Upload
alfi-kusuma-admaja
View
295
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah singkat mengenai beberapa jenis abalone (kerang mata tujuh) yang memeiliki nilai ekonomis di Indonesia
Citation preview
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 1
Alfi Kusuma Admaja
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya alam yang sangat tinggi.
Biodiversitas biota perairan yang terkandung di dalam laut nusantara merupakan
salah satu yang terkaya di dunia. Masih banyak jenis biota yang belum
termanfaatkan dengan baik kerena potensinya yang belum diketahui oleh
masyarakat. Hal itu merupakan tantangan yang seharusnya dapat mendorong
upaya eksplorasi, sehingga sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan secara
optimal dan berkelanjutan.
Filum moluska adalah salah satu dari sekian banyak potensi sumberdaya
perikanan di Indonesia yang diperkirakan mencapai sekitar 20.000 spesies.
Namun, potensi yang begitu besar belum dimanfaatkan dengan optimal. Banyak
diantaranya memiliki nilai ekomomis yang tinggi, bukan hanya dipasar domestik
tetapi juga dipasar internasional. Hal ini didorong oleh semakin tingginya
permintaan akan produk akuatik dunia yang juga diikuti permintaan produk-
produk dari jenis moluska. Di Indonesia sendiri, belum banyak jenis moluska
yang telah dipasarkan ke luar negeri. Hal itu disebabkan karena budidaya
moluska belum banyak dilakukan di Indonesia, sehingga masih mengandalkan
tangkapan dari alam yang disisi lain dapat berdampak pada penurunan populasi
molluska di alam. Padahal peluang pasar komoditas moluska tidak kalah
dibandingkan dengan dengan komoditas dari jenis ikan, karena moluska memiliki
pasarnya tersendiri terutama negara-negara kawasan asia dan eropa.
Abalon (Haliotis sp.) adalah salah satu jenis moluska yang terdapatdi
Indonesia. Distribusinya tersebar dibeberapa perairan Indonesia, mulai dari
Lampung, Sulawesi, Lombok, Bali, hingga Raja Ampat. Terdapat sekitar 100
spesies abalon yang tersebar diseluruh dunia, beberapa diantaranya terdapat di
Indonesia (Setyono, 2006). Organisme ini merupakan salah satu potensi
sumberdaya laut yang memiliki nilai ekonomis, disamping harganya yang cukup
tinggi, daging abalon memiliki rasa yang lezat dan lembut serta nilai gizi yang
tinggi sehingga mampu merambah pasar internasional dengan harga jual yang
tinggi. Di pasar internasional permintaan akan komoditas ini terus mengalami
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 2
Alfi Kusuma Admaja
peningkatan. Hal itu mendorong berkembangnya industri akuakultur abalon di
dunia dengan produsen abalon terbesar adalah Cina, Taiwan, dan Jepang.
Beberapa spesies penting abalon diantaranya North America: Haliotis rufescens,
H. fulgens, H corrugata, H. sorenseni, H assimilis, H. cracherodii, H. walallensis,
dan H. kamtschatkana; Jepang: H. discus hannai, H. discus, H. sieboldii, dan H.
asinina; Korea; H. discus, H. discus hannai, H. sieboldii, dan H. gigantea;
Australia: H. rubra, H. laevigata, dan H. roci; New Zealand: H. iris, dan H.
australis; Prancis: H. tuberculate; dan Afrika Selatan: H. midae (HAHN, 1989
dalam Setyono, 1997).
H. asinina merupakan spesies yang paling banyak terdapat di Indonesia.
H. asinina merupakan salah satu jenis abalon tropis. Ukurannya lebih kecil
dibandingkan dengan jenis abalon temperate. Oleh karena itu, harganya lebih
rendah dibandingkan dengan spesies termperate. Namun demikian abalon jenis
ini memiliki pasarnya tersendiri yang dikenal dengan ”cocktail abalon”, sehingga
beberapa negara seperti Filipina, Thailand, Myanmar, dan Australia telah
mengambangkan budidayanya (Ungson et al., 2009). Pertumbuhannya relatif
lebih cepat dibanding dengan abalon temperate dalam mencapai ukuran komersil.
Jika spesies temperate dapat memerlukan waktu 3-5 tahun, jenis abalon tropis
hanya memerlukan waktu 1-1,5 tahun untuk mencapai ukuran jual. Di Indonesia,
karena nilai jualnya yang cukup tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis
akuatik lainnya, komoditas ini terus mengalami tekanan penangkapan. Tidaka
hanya H. asinina, masih ada beberapa jenis abalon di Indonesia yang juga
memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, tulisan ini akan mencoba mengulas
mengenai potensi dan jenis-jenis abalon ekonomis di Indonesia.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini antara lain:
- Mengetahui kondisi pasar abalon di dunia
- Mengetahui distribusi dan jenis-jenis abalon ekonomis di indonesia
- Mengetahui potensi ekonomi abalon diindonesia
- Mengetahui kondisi perikanan abalon di Indonesia
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 3
Alfi Kusuma Admaja
II. METODE PENULISAN
Data dan informasi yang dihimpun dalam makalah ini merupakan data
yang diperoleh dari berbagai bahan-bahan pustaka seperti laporan hasil penelitian,
publikasi di jurnal internasional maupun nasional, buku teks, makalah dan
informasi lainnya yang relevan dengan topik bahasan makalah ini. Data yang
diperoleh disajikan secara deskriptif sehingga diharapkan dapat menjadi bahan
informasi tentang jenis-jenis abalon di Indonesia yang mempunyai nilai
ekonomis.
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 4
Alfi Kusuma Admaja
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kondisi Pasar Abalon Dunia
Abalon merupakan salah satu jenis kerang yang menjadi komoditi
perikanan dunia yang saat ini sedang mengalami peningkatan permintaan
terutama dari pasar intenasional. Pasar utama abalon adalah China, Jepang,
Taiwan, Korea, Singapore, Jepang, Australia, Amerika Serikat, Spanyol,
Netherlands, Canada, dan Thailand. Negara produsen abalon terbesar adalah
Cina, Taiwan, dan Jepang (Cook dan Gordon, 2010).
Gambar 1. Data Produksi Abalon di Dunia dari Sektor Akuakultur (Aquaculture
Production) dan Penangkapan di Alam (Fishery Landings) (Cook
dan Gordon, 2010)
Munurunnya populasi abalon di alam akibat tekanan penangkapan terjadi
dari tahaun ke tahun. Sementara jumlah tangkapan menurun, permintaan abalon
terus mengalami peningkatan. Hal itu mendorong berkembangnnya budidaya
akuakultur abalon. Sehingga saat ini kebutuhan abalon dunia lebih banyak
dipenuhi dari sektor budidaya.
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
1970 1989 2002 2007
Production Statistics
Aquaculture
Production
Fishery landings
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 5
Alfi Kusuma Admaja
Gambar 2. Produksi dari Sektor Akuakultur Abalon di Dunia (Cook dan
Gordon, 2010)
Cina merupakan negara produsen utama abalon dari sektor akuakultur
dengan pelaku mencapai 300 usaha budidaya dan produksi mencapai 1.000 juta
ton/ tahun. Spesies utama yang dibudidayakan adalah H. diversicolor
supertexta, dengan harga mencapai US$15/Kg. Harga ini memang lebih rendah
dibandingkan dengan H. laevigata, dari Australia yang dapat mencapai
US$30/Kg. Perbedaan harga tersebut disebabkan karena ukuran H. laevigata
yang jauh lebih besar. Pada umumnya harga abalon sangat ditentukan oleh
ukurannya. Oleh karena itu, harga abalon tropis lebih rendah dibandingkan
dengan harga abalon temperate.
Gambar 3. Statistik Permintaan (Demand) dan Persediaan (Supply) Abalon di
Dunia (Cook dan Gordon, 2010)
World Aquaculture Production
China
Taiwan
Japan
South Africa
Korea
Australia
New Zealand
Chile
USA
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 6
Alfi Kusuma Admaja
Produk abalon Bentuk produk abalon yang berada dipasaran saat ini adalah
produk fillet segar dan beku (frozen), kering (dried), kering dan telah melalui
proses penggaraman (salted), serta dalam bentuk produk dalam kemasan kaleng
(canned).
3.2. Persebaran Abalon di Dunia dan di Indonesia
Terdapat sekitar lebih dari 100 jenis abalon di dunia. Sebagian besar
tersebar di perairan Samudera Pasifik, Atlantik, dan Hindia. Abalon ditemukan di
sepanjang pantai wilayah subtropik dan tropik kecuali Amerika Selatan dan Timur
Amerika Utara. Abalon ditemukan sepanjang pantai barat Amerika Utara (Baja
California sampai Alaska) dan sepanjang timur dan selatan. Pantai di Asia (USSR,
Korea, Jepang, Cina, Taiwan, Kalimantan, Malaysia Timur, Tournotus, Australia,
New Zealand, Afrika, Mesir, Tanzania, Mosambika, Madagaskar, Tanjung
Harapan, Gold Coast) dan Pulau-pulau di Madeira dan Eropa (Prancis, Spanyol,
Italia, Yugoslavia dan Yunani) (Leighton et al., 2008).
Populasi terbesar, baik dalam hal jumlah individu maupun jenis spesies,
ditemukan pada perairan Australia, Jepang, dan bagian barat Amerika Utara. H.
Rufescens merupakan jenis abalon yang terdapat di California yang diketahui
memiliki ukuran paling besar, yaitu dapat mencapai 18-23 cm diameter cangkang
(Cox, 1962). Pada umumnya abalon yang habitatnya di daerah temperate
memiliki ukuran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan abalon pada daerah
tropis. Abalon tropis umumnya hanya memiliki ukuran 7-10 cm, sedangkan
abalon temperate rata-rata dapat mencapai ukuran 15-20 cm (Estes et al., 2005).
Hal itulah yang menyebabkan harga jual abalon temperate jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis abalon tropis. Walaupun demikian, dari segi
kecepatan pertumbuhan, abalon tropis memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih
cepat dibandingkan dengan abalon temperate, sehingga lebih cepat mencapai
ukuran komersil (ukuran pasar).
Di indonesia terdapat tujuh spesies, yaitu H. asinina, H. varia, H.
squamosa, H. ovina, H. glabra, H. planata, dan H. crebrisculpta (Dharma, 1988
dalam Setyono, 2006). H. asinina, H. ovina, H. squamata dan H. varia
merupakan jenis abalon tropis yang terdapat di Indonesia yang telah memiliki
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 7
Alfi Kusuma Admaja
pasar internasional, terutama China, Taiwan, dan Korea. Bukan hanya di
Indonesia, persebaran spesies- spesies tersebut cukup besar, yaitu mencapai
perairan Indo-Malay, bagian timur samudera Hindia dan Barat Samudera Pasifik.
Namun, dari keempat jenis abalon tersebut, jenis H. asinina dan H. squamata
merupakan yang paling banyak ditemukan di perairan Indonesia. Kelebihan H.
asinina dibading H. ovina dan H. varia adalah karena proporsi dagingnya lebih
besar, yaitu H. asinina 85%, H. ovina 40%, dan H. varia 30% (Singhagraiwan
dan Doi, 1993 dalam Praipue et al., 2010). Sehingga H. asinia memiliki potensi
pasar untuk jenis “cocktail size” (40-70 mm) dengan ukurannya yang kecil
dibandingkan dengan jenis temperate. Selain Indonesia, H. asinina juga banyak
ditemukan, Thailand, Filipina, Malaysia Australia, Vilipinan, dan Myanmar.
Budidaya H. asinina telah berhasil dilakukan di negera-negara tersebut dengan
skala massal. Di Indonesia H. asinina banyak ditemukan di perairan Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara, Laut Flores,
Karangasem Bali, Lombok, Madura, dan Lampung (Yuniarti et al., 2009: Hadijah
et al., 2011).
3.3. Potensi Ekonomi Abalon Di Indonesia
Indonesia memiliki potensi produksi abalon yang cukup besar. Selain
distribusi habitat abalon cukup luas tersebar di beberapa perairan Indonesia, jenis
abalon di Indonesia, H. asinina, merupakan jenis yang mengalami pemijahan
sepanjang tahun dan merupakan organisme herbivora dengan makanan utama
makroalga (Jarayabhand et al., 1998 ; Praipue et al., 2010; Tang et al., 2005),
sehingga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai komoditas budidaya,
karena sebagai daerah tropis, kelimpahan makroalga di alam selalu tersedia.
Gambar 4. Abalon Jenis H.ovina (http://www.diverosa.com)
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 8
Alfi Kusuma Admaja
Untuk pasaran domestik, sebagai salah satu contoh, di Kendari Sulawesi
Tenggara, abalon dalam keadaan segar dijual dengan harga Rp. 40.000-50.000/kg
(15-20 ind/kg). Jika cangkang dan organ dalamnya dibuang kemudian diolah
menjadi salted abalon, harganya mencapai Rp. 200.000-300-000/kg tergantung
ukurannya dan kualitasnya. Sementara di pasar internasional harga daging abalon
berkisar antara Rp. 400.00–700.000 atau 36-68 US$/kg , tergantung pada kualitas
dan jenisnya. Harga tersebut tergantung pada ukuran dan kualitas
penggaramannya. Metode penggaraman yang baik akan mengahasilkan warna
daging kuning keemasan dengan tekstur yang lunak, sedangkan penggaraman
yang kurang baik akan menghasilkan warna daging kecoklatan dengan tekstur
yang agak keras. Cara penggaraman ini sangat mempengaruhi kualitas produk
abalon. Jenis abalon H. asinina merupakan jenis yang paling banyak ditangkap di
Indonesia karena jumlahnya yang melimpah.
Gambar 5. Morfologi (A) dan Cangkang (B) Abalon H. asinina (1. Tentakel,
2. Mata, 3. Lubang Pernapasan (Tremata), 4. Cangkang, 5.
Epipodial Tentakel, dan 6. Otot Kaki)
Di Kubu, Karangasem, Bali terdapat abalon jenis lain yaitu jenis H.
squamata atau yang lebih dikenal dengan “tokobushi”. Salah seorang pedagang
tokobushi mengungkapkan bahwa telah melakukan jual usaha penangkapan
tokobushi sejak tahun 1987. Pada saat itu, ia mengaku dapat mengumpulkan
hingga 100 kg/hari namun saat ini hanya dapat mencapai 3 kg/hari. Hal ini diduga
disebabkan oleh penangkapan yang terus menerus dilakukan. Harga abalon yang
dijualnya ± Rp. 150.000/kg dalam bentuk beku, tanpa cangkang dan organ dalam.
Sedangkan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, seorang pedagang telah
mengekspor hingga 3-5 ton pada tahun 2006-2007 ke Hongkong dengan harga
A B
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 9
Alfi Kusuma Admaja
jual US$5/kg. Produk abalon di ekspor dalam bentuk produk kering (dried) dan
produk salted (daging abalon yang terlebih dahulu melalui proses penggaraman
dan pengeringan) (Fermin dan Encena, 2009).
Gambar 6. Abalon Jenis H. squamata (sumber: http://www.kp3k.kkp.go.id)
Pada umumnya pedagang abalon di Indonesia terbagi menjadi beberapa
tingkatan, yaitu pedagang pengumpul, pedagang pengumpul ke dua, dan pedagang
besar. Pedagang pengumpul berlokasi di desa nelayan. Mereka mengumpulkan
abalon darai hasil tangkapan nelayan, selanjutnya mereka akan menjualnya
kepada pedagang pengumpul ke dua yang biasanya berdomisili di kota.
Merekalah yang akan menjual kepada pedagang yang berada di luar daerah.
Panjangnya rantai pemasaran abalon membuat semakin sedikitnya keuntungan
yang diperoleh pada masing-masing rantai. Berbeda dengan di Indonesia, di
negara-negara yang menjadi pengekspor abalon, para pembudidaya langsung
berhubungan dengan pihak konsumen, sehingga harga jual menjadi lebih tinggi
begitu juga dengan keuntungan yang diperoleh oleh pembudidaya.
Gambar 7. Berbagai Bentuk Pemanfaatan Limbah Cangkang Abalon
(sumber: http://casplabaliseashell.indonetwork.co.id)
Selain dagingnya dikonsumsi dagingnya, cangkang abalon juga dapat
dimanfaatkan untuk diolah menjadi barang-barang hiasan ornamental, baik untuk
perhiasan maupun benda-benda hiasan ruangan. Karakteristik warna cankang
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 10
Alfi Kusuma Admaja
yang indah dan unik membuat hasil-hasil olahan kreatifitas dari limbah cangkang
abalon memiliki pasarnya tersendiri.
3.4. Kondisi Abalon Di Indonesia Saat Ini
Terbukanya peluang pasar dunia merupakan kesempatan yang seharusnya
dapat dimanfaatkan. Namun, hingga saat ini abalon dari Indonseia yang di ekspor
keluar negeri sepenuhnya merupakan hasil tangkapan dari alam. Hal ini telah
berlangsung sejak lama. Salah satu pelaku usaha penjualan abalon
mengungkapkan bahwa telah melakukan usaha pengumpulan abalon dari hasil
tangkapan nelayan di Karangasem Bali sejak tahun 1987. Pada saat itu, ia
mengaku dapat mengumpulkan hingga 100 kg/hari. Namun, saat ini hanya dapat
mencapai 3 kg/hari (Fermin dan Encena, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa
populasi abalon di daerah tersebut sedang mengalami tekanan akibat penangkapan
dan terjadi penurunan populasi. Tidak hanya di Karangasem Bali, keadaan yang
sama dipastikan juga terjadi hampir disemua lokasi habitat abalon di Indonesia.
Harga pasar yang tinggi dibandingkan dengan beberapa komoditas perikanan
lainnya, membuat banyak masyarakat yang terus-menerus melakukan
penangkapan. Selainitu, habitatnya yang mudah dijangkau, yaitu pada daerah
karang-karang mati dengan kedalaman sekitar 2 m, serta tehnik penangkapan yang
cukup mudah, membuat komoditas ini akan terus mengalami penurunan populasi.
Selain itu, siklus hidup abalon tropis yang memerlukan waktu ± 1 tahun
untuk mencapai ukuran pasar, tidak seimbang dengan laju penangkapan yang
dilakukan terus menerus. Ditambah lagi dengan perilaku nelayan yang tidak
memperhatikan ukuran dalam menangkap abalon. Dimana abalon yang masih
ukuran kecil (juvenil) 3-4 cm juga tetap ditangkap. Padahal, abalon dengan
ukuran tersebut memiliki nilai jual yang rendah. Kondisi ekonomi masyarakat
pesisir yang lemah adalah salah satu penyebab perilaku tersebut. Hal itu tidak
hanya terjadi pada komoditas abalon, tetapi juga pada hampir semua komoditas
laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Belum adanya dukungan dari produksi sektor budidaya, merupakan salah
satu penyebab utama terjadinya penuruan populasi abalon di alam. Hingga saat
ini, abalon dari Indonesia yang diekspor sepenuhnya berasal dari hasil tangkapan
di alam. Budidaya abalon di Indonesia saat inii masih pada tahap penelitian.
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 11
Alfi Kusuma Admaja
Produksi yang dihasilkan oleh balai-balai budidaya, belum sampai pada output
komersil. Tingginya mortalitas pada kegiatan pembenihan merupakan
penyebabnya. Mortalitas dapat mencapai 90-95% pada fase larva-post larva.
Tidak hanya di Indonesia, rendahnya angka kelangsungan hidup (survival rate)
pada fase tersebut juga merupakan masalah utama pada hampir semua kegiatan
budidaya abalon di dunia. Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi
keberhasilan pembenihan abalon antara lain salinitas, suhu, jenis pakan bentik
diatom yang tepat, serta photoperiod (SEAFDEC, 2000; Steven, 2003; Setyono,
2005; Heasman dan Savva, 2007; Leighton et al., 2008).
Meningkatnya populasi manusia dan semakin banyaknya permintaan akan
produk-produk akuakultur sebagai sumber protein hewani, menunjukkan bahwa
peluang dikembangkannya budidaya abalon di Indonesia terutama spesies H.
asinina yang telah memiliki pasar internasiaonal adalah sangat menjanjikan. Hal
tersebut didukung oleh jenis abalon H. asinina yang merupakan jenis abalon
tropis yang hanya membutuhkan waktu ± 1 tahun untuk mencapai ukuran
komersil. Sedangkan abalon temperate memerlukan waktu 3-4 tahun untuk
mencapai ukuran ekonomis. Selain itu, hal tersebut juga didukung oleh luasnya
pesisir Indonesia yang potensial untuk area budidaya abalon, makroalga yang
melimpah sebagai pakan alami (natural food), serta tenaga kerja yang murah.
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 12
Alfi Kusuma Admaja
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan tang telah dipaparkan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- Permintaan akan abalon terus mengalami peningkatan yang diikuti
berkembangnya industri akuakultur abalon diberbagai negara seperti,
China, Taiwan, dan Jepang.
- Di indonesia terdapat tujuh spesies, yaitu H. asinina, H. varia, H.
squamosa, H. ovina, H. glabra, H. planata, dan H. crebrisculpta, yang
tersebar di perairan Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara,
Nusa Tenggara, Laut Flores, Karangasem Bali, Lombok, Madura, dan
Lampung , dimana spesies yang paling besar distribusinya adalah H.
asinina.
- H. asinina, H. squamata, dan H. varia merupakan spesies yang memiliki
potensi ekonomi untuk dikembangkan.
- Produk abalon yang berasal dari Indonesia merupakan abalon yang berasal
dari tangkapan di alam, sehingga dikhawatirkan akan mengancam
populasinya jika terus dilakukan. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk
mendorong dan mengambangkannya ke arah budidaya.
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 13
Alfi Kusuma Admaja
DAFTAR PUSTAKA
Cook, P. A. dan Gordon, H.R. 2010. World Abalone Supply, Markets, And
Pricing. Journal of Shellish Research. Vol. 29, No. 3:569-571.
Cox. K.W. 1962. California Abalones, Family Haliotidae. The Resources
Agency Of California Department Of Fish And Game. Fish Bulletin No.
118. University of California. http://www.calisphere.
universityofcalifornia.edu/. Diakses pada tanggal 31 Mei 2012.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indo-nesia I (Indonesian shells). PT. Sarana
Graha, Jakarta: 111 pp.
Estes, J.A., D.R. Lindberg., and C. Wray. 2005. Evolution of Large Body Size in
Abalones (Haliotis): Patterns and Implications. Journal Paleobiology 31:
591–606.
Fermin, A.C. dan Encena, V.C. 2009. Final Report: Abalone Industry
Enhancement in Eastern Indonesia. SADI-ACIAR Research Report.
ACIAR. Australia. 19 p.
Hadijah., A. Tuwo., M.I. Djawad., and M. Litaay. 2011. The Biological aspects
of Tropical Abalone (Haliotis asinina) in Tanakeke Island Waters, South
Sulawesi. Disampaiakan pada proceeding of Internationnla Seminar on
Indonesian Fisheries Development: Enhancing Indonesian Fish Production
and Competitiveness in International Market. Universitas Hasanuddin
Makassar.
Hahn, K.O. 1989. Survey of commercially important abalone species in the world.
In : Handbook of culture of abalone and other marine gastropods (HAHN,
K.O. ed.). CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida: 3-12.
Heasman, M and Savva, N. 2007. Manual for Intensive Hatchery Production of
Abalone: Theory and Practice for Year-Round, High Density Seed
Production of Blacklip Abalone (H. rubra). Australian Government
Fisheries and Development Corporations. Australia. 108 pp.
Jarayabhand. P., R. Yom-La., dan A. Popongviwat. 1998. Karyotypes Of Marine
Molluscs In The Family Haliotidae Found In Thailand. Journal of Shellfish
Research. Vol. 17, No. 3. 761-764.
Leighton, P., G. Robinson., and N. McGowan. 2008. Aquaculture Explained:
Abalone Hatchery Manual. Aquaculture Development Division, Ireland.
95 pp.
Praipue, P., S. Klinbunga., dan P. Jarayabhand., 2010. Genetic Diversity of Wild
and Domesticated Stocks of Thai Abalone, Haliotis asinina (Haliotidae),
Jenis-Jenis Abalone Di Indonesia yang Mempunyai Nilai Ekonomis 14
Alfi Kusuma Admaja
Analyzed by Single-Strand Conformational Polymorphism of AFLP-
Derived Markers. Genetics and Molecular Research 9 (2): 1136-1152.
Singhagraiwan, T dan Doi, M. 1993. Seed Production and Culture of a Tropical
Abalone Haliotis asininaLinne. The Research Project of Fishery Resource
Development in the Kingdom of Thailand. Ministry of Agriculture and
Cooperatives, Thailand.
SEAFDEC. 2000. Research and Development: Abalone Seed Production and
Culture. Aquaculture Department Southeast Asian Fisheries
Development Center. Tigbauan, Iloilo, Philippines. 6 pp
Setyono, D.E.D. 1997. Culture Techniques On The Farming Of Abalone
(Haliotis sp.), A Perspective Effort For Aquaculture In Indonesia. Oseana,
Volume 22, Nomor 1:1-8.
_______________. 2005. Abalone (H. asinina L): Early Juvenile Rearing And
Ongrowing Culture. Oseana 30: 1-10.
_______________. 2006. Reproductive Aspects of The Tropical Abalone, H.
asinina, From Southern Lombok Waters, Indonesia. Marine Research in
Indonesia No. 30:1-14.
Stevens, M.M. 2003. Seafood Watch, Seafood Report Cultured Abalone (Haliotis
spp.) Fisheries Research Analyst Monterey Bay Aquarium. Amerika
Serikat. 14 pp.
Tang, S., A. Popongviwat., S. Klinbunga., A. Tassanakajon., P. Jarayabhand., dan
P. Menasveta., 2005. Genetic Heterogeneity of the Tropical Abalone
(Haliotis asinina) Revealed by RAPD and Microsatellite Analyses.
Journal of Biochemistry and Molecular Biology, Vol. 38, No. 2:182-190.
Ungson, J., Yin, Y. M., Vannsereyvuth S., Yii S.H., Doris AU., 2002. Towards
Sustainable Abalone Culturein Thailand. Monthon Ganmanee (2): 1-10.
Yuniarti. A., Y. Kilawati., A.M. Hariati., 2009. Kajian Heterogenitas Genetik
Abalon (Haliotis asinina) Di Perairan Indonesia Melalui Metode
Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) mtDNA. Laporan
Penelitian Hibah Penelitian Strategis Nasional. Universitas Brawijaya.
http://www.diverosa.com di akses pada tanggal 25 Mei 20012.
http://www.kp3k.kkp.go.id) di akses pada tanggal 25 Mei 20012
http://casplabaliseashell.indonetwork.co.id di akses pada tanggal 25 Mei 20012