tubuhnya. Berbagai bentuk penlakuan tidak menyenangkan terhadap seseorang, terutama

kaum pe-rempuan ini dinamakan pelecehan seks (sexual harrassnient), yang oleh Macionic

(1996:261) didefenisikan sebagai “Komentar, iSyarat, atau kontek fisik yang bersifat seks,

diulang-uIang, dan tidak dikehendaki.”

Tindakan semacam ini banyak dialami perempuan di tempat kerja. Salah satu bentuk

pelecehan seksual ialah ajakan untuk huhungan Intim oleh atasan agar seorang karyawati

Page 21: Jenis Kelamin Dan Gender

dapat naik pangkat atau jabatan, Pelecehan lain, di tempat kerja dapat berbentuk

rangkulan ,pegangan, atau ciuman. Berbagai tragedy fatal telah terjadi, misalnya, sebagai

akibat pelecehan seksual yang dialami rekan kerjaperempuan kita di luar negeri. Bentuk

pelecehan lebih ringan yang di lakukan atasan atau rekan kerja ialah godaan atau lelucon

porno yang di tunjukkan pada seorang karyawati.

PENJELASAN

Sebagaiman ketimpangan gender ini dijelaskan? Adanya ketimpançjan dalam

pembagian kekayaan, kekuascan, dan privilese antar laki-laki dan perempuan yang

menguntungkan kaum laki-laki ini oleh sejumlah ahli dikaitkan clengan dominasi laki-laki

terhadap perempuan (male domnination). Suatu bentuk organisasi sosial dalam mana laki-laki

mendominasi perempuan oleh McIonis (1996:261) dinamakan patriarki (patriarchy).

Sedangkan menurutnya bentuk sebaliknya dalam mana perempuan mendominasi laki-laki,

dinamakan matriaki (matriarchy).

Mengapa dalam banyak masyarakat dijumpai dominasi, laki-laki? Menurut sjumlah

laki-laki? Menurut bentuk bentuk sebalik nya, dalam mna perempuan mendoinasi laki-laki ,

di namakan matriaki (matriarchy) bahwa keunggulan suatu jenis kelamin merupakan

pembawaan sejak lahir (lihat Macionis, 1996:261). Menurut Horton and Hunt (1984:152)

seksisme merupakan keyakinan atau kebijaksanaan mengenai keunggulan laki-laki atau

ketimpangan seks, serta penerimaan terhadap stereotip peran seks tanpa mempertanyakannya.

Namun penjeIasan yang disebutkan di atas hanya merupakan sebagian dari berbagai

teori sosial yang berupaya menjelaskan mengapa antara kaum laki-laki dan perempuan

dijumpai perbedaan, ketimpangan dan dominasi. Di bidang teori sosial kini dijumpai sudut

Page 22: Jenis Kelamin Dan Gender

pandang feminis, yang berupaya memahami kehidupan sosial dan pengalaman manusia

melaiui sudut pandang perempuan (lihat Lengermann dan Niebrugge-BrantleY, 1992).

Lengermann dan Niebrugge-brantley mengemukakan bahwa pemikiran feminis telah ada

sejak tahun 1600 dan merupakan Iandasan bagi pemikiran feminis masa kini. Menurut

mereka, pemikiran fesimis dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar: jawaban

terhadap pertanyaan mengenai situasi perempuan (“what about the women?”) dengan jalan

menggambarkan situasi perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan jawaban terhadap

pertanyaan mengapa kaum perempuan berada dalam situasi demikin (‘why is women’s

situation as it is?”). Melalui pertanyaan-pertanyaan demikian, para ilmuan feminis berupaya

menguraikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, ketimpanganantara

perempuan dan laki-laki dan penindasan laki-laki terhadap perernpuan, untuk kemudian

berupaya menjelaskan faktor-faktor yang mendasari perbedaan, ketimpangan, dan penindasan

tersebut melalui berbagai teori.

Teori feminis yang berkembang adalah, antara lain, teori untuk menjelaskan

perbedaan gender. Ada teori yang menjelaskan perbedaan gender sebagai perbedaan biologis

antara Iaki-Iaki dan perempuan; ada yang mengaitkannya dengan institusi dalam masyarakat;

dan ada pula mengaitkannyn dengan perbedaan sosial-psikologis. Untuk menjelaskan

ketimpangan gender muncul teori ferninisme liberal dan teori feminism Marxis. Sedangkan

dominasi gender di nba dicoba dijelaskan oleh teori psikoanalisa feminis, teori feminism

radikal ,teori feminism sosialis, dan teori

feminisme gelombang ke tiga (lihat Lengermann dan Niebrugge-brantley,1992).

Page 23: Jenis Kelamin Dan Gender

RINGKASAN

Bahan acuan yang digunakan untuk mengenai masalah jenis kelamin dan gender ialah

buku Margaret Mead mengenai seksualitas dan temperamen di tiga kelompok etnik di Papua

limur Laut. Dari temuannya di Iapangan mengenai tidak adanya hubungan antara kepribadian

dengan jenis kelamin ini Mead menyinpulkan bahwa kepribadian laki—laki dan perempuan

tidak tergantug pada faktor jenis kelamin melainkan dibentuk oleh faktor kebudayaan.

Perbedaan kepribadian antar masyarakat maupun antar individu, menurut Mead, merupakan

hasil proses sosialisasi, terutama polo asuhan dini yang dituntun oleh kebudayaan masyarakat

yang bersangkutan.

Konsep seks atau jenis kelamin mengacu pada perbedaan bologis antar perempuan

dan laki-laki pada perbedaan antara tubuh laki-laki dan perempuan. Manakala kita berbicara

mengenai perbedaan jenis kelamin maka kita membahas perbedaan biologis antar kaum laki-

laki dan perempuan. Jenis kelamin bersifat biologis dan dibawa sejak lahir sehingga tidak

dapat dubah.

Konsep gender menyangkut perbedaan psikologis, sosial dan budaya antara laki-laki

dan perempuan--arti penting yang diberikan masyarakat pada kategori biologis laki-laki dan

perempuan. Gender mengacu pada pengetahuan dan kesadaran, baik secara sadar atau pun

tidak, bahwa diri seseorang tergolong dalam suatu jenis kelamin tertentu dan bukan dalam

jenis kelamin lain. Konsep gender tidak mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan

dan laki-laki, melainkan pada perbedaan psikologis, sosial dan budaya yang dikaitkan

masyarakat antara laki-laki dan perempuan.

Page 24: Jenis Kelamin Dan Gender

Gender tidak bersifat biologis melainkan dikonstruksikan secara sosial. Gender tidak

dibawa sejak lahir melainkan dipelajari melalui sosialisasi. Oleh sebab itu gender dapat

berubah. Proses sosialisasi yang membentuk persepsi dirii dan aspirasi dalam sosiologi

dinamakan sosialisasi gender.

Sosalsasi gender berawal pada keluarga. Melalui proses pembelajarair gender

sescorang mempelajari peran gender yang oleh masyarakat dianggap sesuai dengani jenis

kelarninnya. Salah satu media yang digunakan orang tua untuk memperkuat identitas gender

alah mainan, dengan menggunakan mainan berbeda untuk tiap jenis kelamin. Buku cenitera

kanak-kanak merupakan media lain untuk melakukan sosialisasi gender.

Kesadaran akan adanya sosialisasi gender melalui poa asuh anak ini telah

menimbulkan keinginan untuk menenapkan pola asuh yang tidak bersifat seksis. Namun

dalam praktik terbukti bahwa ide semacam ni tidak mudah dilaksanakan.

Kelompok bermain merupakan agen sosialisasi yang telah sejak dini membentuk

prilaku dan sikap kanak-kanak. Sebagai agen sosialisasi, kelompok bermain menerapkan

kontrol soal bagi anggota yang tidak menaati aturannya.

Sebagai agen sosialisasi gender, sekolah menerapkan pembelajaran gender melalui

media utamanya, yaitu kurikulum formal, Pernbelajaran gender di sekolih dapat pula

berlangsung melalui buku teks yang digunakan. Bentuk pembelajaran lain berlangsung

melalui kurikulum terselubung, para guru sering memperlakukan siswi secara berbeda

dengan siswa. Pemisahan yang mengarah ke segrasi menurut Jenis kelamin sering terjadi

manakala siswa mulai dijuruskan ke bidang-bidang ilmu tertentu.

Page 25: Jenis Kelamin Dan Gender

Media massa pun sangat berperan dalam sosialisasi gender, baik melalui

pemberitannya,

maupun melalui lklan yang dipasang di dalamnya. Media masa serinq memuat iklan yang

menunjanq stereotip gender.

stratifikasi gender-—ketimpangan dalam pembagian kekayaan, kekuasaan,dan

privilese

antara laki-laki dan perempuan—dijumpaipai di berbagai bidang kehidupan. Adanya

stratifikasi gender telah mendorong lahirnya gerakan feminisme yang bertujuan membela dan

memperluas hak-hak kaum perempuan.

Dalam berbagai masyarakat maupun dalam kalangan tetentu dalam masyarakat dapat

kita jumpai nilai dan aturan agama ataupun adat kebiasaan yang tidak mendukung dan

bahkan melarang keikutsertaan anak perempuan dalam pendidikan formal Sebagai akibat

ketidaksamaan kesempatan demikian maka dalam banyak masyarakat dapat durnpu dijumpai

ketimpangan partisipasi dalam pendidikan formal.

Orang sering melupakan bahwa di rumahnya pun perempuan sering

melakukanberbagai kegiatan yang menghasilkan dana.

Sering dilupakan pula bahwa pekerjaan rumah tangga yang

dilakukan perempuan di ranah domestik, yaitu penyediaan barang dan Jasa bagi sesama

anggota keluarga termasuk suaml, merupakan suatu pekerjaan produktif.

Page 26: Jenis Kelamin Dan Gender

Dalam angkatan kerja mengidentifikasikan dua macam segregasi jenis kelamin:

segregasi vertikal, yaitu terkonsentrasinya pekerjaan perempuan pada jenjang rendah dalam

organisasi, dan segregasi horizontal, yaitu terkonsentrasrnya pekerja perempuan di jenis

pekerjaan yang berbeda dengan jenis pekerjaan yang dilakukan pekerjaan laki-laki. Adanya

segregasi vertikal memberikan kesan seakan-akan ada suatu “langit-langit kaca” yang

menghalangi mobilitas kaum perempuan. Adanya segregasi horizontal pun memberi kesan

seakan-akan dalam pasar kerja ada jenis. pekerjaan tertentu yang relatif tertutup bagi kaum

perempuan.

Salah satu masalah yang dihadapi kaum perempuan di berbagai masyarakat ialah

adanya diskriminasi terhadap perempuan di bidang pekerjaan. Suatu bentuk diskriminasi

yang sering dialami pekerja perempuan ialah diskriminasi terhadap orang hamil. Di berbagai

masyarakat pekerja laki-laki memperoleh upah Iebih tinggi daripada upah pekerja perempuan

walaupun pekerjaan yang diIakuan sama--suatu gejala yang dinamakan diskriminasi upah

berdasarkan jenis kelamin.

Dalam struktur okupasi dijumpai bidang pekerjaan berstatus rendah yang umumnya

hanya dikerJakan perempuan, dan berada di bawah subordinasi pejabat laki-laki. Pekerjaan

yang dipegang oleh perempuan seperti pekerjaan sekretaris, juru tik, dan stenograf

dinamakan pekerjaan kerah merah jambu. Upah para pekerja perempuan ini dinilai terlalu

rendah sehingga mereka sering terjerat datam perangkap kemiskinan.

Di masa lalu kaum perempuan tidak mempunyai hak pilih. Hingga kini kaum perempuan

dalam banyak masyarakat lalah tidak m emiliki hak memilih dan dipilih. Masih relatit

terbatasnya jumlah posisi di dalam ranah publik yang berhasil dirah kaum perempuan sering

Page 27: Jenis Kelamin Dan Gender

dijadikan indikasi mengenai besarnya kesenjangan antara peraihan status prempuan dan laki-

laki di bidang politik.

Dalam banyak rumah tangga kita menemukan ketimpangan antara kedkuasaan suami

dan istri. Kajian terhadap pembagian kekuasaan antara suami dan Istri telah meIahirkan

konsep keluarga simetris, yang mengacu pada kekuasaan seimbang, dan keluarga asimetris,

yang mengacu pada kekuasaan tidak seimbang.

Para ahli telah menggunakan berbagai indikator untuk mengukur pembaqian kerja dan

kekuasaan suami-istri dalam rumah tangga. Salah satu cara lalah dengan merinci pekerjaan

rumah tanggaapa saja dilakukan oleh siapa. Untuk mengacu pada berbagai pola kekuasaan

mengelola keuangan rumah tengga dijumpal konsep wife control, wife controlled pooling,

husband controlled pooling, dan husband control. Dalam banyak keluarga peran pria dalam

rumah tangga masih tetap dominan.

dalam interaksinya dengan laki-laki, kaum perempuan sering mengalami berbagai

bentuk kekerasan. Kekerasan tersebut dapat berbentuk hubungan seks secera paksa,

kekerasan fisik ataupun pelecehan secara lisan.

Kejahatan berupa perkosaan tidak hanya dilakukan terhadap seseoranq yang berjenis

kelamin berbeda, tetapi dapat pula dilakukan terhadap seseorang yang berjenis kelarnin sama.

Perkosaan sering dilakukan terhadap perempuan berusia muda oleh orang yang telah dikenal

korban seperti tetangga teman kencan pacar atau kerabat perkosaan serinq terjadi di dalam

rumah korban sendiri perkosaan jarang dilaporkan ke pihak berwajib.

Page 28: Jenis Kelamin Dan Gender

Banyak orang mengalami kekerasan domestik, yaitu kekerasan di tangan orang yang

dekat dengan rnereka. Kekerasan terhadap mitra intim merupakan bentuk kekerasan dalam

mana korban kekerasan terdiri atas mitra intim Kekerasan yang terjadi antara dua orang yang

berkencan dan belum terikat hubungan pernikahan dinamakan kekerasan waktu kencan.

Kekerasan terhadap mitra intim maupun kekerasan waktu kencan cenderung terdiri atas

perempuan.

Pihak berwajib biasanya enggan turun tangan dalarn kasus kekerasan domestik. Para

istri

yang menjadi korban kekerasan pun sering tidak melakukan pengaduan ke pihak berwajib.

Berbagai bentuk perlakuan tidak menyenangkan terhadap seseorang, terutama kaum

perempuan, dinamakan pelecehan seks, Tindakan semacam ini banyak dalami perempuan di

tempat kerja.

Ketimpangan dalarn pembagian kekayaan, kekuasaan, dan privilese antara laki-laki

dan perempuan yang menguntungkan kaum laki-laki dikaitkan dengan dominasi laki-laki

terhadap perempuan. Bentuk organisasi sosial dalam mana laki-laki mendominasi perempuan

dinamakan patriarki sedangkan bentuk dalam mana perempuan mendominasi laki-laki

dinamakan matriarki.

Salah satu faktor yang dianggap meridasari dominasi laki-laki dan patriarki ialah

seksisme,

yaitu keyakinan hahwa keunggulan suatu Jenis kelamin merupakan pembawaan sejak lahir.

Page 29: Jenis Kelamin Dan Gender

Di bidang teori sosial dijumpai pemikiran feminis, yatu upaya memahami kehidupan

social dan manusia melalui sudut pandang perempuan. Pemikiran fesimis dapat

diklasifikasikan ke dalam dua kategori besa:Jawaban terhadap pertannyaan mengenai situasi

perempuan dengan jalan menggambarkan situasi perempuan di bandingkan dengan laki-

laki,dan jawaban terhadap pertanyaanmengapa kaum perempuan berada dalm situasi

demikian. Melalui pertanyaan-pertanyaandemikian,para ilmuan pisimis berupaya

menguraikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan,ketimpangan antara laki-laki dan

perempuandan penindasan laki-laki terhadap perempuan,untuk kemudian berupaya

menjelaskan factor-faktoryang mendasari perbedaan ,ketimpangan dan penindasan tersebut

melalui berbagai teori.

KONSEP PENTING

Feminism:gerakan social di kalangan kaum perempuan yang bertujuan membela dan

memperluas hak-hak kaum perempuan (giddens)

Gender:

Perbedaan pisikologis,social dan budaya antara laki-laki dan perempuan (giddens).

Arti pentingyang diberikan masyarakat pada kategori biologis laki-laki dan perempuan

(macionis).(1996:240).

Pengetahuan dan kesadaran,baik secara sadar maupun tidak, bahwa diri seseorang tergolong

dalam suatujenis kelamin tertentu dan bukan dalam jenis kelamin lain (lasswell dan lasswell).

Gender-stereotyped adverstising:iklan yang menunjang stereotip gender

Page 30: Jenis Kelamin Dan Gender

Keluarga asimetris (asymmetrical family):keluarga dengan kekuasaan tidak seimbang antara

kekuasaan suami dan istri (dari willmott dan young).

Kekerasan domestic:tindakan ataupun ancaman tindakan pelecehan fisik,seks,psikologis

ataupun ekonomis oleh seseorangterhadap orang lain yang menjadi ataupun pernah menjadi

mitra intimnya (the family violence prefention fund the trauma foun-dation).

Matriarki (matriarchy) suatu bentuk organisasi sosial dalam mana perempuan mendominasi

laki-laki (Macionis).

Patriarki (patriarchy) suatu bentuk organisasi sosial dalam mana laki-laki mendominasi

perempuan (Macionis)

Pelecehan seks (sexual harrasment) : komentar , isyarat , atau kontak fisik yang bersifat

seks ,diulang00ulang dan tidak dikehendaki(Macionis)

Pembelajaran gender (gender learning) : yaitu proses pembelajaran femininitas dan

maskulinitas yang berlangsung sejak dini

Peran gender (gender role): peran seseorang yang oleh masyarakat dianggap sesuai dengan

jenis kelaminnya

Segregasi horizontal:terkonsentrasinya pekerjaan perempuan di jenis pekerjaan yang berbeda

dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki (Moore and Sinclair)

Page 31: Jenis Kelamin Dan Gender

Segregasi vertikal:terkonsentrasinya pekerjaan perempuan pada jenjang rendah dalam

organisasi (Moore and Sinclair)

Seks,jenis kelamin

Konsep perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki , sebagai hasil perbedaan dalam

kromosom janin(Moore and Sinclair)

Sebagaimana dikemukakan oleh jenis kelamin bersifat biologis dan dibawa sejak lahir

sehingga tidak dapat diubah (Kerstian)

Seksisme (sexism)

Keyakinan bahwa keunggulan sutau jenis kelamin merupakan pembawaan sejak lahir

(Macionis)

Keyakinan atau kebijaksanaan mengenai keunggulan laki-laki atau ketimpangan seks ,serta

penerimaan terhadap stereotip peran seks tanpa mempertanyakannya (Horton dan Hunt)

Sex-differentiated toys atau gender-typed toys: mainan berbeda untuk tiap jenis kelamin

untuk memperkuat identitas gender

Sosialisasi gender (gender socialization): proses sosialisasi yang membentuk persepsi diri dan

aspirasi gender

Page 32: Jenis Kelamin Dan Gender

Strasifikasi gender (gender stratification): ketimpangan dalam pembagian kekayaan,

kekuasaan dan priviliase antara laki-laki dan perempuan (Macionis)