Upload
widanjaya-made
View
74
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.
Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan.
Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan perbaikan
yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong,
2005).
Secara garis besar pembedahan dibedakan menjadi dua, yaitu pembedahan mayor
dan pembedahan minor ( Mansjoer, 2000). Istilah bedah minor (operasi kecil)
dipakai untuk tindakan operasi ringan yang biasanya dikerjakan dengan anestesi
lokal, seperti mengangkat tumor jinak, kista pada kulit, sirkumsisi, ekstraksi kuku,
penanganan luka. Sedangkan bedah mayor adalah tindakan bedah besar yang
menggunakan anestesi umum/ general anestesi, yang merupakan salah satu bentuk
dari pembedahan yang sering dilakukan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Salah satu jenis tindakan operasi bedah mayor adalah bedah abdomen. Bedah
abdomen merupakan pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding
abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Tindakan
bedah abdomen juga merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obstetri gynecologi.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan adalah
hernioraphi/herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatektomi,
splenektomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulektomi. Sedangkan
tindakan bedah abdomen pada kasus obstetri gynecologi yang sering dilakukan
2
adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan operasi
ovarium, yang meliputi histerektomi, baik histerektomi total, radikal, eksenterasi
pelvic, salpingooferektomi bilateral.
Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi/sayatan yang merupakan
trauma atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan
gejala. Salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri ( Sjamsuhidajat
dan Jong, 2005). Hal ini didukung oleh penelitian Megawati ( 2010), bahwa pasien
pasca laparatomi mengeluhkan nyeri sedang sebanyak 57,70%, yang
mengeluhkan nyeri berat 15,38%, dan nyeri ringan sebanyak 26,92%.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang fisiologis, tetapi hal ini merupakan
salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah pembedahan. Sensasi
nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh, dan semakin
meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh anestesi. Adapun bentuk nyeri
yang dialami oleh klien pasca pembedahan adalah nyeri akut yang terjadi karena
adanya luka insisi bekas pembedahan ( Perry dan Potter, 2006).
Nyeri akut yang dirasakan oleh klien pasca operasi merupakan penyebab stress,
frustasi, dan gelisah yang menyebabkan klien mengalami gangguan tidur, cemas,
tidak nafsu makan, dan ekspresi tegang ( Perry dan Potter, 2006). Selain itu nyeri
juga dapat meningkatkan metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon
3
insulin, peningkatan produksi kortisol dan retensi cairan. (Smeltzer dan Bare,
2002).
Tujuan dari manajemen nyeri pasca operasi adalah untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien dengan efek samping
seminimal mungkin. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam manajemen
nyeri, yaitu pendekatan farmakologi dan non farmakologi. Pendekatan farmakologi
merupakan tindakan kolaborasi antara perawat dengan dokter, yang menekankan
pada pemberian obat yang mampu menghilangkan sensasi nyeri. Sedangkan
pendekatan non farmakologi merupakan tindakan mandiri perawat untuk
menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik manajemen nyeri, misalnya
dengan teknik biofeedback, Transcutan Electric Nervous Stimulating ( TENS ),
relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, terapi bermain, acupressure,
aplikasi panas/ dingin, massage, dan hipnosis (Mc Closkey dan Bulecheck, 2000).
Hipnoterapi/ terapi hipnotis bisa dipakai pada pengobatan berbagai kondisi,
terutama bila kondisi klien bertambah parah karena ketegangan dan stress.
Individu dibantu merubah persepsi nyeri dengan menerima secara apoditif saran-
saran di ambang bawah sadar (Long, 1996). Hipnoterapi adalah terapi yang
dilakukan terhadap klien yang berada dalam kondisi hipnosis. Kata hipnosis
berasal dari bahasa yunani, yaitu hypnos yang berarti “tidur”. Seseorang yang
berada dalm kondisi hipnosis akan menampilkan kecenderungan yang berbeda
dibandingkan dengan seseorang yang tidak dalam kondisi hipnosis. Dalam kondisi
hipnosis, seseorang cenderung lebih mudah menerima saran atau sugesti ( hiper-
sugestion). Dengan sugesti penyembuhan (hypno-therapeutic), hipnoterapis bisa
memodifikasi perilaku klien, dari emosional, sikap, hingga berbagai macam
kondisi, seperti kebiasaan buruk, kecemasan, stres yang berhubungan dengan
penyakit akut maupun kronis, manajemen rasa sakit dan nyeri, serta
pengembangan pribadi manusia (Hakim, 2010). Hipnoterapi merupakan konsep
4
penyembuhan yang menyeimbangkan sistem harmonisasi tubuh dengan mengatur
kembali pola-pola negatif yang sering dilakukan oleh individu, baik secara sadar
maupun tidak sadar. Dengan memasuki pikiran bawah sadar klien, pola-pola
negatif yang selama ini telah dilakukan oleh klien, bisa dikoreksi dan di program
kembali dengan memberikan pandangan-pandangan baru yang bisa memberikan
kenyamanan dan ketenangan secara jangka panjang bagi klien (Hakim, 2010).
Berdasarkan data awal yang dikumpulkan oleh peneliti, bahwa tindakan operasi
laparatomi di RSUP Dokter Kariadi Semarang tahun 2011 ada 260 kasus. Jika
dirata-rata dalam satu bulan sekitar 20 kasus setiap bulan. Sebagian besar pasien
pasca operasi tersebut mengeluh nyeri dan tidak bisa mengurangi nyeri secara
efektif. Hal ini berakibat pasien merasa cemas, nafsu makan berkurang, sulit tidur,
denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, dan rasa takut untuk
melakukan mobilisasi bertahap. Penanganan atau manajemen nyeri di bangsal
dilakukan dengan pemberian analgetik, yang apabila telah melewati masa puncak
kerja dari obat yang diberikan dan efek obat mulai hilang, maka klien berangsur-
angsur akan merasakan rasa nyeri kembali, sehingga hipnoterapi bisa sebagai
alternatif untuk pengelolaan nyeri pada pasien pasca operasi bedah mayor
abdomen.
Hipnoterapi merupakan salah satu intervensi mandiri dalam keperawatan yang
dapat diterapkan untuk mengurangi rasa nyeri. Penelitian yang dilakukan oleh
Riski Yulida Astari (2010) menyimpulkan bahwa hipnoterapi efektif dalam
penurunan nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur. Sedangkan penerapan
hipnoterapi untuk kasus nyeri pasca operasi bedah mayor abdomen belum diteliti,
sehingga belum diketahui efektifitasnya.
Berdasarkan substansi yang telah dijelaskan diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Efektifitas Hipnoterapi Terhadap Penurunan
5
Intensitas Nyeri pada Pasien Pasca Operasi Bedah mayor abdomen Di RSUP
Dokter Kariadi Semarang”. Alasan peneliti tertarik untuk meneliti di RSUP Dokter
Kariadi karena kasusnya cukup banyak dan belum pernah ada penelitian di rumah
sakit ini mengenai hipnoterapi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis akan mengajukan rumusan masalah
yaitu “Apakah penerapan hipnoterapi efektif terhadap penurunan intensitas nyeri
pada pasien pasca operasi bedah mayor abdomen?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penerapan
hipnoterapi terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi
bedah mayor abdomen.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui gambaran nyeri pasien pasca operasi bedah mayor abdomen
pada kelompok kontrol dan intervensi sebelum dilakukan hipnoterapi di
RSUP Dokter Kariadi Semarang.
b. Mengetahui gambaran nyeri pasien pasca operasi bedah mayor abdomen
pada kelompok kontrol dan intervensi sesudah dilakukan hipnoterapi di
RSUP Dokter Kariadi Semarang.
c. Menganalisis efektifitas penerapan hipnoterapi terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien pasca operasi bedah mayor abdomen di RSUP
Dokter Kariadi Semarang.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Sebagai bahan kajian dalam meningkatkan pengelolaan nyeri pada pasien pasca
operasi bedah mayor abdomen melalui teknik hipnoterapi.
2. Manfaat praktis
a. Bagi RSUP Dr.Kariadi Semarang
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas kesehatan melalui
teknik hipnoterapi.
b. Bagi profesi keperawatan RSUP Dokter Kariadi Semarang
Dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan untuk mengaplikasikan
tindakan keperawatan mandiri melalui teknik hipnoterapi.
c. Bagi klien pasca operasi
Dapat meningkatkan pemahaman klien tentang cara termudah dan efektif
dalam mengatasi nyeri yang dialami, serta mengurangi pemberian analgetik,
sehingga bisa meminimalkan efek samping obat dan dapat menghemat biaya
pengobatan.
d. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi bahan referensi bagi perpustakaan dan dapat menjadi bahan
masukan mengenai penerapan hipnoterapi untuk menurunkan intensitas nyeri
serta dapat digunakan sebagai masukan penelitian sejenis lainnya.
E Bidang Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu Keperawatan Medikal Bedah.
F. Keaslian Penelitian
Menurut pengetahuan penulis, belum pernah ada penelitian yang dipublikasikan
tentang efektifitas hipnoterapi terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien
7
pasca operasi bedah mayor abdomen, tetapi ada beberapa penelitian yang hampir
sama yang ditampilkan dalam tabel di bawah ini,
Tabel 1.1. Penelitian terkait
NO Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian
1 Harjayanti (2007) Perbedaan penurunan
intensitas nyeri sebelum
dan sesudah dilakukan
teknik relaksasi dan
nafas dalam pada klien
post bedah mayor di
RSUD Tugurejo
Semarang
Penelitian kuantitatif
dengan jenis quase
experiment dan
design one group
pre test post test
Uji t-test dengan
hasil t= 9,292, p
value= 0,000.
Kesimpulan: Ada
perbedaan
penurunan
intensitas nyeri
antara sebelum dan
sesudah dilakukan
teknik relaksasi dan
nafas dalam pada
klien post bedah
mayor di RSUD
Tugurejo
Semarang.
2 Rizqi Yulida Astari
(2010)
Pengaruh Hipnoterapi
terhadap Penurunan
Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Fraktur Femur
Di Ruang Rawat Inap
Bedah Rumah Sakit
Ortopedi Surakarta”
Jenis penelitian ini
adalah penelitian
kuantitatif,
rancangan penelitian
eksperimen dengan
pretest-post test
design.
Hasil uji Wilcoxon
Signed Ranks Test
menunjukkan p-
value = 0,001,
sehingga
disimpulkan
terdapat pengaruh
hipnoterapi
terhadap penurunan
nyeri pada pasien
post operasi fraktur
femur di ruang
rawat inap bedah
Rumah Sakit
Orthopedi
Surakarta.
Adapun perbedaan dengan penelitian Harjayanti (2007) adalah pada variabel
independen dan metode penelitian yang digunakan. Sedangkan perbedaan dengan
penelitian Astari (2010) adalah pada sampel dan metode penelitian yang digunakan,
penelitian Astari menggunakan pre test post test design tanpa kontrol, sedangkan
penelitian ini menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding. Adapun Astari
8
pada pasien pasca operasi fraktur, penelitian ini pada pasien pasca operasi bedah
mayor abdomen. Selain itu, tempat dan waktu penelitian juga berbeda.