JIHAD DAKWAH

Embed Size (px)

Citation preview

PERANGKAT-PERANGKAT KHUSUS YANG DIPERGUNAKAN JAMAAH DALAM MENTARBIYAH ANGGOTA-ANGGOTANYADalam mentarbiyah para anggotanya, Jamaah mempergunakan beragam perangkat. Inilah yang akan kita uraikan di sini satu demi satu berdasarkan dokumen-dokumen Jamaah, sejarah perjalanannya, buku-buku dan risalah yang ditulis oleh mi,}rsyid pertama dan pemimpin-pemimpin yang lain, serta para anggota Jamaah ini, bahkan yang ditulis oleh orang luar dari kalangan penulis Timur maupun Barat. Perangkat yang dipergunakan Jamaah untuk mentarbiyah para anggo_ tanya sangat beragam (dari yang umum hingga yang khusus) dan secara bertahap (dari keterikatan secara umum, lalu keterikatan persaudaraan, selanjutnya keterikatan dalam aktivitas, hingga keterikatan dalam jihad). Keberagaman bentuk dan tahapan ini tidak lain sebagai upaya nyata akan perangkat-perangkat ideal dalam tarbiyah. Sesuai dengan data yang diambil dari sejarah Jamaah, perangkatperangkat.itu meliputi: A. Usrah, B. Katibah, C. Rihlah, D. Mukhayam atau Mu'asykar, E. Daurah, F Nadwah, dan G. Muktamar. Masing-masing perangkat ini memiliki tujuan, etika, dan syarat rukunnya yang akan kami jelaskan dalam pembahasan berikutnya, insya Allah. Sebelum berbicara secara rinci tentang berbagai perangkat, baik yang umum maupun yang khusus, kita harus berbicara terlebih dahulu mengenai tahapan-tahapan keterikatan dalam Jamaah. Karena dalam tahapan inilah terdapat isyarat kuat bahwa proses tarbiyah dalam berbagai lini Jamaah ini tidak bersifat sporadis dan tidak bertujuan untuk mendapatkan anggota secara kuantitatif belaka, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh umumnya partai politik. Tahapan-tahapan dalam keterikatan ini telah kami singgung di muka ketika kita berbicara tentang pembentukan secara operasional dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin. Tarbiyah dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin telah mendapatkan bentuknya yang komprehensif karena semenjak kelahirannya mereka senantiasa mencurahkan perhatian terhadap berbagai dimensi fundamental dalam proses tarbiyah ini, yaitu: - Manhaj yang shahih,

-

Perangkat yang komprenhensif, serta pimpinan yang tegas dan terpercaya.

Adapun tentang manhaj yang shahih, Jamaah telah mendapatkannya dari Kitabullah, Sunah, sirah Rasul-Nya, serta hukum-hukum Islam yang bersih dari segala bentuk bid'ah dan manipulasi. Semua ini menjadi pijakan Ikhwan dalam mentarbiyah para anggotanya. Sedangkan mengenai perangkat yang komprehensif, ia ada tujuh program yang baru saja kita singgung dan akan kita jelaskan secara detail dalam pembahasan berikutnya. Yang terakhir adalah pimpinan yang tegas dan terpercaya. Ia dimulai dari jajaran para pemimpin (naqib) usrah hingga jenjang ketua umum (mursyid 'am) Jamaah. Selanjutnya kita akan membicarakannya satu persatu. USRAH Usrah menurut pemahaman Jamaah Ikhwanul Muslimin merupakan batu-bata pertama dalam struktur bangunan Jamaah. Ia juga merupakan landasan bagi pembentukan kepribadian anggota dan perangkat paling tepat untuk mentarbiyah mereka secara integral, menyentuh seluruh sendi kepribadian, untuk selanjutnya memformat mereka dengan format Islam sesuai dengan Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya. Oleh karena itu, dalam sejarah Jamaah usrah memiliki peran yang sangat penting sehingga dikategorikan sebagai salah satu pilar utama, bahkan pilar terpenting sebagai tempat bertumpu bagi bangunan Jamaah. Meskipun sebagian pemikir dan ahli fiqih Jamaah -karena melihat Ikhwanul Muslimin sudah mendunia- berpendapat bahwa usrah merupakan sarana yang sudah seharusnya ditinggalkan oleh Jamaah dan mencari alternatif lain sebagai penggantinya, atau sebagian yang lain menganggap bahwa Jamaah tidak lagi memerlukan tarbiyah yang mengikuti sistem usrah, saya ingin mengatakan bahwa para tokoh terkemuka dalarn bidang pernikiran Jamaah yang lebih dalarn pemahamannya, lebih komprehensif persepsinya terhadap tuntutantuntutan Jamaah, sekaligus sebagai praktisi yang lebih paham terhadap medan, berpendapat bahwa penerapan sistem usrah tetap sangat urgen dan tidak bisa dilepaskan sama sekali. Sebagai bukti atas kebenaran pemahaman dan pemikiran yang diajukan, mereka melontarkan beberapa argumentasi sebagai berikut: Pertama, tarbiyah melalui sistem usrah merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak tergantikan, karena dalarn sistem usrah inilah

didapatkan kearifan, kejelian, dan langsung di bawah asuhan seorang syaikh atau murabbi yang ia adalah naqib (pemimpin) usrah itu sendiri. Sedang program-programnya bersumber dari Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya yang diatur dengan jadwal yang sudah dikaji sebelumnya. Kedua, tarbiyah dengan sistem usrah sarna sekali tidak bertentangan dengan universalitas dakwah, karena universalitas dakwah ini bersumber dari universalitas Islam, sistem, dan perundangundangannya. Universalitas ini sama sekali bukan rekayasa Jamaah, sehingga kita tidak bisa rengatakan bahwa universalitas dakwah ini telah tercapai, karenanva usrah sudah saatnya ditinggalkan. Jadi, adakah kontradiksi antara universalitas dengan pembinaan individu dengan seorang guru dan menggunakan usrah sebagai perangkatnya? Tentu saja tidak. Ketiga, tarbiyah melalui usrah merupakan 'ttrjuan yang terkandung dalarn perangkat. Demikian itu karena penyiapan individu secara islami, pematangan mentalitas, pemikiran, aqidah, dan perilaku merupakan kegiatan yang memerlukan kontinyuitas, sekaligus menjadi tujuan abadi. Kendatipun usrah termasuk perangkat, namun karena kuatnya keterkaitan dengan tujuan, mengharuskan sistem usrah memiliki kontinyuitas. Keempat, sepanjang perjalanan tarbiyah, hanya sistem usrahlah yang bisa memantapkan proses penyiapan individu islami dan secara integral, Oleh karenanya ia harus tetap berlanjut rneski daulah Islam telah berdiri tegak secara sempurna. Hal itu karena tarbiyah melalui usrahlah yang akan menyuplai sumber daya rnanusia bagi kebutuhan pemerintah dengan proses yang baik. Padahal pernerintah manapun akan selalu membutuhkan tersedianya Sumber Daya Manusia yang baik ini. Kelima, Taruhlah pemerintah Islarn telah tegak dan dapat menguasai sistem pangajaran dan media informasi. Namun ingatlah bahwa keduanya tidak akan mampu mentarbiyah anggota. Tarbiyah yang integral, yang nrenanamkan dalarn jiwa sifat keutamaan, kesungguhan, dan kepekaan terhadap tanggung jawab memang berhubungan erat dengan proses pengajaran dan media informasi. Akan tetapi hanya usrah beserta sistemnyalah yang dapat mentarbiyah anggota dengan tarbiyah islamiyah sesuai dengan harapan. Tentang usrah, kita akan membahas beberapa hal sebagai berikut: 1. Sejarah usrah dalam Jamaah. 2. Tujuan usrah; yang umum maupun khusus. 3. Rukun-rukun usrah. 4. Syarat-syarat usrah

5. 6. 7. 8. 9.

Etika dan kewajiban usrah. Program-program usrah. Perangkat-perangkat risrah. Manajemen usrah. Pemimpin (naqib) usrah.

Sebelum itu, terlebih dahulu kita harus membatasi pengertian usrah dan mengenal sejauhmana nilai syariatnya dalarn Islam, Semua itu kami himpun dari risalah-risalah Ikhwan dan studi tentang mereka, baik yang ditulis oleh para pemimpin dan personil anggota Jamaah ini maupun oleh musuh-musuh Ikhwan, bahkan oleh orangorang non muslim. inilah yang kami maksudkan dengan 'studi analisis historis', sebagaimana yang terpampang dalarn sampul depan buku ini. Pernbahasan usrah diawali dengan pembahasan hal-hal sebagai berikut a. Definisi usrah. b. Batasan usrah dalam Jamaah. c. Nilai syariatnva dalam Islam. a. Definisi Usrah Secara bahasa, kata "usrah" memiliki beberapa makna, antara lain: Baju perisai yang melindungi. 1. Istri dan keluarga seseorang. 2. Jamaah yang diikat oleh kepentingan yang sama. (Majma' AlLughoh Arabiyah, 17) 3. Mereka adalah famili dan usrah-Ku. Engkau dapat katakan, "Engkau tidak memiliki usrah yang melipurmu tatkala ditimpa kesulitan." (Asasul Balaghah, Az-Zamakhsyari, 6) 4. Usrah seseorang berarti kelompoknya, karena ia menjadi kuat bersamanya. (Mujam Maqayisil Lughah, Ibnu Farisi, 107) Dalam sosiologi dikatakan sebagai berikut: "Usrah seseorang terdiri dari kerabat dan istri. Ikatan usrah menyebabkan lahirnya hak dan kewajiban, baik yang bersifat materi maupun selain materi". Menurut bangsa Romawi, usrah berarti kumpulan keluarga. Beberapa bangsa lain menyebutnya sebagai kerabat, yang para anggotanya bernasabkan kepada seorang kakek yang sama. Karena itulah mereka selalu mengikutkan nama sang kakek di belakang namanya dan selalu mengkultuskannya. Menjalin ikatan nikah di antara satu kerabat tidak

disukai di kalangan orang-orang Romawi. (Al-Mausu'ah Al-'Arabiyah AlMuyassarah, 147) Dari definisi di atas, baik secara bahasa maupun secara sosiologis kita bisa menyatakan bahwa dalam sejarah pendiriannya, Jamaah sejak dini telah berinisiatif untuk menjadikan perkumpulan ini bertumpu pada sebuah wadah, yaitu usrah, yang di dalamnya terkandung semua makna yang telah disebutkan dalam berbagai definisi di atas. Ia dapat dikatakan sebagai perisai perlindungan yang kokoh bagi setiap anggotanya. Dalam konteks keanggotaan, ia seperti keluarga dan kerabatnya. Lebih-lebih jika kita ketahui bahwa Jamaah telah menjadikan ta'aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami) dan takaful (saling menanggung) sebagai rukun-rukun usrah ini. Usrah juga merupakan kumpulan orang' orang yang terikat oleh kepentingan yang sama, yakni: bekerja, mentarbiyah, dan mempersiapkan kekuatan untuk Islam. Usrah menjadikan setiap anggota menjadi lebih kuat karena bersama-sama dengan anggota yang lain. Selain itu usrah juga membebankan beberapa kewajiban finansial karena setiap usrah memiliki kas yang diisi dengan iuran para anggotanya dan dibelanjakan untuk kepentingan usrah, jamaah, dan Islam. Begitulah pemahaman Jamaah terhadap usrah. Lebih luas lagi nanti akan kita bicarakan pada halaman-halaman berikut, dengan mengutip penuturan mursyid pertama dan kedua, serta sebagian besar dari para pemimpin Jamaah. b. Batasan Usrah dalam Jamaah Tentang usrah Imam Hasan Al-Banna menuturkan, "Islam sangat menganjurkan agar para pemeluknya membentuk kumpulan-kumpulan keluarga dengan tujuan mengarahkan mereka untuk mencapai tingkat keteladanan, mengokohkan persatuan, dan mengangkat konsep persaudaraan di antara mereka dari tataran kata-kata dan teori menuju kerja dan operasional yang konkret. Oleh karenanya bersungguh-sungguhlah engkau wahai saudaraku untuk menjadi batu bata yang baik dalarn bangunan Islam ini." (Majmu'atur Rasail, Hasan Al-Banna, 286) Mursyid kedua (Hasan Al-Hudhaibi, almarhum) mengatakan, "Sistem usrah tidak lain merupakan realisasi hakekat Islam di kalangan Ikhwan. Jika mereka telah merealisasikan hal itu pada diri mereka sendiri, maka bisa dibenarkan apabila mereka menantikan datangnya pertolongan yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yangberiman. Tiada seorangpun mengetahui kapan dan bagaimana bentuk pertolongan itu, kecuali hanya Allah yang ilmu dan kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu.

"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (Al-Hajj: 40-41) (Risalah Nidhamil Usar, diterbitkan oleh Jamaah pada tahun 1372 H.) Untuk memberikan pembatasan yang lebih jelas lagi tentang sistem usrah ini, Iman Hasan Al-Banna rahimahullah menuturkan: "Wahai saudaraku, sistem ini sangat bermanfaat bagi kita dan berguna bagi dakwah. Dengan daya dan kekuatan dari Allah swt. sistem ini akan mampu menghimpun kalangan anggota Ikhwan yang tulus, memudahkan hubungan antar mereka, mengarahkan mereka kepada teladan dalam dakwah, memperkokoh ikatan persatuan mereka, dan mengangkat persaudaraan mereka dari tataran kata-kata dan teori ke tingkat operasional. Sebagaimana terjadi pada sebagian usrah yang beberapa anggotanya tertimpa musibah, dalam waktu singkat mereka justru dapat mengumpulkan dana, dari semula tidak memiliki apa-apa. Oleh karena itu bersungguh-sungguhlah kalian wahai saudaraku untuk turut menyukseskan sistem ini di lingkungan kalian. Semoga Allah senaniiasa memberikan perlindungan-Nya kepada kalian." Setelah memberikan pembatasan kewajiban-kewajiban dalam sistem usrah ini, beliau menuturkan, "Jika kalian mampu menunaikan kewajiban-kewajiban ini, baik yang bersifat individual, sosial, maupun finansial, maka pilar-pilar sistem ini pasti akan eksis. Akan tetapi apabila kalian menyia-nyiakannya, maka ia pun melemah dan akhirnya hancur. Pada kehancurannya ini ada kerugian besar bagi dakwah ini, padahal pada saat ini ia menjadi harapan Islam dan kaum muslimin." (Ibid.) Berangkat dari penjelasan tentang usrah sebagaimana pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa rambu-rambu usrah sesuai dengan pernahaman Jamaah secara detail sebagai berikut: 1. Sistem usrah adalah sistem Islam yang mengarahkan para anggotanya ke arah nilai-nilai teladan tertinggi. 2. Mengukuhkan ikatan persatuan antar personal, terutama apabila kita ingat bahwa rukun-rukun sistem ini adalah saling mengenal, saling memahami, dan saling menanggung beban. 3. Mengangkat jalinan persaudaraan antar personal dari tataran teori ke tingkat operasional. 4. Ia merupakan sarana untuk memudahkan interaksi dengan para personal yang merelakan diri terjun ke medan dakwah dalam satu ikatan amal.

5. Ia merupakan sarana untuk menghimpun dana bagi Ikhwan yang mencerminkan kekuatan ekonomi yang sedang tumbuh. 6. Keterikatan dengan sistem ini merupakan kewajiban bagi semua anggota Jamaah ini. 7. Sistem ini merupakan tulang punggung Jamaah, baik secara individu" sosial, maupun finansial. Jamaah merupakan harapan Islam dan kaum muslimin. c. Nilai Syar'i Usrah Usrah dengan maknanya yang syar'i -yang akan kita bicarakan nantibukanlah rekayasa Jamaah, tetapi merupakan perpanjangan dari upaya serupa yang pernah diwujudkan pada masa pertama dakwah Islam di rumah Argam bin Abil Arqam di kota Makkah. Sedangkan usrah dalam pengertian organisatoris dan gerak, sepenuhnya hampir beriringan dengan Jamaah, sebagaimana yang akan kita ketahui dengan jelas ketika kita membicarakan tentang perincian-perincian khusus yang terkait dengannya. Orisinalitas nilai syar'i bagi usrah dapat kita kenali melalui rukunrukun dan etikanya. Padanya kita dapati prinsip-prinsip dasar syar'i yang mendukung sistem usrah dan memberikan legitimasinya bahkan menyerukan dan menganjurkannya. Berikut ini kita akan membahas sebagian darinya: Pertama, berkaitan dengan target-target usrah. Tujuan usrah yang pertama adalah membentuk kepribadian islami secara integral pada diri setiap individu muslim, mentarbiyah, dan mengem-bangkannya sesuai dengan etika-etika dan nilai-nilai Islam. Aspek-aspek kepribadian yang terpenting adalah: aqidah, ibadah, moral, dan wawasan pengetahuan. Semua aspek ini sangat dianjurkan oleh Islam agar kita merealisasikan, senantiasa memelihara, dan menumbuhkembangkannya. Agama Islam telah menyeru kita kepada iman, Islam, ihsan, adil, amar ma'ruf nahi munkar, serta jihad fi sabilillah demi tegaknya kalimat Allah agar senantiasa menjadi yang tertinggi. Untuk itu kami akan paparkan beberapa teks dalil sebagai berikut: Iman Yakni pembenaran dalam hati, pengakuan dalam lisan, dan pembuktian dengan amal perbuatan. Allah swt. berfirman, "Barangsiapa menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan lurus." (AI-Bagarah: 108)

"Sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu." (An-Nisa': 170) "Berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada cahaya (AIQur'an) yang telah Kami turunkan. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Ingatlah) hari (yang waktu itu) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan (untuk dihisab), itulah hari ditampakkan, nya kesalahan-kesalahan. Barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal shalih, maka Allah akan menghapus kesalahankesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya Itulah keberuntungan yang besar." (At-Ta~4habun: 8-9) Masih banyak lagi ayat dan hadits yang menyerukan agar kita beriman dan beramal shalih. Kita dapat mengatakan bahwa semua upaya yang menyeru kepada keimanan dan amal shalih, serta semua sistem yang bisa mengantarkan dan mendorong ke arah itu, semuanya memiliki landasan syariat dalam Islam yaitu teks-teks dalil yang telah disebutkan di atas. Islam Yakni ketundukan kepada Allah dan pengakuan dengan lisan. Allah tidak akan menerima agama selain Islam dari para hamba-Nya. "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Ali Imran: 85) Banyak sekali ayat yang menyeru kepada Islam, di antaranya adalah firman-Nya: "Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (AshShaf: 7) "Katakanlah, 'Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan yang Mahaesa, maka hendaklah kamu berserah diri kepada-Nya.'" (AI-Anbiya': 108) "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Al-Maidah: 3) Ihsan

Yakni engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, hendaknya engkau menyadari bahwa Dia melihatmu. Ihsan juga berarti pencermatan dan pembagusan yang telah Allah tetapkan atas segala sesuatu. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan)." (An-Nahl: 90) "(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah sedang ia berbuat kebajikan (ihsan), maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati." (AI-Bagarah: 112) "Barangsiapa menyerahkan diri kepada Allah sedang dia adalah orang yang berbuat kebajikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan." (Luqman: 22) "Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebajikan." (AlAnkabut: 69) "Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat dengan orang-orang yang berbuat kebajikan." (AI-A'raf: 56) Keadilan Ia berarti persamaan dan penempatan segala sesuatu secara proporsional. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (AI-Ma'idah: 8) "Apabila kamu berkata, hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu." (AI-An'am: 152) "Dan katakanlah, `Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu."' (AsySyura: 15) Amar ma'ruf nahi munkar

la berarti aktivitas memerintahkan kebaikan kepada setiap orang dan melarang kemungkaran dari setiap orang. Allah berfirman, "Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung." (Ali Imran: 104) "Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah yang munkar, menegakkan shalat, menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (At-Taubah: 71) Jihad fi sabilillah Jihad adalah pengerahan seluruh upaya dan daya untuk memerangi musuh. Jihad ada tiga macam: - Jihad memerangi musuh yang terlihat. - Jihad memerangi syetan. - Jihad memerangi nafsu. Ketiga macam jihad ini termasuk dalam hakekat jihad yang Allah tuntut atas kita. Allah berfirman, "Berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (At-Taubah: 41) "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah yang mendekatkan diri kepada-Nya. Berjihadlah pada jalan-Nya supaya kamu mendapat keberuntungan." (Al Maidah: 35) "Orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami benarbenar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. SesungguhnyaAllah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (AIAnkabut: 69) "Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihadlah di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya." (Ash-Shaf: 10-11) Demikianlah landasan syariat bagi usrah sebagai sistem dalam Jamaah.

Sedangkan nash-nash syariat dari hadits-hadits Nabi saw. sangatlah banyak. Karena keterbatasan ruang, kami tidak bisa mengungkapkannya di sini, di samping tujuan kami memang sekedar memperoleh hujjah, bukan pemaparannya secara lengkap. Selanjutnya kita akan membicarakan hal-hal mengenai usrah dengan mengulas kesembilan poin yang pernah kami janjikan sebelumnya. 1, Sejarah Usrah dalam Jamaah Sejarah sistem usrah dalam Jamaah berkaitan erat dengan situasi politik yang melingkupinya. Kami akan memberikan gambaran secara ringkas sebagai berikut: - Pada -kira-kira- awal bulan Oktober 1941 M., Imam Hasan A1Banna mengadakan berbagai pertemuan di kota Damanhur. Di sana beliau sangat keras menyerang kebijakan Inggris di Mesir. Akibatnya, Perdana Menteri Husain Suri mengeluarkan instruksi untuk menahannya. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 13 Oktober 1941 M. Beliau mendekam dalam penjara Az-Zaitun selama satu bulan. Bersama beliau ada dua orang ustadz yang juga ikut ditahan, yaitu Ahmad Sukri dan Abdul Hakim Abidin. Ketika turun surat keputusan tentang pembebasannya, beliau menolak untuk keluar sampai kedua temannya juga ikut dibebaskan. Andaikan saja kedua rekannya ini tidak membujuk terus agar keluar dari penjara demi kemaslahatan umum Jamaah, niscaya beliau tidak mau keluar. Mulailah pemerintah mempersempit ruang gerak Jamaah, membreidel media massa-media massanya, serta melarang munculnya nama "Ikhwanul Muslimin" di surat-surat kabar atau buku-buku apapun, sebagai respon atas tuntutan penjajah Inggris. Saat itu (masa Perang Dunia Kedua) pasukan Jerman telah didesak oleh pasukan-pasukan sekutu di gurun Sahara bagian barat, sampai hampir saja memasuki delta Mesir. Sebagai akibatnya adalah jatuhnya kabinet Husain Suri yang kemudian digantikan oleh kabinet An-Nahas. Kemudian diadakanlah pemilihan umum yang baru. Ustadz Hasan Al-Banna mencoba mencalonkan diri untuk wilayah Isma'iliyah, karena Ikhwan sangat dominan di wilayah itu. Pada saat berlangsungnya 'perang pemilihari ini, An-Nahas memanggil Syaikh Mursyid (Hasan Al-Banna). Ia berbicara secara terus-terang bahwa Inggris meminta kepadanya agar menghalangi Hasan A1Banna duduk di kursi dewan perwakilan, sembari menampakkan keheranannya terhadap Inggris yang melarang salah seorang rakyat Mesir menduduki

dewan perwakilan. Ustadz Hasan Al-Banna bermusyawarah dengan Dewan Pimpinan ' Jamaah, kemudian mendatangi An-Nahas dan berkata kepadanya bahwa Inggris menginginkan terjadinya konflik antara Ikhwan dengan partai Al-Wafd (partai pemerintah). Kepada An-Nahas beliau mengatakan, "Sebaiknya potensi rakyat Mesir dihimpun untuk membebaskan tanah airnya, karena musuh kita bukanlah orang Mesir sendiri." Beliau menunjukkan bukti ketulusan niatnya dengan mengundurkan diri dari pencalonan dirinya. An-Nahas menyambut positif sikap ini dan menganggapnya sebagai budi baik untuknya. Ia pun langsung memberi izin terbitnya kembali majalah AI-Ikhzvan Al-Muslimin dan memperkenankan Jamaah mengadakan berbagai konferensi secara terbuka dan kegiatan safari dakwah. Semua kegiatan inilah yang dahulu dilarang oleh kabinet Husain Suri. Tibalah saatnya Inggris berhadapan langsung dengan Ikhwan. Mereka memulai dengan melakukan pendekatan kepada Jamaah, bahkan berusaha membelinya dengan sejumlah uang. Inggris meminta kepada delegasinya agar menemui ustadz Hasan Al-Banna di suatu tempat; selain di kantorkedutaan Inggris dan kantor Ikhwan. Dalam pertemuan itu delegasi Inggris meminta kepada ustadz Hasan Al-Banna agar mengenalkan tujuan-tujuan Ikhwan. Lalu Ustadz menjelaskan kepadanya tentang tujuan-tujuan Jamaah, sistemnya, sikapnya kepada pihak asing, hubungan Islam dengan agama-agama langit lainnya, dan sebagainya. Delegasi itu berkata kepada Ustadz, "Dahulu, persepsi mereka (pemerintah Inggris) tentang Ikhwan sangat buruk, tetapi setelah pertemuan langsung dengan Ustadz, pasti akan membaik." Mereka ingin membeli Jamaah ini dengan uang. Delegasi itu mengatakan kepada Ustadz, "Sebagai ungkapan penghormatan kami kepada Ikhwan, dan setelah kami memahami tujuan-tujuan mereka, kami ingin memberikan bantuan keuangan kepada Jamaah agar dapat digunakan untuk merealisasikan tujuan-tujuan demokratisnya." Dari delegasi Inggris ini, Ustadz memahami bahwa pemerintah Inggris telah memanfaatkan para pemimpin Mesir. Delegasi itu juga membeberkan bukti-bukti bahwa Inggris telah memberikan bantuan kepada rekanrekan mereka untuk membiayai proyek-proyek politik dan menjelaskan bahwa hal seperti itu merupakan sesuatu yang sudah lazim. Mengenai hal ini Ustadz menuturkan, "Sungguh, perkataan itu bagai parang yang mencabik-cabik hatiku." Jawaban yang diberikan Ustadz setelah mereka menganggap telah berhasil meyakinkan beliau karena perhatian beliau dalam mendengarkan- kepada delegasi Inggris adalah:

"Selama kalian menganggap kami sebagai budak yang dapat diperjualbelikan dengan uang, maka kalian tidak akan dapat sepaham dengan kami. Kalian harus mengakui hakekat perkembangan yang telah dicapai oleh dunia Islam, dan kalian juga harus mengubah logika pedagang yang kalian gunakan untuk memasuki negeri kami." Setelah pertemuan 'panas' ini, Inggris menekan An-Nahas agar mempersempit ruang gerak Ikhwan. Ia pun kemudian memberi instruksi agar menutup semua cabang Ikhwan di seluruh penjuru negeri Mesir. (Peristiwa itu terjadi pada tahun 1943 M.) Meskipun kantor pusat tidak ditutup, tetapi pemerintah mengawasinya dengan ketat, di samping tetap memantau Ikhwan dan memata-matai gerakan anggotanya. Pada saat itu Inggris berusaha membujuk Ikhwan agar melaktkan perlawanan atas intimidasi pemerintah Mesir ini, sehingga Inggris mendapatkan peluang untuk menumpas Ikhwan sebagaimana yang mereka kehendaki, apalagi banyak negara ketika itu dalam situasi perang (Perang Dunia Kedua) dan dikuasai oleh rezim militer. Akan tetapi Ikhwan memahami taktik jahat ini dan dapat menggagalkan Inggris dalam upaya mencapai tujuannya. Dengan serta merta Ikhwan menuju ke masjid-masjid, membacakan wirid ma'tsurat dan menyampaikan berbagai tema ceramah atau nasehat di sana setiap saat ada kesempatan. Dalam kondisi yang mencekam ini tersebarlah isu bahwa Inggris akan menangkap ustadz Hasan Al-Banna, bahkan kemungkinan akan mengusirnya dari Mesir sebagaimana yang pernah mereka lakukan kepada sejumlah pemimpin dan aktivis. Menyadari hal ini, Ustadz lalu menulis sebuah risalah kepada rekan-rekannya dengan judul Risalatun Nabiyyil Amin. Ia adalah sebuah risalah yang kemudian dikenal dengan nama Bainal Amsi wal Yaum atau di saat lain beredar dengan judul: Min Tathaw-wuratil Fikratil Islamiyyati wa Ahdafiha. Pembaca risalah ini -dengan berbagai versi penamaannya- pasti dapat merasakan bahwa ia merupakan wasiat perpisahan kepada saudarasaudaranya untuk terus melanjutkan perjuangan Islam. Secara garis besar, risalah itu berisi: 1. Penjelasan misi Nabi Muhammad Al-Amin saw agar lkhwan dapat komitmen untuk menegakkan misinya di tengah masyarakat. 2. Penjelasan tentang manhaj Al-Qur'an dalarn perbaikan sosial kemasyarakatan. 3. ' Penetapanbentuk-bentuk operasional manhaj Al-Qur'an dalarn perba,ikan, juga manhaj Islam dan semua tuntunan yang dikan_ dungrrya. 4. Pemb.icaraan tentang daulah islamiyah pertama; bagaimana ia

dapat tegak dan kuat agar kaum muslirnin mengetahui dengan baik bagaimana sebuah negara didirikan. 5. Pemb ahasan tambahan tentang sebab-sebab kelemahan dan kemunduran yang menggerogoti daulah islamiyah sehingga menjadikannya sebagai negara-negara boneka yang kecil dan lemah. 6. Penjeiasan mengenai berbagai konflik yang melanda dunia Islam komtemporer, di antaranya adalah konflik politik dan konflik sosial. 7. Penjelasan mengenai dominasi materialisme terhadap negara negara Islam dan dampak terburuk yang diakibatkannya. 8. Pembatasan perjuangan Ikhwan -yakni membangkitkan dan menyelamatkan- dalarn kondisi yang genting ini. 9. Wasiat Imam Mursyid kepada anggota Ikhwan yang menjelaskan tentang posisi Jamaah di tengah berbagai arus partai dan politik konte mporer. 10.Penetapan kewajiban-kewajiban anggota Ikhwan dan instruksi untuk memegang teguh pelaksanaannya, yakni iman yang penu kesadaran, akhlak yang mulia, respek terhadap sumber dakwah yang pertama, berukhuwah karena Allah, dan sikap mendiengar lagi taat dalarn keadaan mudah maupun sulit, suka maup un enggan. Hanya saja situasi berjalan dengan aman. Inggris tidak jadi menahan Imam Mu rsyid Hasan Al-Banna dan tidak pula membujuk perdana menteri untuk mengusir Jamaah. Barangkali hal itu karena Inggris sendiri dalarn kondisi buruk saat berperang melawan Jerman dan mereka lelbih memilih untuk tidak membuka konflik baru di Mesir. Bahkan lelbih dari itu, perdana menteri telah mengeluarkan instruksi untuk me:mbuka kembali cabang-cabang Ikhwan pada tahun yang sama, yaitu tahun 1943 M. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Ikhwan untuk menyelenggarakan berbagai pertemuan besar yang diikuti oleh seluruh jajaran pimpinan dari semua cabang Ikhwan di Mesir. Dalam pertemuan ini ada dua agenda penting yang akan dibahas, yakni: Pertama, pembacaan Risalatun Nabiyyil Amin". Kedua, penetapan sistem usrah, yang saat itu dinamakan Usar At Ta'awuniyah. Itulah deskripsi yang cukup jelas tentang sejarah sistem usrah dalam Jamaah. Sebuah sistem yang sudah sangat lama dalarn sejarah Jamaah, begitu juga risalah tentang usar ta'awuniyah sudah sangat lama, yang kemunculannya tidak didahului oleh risalah lain kecuali Risalatun Manhaj yang di dalamnya Mursyid Hasan Al-Banna menetapkan tahapan-tahapan amal dan membentuk katibah-katibah pada tahun 1937 M.

Dahulu sistem usrah dalarn Jamaah dan sejarahnya merupakan bangunan struktur integral Jamaah untuk menghadapi tantangan dari luar yang bermaksud menghancurkan Jamaah. Struktur internal ini menuntut Jamaah agar melakukan pembinaan internal dengan berpijak pada prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: 1. Pemahaman yang baik terhadap agama; tujuan maupun perangkatnya. 2. Iman yang dalarn kepada agama ini dan sikap bangga menisbatkan diri padanya. 3. Penataan barisan Jamaah dan pengokohan ikatan sesama anggotanya. 4. Bahu-membahu sesama anggota dalam segala bentuk aktivitas keislaman. 5. Saling mengenal antar anggota secara lengkap. 6. Saling menasehati dan berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran. 7. Anggota hendaknya memikul beban Jamaah dan sebaliknya, Jamaah memikul beban anggota-anggotanya. 8. Jamaah dan segenap anggotanya hendaklah memikul beban agama. 9. Penerapan iman secara operasional. 9. Penerapan Islam secara operasional dalarn bidang ibadah, muamalah, dan tingkah laku. Prinsip-prinsip ini harus menjadi tanggung jawab sistem usrah, agar dapat memberikan kontribusi secara nyata bagi struktur internal Jamaah dalam bentuk sebagaimana yang akan dijelaskan nanti, yakni ketika berbicara tentang tujuan, syarat rukun, etika usrah, dan lainlain. Tujuan Usrah, Umum maupun Khusus Tujuan-tujuan yang akan kita bicarakan ini tidak disebutkan sebagai tujuan, baik pada risalah-risalah Imam Syahid maupun pada risalah para tokoh pemimpin dan pemikir Jamaah. Namun kita dapat merasakan substansinya melalui sejumlah pemikiran Jamaah dan buku-buku seputar ini yang telah kami telaah, kami kaji, dan kami analisa. Kami dapat merasakan bahwa ternyata target-target itu benar-benar ada. Dengan demikian, kami bukan berarti telah menambahkan kepada Jamaah atau sistem usrah ini apa-apa yang bukan menjadi bagiannya. Setiap aktivitas manusia pasti memiliki tujuan yang diperjuangkan. Tidak diragukan lagi bahwa setiap aktivitas yang dilakukan atau diserukan oleh Jamaah pasti mempunyai tujuan yang hendak diraih. Beberapa tujuan yang akan kami uraikan nanti, baik yang umum maupun yang khusus, merupakan buah dari studi historis dan analisis

yang kami lakukan. Analisa yang akan kami lakukan ini merupakan analisa yang menjadi keharusan dalam metodologi ilmiah, setiap kali melakukan studi terhadap sejarah Jamaah, bahkan merupakan analisa yang menjadi pijakan sekaligus tujuan bagi studi sejarah Jamaah ini. Jamaah ini -dalam posisinya sebagai'pendidik teladari dalam sejarah gerakan Islam di Mesir, dunia Arab, dunia Islarn, bahkan dunia Internasional- masih tetap membutuhkan tambahan berbagai studi yang memberikan analisa terhadap pemikiran dan manhajnya. Karena inilah satu-satunya langkah yang dapat meletakkan'iitik' di atas'huruf', dan ini pula yang dapat meletakkan 'tanda baca' di antara berbagai 'kata dan kalimat'. Hanya kepada Allahlah kami memohon pertolongan dan taufiqNya. Tujuan Umum Sistem Usrah 1. Membentuk kepribadian muslim seutuhnya yang sanggup merespon semua tuntutan agama dan kehidupan. Pembentukan ini mencakup: - Aqidah (keyakinan) yang benar tentang Allah, malaikat, kitabkitab, rasul-rasul, hari akhir, serta takdir yang baik maupun yang buruk. - Ibadah yang benar dengan menunaikannya sesuai dengan petunjuk syariat Islam. Ibadah dalam arti luas yaitu yang menjadikan semua kegiatan bernilai ibadah, yang darinya muncul sikap ihsan dan adil. - Akhlak dan perilaku yang sarat dengan muatan nilai Islam, baik perintah, larangan, anjuran, maupun hal-hal yang tidak disukainya. - Ilmu. Pertama, yang berkaitan dengan Kitabullah dan Sunah RasulNya; dan kedua, yang berkaitan dengan berbagai hal yang dibutuhkan untuk menunjang hidup dengan berbagai corak dan disiplinnya, bahkan hendaknya berprestasi dalam hal ini. - Pengamalan dan penerapan atas semua urusan agama dan dunia yang diketahuinya, terutama dalam bidang amar ma'ruf nahi mungkar dan jihad fi sabilillah agar kalimah Allahlah yang tertinggi. - Perhatian terhadap kesehatan fisik, dengan menyediakan segala hal yang menjadi faktor kekuatan dan menjauhkan diri dari segala hal yang dapat melemahkan atau berpaling dari kecenderungan yang Allah tanamkan untuk hanya berpedoman kepada apa yang Allah halalkan dan haramkan. - Pemupukan keahlian dan ketrampilan. Seorang muslim hendaknya mengetahui bagaimana mendayagunakan

potensi dirinya, terutama yang dapat digunakan untuk mencari rezeki. Semua ini hanya dapat terwujud dengan baik di dalam usrah sesuai dengan program-program yang digariskan. 2. Mengukuhkan ikatan antar sesama anggota Jamaah, baik secara sosial maupun keorganisasian. Ini diperoleh melalui penerapan rukun-rukun usrah, meliputi: ta'aruf, tafahum, dan takaful. Dengan itu diharapkan dapat menguatkan ikatan sosial anggota Jamaah, sekaligus ikatan keorganisasian dalam semua lini; usrah, syu'bah, minthaqah, dan lainnya. Dalam usrah, semua dapat terwujud dengan baik melalui pembiasaan secara praktis dan aplikatif, diiringi dengan pengawasan dan pemantauan, serta introspeksi diri melalui pembacaan wirid muhasabah dan mutaba'ah, baik dari anggota maupun naqib (ketua) usrah. 3. Upaya meningkatkan kesadaran akan derasnya arus nilai, baik yang mendukung gerakan Islam maupun yang memusuhinya. Semua itu diharapkan agar selanjutnya dapat memberi dukungan kepada yang sejalan dan memberi perlawanan kepada arus yang menen tang, dengan metode yang tepat dan cara yang terbaik, serta dialog yang sehat. Arus-arus nilai yang paling dominan antara lain: Arus sosial kemasyarakatan, dengan tradisi dan budaya yang menjadi produknya. Semua ini harus dinilai dengan parameter Islam, sehingga yang sesuai dengan Islam kita terima dan yang bertentangan kita tolak. Arus politik dengan berbagai aliran, teori, partai, gagasan, serta peradaban yang disuguhkannya. Kita harus mendukung yang bersesuaian dengan Islam dan menentang yang memusuhinya atau bertentangan dengan salah satu prinsip nilainya. Arus ekonomi dengan berbagai kekuatannya, yang terformat dalam bentuk yayasan dan lembgga perekonomian. Selain itu juga berbagai produk nilai dan sistem, baik yang seiring maupun yang bertentangan dengan Islam. Tentu dengan tujuan dapat membela yang sesuai, atau menentang yang bertolak belakang dengan Islam. 4. Memberi kontribusi dalam memunculkan potensi kebaikan dan kebenaran yang tersembunyi pada diri seorang muslim dan mendayagunakannya untuk berhidmat kepada agama dan tujuantujuannya. Semua itu dilakukan melalui upaya pengenalan terhadap potensi kebaikan dalam setiap individu dan menumbuhkembangkannya. Setelah itu mendayagunakannya untuk berkhidmat kepada agama, setelah mengadakan upaya pengenalan yang mendalam terhadap berbagai tuntutan agama sesuai dengan skala prioritas.

Potensi-potensi yang harus disentuh pada seorang muslim antara lain: - Potensi akal pikiran dan daya analisia. - Potensi fisik dan kemampuan menanggung beban. - Potensi ruhani, aqidah, dan ibadah. - Potensi kepemimpinan, politik, dan organisasi. - Potensi rekruitmen dan menarik simpati orang. - Potensi beramal dan kontinyuitasnya. - Potensi pelayanan kepada orang lain dan beramal memenuhi kebutuhannya. Begitu juga hendaknya berkenalan dengan berbagai tuntutan Islam dalam setiap fasenya dengan skala prioritas kebutuhan sesuai koordinasi khusus untuk itu. Semua itu diketahui dan diungkapkan dalam sistem usrah sesuai dengan program acara yang telah disiapkan. 5. Menanggulangi unsur-unsur destruktif dan negatif pada diri anggota. Penanggulangan ini juga berangkat dari pengenalan kepada unsurunsur ini dan sebab-sebabnya. Mulailah dengan memberantas faktor penyebab lalu membimbing pemiliknya menuju kesadaran terhadap tanggung jawabnya. Unsur-unsur negatif yang dimaksud antara lain: - Noda dan bercak kotoran yang menutupi hati dan memalingkannya dari kewajiban. - Sikap malas dan enggan. - Menjauh dari para aktivis yang dinamis. Lemahnya rasa tanggung jawab. - Buruknya pemahaman atas tujuan dan sasaran aktivitas Islam. - Terjerumus ke dalam arus penentang Islam yang terselubung. - Lemah dalam beribadah dan tidak membiasakan hadir di masjid. Semua itu dengan keharusan mengenal faktor penyebab lahirnya unsur-unsur ini agar setelah itu dapat memberantasnya. Kemudian diiringi dengan upaya pemberian motivasi kepada anggota untuk meningkatkan semangat beramal dan kecintaan kepadanya. Upaya ini dilakukan -setelah memberantas faktor penyebabdengan cara: - Membangun keimanan, keislaman, dan ihsan dalam jiwa. - Mengingatkan kewajiban seseorang kepada Tuhan, agama, saudara, masyarakat, dan dunia Islamnya.

Meningkatkan pemahaman dan wawasan dengan jalan menl baca dan melakukan studi, di samping memberi motivasi ke arah itu. - Penguasaan sosial. Yakni, sejumlah anggota Ikhwan yang aktif dan gigih mendampingi seorang akh untuk membantunya menunaikan kewajiban. - Mengadakan berbagai kunjungan untuk mengusir kejenuhan dan rasa malas. - Menjalinkan hubungan seorang akh dengan sejumlah tokoh Islam yang aktif di medan amal demi tegaknya Islam. - Naqib usrah hendaknya senantiasa mendampingi akh yang pemalas sesering mungkin. 6. Mewujudkan hakekat kebanggaan terhadap Islam dengan membangun komitmen kepada etika dan akhlak dalam semua aktivitas kehidupannya, baik di kala senang maupun susah. Hal ini menuntut dari setiap individu untuk melakukan hal-hal berikut: - Melepaskan diri dari sikap bangga terhadap semua prinsip selain Islam. - Hendaknya kebanggaan terhadap Islam lebih besar daripada kebanggaan terhadap keluarga atau tanah airnya, dan hendaknya Allah serta Rasul-Nya lebih dicintai daripada selainnya. - Hendaknya mengikat diri dengan akhlak yang utama yang telah diserukan oleh Islam, apapun resiko yang harus ditanggungnya dan betapa pun ia harus menjadi 'orang asing' di masyarakatnya, jika mereka tidak berakhlak islami. - Menjauhkan diri dari setiap perilaku yang diperintahkan Islam untuk dijauhinya. Kemudian berani menanggung segala resiko untuk itu, baik yang bersifat kejiwaan, sosial, maupun politik, betapapun beratnya. - Hendaknya menganggap bahwa dunia Islam, adalah tanah airnya, di mana ia harus berjuang demi kemuliaan dan kejayaannya, serta demi terterapkannya syariat Allah di sana. 7. Mewujudkan hakekat loyalitas kepada Jamaah dan komitmen untk meraih tujuan-tujuannya, dalam menggunakan perangkatperangkatnya, membangun geraknya, dan menaati aturan serta etikanya. Semua itu membutuhkan pengorbanan, baik waktu, tenaga, maupun harta benda. Jamaah -melalui perangkat, tatanan, undang-undang dasar, dan program internalnya- senantiasa berseru dengan suara lantang bahwa target yang telah digariskan, perangkat yang telah dipergunakan, gerakan yang telah dibangun, juga semua aturan dan etikanya, semuanya bersumber dari dua sumber pokok: Al-Qur'an dan Sunah Rasulullah saw., dalam pengertiannya yang luas, yang

-

tercakup dalam sirah sebagai aplikasi Sunah. Karena dari sirah (sejarah hidup) Rasulullah itulah kita mendapatkan suri teladan. Dalam prinsip-prinsip Jamaah -sebagaimana yang dapat disimpulkan dari risalah-risalah Imam Mursyid- tidak ada sesuatu pun yang bertentangan dengan ajaran AI-Qur'an dan Sunah Nabi, berdasarkan pemahaman yang benar dan detail menurut caracara yang benar. Dengan cara yang benar itu seorang muslim dapat memahami Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dengan benar pula. Semua ini hanya dapat diwujudkan dengan seutuhnya di dalam usrah. 8. Mengkaji problem dan kendala yang dihadapi anggota demi tegaknya agama Islam, dengan kajian yang cermat disertai gambaran langkah solusinya dengan jelas. Problem-problem itu antara lain: - Problem di tingkat individu - Problem di tingkat keluarga. - Problem di tingkat keluarga besar dan lingkungan. - Problem di tingkat lingkungan kerja. - Problem di tingkat masyarakat, baik sosial, politik, kultur, ekonomi, maupun aliran pemikiran yang destruktif. 9. Memperdalam pemahaman dakwah dan harakah dalam diri seorang muslim. Ingatlah bahwa setiap muslim dituntut untuk menjadi da'i dan aktivis di jalan agama ini sesuai dengan kapasitas dan wawasan keagamaan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya. Adapun orang-orang yang menyatakan bahwa dakwah dan perjuangan demi agama ini merupakan pekerj aan khusus para ahli agama, adalah keliru. Karena seluruh kaum muslimin dalam kapasitasnya sebagai muslim- adalah ahli agama. Juga karena dakwah ke jalart Allah telah diperintahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan orang orang yang mengikutinya, berdasarkan firman Allah, "Katakanlah, 'Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.',, (Yusuf: 108) Hujjah di sini dapat saja berarti salah satu nilai utama yang diserukan Islam. Adapun ahli yang menekuni spesialisasi dalam ilmuilmu agama adalah para pemberi fatwa (mufti) dalam berbagai masalah agama. 10. Memperdalam ketrampilan manajerial dan keorganisasian dalam medan aktivitas Islam. Ini merupakan tuntutan yang

mendesak. Mengapa demikian, karena aktivitas apa pun yang tidak dikelola dengan baik, maka jarang dapat mencapai tujuan. Kegiatan apa pun, jika tidak dikelola secara benar dan tidak dipimpin oleh manajer yang menguasai teori manajemen dan mampu menetapkan job description secara tepat demi lancarnya kegiatan Islam, niscaya akan mengalami kekacauan dan kekeliruan, yang akhirnya tidak kunjung mencapai tujuan. Itulah tujuan-tujuan usrah secara umum. Semua ini hanya dapat terwujud dalam usrah dengan mengikuti program-programnya di bawah bimbingan naqib usrah bersama sejumlah anggota yang relatif terbatas. Tujuan Usrah Secara Khusus Di samping tujuan-tujuan umumnya, sistem usrah juga memiliki tujuan-tujuan khusus. Tujuan-tujuan ini memiliki berbagai ragam, ada yang terkait dengan individu, keluarga, masyarakat, maupun Jamaah itu sendiri. Perinciannya adalah sebagai berikut: Pertama, target usrah yang berkaitan dengan individu. Kaitannya dengan individu, usrah menetapkan beberapa target, antara lain: 1. Membentuk kepribadian islami, yakni dengan mewujudkan berbaga1 aspek yang dapat membangun kepribadian islami seutuhnya. Aspek-aspek tersebut adalah: a. Aspek ideologi, yaitu dengan membangun aqidah yang benar dan iman yang shahih kepada Allah swt. (meliputi: dzat, sifat-sifat, nama-nama, dan tindakan-tindakan-Nya), para malaikat, kitabkitab langit, para nabi beserta sifat-sifatnya (wajib, jaiz, dan mustahilnya), wahyu, mukjizat, ruh, jin, syetan-syetan, hari akhir, dan takdir, yang baik maupun yang buruk. Bahkan tentang diri manusia sendiri, alam, dan kehidupan. b. Aspek ibadah, yaitu dengan menegakkan disiplin melaksanakan berbagai kewajiban yang diperintahkan oleh syariat Islam, juga senantiasa melakukan berbagai ibadah sunah sesuai dengan batas kesanggupan. Lebih dari itu, menjadikan ibadah-ibadah sunah sebagai bagian dari program harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan dalam kehidupan individu, agar menjadi salah satu pintu pendekatan diri kepada Allah swt. Termasuk bagian dari ibadah adalah ihsan (berkualitas dalam beramal) dalam pengertiannya yang luas. Ihsan kepada Allah, diri sendiri, dan orang lain. Ihsan dengan makna itqan dan tajwid (pembagusan dan pencermatan) adalah sesuatu yang disentuhkan oleh Allah kepada segala sesuatu. c. Aspek pemikiran dan wawasan, yakni dengan membangun wawasan pengetahuan umum, wawasan khusus keislaman, dan

wawasan keikhwanan, diiringi dengan persepsi yang benar terhadap amal Islam dalam berbagai kondisi dengan perubahan yang terus menerus. d. Aspek moral dan etika, yakni dengan menanamkan disiplin dengan etika Islam, dibarengi dengan upaya menghidupkan makna ikhlas, kesucian, kesetiaan, sikap suka menolong, persaudaraan, dan bermuka manis. Juga mengikat diri secara sungguhsungguh dengan berbagai tradisi Islam, sekaligus menjauhkan diri dari berbagai sikap yang dibenci dan dari wilayah syubhat. e. Aspek gerakan pada diri, tercermin dalam kemampuannya menunaikan hal-hal berikut ini: - Membaur di tengah masyarakat dan tidak suka menyendiri. - Berpenampilan simpatik di hadapan orang lain. - Mampu menarik perhatian orang untuk kemudian menghimpunnya dalam suatu langkah menuju tujuan yang diinginkan. - Mampu menggerakkan anasir kebaikan pada diri orang lain. - Mampu mengikat orang lain untuk melibatkannya dalant aktivitas Islam dan meyakinkan mereka akan wajibnya. - Mampu meyakinkan orang akan wajibnya beramal jama'i (kerja kolektif) dan mandulnya amal fardi (kerja individual), serta tidak sesuainya ia (amal fardi) dengan kebutuhan global kaum muslimin. - Mampu berkorban, mengingkari egoisme, dan berkhidmat kepada orang tanpa pamrih. f. Aspek manajerial dan keorganisasian pada diri, tereermin dalain hal-hal berikut: - Berlatih mengelola bentuk yang paling sederhana, yakni mengelola usrah itu sendiri. - Berlatih disiplin ketika datang, ketika pergi, dan ketika menunaikan tugas. - Membiasakan etika isti'dzan (meminta izin), etika diskusi, dan mendengar pendapat orang lain. - Mengenal secara mendalam semua anggota usrah untuk memudahkan interaksi, kerja sama, dan berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. - Komitmen untuk mewujudkan tujuan-tujuan Jamaah, betapapun banyak waktu, tenaga, dan harta yang dibutuhkan. - Taat dan menunaikan semua perintah, selama tidak diharamkan oleh Allah. - Melalui usrah, berperan aktif memberikan usulan-

usulan konstruktif, yang memberi saham bagi penetapan keputusan, dan ikut menyiapkan 'lahari yang baik bagi penerapannya. - Komitmen dengan berbagai keputusan Jamaah, betapa pun ia bertentangan dengan pendapat pribadi, selama keputusan itu telah diputuskan. - Menjaga rahasia. - Memiliki kepercayaan terhadap pemimpin. 2. Mengukuhkan makna ukhuwah dalam diri angy1ota, karena ia adalah ukhuwah karena Allah, karena Islam, dan karena semangat saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. Bersamaan dengan itu diingatkan pula bahwa ukhuwah adalah syi ar Jamaah. Apalagi jamaah sendiri bernama Ikhwanul Muslimin. Selain itu ukhuwah merupakan tuntutan agama yang sering diserukan oleh banyak teks syariat. Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya orang-orang beriman itu saudara." Dia juga berfirman, "Lalu berkat nikmat-Nya kalian menjadi bersaudara. Jiwa ukhuwah akan tertanam kuat pada diri anggota dengan hal-hal sebagai berikut a. Memelihara kecintaan karena Allah kepada orang yang kita diperintahkan oleh Allah untuk mencintainya, dan kebencian karena Allah kepada orang yang kita diperintahkan oleh Allah untuk membencinya. Sebab iman itu cinta dan benci. b. Saling mengenal, menasehati, dan saling toleran. c. Saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran. d. Saling memahami, saling membantu, dan saling menanggung beban. e. Membiasakan diri agar seorang akh selalu siap membantu kebutuhan saudaranya. f. Menunaikan kewajiban-kewajiban ukhuwah secara sempurna, tanpa dikurangi sedikit pun. Kewajiban-kewajiban ukhuwah banyak jumlahnya dan telah disebutkan dalam teks-teks agama. Dalam hal anjuran, antara lain kita harus: - Menyampaikan salam jika berjumpa dengannya. Menyambut undangannya. - Mendo'akannya jika ia bersin. Menjenguknya jika ia sakit. - Mengiringi jenazahnya jika ia meninggal. - Mencintai sesuatu untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai sesuatu untuk dirinya. - Menolongnya, baik dalam keadaan menganiaya (zhalim) maupun teraniaya (dizhalimi). Terhadap saudara yang

meng_ aniaya, pertolongan dilakukan dengan mencegahnya, sedang terhadap yang teraniaya dilakukan dengan melindunginya. - Membantu memenuhi kebutuhannya. - Memecahkan kesulitannya. - Menutupi aibnya. Sedangkan dalam bentuk larangan, antara lain: - Tidak membencinya kecuali karena Allah. - Tidak mendengkinya kecuali dalam hal yang boleh didengki. - Tidak memutuskan hubungan atau mendiamkannya lebih dari tiga hari. - Tidak menzhaliminya. - Tidak menyerahkannya kepada musuh. - Tidak mengkhianatinya. - Tidak membohonginya. - Tidak menghinakannya. Semua ini adalah hal-hal yang dapat mengukuhkan ukhuwah pada diri seorang muslim terhadap saudaranya. 3. Melatih diri untuk mengemukakan pendapat secara bebas, mau mendengar pendapat orang lain dan lapang dada dan pikiran yang terbuka, serta mendiskusikan pendapat itu sehingga menjadi jelas kebenaran yang wajib diikutti Semua itu akan tercapai dengan halhal berikut: a. Mengemukakan pendapat dengan sopan, meminta izin terlebih dahulu, obyektif, serta jauh dari sifat fanatik dan membanggakan pendapat sendiri. Karena orang yang bersikap fanatik dan bangga terhadap pendapatnya sendiri sering tidak disukai oleh orang lain. b. Pandai mengungka kan persoalan dengan memilih cara-cara yang tenang dan terarah, tidak berteriak-teriak dengan membuat panas situasi. c. Memperhatikan agar pintu dialog tetap terbuka selama masih ada anggota yang ingin bicara. Karena menutup pintu dialog merupakan sikap represif dan melukai hati. Apalagi jika sampai benar-benar menyakiti orang lain. d. Tidak meremehkan pendapat dari mana pun asalnya, karena kadang-kadang ia mengandung kebaikan. Selama meyakini prinsip bahwa hikmah itu merupakan barang hilangnya seorang mukmin dan siapa yang menemukannya dia paling berhak mendapatkannya, maka hendaknya ia mendengar setiap pendapat. Dengan demikian akan terwujudlah beberapa hal berikut:

Terungkapnya bakat orang yang mengemukakan pendapat itu. - Terungkapnya potensiyang tersembunyi dalam diri seseorang. - Mengarahkan bakat dan potensi ini demi kemaslahatan agama, Jamaah, dan untuk orang itu sendiri. - Merangsang situasi yang dinamis dalam majelis usrah. e. Mengukuhkan prinsip musyawarah.. dalam diri para anggota usrah sebagai konsekuensi logis dari terbangunnya iklim kebebasan berpendapat dan sikap menghormati pendapat orang lain. Teladan kita adalah Rasulullah saw. Kendatipun beliau seorang nabi yang maksum dan mendapat wahyu, namun beliau sering mengatakan, "Kemukakanlah kepadaku pendapat kalian." Hadits ini telah memberikan peluang seluas-luasnya kepada pendapat lain. Karena, dalam kapasitasnya sebagai seorang nabi yang maksum dan mendapat dukungan wahyu, beliau masih meminta pendapat orang lain, mendengarkan, dan mengambilnya apabila ia benar dan wahyu tidak menjelaskannya. 4. Memberdayakan setiap anggota agar mampu mentarbiyah dirinya sendiri, berangkat dari asumsi bahwa dirinyalah yang lebih tahu tentang apa yang dibutuhkannya, menyangkut kebutuhan pengetahuan dan keahlian, manakala -karena sebab-sebab tertentuusrah tidak memiliki program. Semua ini terealisir dengan hal-hal berikut: a. Setiap anggota menyiapkan untuk dirinya program-program yang dapat mewujudkan hal-hal berikut: - Mengobati sisi kelemahan dan kekurangan yang hanya dapat dirasakan oleh dirinya sendiri dan tidak dapat dirasakaii oleh orang lain, seperti: kelemahan fisik, wawasan pengetahuan, psikologis, atau lainnya. - Menyucikan ruhani dengan menerapkan ketaatan dari memperbanyak amalan sunah, serta menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang makruh. - Berlatih sendiri mendiskusikan berbagai kendala dan problematika di medan aktivitas Islam dan merancang metode yang tepat untuk memecahkannya, kemudian mengungkapkannya ke hadapan anggota yang lain. - Meningkatkan kemampuan dalam berbagai ketrampilan yang berhubungan dengan penunaian aktivitas Islam b. Anggota harus berjanji kepada diri sendiri untuk serius dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan program pribadi yang diterapkan untuk dirinya sendiri, dengan diiringi kesadaran

-

bahwa Allah senantiasa mengawasinya. Oleh karenanya ia berusaha semaksimal mungkin membaguskan amalannya. c. Menetapkan batas waktu akhir yang tepat bagi setiap program yang disiapkan untuk dirinya sendiri. Setelah itu mengevaluasinya berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, yakni bahwa setiap program henda y ditetapkan berdasarkan tujuan yang ingin diraili d. Dijaga agar tidak terjadi benturan antara program pribadinya dengan program usrah, karena program usrah merupakan program dasar dan prinsip, sedangkan program yang dibuat untuk tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri) hanya sebagai pelengkap. 5. Bekerja sama antar anggota usrah untuk mengembangkan op tensi ~/ dirii dengan pelatihan. Pada dasarnya Allah telah meletakkan pada diri setiap hamba potensi, bakat, dan kemampuan yang membedakannya dari orang lain. Dalam kaitan ini, usrah sesungguhnya merupakan wahana yang tepat untuk menyingkap, mengembangkan, mengarahkan, dan mendayagunakan potensi pribadi itu untuk berkhidmat kepada agama, Jamaah, dan diri sendiri. Apalagi setiap anggota usrah adalah seorang da'i yang sangat membutuhkan pelatihan berbagai ketrampilan yang dapat mendukung kegiatan dakwahnya. Berbagai contoh pelatihan tersebut adalah sebagai berikut: a. Pelatihan untuk pengembangan bakat berpidato, berceramah, berdebat, berdiskusi, dan menyampaikan pendapat. b. Pelatihan untuk melakukan penelitian dengan belajar berinteraksi dengan referensi dan rujukan, membuat catatan, serta menuliskannya. c. Pelatihan tentang analisa politik. d. Pelatihan manajemen. e. Pelatihan membaca cepat. f. Pelatihan menyusun konklusi dan penjelasan. g. Pelatihan melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial, seperti: mengunjungi tetangga, memakmurkan masjid, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, dan ziarah kubur. h. Pelatihan olah raga, bela diri, teknik menyerang, meningkatkan stamina tubuh dalam menghadapi rasa lapar dan haus dengan melakukan puasa sunah selama hari-hari musirn panas. i. Pelatihan ketrampilan sebagai bekal mencari penghidupan, kendatipun pesertanya dari kalangan terpelajar dan memiliki status sosial yang terpandang. Hal itu karena hadits Nabi saw. menyatakan, "Barangsiapa kelelahan di sore hari karena bekerja dengan tangan sendiri, maka dia menjadi orang yang diampuni." Pelatihan ini dapat dilaksanakan dalam pertemuan usrah jika

memungkinkan, namun dapat pula dilaksanakan di luar pertemuan usrah. 6. Bekerja sama antar anggota usrah untuk memecahkan berbagai problematika dan kendala yang menghadang aktivitas Islam. Problem dan kendala hampir pasti ada ketika kita menggulirkan aktivitas Islam di tengah masyarakat yang tidak tercelup dengan nilai-nilai Islam dalam aspek kehidupannya. Bahkan, problematika ini akan tetap membayangi selama individu bekerja. Di antara berbagai tujuan terpenting usrah yang berkaitan dengan individu adalah mengajarkan bagaimana kerjasama dengan saudarasaudaranya dalam usrah, untuk mengetahui penyebab lahirnya problem. Setelah itu berpikir mengenai metode penanggulangannya. Problem yang berkaitan dengan individu itu sangat banyak dan beragam, antara lain: 1. Problem dan kendala yang bersifat natural, misalnya: - sensitivitas yang berlebihan - emosional - lamban dalam merespon - terlalu banyak bicara - indisipliner, dan lain-lain. 2. Problem dan kendala yang bersifat psikis, misalnya: - kagum kepada diri atau pendapatnya sendiri - fanatik dan jumud - sombong dan tinggi hati - mengikuti hawa nafsu - cinta dunia - takut mati. 3. Problem atau kendala yang bersifat ruhani, misalnya: - kesatnya hati - lupa akhirat - meninggalkan amalan-amalan sunah - melalaikan dzikir dan wirid - tidak respek dan senang hati dalam beribadah - tidak membiasakan shalat di masjid. 4. Problem atau kendala wawasan pengetahuan,.misahlya: - lemah dan sempitnya wawasan pengetahuan - enggan membaca - tidak memiliki perhatian dan tidak mau mendalami apa yang dibaca - lemahnya konsentrasi - tidak kritis terhadap apa-apa yang dibaca, artinya semua yang dibaca diterima secara bulat dan dianggapnya sebagal nersoalan Islam yang sesungguhnya. 5. Problem atau kendala yang bersifat gerakan, misalnya:

memilih uzlah (menjauhkan diri dari masyarakat) tidak mampu berdakwah dan bertabligh tidak mampu merangkul masa dan menjinakkan mereka tidak suka berkorban, baik dengan waktu, tenaga, maupun harta benda - lemahnya kemampuan menghimpun masa dan mempengaruhi mereka serta mengklasifikasikannya berdasarkan kesiapan mereka untuk beramal demi tegaknya Islam dan tuntutan-tuntutannya. 6. Problem atau kendala penataan, misalnya: - lalai terhadap tujuan aktivitas yang dilakukan dalam berbagai bidang, - lalai terhadap fase-fase amal dan skala prioritasnya, - lemahnya komitmen dan loyalitas kepada agama secara umum dan kepada Jamaah secara khusus, - lemahnya kemampuan dalam mengelola amal dalam lingkungan usrah maupun di luar usrah, - lemahnya kepercayaan kepada pemimpin, - lemahnya ketaatan dan penunaian tugas, - lemahnya keinginan untuk berperan aktif dalam kegiatankegiatan usrah, kendatipun sebagian dari kegiatan itu sangat ringan, - lemahnya kesanggupan untuk menyimpan rahasia, - Tidak memiliki sensitivitas amniyah (sense of secret). 7. Bekerja untukmencetak calon-calonnagib usrah. Mengapa demikian? Karena usrah bukanlah 'perkumpulan abadi' yang seakan-akan menjadi tujuan itu sendiri. Ia hanyalah forum sementara yang dibatasi masa tertentu, hingga usainya kajian suatu program. Tatkala program ini selesai, para anggota usrah akan berpencaran menangani berbagai kegiatan yang memenuhi kebutuhan agama dan tuntutan Jamaah. Ini dilaksanakan setelah -melalui program ini mereka matang dalam wawasan, kinerja, dakwah, dan harakahnya. Karena kematangan menjadi salah satu sarat bagi' suksesnya program. Tidaklah logis apabila Jamaah mengangkat seorang naqib usrah . yang menjadi representasi bagi pemimpin Jamaah dalam mendidik dan memberi pengarahan- yang belum pernah mengalami roses penggemblengan dan seleksi dalam usrah yang ia menjadi salah satu anggotanya. Standar kelayakan naqib usrah bukan hanya berdasar ilmu pengetahuan dan wawasan belaka, namun masih dibutuhkan

-

sifat-sifat lain yang mendukung ilmu dan wawasannya serta dapat memimpin orang lain dan mengarahkannya menuju tujuan yang dicita-citakan. Kita akan menguraikan masalah naqib usrah dalam pembicaraan khusus tentangnya, insya Allah. Usrah yang baik adalah usrah yang produktif, yang banyak melahirkan kader calon naqib. Bahkan dapat jadi semua anggota adalah kandidat naqib apabila memenuhi syarat-syarat yang akan kami bicarakan nanti. Pemilihan naqib usrah, sebagaimana yang kami ketahui dari berbagai studi yang ditulis mengenai Jamaah dan sebagaimana yang dapat kami rasakan di saat menganalisa sejarah Jamaah dan struktur keanggotaannya, selalu didahului dengan proses pencalonan nac ib untuk memikul t ag ini, juga harus berdasarkan persetujuan pernimpin Jamaah sesuai dengan syarat yang ditetapkan. Pencalonan dari naqib lama untuk mengajukan satu atau lebih calon naqib, menuntutbeberapa hal yang harus dilakukan olehnya, antara lain: Naqib harus melibatkan rekan-rekannya dalam menjalankan manajemen usrah dan memerintahkan kepada beberapa anggota untuk melaksanakan semua atau sebagian dari tugas-tugas usrah, agar latihan ini menjadi sarana yang mengarahkan kepada proses pencalonan nantinya. Naqib harus menguji sebagian anggota usrah yang dipandang layak untuk dicalonkan menduduki posisi naqib. Ujian ini berupa pemberian beberapa tugas khusus yang dapat xnerLUingkP kadar ketaatan dan komitmennya, serta sifat-sifat penting yang dimilikinya, seperti: keseriusan, keikhlasan, keterpercayaan, dan keteguhan menyimpan rahasia. Ketua lama hendaknya pernah -sekali atau beberapa kalimemberikan kesempatan kepada anggota yang ditarget menduduki posisi naqib, untuk mengelola tugas-tugas usrah secara penuh. Hal ini untuk mengetahui kadar kelaikannya dalam mengemban tugas-tugas penting dalam kehidupan Jamaah ini. Pencalonan yang dilakukan oleh nagib lama itu hendaknya sesuai dengan kriteria yang sudah dikenal oleh Jamaah untuk seorang naqib. Bersamaan dengan itu hendaknya jangan menjadikan faktor-faktor pribadi -seperti faktor kekayaan, keulamaan, atau posisi sosial- sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan, kendatipun sifat-sifat ini sangat diperlukan dalam Jamaah dan sangat bermanfaat untuk berkhidmat kepada Islam dan proyek-proyek Jamaah. Ada sifatsifat dasar yang harus dipenuhi oleh seorang naqib usrah, yaitu

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

sifat-sifat kelayakan sebagaimana yang akan kami jelaskan dalam pembahasan selanjutnya. Hendaknya naqib usrah tidak memberitahukan kepada orang yang dicalonkan bahwa dirinya seorang calon naqib, sehingga tindakan dan perilakunya tetap normal dan tidak dibuat-buat. Hal ini sekaligus untuk menyingkap karakter yang sebenarnya dan bagaimana kesesuaiannya dengan syarat yang dituntut. Hendaknya naqib usrah menunggu kepuiusan pernimpin di atasnya mengenai pencalonan ini; dikukuhkan, ditangguhkan, atau bahkan ditolak. Dia harus menerima dan menghormati apapun keputusan pemimpin, karena pemimpin lebih mampu memberikan keputusan dan lebih mengetahui syarat-syarat kelayakan yang terdapat pada diri orang yang dicalonkan sebagai naqib. Hendaknya penangguhan atau bahkan penolakan pemimpin atas pengajuan calon ini tidak dianggap oleh naqib sebagai putusan dari atasan bahwa dirinya tidak pandai menyeleksi calon. Karena bisa jadi pemimpin memiliki komentar tertentu atas calon ini yang dirasa tidak sepatutnya diketahui oleh naqib. Pemimpin berhak melakukan hal ini sesuai dengan tuntutan sistem Jamaah dan etika struktural kepemimpinannya. Naqib lama harus memahami bahwa apabila ada seorang anggota yang tidak layak untuk menduduki posisi naqib -karena satu dan lain hal- maka hal ini tidak berarti bahwa ia kehilangan potensinya beramal dalam Jamaah. Namun bisa jadi ia cocok untuk mengemban tugas lain yang tidak kalah pentingnva daripada tugas seorang naqib usrah.

Kedua, tujuan usrah untuk rumah tangga Berkaitan dengan rumah tangga muslirn, usrah menargetkan hendaknya setiap anggota mewujudkan rumah tangga yang islami, baik dalanr tindakannya maupun tata nilai yang mendasarinya. Hendaknya anakanak di dalamnya tumbuh dalam naungan kedua orang tua yang memegang teguh ajaran Islam agar mereka menemukan teladan yang baik dan patut ditiru. Dalam kaitan ini usrah berperan mengantarkan kepada tujuan-tujuan sebagai berikut: a. Pandai memilih istri Istri adalah pilar rumah tangga dan pendidik anak-anak. Di atasnya rumah tangga akan tertegak bersama nilai-nilai kebajikan dan taqwa. Pada dasarnya istri yang shalihah adalah nikmat yang terbaik di dunia ini, karena dengan keshalihahannya suami akan merasa bahagia dan anak-anak akan tumbuh dengan baik. Islam telah mengajarkan kepada kita beberapa kriteria yang jeli

sebagai pedoman dalam memilih seorang istri. Kriteria-kriteria ini sudah sangat populer, di antaranya yang terindah adalah sabda Rasulullah saw., "Seorang wanita dinikahi karena empat hal, yakni: karena harta bendanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama, niscaya engkau akan mendapatkan berkah." Istri adalah pilar rumah tangga dan tarnan asuhan bagi anakanak yang dilahirkannya. Di atasnyalah rumah tangga tertegak bersama nilai-nilai keshalihahan dan ketaqwaan. Pada dasarnya istri yang shalihah adalah sebaik-baik harta di dunia ini. Keshalihahan istri adalah kebahagiaan suami dan jaminan mutu bagi tumbuh kembangnya anak-anak yang dilahirkan. Islam telah mengajari kita standar yang detail sebagai pedoman dalam rnemilih seorang istri. Itulah yang disabdakan oleh Rasulullah saw., "Wanita dinikahi karena empat hal, yakni: karena hartanya, keturunannya kecantikannya dan agamanya Maka pilihlah yang memiliki agama, niscaya engkau mendapatkan berkah." (HR. Bukhari dari Abu Hurairah dalam shahihnya, VII, 8) Jamaah memiliki program yang diperuntukkan bagi akhawat muslimah yang memungkinkannya melakukan pendalaman agama. Program ini berpijak di atas prinsip-prinsip yang mendekati prinsipprinsip yang menjadi pijakan bagi program penyiapan dan pernbinaan kader lelaki dalam usrah atau melalui sarana tarbiyah lainnya dalam Jamaah. (Muatan program ini akan kami sampaikan dalam pembahasan tersendiri) b. Memformat rumah tangga muslim dengan format Islam Aktivitas ini menuntut hal-hal berikut: - Komitmen kedua orang tua dengan norma-norma Islam, baik dalam tindakan, perkataan, cara berpakaian, pergaulan, makanan, minuman, dan segala hal yang terkait dengan rumah tangga. - Penampilan rumah tangga muslim dengan segenap perangkat yang ada di dalamnya hendaknya sesuai dengan penampilan yang diridhai oleh Allah swt. dan sesuai dengan ajaran Islam. Ia tidakbermegah-megahan dalam hal perabot dan tempat tidur, tidak ada patung-patung atau sesuatu yang mengundang murka Allah swt., betapapun sesuatu itu telah menjadi tradisi yang lazim di mata orang banyak. Selain itu rumah tangga ini hendaknya selalu bersih, sederhana, rapi, asri, dan mendatangkan kenyamanan bagi penghuninya. Ia tidak menjauhkan diri dari perhiasan dunia, karena Allah telah menghalalkan rezeki yang baik-baik dan Islam juga menganjurkan agar kita memiliki rumah yang lapang. Begitu juga rumah tangga ini harus memperhatikan

makanan yang baik dan pakaian yang baik dalam batas-batas yang telah dihalalkan oleh Allah swt. - Rumah tangga muslim tidak mengenal pertengkaran antarpenghuninya, terutama antara ibu dan ayah, karena Islam memerintahkan keharmonisan, ketenangan, kecintaan, dan kasih sayang dari semua anggota keluarga. Rumah tangga muslirn dapat mewujudkan semua ini apabila masing-masing dari kedua orang tua mengerti tentang kewajiban-kewajiban dan hak-haknya, serta melaksanakan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridha-Nya. Rumah tangga muslim tidak berpijak di atas prinsip penge_ kangan terhadap anggota-anggotanya dalarn hal yang telah dihalalkan Allah, namun berpijak pada prinsip: "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemarp_ puannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah merp_ berikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan". (Ath-Thalaq: 7) Gambaran sebagian orang bahwa rumah tangga muslim harus selalu beralaskan tikar sebagai tempat tidurnya, meskipun sebenarnya mampu mendapatkan yang lebih baik dari itu, adalah salah. Begitu juga dalam hal pakaian dan makanan. Allah swt. berfirman, "Katakanlah, 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?"' (Al-Araf: 32) Rumah tangga muslim tidak sepatutnya terjerembab dalam gaya hidup glamour yang berpijak pada kesombongan dan kebanggaan atas diri sendiri, karena hal itu -di samping hukumnya memang haram- dapat menimbulkan perasaaan dengki pada orang lain. Padahal, rumah tangga muslim seharusnya dapat menebarkan rasa cinta dan kasih sayang kepada orang lain, bukannya kedengkian dan perpecahan. Selain itu hendaknya dalam rumah tangga muslim tidak diperbolehkan ada satu perkakas pun yang dipajang dengan niat untuk bermegah-megahan atau parner. c. Etika rumah tangga muslim Hendaknya rumah tangga muslim senantiasa dihiasi dengan nilainilai Islam dalam segala aspek kehidupannya, sebagaimana yang telah kami jelaskan di muka. Rasanya di

sini perlu kami singgui1$ beberapa sarana yang dapat menj adikan nilai-nilai Islam ini memandu kehidupan rumah tangga muslim. Yang paling penting di antaranya adalah sebagai berikut: - Berpegang teguh kepada nilai-nilai akhlak dalam segala ha1, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan. - Menanamkan sejak dini komitmen anak-anak kepada nilainilai Islam, baik ketika berbicara, diam, bertindak, makan, ketika minum, berpakaian, dan bermain. Teladan mereka dalarn hal ini adalah kedua orang tuanya. - Mengukuhkan bahwa rumah tangga muslim, dengan segenap anggota keluarga di dalamnya, adalah rumah tangga yang memiliki kewajiban untuk mengajak rumah tangga-rumah tangga lainnya menuju Allah, Islam, kebaikan, dan petunjuk. Seorang suami bergaul dengan sesama kaum lelaki di lingkungannya dan mengajak mereka menuju Allah. Sedangkan sang istri bergaul dengan sesama kaum wanita di lingkungannya dan mengajak mereka kepada Allah. Begitu juga yang dilakukan oleh anak-anak mereka. - Mengukuhkan bahwa rumah tangga muslim hendaknya menjadi teladan dalam segala hal. Dengan begitu, ia menjadi sarana dakwah dan propaganda bagi Islam dan bagi amal shalih. d. Anak-anak dalam rumah tangga muslim Usrah mentargetkan, hendaknya dalarn rumah tangga muslim anak-anak dapat tumbuh berkembang dengan penuh kesadaran dan memegang teguh nilai-nilai Islam. Anak-anak merupakan gambaran dari profil kedua orang tuanya dan nilai-nilai yang mendominasi rumah tangga tempat hidupnya. Oleh karenanya, kedua orang tua seharusnya memilih gambaran macam apa yang ingin digoreskan pada diri anak-anak mereka. Anak-anak dalarn rumah tangga muslim -mau tidak mau- akan bergaul dengan anak-anak lain yang tumbuh dalarn rumah tangga yang tidak peduli dengan nilai Islam dalam perilaku dan pola hidupnya. Rumah tangga muslim hendaknya membekali anakanaknya dengan nilai-nilai Islam yang harus ditularkan kepada teman-teman mereka. Untuk dapat menunaikan tugas ini, kedua orang tua dituntut agar dapat melkukan banyak hal, di antaranya adalah sebagai berikut: - Menanamkan nilai dan etika Islarn kepada diri anakanak sejak dini dengan bergaul bersama mereka secara cermat dan islami. - Memberikan teladan yang baik kepada anak-anak dalam

berbicara, baik ketika serius maupun ketika bercanda, tanpa mengabaikan salah satunya. Prinsip pergaulan dengan anak-anak agar mereka tunlbuh dewasa dengan baik dan kelak dapat menjadi orang-orang yang shalih dan shalihah adalah bahwa kita harus disiplin memenuhi segala kebutuhan fisik, akal, dan ruhani mereka. Fisik mereka membutuhkan makanan yang halal, olah raga, hiburan dan permainan. Akal mereka membutuhkan bacaan, perenungan, dan pelatihan untuk berpikir dan memahami. Ruhani mereka membutuhkan penyucian dari noda-noda dan penyakitpenyakit berbahaya, serta memerlukan santapan yang berupa ibadah, membaca A1-Qur'an, mengkaji Sunah Rasul dan sirah Nabawiyah. Semua ini akan terealisir dalam bentuknya yang paling ideal, apabila kedua orang tua memberikan perhatian yang besar kepada anak-anaknya dengan bergaul secara baik dan bersikap serius, di samping beberapa permainan dan hiburan yang juga dibutuhkan oleh setiap orang. Begitulah yang dicontohkan oleh Nabi saw. dalam hadits riwayat Thabrani dari Jabir ra., ia menuturkan, "Aku pernah rnengunjungi Nabi saw. yang pada waktu itu beliau sedang berjalan merangkak sedangkan di atas punggung beliau duduklah Hasan dan Husain. Beliau mengatakan,'Sebaik-baik kendaraan adalah kendaraan kalian berdua dan sebaik-baik anak kembar adalah kalian berdua."' Seorang ayah harus membiasakan anak-anak lelakinya datang ke masjid untuk menunaikan shalat-shalat wajib, menjalin ikatan yang kuat antara mereka dengan masjid, berkenalan dengan kaum muslimin yang aktif ke masjid, baik tua maupun muda, serta aktif mengikuti pengajian-pengajian, ceramah-ceramah, dan berbagai kegiatan yang diadakan di masjid. Semua itu karena keterpautan hati dengan masjid merupakan salah satu sebab keridhaan dan kecintaan Allah swt. kepada hamba-hamba-Nya. Seharusnya rumah tangga muslim menjadi tempat berkumpulnya anak-anak tetangga untuk belajar etika-etika Islam, jika memang tempatnya memungkinkan. Pembiasaan melaksanakan nilai-nilai Islam dalam naungan keluarga muslim dan di bawah pengawasan yang baik oleh kedua orang tua dapat menghindarkan anak-anak dari kebiasaan berkumpul dan berkeliaran di jalanan. Perilaku ini sering menjerumuskan mereka ke dalam perilaku maksiat dan kerusakan moral.

Tidak sepatutnya rumah tangga muslim tdak memiliki perpustakaan Islam. Sarana itu dapat digunakan untuk membekali anakanak dengan berbagai ilmu pengetahuan agama, seperti tafsir AlQur'an dan Sunah Rasulullah saw., sejarah Nabi saw. dan para sahabat ra., serta biografi para tokoh Islam dan para pembaharunya agar jiwa mereka dipenuhi dengan sikap bangga terhadap agama ini, sehingga kecintaan dan perhatian mereka kepada agama ini semakin bertambah. Sampai batas ini pembicaraan kita tentang rumah tangga muslim dan tujuan yang ingin dicapai oleh usrah telah selesai. Namun kelengkapan pembahasan ini -dengan tema pembahasaan tentang program Jamaah untuk para wanita muslimah, baik sebagai istri, saudara, atau anak, sebagaimana yang pernah kami janjikanmerupakan langkah mendesak sebagai bagian dari keinginan kami untuk.melakukan analisa sejarah Jamaah ini beserta berbagai tujuan dan perangkatnya dalam mentarbiyah kaum lelaki dan wanita. Program Untuk Akhwat Muslimah Sebelum berbicara mengenai program khusus untuk akhwat, kita singgung sekilas tentang sejarah kegiatan Jamaah yang menyentuh persoalan akhawat ruslimat pada tahun 1351 H./1932 M. Bertitik tolak dari prinsip integralitas manhaj Jamaah yang lahir dari integralitas manhaj Islam dan kemampuannya memecahkan berbagai persoalan masyarakat di setiap tempat dan waktu, Jamaah pun memberi perhatian kepada akhawat muslimat sebanding dengan perhatiannya kepada ikhwan. Dalam pertumbuhannya, Jamaah juga melewati masa-masa terjadinya konflik antara para propagandis westernisasi (pembaratan) dengan para penyeru nilai-nilai sosial yang bersumberkan Islam. Qasim Amin, dengan kedua bukunya, Tahrirul Mar'ah (Pernbebasan Wanita) dan AIMar'atul Jadidah (Wanita Baru) telah memerankan dirinya sebagai propagandis Barat dalam hal-hal yang berkaitan dengan kaum wanita. Dari sinilah lahir fenomena wanita melepaskan jilbabnya, bercampur baur dengan kaum lelaki di lembagalembaga pendidikan, dan dampak negatif lain yang semakin menjauhkan kaum wanita dari ajaran agama. Manhaj dan khithah Jamaah sangat memperhatikan wanita muslimah sebagaimana perhatiannya kepada lelaki muslim. Untuk itu Jamaah membentuk sebuah lembaga pertama kali yang diperuntukkan bagi akhawat dengan nama Firaqul Akhawatil Muslimat (Unit Akhawat Muslimah) dan menyiapkan untuknya suatu sistem Yang mengatur berbagai aktivitas dan menggariskan berbagai tujuan sekaligus saranasarananya untuk merealisasikan tujuan. (Progranl ini secara penuh

telah dimuat di majalah mingguan Al-Ikhwan AlMuslimin edisi kedua yang terbit pada tanggal 28 Shafar 1352 H.11 Juli 1933 M.) Tujuan dibentuknya unit ini adalah dalam rangka men1bangun komitmen kepada ajaran Islam, dakwah menuju keutamaan, dan menjelaskan berbagai bahaya khurafat yang berkembang di tengah kaum muslimat. Untuk pertama kali yang mengetuai unit ini adalah Sayyidah Labibah Ahmad, yang pada saat itu juga menjabat sebagai ketua redaksi majalah An-Nahdhah An-Nisa'iyah (Kebangkitan Wanita). (Makalah yang ditulis oleh ketua unit ini untuk menjelaskan tentang tujuan, dan telah dimuat dalam majalah mingguan AI-Ikhwan Al-Muslimin No. 30,15 Dzul-ga'dah 1352 H.) Pada tanggal 14 April 1944 M. terbentuklah Lajnah Tanfidziyah (Badan Eksekutif) yang pertama. Waktu itu, Unit Akhawat Muslimat telah memiliki lima puluh cabang yang beranggotakan lebih dari lima ribu akhwat. Yang sering memberikan pengarahan kepada mereka adalah para tokoh wanita yang ada di dalamnya atau tokoh lakilaki dari kalangan Ikhwan. Risalah yang pertama kali ditulis oleh Unit Akhawat ini adalah risalah yang bertajuk Ma'al Mar'ah Al-Muslimah (Bersama Wanita Muslimah). Risalah ini berisi penjelasan tentang manhaj dan misi Akhawat Muslimat dan misi wanita muslimah pada umumnya. Risalah ini diadaptasi dari sebuah makalah yang ditulis oleh Imam Syahid dengan judul AI-Mar'atul Muslimah yang dimuat di majalah Al-Manar. (Terbit pada tahun 1359 H. dalam dua jilid, yakni jilid kedelapan dan kesepuluh. Imam Syahid sendirilah yang menjadi pemimpin redaksinya.) Dalam makalah ini Imam Syahid menegaskan bahwa Islam mengakui hak-hak wanita secara penuh; hak-hak individu, hak-hak kultural, dan hak-hak politik. Pada tahun 1951 M. dirumuskanlah program Akhawat Muslimat secara rinci. Dijelaskan pula beberapa tujuan dari dibentuknya unit ini adalah: 1. Membangkitkan semangat keagamaan dan menyebarkan nilainilai Islam, dengan membentuk kepribadian wanita yang terdidik dan mampu mengemban tugas yang dibebankan. 2. Mengenalkan nilai-nilai utama dan etika yang bisa menyucikan jiwa dan mengarahkannya menuju kebaikan dan kesempurnaan, selain juga menjelaskan tentang hak dan kewajiban. 3. Membimbing mereka memahami metode pendidikan Islam yang shahih dan efektif, yang dapat menjamin perkembangan fisik dan akal putra-putri mereka, sekaligus menghindarkan ketidakseimbangan pertumbuhan keduanya. 4. Berupaya mewarnai rumah tangga dengan warna Islam. Yakni dengan membangkitkan hati untuk mencintai ajaran AI-Qur'an, Sunah Nabi, biografi para ibu mukminat, dan tokoh-tokoh wanita

5. 6. 7. 8.

9.

yang kiprah mereka telah memenuhi lembaran-lembaran sejarah Islam. Memerangi bid'ah, khurafat, kebohongan, pemikiran yang menyeleweng, dan tradisi buruk yang banyak tersebar dan marak di tengah mereka. Menyebarkan ilmu pengetahuan yang bisa mencerahkan akal pikiran mereka dan meluaskan wawasannya. Memperhatikan urusan rumah tangga, agar rumah menjadi tempat yang nyaman dan menghimpun anggota keluarga di atas landasan nilai yang utama dan menyelamatkan. Ikut berpe ran aktif dalam proyek-proyek sosial yang bermanfaat di lingkungan sekitarnya sesuai dengan kesanggupannya. Proyekproyek yang dimaksud antara lain: pembangunan klinik, asrama untuk anak-anak, pemeliharaan anak yatim piatu, gelanggang anak-anak, sekolah-sekolah, dan kepanitiaan penyaluran bantuan untuk keluarga-keluarga miskin. Untuk masing-masing proyek ini telah ditetapkan program-program khusus dan dibentuk pula tim yang mengawasi proyekproyek tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan nomor 49 tahun 1945 M. yang telah terdaftar di Departemen Sosial. Bahu-membahu -dalam batas-batas kondisi dan kesanggupan akhawat- untuk merealisasikan program perbaikan milik Ikhwanul Muslimin secara umum.

Adapun anggota Badan Pendiri Akhawat Muslimat adalah para akhwat yang aktif di Kairo dan daerah-daerah sekitarnya hingga tahun 1951 M. Mereka berjumlah lima puluh orang ketika itu dan terus bertambah setelahnya, berdasarkan catatan di Anggaran Dasar yang telah ditetapkan. Sedangkan sistem usrah, ia berjalan sesuai dengan peraturannya yang secara substansi sama dengan yang diberlakukan untuk ikhwan. Hanya saja ada beberapa program yang khusus untuk mereka dan diatur tersendiri. (Pasal 10 dari Anggaran Dasar) Berikut akan dibicarakan beberapa program usrah Ikhwan agar . melalui itu- kita dapat memahami program usrah untuk akhawat. Ketiga, tujuan usrah bagi masyarakat Terhadap masyarakat muslim, usrah menetapkan tujuan; hendaknya ia menjadi masyarakat yang terwarnai oleh nilai-nilai Islam, berhukum kepada syariat Allah dalam segala urusannya, dan dipimpin oleh sistem ideologi Islam dalam setiap persoalannya. Dalam Jamaah Ikhwan, usrah ibarat batu bata dalam bangunan sosial,

sebagaimana rumah tangga juga merupakan batu-bata bagi bangunan masyarakat. Pada pembahasan yang lalu, kami telah menjelaskan tentang tujuan usrah bagi individu, yang dikategorikannya sebagai batubata pertama dalam rumah tangga muslim, juga sudah dijelaskan target-target usrah bagi rumah tangga muslim, yang melalui ini kita bisa mengetahui bahwa bangunan itu satu adanya dan individu serta rumah tangga adalah bagian dari bangunan masyarakat. Sebagai pelengkap pembahasan, kita perlu mengetahui tujuan usrah bagi masyarakat muslim secara keseluruhan. Usrah adalah salah satu dari perangkat tarbiyah Ikhwanul Muslimin yang pengaruhnya merambah individu, rumah tangga, dan masyarakat seluruhnya. Seandainya usrah abai terhadap tujuan dari penegakan masyarakat, berarti ia cacat dan sempit wawasan. Sebagaimana telah kami jelaskan, usrah -dalam sejarah Jamaah- merupakan unsur terpenting yang menjadi perhatian Jamaah, khususnya dalam bidang kegiatan operasional. Prinsip paling mendasar menegaskan bahwa usrah harus menjadi 'pabrik' yang mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, baik laki-laki maupun perempuan, pemuda maupun pemudi, bahkan remaja putra maupun remaja putri untuk dipasokkan ke dalam masyarakat. Nantinya, masing-masing dari mereka akan menunaikan tugasnya sendiri-sendiri dengan langkah yang diridhoi oleh Allah, bisa mengembangkan potensi masyarakatnya, dan dapat meningkatan mutu pelaksanaan tugasnya dalam setiap bidang kerja. Inilah yang paling men dasar. Semakin besar jumlah sumber daya manusia berkualitas yang dapat dipersembahkan untuk masyarakat -dengan peran serta mereka secara aktif dalam menunaikan tugas yang dibebankan keaadanya dengan baik dan ikhlas serta diiringi dengan kesadaran merasa diawasi oleh Allahmaka akan semakin memotivasi masyarakat untuk melangkah maju menuju peradaban yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupannya. Aspek akhlak, etika sosial, politik, ekonomi, dan seluruh komponen peradaban lainnya. Pada gilirannya hal ini lebih mendekatkan jarak antara para aktivis Islam dan proses pembentukan umat Islam yang dipelopori oleh pemerintah Islam, yang menjadikan sebagai kewajiban utamanya adalah berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah swt. Dari sini kita bisa memahami bahwa di antara langkah Jamaah adalah mengantarkan masyarakat mencapai tujuan ini, yakni berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah melalui metode tarbiyah yang tenang dan tepat sasaran, tanpa harus melakukan peinberontakan,

revolusi, dan konflik-konflik berdarah yang tidak berguna, selain tidak mengantarkan kepada tujuan yang mulia. Meskipun demikian, tujuan Jamaah tidak berhenti sampai di sini, yakni berhukum dengan apa yang diturunan oleh Allah. Di balik itu ada langkah menuju tujuan lebih agung, yakni ustadziatul alam (memimpin dunia) seluruhnya, dengan Al-Qur'anul dan Sunah sebagai pedomannya, yang mengungguli seluruh sistem dan isme yang ada. Setelah itu mengentaskan seluruh umat manusia dari kesesatan menuju hidayah, dari kebatilan menuju kebenaran, dan dari kesewenang-wenangan penguasa menuju keadilan Islam. Untuk mencapai tujuan yang mahabesar ini, sistem usrah telah menetapkan tapkan target agar masyarakat bisa mewujudkannya. Untuk itu ia mengambil langkah-langkah yang antara lain sebagai berikut: a. Menempatkan orang yang telah mentarbiyah dalam usrah di berbagai strata masyarakat untuk menutup celah dalam bidangbidang berikut: - Sekolah, pesantren, dan universitas. - Pabrik, pusat perdagangan, dan lahan pertanian. - Yayasan dan instansi, baik pemerintah maupun swasta. Demikian itu karena penunaian tugas secara baik dan ikhlas meru_ pakan kewajiban terpenting bagi seorang muslim. Hal ini dipersembahkan bagi masyarakat dengan semua stratanya. Ingatlah bahwa semua itu merupakan kekayaan masyarakat. Mereka itu nantinya akan menjadi teladan dalam hal keikhlasan beramal, kreativitas, mengutamakan kebenaran dan keadilan atas yang lain, bahkan dalam hal gairah untuk mewujudkan kemaslahatan umum bagi rnasyarakat seluruhnya. b. Mengenali sisi-sisi negatif dan faktor-faktor penyebab kegagalan dan kerusakan di setiap strata masyarakat. Hal ini dilakukan melalui orang-orang yang ditugaskan oleh usrah untuk terjun ke medan kehidupan nyata, yang terwarnai dengan nilai-nilai Islam. Pengenalan ini menuntut beberapa hal penting dari mereka, yakni: - Melakukan studi atas beberapa fenomena negatif dalam setiap strata. - Mengenal secara jeli dan obyektif faktor penyebab kegagalan, kelemahan, dan kebangkrutan materi. - Membuat deskripsi atas realitas lapangan yang ia terjuni untuk menanggulangi persoalannya, dan mengarahkan para aktivis untuk meraih kemaslahatan, baik bagi mereka sendiri maupun bagi seluruh masyarakat. - Melakukan semua tugas ini dengan tenang, penuh komitmen, jujur, cinta kebenaran, kebaikan, dan

kemaslahatan umum. Sikap ini diterapkan juga ketika memantau dan mencatat berbagai kenyataan negatif, juga di saat memberikan pandangan dan usulan untuk memecahkan setiap persoalan. c. Berperan aktif dalam setiap bidang kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang ia hidup di dalamnya. Semua itu boleh dilakukan dengan syarat kegiatan ini diridhai Allah atau minimal tidak dimurkai-Nya, di samping bisa mewujudkan kemaslahatan umum, dan sedikit pun tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu juga diharapkan agar terus melakukan pemantauan berbagai persoalan dan perilaku menyimpang dari syariat dengan sikap tenang dan obyektif, untuk kemudian menggantinya dengan sesuatu yang patut sekuat mungkin. Semua itu dilakukan dengan syarat hendaknya personal yang telah tertarbiyah dalam usrah Ikhwan menjadi representasi luhurnya ajaran Islam, agama yang diserukannya untuk diikuti, dan segala tindakan yang mulia dilakukan atau kemaksiatan yang ditinggalkannya. Fanatisme, sikap kasar, dan otoriter, tentu bukan bagian darinya. Yang ada hanyalah sikap arif, dialogis, dan debat dengan argumentasi yang baik. Jika tidak demikian, seseorang hanya akan menjadi pemicu larinya orang lain dari Islam yang diserukannya. Bahkan amar ma'ruf nahi mungkar sendiri -yang merupakan mercu suar perintah dakwah Islam- diperbolehkan oleh para ahli fiqih untuk ditangguhkan, jika ternyata amar ma'ruf yang dikerjakan ini justru melahirkan kemungkaran. Demikian halnya dengan nahi mungkar, ia boleh ditangguhkan sementara jika ternyata pelaksanaannya justru menimbulkan kemungkaran baru yang lebih besar. Inilah Islam dalam sosok sosial kemasyarakatannya yang konstruktif, terarah, dan tidak emosional, yang telah menggariskan metode yang cocok untuk setiap tahapan dakwah. d. Memberi perhatian kepada aspek profesionalisme, kecermatan,, dan kualitas dalam setiap pekerjaan yang dibebankan kepada personal yang tertarbiyah dalam usrah. la juga merupakan keharusan yang harus di-tegakkan dalam setiap kegiatan pada umumnya oleh sebab beberapa hal: - Ini merupakan prinsip dasar Islam dalamkaitan dengan aktivitas. "Sesungguhnya Allah menyukai apabila ada seseorang di antara kamu bekerja, ia bekerja dengan cermat." (Al-Hadits)

"Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan (ihsan) dalam segala hal." (AI-Hadits) Orang yang tidak membaguskan amalnya dianggap cacat dan berdosa, karena bertentangan dengan etika Islam dan hukurnhukum sosial. - Ini dapat dijadikan sebagai'dakwah tanpa suara' yang menuntun ke jalan kebenaran dan kepada sikap komitmen kepada agama, serta kebanggaan padanya. Bahkan hal ini jauh lebih baik daripada puluhan khutbah, ceramah, dan nasehat, karena ia adalah tarbiyah melalui keteladanan. Sikap profesional dan cermat ini mengakibatkan pelakunya menjadi referensi bagi orang lain yang akan belajar dan rninta pendapat kepadanya. Ini merupakan peluang dakwah yang tidak ada bandingnya, yakni ketika anda menyeru kepada Islam terhadap orang yang sedang membutuhkan anda, anda mempergaulinya dengan keramahan dan persaudaraan Islam. Ini termasuk metode yang baik untuk mencapai posisi kepemimpinan. Nah, di saat telah meraih posisi kepemimpinan ini, katakata akan lebih mudah menembus ke dalam relung hati, bukan hanya masuk telinga. Dengan begitu dakwah akan muncul dari orang yang memiliki kekuasaan dan kekuatan, sehingga nilai kebenaran yang didakwahkan bisa terdukung. e. Membekali diri dengan pengetahuan yang memadai tentang masyarakat. Suatu pengetahuan yang memungkinkannya untuk merurnuskan pemecahan masalah dan memantapkan langkah untuk upaya perubahan dalam masyarakat; perubahan rnenuju keadaan yang lebih baik, menuju kebenaran, dan menuju Islam. Proses perubahan ini harus senantiasa dibingkai dengan cara-cara yang konstruktif dan tidak tergesa-gesa, jauh dari sikap petualangan dan kekerasan, karena itulah cara Islam dalam segala hal atau paling tidak pada sebagian besarnya. Islam tidak mengenal kekerasan dan peperangan kecuali kepada musuhmusuh Allah, musuh-musuh aga