Upload
buiduong
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jndul : Pengaruh Corporate Governance, Pengungkapan Corporate Social
Responsibility dan Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas
Pajak
Nama : RR. Maria Yulia Dwi Rengganis
Nim : 1306305032
Abstrak
Agresivitas pajak merupakan tindakan yang dilakukan perusahaan sebagaistrategi untuk mengurangi atau meminimalkan jumlah pajak yang hams dibayar.Dalam penelitian ini, agresivitas pajak diproksikan dengan effective tax rate(ETR). Semakin rendah nilai ETR suatu perusahaan menggambarkan semakintinggi tingkat agresivitas pajak perusahan tersebut Penelitian ini dilakukan untukmengetahui pengaruh dari Corporate Governance, Pengungkapan CorporateSocial Responsibility dan Ukuran Perusahaan Terhadap Agresivitas Pajak yangdiproksikan dengan ETR.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar diBursa Efek Indonesia pada tahun 2013-2015. Penentuan sampel menggunakanmetode purposive sampling. Perusahaan yang terpilih menjadi sampel setelahdikurangi beberapa kriteria adalah sebanyak 99 perusahaan amatan. Teknikanalisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil daripenelitian ini membuktikan bahwa bahwa pengungkapan CSR berpengaruhterhadap ETR sebagai proksi dari agresivitas pajak. Semakin tinggi tingkatpengungkapan CSR suatu perusahaan, maka semakin tinggi nilai ETRnya yangmenggambarkan semakin rendah tingkat agresivitas pajak perusahaan. Untukmendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, peneliti selanjutnya diharapkandapat meneliti variabel lain yang dapat mendeteksi adanya tindakan agresivitaspajak seperti kepemilikan institusional dan kualitas audit.Kata Kunci: Agresivitas Pajak, Corporate Governance, Pengungkapan Corporate
Social Responsibility, Ukuran Perusahaan
vii
DAFTARISI
Halaman
HALAMANJUDUL.
HALAMAN PENGESAHAN/PERSETUJUAN SKRIPSI ii
PERNYATAAN ORISINALITAS iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK vii
DAFTARISI viii
DAFTARTABEL xi
DAFTARGAMBAR xii
DAFTARLAMPIRAN.. . xiii
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian 9
1.3 Tujuan Penelitian 9
1.4 Kegunaan Penelitian 10
1.5 Sistematika Penulisan 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN fflPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka 13
2.1.1 Teori Legitimasi 13
2.1.2 Teori Agensi 14
2.1.3 Agresivitas Pajak 14
VIII
I 1.4 Corporate Governance 15
2.1.4.1 Komisaris Independen 16
2.1.4.2 Dewan Direksi 16
2.1.4.3 Komite Audit 17
2.1.5 Corporate Social Responsibility (CSR) 18
2.1.6 Ukuran Perusahaan 19
22 Hipotesis Penelitian 20
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian 25
3.2 Lokasi atau Ruang Lingkup Wilayah Penelitian 25
3.3 Obyek Penelitian 26
3.4 Identifikasi Variabel 26
3.5 Definisi Operasional Variabel 26
3.6 Jenis dan Sumber Data 30
3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel 30
3.8 Metode Pengumpulan Data 31
3.9 Teknik Analisis Data 32
BAB IV PEMBAHASAN BASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Daerah atau Wilayah Penelitian 37
4.2 Analisis Statistik Deskriptif 38
4.3 Uji Asumsi Klasik 40
4.4 Analisis Regresi Linier Berganda 44
IX
Pengujian Hipotesis 45
» Pembahasan Penelitian 48
4.6.1 Pengaruh Komisaris Independen pada Agresivitas Pajak 48
4.6.2 Pengaruh Dewan Direksi pada Agresivitas Pajak 49
4.6.3 Pengaruh Komite Audit pada Agresivitas Pajak 50
4.6.4 Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada
Agresivitas Pajak 52
4.6.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Agresivitas Pajak 53
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan 55
5.2 Saran 56
DAFTARRUJUKAN 58
LAMPIRAN-LAMPIRAN... ...66
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara, sebagai sumber
pembiayaan untuk kegiatan pembangunan nasional dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Setiap tahunnya pemerintah selalu meningkatkan target
penerimaan pajak, namun pada kenyataannya penerimaan pajak yang ditargetkan
oleh pemerintah tidak tercapai.
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2011-2015
Tahun
Target Penerimaan Pajak
(Dalam Triliun Rupiah)
Realisasi Penerimaan Pajak
(Dalam Triliun Rupiah)
Persentase Realisasi
Penerimaan Pajak
2011 878,70 873,90
99,45%
2012 1.032,57 980,50
94,96%
2013 1.148,40 1.077,30
93,81%
2014 1.246,10 1.146,90
92,04%
2015 1.294,25 1.055,00
81,51%
Sumber: www.kemenkeu.go.id, 2016
Berdasarkan data Kementerian Keuangan Republik Indonesia tersebut,
besarnya realisasi penerimaan Negara dari sektor pajak yang meliputi semua jenis
pajak pada tahun 2011 adalah sebesar 873,90 Triliun Rupiah dari target yang
ingin dicapai yaitu 878,70 Triliun Rupiah. Jumlah tersebut berada pada angka
99,45% dari target. Pada tahun selanjutnya, tahun 2012 pencapaian penerimaan
pajak tercatat 980,50 Triliun Rupiah dari target yang ditetapkan yaitu 1.032,57
2
Triliun Rupiah. Jumlah tersebut mencapai angka 94,96% dari target. Selanjutnya
realisasi tahun 2013 mencapai angka 1.077,30 Triliun Rupiah dari target yang
ditetapkan yaitu 1.148,40 Triliun Rupiah. Jumlah tersebut baru mencapai 93,81%
dari target yang ditetapkan. Pada tahun 2014 tercatat penerimaan pajak mencapai
angka 1.146,90 Triliun Rupiah dari target yang ditetapkan sebesar 1.246,10
Triliun Rupiah. Angka tersebut mencapai 92,04%. Terakhir pada tahun 2015
tercatat penerimaan pajak mencapai angka 1.055,00 Triliun Rupiah dari target
yang ditetapkan sebesar 1.294,25 Triliun Rupiah. Angka tersebut mencapai
81,51%.
Tidak tercapainya target penerimaan pajak tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor. Salah satu faktor penyebab tidak tercapainya target penerimaan
pajak tersebut karena wajib pajak dapat melakukan perencanaan pajak dalam
upaya mencapai efisiensi beban pajak. Wajib Pajak dapat melakukan perencanaan
pajak karena sistem perpajakan di Negara Indonesia menganut Self Assessment
system. Self Assessment system merupakan sistem perpajakan yang memberi
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri,
dan membayar sendiri pajak terhutang yang seharusnya dibayar. Upaya wajib
pajak untuk menekan beban pajaknya menggambarkan tingkat agresivitas pajak
yang dilakukan oleh wajib pajak.
Perusahaan sebagai salah satu wajib pajak, mempunyai kewajiban untuk
membayar pajak yang besarnya dihitung dari laba bersih yang diperolehnya.
Namun bagi perusahaan pajak dianggap sebagai beban yang dapat mengurangi
laba. Hal tersebut mendorong perusahaan melakukan usaha dan strategi untuk
3
mengurangi atau meminimalkan jumlah pajak yang ditanggungnya, sehingga
perusahaan cenderung dipandang telah melakukan tindakan agresivitas pajak.
Frank et al. (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa agresivitas
pajak merupakan tindakan merekayasa pendapatan kena pajak yang dilakukan
perusahaan melalui tindakan perencanaan pajak, baik menggunakan cara yang
tergolong legal (tax avoidance) atau ilegal (tax evasion). Dalam penelitian ini,
agresivitas pajak diproksikan dengan effective tax rate (ETR). Wibowo (2012)
dalam Hanum dan Zulaikha (2013) mendefinisikan ETR sebagai rasio dari pajak
yang dibayarkan perusahaan berdasarkan total pendapatan sebelum pajak
penghasilan akuntansi sehingga dapat mengetahui seberapa besar presentase
perubahan membayar pajak sebenarnya terhadap laba komersial yang diperoleh
perusahaan.
Karayan dan Swenson (2007) mengungkapkan bahwa salah satu cara
mengukur seberapa baik sebuah perusahaan mengelola pajaknya adalah dengan
melihat tarif efektifnya. ETR yang rendah menunjukan beban pajak penghasilan
lebih kecil dari pendapatan sebelum pajak sehingga menjadi indikasi tingkat
agresivitas pajak yang tinggi. Hal ini karena terdapat kecenderungan perusahaan
membayar beban pajak lebih rendah dari yang seharusnya (Ratmono dan Sagala,
2015). Semakin rendah nilai ETR suatu perusahaan menggambarkan semakin
tinggi tingkat agresivitas pajak perusahan tersebut.
Tindakan agresivitas pajak merupakan tindakan yang bertentangan dengan
keinginan dan harapan dari masyarakat. Masyarakat pada umumnya
menginginkan setiap perusahaan menjalankan tanggung jawab sosialnya baik
4
yang berhubungan dengan lingkungan maupun tanggung jawab kepada Negara
melalui kewajiban membayar pajak. Perusahaan yang terbukti melakukan
tindakan agresivitas pajak akan memperoleh pandangan negatif dari masyarakat
karena dipandang kurang memiliki tanggung jawab sosial.
Perusahaan tentunya tidak menginginkan mendapat pandangan negatif dari
masyarakat, maka hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengendalikan
tindakan agresivitas pajak yang dilakukan perusahaan. Salah satu upaya
mengendalikan tindakan agresivitas pajak adalah dengan cara melaksanakan
corporate governance sehingga dapat mengawasi pengelolaan perusahaan oleh
manajemen, termasuk dalam hal kebijakan perpajakan perusahaan. Permana dan
Zulaikha (2015) menyatakan bahwa Corporate governance merupakan tata kelola
perusahaan yang menentukan arah perusahaan sesuai dengan karakter pemimpin
perusahaan, dan karakter seorang pemimpin dapat mempengaruhi keputusan yang
dibuatnya termasuk dalam penghindaran pajak.
Beberapa penelitian terdahulu tentang hubungan antara corporate
governance dengan agresivitas pajak perusahaan dilakukan oleh Sartori (2010),
Putranti dan Setiawanta (2015). Sartori (2010) mengungkapkan bahwa tata kelola
perusahaan memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan ketaatan pajak
perusahaan, sehingga akan meminimalkan agresivitas pajak. Selain itu, Putranti
dan Setiawanta (2015) mengungkapkan bahwa secara statistik terdapat tiga
variabel independen yang berpengaruh terhadap tax avoidance perusahaan yaitu
variabel kepemilikan institusional yang memiliki arah negatif, jumlah dewan
komisaris yang memiliki arah positif, serta variabel kualitas audit memiliki arah
5
positif sedangkan variabel prosentase dewan komisaris independen dan variabel
jumlah komite audit tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.
Penelitian ini menggunakan variabel corporate governance. corporate
governance didefinisikan sebagai suatu sistem dan seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi
agar kinerja perusahaan dijalankan dengan efektif, efisien, transparan dan
akuntabel demi tercapainya tujuan organisasi dan menghindari kecurangan-
kecurangan dalam manajemen perusahaan, selain itu juga dapat menghasilkan
laporan keuangan yang akuntabel yang berguna bagi para penggunanya untuk
mengambil keputusan (Santoso dan Muid, 2014).
Variabel corporate governance dalam penelitian ini diproksikan dengan
komisaris independen, ukuran dewan direksi, dan komite audit. Komisaris
Independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan
direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta
bebas dari hubungan bisnis yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan
(Sari, 2014). Komisaris independen merupakan bagian dari dewan komisaris,
yang bertugas untuk mengawasi manajemen perusahaan dalam menjalankan
kegiatannya agar tidak menyimpang dari kebijakan yang sudah ditetapkan
maupun tindakan yang melanggar hukum.
Dewan direksi dalam mekanisme corporate governance juga sangat
penting, karena dewan direksi merupakan organ perusahaan yang bertugas dan
bertanggungjawab secara kolektif dalam mengelola perusahaan. Dalam penelitian
6
ini menggunakan proksi dewan direksi karena dewan direksi bertanggungjawab
atas laporan tahunan yang memuat laporan keuangan, laporan kegiatan
perusahaan dan laporan pelaksanaan GCG (KNKG, 2006). Hal ini berarti dewan
direksi juga pasti memperhatikan kelima prinsip-prinsip GCG dalam tugasnya
untuk mengelola perusahaan secara efektif dan efisien.
Dalam penelitian ini yang dimaksud komite audit adalah suatu komite
yang bekerja secara profesional dan independen dibawah dewan komisaris dan
dengan demikian tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi dewan
komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan atas proses pelaporan keuangan,
manajemen resiko, pelaksanaan audit, dan implementasi dari corporate
governance di perusahaan-perusahaan (Sihaloho dan Pratomo, 2014). Tanggung
jawab komite audit dalam bidang corporate governance adalah untuk memastikan
apakah perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang
berlaku serta melakukan pengawasan untuk mencegah adanya benturan
kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan (Surya dan
Yustiavandana, 2006).
Perusahaan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya selain
dengan memperoleh laba juga harus melaksanakan tanggung jawab sosialnya.
Tanggung jawab sosial tersebut dikenal dengan Corporate Social Responsibility
(CSR). CSR didefinisikan sebagai “'bagaimana perusahaan memperhitungkan
dampak sosial dan lingkungan dalam cara perusahaan tersebut beroperasi,
memaksimalkan manfaat dan meminimalkan kerugian” (Pemerintah UK dalam
KPMG, 2007). Kewajiban pelaksanaan CSR dari suatu perusahaan diatur dalam
7
UU Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007) Tentang Perseroan Terbatas.
Kewajiban pelaksanaan CSR tersebut secara khusus diatur dalam Pasal 74 UU
No. 40 Tahun 2007 yang berbunyi “Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya dibidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”.
Warshut (2010) mendefinisikan CSR sebagai upaya kesungguhan entitas
bisnis untuk meminimumkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif
operasi perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi,
sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Tingkat kesadaran perusahaan untuk menerapkan CSR dalam operasinya berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Semakin perusahaan peduli terhadap
pentingnya melaksanakan CSR, maka perusahaan tersebut juga cenderung akan
semakin sadar terhadap pentingnya pajak bagi masyarakat pada umumnya
(Yoehana, 2013).
Melalui pengungkapan CSR, perusahaan bisa memperoleh legitimasi
sosial dari masyarakat. Legitimasi sosial sangat penting bagi setiap perusahaan
karena dengan memperoleh legitimasi sosial, perusahaan dapat memaksimalkan
kekuatan keuangannya dalam jangka panjang melalui respon positif masyarakat
dan para pelaku pasar saham. Suatu perusahaan yang telah mendapatkan respon
positif atau reputasi yang baik di mata masyarakat, tentu ingin selalu
mempertahankannya untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Salah satu
cara untuk mempertahankan reputasi yang baik tersebut adalah dengan
8
menghindari tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai sosial seperti
tindakan agresivitas pajak.
Penelitian terkait hubungan CSR dengan agresivitas pajak telah dilakukan
oleh beberapa peneliti sebelumnya. Watson (2011) mengungkapkan bahwa
aktivitas CSR yang dilakukan oleh perusahaan secara konsisten dapat mengurangi
tingkat agresivitas pajak perusahaan. Penelitian lain dilakukan oleh Lanis dan
Richardson (2012), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat pengungkapan CSR suatu perusahaan, maka semakin rendah tingkat
agresivitas pajak yang dilakukan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa semakin besar tanggung jawab sosial yang dilaksanakan
perusahaan maka semakin tinggi kesadaran perusahaan untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Selain corporate governance dan Corporate Social Responsibility,
tindakan agresivitas pajak juga dipengaruhi oleh kestabilan dan kemampuan
perusahaan untuk membayar pajak yang dapat terlihat dari ukuran perusahaan.
Ukuran perusahaan merupakan skala yang digunakan dalam menentukan besar
kecilnya suatu perusahaan (Sari, 2010).
Perusahaan besar cenderung memiliki sumber daya yang lebih besar dan
lebih baik dibandingkan perusahaan kecil untuk melakukan pengelolaan pajak
(Darmawan, 2014). Sumber daya yang ahli dalam perpajakan diperlukan agar
dalam pengelolaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan dapat maksimal untuk
menekan besarnya beban pajak perusahaan, sedangkan perusahaan kecil tidak
dapat optimal dalam mengelola beban pajaknya dikarenakan kekurangan ahli
9
perpajakan dalam perusahaannya (Darmadi, 2013). Penjelasan tersebut
menggambarkan bahwa perusahaan besar akan cenderung memiliki tingkat
agresivitas pajak yang tinggi.
Penelitian terkait ukuran perusahaan telah dilakukan sebelumnya, salah
satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih dan Sari (2013), yang
menyatakan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka akan semakin rendah
CETR yang dimilikinya karena perusahaan besar lebih mampu menggunakan
sumber daya yang dimilikinya untuk membuat suatu perencanaan pajak yang
baik.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Bagaimana pengaruh komisaris independen terhadap effective tax rate?
2) Bagaimana pengaruh ukuran dewan direksi terhadap effective tax rate?
3) Bagaimana pengaruh komite audit terhadap effective tax rate?
4) Bagaimana pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility
terhadap effective tax rate?
5) Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan terhadap effective tax rate?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui pengaruh komisaris independen terhadap effective tax
rate.
10
2) Untuk mengetahui pengaruh ukuran dewan direksi terhadap effective tax
rate.
3) Untuk mengetahui pengaruh komite audit terhadap effective tax rate.
4) Untuk mengetahui pengaruh pengungkapan Corporate Social
Responsibility terhadap effective tax rate.
5) Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap effective tax
rate.
1.4 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kegunaan penelitan yang akan
diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah refrensi, informasi, dan wawasan
serta menguatkan Teori Legitimasi.
2) Kegunaan Praktis
Bagi pihak perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan khususnya mengenai
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Bagi investor, penelitian
ini dapat memberikan masukan dalam menilai dan mengevaluasi suatu
perusahaan ketika akan melakukan penanaman modal dalam perusahaan
tersebut.
11
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun dalam beberapa bab
secara sistematis sebagai berikut.
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah mengenai
agresivitas pajak yang diproksikan dengan Effective Tax Rate
(ETR) serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, pokok
rumusan masalah variabel yang diteliti, tujuan dan kegunaan
penelitian serta diakhiri dengan sistematika penulisan.
Bab II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang menunjang
pembahasan terhadap masalah dan variabel dalam penelitian ini
dan diakhiri dengan rumusan hipotesis dan model penelitian.
Bab III : Metode Penelitiian
Bab ini memaparkan tentang desain penelitian yang digunakan,
menentukan lokasi dan ruang lingkup wilayah dilakukannya
penelitian, penentuan obyek penelitian, menjelaskan mengenai
identifikasi variabel faktor yang mempengaruhi agresivitas pajak,
mendefinisikan operasional variabel, jenis dan sumber data yang
digunakan, menjelaskan mengenai populasi, sampel dan metode
penentuan sampel, serta metode pengumpulan data dan teknik
analisis data yang digunakan untuk meneliti pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
12
Bab IV : Pembahasan Hasil Penelitian
Bab ini menjelaskan mengenai Gambaran umum objek penelitian
pada aktivitas agresivitas pajak yang dilakukan oleh perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), deskripsi data hasil
penelitian terhadap agresivitas pajak serta pembahasan hasil
penelitian berdasarkan output SPSS.
Bab V : Simpulan dan Saran
Bab ini menguraikan tentang simpulan yang dibuat berdasarkan
uraian pada bab sebelumnya serta saran-saran yang nantinya
diharapkan dapat berguna bagi penelitian berikutnya.