Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523
515
GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA BABI HUTAN (Sus scrofa) YANG
TERINFEKSI PARASIT INTERNAL DI KAWASAN
LHOKNGA ACEH BESAR
Histopathologycal Of Spleen Wild Boar (Sus scrofa) Infected By Internal Parasites In
Lhoknga Aceh Besar
Muttaqien Bakri1, Ummu Balqis2, Nur Rachmatika3
1Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala 2Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
3Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
ABSTRAK Babi merupakan hewan transmiter yang dapat menyebabkan zoonosis. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran histopatologi limpa babi hutan (Sus scrofa) yang terinfeksi parasit internal di kawasan
Lhoknga Aceh Besar. Sampel penelitian menggunakan tiga ekor babi hutan. Pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode natif untuk pemeriksaan feses, ulas darah tipis dengan pewarnaan Giemsa untuk
pemeriksaan darah dan pemeriksaan patologi anatomis dan histopatologi dengan pewarnaan hematoksilin-eosin
(HE). Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan babi pertama positif
terinfeksi oleh Anaplasma marginale, sedangkan pada pemeriksaan feses menunjukkan babi kedua positif
terinfeksi Strongyloides ransomi dan babi ketiga negatif. Hasil pengamatan patologi anatomis limpa babi pertama
menunjukkan pembengkakan, babi kedua mengalami perubahan warna berupa ungu kecoklatan, dan babi ketiga
terdapat nodul. Hasil pemeriksaan histopatologi limpa pada babi pertama terlihat edema pada pembuluh darah,
infiltrasi sel radang, pulpa merah dan pulpa putih tidak berbatas jelas, hiperemi, dan hemoragi. Pada babi kedua
terlihat hiperemi dan infiltrasi sel radang dan pada babi ketiga terjadi hemoragi, hiperemi, dan terdapat Melano
Makrofag Center (MMC). Dari keterangan di atas terjadinya perubahan histopatologi pada limpa babi hutan yang
terinfeksi oleh parasit internal.
Kata kunci: limpa, babi hutan, parasit internal
ABSTRACT
Pigs are transmitters that can cause zoonoses.This study aims to determine the histopathological
description of wild boar spleen (Sus scrofa) infected by internal parasites in the Lhoknga Aceh Besar. The study
sample used three wild boar. In this study conducted using native methods for faecal examination, thin blood
vessels with Giemsa staining for blood tests and examination of anatomical pathology and histopathology with
hematoxylin-eosin staining (HE). The results obtained were analyzed descriptively. The results of blood tests
showed that the first pig was positively infected by Anaplasma marginale, while the faecal examination showed
that the second pig was positively infected by Strongyloides ransomi and a third pig negative. Observation of the
first spleen anatomical pathology of the first pig showed swelling, the second pig experienced a brownish color
change, and the third pig had nodules. The results of histopathological examination of the spleen in the first pig
showed edema in the blood vessels, infiltration of inflammatory cells, red and white pulp without clear limits,
hyperemia, and hemorrhage. In the second pig there is hyperemia and inflammatory cell infiltration and in the
third pig there is hemorrhage, hyperemia and melano macrophage center (MMC). In conclusion, there was
histopathology changes of wild boar infected by internal parasites.
Keywords: spleen, wild boar, internal parasites
PENDAHULUAN
Babi hutan (Sus scrofa) tersebar luas hampir diseluruh kepulauan Indonesia (Albert
dkk., 2014). Yulianto dkk., (2015) menyatakan babi hutan sering memasuki lahan pertanian dan
perkampungan sehingga kontak dengan manusia tidak dapat dihindari. Hazliansyah, (2013)
JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523
516
melaporkan warga di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, dibuat resah oleh
meningkatnya babi hutan yang kerap berkeliaran di permukiman mereka dan satwa liar ini
dianggap sebagai hama bagi para petani karena sering merusak lahan pertanian.
Berkembangnya zoonosis dalam beberapa tahun terakhir menjadi tanda bertambahnya
ancaman penyakit yang mematikan bagi manusia yang ditularkan oleh hewan (Khairiyah,
2011). Zoonosis menurut Wijayanti, (2010) adalah penyakit yang secara alami dapat ditularkan
dari hewan-hewan vertebrata ke manusia dan atau sebaliknya. Penyakit zoonosis dapat
ditularkan dari hewan ke manusia melalui beberapa cara, yaitu kontak langsung dengan hewan
pengidap zoonosis dan kontak tidak langsung melalui vektor atau mengonsumsi pangan yang
berasal dari ternak sakit, atau melalui aerosol ketika seseorang berada pada lingkungan yang
tercemar (Khairiyah, 2011).
Supriadi dkk., (2014) melaporkan babi merupakan reservoir berbagai agen penyakit
parasit, penelitiannya berhasil menemukan 5 spesies parasit dari golongan Protozoa dan
Helminth. Golongan Protozoa yang ditemukan adalah Balantidium sp., sedangkan golongan
Helminth terdiri atas 4 spesies yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp., Metastrongylys sp. dan
Taenia sp. Beberapa jenis penyakit parasit darah yang penting di Indonesia antara lain
leucocytozoonosis, trypanosomiasis, babesiosis dan anaplasmosis (Solihat, 2002).
Jenis cacing yang sering menginfeksi babi yaitu Oesophagustomum sp, Trichuris sp dan
Ascaris suum (Syukron dkk., 2012). Kejadian ascariasis juga sangat tinggi pada babi-babi di
daerah tropis dan sub tropis. Belakangan ini penyakit parasit pada babi seperti Toxoplasma
gondii, Balantidium coli dan Entamoeba spp menjadi perhatian sebagai penyakit zoonosis
(Suryawan dkk. 2014).
Beberapa spesies Taenia bersifat zoonosis, Taeniasis/sistiserkosis di daerah pedesaan
mempunyai tingkat endemik yang tinggi (Subahar dkk., 2005). Menurut Widarso, (2001)
taeniasis merupakan masalah kesahatan yang penting di Indonesia. Taeniasis dan sistiserkosis
adalah penyakit yang disebabkan cacing pita Taenia saginata dan Taenia solium. Babi hutan
merupakan inang antara T. solium selain babi domestik yang merupakan sumber infeksi
Cysticercus cellulosae (C. cellulosae) bagi manusia yang menyebabkan terjadinya sistiserkosis
(Yulianto dkk., 2015).
Limpa adalah organ limfoid terbesar yang memiliki banyak pembuluh darah. Fungsi
utama organ limpa adalah melindungi organisme terhadap patogen (bakter, parasit, virus) yang
masuk ke dalam tubuh (Wahyuningtyas, 2015). Struktur histologi limpa secara umum terdiri
dari kapsula, pulpa putih dan pulpa merah. Kapsula tersusun dari jaringan ikat pada bagian luar
dan otot polos pada bagian dalam. Pulpa putih dan pulpa merah, terdiri dari arteriol, kapiler,
venula, mengandung sel dan serabut retikuler membentuk jalinan stroma yang mengandung
limfosit, makrofag dan sel aksesoris lain yang mirip dengan sel-sel yang ditemukan pada
kelenjar getah bening (Dellmann dan Brown, 1989; DiFiore, 1992).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai perubahan
gambaran histopatologi limpa babi hutan yang disebabkan oleh parasit internal. Oleh sebab itu
perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengidentifikasi apakah terjadi perubahan histopatologi
limpa babi hutan di kawasan Lhoknga yang terinfeksi parasit internal.
MATERIAL DAN METODE
Penelitian ini menggunakan tiga ekor babi hutan. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode natif untuk pemeriksaan feses, ulas darah tipis dengan pewarnaan Giemsa
untuk pemeriksaan darah dan pemeriksaan patologi anatomis dan histopatologi dengan
pewarnaan hematoksilin-eosin (HE). Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan
disajikan dalam bentuk gambar dan tabel.
JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523
517
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Parasit Melalui Pemeriksaan Feses dan Darah
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 3 sampel feses dan 3 sampel darah babi hutan
pertama (B1), babi hutan kedua (B2) dan babi hutan ketiga (B3) di kawasan Lhoknga Aceh
Besar, didapatkan 1 sampel feses yang positif terinfeksi oleh parasit internal berupa cacing
golongan nematoda yaitu Strongyloides ransomi dan 1 sampel darah positif terinfeksi parasit
protozoa yaitu Anaplasma marginale (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil identifikasi parasit pada pemeriksaan feses dan darah
No Sampel Feses Darah Keterangan
1 B1 - + Anaplasma marginale
2 B2 + - Strongyloides ransomi
3 B3 - -
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil identifikasi parasit pemeriksaan feses dengan
metode natif didapatkan Strongyloides ransomi pada babi hutan pertama (B1) dan pemeriksaan
darah dengan uji darah ulas darah tipis didapatkan Anaplasma marginale pada babi hutan kedua
(B2). Gambar hasil pemeriksaan feses dan darah dapat dilihat pada (Gambar 1).
Gambar 1. Pemeriksaan sampel feses dan darah : (A) pemeriksaan feses B2, (a) Strongyloides ransomi (B)
pemeriksaan darah B1, (b) Anaplasma marginale.
Pada (Gambar 1) hasil pemeriksaan feses dan darah, gambar (A) pemeriksaan feses
babi hutan kedua (B2) ditemukan Strongyloides ransomi berbentuk oval dengan larva di dalam
telur (Oka dan Dwinata, 2011). Corwin (1997) juga menyatakan telur Strongyloides ransomi
memiliki cangkang tipis dan berukuran 45-55 x 26-35 mikron. Gambar (B) pemeriksaan ulas
darah B1 ditemukan Anaplasma marginale dengan titik berwarna merah tua pada bagian tepi sel
darah merah. Anaplasma sp. berukuran kecil 0.3-0.4 μm, berbentuk kokoid sampai elips dan
menyebabkan Anaplasmosis (Saputra dkk., 2013).
Strongyloides ransomi merupakan salah satu cacing nematoda yang menginfeksi usus
halus babi (Dunn, 1978) tepatnya di mukosa usus seperti yang dikatakan (Corwin, 1997). Babi
terinfeksi Strongyloides ransomi disebabkan oleh keadaan kandang yang tidak bersih, puting
susu yang tercemar, melalui air minum, kolostrum. Pada infeksi berat gejala yang muncul
berupa diare berdarah, anemia, kekurusan dan kematian mendadak pada anak babi
(Fendriyanto dkk., 2015).
A B
b
a
JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523
518
Pada (Gambar 6) hasil pemeriksaan feses dan darah, gambar (B) pemeriksaan darah babi
hutan pertama (B1) ditemukan Anaplasma marginale merupakan protozoa darah ditularkan
melalui vektor caplak yaitu Boophilus microplus, Hal ini didukung oleh pernyataan
(Brotowidjoyo, 1987) bahwa populasi caplak, kondisi geografis, iklim, cuaca, sosial budaya,
dan sosial ekonomi di suatu daerah berpengaruh dalam penyebaran protozoa darah ini.
Anaplasma marginale menginfeksi eritrosit dan menyebabkan anemia, lemah, kehilangan berat
badan, demam, abortus, penurunan produksi susu, konstipasi dan dapat menyebabkan kematian
(Pong dan Nik, 2012).
Pada organ limpa, eritrosit berada pada pulpa merah yang berperan mendukung kerja
limfosit, monosit, sel plasma, dan leukosit granural dalam fagositosis (Junqueria, dkk., 1997,
Nurhaini dkk., 2012). Anaplasma marginale yang menginfeksi eritrosit dapat mengganggu
proses fagositosis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sam, (2015) yang mengatakan bahwa
protozoa ini dapat melisiskan eritrosit, menurunkan kadar Haemoglobin, dan meningkatkan
level parasitemia.
Patologi Anatomis Limpa Babi Hutan yang Terinfeksi Parasit Internal
Hasil pengamatan patologi anatomi limpa 3 ekor babi hutan yang diperiksa secara
visual pasca nekropsi yaitu pada babi hutan (B1) terlihat mengalami pembengkakan, babi hutan
(B2) mengalami perubahan warna, dan babi hutan (B3) ditemukan nodul pada limpa. Hasil
pengamatan patologi anatomis limpa babi hutan yang terinfeksi parasit internal ditampilkan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Perubahan patologi anatomis limpa babi hutan yang terinfeksi parasit internal
Kriteria Penilaian B1 B2 B3
Limpa
Warna – Abnormal –
Pembengkakan Bengkak – –
Nodul – – Ada
Berdasarkan Tabel 2, gambaran patologi anatomis limpa babi hutan yang terinfeksi
parasit mengalami beberapa perubahan saat diamati secara makroskopis. Limpa pada babi hutan
pertama (B1) yang positif Anaplasma marginale menunjukkan pembengkakan (Gambar 2).
Pembengkakan terjadi diakibatkan oleh respon tubuh terhadap antigen (bakteri, virus, parasit)
yang merangsang sel-sel limfosit dalam limpa membentuk antibodi dalam melawan infeksi
(Etriwati dkk., 2017). Anaplasma marginale merupakan salah satu antigen berupa parasit darah
yang dapat mengakibatkan limpa membengkak.
Limpa pada babi hutan kedua (B2) yang positif Strongyloides ransomi menunjukkan
perubahan warna berupa ungu kecoklatan (Gambar 2). Seperti pernyataan Goni dkk., (2017)
yang mengatakan bahwa warna normal limpa babi yaitu merah tua sedangkan limpa B2
abnormal karena berwarna coklat kehitaman. Goni dkk., (2017) juga menyatakan pada
penelitiannya perubahan warna pada limpa memiliki beberapa faktor ialah berkurangnya
pasokan oksigen maupun bahan zat makanan.
Pada limpa B3 terdapat nodul yang dapat diakibatkan oleh adanya peradangan. Tanda
panca radang yaitu tumor, dolor, rubor, kalor dan functiolesa.
JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523
519
Gambar 2. Gambar limpa babi hutan yang terinfeksi parasit internal: (A) limpa babi hutan B1 mengalami
pembengkakan, (B) limpa babi hutan B2 berwarna ungu kecoklatan, (C) limpa babi hutan B3 yang
terdapat nodul, (a) nodul.
Histopatologi Limpa Babi Hutan yang Terinfeksi Parasit Internal
Pengamatan hasil histopatologi limpa babi hutan yang terserang Anaplasma marginale
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Gambaran histopatologi babi hutan B1 yang mengalami (a) edema pada pembuluh darah, (b) infiltrasi
sel radang, (c) pulpa merah dan pulpa putih tidak berbatas jelas (d) hiperemi, (e) hemoragi (10X)
(H&E).
Hasil pengamatan histopatologi limpa babi hutan B1 yang terinfeksi parasit internal
berupa Anaplasma marginale terdapat edema dan infiltrasi sel radang, pulpa merah dan pulpa
putih tidak berbatas jelas, hemoragi dan hiperemi (Gambar 3). Hiperemi merupakan suatu
keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan di dalam pembuluh darah atau keadaaan yang
disertai meningkatnya volume darah dalam pembuluh darah yang melebar (Guyton dan Hall,
2011). Keadaan ini terjadi karena lisisnya eritrosit yang disebabkan oleh Anaplasma marginale
(Sam, 2015).
Peradangan merupakan reaksi pertahanan diri dari respon terhadap cedera berupa reaksi
vaskuler, zat-zat terlarut dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau
nekrosis. Peradangan juga merupakan awal dari adanya respon imun pada jaringan yang terkena
jejas atau adanya agen infeksi (Celloti dan Laufer, 2001). Hal ini Anaplasma marginale
mengakibatkan infiltrasi sel radang seperti penelitian yang dilakukan Wahyuningtyas (2015)
menunjukkan perubahan limpa mengalami infitrasi sel radang akibat infeksi Toxoplasma
gondii.
Penelitian ini juga menunjukkan batas antara pulpa putih dan pulpa merah yang tidak
begitu jelas, (Hanum dkk., 2017) menyatakan salah satu penyebab seperti yang dilaporkan
A
a
B
B
C
B
a
b
c
e
d
JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523
520
adalah pertambahan umur dari spesies tersebut, dimana semakin bertambahnya umur maka
semakin besar diameter pada pulpa putih.
B2 yang terinfeksi parasit internal berupa Strongyloides ransomi terlihat perubahan
berupa hemoragi dan infitrasi sel radang (Gambar 4).
Gambar 4. Gambaran histopatologi babi hutan B2 yang mengalami (a) hiperemi, (b) infiltrasi sel radang
(10X)(H&E).
Pada histopatologi limpa babi hutan kedua (B2) terjadi perubahan hemoragi dan infitrasi
sel radang yang dapat terjadi akibat peradangan pada usus halus. Seperti yang dilaporkan oleh
Enigk, (1952) Strongyloides ransomi berpredileksi pada usus halus, terutama cacing betina akan
menyebabkan iritasi serta peradangan pada mukosa usus halus. Secara histopatologis akan
nampak perubahan pada mukosa usus halus terutama epithelium dan lamina propria.
Pada pengamatan histopatologi babi hutan B3 yang negatif terinfeksi parasit internal
terlihat perubahan berupa hiperemi, hemoragi, (Gambar 5) dan Melano Makrofag Center (MMC)
(Gambar 6). MMC (Melano Makrofag Center) merupakan Sel-sel yang mengalami nekrosis,
secara histopatologi sel akan berubah menjadi berwarna coklat kehitaman (Gambar 6)
(Mawardi, 2016).
Menurut Robert (1978) menyatakan bahwa terjadiya MMC pada sel merupakan salah
satu reaksi pertahanan sel-sel tubuh terhadap senyawa toxic. Pada limpa babi hutan ketiga (B3)
yang ditemukan nodul pada pemeriksaan patologi anatomi, menunjukkan perubahan
histopatologi limpa yang mengakibatkan tingginya tingkat pertahanan terhadap senyawa asing,
sehingga sel limpa bereaksi dengan kuat yang akan terbentukknya MMC pada jaringan limpa.
b
a
JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523
521
Gambar 5. Gambaran histopatologi babi hutan B3 yang mengalami (a) hemoragi, (b) hiperemi (10X) (H&E).
Gambar 6. Gambaran histopatologi babi hutan B3 yang terdapat MelanoMakrofag Center (MMC) (40x) (H&E)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, pada babi hutan pertama (B1)
positif terinfeksi Anaplasma marginale, babi hutan kedua (B2) positif terinfeksi Strongyloides
ransomi, dan babi hutan ketiga (B3) negatif terinfeksi parasit internal. Hasil pemeriksaan
histopatologi limpa ditemukan edema, infiltrasi sel radang, hiperemi, dan hemoragi, pulpa
merah dan pulpa putih tidak berbatas jelas, dan terdapat Melano Makrofag Center (MMC).
DAFTAR PUSTAKA
Albert, W.R., Rizaldi, dan J. Nurdin. 2014. Karakteristik Kubangan dan Aktivitas Berkubang
Babi Hutan (Sus scrofa L.) di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB)
Universitas Andalas. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.). 3(3): 196-201.
Brotowidjoyo, M.D. 1987. Parasit dan Parasitisme. Ed ke-1. Jakarta (ID): Media.
b
a
JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523
522
Celloti, F. and Laufer, S. 2001. Inflamation, Healing and Repair Synopsis. Jurnal Medika.
(43)(5).
Corwin, R.M. 1997. Pig parasite diagnosis. College of Veterinary Medicine, University of
Missouri, columbia. 5(2):3-12.
Dellmann. D. dan E. Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner I. Penerjemah Hartono. Ed 3.
Penerbit Universitas Indonesia. 246-275.
DiFiore, M.S.H. 1992. Atlas Histologi Manusia. EGC, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Dunn, A.M. 1978. Veterinary Helminthologi. 2nd
Ed. Williams Heinemann Madical Books
LTD, London.
Enigk, K. 1952. Pathogenitat und therapie des strongyloides-befalles der haustiere. Monatsh.
Prakt. Tierheilk. 4: 97-112.
Etriwati, D. Ratih, E. Handharyani, dan S. setiyaningsih. 2017. Histopathology Studies on
Spleen and Bursa Fabrisius of Newcastle Disease Chickhens from Field Case. Jurnal
Veteriner. 18(4)511-512.
Ferdriyanto, A., I.M. Dwinata, I.B.M.Oka dan K.K. Agustina. 2015. Identifikasi dan revalensi
cacing nematoda saluran pencernaan pada anak babi di Bali. Indonesia Medicus
Veterinus. 4(5):465-473.
Goni, L.R., D. Wongkar, dan S. Wangko. 2017. Gambaran Makroskopik dan Mikroskopik
Limpa pada Hewan Coba Postmortem. Jurnal E-Biomedik (Ebm). 1(5).
Hanum, S., H. Budiman, D. Masyitha. 2017. Gambaran Histologis Limpa Ayam Kampung
(Gallus Gallus Domesticus) Pada Umur Berbeda. JIMVET. 01(3):554.
Hazliansyah. 2013. Babi Hutan Buat Resah Warga Aceh.
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/02/26/mitx4b-babi-hutan-
buat-resah-warga-aceh. (diakses tanggal 7 Desember 2017).
Junqueria, L. Carlos, J. Carneiro, R. O. Kelley. 1997. Histologi Dasar. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Khairiyah. 2011. Zoonosis dan Upaya Pencegahannya (Kasus Sumatera Utara). Jurnal Litbang
Pertanian, 30(3):117-124.
Mawardi, M. 2016. Stategi Perbaikan Kesehatan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Melalui
Pemberian Fitofarmaka. Skripsi. Universitas Terbuka. Jakarta.
Nurhaini, R., F. Rahmawati, dan Suryoto. 2012. Gambaran histopatologi limpa tikus betina
galur Sprague Dawley yang diberikan ekstra etanol akar Pasak Bumi (Eurycoma
longifolia Jack) dan Diinduksi 7,12-dimetlbenz(a)antrasen. Journal Of Pharmacy
science.
Oka, I.B.M., dan I.M. Dwinata. 2011. Strongyloidosis Pada Anak Babi Pra-Sapih. 2(3):108.
Pong, s. dan N.A.I.I. Nik. 2012. Seroprevalence of bovine anaplasmosis caused by Anaplasma
marginale in Malaysia. Uninet Biosciences Conference. 1(2):375.
Robert, J.R. 2005. Fish Patology. University Of Stirling, Scotland. London. 279-282.
Sam, A.D.P. 2015. Prevelensi dan Faktor-Faktor risiko Anaplasmosis pada Sapi Bali Ddi
Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng. Skripsi.
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Saputra, A. 2013. Studi Kasus Infeksi Parasit Darah pada Sapi Potong di Kabupaten Subang,
Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Solihat, L. 2002. Temu Teknis Fugsional Non Pemeriksaan Sampel Penyakit-penyakit Parasit
Darah di Laboratorium Parasitologi Balitvet.
Subahar, R., A. Hamid, W. Purba, Widarso, A. Ito, S. S. Margono. 2005. Taeniasis/Sistiserkosis
Di Antara Anggota Keluarga Di Beberapa Desa, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
MAKARA, KESEHATAN. 1(9):9-14.
Supriadi, A., Muslihin, B. Roesmanto. 2014. Pre-Eliminasi Parasit Gastrointestinal Pada Babi
Dari Desa Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat. Media Bina Ilmiah. 5(8):64-68.
Suryawan, G.Y., N.A. Suratma, I.M. Damriyasa. 2014. Potensi Babi Sebagai Sumber Penularan
Penyakit Zoonosis Entamoeba spp. Buletin Veteriner Udayana. 2(6):141-145.
JIMVET E-ISSN: 2540-9492 September 2018, 2(4):515-523
523
Wahyuningtyas, T. 2015. Gambaran Histopatologi Limpa Mencit (Mus musculus) yang
Terinfeksi Toxoplasma gondii Secara Intravagina. Skripsi. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Widarso, H.S., S.S. Margono, W.H Purba,dan R. Subahar. 2001. Prevalensi dan Distribusi
Taeniasis Dan Sistiserkosis. Makara:Kesehatan.2(5):34-38.
Wijayanti, T. 2010. Zoonosis. Jurnal Litbang. 1(6):25-30.
Yulianto, H., F. Satrija, D.W. Lukman, dan M. Sudarwanto. 2015. Seroprevalensi Positif
Sistiserkosis Pada Babi Hutan Di Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Jurnal
Veteriner. 1(16):187-195.