Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ii
PENGELOLAAN DANA DESA DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN WARGA
(Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Mapan Jaya Kecamatan Kayan Hulu Kabupaten
Sintang Provinsi Kalimantan Barat)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Jenjang Strata Satu (S1)
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta
DISUSUN OLEH :
SUSI KRISJUYANI
15520055
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
JENJANG PROGRAM STRATA 1
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
vi
HALAMAN MOTTO
Arahkanlah perhatianmu kepada didikan, dan telingamu kepada kata-kata
pengetahuan. Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau
engkau memukulnya dengan rotan.
(Amsal 23:12-13)
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya saya
bisa menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang berarti
dalam hidup saya :
1. Untuk kedua orangtuaku yaitu Bapak Jimun dan Ibu Susi Aniaten serta adik tercinta saya
Susi Krisjuli Yanti. Tanpa mereka saya tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini.
2. Untuk kekasih tercinta saya Andyas Jessosa yang selama ini telah bersama saya dalam
keadaan susah maupun senang, yang selalu mendukung dan selalu ada untuk saya.
3. Untuk Bapak Selimin dan Ibu Theresia yang selama ini selalu mendukung saya sejak
awal masuk kuliah, mereka yang mengantarkan saya ke Jogja hingga saat ini selalu
memberi dukungan.
4. Untuk keluarga besar saya yang telah banyak membantu baik dengan dukungan moral
maupun finansial.
5. Untuk teman-teman Miwonku (Novi, Ami, Andina, Siska, Febrian, Rey, Fathur, Adong,
Pega) yang selama ini selalu bersama berjuang dan saling mendukung satu sama lain.
6. Untuk semua teman-teman saya Elsi, Dina, Yeni, Levinia, Dela, Okta, kak Yuni dan
teman-teman seperjuangan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Terimakasih untuk segala bentuk motivasi yang telah diberikan.
7. Untuk Almamaterku STPMD”APMD” Yogyakarta.
8. Untuk Dosen Pembimbingku, Ibu Dra. Sri Utami, M.Si. Terimakasi telah bersabar
membimbing saya dan memberikan ilmu serta mengajarkan saya segala kebaikan demi
terselesainya skripsi saya. Tanpa ibu saya tidak dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
tepat waktu, hanya Tuhan yang bisa membalas kebaikan ibu.
viii
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih :
Terimakasih kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala berkat dan
rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan Skripsi.
Terimakasih kepada orangtua saya yang selalu meningatkan dan membantu saya dalam
proses penelitian dan menyelesaikan skripsi.
Terimakasih kepada Kekasih saya Andyas Jessosa yang selalu menemani saya dalam
menyelesaikan skripsi.
Terimakasih kepada Bapak Selimin dan Ibu Theresia selama saya menyelesaikan skripsi
selalu mengingatkan saya.
Terimaksih kepada bang Daus, Noker dan bang Mimik yang telah membantu saya dalam
penyusunan skripsi.
Terimakasih kepada Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa Kristiani Sintang
(FKPMKS), selama saya menyelesaikan skripsi ini memberikan banyak pelajaran
ditengah-tengah kegiatan PSBDK yang penuh dengan permasalahan sehingga
memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini dengan cepat.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Pengelolaan Dana Desa
dalam Mewujudkan Kesejahteraan Warga di Desa Mapan Jaya penelitian deskriftif kualitatf
di Desa Mapan Jaya, Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikkan dikemudian hari.
Dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Sutoro Eko. Y. M.Si. selaku Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat
Desa “APMD” Yogyakarta.
2. Ibu Dra. MC. Candra Rusmala Dibyorini, M.Si selaku Wakil Ketua 1 Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
3. Ibu Dra. Sri Utami, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah mengarahkan dalam
penyusunan Skripsi.
4. Ibu Dra. Safitri Endah Winarti, M.Si. selaku Dosen Penguji Samping I yang telah menguji,
memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam ujian Skripsi.
5. Bapak Ir. Muhammad Barori, M.Si. selaku Dosen Penguji Samping II yang telah menguji,
memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam ujian Skripsi
6. Semua Dosen dan Civitas Akademik Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa
“APMD” Yogyakarta.
7. Pemerintah Desa Mapan Jaya, Kecamatan Kayan Hulu , Kabupaten Sintang, Provinsi
Kalimantan Barat.
x
8. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Pontianak yang telah memberikan izin
penelitian dan memenuhi data Skripsi.
9. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Sintang.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
penyelesaian Skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Skripsi ini masih banyak kekurangan baik
bentuk maupun isinya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna menyempurnakan penulisan Skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah terlibat dalam penulisan karya ilmiah ini.
Yogyakarta, 24 Maret 2019
Penulis
Susi Krisjuyani
xi
SINOPSIS
Dalam penelitian ini, penyusun mengambil judul “Pengelolaan Dana Desa dalam
mewujudkan Kesejahteraan Warga”bertempat di Desa Mapan Jaya Kecamatan Kayan Hulu
Kabupaten Sintang Kalimantan Barat. Latar belakang masalah dalam penelitian ini yaitu Dana
Desa yang dikucurkan ke Desa dan selalu mengalami kenaikan yang sangat signifikan setiap
tahunnya menuntut Pemerintah Desa untuk mengelola Dana Desa tersebut untuk kepentingan
masyarakat. Untuk mendapatkan hasil yang baik dari Pengelolaan Dana Desa terhadap
Kesejahteraan Warga, Pemerintah Desa harus melakukan berbagai upaya yaitu dimulai dari
perencanaan Dana Desa, pelaksanaan, penatausahaan hingga pelaporan Dana Desa itu sendiri.
Dari berbagai upaya yang harus dilakukan Pemerintah Desa dituntut untuk menerapkan prinsip-
prinsip dalam Pengelolaan Dana Desa baik itu Transparansi, Akuntabilitas, Partisifatif dan
Kedisiplinan dalam pengelolaan Dana Desa.
Dalam hal ini peneliti membatasi rumusan masalah yaitu bagaimana Pengelolaan Dana
Desa dalam mewujudkan Kesejahteraan Warga? Dan seberapa besar pengaruh Dana Desa
terhadap Masyarakat? Penelitian ini dilakukan di Desa Mapan Jaya Kecamatan Kayan Hulu
Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. Adapun jumlah responden dalam penelitian ini
berjumlah 20 (dua puluh) orang yang terdiri dari unsur penyelenggaraan Pemerintahan Desa
yaitu kepala Desa, sekretaris Desa, bendahara Desa, kepala urusan dan kepala dusun Desa
Mapan Jaya serta lembaga masyarakat yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Rukun
Tetangga (RT), ketua PKK, ketua Karang Taruna, ketua kelompok Tani, ketua Dapur Mama
Cerdas (DAMAS), ketua Posyandu Lansia dan Balita dan masyarakat. Jenis penelitian yang
digunakan yaitu kualitatif dengan metode penelitian deskriftif kualitatif. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Dan teknik
analisis data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif dengan metode mencatat yang
menghasilkan catatan lapangan, mengumpulkan data dan berpikir.
Berdasarkan hasil penelitian dari “Pengelolaan Dana Desa dalam mewujudkan
Kesejahteraan Warga”. Dana Desa yang dikucurkan oleh Pemerintah ke Desa Mapan Jaya sudah
dikelola dengan baik hal ini didukung dengan adanya Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES)
yang membantu Pemerintah Desa untuk melaporkan pengelolaan Dana Desa kepada
Pemeruintah Pusat dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan Dana Desa. Berbagai bentuk
pengelolaan Dana Desa yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Mapan jaya meliputi bidang
penyelenggaraan Pemerintahan yaitu operasional perkantoran, penghasilan tetap Pemerintah
Desa dan lainnya. Bidang pelaksanaan pembangunan yaitu jembatan, rabat beton, asrama, pagar,
gedung dan lainnya. Bidang pembinaan kemasyarakatan yaitu pelatihan bagi kelompok tani dan
pembinaan kepada PKK, pembinaan kepada DAMAS dan Posyandu. Selanjutnya bidang
pemberdayaan masyarakat yaitu perlombaan antar RT, Bimtek dan lainnya.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………...……………………………………………i
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………...……………ii
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………………………………...iii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………………………iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN………………………………………………………v
HALAMAN MOTTO…………………………………………………………………………….vi
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………………………vii
UCAPAN TERIMAKASIH…………………………………………………………….............viii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………ix
SINOPSIS………………………………………………………………………………………....x
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………………….xvi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………………...xvii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1
A. Latar Belakang……………………………………………………………………..……...1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………8
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………………………….8
D. Manfaat Penelitian………………………………………………………………………...8
E. Kerangka Konseptual…………………………………………………..………………….9
xiii
1. Desa……………………………………………………………………………………9
2. Dana Desa……………………………………………………………………………11
3. Pengelolaan Dana Desa……………………………………………............................13
4. Kesejahteraan Warga……………………………………..………………………….28
F. Ruang Lingkup…………………………………………………………………………...33
G. Unit Analisis………………..………………………………………………………........33
H. Metode Penelitian………………………………………………………………………..35
1. Jenis Penelitian………………………………………………………………….........35
2. Teknik Pengumpulan Data………………………………………….………………..36
a. Observasi………………………………………………………………..……..…36
b. Interview (Wawancara)…………………………………………………………..37
c. Dokumentasi……………………………………………………………….…….38
3. Analisis Data………………………………………………….………………...........38
BAB II PROFIL DESA………………………………………………………………………….40
2.1 SEJARAH DESA……………………………………………………………………………40
A. Sejarah Pembangunan Desa Mapan Jaya………………………………………………...40
B. Terbentuknya Desa Mapan Jaya…………………………………………………………44
2.2 KONDISI UMUM DESA MAPAN JAYA………………………………………………….45
A. Demografi………………………………………………………………………………..45
1. Letak Geografis………………………………………………………………………45
2. Orbitasi……………………………………………………………………………….46
3. Luas Wilayah………………………………………………………………………...47
xiv
4. Hidrologi dan Klimatologi…………………………………………………………...47
5. Luas dan Sebaran Penggunaan Lahan……………………………………………..…48
B. Keadaan Sosial…………………………………………………………………………...49
1. Kependudukan……………………………………………………………………….49
2. Kesehatan…………………………………………………………………………….51
3. Pendidikan……………………………………………………………………………52
4. Kesejahteraan Sosial (Masyarakat)…………………………………………………..54
5. Pemuda dan Olahraga………………………………………………………………..55
6. Kebudayaan…………………………………………………………………………..56
7. Keagamaan…………………………………………………………………………...57
C. Keadaan Ekonomi………………………………………………………………………..60
1. Sumber Penerimaan Desa……………………………………………………………61
2. Prasarana dan Sarana Sosial Ekonomi Desa…………………………………………63
3. Transfortasi dan Perhubungan……………………………………………………….64
4. Air Bersih……………………………………………………………………………64
5. Musim………………………………………………………………………………..64
2.3 KONDISI PEMERINTAH DESA MAPAN JAYA…………………………………………65
1. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Mapan Jaya……………………...65
2. Visi dan Misi……………………………………………………………………………..68
3. Implementasi Program Pemerintah Desa Mapan Jaya…………………………………...69
4. Kinerja Pemerintah Desa Mapan Jaya…………………………………………………...71
5. Lembaga Kemasyarakatan Desa…………………………………………………………71
2.4 POTENSI DAN MASALAH………………………………………………………………...73
xv
A. Potensi……………………………………………………………………………………73
1. Potensi Sumber Daya Alam………………………………………………………….73
2. Potensi Sumber Daya Manusia………………………………………………………76
B. Masalah………………………………………………………………………………..…76
1. Berdasarkan penjaringan masalah yang ada di Desa………………………………...76
2. Berdasarkan empat Kewenangan Desa………………………………………………81
BAB III ANALISIS DATA……………………………………………………………………...84
1. Perencanaan Dana Desa dalam Mewujudkan Kesejahteraan Warga…….………………84
2. Pelaksanaan Dana Desa dalam Mewujudkan Kesejahteraan Warga….…………………89
3. Penatausahaan Dana Desa dalam Mewujudkan Kesejahteraan Warga…………..……...94
4. Pelaporan Dana Desa dalam Mewujudkan Kesejahteraan Warga……….……………..100
5. Kesejahteraan Warga…………………………………………………………………...104
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………….114
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………..114
B. Saran……………………………………………………………………………………123
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
Daftar Tabel
1. Tabel 1.1 Daftar Informan……………………………………………………………….34
2. Tabel 2.1 Kepala Desa Mapan Jaya dari tahun 2007- Sekarang…………………………44
3. Tabel 2.2 Batas Wilayah Desa Mapan Jaya……………………………………………...45
4. Tabel 2.3 jarak ke ibu Kota Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi………………………46
5. Tabel 2.4 Luas Wilayah Menurut Penggunaannya………………………………………48
6. Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Desa Mapan Jaya…………………………………………..49
7. Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin……………………………………49
8. Tabel 2.7 Jumlah Penduduk Menurut Umur......................................................................50
9. Tabel 2.8 Jumlah Tenaga Kesehatan dan Partisipasi Masyarakat Tahun 2018………….51
10. Tabel 2.9 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan………………………………53
11. Tabel 2.10 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)……………….54
12. Table 2.11 Data Klub/Perkumpulan Olahraga Desa Mapan Jaya………………………..56
13. Tabel 2.12 Jumlah Penduduk Menurut Keyakinan Masyarakat Desa Mapan Jaya……...57
14. Tabel 2.13 Lembaga Keagamaan Di Desa Mapan Jaya…………………………………58
15. Tabel 2.14 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Mapan Jaya……………………………59
16. Tabel 2.15 Sumber Pendapatan Desa Mapan JayaTahun 2018………………………….60
17. Tabel 2.16 Penerimaan Dana Desa Tahun 2015-2018…………………………………...61
18. Tabel 2.17 Sarana Tempat Usaha Masyarakat Desa Mapan Jaya……………………….62
19. Tabel 2.18 Lembaga Kemasyarakatan Desa Mapan Jaya………………………………..71
20. Tabel 3.1 Desa Mapan Jaya Sebelum ada Dana Desa 2012-2014……………………...105
21. Tabel 3.2 Pengelolaan Dana Desa Tahun 2015………………………………………...107
22. Tabel 3.3 Pengelolaan dana Desa Tahun 2016…………………………………………108
23. Tabel 3.4 Pengelolaan dana Desa Tahun 2017…………………………………………109
24. Tabel 3.5 Pengelolaan Dana Desa Tahun 2018………………………………………...110
xvii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1.1 Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Desa…………………………..14
2. Gambar 2.1 Peta Desa Mapan Jaya………………………………………………………45
3. Gambar 2.1 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Mapan Jaya…………………………64
4. Gambar 2.2 Alur Penyusunan APBDes Mapan Jaya…………………………………….70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah Desa sering kali dikenal dengan masyarakat miskin, tradisional dan kuno atau
kolot. Namun sebenarnya Desa mempunyai keleluhuran dan kearifan lokal yang luar biasa
banyak. Desa adalah pelopor suatu Negara, tanpa adanya Desa maka tidak akan ada suatu
Negara, Desa juga memiliki sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh.
Dengan disahkannya UU NO 6 tahun 2014 tentang Desa, diharapkan segala
kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa dapat diakomodir dengan lebih baik. Pemberian
kesempatan yang lebih besar bagi Desa untuk mengurus tata Pemerintahannya sendiri serta
pemerataan pelaksanaan pembangunan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat Desa. Sehingga permasalahan seperti kesenjangan antar wilayah,
kemiskinan, dan masalah sosial budaya lainnya dapat diminimalisir.
UU Nomor 6 Tahun 2014 beserta peraturan pelaksanaannya telah mengamanatkan
Pemerintah Desa untuk lebih mandiri dalam mengelola Pemerintahan dan berbagai sumber
daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik
Desa. Desa kini mendapatkan perhatian khusus, dimana Desa menjadi ujung tonggak
perubahan paradigma pengaturan Desa. Desa tidak lagi dianggap sebagai objek
pembangunan, melainkan ditempatkan menjadi subjek dan ujung tombak pembangunan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan untuk mengatur dan
mengurus urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan
adanya 2 asas penting yaitu, rekognisi dan subsidiaritas. Desa diberikan pengakuan serta
2
penghargaan untuk mengatur kewenangannya sendiri sesuai hal-hal strategis yang ada di
Desa. Dalam menjalankan roda Pemerintahanya Desa mempunyai 4 kewenangan,
Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa tersebut, memberikan perubahan
secara signifikan dalam tata kelola Pemerintahan Desa. Desa-desa di Indonesia akan
mengalami reposisi dan pendekatan baru dalam pelaksanaan pembangunan dan tata kelola
Pemerintahannya. Pada hakikatnya UU Desa memiliki visi dan rekayasa yang memberikan
kewenangan luas kepada Desa melalui empat kewenangan Desa. Dana Desa adalah dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukan bagi Desa dan
Desa adat yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota
dan digunakan untuk membiayai empat kewenangan Desa.
Pada Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2016 menyebutkan bahwa, dalam rangka
pelaksanaan, pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi Dana Desa yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, perlu menyesuaikan dan menyempurnakan
Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.
22 tahun 2015 tentang perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara agar Dana Desa
lebih efektif dan efisien.
Pada kenyataanya, Dana Desa tidak hanya memberikan hasil positif yang telah
dicapai, berdasarkan hasil evaluasi pengelolaan Dana Desa oleh Pemerintah masih terdapat
3
beberapa permasalahan dalam pengelolaan Dana Desa yang perlu dijadikan perbaikan regulasi
dan penyempurnaan pengelolaan Dana Desa. Hal ini dibuktikan dengan adanya kendala
dalam penyaluran dan penggunaan Dana Desa berdasarkan hasil evaluasi pengelolaan Dana
Desa oleh Menteri Keuangan tahun 2017 dalam buku saku Dana Desa sebagai berikut;
Kendala penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD:
a. Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tatacara penghitungan Dana Desa belum sesuai
ketentuan.
b. Laporan realisasi penyaluran dan penggunaan belum disampaikan.
c. Daerah mengajukan penyaluran tahap II pada 2 bulan terakhir. Kondisi Akhir 2016
terdapat DD yang tidak tersalur dari RN ke RKUD sebesar Rp302,7M.
Kendala penyaluran DD dari RKUD ke RKD:
a. APBDesa belum/terlambat ditetapkan, Perubahan regulasi,
b. Dokumen perencanaan & laporan penggunaan belum ada,
c. Pergantian kepala desa.
Kendala Penggunaan
Penggunaan Dana Desa di luar bidang prioritas.
Pengeluaran Dana Desa tidak didukung dengan bukti yang memadai.
Pekerjaan yang diutamakan secara swakelola dikerjakan oleh pihak ketiga.
Pemungutan dan penyetoran pajak tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Desa belum mengenal mekanisme uang persediaan, sehingga dana yang telah disalurkan
ke RKDesa, ditarik dan disimpan di luar RKDesa.
Belanja di luar yang telah dianggarkan APBDesa.
4
Setelah hampir 4 tahun digulirkann kebijakan Pemerintah dalam pemberian Dana
Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada seluruh
Desa di Indonesia, memunculkan pertanyaan besar “sudahkah Pengelolaan Dana Desa
tersebut untuk kesejahteraan warga Desa”?. Dana Desa yang sudah digelontorkan Pemerintah
dalam 4 (empat) tahun terakhir bukan hanya untuk membangun infrastruktur, tapi juga untuk
membangun sumber daya manusia, membangun lingkungan di perdesaan-perdesaan.
Pada awal pemberian Dana Desa, banyak orang khawatir bahwa Pemerintah Desa
dengan kualitas dan kuantitas aparatur yang dimilikinya tidak mampu untuk mengelola Dana
Desa, bahkan banyak yang khawatir bahwa Dana Desa itu akan dikorupsi oleh para elit Desa.
Inilah permasalahan besar sekaligus tantangan besar bagi Pemerintahan Jokowi-JK untuk
mengawal kebijakan yang cukup berani dalam memberikan kepercayaan kepada Pemerintah
Desa untuk Kesejahteraan Warga.
Undang-Undang Desa telah menempatkan Desa sebagai ujung tombak pembangunan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan dan sumber dana
yang memadai agar dapat mengelola potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi
dan kesejahtaraan masyarakat. Setiap tahun Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana
Desa yang cukup besar untuk diberikan kepada Desa. Sehingga Jumlah Dana Desa yang
dikuncurkan oleh Pemerintah Pusat dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan yang yang
sangat signifikan. Adapun datanya sebagai berikut:
Pada tahun 2015, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp.20,7 triliun, dengan rata-rata setiap
Desa mendapatkan alokasi sebesar Rp.280 juta.
Pada tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp.46,98 triliun dengan rata-rata setiap
Desa sebesar Rp.628 juta.
5
Dan di tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp.60,00 Triliun dengan rata-rata setiap
Desa sebesar Rp.800 juta.
Pada tahun 2018 Dana Desa yang dikuncurkan oleh Pemerintah Pusat sama dengan tahun
2017, yaitu Rp. 60,00 trilyun dengan rata-rata per Desa Rp.800 juta.
Dana Desa pada tahun 2019 diharapkan naik menjadi Rp.73,00 trilyun dengan rata-rata
per Desa Rp.973 juta.
Dana Desa dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan dan akuntabel dengan memperhatikan rasa keadilan
dan kepatuhan serta mengutamakan kepentingan masyarakat (UU No. 6 Tahun 2014 Pasal 2
tentang Desa).
Namun pada kenyataannya yang terjadi di lapangan, peran dan tanggung jawab yang
diterima oleh Desa belum diimbangi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai
baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kendala umum lainnya yaitu Desa belum memiliki
prosedur serta dukungan sarana dan prasarana dalam pengelolaan keuangannya serta
kritisnya masyarakat atas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Besarnya dana yang harus dikelola oleh Pemerintah Desa memiliki resiko yang cukup tinggi
dalam pengelolaannya, khususnya bagi aparatur Pemerintah Desa, sehingga sering terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan Dana Desa. Aparatur Pemerintah Desa
dan masyarakat Desa yang direpresentasikan oleh BPD harus memiliki pemahaman atas
peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya, serta memiliki kemampuan untuk
melaksanakan pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta mengelola Dana Desa
sesuai ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, sehingga kepentingan
masyarakat dapat terpenuhi.
6
Pada proses Penyaluran Dana Desa dari Pemerintah, Desa tidak sembarangan
menerima tetapi Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pada pasal 16 menyebutkan bahwa
Penyaluran Dana Desa dilakukan secara bertahap pada tahun anggaran berjalan dan
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterima di RKUD. Selanjutnya pada
pasal 17 ayat 1 menyebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD dilakukan
setelah Menteri menerima dari Bupati/Walikota yaitu peraturan daerah mengenai APBD
kabupaten/kota tahun berjalan, peraturan Bupati/Walikota mengenai tata cara pembagian
dan penetapan rincian Dana Desa serta laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi
penggunaan Dana Desa tahap sebelumnya. Selanjutnya pada ayat 2 menyebutkan bahwa
penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD dilakukan setelah Bupati/Walikota menerima
dari kepala Desa baik itu peraturan Desa mengenai APBDes tahun anggaran berjalan dan
laporan realisasi penggunaan Dana Desa tahap sebelumnya.
Pada Peraturan Bupati Sintang No. 7 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa keuangan Desa dikelola berdasarkan
asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan secara tertib dan disiplin
anggaran. Yang mana pemegang kekuasaan dalam penggelolaan keuangan Desa adalah
kepala Desa yang mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan Desa yang
dipisahkan tercantum dalam pasal 3 ayat (1).
Selanjutnya tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa di
kabupaten Sintang tercantum dalam Peraturan Bupati Sintang No. 22 Tahun 2015, yang
mana terdapat dalam pasal 5 menyatakan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan melalui
7
pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Daerah ke Rekening Kas Umum Desa, yang
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah Dana Desa diterima di Rekening Kas
Umum Daerah dan dilakukan penyaluran secara bertahap ke Desa tujuan:
a. Tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh perseratus)
b. Tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh perseratus)
c. Tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh perseratus)
Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2016 tentang Dana Desa, Desa diberi kewenangan penuh
untuk mengelola dan mengatur proses penyelenggaraan Pemerintahan di Desa, termasuk
dalam penngunaan Dana Desa. Orang yang berperan penting dalam hal ini adalah
Pemerintah Desa. Tetapi pada kenyataannya, pada saat ini masih banyak Pemerintah Desa
belum memahami dengan baik tentang pengelolaan dan kegunaan Dana Desa, sehingga
perlu di lihat Implikasi Pemberian Dana Desa tersebut terhadap Kesejahteran Warga Desa.
Alasan peneliti memilih judul ini, karena melihat bahwa dengan dikeluarkannya
Undang-Undang N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun
2016 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, sudah termuat bagaimana penggunaan
dan pelaporan atau pertanggung jawaban mengenai Dana Desa, hanya saja apakah Dana
Desa diperuntukan bagi kesejahteraan warga Desa tetapi pada kenyataannya ada beberapa
kepala Desa dan Perangkat Desa belum memahami dengan baik makna dan tujuan dari
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut. Sehingga dalam pelaksanaan
kewenangan Desa dalam mengelola proses pelaksanaan pembangunan Desa dari berbagai
aspek baik aspek sosial, ekonomi, pendidikan dan lainnya, masih belum terlaksana dengan
baik, mengingat banyaknya Pemerintah Desa yang belum memahami kewenangan dalam
8
menjalankan roda Pemerintahan di Desa terutama dalam penggunaan dan pengelolaan Dana
Desa, maka dari itu peneliti ingin melihat bagaimana Pengelolaan Dana Desa terhadap
Kesejahteraan Warga Desa tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, inilah yang menarik peneliti untuk
mengetahui dan meneliti lebih mendalam tentang “Pengelolaan Dana Desa dalam
mewujudkan Kesejahteraan Warga di Desa Mapan Jaya, Kecamatan Kayan Hulu,
Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dikemukan diatas, maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut : “ Bagaimana Pengelolaan Dana Desa dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Warga”?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengelolaan Dana
Desa dalam Mewujudkan Kesejahteraan Warga.
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Akademis
Penelitian ini dapat bermanfaat dan dijadikan gambaran serta menambah wawasan
pembaca dalam mengkaji Pengelolaan Dana Desa dalam mewujudkan Kesejahteraan
Warga.
b. Secara Praktis
Diharapkan dengan adanya penelitian ini maka dapat memberikan manfaat serta masukan
bagi berbagai pihak khususnya kepada Pemerintah Desa Mapan Jaya, Kecamatan Kayan
9
Hulu, Kabupaten sintang, Provinsi Kalimantan Barat dalam melihat Pengelolaan Dana
Desa terhadap Kesejahteraan Warga.
E. Kerangka Konseptual
1. Desa
Desa berasal dari bahasa Sansekerta Dhesi yang berarti “Tanah Kelahiran”. Desa
identik dengan kehidupan yang tradisional atau kuno dan kesederhanaan yang dimiliki.
Penyebutan “Desa” disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di daerah setempat.
Sebutan lain untuk Desa misalnya “huta/nagori” di Sumatera Utara, “gampong” di
Aceh, “nagari” di Minangkabau, “marga” di Sumatera di bagian selatan, “tiuh” atau
“pekon” di Lampung, “desa pakrama/desa adat” di Bali, “lembang” di Toraja, “banua”
dan “wanua” di Kalimantan, dan “negeri” di Maluku. Berikut beberapa pengertian
Desa menurut Undang-Undang dan para ahli:
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Desa adalah Desa yang
memiliki batas wilayah dan kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan hak asal usul
yang diakui dan dihormati, artinya dengan munculnya undang-undang Desa berarti
10
Desa diberi kewenangan untuk mengatur diri sendiri sesuai hak asal usul berdasarkan
asas rekognisi.
b. Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia
Desa adalah kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang
mempunyai sistem Pemerintahan sendiri (dikepalai oleh Kepala Desa) atau Desa
merupakan kelompok rumah diluar kota yang merupakan kesatuan
(Poerwadarminta, 2005:115).
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Desa memiliki wilayah
yang dihuni oleh sejumlah kepala keluarga yang dikepalai oleh kepala Desa dan
memiliki system Pemerintahan sendiri, artinya bahwa Desa mempunyai kewenangan
sendiri untuk mengatur dan mengurus sistem Pemerintahan melalui Pemerintah Desa
yang menjalankan fungsi masing-masing.
c. R. Bintarto
Bintarto berpendapat bahwa desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi,
sosial, ekonomi, politik, serta kultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungan
dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Desa ialah perwujudan
geografis, sosial, ekonomi, politik, serta kultural. Artinya bahwa Desa memiliki
geografis jauh dari keramaian kota dan mata pencahariannya dibidang agraris,
kondisi sosialnya masih homogen, dan kondisi ekonomi masih rendah sehingga
masyarakat di Desa dalam hubungan pengaruhnya membutuhkan bantuan pihak lain.
11
d. Rifhi Siddiq
Rifhi Siddiq mengemukakan bahwa desa adalah suatu wilayah yang mempunyai
tingkat kepadatan rendah yang dihuni oleh penduduk dengan interaksi sosial yang
bersifat homogen, bermata pencaharian di bidang agraris serta mampu berinteraksi
dengan wilayah lain di sekitarnya.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan pengertian Desa adalah penduduk
yang memiliki tingkat kepadatan rendah dengan interaksi sosial yang bersifat
homogen dan bermata pencaharian agraris.
2. Dana Desa
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota
dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah
menganggarkan Dana Desa secara nasional dalam APBN setiap tahun.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
yan bersumber dari APBN, pasal (1) ayat (2) menyebutkan bahwa Dana Desa adalah
dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota
dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan kemasyarakatan. (PP RI
No. 8 Tahun 2016:100).
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua terhadap Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN ini
12
antara lain dimaksudkan agar meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan Dana
Desa dengan memperbaiki tahapan penyaluran Dana Desa. Percepatan Penyaluran Dana
Desa ke Desa, harus tetap memperbaiki aspek akuntabilitas, oleh karena itu penyaluran
Dana Desa dilakukan berdasarkan kinerja atas penyaluran dan penggunaan Dana Desa
sebelumnya. Dalam rangka mendorong kinerja penyaluran dan penggunaan Dana Desa
yang telah disalurkan tersebut. Mekanisme pelaporan Dana Desa baik dari Desa ke
Kabupaten/Kota maupun dari Kabupaten/Kota ke Pemerintah akan lebih dipertajam
sehingga pelaporan tersebut dibuat sejalan dengan penyaluran Dana Desa. (Undang-
Undang No. 6 Tahun 2014 : 98-105)
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 72 ayat (2) menyebutkan bahwa Alokasi
anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari Belanja Pusat
dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.
Penjelasan Pasal 72 ayat (2): Besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke
Desa ditentukan 10% dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap.
Anggaran yang bersumber dari APBN dihitung berdasarkan jumlah Desa dan
dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah,
dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan
pemerataan pembangunan Desa.
Berdasarkan besaran Dana Desa setiap Kabupaten/Kota, bupati/walikota menetapkan
besaran Dana Desa untuk setiap Desa di wilayahnya. Tata cara pembagian dan penetapan
besaran Dana Desa setiap Desa ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.
Kabupaten/Kota menghitung besaran Dana Desa untuk setiap Desa berdasarkan jumlah
13
penduduk Desa, luas wilayah Desa, angka kemiskinan Desa, dan tingkat kesulitan
geografis.
Adapun Mekanisme dari Penerimaan Dana Desa itu sendiri, Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai mekanisme dalam PP Nomor 60 Tahun 2014, akan menerima
Dana Desa yang selanjutnya akan diteruskan ke Desa. Penerimaan Dana Desa dari
Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) akan
dicatat sebagai Pendapatan Transfer-Pendapatan Transfer lainnya, sedangkan penyaluran
ke Desa akan dicatat sebagai Transfer ke Desa.
Yang dimaksud dengan “Dana Desa” adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukan bagi Desa yang ditransfer melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk
membiayai penyelenggaran Pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
3. Pengelolaan Dana Desa
A. Keuangan Desa
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Keuangan Desa adalah semua hak dan
kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan
barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Keuangan
Desa adalah barang publik (public goods) yang sangat langka dan terbatas, tetapi uang
sangat dibutuhkan untuk membiayai banyak kebutuhan dan kegiatan. Pemerintah Desa
dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pasti pusing memikirkan begitu
14
banyaknya kebutuhan dan kegiatan Desa, padahal uang yang tersedia sangat terbatas.
Karena itu, Pemerintah Desa dan BPD ditantang untuk mengelola keuangan Desa
secara baik dengan dasar penentuan skala prioritas. Beberapa prinsip pengelolaan
keuangan Desa yang baik antara lain:
1.) Rancangan APBDes yang berbasis program;
2.) Rancangan APBDes yang berdasarkan pada partisipasi unsur-unsur masyarakat dari
bawah;
3.) Keuangan dikelola secara bertanggungjawab (akuntabilitas), keterbukaan
(transparasi), dan daya tanggap (responsivitas), terhadap prioritas kebutuhan
masyarakat;
4.) Memelihara dan mengembangkan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan (pelayanan dan pemberdayaan).
B. Pengelolaan Keuangan Desa
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pengelolaan Keuangan Desa adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan Desa. Pengelolaan Keuangan Desa
mencakup:
1.) Perencanaan (penyusunan) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
2.) Pendapatan dan Belanja;
3.) Pengumpulan pendapatan (atau sering disebut ekstraksi) dari berbagai sumber:
pendapatan asli Desa, swadaya masyarakat, bantuan dari Pemerintah atasan, dan
lain-lain;
15
4.) Pembelanjaan atau alokasi.
Keuangan Desa sangat terkait dengan Pemerintahan, kemasyarakatan dan
pembangunan, untuk itu ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan.
Pertama, pengelolaan keuangan bukan hanya menjadi kewenangan Pemerintah
Desa, tetapi juga menjadi hak milik masyarakat, karena itu perlu partisipasi
masyarakat dalam perencanaan APBDes, masyarakat perlu mengetahui secara
transparan kondisi keuangan Desa, dan Pemerintah Desa wajib bertanggungjawab
mengelola keuangan. Kedua, dalam sektor pemerintahan, keuangan Desa tidak
semata dialokasikan untuk gaji pamong (konsumsi), tetapi bagaimana alokasi itu
juga bias mendorong peningkatan kemampuan SDM pamong Desa. Ketiga, bidang-
bidang kemasyarakatan juga perlu dijadikan sebagai bagian dari program Desa dan
perlu memperoleh dukungan dana yang cukup.
Keuangan Desa memiliki ruang lingkup pengelolaan yang tidak jauh berbeda
dibandingkan pengelolaan keuangan Pemerintah pusat maupun Pemerintahan
daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Dengan keterbatasan jumlah dana yang
dikelola dan jumlah maupun kapasitas SDM yang mengelola keuangan Desa, maka
tidak mengorbankan asas transparansi dan akuntabilitas. Dalam pengelolaan Dana
Desa, perlu juga mengidentifikasi adanya risiko terjadinya kesalahan baik bersifat
administrative maupun substantive yang dapat mengakibatkan terjadinya
permasalahan hukum mengingat belum memadainya kompetensi kepala Desa dan
aparat Desa dalam hal penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban
keuangan Desa (Didit Herlianto, 2017:4).
16
Gambar 1.1
Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Desa
Sumber: diolah dari PP No.43/2014 Pasal 62 dan 64 serta Permendagri Nomor 113 Tahun 2014
Pasal 13, Penanamaan Seksi bersifat tidak mengikat, disesuaikan dengan ketentuan SOTK Desa
yang diatur lebih lanjut dengan Peratuan Kepala Daerah.
STRUKTUR ORGANISASI
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
SEKRETARIS
Koordinator PTPKD
KEPALA SEKSI
Pelaksanaan Kegiatan BidangPenyelenggaraan Pemerintahan Desa
KEPALA SEKSI
Pelaksanaan Kegiatan Bidang PembinaanKemasyarakatan Desa
Bendahara Desa
Urusan Keuangan
……………………….
Urusan Program
KEPALA DESA
Pemegang Kekuasaan PengelolaanKeuangan Desa
KEPALA SEKSI
Pelaksanaan Kegiatan BidangPembangunan dan Pemberdayaan Desa
………………………
Urusan Umum
17
1.) Kepala Desa
Kepala Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dan
mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik Desa yang dipisahkan.
Dalam hal ini, kepala Desa memiliki kewenangan:
a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDes;
b. Menetapkan Pelaksanaan Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD);
c. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan Desa;
d. Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDes;
e. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDes.
Kepala Desa memegang jabatan 6 tahun terhitung tanggal pelantikan dan dapat
menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak
secara berturut-turut. Dalam melaksanakan kekuasaan Pengelolaan Keuangan
Desa, kepala Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa.
2.) Sekretaris Desa
Sekretaris Desa selaku Koordinator PTPKD membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan Pengelolaan Keuangan Desa, dengan tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDes;
b. Menyusun rancangan peraturan Desa mengenai APBDes, perubahan APBDes dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes;
c. Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan
dalam APBDes;
d. Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes;
18
e. Melakukan verifikasi terhadap Rencana Anggaran Belanja (RAB), bukti-bukti
penerimaan dan pengeluaran APBDes (SPP).
Sekretaris Desa mendapatkan pelimpahan kewenangan dari Kepala Desa dalam
melaksanakan Pengelolaan Keuangan Desa, dan bertanggungjawab kepada kepala
Desa.
3.) Kepala Seksi
Kepala seksi merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang bertindak sebagai
pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya. Sesuai Pasal 64 PP Nomor 43 Tahun
2014 dinyatakan bahwa Desa paling banyak terdiri dari 3 (tiga) seksi. Kepala seksi
mempunyai tugas:
a. Menyusun RAB kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya;
b. Melaksanakan kegiatan dan/atau bersama Lembaga Kemasyarakatan Desa yang
telah ditetapkan di dalam APBDes;
c. Mengendalikan pelaksanaan dengan melakukan pencatatan dalam Buku Pembantu
Kas Kegiatan;
d. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa;
e. Mengajukan SPP dan melengkapinya dengan bukti-bukti pendukung atas beban
pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
4.) Bendahara Desa
Bendahara Desa merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang dijabat oleh
kepala/staf urusan keuangan dan memiliki tugas untuk membantu Sekretaris Desa.
Bendahara Desa mengelola keuangan Desa yang meliputi penerimaan pendapatan
Desa dan pengeluaran/pembiayaan dalam rangka pelaksanaan APBDes.
19
Penatausahaan dilakukan dengan menggunakan Buku Kas Umum, Buku Kas
Pembantu Pajak, dan Buku Bank. Penatausahaan yang dilakukan antara lain meliputi:
a. Menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar;
b. Memungut dan menyetorkan PPh dan pajak lainnya;
c. Melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup
buku setiap akhir bulan secara tertib;
d. Mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.
C. Asas Pengelolaan Keuangan Desa
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Keuangan Desa dikelola berdasarkan
asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin
anggaran. Pengelolaan keuangan Desa dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran
yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
1.) Transparan
Prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapat akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan Desa. Asas yang
membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan
tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.) Akuntabel
Perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan
pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercaya dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan
20
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan
Desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Desa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
3.) Partisipatif
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang mengikutsertakan kelembagaan Desa
dan unsur masyarakat Desa;
4.) Tertib dan disiplin anggaran
Pengelolaan keuangan Desa harus mengacu pada aturan atau pedoman yang
melandasinya (Herry Kamaroesid, 2017:281).
D. Tahap Pengelolaan Keuangan Desa
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pengelolaan Keuangan
Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan Desa. Untuk dapat
melakukan pengelolaan lebih baik maka tahapan atau siklus Pengelolaan Keuangan
Desa bias dimulai dari:
a. Proses Perencanaan dan Penganggaran Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini terkait dengan program Desa, dalam
perencanaan program Desa dapat melibatkan partisipasi masyarakat, dengan
mengoptimalkan musyawarah Desa. Perencanaan program mencakup bidang
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Program berangkat dari
aspirasi, kebutuhan, potensi dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dalam
perencanaan perlu penentuan prioritas kebutuhan perencanaan program Desa,
21
penentuan prioritas program sebaiknya melibatkan partisipasi masyarakat.
Perencanaan program yang partisipatif dari bawah dan menyeluruh memang
membutuhkan tenaga besar, waktu panjang dan melelahkan. Banyak orang yang
jengkel dan tidak sabar dengan partisipasi karena terlalu banyak bicara, lambat,
dan katanya tidak membuahkan hasil. Tetapi, partisipasi sebenarnya akan
memberikan manfaat yang sangat besar pada Pemerintah dan masyarakat Desa.
Dalam perencanaan perlu menyusun sasaran atau hasil-hasil yang akan
dicapai dari masing-masing program operasional Desa. Disamping itu perlu juga
merancang agenda kegiatan untuk mencapai hasil-hasil dari rencana program dan
merancang jadwal kegiatan program dalam satu tahun.
Selanjutnya penganggaran, pada prinsipnya penganggaran adalah
merancang kebutuhan dana yang digunakan untuk membiayai program dan
kegiatan Desa di bidang Pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan.
Menentukan besaran dana yang digunakan untuk membiayai program dan
kegiatan atau sering disebut dengan pos pengeluaran (belanja). Mengidentifikasi
sumber-sumber pendapatan (baik pendapatan asli Desa maupun Pemerintah)
untuk membiayai pos pengeluaran yang sudah direncanakan. Dalam proses
penganggaran pada prinsipnya perlu menentukan terlebih dahulu pos pengeluaran
(belanja), baru pos pendapatan.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan terkait dengan pelaksanaan program yaitu kegiatan mengelola
dan mengerakan sumberdaya manusia dan dana untuk menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan yang sudah dirumuskan dalam perencanaan sesuai dengan
22
jadwal (waktu) yang ditentukan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan program:
Pemerintah Desa bertanggungjawab melaksanakan program kegiatan.
Pemerintah Desa yang dibantu oleh Dusun, RT, RW mengumpulkan dana
(pendapatan) untuk membiayai pengeluaran.
Pemerintah Desa mengalokasikan dana untuk membiayai pelaksanaan
kegiatan.
Kepala Desa melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap jalannya
kegiatan Pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunaan.
Masyarakat ikut menyumbangkan tenaga, dana, dan ikut berpartisipasi
mengawasi jalannya pelaksanaan kegiatan.
c. Penatausahaan
Penatausahaan merupakan kegiatan pencatatan yang khususnya dilakukan
oleh bendahara Desa. Media penatausahaan berupa buku kas umum, buku kas
pembantu pajak, buku bank Desa serta setiap bulan membuat laporan
pertanggungjawaban bendahara. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam
penatausahaan oleh bendahara desa meliputi:
1) Penatausahaan Penerimaan Desa
Penerimaan yang bersifat tunai yang diterima oleh Bendahara Desa
dibuatkan bukti kwitansi tanda terima dan dicatat oleh Bendahara Desa pada
Buku Kas Umum. Sedangkan untuk penerimaan yang bersifat transfer,
Bendahara Desa akan mendapatkan informasi dari bank berupa Nota Kredit
atas dana-dana yang masuk ke dalam Rekening Kas Desa. Berdasarkan nota
23
kredit ini selanjutnya Bendahara Desa melakukan pencatatan ke dalam Buku
Bank. Pencatatan penerimaan baik kas maupun transfer harus disertai dengan
bukti yang lengkap dan sah serta dicatat secara benar dan tertib. Selain
pencatatan pada Buku Kas Umum atau Buku Bank, Bendahara Desa juga
membukukan realisasi pendapatan ke dalam Buku Rincian Pendapatan.
2) Penatausahaan Belanja Desa
Belanja kegiatan yang bersifat tunai yang dikeluarkan oleh Bendahara
Desa dibuatkan bukti kwitansi pengeluaran dan dicatat oleh Bendahara Desa
pada Buku Kas Umum. Sedangkan untuk Belanja yang bersifat transfer
langsung ke pihak ketiga, Bendahara Desa melakukan pencatatan ke dalam
Buku Bank (tidak dicatat di BKU, karena BKU untuk transaksi tunai).
Pencatatan penerimaan baik kas maupun transfer harus disertai dengan bukti
yang lengkap dan sah serta dicatat secara benar dan tertib. Selain pencatatan
transaksi pada Buku Kas Umum atau Buku Bank, Bendahara Desa juga
mencatat kewajiban perpajakan yang dipotong/dipungut atas transaksi belanja
yang dilakukan. Atas pemotongan/pungutan pajak yang dilakukan, Bendahara
Desa mencatat dalam Buku Pajak pada kolom penerimaan. Ketika Bendahara
Desa melakukan penyetoran ke Kas Negara dengan batasan waktu yang diatur
dalam ketentuan perpajakan melalui form Surat Setor Pajak (SSP) maka
Bendahara Desa mencatat dalam Buku Pembantu Pajak pada kolom
Pengeluaran.
24
3) Penatausahaan Pembiayaan Desa
Seperti hal pencatatan pendapatan pada BKU/Buku Bank, untuk
membukukan Realisasi Pembiayaan, baik penerimaan pembiayaan maupun
pengeluaran pembiayaan dicatat dalam Buku Rincian Pembiayaan.
Pencatatan dalam Buku Rincian Pembiayaan berguna untuk mengklasifikasi
rincian dari realisasi pembiayaan. Pencatatn ini diperlukan agar dilaporkan ke
dalam Laporan Realisasi APBDes. Pencatatan seluruh penerimaan
pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan tersebut dilakukan secara
benar dan tertib.
4) Dokumen Penatausahaan Oleh Bendahara Desa
Bendahara Desa tidak menggunakan buku pembantu lain berupa Buku
Pembantu Panjar dan Buku Pembantu Rincian Objek Belanja karena telah
dilaksanakan oleh fungsi yang lain. Buku Pembantu Panjar secara sederhana
telah digantikan dengan Buku Pembantu Kegiatan yang dikelola Pelaksana
Kegiatan. Buku Pembantu Rincian Objek Belanja yang menggambarkan
akumulasi realisasi belanja dapat dilihat pada dokumen SPP terakhir yang
juga didokumentasikan oleh Pelaksana Kegiatan. Buku Pembantu Kas Tunai
tidak ada karena telah digantikan dengan Buku Kas Umum.
5) Laporan Bendahara Desa
Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan
pertanggungjawaban. Laporan Pertanggungjawaban ini disampaikan setiap
bulan kepada Kepala Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Sebelumnya, Bendahara Desa melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara
25
tertib, meliputi Buku Kas Umum, Buku Bank, Buku Pajak dan Buku Rincian
Pendapatan. Penutupan buku ini dilakukan bersama dengan Kepala Desa.
6) Penatausahaan Oleh Pelaksana Kegiatan
Penatausahaan yang dilakukan oleh Pelaksana Kegiatan berupa pencatatan
dalam Buku Kas Pembantu Kegiatan dan Laporan Kegiatan ketika kegiatan
sudah selesai. Buku Kas Pembantu Kegiatan mencatat penerimaan yang
diperoleh dari Bendahara Desa (panjar) atau dari masyarakat (swadaya) yang
telah dirupiahkan. Pengeluaran dicatat oleh Pelaksana Kegiatan atas belanja-
belanja yang telah dilakukan baik berupa belanja barang/jasa maupun belanja
modal. Atas saldo yang masih tersisa dan berada di pelaksana kegiatan, maka
dilakukan penyetoran kepada Bendahara Desa. Hal yang perlu menjadi
catatan adalah semua penerimaan dan pengeluaran tersebut didukung dengan
bukti yang sah dan lengkap, tidak hanya pengeluaran tetapi termasuk juga
penerimaan.
d. Laporan dan Pertanggungjawaban
Kepala Desa memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan. Laporan
tersebut bersifat periodik semesteran dan tahunan, yang disampaikan ke
Bupati/Walikota dan ada juga yang disampaikan ke BPD. Rincian laporan sebagai
berikut:
1) Laporan kepada Bupati/Walikota (melalui camat) meliputi:
a) Laporan Semesteran Realisasi Pelaksanaan APBDes
Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDes disampaikan kepada
Bupati/Walikota melalui camat, terdiri dari:
26
Laporan Semester Pertama, disampaikan paling lambat pada akhir
bulan Juli tahun berjalan;
Laporan Semester Akhir Tahun, disampaikan paling lambat pada akhir
bulan Januari tahun berikutnya.
b) Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes kepada
Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran
Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes Setiap
Akhir Tahun Anggaran disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui
camat setelah Pemerintah Desa dan BPD telah sepakat terhadap Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes dalam bentuk
Peraturan Desa. Selanjutnya Perdes ini disampaikan kepada
Bupati/Walikota sebagai bagian tidak terpisahkan dari Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Laporan disampaikan paling lambat
1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berkenaan.
c) Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa disampaikan kepada
Bupati/Walikota setiap semester. Penyampaian laporan realisasi
penggunaan Dana Desa dilakukan:
Untuk semester I paling lambat minggu keempat bulan Juli tahun
anggaran berjalan.
Untuk semester II paling lambat minggu keempat bulan Januari tahun
anggaran berikutnya.
2) Laporan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
27
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes
terdiri dari Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes merupakan laporan yang
disampaikan secara periodik kepada BPD terhadap pelaksanaan APBDes yang
telah disepakati di awal tahun dalam bentuk Peraturan Desa. Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes meliputi:
a) Format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes
Tahun Anggaran berkenaan;
b) Format Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran
berkenaan;
c) Format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang Masuk
ke Desa.
e. Pengawasan dan Evaluasi
Pengawasan dan evaluasi sangat penting untuk menilai apakah pelaksanaan
program sesuai dengan rencana, apakah dana digunakan sebagaimana mestinya,
apakah kegiatan mencapai hasil sesuai dengan rencana, serta merumuskan agenda
bersama untuk perbaikan pada tahun berikutnya. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengawasan dan evaluasi:
BPD bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
ditangani oleh Pemerintah Desa.
Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat bersama-sama meninjau kembali
apakah pelaksanaan kegiatan sudah sesuai dengan perencanaan.
28
Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat bersama-sama menilai capaian hasil
pelaksanaan kegiatan serta masalah dan kendala yang muncul.
Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat bersama-sama mencari faktor-faktor
penyebab masalah dan solusi untuk perbaikan pada perencanaan berikutnya.
BPD dan masyarakat menilai apakah dana digunakan sebagaimana mestinya
secara efisien dan efektif.
Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban program dan
keuangan kepada BPD, masyarakat dan kabupaten.
Disamping hal tersebut diatas Pemerintah Provinsi wajib membina dan mengawasi
pemberian dan penyaluran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, dan Bagi Hasil Pajak dan
Retribusi Daerah dari Kabupaten/Kota kepada Desa. Pemerintah Kabupaten/Kota wajib
membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa (Didit Herlianto,
2017:10-18).
4. Kesejahteraan masyarakat
Istilah kesejahteraan sosial sering kali diartikan sebagai kondisi sejahtera (konsepsi
pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya
yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan
kesehatan. Pengertian seperti ini menempatkan kesejahteraan sebagai tujuan dari suatu
kegiatan pembangunan. Misalnya, tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan sosial masyarakat. Pemaknaan kesejahteraan sebagai arena menempatkan
kesejahteraan sebagai arena atau wahana atau alat untuk mencapai tujuan pembangunan
(Edi Suharto 2005:3).
29
Adapun menurut Todaro dan Stephen C. (2006:21) kesejahteraan masyarakat
menunjukan ukuran hasil pembangunan masyarakat dalam mencapai kehidupan ynag
lebih baik meliputi :
a. Peningkatan kemampuan dan pemerataan distribusi kebutuhan dasar seperti makanan,
perumahan, kesehatan dan lingkungan.
b. Peningkatan tingkat kehidupan, pendapatan, pendidikan yang lebih baik dan
peningkatan etensi terhadap budaya dan nilai-nilai kemanusiaan.
c. Memperluas skala ekonomi dan ketersediaan pilihan sosial dari individu dan bangsa.
Definisi kesejahteraan dalam konsep dunia modern yaitu suatu kondisi dimana seorang
dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat
tinggal, air minum yang bersih serta kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki
pekerjaan yang memadai yang dapat menunjang kualitas hidupnya sehingga memiliki status
sosial yang mengantarkan pada status sosial yang sama terhadap sesama warga lainnya. Kalau
menurut HAM, maka defenisi kesejahteraan kurang lebih berbunyi bahwa setiap laki-laki
ataupun perempuan, pemuda dan anak kecil memiliki hak untuk hidup layak baik dari segi
kesehatan, makanan, minuman, perumahan, dan jasa sosial, jika tidak maka hal tersebut
melanggar HAM (Basri, 2005:24).
Kesejahteraan masyarakat adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan dasar yang tercermin
dari rumah yang layak, tercukupinya kebutuhan sandang, papan dan pangan, biaya pendidikan
dan kesehatan yang murah dan berkualitas atau kondisi dimana setiap individu mampu
memaksimalkan utilitasnya pada tingkat batas anggaran tertentu dan kondisi dimana
tercukupinya kebutuhan jasmani dan rohani.
30
Kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari kesejahteraan sosial, sebab kesejahteraan
sosial adalah segala sesuatu yang mencakup secara luas berbagai tindakan yang dilakukan
oleh manusia untuk mencapai hidup yang lebih baik. Kata “Kesejahteraan Sosial” itu sendiri
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (Isbandi Rukminto adi, 2018:4-10)
1.) Kesejahteraan Sosial Sebagai Suatu Keadaan (Kondisi)
Kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta
ketika berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik; ketika kebutuhan
manusia dapat terpenuhi dimaksimalisasikan dan terdiri dari tiga elemen utama, yaitu;
a. Tingkatan di mana suatu masalah sosial dapat dikelola (the degree to which social
problems are managed);
b. Sejauhmana kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi (the extent to which needs are
met); dan
c. Tingkatan di mana kesempatan untuk mengembangkan diri disediakan ataupun
difasilitasi oleh Pemerintah (the degree to which opportunities for advancement are
provided).
Ketiga unsur elemen di atas menjadi elemen utama ataupun ‘parameter umum’ untuk
melihat apakah suatu masyarakat kondisi kesejahteraannya (social well-being) lebih baik
dibandingkan dengan masyarakat yang lain.
Di Indonesia, pandangan yang melihat kesejahteran sosial sebagai suatu keadaan
atau kondisi kehidupan masyarakat antara lain dapat dilihat dari pengertian kesejahteraan
sosial yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, dalam pasal 1 ayat (1): “Kesejahteraan sosial ialah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat
31
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya”.
2.) Kesejahteraan sosial dalam kaitan dengan Pembangunan Sektoral
a. Kesejahteraan sosial dalam arti sempit, yaitu salah satu sektor dalam pembangunan.
b. Kesejahteraan sosial dalam arti luas, yaitu bidang yang dikerjakan oleh Kementrian
Koordinator bidang Kesejahteraan rakyat (Kemenko Kesra), serta Kementrian
Koordinator Bidang Ekuin.
Pendefenisian Kesejahteraan Sosial berdasarkan sektor pembangunan ini, antara lain
terlihat dari apa yang dikemukakan Spicker terkait dengan pembahasan kebijakan sosial.
Spicker (1995:3) dalam membahas kebijakan sosial mengemukakan ada lima aspek
utama yang harus dipindahkan. Ke lima aspek ini dikenal dengan nama “big five”, yaitu:
1) Kesehatan;
2) Pendidikan;
3) Perumahan;
4) Jaminan Sosial; dan
5) Pekerjaan Sosial.
3.) Kesejahteraan Sosial sebagai Suatu Layanan dan/atau Sistem Layanan
Kesejahteraan Sosial merupakan sistem yang terorganisasi dari berbagai institusi dan
layanan sosial yang dirancang guna membantu individu ataupun kelompok agar dapat
mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan (Friedlander, 1980).
Selanjutnya Kesejahteraan Sosial juga diungkapkan oleh Zastrow mengutip dari
pengertian Kesejahteraan Sosial dari the National Association of Social Workers
(NASW), Kesejahteraan Sosial adalah suatu sistem nasional tentang berbagai program,
32
manfaat dan layanan yang bertujuan untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan
sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang merupakan hal yang mendasar untuk
memelihara dan mempertahankan suatu masyarakat (Zastrow, 2010:3).
4.) Kesejahteraan Sosial sebagai Suatu Ilmu
Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu dapat di defenisikan sebagai berikut;
a. Ilmu yang mencoba mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk
meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat, baik level mikro, mezzo maupun
makro (Adi, 2003:42).
b. The study of agencies, programs, personnel and policies which focus on the delivery
of social services to individuals, groups and communities (Zastrow, 2010:3).
c. Ilmu terapan yang mengkaji dan mengembangkan kerangka pemikiran serta
metodologi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup (kondisi)
masyarakat antara lain melalui pengelolaan masalah sosial; pemenuhan kebutuhan
hidup masyarakat, dan pemaksimalan kesempatan anggota masyarakat untuk
berkembang (Adi, 2005:17).
Dari ketiga definisi diatas, Kesejahteraan Sosial adalah ilmu yang bersifat terapan,
karena itu kajiannya sangat terkait dengan suatu intervensi sosial (perubahan sosial
terencana) yang dilakukan oleh pelaku perubahan (change agents) terhadap berbagai
sasaran perubahan (target of change) yang terdiri dari individu, keluarga dan kelompok
kecil (level mikro), komunitas dan organisasi (level mazzo), dan masyarakat yang lebih
tingkat global (level makro).
33
F. Ruang Lingkup
Dari uraian konseptual tersebut yang dimaksud dengan Pengelolaan Dana Desa dalam
mewujudkan Kesejahteraan Warga dalam penelitian ini adalah Pengelolaan Dana Desa yang
dikelola oleh Pemerintah Desa, yang berasal dari Pemerintah Pusat atau yang disebut dana
APBN pada Kesejahteraan Warga.
Asepek-aspek yang diteliti dalam Pengelolaan Dana Desa sebagai berikut:
1. Perencanaan Dana Desa dalam Mewujudkan Kesejahteraan Warga.
2. Pelaksanaan Dana Desa dalam Mewujudkan Kesejahteraan Warga.
3. Penatausahaan Dana Desa dalam Mewujudkan Kesejahteraan Warga.
4. Pelaporan Dana Desa dalam Mewujudkan Kesejahteraan Warga.
G. Unit Analisis
a) Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada skripsi ini adalah tentang Pengelolaan Dana Desa dalam
mewujudkan Kesejahteraan Warga di Desa Mapan Jaya, Kecamatan Kayan Hulu,
Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Maka teknik pengambilan informan atau
narasumber tidak dibatasi, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan kelengkapan data
bagi peneliti. Teknik pengambilan informan dilakukan dengan teknik purposive yakni
mengambil informan berdasarkan pihak-pihak yang terkait untuk menjadi narasumber
yang dapat memberikan informasi. Berikut ini deskripsi tentang informan dan pekerjaan
yang telah diteliti:
34
Tabel 1.1
Daftar Informan
Sumber. Hasil Data Primer, 2018
No Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Jabatan
1 Aten 44 Tahun Perempuan SMA Swasta Kepala Desa Mapan Jaya
2 Amos 37 Tahun Laki-laki SMA Wirausaha Sekretaris Desa
3 Mimilia Sulastri 29 Tahun Perempuan S1 Wirausaha Bendahara Desa
4 Udan 44 Tahun Laki-laki SMA Petani Kaur Ekbang
5 Ajong 43 Tahun Laki-laki SMA Petani Kaur Pemerintahan
6 Yandino 26 Tahun Laki-laki SMA Perani KaurUmum
7 Samin 38 Tahun Laki-laki SMA Petani Ketua BPD
8 Ase Mabong 45 Tahun Laki-laki SMP Petani Wakil Ketua BPD
9 Ajon 39 Tahun Laki-laki SMA Petani Dusun Gupung Pelaik
10 Sadi 55 Tahun Laki-laki SMP Petani RT 01
11 Alias 37 Tahun Laki-laki SMP Petani RT 02
12 Jainal 44 Tahun Laki-laki SMP Petani RT 04
13 Pinda 44 Tahun Perempuan SMP Petani Ketua PKK
14 Jenailin 41 Tahun Perempuan S1 Guru Masyarakat
15 Jimun 45 Tahun Laki-laki SMA Petani Ketua Karang Taruna
16 Apin Oknatalis 24 Tahun Perempuan SMA Ibu Rumah
Tangga
Masyarakat
17 Sepira Nursiani 36 Tahun Perempuan SMA Guru SD Masyarakat
18 Yohanes 45 Tahun Laki-laki SMA Petani Masyarakat
19 Maria 44 tahun Perempuan SD Petani Masyarakat
20 Sukung 76 Tahun Laki-laki SD Petani Masyarakat
35
b) Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Pengelolaan Dana Desa dalam mewujudkan
Kesejateran warga. Penelitian ini mengambil tempat di Desa Mapan Jaya, Kecamatan
Kayan Hulu, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.
c) Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di Desa Mapan Jaya, Kecamatan Kayan Hulu,
Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Metode deskriptif kualitatif adalah gambaran suatu kelompok masyarakat, suatu objek,
suatu kondisi, suatu pemikiran ataupun peristiwa dari masa sekarang. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,
factual, dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena yang diselidiki. Sedangkan untuk
menganalisis suatu data dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis
kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode ini lebih menekankan pada analisa
data deduktif dan indukatif, serta analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena
yang diamati (Lexi Moleong, 2001).
Dalam penelitian ini peneliti juga menekankan data yang dikumpulkan adalah
berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan
menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.
36
Dengan demikian, laporan penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen
resmi lainnya. Pada penulisan laporan demikian, penelitian menganalisis data yang sangat
kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Pertanyaan dengan kata Tanya
mengapa, alasan apa dan bagaimana terjadi akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti.
Dengan demikian, peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang
demikian keadaannya (Lexi Moleong, 2017:11).
2. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menempatkan peneliti sebagai pelaku.
Oleh karenanya proses pengumpulan data, peneliti tidak mengalami hambatan dan
dengan mudah melakukan penyesuaian terhadap kenyataan dilapangan serta mudah
mendapatkan informasi terkait tema penelitian. Jenis data yang dikumpulkan meliputi
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh peneliti melalui hasil wawancara
dengan narasumber sedangkan data sekunder diperoleh peneliti melalui buku-buku dan
artikel-artikel yang ada di Desa Mapan Jaya baik Pemerintah Desa maupun Lembaga
Desa yang ada yang sesuai dengan tema penelitian. Sedangkan untuk menggali lebih
mendalam tentang informasi Manajemen Pengelolaan Dana Desa dalam Mewujudkan
Kesejahteraan Masyarakat melalui teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila
dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuisioner. Kalau
37
wawancara dan kuisioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak
terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain.
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses
yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan
pisikhologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan
ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan penelitian berkenaan
dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang
diamati tidak terlalu besar (Sugiono, 2016:145).
b. Interview (wawancara)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud
mengadakan wawancara, seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985:266),
antara lain: merekonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, kepedulian dan lain-lain (Lexi Moleong, 2017:186).
Teknik wawancara ini digunakan untuk memperoleh data tentang Implikasi
Pemberian Dana Desa terhadap Kesejahteraan Warga di Desa Mapan Jaya.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan wawancara terstruktur, dimana
wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau
pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan
diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah
menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
38
alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap
responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya. Dengan
wawancara terstruktur ini pula, pengumpul data dapat menggunakan beberapa
pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya setiap pewawancara mempunyai
keterampilan yang sama, maka diperlukan training kepada calon pewawancara.
Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrument sebagai
pedoman untuk wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat batu
seperti tape recorder, gambar, brosur dan material Lain yang dapat membantu
pelaksanaan wawancara menjadi lancar (Sugiono, 2016:134).
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang
cara mempelajari dokumen-dokumen yaitu bahan tertulis baik yang bersifat eksternal
maupun internal yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian.
Dokumentasi juga bertujuan untuk mendapatkan data sekunder data yang mendukung
keakuratan data.
3. Analisis Data
Analisis data kualitatif (Bagdan & Biklen, 1982) adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya,
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yan dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat diceritakan kepada orang lain.
Di pihak lain, Analisis data kualitatif (Seiddel, 1998), prosesnya berjalan sebagai
berikut:
39
Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar
sumber datanya tetap dapat ditelusuri,
Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensistensiskan, membuat
ikhtisar, dan membuat indeksnya,
Berpikir, dengan berjalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna,
mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-
temuan umum (Lexi Moleong, 2017:243).
40
BAB II
PROFIL DESA MAPAN JAYA
2.1 SEJARAH DESA MAPAN JAYA
A. Sejarah Pembangunan Desa Mapan Jaya
Desa Mapan Jaya adalah salah satu Desa yang berada dalam wilayah Kecamatan
Kayan Hulu Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat dan merupakan salah satu
Desa yang dibentuk berdasarkan SK Bupati, Dengan jarak 3 km2 dari ibu kota
Kecamatan, dan memiliki luas 2.600 km2 dan penduduk 126 KK dengan kepadatan
penduduk 462 jiwa sampai saat ini yang terdiri dari suku Dayak Kebahant dan Dayak
Limbai.
Desa Mapan Jaya juga merupakan salah satu Desa hasil pemekaran dari Desa
Entoggong, ketika itu Desa Entoggong Penduduknya sudah mencapai kurang lebih 2.000
jiwa yang tersebar di wilayah yang begitu luas, sehingga pelaksanaan Pemerintahan
kurang efektif. Berawal dari hal itulah, maka Desa Entoggong harus dimekarkan menjadi
3 (tiga) Desa. Pemekaran Desa tersebut terjadi pada tahun 2008 yaitu Desa Entoggong
sebagai Induk Desa, Desa Mapan Jaya dan Desa Topan Nanga sebagai Desa Pemekaran.
Awal mula Desa Mapan Jaya merupakan pemekaran dari Desa induk yaitu Desa
Entoggong, Kepala Desa pada saat itu ialah Bapak Moran. Pada zaman dahulu
masyarakat tidak hidup menetap atau hidup berpindah-pindah dan berkelompok
(biasanya masyarakat menyebut “Neratak”). Pada saat itu masyarakat adat punya inisiatif
sendiri untuk mendirikan Laman Betang atau sering di sebut rumah Betang Panjang pada
tahun 1960 yang bertujuan untuk menyatukan kelompok-kelompok masyarakat adat dari
berbagai tempat (Teratak/Neratak), dengan panjang kurang lebih 100 m2 dan luas 20 m2
41
dengan 34 Kepala Keluarga (KK) yang mendiami rumah betang panjang tersebut. Awal
mula yang punya inisiatif untuk mendirikan laman betang ini adalah nenek buyut dari
keturunan umoh agom (nama asli bapak Entangai dan ibu Bulau).
Rumah Betang Panjang atau Laman Betang terdiri dari Serambek, Sodok, Maman,
Dopo, dan Ganggang.
Serambek
Teras depan atau serambi yang berfungsi sebagai tempat untuk masyarakat
berkumpul pada siang ataupun malam hari dan juga digunakan Saat acara pesta adat
atau gawai dayak yang dilaksanakan setiap 2 kali setahun. Selain itu juga digunakan
sebagai tempat aktivitas masyarakat untuk berkarya seni seperti membuat anyaman
dari rotan dan bambu untuk menunjang aktivitas bekerja dalam pertanian.
Sodok
Penghubung antara Serambek dan Maman yang berada ditengah-tengah dan
berfungsi sebagai jalan raya, lalu lintas masyarakat setempat dan kadang digunakan
sebagai penyimpanan lesung untuk menumbuk padi, dan kadang-kadang di gunakan
pada acara adat masyarakat.
Maman
Tempat kediaman masyarakat yang terdiri dari ruang tamu dan kamar.
Dopo
Dapur sebagai tempat untuk memasak.
Ganggang
Sebagai tempat untuk menyimpan penampungan air dan tempat untuk mencuci
piring.
42
Bahannya dari kayu tebelian dan atap nya dari daun dan kayu. Selanjutnya
masyarakat harus melalui tangga Sempana yang berbentuk percis seperti manusia untuk
masuk kerumah Betang Panjang dengan tingginya kurang lebih 2 m2 dari tanah.
Pada awal bulan April tahun 1993 ada 2 (dua) orang turis dari Belanda berkunjung ke
Laman Betang atau Rumah Betang Panjang untuk melihat keadaan adat istiadat daerah
setempat. Kunjungan kali ke dua sekitar bulan juni tahun 1993, dan kunjungan terakhir
pada bulan Oktober tahun 1993 kurang lebih 10-15 turis dari Belanda, bersama dengan
Departemen Sosial (DEPSOS) dan Warga Komunitas Adat Terpencil (WAKAT)
Kabupaten Sintang sehingga pada tahun 1998-1999 ada tim dari Pemerintah pusat
langsung dari Jakarta untuk pembubaran Laman Betang atau Rumah Betang Panjang
pada zaman Pemerintahan Presiden Megawati Soekaro Putri dan Kepala Departemen
Sosial Tober Manurung dengan alasan faktor-faktor kesehatan seperti penyakit menular,
bahaya kebakaran dan lain-lain. Sebagai antisipasi dari Pemerintah sehingga dipindahkan
ketransmigrasi lokal pada tahun 2000, di pindahkan ke daerah yang sangat strategis dekat
jalan raya yang menghubungkan antara Kecamatan Kayan Hulu dan Kayan Hilir dengan
jarak 3 km dari Betang Lama, masyarakat biasa menyebutnya Kampung Proyek karena
dibangun oleh Pemerintah. Adapun Kepala Pemimpin Kampung Proyek saat itu adalah
Bapak Edam Iskandar dengan 65 Kepala Keluarga dengan jumlah 135 jiwa selama 5
tahun di bina oleh Pemerintah dari tahun 2000-2005.
Pada zaman transmigrasi itu Pemerintah sangat memperhatikan masyarakat adat,
sehingga mendirikan rumah untuk setiap Kepala Keluarga dengan bahan kayu dan atap
seng dengan ukuran 4 X 6 m, serta luas tanah 25 X 50 m dan sertifikat hak milik. Adapun
untuk menunjang hidup masyarakat, Pemerintah Depsos juga memberikan bantuan untuk
43
kebutuhan pokok sehari-hari yaitu beras 15 kg per KK tiap bulan, gula 4-5 kg, kopi 3-4
kg, dan ikan asin 6-7 kg per bulan. Tidak hanya itu Pemerintah Depsos juga
memperhatikan usaha dan pekerjaan masyarakat dengan memberikan bibit pohon
rambutan unggul siap tanam untuk setiap Kepala Keluarga, dan bibit kacang panjang 1 kg
per KK. Selain bantuan bibit tersebut, Pemerintah Depsos juga memberikan pembinaan
dan pelatihan kepada masyarakat pada tahun 2001 yang di bina ada tiga perwakilan yaitu
Bapak Jimun, Bapak Sitam, dan Bapak Hardiminsyah, kemudian Kepala Kampung
Proyek Bapak Edam Iskandar dan perwakilan dari Depsos Bapak Ucok yang dikirim ke
Bogor, Jawa Barat. Dalam rangka pelatihan pertanian kebun karet. Selain itu juga
didirikan fasilitas untuk masyarakat seperti Gereja dan Gedung Serbaguna atau Balai
Pertemuan. Saat itu Kampung Proyek masih dibawah Pimpinan Desa Entoggong, masuk
dalam wilayah Dusun Entoggong Baru dan Kepala Dusun adalah Bapak Rayung serta RT
pada saat itu adalah Bapak Sitam. Selanjutnya pada tahun 2007 pada masa Pemerintahan
Kepala Desa Ersuk Haryadi terjadilah pemekaran Desa Entogong yaitu Desa Topan
Nanga dan Desa Mapan Jaya.
Awal mula Desa Mapan Jaya diambil dari Kata Liang dan Mapan. Liang berarti
Jurang di sebuah sungai yang ada di Kampung Proyek, dan Mapan artinya Maju. Namun
kata Liang kurang pas terdengar dimasyarakat sehingga yang diambil hanya kata Mapan
nya saja kemudian ditambah Jaya dengan harapan Kampung Proyek dari Laman Betang
yang terpencil dan terisolasi menjadi sebuah Desa yang maju, berkembang dan bisa
menjadi contoh Desa-desa yang ada di wilayah Kecamatan Kayan Hulu, dengan pejabat
sementara Kepala Desa pada saat itu adalah Bapak Jimun. Pada tahun 2008 diadakan
Pilkades adapun bakal calonnya adalah Ibu Aten dan Bapak Amos, dan yang terpilih
44
yaitu Ibu Aten dengan masa jabatan 2008-2014. Kemudian Pilkades periode ke dua
adapun bakal calonnya yaitu Ibu Aten dan Bapak Simson dan terpilih kembali Ibu Aten
dengan masa jabatan 2015-2021.
B. Terbentuknya Desa Mapan Jaya
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sintang No 14 Tahun 2007 Tentang
Pemekaran Desa di Kecamatan Kayan Hulu Kabupaten Sintang, terbentuklah dengan
resmi Desa Mapan Jaya sebagai hasil pemekaran Desa Entoggong. Pada saat itu sebagai
Kepala Desa yang pertama diangkat sebagai pejabat sementara yaitu Bapak Jimun.
Selanjutnya sampai saat ini telah beberapa kali terpilih Kepala Desa. Berikut data Kepala
Desa Mapan Jaya dari awal pemekaran padatahun 2007 sampai saat ini:
Tabel 2.1
Kepala Desa Mapan Jaya dari tahun 2007- Sekarang
No Nama Tahun menjabat s/d Keterangan
1 Jimun 2007-2008 Kepala Desa Pertama (PLT)
2 Aten 2009-2014 Kepala Desa Kedua
3 Aten 2015-Sekarang Kepala Desa Ketiga
Sumber. Data Desa Mapan Jaya, 2018
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat, bahwa Kepala Desa Mapan Jaya sudah 2
(dua) kali dipilih tetapi sampai saat ini masih dijabat oleh Kepala Desa yang sama hanya
saja pada saat pemekaran Desa atau awal terbentuknya Desa Mapan Jaya saja di Pimpin
oleh Pejabat sementara yaitu bapak Jimun.