Upload
ardial-maqassary
View
217
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi
PSIKOLOGIA ISSN: 185-0327
www.jurnal.usu.ac.id/psikologia
INTENSI BERHENTI MEROKOK: PERAN SIKAP TERHADAP PERINGATAN PADA BUNGKUS ROKOK DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL
Sherly Natasha Indrawani, Liana Mailani, dan Nurmaizar Nilawati
Psikologia: Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi
Tahun 2014, Vol. 9, No. 2, hal. 65-73
Artikel ini dapat diakses dan diunduh pada:
www.jurnal.usu.ac.id/psikologia
Editor: Indri Kemala
Omar K. Burhan
Vivi Gusrini Pohan
Dipublikasikan oleh:
Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara Jl. Dr. Mansyur No. 7 Medan. Telp/fax: 061-8220122
Email: [email protected]
65
*Korespondensi mengenai penelitian ini dapat dilayangkan kepada Liana Mailani melalui email: [email protected]
Rekomendasi mensitasi:
Indrawani, S. N., Mailani, L., & Nilawati, N. (2014). Intensi berhenti merokok: Peran sikap terhadap peringatan pada bungkus rokok dan perceived behavioral control. Psikologia, 9(2), hal. 65-73.
INTENSI BERHENTI MEROKOK: PERAN SIKAP TERHADAP PERINGATAN PADA BUNGKUS ROKOK DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL
Sherly Natasha Indrawani, Liana Mailani, dan Nurmaizar Nilawati
Universitas Prima Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini meneliti hubungan antara sikap terhadap tanda peringatan pada bungkus rokok dan perceived
behavioral control untuk berhenti merokok dengan intensi untuk berhenti merokok. Partisipan di dalam
penelitian ini adalah 60 orang karyawan PT. SAI Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa sikap positif terhadap
peringatan pada bungkus rokok dan perceived behavioral control untuk berhenti merokok berasosiasi positif
dengan intensi untuk berhenti merokok. Penelitian ini mendemonstrasikan efektivitas peringatan pada
bungkus rokok untuk meningkatkan intensi berhenti merokok.
Kata-kata kunci: Sikap terhadap peringatan pada bungkus rokok, perceived behavioral control, intensi
berhenti merokok
INTENTION TO QUIT SMOKING: THE ROLES OF ATTITUDES TOWARDS THE WARNING ON CIGARETTES PACKAGE AND PERCEIVED BEHAVIORAL
CONTROL
ABSTRACT
The present research examines the relationships of attitude towards the warning label on cigarettes package
and perceived behavioral control to quit smoking on the intention to quit smoking. Participants were 60
employee of PT. SAI Indonesia. The results suggests that positive attitudes towards warning label on
cigarettes package and perceived behavioral control to quit smoking are positively correlated with the
intention to quit smoking. The present study demonstrated the effectiveness of warning label on cigarettes
package in increasing smoker’s intention to quit.
Keywords: Attitude towards warning label on cigarettes package, perceived behavioral control, intention to
quit smoking
Indonesia merupakan salah satu
negara berkembang yang memiliki tingkat
konsumsi rokok dan produksi rokok yang
tinggi. Penelitian menunjukkan, Indonesia
saat ini menduduki peringkat keempat
dunia sebagai bangsa yang jumlah
penduduknya paling gemar merokok.
Sekitar 140 juta orang setiap harinya
mengkonsumsi tembakau. Setiap tahun,
konsumsi rokok mencapai 199 miliar
batang rokok, akibatnya angka kematian
mencapai angka 5 juta orang pertahunnya
(Kholish, 2011). Kusmana (2003)
mengemukakan bahwa tingkat harapan
hidup perokok berkurang sesuai dengan
jumlah tahun merokok, jumlah rokok per-
hari yang dikonsumsi, tingkat kadar tar
dan nikotin, kedalaman dalam menghisap
asap rokok, dan kedekatan dengan filter
yang terdapat pada batang rokok.
Adanya dampak negatif yang
ditimbulkan oleh rokok dan melihat
semakin tingginya minat konsumsi
terhadap rokok, pemerintah berupaya
melindungi kesehatan masyarakat dari
bahaya merokok, antara lain dengan
mewajibkan produsen rokok memberikan
label kemasan peringatan bahaya merokok,
menerapkan kawasan bebas rokok
ditempat umum, seperti perkantoran,
stasiun, pelabuhan, dan bandara, serta
menetapkan tanggal 31 Mei sebagai hari
tembakau sedunia (Pemerintah Indonesia
dalam PP No. 19, 2003 pada Bab II Pasal
6-9).
Sebagian perokok ingin meninggalkan
kebiasaan ini, namun sulit bagi individu
dikarenakan menurut Muchtar (1980),
keberhasilan dalam berhenti merokok
ditentukan oleh besarnya intensi untuk
berhenti.
Intensi merupakan niat individu untuk
melakukan perilaku tertentu. Niat untuk
melakukan perilaku berkaitan dengan
Psikologia, 2014, Vol. 9, No. 2, hal. 65-73
66
pengetahuan (belief) tentang perilaku yang
akan dilakukan dan sikap (attitude)
terhadap perilaku tersebut, serta perilaku
itu sendiri sebagai wujud nyata dari
niatnya (Ancok, 2005).
Intensi berhenti merokok merupakan
bagian dari pengetahuan dan keyakinan
yang dimiliki individu tentang perilaku
berhenti merokok dan dilakukan secara
sadar (Ajzen & Madden dalam Smet,
1994).
Menurut Ajzen (1978), selain intensi
(niat) yang ada dalam diri individu untuk
berhenti merokok, faktor lain yang
berperan dalam mempengaruhi intensi
berhenti merokok ialah persepsi kontrol
perilaku. Persepsi diartikan sebagai proses
bagaimana individu menyeleksi, mengatur,
dan menginterpretasikan berbagai
masukan-masukan informasi untuk
menciptakan gambaran keseluruhan yang
berarti (Philip, 1993).
Persepsi kontrol perilaku bertujuan
untuk mengukur sejauh mana pandangan
konsumen rokok dalam pengambilan
keputusan berhenti merokok dan
mengendalikan perilaku kembali merokok
pasca berhenti merokok berdasarkan pada
stimulus yang diterima baik dari dalam diri
maupun lingkungan (Ajzen, 1978).
Persepsi kontrol perilaku merupakan
keyakinan akan penilaian individu
terhadap kemampuannya dalam mengatur
setiap dorongan yang timbul untuk
berperilaku negatif dari dalam diri individu
kearah penyaluran dorongan yang lebih
sehat dan positif (Christanto, 2005).
Setiap individu memiliki sikap
dimana merefleksikan segala bentuk
perilaku yang muncul, termasuk
pengambilan sikap dalam keputusan untuk
berhenti merokok. Gerungan (1988)
menerangkan bahwa sikap terhadap suatu
obyek sikap akan disertai oleh
kecenderungan atau berinteraksi bertindak
sesuai dengan sikap terhadap obyek sikap
tersebut. Hal ini berarti konsumen rokok
akan bertindak sesuai dengan sikapnya
terhadap label kemasan peringatan bahaya
merokok.
Maning (dalam Bashori, 2005)
menambahkan bagi konsumen rokok,
adanya label kemasan peringatan bahaya
merokok merupakan stimulus yang akan
disikapi. Label informasi tentang bahaya
merokok pada kemasan rokok yang tertera
dimaksudkan agar semua individu dapat
membaca informasi yang disampaikan.
Konsumen rokok yang membaca tulisan
dalam label diharapkan akan memilih,
mengorganisasi, dan menginterprestasi
informasi mengenai produk dalam
kemasan label tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang,
maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara sikap terhadap label
kemasan peringatan bahaya merokok dan
persepsi kontrol perilaku dengan intensi
berhenti merokok pada karyawan PT. SAI
Indonesia.
Hasil studi ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan
ilmu psikologi dan secara khusus dapat
menjadi bahan kajian bagi perkembangan
psikologi kesehatan dan psikologi
konsumen.
RASIONAL
Intensi diartikan sebagai niat individu
untuk melakukan perilaku didasari oleh
sikap terhadap perilaku, norma subyektif,
dan persepsi kontrol perilaku (Fishbein &
Ajzen, 1975). Fishbein dan Ajzen (1975)
menambahkan intensi perilaku merupakan
determinan terdekat dengan perilaku yang
dimaksud dan merupakan prediktor
tunggal terbaik bagi perilaku yang akan
dilakukan. Bandura (dalam Wijaya, 1988),
menyatakan intensi adalah satu kebulatan
tekad untuk melakukan aktivitas tertentu
atau menghasilkan suatu keadaan tertentu
dimasa yang akan datang.
Teori intensi mengalami
perkembangan, dimana pada awalnya
hanya berisi mengenai theory of reasoned
action (teori tindakan beralasan) yang
memiliki dua fungsi determinan, yaitu
sikap dan norma subyektif hingga
67
berkembang menjadi planned behavior
theory (teori tingkah laku terencana)
dengan membentuk tiga fungsi determinan,
yaitu sikap terhadap perilaku yang
bersangkutan, norma subyektif, dan
persepsi kontrol perilaku (Ajzen, 2005).
Menurut Ajzen dan Fishbein (1975),
intensi berhenti merokok diartikan sebagai
keinginan yang kuat dari individu untuk
menghentikan kebiasaan merokok dan
dilakukan secara sadar. Mowen dan Minor
(2002) mengatakan bahwa intensi perilaku
berkaitan dengan keinginan konsumen
rokok untuk berperilaku menurut cara
tertentu guna untuk tetap mengkonsumsi
atau menghentikan kebiasaan merokok.
Aspek-aspek yang terdapat dalam
intensi menurut Yuwono, dkk (1998),
antara lain:
1) Aspek tanggungjawab, dimana
individu dituntut untuk bertindak
dalam mengambil sikap yang tepat.
2) Aspek tingkat ketergantungan,
semakin tinggi tingkat
ketergantungan individu terhadap
orang lain atau orang yang dianggap
penting maka semakin tinggi intensi
individu untuk melakukan tindakan.
3) Aspek biaya, apabila biaya yang
dibutuhkan baik materi maupun
psikologis diperkirakan harus
dikeluarkan terlalu banyak, maka
kecil kemungkinan muncul niatan
bagi individu untuk melakukan
tindakan dan akan cenderung
menyerah terhadap
tanggungjawabnya.
4) Aspek sosialisasi, adanya model pola
asuh, sosialisasi, maupun ideologi
yang diterima dan dipelajari individu
akan sangat mempengaruhi perilaku
individu dalam bertindak pada masa
yang akan datang.
5) Aspek hubungan interpersonal,
semakin baik hubungan interpersonal
yang dimiliki individu dengan orang
lain maka akan mendorong individu
dalam bertindak kearah yang lebih
positif.
6) Aspek dampak, semakin jelas
dampak negatif yang ditimbulkan
dari suatu perilaku akan
menyebabkan individu mengambil
tindakan yang tepat bagi dirinya.
7) Aspek kejelasan stimulus, semakin
jelas stimulus yang ditampilkan oleh
suatu obyek akan semakin
meningkatkan kesiapan individu
untuk melakukan suatu perilaku.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
intensi menurut Ajzen (2006), antara lain:
1) Sikap terhadap perilaku adalah
penilaian yang bersifat pribadi dari
individu yang bersangkutan,
menyangkut pengetahuan dan
keyakinannya mengenai perilaku
tertentu, baik dan buruknya,
keuntungan dan manfaat.
2) Norma subyektif terhadap perilaku
yang mencerminkan pengaruh sosial,
yaitu persepsi individu terhadap
tekanan sosial untuk melakukan atau
tidak melakukan suatu tingkah laku.
3) Persepsi terhadap kontrol perilaku
merupakan penilaian terhadap
kemampuan atau ketidakmampuan
untuk menampilkan perilaku atau
penilaian individu mengenai
seberapa mudah atau seberapa sulit
untuk menampilkan perilaku.
Salah satu faktor yang mempengaruhi
intensi ialah persepsi kontrol perilaku.
Persepsi diartikan sebagai tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu atau
proses individu mengetahui beberapa hal
melalui panca indera (Pratama, 2002).
Menurut Sunaryo (2004), proses
pembentukan persepsi melalui 3 proses,
yaitu:
1) Proses fisik (stimulus dan reseptor
atau alat indera).
2) Proses fisiologis (saraf sensoris dan
otak).
3) Proses psikologis, yaitu proses dalam
otak sehingga individu menyadari
stimulus yang diterima.
Robbins (2004) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
bila berada pada pihak pelaku persepsi,
68
target yang dipersepsikan, atau dalam
konteks situasi dimana persepsi itu
dilakukan.
Kontrol perilaku adalah kemampuan
untuk membimbing tingkah laku sendiri
dan kemampuan untuk menekan atau
merintangi impuls-impuls atau tingkah
laku impulsif (Chaplin, 2005). Kontrol
perilaku diartikan sebagai individu yang
mengatur sendiri tingkah laku yang
dimiliki (Kartono & Gulo, 2003).
Persepsi kontrol perilaku merupakan
perasaan self efficacy atau kesanggupan
individu untuk menunjukkan tingkah laku
yang diinginkan (Ajzen, 2005). Menurut
Sarwono (2009), persepsi kontrol perilaku
ialah persepsi individu mengenai
kemudahan atau kesulitan dalam
menampilkan perilaku yang merupakan
bagian dari pengalaman masa lalu dan
antisipasi terhadap hambatan yang
mungkin terjadi.
Averill (dalam Sarafino, 1990) dan
Smet (1994), mengungkapkan beberapa
aspek yang terdapat dalam persepsi kontrol
perilaku, yaitu:
1) Aspek kontrol diri merupakan
kesiapan atau terjadinya respons
yang dapat secara langsung
mempengaruhi atau memodifikasi
keadaan yang tidak menyenangkan.
2) Aspek kontrol stimulus, yaitu
kemampuan untuk menggunakan
proses dan strategi yang sudah
dipikirkan untuk mengubah pengaruh
stressor.
3) Aspek kontrol peristiwa merupakan
kemampuan untuk mendapatkan
informasi mengenai kejadian yang
tidak dikehendaki, alasan peristiwa
tersebut terjadi, perkiraan peristiwa
selanjutnya yang akan terjadi, dan
konsekuensi yang akan diterima
terkait dengan kejadian tersebut.
4) Aspek kontrol retrospektif, yaitu
kemampuan individu menilai
peristiwa dari segi positif dan
kemampuan individu untuk
mengolah informasi yang tidak
diinginkan dengan cara
menginterpretasi, menilai atau
menggabungkan suatu kejadian
dalam rangka kognitif sebagai
adaptasi psikologis untuk
mengurangi tekanan.
5) Aspek kontrol keputusan merupakan
kemampuan individu untuk memilih
hasil atau tindakan berdasarkan
keyakinannya.
Persepsi kontrol perilaku menurut
Ajzen (2006) ditentukan oleh 2 faktor,
antara lain:
1) Control belief, yaitu faktor
pendukung atau penghambat untuk
melakukan suatu perilaku.
2) Perceived power control, yaitu
kekuatan perasaan akan setiap faktor
pendukung ataupun penghambat.
Faktor lain yang mempengaruhi
intensi ialah sikap terhadap perilaku. Sikap
merupakan proses evaluasi yang sifatnya
internal atau subyektif yang berlangsung
dalam diri individu dan tidak dapat diamati
secara langsung. Sikap dapat diketahui
melalui pengetahuan, keyakinan, perasaan,
dan kecenderungan tingkah laku individu
terhadap obyek sikap (Sarwono, 2009).
Sikap selalu diarahkan kepada suatu
tujuan atau subyek tertentu, yaitu suatu
kesediaan bereaksi terhadap suatu hal.
Sikap ini merupakan pandangan atau
perasaan yang disertai oleh kecenderungan
untuk bertindak sesuai dengan sikapnya
terhadap obyek tertentu berupa benda,
orang, peristiwa, lembaga, ataupun nilai-
nilai (Gerungan, 1998). Terdapat 4
tingkatan dalam membentuk sikap menurut
Adnani (2011), diantaranya:
1) Menerima, yaitu memperhatikan
stimulus yang diberikan.
2) Merespon, yaitu memberikan
jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas.
3) Menghargai, yaitu mengajak orang
lain mengerjakan atau
mendiskusikan permasalahan.
4) Bertanggungjawab atas segala
sesuatu yang telah dipilih individu.
69
Aspek-aspek sikap menurut Winkel
dan Mukhtar (dalam Sudaryono, 2012),
antara lain:
1) Aspek ranah kognitif adalah ranah
yang mencakup kegiatan otak,
artinya segala upaya yang
menyangkut aktivitas otak ke dalam
ranah kognitif yang terdiri dari
pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi.
2) Aspek ranah afektif adalah ranah
yang berkaitan dengan sikap dan
nilai, dan sikap individu dapat
diramalkan perubahannya apabila
individu telah memiliki penguasaan
kognitif tingkat tinggi yang terdiri
dari penerimaan, partisipasi,
penilaian atau penentuan sikap,
organisasi, dan pembentukan pola
hidup.
3) Aspek ranah psikomotorik adalah
ranah yang berkaitan dengan
keterampilan atau kemampuan
bertindak setelah individu menerima
pengalaman tertentu yang didapat
melalui hasil belajar yang terdiri dari
persepsi, kesiapan, dan kreativitas.
Menurut Azwar (2012), terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap, yaitu: (1). Pengalaman
pribadi, (2). Kebudayaan, dimana individu
hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan
sikap, (3). Orang lain yang dianggap
penting, (4). Media massa, (5). Institusi
pendidikan dan agama, (6). Faktor emosi
dalam diri, dimana suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai penyaluran
frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego.
Penting bagi setiap individu untuk
memahami bahaya merokok. Rokok adalah
tembakau yang dipergunakan sebagai
bahan untuk sigaret dan cerutu, baik
penggunaannya dengan pipa maupun tanpa
pipa (Basyir, 2005). Kandungan zat
berbahaya yang terdapat didalam rokok
menurut Basyir (2005), yaitu nikotin,
destilasi, arsenic, gas karbon monoksida,
nitrogen oksida, ammonium karbonat, tar,
ammonia, formic acid, acrolein, hydrogen
cyanide, nitrous oxide, formaldehyde,
phenol, acetol, hydrogen sulfide, pyridine,
methyl chloride, dan methanol.
Individu dikatakan perokok sangat
berat jika mengkonsumsi rokok lebih dari
31 batang per hari dan selang merokoknya
5 menit setelah bangun pagi. Perokok berat
merokok sekitar 21-30 batang per hari
dengan selang waktu sejak bangun pagi
antara 6-30 menit. Perokok sedang
menghabiskan rokok 11-21 batang dengan
selang waktu 31-60 menit setelah bangun
pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok
sekitar 10 batang dengan selang waktu 60
menit dari bangun pagi (Basyir, 2005).
Beberapa dampak merokok bagi
kesehatan menurut Basyir (2005), antara
lain: (1). Merokok sumber penyakit paru-
paru, (2). Penyakit kanker, (3). Kanker
paru-paru, (4). Penyakit jantung koroner,
(5). Radang akut disebagian saluran
pernapasan seperti membengkak dan mulai
menyempit, (6). Tukak lambung dan usus
kecil, (7). Rokok menyebabkan kebutaan,
(8). Mempercepat penuaan, (9). Rokok
menimbulkan impotensi yang mengganggu
kesuburan pria dan wanita, (10). Merokok
merusak gen, (11). Merokok menimbulkan
kanker kulit, (12). Kanker mulut, bibir,
kerongkongan, dan usus disebabkan panas
dari asap rokok, (13). Rokok menggerogoti
jantung, (14). Kelumpuhan, (15).
Emphysema atau sulit bernapas, (16).
Merusak otak dan indera, (17).
Mengancam kehamilan.
Banyak individu yang menyadari akan
bahaya merokok bagi kesehatan. Semakin
meluasnya informasi mengenai pengaruh
buruk merokok bagi kesehatan, maka tidak
sedikit individu yang berusaha mengambil
sikap untuk berintensi berhenti merokok.
Setiap perokok pasti mengetahui adanya
label kemasan peringatan bahaya merokok
dan setiap perokok akan menyikapi label
tersebut sebagai suatu bentuk reaksi. Label
kemasan peringatan bahaya merokok
menurut peraturan pemerintah nomor 19
70
tahun 2003 adalah tulisan pada salah satu
sisi lebar kemasan rokok yang dibuat kotak
dengan garis pinggir 1 (satu) mm, warna
kontras antara warna dasar dan tulisan,
ukuran sekurang-kurangnya 3 (tiga) mm
yang berisi tentang bahaya yang
ditimbulkan oleh rokok, yaitu “Merokok
dapat menyebabkan kanker, serangan
jantung, impotensi, gangguan kehamilan
dan janin.”
Para ahli telah mengemukakan banyak
teori dan konsep mengenai sikap dan
pembentukannya serta hubungan antara
sikap dengan intensi dan perilaku yang
dikenal sebagai teori tingkah laku
terencana (Fishbein & Ajzen, 1980).
Penelitian mengenai label kemasan
peringatan bahaya merokok dengan intensi
berhenti merokok pernah dilakukan oleh
Wulandari (2007). Hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan untuk melihat
pengaruh lingkungan, sikap terhadap
perilaku, norma subyektif, persepsi
terhadap kontrol perilaku, dan afeksi
positif memberikan hubungan yang
signifikan antara label kemasan peringatan
bahaya merokok terhadap intensi untuk
berhenti merokok.
Individu yang memiliki sikap negatif
terhadap label kemasan peringatan bahaya
merokok tidak akan menganggap perilaku
merokok berbahaya bagi kesehatannya
(Aditama, 1997). Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Satriya (1997) yang
menunjukkan bahwa sikap negatif
terhadap label peringatan bahaya merokok
berhubungan dengan rendahnya intensi
berhenti merokok, sebaliknya sikap positif
terhadap perilaku merokok berhubungan
dengan tingginya intensi berhenti
merokok.
Menurut Maddux (dalam Smet, 1994),
individu yang memiliki kemampuan dalam
mengontrol diri akan menjadi agen utama
dalam memandu, mengarahkan, dan
mengatur perilakunya untuk menghasilkan
hal yang positif.
Berdasarkan uraian teoritis yang telah
dikemukakan diatas, maka dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut:
1) Hipotesis mayor:
Ada hubungan antara sikap terhadap
label kemasan peringatan bahaya
merokok dan persepsi kontrol
perilaku dengan intensi berhenti
merokok.
2) Hipotesis minor:
a) Ada hubungan positif antara
sikap terhadap label kemasan
peringatan bahaya merokok
dengan intensi berhenti merokok.
Semakin positif sikap terhadap
label kemasan peringatan bahaya
merokok, maka semakin tinggi
intensi berhenti merokok.
b) Ada hubungan positif antara
persepsi kontrol perilaku dengan
intensi berhenti merokok.
Semakin positif persepsi kontrol
perilaku, maka semakin tinggi
intensi berhenti merokok.
METODE
Partisipan
Penelitian ini adalah penelitian
korelasional yaitu untuk mengetahui hu-
bungan antar variabel dengan meng-
gunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian
ini dilaksanakan dengan membagikan
skala intensi berhenti merokok, persepsi
kontrol perilaku, dan sikap terhadap label
kemasan peringatan bahaya merokok.
Populasi dalam penelitian ini adalah
karyawan PT. SAI Indonesia, Sumatera
Utara yang berjumlah 178 karyawan,
diantaranya 102 karyawan merokok dan 76
karyawan yang tidak merokok. Dari 102
karyawan yang merokok, sebanyak 60
orang berpartisipasi di dalam penelitian
ini.
Alat ukur
Pengumpulan data penelitian meng-
gunakan pembagian skala, yaitu skala
intensi berhenti merokok, persepsi kontrol
71
perilaku, dan sikap terhadap label kemasan
peringatan bahaya merokok. Pengujian
skala dilakukan berdasarkan pengujian Uji
Validitas dan Uji Reliabilitas.
Analisis data pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis regresi
berganda untuk mengukur besarnya
pengaruh variabel bebas terhadap variabel
tergantung dan memprediksi variabel
tergantung dengan menggunakan variabel
bebas. Sebelum dilakukan uji ini, terlebih
dahulu dilakukan uji asumsi yang terdiri
dari (1), Uji normalitas, (2), Uji multi-
kolinearitas, (3), Uji homoskedastisitas,
(4). Uji autokorelasi, sebagai pra-syarat
sebelum dilakukan uji korelasi.
HASIL
Uji asumsi
Uji normalitas dilakukan agar dapat
mengetahui apakah data terdistribusi
dengan normal atau tidak. Uji normalitas
sebaran menggunakan uji Kolmogorov
Smirnov. Hasil uji normalitas variabel
sikap terhadap label kemasan peringatan
bahaya merokok dan persepsi kontrol
perilaku dengan intensi berhenti merokok
dapat dilihat pada Tabel 1.
Data dikatakan berdistribusi normal
jika p > 0,05. Dari hasil tes Kolmogorov
Smirnov, maka dapat disimpulkan variabel
intensi berhenti merokok menunjukkan
nilai KS-Z sebesar 0,977 dengan sig
sebesar 0,081 (p > 0,05), artinya sebaran
skor intensi berhenti merokok mengikuti
distribusi normal. Uji normalitas pada var-
iabel persepsi kontrol perilaku men-
unjukkan nilai KS-Z sebesar 0,982 dengan
nilai p = 0,142 dan pada variabel sikap
terhadap label kemasan peringatan bahaya
merokok menunjukkan nilai KS-Z sebesar
0,965 dan nilai p = 0,136, artinya sebaran
skor persepsi kontrol perilaku dan sikap
terhadap label kemasan peringatan bahaya
merokok mengikuti distribusi normal.
Uji multikolinearitas berdasarkan nilai
VIF yang mengindikasikan apakah suatu
prediktor memiliki hubungan linear yang
kuat dengan prediktor lainnya. Jika nilai
tolerance pada VIF ≥ 0,1 dan VIF < 10,
berarti tidak terjadi multikolinearitas antar
variabel bebas. Hasil uji multikolinearitas
dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil VIF test terlihat bahwa tidak
terjadi multikolinearitas pada variabel
prediktor, karena semua nilai VIF < 10 dan
nilai tolerance VIF ≥ 0,1.
Sikap, perceived behavioral control, dan intensi berhenti merokok
Hipotesis mayor
Pernyataan hipotesis mayor yang
berbunyi: Ada hubungan antara sikap
terhadap label kemasan peringatan bahaya
merokok dan persepsi kontrol perilaku
dengan intensi berhenti merokok,
berdasarkan hasil analisa regresi secara
bersama-sama menghasilkan hubungan
yang signifikan, antar variabel dengan nilai
F = 5,032 dan p = 0,010. Dari hasil ini,
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara sikap terhadap label kemasan
peringatan bahaya merokok dan persepsi
kontrol perilaku dengan intensi berhenti
merokok dikarenakan nilai p < 0,05 dan
Tabel 2 Multikoliniearitas
Tabel 1 Normalitas
72
nilai pada Adjusted R Square adalah 0,672
yang berarti sikap terhadap label kemasan
peringatan bahaya merokok dan persepsi
kontrol perilaku memberikan sumbangan
sebesar 67,2 persen terhadap intensi
berhenti merokok dan sisanya 32,8 persen
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
diteliti.
Hipotesis minor
Pernyataan hipotesis minor yang
berbunyi:
1) Ada hubungan positif antara sikap
terhadap label kemasan peringatan
bahaya merokok dengan intensi
berhenti merokok, sig = 0,034 dan
nilai partial = 0,277. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesa
diterima, dimana sikap terhadap label
kemasan peringatan bahaya merokok
merupakan prediktor positif terhadap
intensi berhenti merokok, artinya
semakin positif sikap individu
terhadap label kemasan peringatan
bahaya merokok maka semakin
tinggi intensi berhenti merokok.
2) Ada hubungan positif antara persepsi
kontrol perilaku dengan intensi
berhenti merokok, nilai sig = 0,024
dan nilai partial = 0,294. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesa
diterima, dimana persepsi kontrol
perilaku merupakan prediktor positif
terhadap intensi berhenti merokok,
artinya semakin positif persepsi
kontrol perilaku individu maka
semakin tinggi intensi berhenti
merokok.
DISKUSI
Berdasarkan hasil-hasil yang telah
diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil analisa regresi
pada hipotesis mayor membuktikan ada
hubungan antara sikap terhadap label
kemasan peringatan bahaya merokok dan
persepsi kontrol perilaku dengan intensi
berhenti merokok dengan nilai F = 5,032;
p = 0,010 (p < 0,05), dan nilai Adjusted R
Square = 0,672.
Hasil analisa regresi pada hipotesis
minor membuktikan bahwa ada hubungan
positif antara:
1) Sikap terhadap label kemasan
peringatan bahaya merokok dengan
intensi berhenti merokok. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai sig = 0,034
dan partial = 0,277.
2) Persepsi kontrol perilaku dengan
intensi berhenti merokok. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai sig = 0,024
dan partial = 0,294.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ada sumbangan yang diberikan
variabel sikap terhadap label kemasan
peringatan bahaya merokok dan persepsi
kontrol perilaku dengan intensi berhenti
merokok adalah sebesar 67,2 persen,
selebihnya 32,8 persen dipengaruhi faktor
lain yang tidak diteliti, seperti iklan
mengenai rokok (media televisi, radio,
media massa), faktor lamanya individu
merokok, usia awal merokok, keluarga
yang merokok, teman sebaya, dan
lingkungan yang mendukung perilaku
merokok.
Dari kesimpulan yang telah
dikemukakan, maka peneliti
mengemukakan beberapa saran bagi
perokok agar dapat mengambil sikap dan
perilaku yang tepat dalam usaha berhenti
merokok dikarenakan merokok dapat
membawa dampak negatif bagi tubuh dan
mempengaruhi kesehatan. Keyakinan
mengenai dampak negatif merokok akan
menimbulkan sikap negatif terhadap
merokok yang berpengaruh terhadap
intensi berhenti merokok. Selain itu,
penting bagi perokok untuk memiliki
kemampuan dalam mengontrol diri agar
tidak merokok pada berbagai situasi yang
dapat mendorong dirinya untuk melakukan
perilaku merokok. Bagi peneliti
selanjutnya, diharapkan dapat mencari
faktor lain yang berpengaruh terhadap
intensi berhenti merokok serta lebih
mengembangkan metode dan alat ukur
yang akan digunakan dalam penelitian
sehingga akan mendapatkan hasil yang
lebih baik.
73
REFERENSI
Aditama, T.Y. 1997. Rokok dan
Kesehatan. Edisi Ketiga. Jakarta.
Gramedia.
Adnani, H. 2011. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Cetakan I. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Ajzen, I., & Fishbein, W. 1975. Belief,
Attitudes, Intention, and Behavior: An
Introduction To Theory and Research.
London. Addison Wesley Publishing.
Ajzen, I. 1978. Attitudes, Personality, and
Behavior. Journal Milton-Keynes.
England: Open University Press &
Chicago. IL: Dorsey Press.
Ajzen, I. 2005. Prediction of Leisure
Participation from Behavioral,
Normative, and Control Beliefs: An
Application of Theory of Planned
Behavior. Journal Leisure Science.
Vol. 13. 185-204.
Ajzen, I. 2006. Attitudes, Personality, and
Behavior. Edisi Kedua, New York:
Open University Press.
Ancok, J. 1987. Tehnik Penyusunan Skala
Pengukuran. Yogyakarta. LP
Kependudukan UGM.
Azwar, S. 2012. Sikap Manusia-Teori dan
Pengukurannya. Edisi Ke 2. Cetakan
XVII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
2002. Sudut Pandang Masyarakat
Mengenai Status, Cakupan,
Ketanggapan, dan Sistem Pelayanan
Kesehatan. Journal Survei Kesehatan
Rumah Tangga.
Bashori, M. 2005. Hubungan Persepsi
Terhadap Resiko Bahaya Merokok
yang Tertulis pada Label Peringatan
Pemerintah Pada Kemasan Rokok
dengan Intensi Berhenti Merokok.
Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada. Tidak diterbitkan.
Basyir, U.A. 2005. Mengapa Ragu
Tinggalkan Rokok?. Jakarta: Pustaka
at-Tazkia.
Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap
Psikologi. Penerjemah: Dr. Kartini
Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Fishbein, M., & Ajzen, I. 1980.
Understanding Attitudes and
Predicting Social Behavior.
Englewood Cliffs. NJ: Prentice-Hall,
Inc.
Gerungan. 1988. Psikologi Sosial. Jakarta:
PT. Eresco.
Kartono, K., & Gulo, D. 2003. Kamus
Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.
Kholish, N. 2011. Kisah Inspirasi
Perjuangan Berhenti Merokok.
Yogyakarta: Real Books.
Kusmana, D. 2003. Rokok dan Kesehatan
Jantung. Pusat Jantung Harapan Kita.
Tidak diterbitkan.
Mowen, J.C., & Minnor, M. 2002.
Perilaku Konsumen Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Philip. 1993. Dasar-Dasar Pemasaran
Jilid Kedua. Alih Bahasa: Alexander
Sindoro. Jakarta: Prenhalindo.
Pratama, A. 2002. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia. Edisi Terbaru. Cetakan I.
Jakarta: Ikhtiar.
Robbins, S.P. 2004. Perilaku Organisasi
Edisi 12. Alih Bahasa: Diana Angelica.
Jakarta: Salemba Empat.
Sarafino, E.P. 1990. Health Psychology:
Biopsychosocial Interaction. Canada:
John Wiley and Sons, Inc.
Sarwono. 2009. Teori-Teori Psikologi
Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi
Pembelajaran. Edisi Pertama. Cetakan
Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.