Upload
rita-oktasari-t
View
113
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jiwa
Citation preview
Tugas Ujian
Kedaruratan Psikiatri
Oleh:
Rita Oktasari, S. Ked 04114708083
Nina Novaliana, S. Ked 04114708042
Admilia Purba, S. Ked 04124708045
Ridho Pratama, S. Ked 04124708060
Pembimbing:
Dr. Abdullah Shahab, SpKJ
FAKLUTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA UNIVERSITAS
SRIWIJAYA/FK UNSRI
2013
1 | KEDARURATAN PSIKIATRI
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat,
karunia, dan kehendak-Nya jualah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan sebesar-besarnya
kepada Dr. Abdullah Shahab, SpKJ (K) selaku pembimbing dalam makalah ini yang telah
meluangkan waktu di sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, masukan,
kemudahan, dan perbaikan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat
waktu.
Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
karya di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dengan segala keterbatasannya masih
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Palembang, November 2013
Penulis
2 | KEDARURATAN PSIKIATRI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II KEDARURATAN PSIKIATRI………………………………………2
2.1 Evaluasi.............................................................................................2
2.2 Pertimbangan dalam Penegakkan Diagnosis dan Terai…………16
2.3 Rujukan/ Pemindahan……………………………………………17
2.4 Dokumentasi……...……………………………………………….18
BAB III BUNUH DIRI………………………………………………………19
3.1 Definisi………................................................................................19
3.2 Epidemiologi……….......................................................................20
3.3 Etiologi……....................................................................................21
3.4 Faktor yang Terkait……….............................................................23
3.5 Gangguan yang Berisiko Terjadinya Bunuh Diri………...............26
3.6 Diagnosis Banding………..............................................................28
3.7 Terapi………..................................................................................30
BAB IV KESIMPULAN...................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................34
\\\\\\\
3 | KEDARURATAN PSIKIATRI
DAFTAR TABEL
Tabel .1 Strategi Umum dalam Memeriksa Pasien...………………………….......3
Tabel .2 Kedaruratan Psikiatri yang Umum………………...……………………..7
Tabel .3 Diagnosis Banding Kecemasan…………………………………………28
Tabel .4 Diagnosis Banding Episode Depresif .....................................................28
Tabel .5 Diagnosis Banding Episode Manik.........................................................29
Tabel .6 Diagnosis Banding Gangguan Pikiran....................................................29
4 | KEDARURATAN PSIKIATRI
DAFTAR GAMBAR
Gambar .1 Diagram Venn yang meringkaskan data tentang bunuh diri dengan hubungannya dengan gangguan mood dan usaha bunuh diri……….27
5 | KEDARURATAN PSIKIATRI
BAB I
PENDAHULUAN
Tindakan bunuh diri, kekerasan dan penyalahgunaan zat merupakan masalah-masalah
serius yang perlu intervensi segera. Ketiga kondisi tersebut merupakan sebagian dari pelbagai
kondisi kedaruratan psikiatrik. Pemahaman kesehatan masyarakat bahwa kasus-kasus
tersebut merupakan keadaan yang perlu pertolongan segera, menyebabkan dokter akan lebih
banyak menemui kassus-kasus kedaruratan psikiatrik tersebut. Hal ini juga sejalan dengan
peningkatan pemahaman bahwa perubahan status mental seseorang dapat disebabkan oleh
penyakit organik (sesuai dengan konsep hierarki dalam pemehaman diagnosis gangguan
jiwa).
Sebagai ujung tombak di lapangan, peran dokter umum sangat penting dalam hal ini
adalah sebagai bagian dari pelayanan kedaruratan medik yang terintegrasi.
Diperlukan keterampilan dalam assesment dan teknik evaluasi untuk membuat
diagnosis kerja. Dalam pelaksanaannya sering diperlukan pemeriksaan fisik serta
laboratorium yang sesuai dan memadai. Kerja sama dalam suatu tim adalah bentuk pelayanan
yang paling diharapkan untuk hasil optimal. Pendekatan Consultation-Liaison Psychiatry
bermanfaat untuk beberapa penanganan kasus-kasus kedaruratan, seperti tindakan bunuh diri,
delirium, sindrom neuroleptik maligna, dll.
Dalam referat ini akan lebih mendalam dibahas mengenai bunuh diri sebagai
kedaruratan psikiatrik.
6 | KEDARURATAN PSIKIATRI
BAB II
KEDARURATAN PSIKIATRI
Kedaruratan psikiatri merupakan cabang ilmu kedokteran jiwa dan kedokteran
kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yanng memerlukan intervensi
psikiatrik.
Dokter masa kini harus mengembangkan perannya untuk menjadi bagian dari ruang
gawat darurat psikiatrik. Kasus yang datang minta pertolongan sangat bervariasi. Ada yang
sekedar ingin minta resep, ada yang memerlukan teman bicara, hingga yang merupakan
kasus-kasus psikiatrik, seperti : panik, kondisi medik umum (delirium, intoksikasi, gejala
putus zay, dll), krisis perkawinan, skizofrenia atau psikosis akut, dll.
Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan, dan perilaku yang
memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain:
- Kondisi gaduh gelisah
- Dampak tindak kekerasan
- Bunuh diri
- Gejala ekstrapiramidal akibat penggunaan obat
- Delirium
2.1 Evaluasi
Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat adalah tujuan
utama dalam melakukan evaluasi kedaruratan psikiatrik. Tindakan segera dengan pendekatan
pragmatis, yang harus dilakkan secara tepat adalah:
1. Menentukan diagnosis awal,
2. Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan segera sang pasien,
3. Memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai.
Dalam kondisi tertentu, terkadang pasien tidak diharapkan berada terlalu lama di unit
gawat darurat, antara lain karena sifat kegawatdaruratan yang tidak terduga, baik medis,
klinis maupun psikiatris, serta keterbatasan waktu, ruang, dan pemeriksaan penunjang.
Tujuan utama dalam evaluasi kedaruratan psikiatrik adalah: menilai kondisi pasien
yang sedang dalam krisis sacara cepat dan tepat. Dengan tugas di unit gawat darurat yang
7 | KEDARURATAN PSIKIATRI
sifatnya sering tak terduga, banyaknya pasien dengan keluhan-keluhan fisik dan emosional,
terbatasnya waktu, ruang, dan pemeriksaan penunjang, diperlukan pendekatan yang
pragmatis bagi pasien. Kadang-kadang lebih baik bagi pasien untuk tidak terlalu lama berada
di unit gawat darurat. Dalam proses evaluasi dilakukan:
1. Wawancara Kedaruratan Psikiatrik
Wawancara dilaksanakan dengan lebih terstruktur. Secara umum, fokus
wawancara ditujukan pada keluhan pasien dan alasan dibawa ke unit gawat darurat.
Keterangan tambahan dari pihak pengantar, keluarga, teman ataupun polisi dapat
melengkapi informasi, terutama pada pasien mutisme, negativistik, tidak kooperatif
atau inkoheren.
Seperti halnya wawancara psikiatrik yang biasa dilakukan, hubungan dokter-
pasien sangat berpengaruh terhadap informasi yang diberikan dan yang
diinterpretasikan. Karenanya diperlukan kemampuan mendengar, melakukan observasi
dan melakukan interpretasi terhadap apa yang dikatakan ataupun yang tidak dikatakan
olh pasien, dan ini dilakukan dalam waktu yang cepat.
Sikap yang tenang dan jujur akan sangat diperlukan dalam proses wawancara.
Hal ini membuat pasien mengerti bahwa dokter memegang kendali, dan bahwa
keputusan untuk melakukan setiap tindakan, adalah untuk mencegah perilaku yang
melukai diri sendiri atau orang lain.
Tabel.1. strategi umum dalam memeriksa pasien
I. Perlindungan diri sendiriA. Ketahui sebanyak mungkin tentang pasien sebelum menjumpainya.B. Serahkan prosedur pengikatan fisik pada mereka yang terlatih untuk
melakukannya.C. Waspada terhadap resiko ancaman kekerasan.D. Perhatikan keamanan fisik dis ekitarnya (misalnya pintu, benda-benda
diruangan).E. Mintalah orang lain hadir selama pemeriksaan jika diperlukan.F. Perhatikan untuk mengembangkan ikatan dengan pasien (misalnya jangan
mendebat atau mengancam pasien dengan psikosis paranoid).II. Mencegah bahaya A. Cegah melukai diri sendiri dan bunuh diri. Lakukan cara apa saja yang
diperlukan untuk mencegah pasien melukai dirinya sendiri selama pemeriksaan.
B. Cegah kekerasan terhadap orang lain. Selama pemeriksaan, secara singkat nilailah pasien untuk resiko kekerasan. Jika resiko dianggap bermakna,
8 | KEDARURATAN PSIKIATRI
pertimbangkan pilihan berikut :1. Beritahukan kepada pasien bahwa kekerasan tidak dapat diterima.2. Dekati pasien dengan cara yang tidak mengancam.3. Tenteramkan dan tenangkan pasien atau bantu dalam tes realitas.4. Gunakan medikasi.5. Beritahukan kepada pasien bahwa pengikatan atau pengurungan akan
dilakukan jika diperlukan.6. Mintalah tim untuk siap mengikat pasien.7. Jika pasien terikat, selalu dengan cermat amati mereka, dan sering
periksalah tanda vital mereka. Isolasi pasien yang terikat dan stimuli yang menimbulkan agitasi.Segera rencanakan pendekatan lebih lanjut – medikasi, penentramana, pemeriksaan medis.
III. Singkirkan gangguan kognitif yang disebabkan oleh kondisi medis umum.
IV. Singkirkan ancaman psikosis
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan psikiatrik standar meliputi: riwatyat perjalanan penyakit,
pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologik, dan kalau perlu
pemeriksaan penunjang.
Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan oleh dokter di unit gawat
darurat adalah menilai tanda-tanda vital pasien. Tekanan darah, suhu, nadi adalah
sesuatu yang mudah diukur yang dapat memberikan suatu informasi yang bermakna
secara cepat. Misalnya seseorang yang gaduh gelisah dan mengalami halusinasi,
demam, frekuensi nadi 120 per menit, dan tekanan darah meningkat, kemungkinan
besar mengalami delirium dibandingkan dengan suatu gangguan psikiatrik
Apapun penyakit pasien yang sesungguhnya, tanda-tanda vital dapat
membantu dokter untuk memilih alur diagnosis yang benar karena pemeriksaan ini saja
sudah banyak yang bisa kita simpulkan atau kita singkirkan.
Pada bagan, dapat dilihat salah satu model alur evaluasi dan penatalaksanaan
pasien darurat psikiatrik.
9 | KEDARURATAN PSIKIATRI
Bagan alur evaluasi dan penatalaksanaan pasien gawat darurat psikiatri
Pasien rujukan Datang sendiri Pasien diantar oleh polisi
Pelayanan gawat darurat psikiatrik
Triage
Tanda vital
Kesadaran
Pemeriksaan medik, neurologik
Pemeriksaan laboratorium
Triage psikiatrik
Evaluasi medik
Evaluasi psikiatrik; organik atau fungsional
Rawat bersama dengan disiplin ilmu lain Rawat inap psikiatrik Rawat jalan
Lima hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien selanjutnya:
1. Keamanan pasien
Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa situasi di ruang
gawat darurat, pola pelayanan dan kominikasi antar staf, serta jumlah pasien dalam
ruangan tersebut cukup aman bagi pasien, baik secara fisik maupun emosional. Jika
intervensi verbal tidak cukup atau merupakan kontraindikasi, perlu dipikirkan
pemberian obat atau pengekangan. Perhatian perlu diberikan terhadap kemungkinan
timbulnya agitasi atau perilaku merusak.
2. Medik atau psikiatrik?
Penting sekali bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatrik, atau
kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda. Kondisi-kondisi
medik umum seperti trauma kepala, infeksi berat dengan demam tinggi, kelainan
metabolisme, tumor, AIDS, intoksikasi atau gejala putus zat, seringkali menyebabkan
gangguan fungsi mental yang menyerupai gangguan psikiatrik pda umumnya. Bila
10 | KEDARURATAN PSIKIATRI
konsisi ini tidak ditangani semestinya, dapat menyebabkan kematian. Karena itu
dokter gawat darrurat tetap arus menelusuri semua kemungkinan penyebab gangguan
fungsi mental yang tampak, meskipun sebelumnya secara mesik telah dinyatakan tak
ada kelainan oleh dokter lain.
3. Psikosis
Yang penting disini bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh
ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan mempengaruhi
hidupnya. Hal ini dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita
berikan serta kepatuhannya dalam berobat.
Kominikasi dengan pasien psikosis harus luwes dan tidak bertele-tele. Semua
intervensi klinis harus dijelaskan secara singkat dan jelas, dalam bahasa yang dapat
dimengerti. Jangan mengharapkan pasien mempercayai atau mengharapkan bantuan
kita. Dokter harus siap untuk melakukan wawancara terstruktur atau menghentikan
wawancara sewaktu-waktu untuk membatasi kemungkinan terjadinya agitasi atau
regresi.
4. Suicidal atau homicidal
Pasien-pasien dengan kecenderungan ini sangat membehayakan dirinya atau orang
lain. Jangan pernah menyepelekan semua ancaman, pikiran atau sikap yang
menunjukkan adanya kecenderungan bunuh diri, sampai terbukti hal itu tidak benar.
Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus diobservasi secara ketat.
Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau pikiran bunuh diri
harus selalu ditanyakan pada pasien.
5. Kemampuan merawat diri sendiri
Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien mampu
merawat dirinya sendiri, mampu menjalankan saran yang dianjurkan.
Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk merawat pasien di rumah
merupakan salah satu indikasi rawat inap.
Indikasi rawat inap adalah:
- Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain,
- Bila perawatan di rumah tidak memadai,
- Perlu observasi lebih lanjut.
11 | KEDARURATAN PSIKIATRI
Tabel 2. Kegawatdaruratan Psikiatrik yang Umum
Sindrom Manifestasi Gawat
Darurat
Masalah Terapi
Penyiksaan anak atau dewasa Tanda trauma fisik Penatalaksanaan masalah
medis; pemeriksaan psikiatrik
sindrom imunodefisiensi
didapat (AIDS)
Perubahan perilaku sekunder
karena sebab organic;
perubahan perilaku sekunder
karena rasa takut dan
kecemasan; perilaku bunuh
diri
Penatalaksanaan penyakit
neurologis; penatalaksanaan
penyakit psikologis;
memperkuat dukungan sosial
kritis remaja Usaha dan ide bunuh diri;
penyalahgunaan zat,
membolos, masalah dengan
hukum,kehamilan, melarikan
diri; gangguan makan;
psikosis
Memeriksa potensi bunuh
diri, beratnya
penyalahgunaan zat,
dinamika keluarga; terapi
keluarga dan individu
berorientasi krisis;
hospitalisasi jika
diperlukan;konsultasi dengan
petugas ekstrafamilial yang
tepat
Agoraphobia Panik; depresi Alprazolam (xanax), 0,25 mg
sampai 2 mg;
propanolol(Inderal); medikasi
antidepresan
Agranulositosis (akibat
Clozapine [Clozaril])
Demam tinggi, faringitis,
ulserasi oral dan perianal
Hentikan medikasi dengan
segera; berikan factor
penstimulasi koloni
granulosit
Akathisia Agitasi, gelisah, rasa tidak Turunkan antipsikotik;
12 | KEDARURATAN PSIKIATRI
nyaman di otot; disforia propanolol (30 sampai 120
mg sehari); benzodiazepine
dipenhydramine (Benadryl)
peroral atau IV; benztropine
(cogentin) IM
Kegawatdaruratan
berhubungan alkohol
Delirium alkoholKonfusi, disorientasi,
kesadaran dan persepsi
berfluktuasi, hiperaktivitas
otonom; mungkin
mematikan
Chlordiazepoxide;
haloperidol (Haldol) untuk
gejala psikotik dapat
ditambahkan jika perlu
Intoksikasi alkohol Perilaku terdisinhibisi,
sedasi pada dosis tinggi
Gejala menghilang dengan
berjalannya waktu dan
lingkungan yang protekstif
Gangguan amnestik menetap
alkohol
Konfusi, kehilangan daya
ingat untuk semua data
pengenal pribadi
Hospitalisasi; hypnosis;
wawancara amobarbital
(Amytal); singkirkan
penyebab organik
Demensia menetap alkohol Konfusi, agitasi,
impulsivitas
Singkirkan penyebab
demensia lain; tidak ada
terapi efektif; hospitalisasi
jika diperlukan
Gangguan psikotik alkohol
dengan halusinasi
Halusinasi dengar yang jelas
(kadang-kadang halusinasi
lihat) dengan afek yang
sesuai dengan isi (sring
menakutkan); sensorium
jernih
Haloperidol untuk gejala
psikotik
13 | KEDARURATAN PSIKIATRI
kejang alkohol Kejang grand mal; jarang
status epileptikus
Diazepam (Valium),
phenytoin (Dilantin);
pencegahan dengan
menggunakan
chlordiazepoxide (Librium)
selama detoksifikasi
Putus alkohol Iritabilitas, mual, muntah,
insomnia, malaise,
hiperaktivitas
otonomik,menggigil
Cairan dan elektrolit dijaga;
sedasi dengan
benzodiazepine; pengikatan;
monitoring tanda vital; tiamin
100 mg IM
intoksikasi alkohol
idiosinkratik
Perilaku agresif dan
menyerang yang jelas
Biasanya tidka memerlukan
terapi kecuali lingkungan
yang protektif
sindrom Korsakoff Stigmata alkohol, amnesia,
konfabulasi
Tidak ada terapi efektif;
institusionalisasi sering
diperlukan
Ensefalopati Wernicke Gangguan okulomotorik,
ataksia serebelaris; konfusi
mental
Tiamin, 100 mg IV atau IM,
dengan MgSO4 yang
diberikan sebelum beban
glukosa
Intoksikasi amfetamin (atau
zat yang berhubungan)
Waham, paranoia,
kekerasan; depresi (dari
putus); kecemasan, delirium
Antipsikotik. Pengikatan;
hospitalisasi jika diperlukan
bertahap; antidepresan
mungkin diperlukan
Anoreksia Nervosa Penurunan 25 persen berat
badan normal menurut usia
dan jenis kelamin
Hospitalisasi;
elektrokardiogram (EKG),
cairan dan elektrolit;
pemeriksaan neuroendokrin
Intoksikasi antikolinergik Gejala psikotik, kulit dan Hentikan obat, physostigmine
14 | KEDARURATAN PSIKIATRI
mulut kering, hiperpireksia,
midriasis, takikardia,
gelisah, halusinasi liat
(Antilirium) IV, 0,5 sampai 2
mg, untuk agitasi berat atau
demam, benzodiazepine,
antipsikotik
dikontraindikasikan
Intoksikasi antikonvulsan Psikosis, delirium Dosis antikonvulsan
diturunkan
Intoksikasi benzodiazepine Sedasi, somnolensim dan
ataksia
Tindakan suportif;
midazolam (Versed), 7,5
sampai 45 mg sehari, dititrasi
seperlunya, harus digunakan
hanya oleh orang yang
terlatih dan tersedia perlatan
resusitasi
Kehilangan Perasaan bersalah;
iritabilitas; insomnia;
keluhan somatic
Harus dibdeakan dari
gangguan depresif berat;
antidepresan tidak
diindikasikan;
benzodiazepine untuk tidur;
dorongan pengungkapan
perasaan
Gangguan kepribadian
ambang
Ide dan sikap bunuh diri; ide
dam sikap membunuh;
penyalahgunaan zat; episode
mikropsikotik; luka bakar,
tanda luka potong pada
tubuh
Penilaian resiko bunuh diri
dan membunuh (jika besar
hospitalisasi); dosis kecil
antipsikotik; rencana follow
up yang jelas
Gangguan psikotik singkat Kekacauan emosional;
labilitas ekstrem; gangguan
akut tes realitas setelah
stress psikososial yang jelas
Hospitalisasi sering
diperlukan; dosis kecil
antipskikotik mungkin
diperlukan tetapi sering
15 | KEDARURATAN PSIKIATRI
menghilang secara spontan
Intoksikasi bromide Delirium; mania; depresi
psikosis
Kadar serum diukur (>5 mg
sehari); asupan bromide
dihentikan; sejumlah besar
natrium klorida IV atau oral;
jika agitasi, digunakan
paraldehyde atau antipsikotik
Intoksikasi kafein Kecemasan
berat, ,emyerupai gannuan
panic; mania; delirium;
depresi teragitasi; gangguan
tidur
Hentikan zat yang
mengandung kafein;
benzodiazepine
Intoksikasi kanabis Waham; panic; disforia;
gangguan kognitif
Benzodiazepine dan
antipsikotik jika diperlukan;
penilaian resiko bunuh diri
dan membunuh; gejala
biasanya menghilang dengan
berjalannya waktu dan
penentraman
Skizofrenia katatonik Gangguan psikomotor yang
jelas (baik kegembiraan atau
stupor); kelelahan, dapat
mematikan
Transkulilasi cepat dengan
antipsikotik; monitor tanda
vital; amobarbital dapat
melepaskan pasien dari
mutisme atau stupor
katatonik tetapi dapat
mencetuskan perilaku
kekerasan
Gangguan psikotik cimetidine Delirium; waham Turunkan dosis atau hentikan
obat
Putus clonidine Iritabilitas; psikosis; Gejala menghilang dengan
16 | KEDARURATAN PSIKIATRI
kekerasan; kejang berjalannya waktu, tetapi
antipsikotik mungkin
diperlukan; turunkan dosis
bertahap
Intoksikasi dan putus kokain Paranoia dan kekerasan;
kecemasan berat; keadaan
manic; delirium; psikosis
skizofreniform; tatikardia,
hipertensi, infark
miokardium, penyakit
cerebrovaskular; depresi dan
ide bunuh diri
Antipsikotik dan
benzodiazepine; antidepresan
atau ECT untuk depresi putus
jika persisten; hospitalisasi
Delirium Delirium berfluktuasi; resiko
bunuh diri dan membunuh;
pengaburan kognitif;
halusinasi lihat, raba dan
dengar; paranoia
Nilai semua factor
penyumbang yang potensial
dan obati masing-masingnya;
penentraman, struktur,
petunjuk untuk orientasi;
benzodiazepine dan dosis
rendah antipsikotik potensi
tinggi harus digunakan
dengan sangat berhati-hati
karena potensinya bertindak
secara paradoksik dan
peningkatan agitasi
Gangguan delusional Paling sering dibawa ke
ruang gawat darurat secara
paksa; ancaman diarahkan
pada orang lain
Antipsikotik jika pasien akan
patuh (IM jika diperlukan);
intervensi keluarga intensif;
hospitalisasi jika diperlukan
Demensia Tidak mampu merawat diri
sendiri; ledakan kekerasan;
psikosis; depresi dan ide
Dosis kecil antipsikotik
potensi tinggi; petunjuk
untuk orientasi; pemeriksaan
17 | KEDARURATAN PSIKIATRI
bunuh diri; konfusi organic, termasuk pemakaian
medikasi; intervensi keluarga
Gangguan depresif Ide dan usaha bunuh diri;
menelantarkan diri sendiri;
penyalahgunaan zat
Penilaian bahaya bagi diri
sendiri; hospitalisasi jika
diperlukan; penyebab
nonpsikiatrik dari depresi
harus dinilai
Distonia, akut Spasme involunter kuat otot-otot leher, lidah, wajah, rahang, mata, atau batang tubuh
Turunkan dosis antipsikotik, benztropine atau diphenhydramine IM
Histeria kelompok Sekelompok orang yang menunjukkan rasa dukacita yang ekstrem atau prilaku megacau lainnya
Kelompok dipecah dengan bantuan petugas kesehatan lain, pengungkapan, terapi berorientasi kritis, jika diperlukan, dosis kecil benzidiazepin.
Gangguan psikotik halusinogen dengan halusinasi
Gambaran gejala adalah hasil intetraksi jenis zat, dosis yang digunakan, lama kerja, kepribadian pramorbid pemakai, situasi: panik; agitasi; psikosis atropin
Skrining serum dan urin; singkirkan gangguan medis mental yang mendasari; benzodiazepin (2 sampai 20 mg) peroral; penentraman dan orientasi; trankuilisasi cepat; sering berespons secara spontan
Perilaku membunuh dan menyerang
Agitasi jelas dengan ancaman verbal
Pengurungan, pengikatan, medikasi
Panik homoseksual Tidak ditemukan pada laki-laki atau wanita yang nyaman dengan orientasi seksualnya; terjadi pada mereka yang gigih menyangkal memiliki impuls homoerotik; impuls ditimbulkan dengan berbicara, tawaran fisik, atau bermain bersama teman
Pengungkapan, menata lingkungan, dan pada beberapa keadaan, mungkin diperlukan medikasi untuk panik akut (misalnya alprazolam 0,25 sampai 2 mg) atau antipsikotik; klinisi dengan jenis kelamin berlawanan harus memeriksa pasien bilamana mungkin,
18 | KEDARURATAN PSIKIATRI
dengan jenis kelamin sama, atau menyentuh satu sama lain ditempat mandi; orang yang mengalami panik melihat orang lain sebagai tertarik secara seksual kepada dirinya dan bertahan melawan mereka
pasien tidak boleh disentuh untuk pemeriksaan rutin; pasien yang telah menyerang dokter yang memeriksa rektal ( misalnya seorang laki-laki yang menyembunyikan impuls homoseksual tak terintegrasi yang sangat disembunyikan)
Krisis hipertensi Reaksi hipertensi yang membahayakan hidup sekunder karena ingesti makanan yang mengandung tiramin dengan kombinasi MAOI; nyeri kepala, kaku leher, berkeringat, mual, muntah
Penghambat adrenergik (misalnya phentolamine[Regitine]); nifedipine (Procardia) 10 mg peroral; chlorpromazie (Thorazine); pastikan bahwa gejala bukan sekunder karena hipotensi (efek samping inhibator mononamin oksidase [MAO] saja)
Hipertermia Kegembiraan ekstrem atau stupor katatonik atau keduanya; peninggian temperatur yang ekstrem; hiperagitasi kekerasan
Hidrasi dan diinginkan; mungkin merupakan reaksi obat, sehingga hentikan semua obat; singkirkan infeksi.
Hiperventilasi Kecemasan, teror, pengaburan kesadaran; rasa pusing, pingsan; penglihatan kabur
Geser alkalosis dengan meminta pasien bernapas kedalam kantung kertas; pendidikan pasien; obat antiansietas
Hipotermia Konfusi; latergi; melawan; temperatur tubuh rendah dan menggigil; perasaan hangat paradoksikal
Cairan IV dan penghangatan kembali; status jantung harus dimonitor dengan cermat, hindari alkohol
Incest dan penyiksaan seksual pada anak
Perilaku bunuh diri; krisis remaja; penyalahgunaan zat
Bukti-bukti tuntutan; perlindungan korban; hubungi pelayanan sosial; pemeriksaan medis dan psikiatrik; intervensi krisis
Insomnia Depresi dan iritabilitas; Hipnotik hanya jangka
19 | KEDARURATAN PSIKIATRI
agitasi dini hari; mimpi menakutkan; kelelahan
pendek; misalnya triazolam (Halcion), 0,25 sampai 0,5 mg, sebelum tidur, terapi tiap gangguan mental dasar, patuhi higiene tidur (Tabel 23.2-7)
Gangguan eksplosif intermiten
Ledakan kekerasan singka; episode usaha bunuh diri periodik
Benzodiazepin atau antipsikotik singkat; pemeriksaan jangka panjang dengan CT scan, elektroensefalogram (EEG) pada keadaan kekurangan tidur, kurva toleransi glukosa
Ikterus Komplikasi yang sering dari pemakaian phenothiazine potensi rendah (misalnya chlopromazine)
Ganti obat menjadi dosis rendah obat potensi rendah dalam kelas yang berlainan
Lekopenia dan agranulositosis
Efek samping dalam dua bulan pertama terapi antipsikotik
Pasien harus segera menghubungi jika terjadi nyeri tenggorokan, demam dll. Dan lakukan hitung daerah segera; hentikan obat; rawat dirumah sakit jika diperlukan
Toksisitas lithium Muntah; nyeri abdomen; diare berta; tremor berat, ataksia; koma; kejang; konfusi; disartria; tanda neurologis fokal
Lavase dengan selang berlubang besar, diuresis osmotik; konsultasi medis; mungkin memerlukan terapi ICU
Intoksikasi L-dopa Mania; depresi; gangguan
skizofreniform, dapat berupa
perputaran cepat pada pasien
dengan gangguan bipolar I
Dosis lebih rendah atau
hentikan obat
Defisiensi vitamin B12 Konfusi; perubahan mood
dan perilaku; ataksia
Terapi dengan vitamin B12
Nitrat volatile Perubahan mood dan
perilaku; perasaan
Gejala menghilang dengan
20 | KEDARURATAN PSIKIATRI
melayang; nyeri kepala
berdenyut
penghentian pemakaian.
2.2 Pertimbangan Dalam Penegakan Diagnosis dan Terapi
Beberapa hal yang perludipertimbangkan dalam penegakan diagnosis dan terapi antara lain:
1. Diagnosis
Meskipun pemeriksaan gawat darurat tidak harus lengkap, namun ada beberapa hal
yang harus dilakukan sesegera mungkin untuk keakuratan data, misalnya penapisan
toksikologi (tes urin untuk opioid, amfetamin, benzodiazepin, kanabis, dsb),
pemeriksaan radiologi, EKG, tes laboratorium. Sedapat mungkin pemeriksaan dan
konsultasi medik untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab organik dilakukan di
ruang gawat darurat. Data penunjang seperti catatan medik sebelumnya, informasi
dari sumber luar (alloanamnesis dari keluarga, polisi, dll) juga dikumpulkan sebelum
kita menentukan tindakan. Prioritas utama memang kemanan, namun hal ini jangan
sampai menunda penegakan diagnosis.
2. Terapi
Pemberian terapi obat atau pengekangan (bila memang diperlukan) harus mengikuti
prinsip terapi: maximum tranquilization with minimum sedation.
Tujuannya adalah untuk:
- Membantu pasien untuk dapat mengendalikan dirinya kembali
- Mengurangi/menghilangkan penderitaannya,
- Agar evaluasi dapat dilanjutkan sampai didapat kesimpulan akhir.
Pasien yang tidur memang tidak dapat membahayakan orang lain, tetapi kita pun tidak
dapat melakukan pemeriksaan status mental pada pasien tersebut. Obat-obatan yang
sering digunakan adalah:
- Low-dose high-potency anti psychotics, seperti haloperidol, trifluoperazine,
perphenazine, dsb, karena batas keamanannya cukup luas. Haloperidol terdapat
dalam kemasan injeksi dan tetes (cairan) sehingga memudahkan pemberian.
- Atypical anti psychotics,seperti risperidone, quetiapine, olanzapine. Olanzapine
juga terdapat dalam bentuk injeksi.
- Injeksi benzodiazepin. Kombinasi antipsikotik dengan benzodiazepin kadang
sangat efektif.
21 | KEDARURATAN PSIKIATRI
Kesalahan yang sering dilakukan oleh para dokter adalah:
1. Pemberian dosis yang terlalu besar atau penggunaan preparat yang terlalu kuat
(overmedication), sehingga evaluasi atau pemulangan menjadi terlambat,
2. Pemberian dosis yang kurang atau pemberian preparat yang kurang tepat
(undermedication),
3. Penggantian obat yang terlalu cepat.
2.3 Rujukan/Pemindahan
Pada beberapa keadaan, misalnya psikosis akibat zat, reaksi stres akut, dekompensasi
psikologik sementara pada pasien dengan gangguan kepribadian tertentu, akan lebih baik
pasien tidak langsung dirawat atau dipulangkan.
Penempatan di ruang observasi berkelanjutan akan memberikan waktu bagi dokter
untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai penyebab gangguan mentalnya. Selain
itu keadaan pasien juga akan membaik bila berada di tempat yang aman.
Dengan demikian pasien mungkin tidak perlu dirawat di instalasi rawat inap psikiatrik
yang dapat menimbulkan stigma atau trauma baginya, juga mengurangi kapasitas tempat
tidur yang mungkin dapat diberikan pada orang lain yang benar-benar membutuhkannya.
Intervensi krisis pada korban perkosaan atau korban trauma lainnya, misalnya, juga dapat
dilakukan pada fasilitas observasi ini.
Bila pasien dianggap perlu untuk dirawatinapkan, sebaiknya hal itu dilakukan dengan
persetujuan pasien sehingga ia merasa dapat mengendalikan hidupnya dan ikut berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan pengobatannya. Bila pasien memang
membahayakan diri sendiri atau lingkungannya, maka hal itu dapat dilakukan tanpa
persetujuannya.
2.4 Dokumentasi
Semua penemuan dan tindakan harus didiskusikan dan dicatat dengan baik untuk
kepentingan pasien, dokter dan RS, asuransi/pembayaran, dan hukum. Catatan medik harus
dapat menggambarkan keadaan pasien. Penemuan positif maupun negatif serta informasi
yang belu didapat sebaiknya dicatat. Nama-nama serta alamat dan nomor telepon yang dapat
dihubungi wajib dicatat. Rencana penatalaksanaan awal dilakukan sesuai diagnosis kerja saat
itu.
22 | KEDARURATAN PSIKIATRI
Bunuh diri merupakan kematian yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan disengaja
dimana bukan tindakan yang acak dan tidak bertujuan. Sebaliknya, bunuh diri merupakan
jalan keluar dari masalah atau krisis yang hampir selalu menyebabkan penderitaan yang kuat.
Bunuh diri merujuk kepada perbuatan memusnahkan diri karena enggan berhadapan
dengan suatu perkara yang dianggap tidak dapat ditangani. Menurut Keliat (1994) bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan dan
merupakan keadaan darurat psikiatri karena individu berada dalam keadaan stres yang tinggi
dan menggunakan koping yang maladaptif. Lebih lanjut menurut Keliat, bunuh diri
merupakan tindakan merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan, dimana keadaan ini
didahului oleh respon maladaptif dan kemungkinan keputusan terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
Bunuh diri adalah pengambilan tindakan untuk melukai diri sendiri yang secara
sengaja dilakukan oleh seseorang. Orang yang melakukan tindakan bunuh diri mempunyai
pikiran dan perilaku yang merupakan perwakilan (representing) dari kesungguhan untuk mati
dan juga merupakan manifestasi kebingungan (ambivalence) pikiran tentang kematian
(Hoeksema, 2001).
Para klinikus menemukan adanya perbedaan antara bunuh diri yang asli (genuine
suicide) dengan bunuh diri yang dimanipulasi (manipulative suicide). Bunuh diri asli adalah
bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang benar-benar ingin mati dan tindakan yang
dilakukan untuk merealisasikan bunuh dirinya tersebut, dilakukan tanpa perhitungan yang
salah (miscalculation).
Sementara orang yang melakukan bunuh diri yang dimanipulasi tidak sungguh-
sungguh ingin membunuh dirinya, tindakan mereka (bunuh diri) adalah percobaan yang
terkontrol, yang dilakukan untuk memanipulasi orang lain (Landis & Meyer, Shneidman,
dalam Barlow & Durand, 2002).
Lyttle (1986) juga membedakan antara bunuh diri (suicide) dengan usaha bunuh diri
(parasuicide). Wilkinson menyebutkan jika bunuh diri (suicide) sebagai tindakan fatal untuk
mencederai diri sendiri yang dilakukan dalam kesadaran untuk merusak diri yang kuat atau
secara sungguh-sungguh (conscious self-destructive intent). Sementara usaha bunuh diri
(parasuicide) merujuk pada tindakan menyakiti diri sendiri yang dilakukan dengan
24 | KEDARURATAN PSIKIATRI
pertimbangan yang mendalam yang biasanya tidak berakibat fatal. Usaha bunuh diri
(parasuicide), biasanya juga digambarkan sebagai percobaan bunuh diri (attempted suicide).
Heeringan (2001) menyebutkan jika perilaku bunuh diri merupakan istilah yang
digunakan untuk mewakili istilah bunuh diri itu sendiri dan usaha bunuh diri sebagai suatu
perbuatan yang menghasilkan kejadian fatal maupun tidak fatal.
3.2 Epidemiologi
Tiap tahun kira-kira 30.000 kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh bunuh diri.
Angka tersebut adalah untuk bunuh diri yang berhasil; jumlah usaha bunuh diri diperkirakan
8 sampai 10 kali lebih besar dari angka tersebut.
Antara tahun 1970 dan 1980 lebih dari 230.000 orang melakukan bunuh diri di
Amerika Serikat, kira-kira satu dalam setiap 20 menit, 75 bunuh diri dalam sehari. Angka
bunuh diri total agak tetap setiap tahunnya. Di tahun 1977 bunuh diri berada dalam
puncaknya yaitu 13,3 per 100.000. Sekarang, bunuh diri berada dalam urutan kedelapan dari
semua penyebab kematian di Amerika Serikat, setelah penyakit jantung, kanker, penyakit
serebrovaskular, kecelakaan, pneumonia, diabetes melitus, dan sirosis.
Insiden bunuh diri di Amerika Serikat terjadi pada usia 15-24 tahun sedangkan dalam
survey nasional baru-baru ini terhadap siswa senior sekolah lanjutan 27% dari mereka pernah
memikirkan secara serius untuk bunuh diri dan salah satunya pernah mencobanya. Secara
internasional, angka bunuh diri yang lebih dari 25 per 100.000 orang terjadi di Skandinavia,
Swiss, Jerman, Austria, Negara-negara Eropa Timur, dan Jepang. Sedangkan yang kurang
dari 10 per 100.000 orang terjadi di Spanyol, Italia, Irlandia, Mesir, dan Belanda. Tempat
bunuh diri nomor satu di dunia adalah Jembatan Golden Gate di San Francisco, dengan lebih
dari 800 bunuh diri sejak di buka tahun 1937.
3.3 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab bunuh diri, diantaranya adalah:
Faktor Sosial
Teori Durkheim. Sumbangan pertama yang besar untuk penelitian pengaruh sosial dan
kultural terhadap bunuh diri dilakukan pada akhir abad yang lalu oleh ahli sosiologi
25 | KEDARURATAN PSIKIATRI
Perancis Emile Durkheim. Dalam upaya menjelaskan pola statistikal, Durkheim membagi
bunuh diri menjadi tiga kategori sosial : egoistik, altruistik, dan anomik.
Bunuh Diri Egoistik diterapkan pada mereka yang tidak terintegrasi secara kuat ke
dalam kelompok sosial. Tidak adanya integrasi keluarga dapat digunakan untuk
menjelaskan mengapa orang yang tidak menikah adalah lebih rentan terhadap bunuh
diri dibandingkan dengan mereka yang menikah dan mengapa pasangan dengan anak-
anak adalah kelompok yang paling terlindung dari semua kelompok. Masyarakat
perkotaan memiliki lebih banyak integrasi sosial dibandingkan dengan daerah
pedesaan, jadi lebih sedikit bunuh diri.
Bunuh Diri Altruistik terjadi dalam masyarakat yang mempunyai ikatan sosial yang
kuat. Bunuh diri ini dimaksudkan demi kelompok, hampir seperti bunuh diri ritual
Jepang “Seppuku” yang dilakukan ketika kekacauan melada masyarakat.
Bunuh Diri Anomik terkait dengan apa yang disebut “Anomie” atau keadaan dimana
anda tidak tahu tempat yang tepat bagi seseorang seperti menjadi tunawisma atau
yatim piatu. Orang tersebut merasa tidak punya apa-apa dan ini berarti berada dalam
keadaan tanpa norma dan peraturan yang membimbing dalam kehidupan sosial sehari-
hari. Hal ini dapat menjelaskan mengapa mereka dengan situasi ekonomi yang
berubah secara drastik lebih rentan dibandingkan mereka sebelum perubahan
keberuntungan mereka. Anomik juga dimaksudkan pada ketidakstabilan sosial,
dengan kehancuran standar dan nilai-nilai masyarakat.
Faktor Psikologis
Teori Freud
Tilikan psikologis pertama yang paling penting ke dalam bunuh diri berasal dari Sigmund
Freud. Ia menggambarkan hanya satu pasien yang mencoba bunuh diri, tetapi ia melihat
banyak pasien depresi. Dalam tulisannya “Mourning and Melancholia”, Freud
menyatakan keyakinannya bahwa bunuh diri mencerminkan agresi yang dibelokkan ke
dalam objek cinta yang terintroyeksi, dan ditangkap secara ambivalen.
Teori Menninger
Berdasarkan konsep Freud, Karl Menninger menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah
pembunuhan yang di retrofleksikan, pembunuhan yang dibalikkan sebagai akibat
26 | KEDARURATAN PSIKIATRI
kemarahan pasien kepada orang lain, yang dibalikkan pada diri sendiri atau digunakan
sebagai pengampunan akan hukuman.
Ia juga menggambarkan insting kematian yang diarahkan kepada diri sendiri (konsep
Thanatos dari Freud). Ia menggambarkan tiga komponen permusuhan dalam bunuh diri :
keinginan untuk membunuh, keinginan untuk dibunuh dan keinginan untuk mati.
Teori-teori Baru
Peneliti bunuh diri kontemporer tidak yakin bahwa struktur psikodinamika atau
kepribadian spesifik berhubungan dengan bunuh diri. Tetapi mereka telah menulis bahwa
banyak yang dipelajari tentang psikodinamika pasien bunuh diri dari khayalan mereka
seperti apa yang akan terjadi dan apa akibatnya jika mereka melakukan bunuh diri.
Khayalan tersebut sering kali termasuk keinginan untuk balas dendam, kekuatan,
pengendalian atau hukuman; untuk pertobatan, pengorbanan, atau pemulihan; untuk
meloloskan diri atau untuk tidur; atau untuk pembebasan, kelahiran kembali, berkumpul
kembali dengan orang yang telah meninggal atau untuk hidup baru. Pasien bunuh diri
yang paling mungkin melakukan khayalan bunuh diri adalah mereka yang telah menderita
kehilangan objek cinta atau menderita cedera narsisistik, yang mengalami efek berat
seperti kemarahan dan rasa bersalah, atau yang teridentifikasi dengan seorang korban
bunuh diri. Dinamika kelompok mendasari bunuh diri massal seperti yang terjadi di
Masada dan Jonestown.
Faktor Fisiologis
Genetika
Teori faktor genetik dalam bunuh diri telah diajukan. Penelitian menunjukan bahwa
bunuh diri cenderung berjalan di dalam keluarga. Sebagai contohnya,
pada orang yang mencoba bunuh diri ditemukan adanya riwayat bunuh diri dalam
keluarga lebih banyak secara bermakna daripada orang yang tidak pernah melakukan
bunuh diri.
Satu penelitian terbesar menemukan bahwa resiko bunuh diri untuk sanak saudara
dari pasien psikiatri hampir delapan kali lebih tinggi dibanding sanak saudara dari kontrol.
Selain itu, resiko bunuh diri pada sanak saudara pasien psikiatri yang melakukan bunuh
diri adalah empat kali lebih tinggi dibandingkan pada sanak saudara pasien psikiatri yang
tidak melakukan bunuh diri.
Neurokimia
27 | KEDARURATAN PSIKIATRI
Defisiensi serotonin, diukur sebagai penurunan metabolisme 5-hydroxyindo-leacetic
acid (5-HIAA), telah ditemukan dalam kelompok pasien depresi yang mencoba bunuh diri.
Pasien depresi yang mencoba bunuh diri dengan cara keras (contoh, senjata api atau
meloncat) memiliki kadar 5-HIAA yang lebih rendah di dalam cairan serebrospinalisnya
dibandingkan pasien depresi yang tidak melakukan bunuh diri atau yang mencoba bunuh
diri dengan cara yang kurang keras (overdosis zat).
Beberapa penelitian terhadap binatang dan manusia telah menyatakan suatu hubungan
antara defisiensi sistem serotonin sentral dan pengendalian impuls yang buruk. Beberapa
peneliti telah memandang bunuh diri sebagai salah satu tipe perilaku impulsif. Kelompok
pasien lain yang diperkirakan memiliki masalah dengan pengendalian impuls adalah
pelaku kekerasan, pembakar rumah dan mereka dengan ketergantungan alkohol.
Beberapa peneliti telah menemukan pembesaran ventrikular dan elektroensefalogram
(EEG) yang abnormal pada beberapa pasien bunuh diri. Sampel darah dari kelompok
sukarelawan normal yang dianalisis untuk monoamin oksidase trombosit menemukan
bahwa orang dengan kadar enzim yang terendah didalam trombositnya memiliki
prevalensi bunuh diri delapan kali lebih besar didalam keluarganya, dibandingkan dengan
orang yang memiliki kadar enzim yang tinggi.
3.4 Faktor yang terkait
Adapun faktor-faktor yang terkait dengan tindakan bunuh diri adalah:
1. Jenis Kelamin
Laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri dibandingkan wanita. Akan tetapi
wanita adalah empat kali lebih mungkin berusaha bunuh diri dibandingkan laki-laki.
2. Metode
Lebih tingginya angka bunuh diri yang berhasil pada laki-laki adalah berhubungan dengan
metode yang digunakan dimana laki-laki menggunakan pistol, menggantung diri, atau
lompat dari tempat yang tinggi. Sedangkan wanita lebih mungkin menggunakan zat
psikoaktif secara overdosis atau memotong pergelangan tangannya, tetapi mereka mulai
lebih sering menggunakan pistol dibandingkan sebelumnya.
3. Usia
Angka bunuh diri meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki, puncak
bunuh diri adalah usia 45 tahun; pada wanita, jumlah terbesar bunuh diri yang berhasil
28 | KEDARURATAN PSIKIATRI
adalah diatas 55 tahun. Orang lanjut usia kurang sering melakukan usaha bunuh diri
dibandingkan orang muda tetapi lebih sering berhasil. Angka untuk mereka yang berusia
75 tahun atau lebih adalah lebih dari tiga kali dibandingkan angka untuk orang muda.
4. Ras
Angka bunuh diri diantara orang kulit putih adalah hampir dua kali lebih besar dari angka
bulan kulit putih, tetapi angka tersebut masih diragukan, karena angka bunuh diri pada
kulit hitam adalah meninggi.
5. Status perkawinan
Perkawinan yang diperkuat oleh anak tampaknya secara bermakna menurunkan risiko
bunuh diri. Orang yang hidup sendirian dan tidak pernah menikah memiliki angka hampir
dua kali lipat angka untuk orang yang menikah. Tetapi, orang yang sebelumnya pernah
menikah menunjukan angka yang jelas lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak pernah
menikah. Bunuh diri lebih sering pada orang yang memiliki riwayat bunuh diri dalam
keluarganya dan yang terisolasi secara sosial. Yang disebut bunuh diri ulang tahun
(anniversary suicide) adalah bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang mencabut
hidupnya pada hari yang sama seperti yang dilakukan oleh anggota keluarganya.
6. Pekerjaan
Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin besar resiko bunuh diri, tetapi penurunan
status sosial juga meningkatkan risiko. Pada umumnya, pekerjaan menghalangi bunuh diri.
Bunuh diri lebih tinggi pada orang yang pengangguran dibandingkan orang yang bekerja.
Selama resesi ekonomi dan depresi, angka bunuh diri menjadi meningkat. Selama waktu
tingginya pekerjaan dan selama perang, angka bunuh diri menurun. Dokter secara
tradisional dianggap memiliki risiko terbesar untuk bunuh diri. Dokter psikiatri dianggap
memiliki risiko yang paling tinggi. Populasi yang berada dalam risiko khusus adalah
musisi, dokter gigi, petugas hukum, pengacara dan agen asuransi.
7. Kesehatan Fisik
Hubungan antara kesehatan fisik dan bunuh diri sangat bermakna. Penelitian
postmortem menunjukan bahwa suatu penyakit fisik ditemukan pada 25 sampai 75 persen
dari semua korban bunuh diri. 50% orang dengan kanker yang melakukan bunuh diri
melakukannya dalam satu tahun setelah mendapatkan diagnosis. Tujuh penyakit sistem
saraf pusat yang meningkatkan risiko bunuh diri : epilepsi, sklerosis multipel, cedera
29 | KEDARURATAN PSIKIATRI
kepala, penyakit kardiovaskular, penyakit Huntington, demensia, dan AIDS. Semua adalah
penyakit dimana diketahui terjadi gangguan mood yang menyertai.
Faktor yang berhubungan dengan penyakit dan terlibat didalam bunuh diri dan usaha
bunuh diri adalah hilangnya mobilitas pada orang yang aktivitas fisiknya memiliki
kepentingan pekerjaan atau rekreasional; kecacatan, terutama pada wanita; dan rasa sakit
kronis yang tidak dapat diobati.
Obat tertentu dapat menyebabkan depresi, yang dapat menyebabkan bunuh diri pada
beberapa kasus. Diantara obat-obat tersebut adalah reserpine (Serpasil), kortikosteroid,
antihipertensi (propanolol/Inderal), dan beberapa obat antikanker.
8. Kesehatan Menal
Faktor psikiatrik yang sangat penting dalam bunuh diri adalah penyalahgunaan zat,
gangguan depresif, skizofrenia, dan gangguan mental lainnya. Hampir 95 persen dari
semua pasien yang melakukan bunuh diri atau berusaha bunuh diri memiliki gangguan
mental yang terdiagnosis. Pasien yang menderita depresi delusional berada pada resiko
tertinggi untuk bunuh diri sebesar 80%. 25 persen dari semua pasien yang memiliki
riwayat perilaki impulsif atau tindakan kekerasan juga berada dalam resiko untuk bunuh
diri. Perawatan psikiatrik sebelumnya untuk alasan apapun meningkatkan resiko bunuh
diri.
9. Pasien Psikiatrik
Resiko pasien psikiatrik untuk melakukan bunuh diri adalah 3 sampai 12 kali lebih
besar dibandingkan bukan pasien psikiatrik. Derajat resikonya adalah bervariasi
tergantung usia, jenis kelamin, diagnosis, dan status rawat inap atau rawat jalan. Diagnosis
psikiatrik yang memiliki resiko tertinggi untuk bunuh diri pada kedua jenis kelamin adalah
gangguan mood.
Relatif mudanya korban bunuh diri sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa dua
gangguan mental kronis yang memiliki onset awal, skizofrenia dan gangguan depresif
yang berat rekuren berjumlah lebih dari setengah dari semua bunuh diri tersebut.
3.5 Gangguan-gangguan yang beresiko terjadinya bunuh diri :
1. Gangguan mood
Gangguan mood adalah diagnosis yang paling sering berhubungan dengan
bunuh diri. Pasien laki-laki lebih banyak yang melakukan bunuh diri dibanding pasien
30 | KEDARURATAN PSIKIATRI
wanita. Kemungkinan orang terdepresi yang melakukan bunuh meningkat jika tidak
menikah, dipisahkan, diceraikan, janda atau baru saja mengalami kehilangan.
2. Skizofrenia
Resiko bunuh diri tinggi diantara pasien skizofrenik; sampai 10 persen
meninggal akibat bunuh diri. Usia onset skizofrenia biasanya pada masa remaja atau
dewasa awal dan sebagian besar pasien skizofrenik yang melakukan bunuh diri
melakukannnya selama tahun-tahun pertama penyakitnya; dengan demikian pasien
skizofrenia yang melakukan bunuh diri cenderung relatif muda.
Gejala depresif berhubungan erat dengan bunuh diri mereka. Hanya sejumlah
kecil yang melakukan bunuh diri karena instruksi halusinasi atau untuk melepaskan
waham penyiksaan. Jadi, faktor resiko untuk bunuh diri diantara pasien skizofrenik
adalah usia yang muda, jenis kelamin laki-laki, status tidak menikah, usaha bunuh diri
sebelumnya, kerentanan terhadap gejala depresif, dan baru dipulangkan dari rumah
sakit.
3. Ketergantungan Alkohol
15 persen orang yang ketergantungan alkohol melakukan bunuh diri. Kira-kira
80 persen dari semua korban bunuh diri yang tergantung alkohol adalah laki-laki.
Kelompok terbesar pasien laki-laki yang ketergantungan alkohol adalah mereka
dengan gangguan kepribadian antisosial. Korban bunuh diri yang tergantung alkohol
cenderung merupakan golongan kulit putih, usia pertengahan, tidak menikah, tidak
memiliki teman, terisolasi secara sosial dan baru saja mulai minum.
4. Ketergantungan Zat Lain .
Penelitian di berbagai negara telah menemukan peningkatan resiko bunuh diri
diantara penyalahgunaan zat. Angka bunuh diri untuk orang yang tergantung heroin
kira-kira 20 kali lebih besar dibandingkan angka untuk populasi umum.
5. Gangguan Kepribadian
Sejumlah besar korban bunuh diri memiliki berbagai macam gangguan
kepribadian yang menyertai. Menderita suatu gangguan kepribadian mungkin
merupakan suatu determinan perilaku bunuh diri dalam beberapa cara : dengan
mempredisposisikan pada gangguan mental berat seperti gangguan depresif atau
31 | KEDARURATAN PSIKIATRI
ketergantungan alkohol, dengan menyebabkan kesulitan dalam hubungan dan
penyesuaian sosial, dengan mencetuskan peristiwa kehidupan yang tidak diinginkan,
dengan mengganggu kemampuan untuk mengatasi gangguan mental atau fisik dan
dengan menarik orang ke dalam konflik dengan orang disekitar mereka, termasuk
anggota keluarga, dokter dan anggota staf rumah sakit.
Depresi adalah berhubungan tidak hanya dengan bunuh diri yang dilakukan
tetapi juga dengan usaha bunuh diri yang serius. Jika orang yang melakukan usaha
bunuh diri dinyatakan sebagai memiliki maksud bunuh diri yang tinggi dibandingkan
dengan mereka yang memiliki maksud bunuh diri yang rendah, mereka secara
bermakna lebih banyak adalah laki-laki, berusia lebih tua, tidak menikah atau bercerai
dan hidup sendirian. Kesimpulan dari korelasi tersebut adalah bahwa pasien depresi
yang melakukan usaha bunuh diri yang serius lebih menyerupai korban bunuh diri
dibandingkan dengan mereka yang berusaha bunuh diri.
Gambar 3.5.1. Diagram venn yang meringkaskan data tentang bunuh diri dengan
hubungannya dengan gangguan mood dan usha bunuh diri.
3.6 Diagnosis Banding
Dokter psikiatrik gawat darurat harus mempertimbangkan berbagai kondisi yang
dapat menyebabkan tanda dan gejala yang tampak. Keluhan yang paling sering masuk dalam
kategori kecemasan, depresi, mania, dan gangguan pikiran.
32 | KEDARURATAN PSIKIATRI
Tabel.3. Diagnosis Banding Kecemasan Tabel.4. Diagnosis Banding Episode Depresif
33 | KEDARURATAN PSIKIATRI
Delirium dan putus alkohol Gangguan penyesuaian dengan mood terdepresi
Intoksikasi dan putus amfetamin (atau zat yang berhubungan)
Gangguan kecemasan
Gangguan bipolar I
Gangguan kepribadian ambang
Infoksikasi kafein
Anterioklerosis serebral
Intoksikasi kokain
Ensefalitis
Hipertensi esensial
Hipertiroidisme
Sindrom hiperventilasi
Hipokalsemia
Hipoglikemia
Hipokalemia
Ancaman infark miokardium
Pendarahan internal
Gangguan depresif berat
Prolapsus katup mitralis
Kecemasan normal
Penyakit lobus temporalis lain
Gangguan panik
Takikardia atrium paroksismal dan aritmia jantung lain
Feokromositoma
Fobia
Sindrom pascagegar
Gangguan distimik
Gangguan skizoaefektif
Skizofrenia
Gangguan depresif berat
Gangguan bipolar I
Gangguan kepribadian ambang
Hipokalemia
Gangguan psikotik singkat
Gangguan siklotimik
Toksisitas antihipertensif
Gangguan psikotik steroid
Hipotiroidisme
Neoplasma serebral
Paresis umum
Gangguan penggunaan amfetamin
Gangguan penggunaan kokain
Karsinoma pankreas
Hepatitis
Sindrom infeksi pascavirus
Demensia tipe Alzheimer
Demensia vaskular
Demensia tipe Alzheimer dengan onset lambat
Demensia tipe Alzheimer dengan onset dini
Sirosis hati
Anterioklerosis
34 | KEDARURATAN PSIKIATRI
Epilepsi psikomotor
Gangguan psikotik
Emboli paru-paru
Skizofrenia
Putus dan delirum sedatif, hipnotik, atau ansiolitik
Gangguan seksual endokarditis bakterialis subakut
Tabel diambil dari Andrew Edmund Slaby, M.D., Ph.D.
Mononukleosis infeksiosa
Hipertiroidisme
Keganasan tersembunyi
AIDS
Gangguan kepribadian skizoid
Gangguan kepribadian skizotipal
Tabel diambil dari Andrew Edmund Slaby, M.D., Ph.D.
Tabel.5. Diagnosis Banding Episode Manik
Tabel.6. Diagnosis Banding Gangguan Pikiran
Gangguan Bipilar I Skizofrenia
Gangguan skizoafektif
Intoksikasi alkohol
Skizofrenia katatonik
Delirium
Hipertiroidisme
Sindrom pascaensefalitik
Mania akibat steroid
Mania akibat antidepresan
Mania akibat dekongestan
Mania akibat amfetamin
Mania akibat kokain
Mania akibat L-dopa
Mania akibat bronkodilator
Gangguan bipolar I
Gangguan depresif berat
Gangguan psikotik alkohol dengan halusinasi
Demensia tipe Alzheimer dengan onset dini
Neoplasma lobus frontalis
Intoksikasi alkohol
Gangguan penyesuaian
Gangguan disosiatif
Gangguan delusional
Gangguan psikotik akibat zat (misalnya PCP, amfetamin)
Sifilis
35 | KEDARURATAN PSIKIATRI
Mania akibat phencyclidine
AIDS
Psikosis antipikal
Tabel diambil dari Andrew Edmund Slaby, M.D., Ph.D.
Penyakit endokrin
Anemia permisiosa
Epilepsi lobus temporalis
Ekuivalen migrain
Gangguan psikotik cimitidine
AIDS
Gangguan psikotik singkat
Gangguan skizofreniform
Gangguan psikotik terbagi
Psikosis atipikal
Demensia tipe Alzheimer
Demensia vaskular
Demensia tipe Alzheimer dengan onset lambat
Tabel diambil dari Andrew Edmund Slaby, M.D., Ph.D.
3.7 Terapi
Tidak semua pasien memerlukan perawatan di rumah sakit, beberapa dapat diobati
dengan rawat jalan. Untuk menentukan apakah dimungkinkan terapi rawat jalan, klinisi harus
menggunakan pendekatan klinis yang langsung meminta pasien yang diduga bermaksud
bunuh diri untuk setuju menelepon segera jika mencapai titik dimana mereka tidak yakin
akan kemampuan mereka untuk mengendalikan impuls bunuh dirinya. Pasien yang dapat
membuat persetujuan tersebut memperkuat keyakinan bahwa mereka memiliki kekuatan yang
cukup untuk mengendalikan impuls tersebut dan berusaha mencari bantuan. Jika pasien tidak
dapat memenuhi komitmen ini, maka perawatan di rumah sakit menjadi indikasi yang harus
diambil.
Menurut Schnedman, klinisi memiliki beberapa tindakan preventif praktis untuk
menghadapi orang yang ingin bunuh diri seperti :
36 | KEDARURATAN PSIKIATRI
1. Menurunkan penderitaan psikologi dengan memodifikasi lingkungan pasien yang
penuh dengan stress, menuliskan bantuan dari pasangan, perusahaan atau teman.
2. Membangun dukungan yang realistik dengan menyadari bahwa pasien mungkin
memiliki keluhan yang masuk akal.
3. Menawarkan alternatif terhadap bunuh diri.
Keputusan untuk merawat pasien di rumah sakit tergantung pada diagnosis, keparahan
depresi dan gagasan bunuh diri, kemampuan pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah,
situasi hidup pasien, tersedianya dukungan sosial dan ada atau tidaknya faktor resiko untuk
bunuh diri.
Dalam rumah sakit pasien mungkin menerima medikasi antidepresan atau antipsikotik
sesuai dengan indikasi, terapi individual, terapi kelompok dan pasien mendapatkan dukungan
sosial rumah sakit dan rasa aman. Tindakan terapeutik lain tergantung pada diagnosis dasar
pasien. Sebagai contohnya, jika ketergantungan alkohol adalah masalah yang berhubungan,
terapi harus diarahkan untuk menghilangkan kondisi tersebut.
Tindakan yang berguna untuk terapi pasien rawat inap yang mencoba bunuh diri dan
mengalami depresi adalah memeriksa barang-barang pasien dan orang yang berkunjung ke
bangsal. Hal ini bertujuan untuk mencari benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh
diri dan secara berulang mencari eksaserbasi gagasan bunuh diri. Idealnya, pasien rawat inap
yang mencoba bunuh diri dan mengalami depresi harus diobati dalam bangsal yang terkunci
dimana jendela dipasang terali dan ruangan pasien harus berlokasi dekat dengan tempat
perawat untuk memaksimalkan pengamatan oleh staf perawat. Tim yang mengobati harus
memeriksa secara berulang atau terus menerus mengawasi secara langsung. Terapi yang
efektif dengan medikasi antidepresan harus dimulai. Terapi elektrokonvulsif (ECT) mungkin
diperlukan untuk beberapa pasien yang terdepresi parah yang mungkin memerlukan beberapa
kali pengobatan.
Pasien yang sedang pulih dari depresi bunuh diri berada pada resiko khusus. Saat
depresi menghilang, pasien menjadi memiliki energi dan mampu untuk melakukan rencana
bunuh dirinya. kadang-kadang pasien depresi dengan atau tanpa terapi secara tiba-tiba
tampak damai dengan dirinya sendiri karena mereka telah mengambil keputusan rahasia
untuk melakukan bunuh diri. Klinisi harus secara khusus mencurigai perubahan klinis yang
dramatis tersebut, yang mungkin meramalkan usaha bunuh diri.
Terapi Psikofarmaka
Seseorang yang sedang dalam krisi karena baru ditinggal mati atau baru mengalami
suatu kejadian yang jangka waktunya tak lama, biasanya akan berfungsi lebih baik setelah
37 | KEDARURATAN PSIKIATRI
mendapatkan tranquilizer ringan, terutama bila tidurnya terganggu. Obat pilihannya adalah
golongan benzodiazepine misalnya lorazepam 3 x 1 mg sehari, selama 2 minggu. Hati-hati
memberikan benzodiazepine pada pasien yang hostile, karena penggunaan benzodiazepine
yang teratur dapat meningkatkan iritabilitas pasien. Jangan memberikan obat dalam jumlah
banyak sekaligus kepada pasien (resepkan sedikit-sedikit saja) dan pasien harus kontrol
dalam beberapa hari.
Pemberian antidepresan biasanya tidak dimulai di ruang gawat darurat, meskipun
biasanya terapi definitif pasien-pasien yang mempunyai kecenderungan bunuh diri adalah
antidepresan. Antidepresan boleh diberikan di instalasi gawat darurat asal dibuat perjanjian
kontrol keesokan harinya secara pasti.
BAB IV
KESIMPULAN
Bunuh diri merupakan perasaan putus asa dan ketidak berdayaan, konflik ambivalen
antara keinginan hidup dan tekanan yang tidak dapat ditanggung, menyempitnya pilihan
38 | KEDARURATAN PSIKIATRI
yang dirasakan dan keinginan untuk melarikan diri. bisa dikatakan bunuh diri merupakan
cara keluar dari masalah atau krisis yang hampir selalu menyebabkan penderitaan yang
kuat.
Orang yang mau melakukan bunuh diri memiliki riwayat, tanda dan gejala kearah
bunuh diri, seperti :
- Upaya atau khayalan bunuh diri sebelumnya
- Kecemasan, depresi dan kelelahan
- Tersedia alat-alat untuk bunuh diri
- Riwayat bunuh diri dalam keluarga
- Gagasan bunuh diri yang diungkapkan
- Krisis hidup seperti duka cita
- Pesimisme atau keputusan yang pervasif
Menurut teori Psikodinamika dari Sigmund Freud, struktur kepribadian Ego sangat
mempengaruhi tindakan yang akan diambil seseorang. Dimana peran Ego sebagai organ
pelaksana (executive) dari jiwa yang mengontrol pergerakan, persepsi, kontak dengan
kenyataan dan melalui mekanisme pertahanan yang ada padanya akan memperlambat dan
memodifikasi dorongan ekspresi atau denagn kata lain Ego menjadi tidak bebas dan terus
berlindung dibalik mekanisme pertahanan diri yang dikembangkannya.
Untuk mengatasinya maka Sigmund Freud menggunakan metode free association dan
dream interpretation untuk membebaskan Ego supaya keluar dan tidak berada dibalik
mekanisme pertahanan. Selain itu bila pencegahannya dengan Psikodinamika tidak
dijalankan, maka dapat terjadi gangguan kejiwaan yang nantinya mengarah ke bunuh diri.
Bila hal ini terjadi, maka pasien harus mendapatkan terapi seperti rawat inap dan rawat
jalan, pemberian obat-obat seperti antidepresan atau antipsikosis. Selain itu pasien juga
membutuhkan terapi individu atau terapi kelompok sesuai indikasi dari diagnosis dasar
yaitu gangguan kejiwaan yang mencetuskan terjadinya bunuh diri.
DAFTAR PUSTAKA
39 | KEDARURATAN PSIKIATRI