Journal Reading

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

AbstrakUlserasi mukosa, penyakit dental dan abnormalitas gigi lainya, tumor jaringan lunak mulut, penyakit periodontal, patologi tulang, dan nyeri orofasial mungkin secara langsung berhubungan atau dikacaukan oleh penyakit sistemik yang mendasari. Pemahaman mengenai hubungan antara penyakit sistemik dan kelainan oral penting sehubungan dalam menegakkan diagnosis dan menentukan kompleksitas manajemen selanjutnya. Sebagai contoh, karies gigi yang dikacaukan oleh karena defisiensi nutrisi atau masalah psikologis seperti bulimia atau anoreksia, atau sebuah masalah medis yang secara langsung ataupun tidak langsung (melalui penggunaan obat-obatan) yang menyebabkan xerostomia, atau kondisi medis yang mempengaruhi kemampuan pasien untuk mempertahankan higienitas oral perlu ditangani dengan strategi yang komprehensif dengan memperhitungkan masalah medis yang mendasari serta masalah dental. Ulasan ini akan membahas masalah tersebut dan akibatnya terhadap kondisi oral.Pendahuluan

Berbagai kondisi orofasial berhubungan dengan penyakit sistemik. Masalah serius yang menjadi perhatian dokter gigi termasuk karies gigi, ulserasi oral, eritema dan pengelupasan mukosa, perdarahan gusi dan hipertrofi gingiva, massa exophitic jaringan lunak, mulut kering, nyeri fasial, kelainan pergerakan, abnormalitas gigi, penggunaan gigi yang abnormal, diskolorasi gigi dan mukosa, patologi perkembangan tulang.Karies

Karies gigi dapat disebabkan atau diperburuk oleh berbagai penyakit sistemik melalui efeknya pada tiga faktor utama yang diperkirakan berkontribusi untuk karies gigi: adanya bakteri dan biofilm yang diketahui sebagai penyebab dari karies, ketersediaannya sumber makanan (seperti gula) bagi bakteri tersebut, dan higienitas oral. Faktor lain seperti genetik (misalnya pertumbuhan gigi, matrix metalloproteinases) dan penggunaan obat-obatan pada penyakit sistemik (seperti yang mengganggu salivasi) juga dapat berperan dalam pembentukan karies.

Hubungan yang sangat kompleks terjadi antara faktor-faktor ini sehubungan dengan awal terjadinya karies baik pada gigi susu maupun gigi permanen. Telah diketahui bahwa adanya gangguan pada lingkungan oral dapat meningkatkan potensi berkembangnya karies gigi. Sebagai contoh, pada studi mengenai hubungan antara karies gigi dengan status nutrisi, makanan ringan, dan konsumsi makanan gula dengan bahan pemanis pada anak-anak di Thailand, ditemukan pula bahwa malnutrisi dan kebiasaan makan di waktu/jam tidur berhubungan signifikan terhadap perkembangan karies pada gigi susu.

Sebagai tambahan pada malnutrisi, kondisi lain yang merupakan akibat dari diet juga dikutip pada literatur ini berhubungan dengan pertumbuhan karies. Keadaan ini termasuk masalah medis (seperti diabetes) dan psikologis (seperti drug abuse, bulimia,dll).

Diabetes

Pada model hewan, berbagai studi menduga bahwa karies yang cepat dan progresif berhubungan dengan keadaan yang menyebabkan hiperglikemia. Berbeda dengan studi hewan, paling tidak satu tinjauan sistematis literatur mempertanyakan validitas ilmiah dari hubungan penyebab antara karies dan diabetes pada manusia. Pengarang dari tunjauan ini menyatakan bahwa karena berbagai studi melaporkan kejadian karies yang bervariasi diantara subjek dengan ataupun tanpa diabetes (seperti penurunan, peningkatan, dan kejadian yang sama), maka belum cukup bukti untuk menentukan hubungan risiko positif pada manusia.Penyalahgunaan Obat-obatan (Drug Abuse)

Berbagai studi telah menghubungkan penyalahgunaan obat dengan pertumbuhan karies gigi. Masalah ini telah diidentifikasi di berbagai negara di dunia.

Salah satu obat yang belakangan ini sering diteliti hubungannya dengan karies adalah methamphetamine. Istilah meth mouth bukan tanpa alasan karena obat ini dan penyalahgunaannya menunjukkan hubungan dengan kerusakan gigi yang cukup besar dan juga masalah mulut lainnya seperti penyakit periodontal. Beberapa bukti menyatakan bahwa pH saliva menjadi alasan obat tersebut berkontribusi terhadap karies.Penyalahgunaan narkotika dan alkohol juga berhubungan dengan meningkatnya risiko karies. Walau bagaimanapun juga, pada satu studi komparatif, penyalahgunaan alkohol kurang menyebabkan karies dibandingkan penyalahgunaan obat-obatan. Kombinasi penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan (tidak hanya heroin dan methadone, tetapi juga ganja, benzodiazepin dan kokain) menyebabkan peningkatan risiko karies (hingga 38%).Pengarang pada studi ini berspekulasi rendahnya kasus pada orang yang menyalahgunakan alkohol dan khusunya yang meminum bir mungkin berhubungan dengan peningkatan konsumsi fluoride yang merupakan bahan dalam bir tersebut.Risiko karies oleh narkotika tidak hanya berhubungan dengan penggunaan yang sembarangan. Laporan kasus belakangan ini menyatakan perkembangan dari rampant caries akibat transmucosal fentanyl citrate lozenges oral yang digunakan untuk management oral pada nyeri kanker. Diduga risiko karies berhubungan dengan penggunaan obat-obatan adalah karena kebiasaan mengabaikan higienitas oral.Penggunaan smokeless tobacco juga dihubungkan dengan karies gigi, khususnya root caries. Sehubungan dengan penggunaan ganja, salah satu studi menemukan bahwa subjek yang menggunakan obat ini secara berlebihan menunjukkan permukaan karies yang lebih rata dibandingkan kelompok kontrol. Penulis berspekulasi bahwa hal ini berhubungan dengan efek obat pada salivasi (hipersalivasi selama penggunaan) dan asupan gula pasca merokok (dari munchies).

Sebagai tambahan, berbagai pengobatan yang mengurangi salivasi berpotensi untuk meningkatkan risiko karies, khususnya jika dikonsumsi dalam periode yang panjang. Namun hanya sedikit penelitian yang menilai hubungan antara penggunaan obat yang menyebabkan xerostomia dan progresivitas karies. Pada studi hewan, penggunaan klonidin dan propanolol jangka panjang menunjukkan peningkatan risiko karies pada tikus. Obat lain yang dapat menyebabkan mulut kering dan menyebabkan karies termasuk antihistamin, anti-depresan seperti Elavil (amitriptyline), Asendin (amoxapine), Anafranil (clomipramine), Remeron (Mirtazapine), dan Aventyl atau Pamelor (nortriptyline), dan Detrol yang biasanya digunakan untuk pengobatan inkontinensia.Bulimia dan Anoreksia

Bulimia, sebuah kondisi yang berhubungan dengan muntah berulang, telah dihubungkan dengan perkembangan karies gigi baik pada pria maupun wanita. Hal ini dianggap berhubungan dengan fakta bahwa pasien yang muntah kronis, memandikan gigi mereka dalam asam lambung selama perilaku membersihkan ini. Selain bulimia, anoreksia adalah kondisi psikologis lain yang mungkin termasuk muntah dan juga telah dikaitkan dengan peningkatan karies gigi.

Namun dalam tinjauan sistematis baru-baru ini pada literatur yang menilai manifestasi orofacial kondisi ini, termasuk karies, penulis menyarankan bahwa pembentukan karies pada pasien dengan gangguan makan mungkin bukan merupakan sequalae otomatis kelainan ini.

Meskipun demikian, sebaliknya pada pasien sehat dengan kebersihan mulut baik tetapi dengan lesi permukaan halus yang tidak biasa atau karies merajalela (ramapant caries), gangguan makan harus dipertimbangkan sebagai penyebab potensial dari penyakit. Aktivitas karies di grup pasien ini juga dapat dikacaukan oleh diet umum dan kebersihan mulut serta gangguan kelenjar ludah.Kondisi Medis yang Menurunkan Kebiasaan Higienitas

Setiap kondisi medis yang memberikan kontribusi untuk penurunan kebersihan mulut dapat meningkatkan potensi untuk pengembangan karies gigi. Penyakit yang mengurangi koordinasi, membatasi aktivitas kognitif, atau melibatkan secara signifikan kecacatan fisik atau mental memiliki potensi untuk memfasilitasi penyakit gigi, termasuk karies, dan kehilangan gigi berikutnya. Akhirnya, ada bukti terbatas bahwa faktor genetik seperti alel mutan untuk MMP13 (salah satu gen yang bertanggung jawab untuk menghasilkan matriks metalloproteinase) dapat berkontribusi dalam beberapa macam etiologi karies gigi.

Ulserasi Oral

Kondisi sistemik yang dapat menyebabkan ulserasi mulut termasuk infeksi (misalnya sifilis, tuberkulosis, HIV /AIDS,infeksi virus termasuk herpangina dan

herpetic stomatitis primer termasuk herpes simplex virus kausalitas (HSV-1 atau 2), candida dan organisme jamur lainnya (misalnya mucormycosis atau histoplasmosis, penyakitautoimun (misalnya lupus,pemphigus dan pemphigus paraneoplastic, lichen planus, penyakit tiroid,penyakit radang usus,penyakit keganasan / hematologi, neutropenia siklik, alergi dan reaksi obat lainnya, dan penyakit radang pembuluh darah.Sariawan (oral ulcer) dapat juga terkait dengan transplantasi organ dan obat-obatan yang digunakan untuk mengelola penolakan atau mengobati penyakit lain (misalnya penyakit kelenjar gondok), transplantasi hati, atau transplantasi ginjal. Kekurangan gizi juga terkait dengan ulserasi intraoral. Ulserasi oral juga telah dilaporkan pada hypogammaglobulinemia.

Umumnya presentasi klinis ulkus oral tidak cukup spesifik untuk memungkinkan identifikasi patologi yang mendasari dalam kasus yang melibatkan penyakit sistemik. Namun demikian, beberapa gambaran klinis yang mungkin membantu dalam membimbing dokter sehubungan dengan diagnosis diferensial dalam kasus ini. Hal ini termasuk lokasi ulkus, durasi, rekurensi, kedalaman, jumlah, ukuran, jaringan parut, dan tidak terjadinya penyembuhan.Lokasi Lesi

Lesi terkait dengan stomatitis herpes primer terjadi tidak hanya pada mukosa intraoral pipi, lidah, langit-langit, dan faring posterior, tetapi juga pada gingiva terkait. Ini bukan merupakan presentasi khas yang berhubungan dengan sebagian besar penyakit ulseratif mulut lain dan dengan demikian dapat digunakan untuk membantu membedakan antara etiologi non-virus dan virus.Durasi Lesi

Lesi virus dan ulkus aphthous biasanya bertahan selama 10-14 hari dan sembuh dengan resolusi lengkap. Sebaliknya, lesi yang berhubungan dengan penyakit Behcet dapat bertahan hingga empat sampai enam minggu. Ulkus yang berhubungan dengan neoplasma yang mendasari, sistem kekebalan imunitas tubuh, atau kekurangan gizi dapat bertahan untuk jangka waktu yang lebih lama.Rekurensi Lesi

Rekurensi ulkus pada gingiva terkait biasanya menunjukkan HSV-1 atau HSV-2 sekunder (rekurens).Kedalaman Lesi

Kawah yang dalam dari mukosa mulut khas pada ulkus berhubungan dengan penyakit Behcet dan HIV / AIDS. Namun, lesi yang terkait dengan aphthous mayor, tuberkulosis dan sifilis juga mungkin relatif mendalam. Lesi lidah yang dalam juga dapat berhubungan dengan amyloidosis dan keganasan.

Jumlah Lesi

Beberapa ulkus berkerumun di seluruh mulut menunjukkan etiologi akibat virus (mis. herpes zoster, stomatitis herpes primer, atau herpangina).Besarnya Lesi

Ulkus oral berukuran besar (> 1 cm atau lebih) biasanya terlihat pada eritema multiforma, alergi, penyakit membran mukosa jinak pemfigoid (BMMP), pemphigus vulgaris, erosive lichen planus, mucositis akibat radiasi atau mucositis

terkait dengan kemoterapi dan lesi yang berhubungan dengan imunosupresi berat atau stomatitis uremik. Lesi berukuran besar tidak biasanya ditemukan pada infeksi virus meskipun terkadang lesi kecil akan bergabung untuk membentuk ulkus yang lebih besar.Jaringan Parut Post-Lesi

Ulserasi yang terjadi pada penyakit Bechet terjadi dengan menyisakan jaringan parut setelah penyembuhan. Pasien dengan kondisi ini akan memiliki daerah mukosa yang berjaringan parut yang berasal dari episode yang lalu.Ulserasi yang tidak sembuh

Kondisi ini biasanya ditemukan pada keganasan.Perdarahan Gingiva, Hiperplasia, dan DiskolorasiPerdarahan GingivaKondisi sistemik yang dapat menyebabkan perdarahan gingiva termasuk beberapa dari mereka yang juga menyebabkan ulserasi seperti pemfigoid jinak selaput lendir (BMMP), pemfigus, lupus erythematosis, leukemia, dan eritema multiforme. Kondisi lain seperti diabetes yang tidak terkontrol, Penyakit Crohn (yang dapat menyebabkan hiperplasia gingiva serta eritema dan pendarahan),dan trombositopenia idiopatikjuga telah dikaitkan dengan perdarahan gingiva.

Selain di atas, yang disebut hormonal gingivitis, suatu kondisi yang dapat terjadi dengan kehamilan atau penyakit yang berhubungan dengan kehamilan, juga dapat menyebabkan eritema gingiva, eritema perdarahan.

Beberapa obat yang digunakan dalam pengelolaan sejumlah kondisi sistemik dapat menyebabkan eritema gingiva dan perdarahan. Ini termasuk: Trileptal, obat-obatan antikoagulan seperti Coumadin, Warfarin atau heparin dan agen kemoterapi seperti methotrexate dan 5-fluorouracil.

Obat anti inflamasi non-steroid, termasuk aspirin juga dapat menyebabkan

perdarahan gingiva jika digunakan selama jangka waktu lama. Sejumlah obat-obatan herbal dapat berinteraksi dengan obat non-herbal (misalnya antikoagulan) untuk meningkatkan potensi perdarahan gingiva termasuk ginkgo biloba, dong quai, dan Danshen. Obat herbal lain yang terkait dengan perdarahan gingiva meliputi jahe, ginseng, bawang putih, dan pepayaHiperplasia GingivaKelas spesifik obat termasuk imunosupresan, calcium channel blocker, dan antikonvulsan digunakan pada penanganan berbagai kondisi medis yang menginduksi hyperplasia gingiva. Pengobatan yang paling sering bermasalah pada pertumbuhan abnormal gingiva termasuk; imunosupresan, calcium channel blocker, dan obat antiepilepsi.

Perubahan Warna (Diskolorasi) Gingiva

Diskolorasi gingiva (lebih dari eritema) bisa merupakan tanda dari penyakit Addison (hipoadrenokortisisme primer), keracunan silver, malignansi primer atau metastase (melanoma), Sarcoma Kaposi (dengan atau tanpa AIDS), taliektasia hemorargi herediter, dan sindroma Peutz-Jeghers (lesi bibir).

Tumor Jaringan Lunak Intraoral

Kondisi medis umum yang dapat menyebabkan tumor jaringan lunak intraoral adalah penyakit paratiroid (contoh hiperparatiroidisme primer atau sekunder sampai adenoma atau karsinoma kelenjar paratiroid Browns tumor), akantosis nigrikan maligna (hiperplastik, lesi berkerikil pada bibir), imunosupresi (papilloma skuamosa), metastase neoplasma (biasanya dari payudara, prostat, tiroid, paru), amyloidosis sekunder sampai myeloma multipel (lesi pebbly pada bibir dan pipi).

Beberapa kondisi sistemik yang dapat menyebabkan papula eksofitik tunggal atau multipel, pembesaran jaringan, atau pertumbuhan lainnya adalah penyakit kronik granulomatosa (penyakit Crohn) (yang menghasilkan pembesaran granulomatosa gingiva), limfoma, sifilis (ulser ditambah dengan gejala klinis atipikal pada AIDS), penyakit ginjal tahap akhir dengan dialisis (menyebabkan lidah berbulu); limfangioma (hasil pada permukaan mukosa berkerikil).

Mulut Kering

Penyakit sistemik lainnya yang memengaruhi kelenjar saliva mayor maupun minor melalui penyakit yang berkaitan langsung atau sekunder sebagai konsekuensi dari penggunaan obat, radiasi, atau trauma bedah bisa menyebabkan mulut kering atau xerostomia. Kondisi sistemik ini mampu memengaruhi kelenjar saliva termasuk; Penyakit Sjorgen, gagal ginjal kronis, penyakit autoimun lainnya (rematoid artritis, spondiloartritis seronegatif, penyakit jaringan ikat, sistemik lupus erotematosis), limfoma non-Hodgkin, diabetes, penyakit Parkinson, HIV/AIDS, masalah psikologis (ansietas dan depresi), stroke dan Alzheimer, anemia, kista fibrosis, dan kondisi lainnya seperti trauma kepala dengan kerusakan saraf dan kemo atau terapi radiasi untuk kanker pada kepala dan leher.

Kelas obat yang digunakan untuk menangani penyakit sistemik mampu menyebabkan mulut kering, termasuk; antihistamin, antipsikotik, diuretik, obat kemoterapi, obat migraine, agen antikolinergik/antispasmodik, antidiare, analgesik-antiinflamatori, analgesik narkotik, anti-akne, obat anti-ansietas, anti konvulsan, anti hipertensi, anti nausea dan anti emetik, obat anti Parkinson, bronkodilator, relaksan otot, dan obat lainnya seperti cannabis.

Mulut kering bisa terjadi sebagai efek sekunder dari penanganan pada pasien yang menggunakan C-pap untuk apnea ketika tidur dan konsekuen pada penggunaan inhaler PPOK.

Nyeri Orofasial

Nyeri pada regio mulut dan wajah mungkin disebabkan oleh sejumlah masalah sistemik, termasuk;

Penyakit jantung (contoh infark miokard, angina)

Penyakit tiroid (contoh tiroiditis)

Penyakit sinus (contoh sinusitis akut dan kronik)

Penyakit autoimun (contoh rematoid artritis, lupus, scleroderma)

Neuralgia trigeminal sekunder (contoh dari tumor seperti meningioma, tumor epidermoid, neurinoma akustik, tumor metastase, glioma batang otak; lesi vaskuler seperti aneurisma arteri basilar atau sinus kavernosa; penyakit ikat seperti scleroderma; penyakit paget; sifilis, atau toksin; MS)

Infeksi (seperti otitis media, infeksi sekunder sampai imunosupresan)

Penyakit sel sabit (artropati sel sabit)

Kondisi inflamatori vaskular (contoh arteritis sel giant, arteritis temporal, sistemik lupus eritematosa)

Abnormalitas psikologis (contoh kelainan somatoform, nyeri psikologis dari kepala atau wajah)

Pengobatan neuroksisitas (contoh vincristine)

Masalah otot atau saraf suboksipital atau servikal

Diabetes

Kelainan pergerakan rahang

Pergerakan rahang bisa diubah oleh beberapa kondisi medis berat yang memengaruhi sistem otot, saraf, vaskular, atau tulang kranium atau mandibular. Kelainan pergerakan termasuk kekakuan membuka, kesulitan membuka, nyeri pada saat bergerak, dan pergerakan tidak sengaja. Kondisi ini harus dipertimbangkan dengan diagnosis banding yang berkaitan dengan penyakit sistemik untuk pergerakan rahang atas adalah sebagai berikut:

Kekakuan membuka rahang

Kekakuan membuka rahang bisa disebabkan oleh skleroderma, fibromialgia, distrofi muskular, dan sclerosis multipel (MS).

Kesulitan membuka rahang

Kesulitan membuka rahang bisa dihasilkan dari infeksi (termasuk bentuk sefalik dari tetanus), keracunan, penyakit neurologis, abnormalitas psikogenik, tumor, penyalahgunaan zat, distonia, radiasi diinduksi trismus, sindroma locked-in, lesi batang otak, dan miopati inflamatori idiopati.

Nyeri pada pergerakan rahang

Pergerakan rahang menjadi terbatas oleh karena fibromialgia, tetanus, tumor, dan distonia yang berhubungan dengan penyakit Bechet.

Gerakan tidak sengaja yang intermiten

Penambahan abnormalitas pergerakan rahang termasuk gerakan tidak disadari yang intermiten bisa didapat dari penyakit Parkinson, epilepsi, distonia, distonia nokturnal paroksismal, sindroma serotonin, dan penyalahgunaan zat.

Abnormalitas morfologi gigi

Masalah dental yang berhubungan dengan penyakit sistemik termasuk pemakaian gigi berlebihan (dari bulimia, anoreksia, penyakit neurologis, masalah psikologi, kelainan genetik), perkembangan (genetik) abnormal menyebabkan gigi berubah bentuk, impaksi, atau berlebihan, diskolorasi (dari penggunaan obat), dan resorpsi akar gigi (bulimia, refluks gastroesofagus, konsumsi softdrink berlebihan berhubungan dengan obesitas, diabetes, penyalahgunaan obat, agenesis kelenjar saliva, dan tekanan darah tinggi.

Diskolorasi Gigi dan Mukosa

Diskolorasi dental

Diskolorasi dental bisa meningkat dari penanganan infeksi sistemik dengan antibiotik tetrasiklin dan turunan tetrasiklin spektrum luas. Hasilnya adalah permanen jika obat digunakan selama perkembangan gigi dan tulang.Jaringan yang terkena termasuk gigi, tulang, dan kartilago. Gigi primer maupun sekunder diperkirakan mengalami diskolorisasi menjadi abu-abu sampai coklat atau kuning. Pemakaian hidroklorida minosiklin selama pertumbuhan dan perkembangan tulang menyebabkan perubahan warna hitam atau hijau pada akar gigi dan biru-abu gelap dari mahkota gigi permanen. Noda bisa terjadi pada gigi permanen yang erupsi dari minosiklin dan dengan mukosa palatum.

Paparan lingkungan terhadap sejumlah elemen berhubungan dengan diskolorasi gigi. Hal ini termasuk silver, besi, dan mangan yang bernoda hitam; merkuri dan debu timah yang menodai gigi hijau-biru; noda biru atau biru kehijauan, tembaga dan nikel, dan asam kronis yang dapat menodai gigi menjadi oranye tua. Fluoride berlebihan selama perkembangan cenderung mewarnai enamel. Sebagai tambahan terhadap penyebab diskolorisasi di atas, sepsis neonates juga berhubungan dengan emergensi gigi hijau.

Diskolorasi mukosa

Diskolorasi mukosa diindikasikan pada penyakit sistemik. Berikut ini adalah masalah sistemik yang diketahui menyebabkan diskolorasi mukosa dan jenis spesifik diskolorasi yang dijelaskan untuk masing-masing kondisi. Minosiklin dihubungkan dengan cincin palatum. Sarcoma Kaposi dihubungkan dengan lesi merah multipel di dalam mukosa, penyakit Addison menghasilkan hiperpigmentasi mukosa, melanoma menghasilkan jaringan biru hitam diskret soliter atau difus, trombositopenia purpura/leukemia dan hemophilia dikarakteristikan oleh ptekia mukosa, anemia pernisiosa menyebabkan diskolorasi lidah, infeksi (seperti infeksi mononucleosis) dihubungkan dengan ptekiae palatum.

Kemerahan umum mukosa mulut dihubungkan dengan sejumlah penyakit sistemik termasuk: pemphigus, erosi lichen planus, radiasi nekrosis, mukositi, candidosis sekunder terhadap imunosupresi, alergi, eritema multiform, polisitemia, penyakit crohn, bulosa epidermosis, infeksi virus, leukemia, stomatitis uremik, dan defisiensi vitamin B.

Patologi tulang

Radiolusen yang berhubungan dengan space adjacent perikorona atau folikular gigi tidak sering. Namun penyakit sistemik yang dapat menyebabkan jenis kehilangan tulang adalah jarang. Kondisi tersebut yang telah dihubungkan dengan lesi pada gigi yang tidak erupsi termasuk sarcoma ewing, histiositosis x, pseudotumor hemofili, dan tumor kelenjar saliva. Penyakit yang dapat menyebabkan radiolusen unilokular atau multilokular atau radiolusen pada maksila atau mandibular tetapi tidak dihubungkan dengan pertumbuhan gigi termasuk karsinoma metastase, tumor sel giant yang dihasilkan dari hiperparatiroid atau tipe 1 neurofibromastosis, limfoma burkitt, kondrosarkoma, granuloma eosinofilik, displasia fibrosa, serubisme, sarcoma ewing, penyakir sel langerhan (histiositosis idiopatik), limfoma malignan tulang, multipel mieloma, neuroblastoma, neurosarkoma, sarkoidosis, tuberculosis, dan scleroderma.

Diagnosis banding dibedakan secara klinis berdasarkan jenis kelamin, usia, predominan dan region rahang dimana lesi berlokasi, jenis lesi (unilokular atau multilokular) dan konfigurasi batas lesi (contoh tergambar baik atau difus), riwayat gejala pasien (contoh nyeri ada atau tidak, distesi/parastesi), dan temuan pemeriksaan (contoh pembengkakan terlokalisir, keterlibatan gingiva, mobilitas gigi, vitalitas gigi). Pertimbangan penting lainnya termasuk pemeriksaan serum kimia, gejala klinis, dan biopsi tulang.

Kondisi lain yang melibatkan tulang rahang adalah osteonekrosis yang disebabkan oleh penggunaan bisfosfonat sebagai tatalaksana untuk bentuk lanjut dari kanker. Resorpsi tulang sudut mandibular telah dihubungkan dengan sklerosis sistemik progresif. Penipisan tulang rahang bisa dihasilkan dari abnormalitas nutrisi seperti defisiensi kalsium (menyebabkan osteomalaasia atau rickets) atau defisiensi vitamin C sebaik anemia hemolitik herediter seperti talasemia dan anemia sel sabit. Leukemia juga menyebabkan penipisan tengkorak dan ramus rahang. Pada fase awal penyakit paget (osteotis deforman) penipisan dan resorpsi tulang dihubungkan dengan radiografis radiolusen dan pada fase selanjutnya ketika ada deposisi fibrosa tulang berpenampilan cotton-wool ketika dilihat secara radiografi.

Sendi temporomandibula bisa dipengaruhi oleh penyakit jaringan ikat seperti rematoid artritis, juvenile artritis idiopatik, psoriatik artritis, dan artritis yang berhubungan dengan lupus seperti kanker sistemik yang metastasis. Asam urat bisa memengaruhi TMJ. Dermatomiositis dilaporkan berhubungan dengan resorpsi kondilar.

Kesimpulan

Efek penyakit sistemik pada penyakit mulut didokumentasikan dengan baik dan termasuk abnormalitas dan patologi dari jaringan lunak dan keras. Diagnosis patologi mulut oleh dokter gigi bisa berkontribusi terhadap temuan penyakit sistemik. Tanpa menghiraukan panah menunjuk arah mana, kerumitan dalam penanganan pernyakit mulut yang berhubungan dengan penyakit sistemik dikacaukan dengan hubungan antara keduanya dan untuk penanganan yang berhasil membutuhkan pemahaman dari kedua masalah tersebut.

DAFTAR PUSTAKABodhade,A.S., S.M.Ganvir, V.K. Hazarey. 2011. Oral Manifestation of HIV infection and their correlation with CD4 count. 53 (2), (http://jos.dent.nihon-u.ac.jp/journal/53/2/203.pdf?origin=publication_detail, diakses 18 Juni 2014).

Burgess, Jeff. 2013. Oral Manifestations of Systemic Disease, (www.ineedce.com/courses/2495/PDF/1304cei_burgess_web.pdf, diakses 18 Juni 2014)

Chaitanya B.N., A.J. Gomes. 2011. Systemic Manifestation of Oral Disease. 15(2), (http://www.jomfp.in/temp/JOralMaxillofacPathol152144-2231967_061159.pdf, diakses 18 Juni 2014)

Maheswari T.N.U., N.Gnanasundaram. 2010. Stress Related Oral Disease-A Research Study. 1 (3), (http://www.ijpbs.net/issue-3/119.pdf, diakses 18 Juni 2014)

Mehrotra, V., P.Devi, T.Venkappa, B.Jyoti. 2010. Mouth as A Mirror of Systemic Disease. 8 (2).

14