Upload
ganiahutami
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KONSEP DASAR
A. Konsep Penyakit
1. Anatomi fisiologi
a. Anatomi usus
Usus halus terdiri dari 3 bagian , yaitu : duodenum, jejunum dan ileum. Dinding
usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar : lapisan paling luar ( lapisan serosa ) dibentuk
oleh peritoneum. Peritonium mempunyai lapisan visceral dan pariental, dan
ruang yang terletak antara lapisan ini dinamakan rongga peritoneum.
Nama khusus telah diberikan pada lipatan-lipatan peritoneum antara lain :
1). Mesentrium merupakan lipatan peritoneum yang lebar yang menggantung
jejunum dan ileum dari dinding posterior abdomen dan memungkinkan usus
bergerak leluasa . Mesentrium menyokong pembuluh darah dan limfe yang
mensuplai usus.
2). Omentum mayus, merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari
kurvatura mayor lambung dan berjalan turun didepan visera abdomen.
Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang
membantu rongga peritoneum (melindungi) dari infeksi.
3). Omentum minus, merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dari kurvatura
minor lambung dan bagian atas duodenum menuju kehati. Salah satu fungsi
penting peritoneum adalah mencegah pergesekan antara organ – organ yang
berdekatan dengan mensekresi cairan srosa sebagai pelumas.
Otot yang meliputi usus halus mempunyai 2 lapisan : Lapisan luar : terdiri
atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam berupa
serabut sircular untuk membantu gerakan peristaltic. Lapisan submucosa terdiri
atas jaringan penyambung , sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal
banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar.
Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang
jumlahnya ± 4 juta – 5 juta yang terdapat disepanjang usus halus. Vili
panjangnya 0,5 – 1,5 mm.
Vili merupakan unit fungsional usus halus , tiap-tiap vilus terdiri atas
saluran limfe sentral yang dikelilingi oleh jaringan kapiler dalam limfoid
disekeliling vilus terdapat beberapa sumur kecil yang dinamakan kripta
lieberkuhn, kripta ini merupakan kelenjar-kelenjar usus yang menghasilkan
secret yang mengandung enzim-enzim pencernaan.
4). Perdarahan dan persyarafan
Arteria mesentrika superior dicabangkan dari aorta tepat diatas arteria seliana
.Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum. Darah dikembalikan
lewat vena mesentrika superior yang menyatu dengan vena linealis membentuk
vena porta. Usus halus dipersyarafi cabang-cabang kedua , system syaraf
otonom. Rangsangan para simpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan
. Sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus.Serabut sensorik
system simpatis menghantarkan nyeri , sedangkan para simpatis mengatur reflek
usus.
b. Fisiologi usus halus
Usus halus mempunyai 2 fungsi utama adalah pencernaan dan absorbsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptyalin asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses
selanjutnya didalam duodenum terutama oleh keja enzim pancreas yang
menghidrolisis karbohidrat lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
Sekresi empedu dan hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan
lemak.Dua hormone penting dalam pengaturan pencernaan usus yaitu lemak yang
bersentuhan dengan mukosa duodenum menyebabkan kontraksi kandung empedu
dan hasil pencernaan protein tak lengkap yang bersentuha dengan mukosa
duodenum merangsang sekresi getah pancreas yang kaya akan enzim.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan
secret pancreas , hepatobiliar dan sekresi usus.Pergerakan peristaltic mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi
optimal dan suplai kontinyu isi lambung.
Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat , lemak,
protein (gula sederhana) asam lemak dan asam amino melalui dinding usus ke
sirkulasi darah dan limfe untukdigunakan oleh sel-sel tubuh.
Walaupun banyak zat diabsorbsi disepanjang usus halus , tetapi terdapat
tempat-tempat absorbsi utama bagi zat-zat gizi tertentu.Besi dan kalsium sebagian
besar diabsorbsi dalam duodenum , absorbsi vitamin yang larut dalam lemak (A, D,
E, K) diabsorbsi dalam duodenum dan memerlukan garam-garam empedu.
Absorbsi gula , asam amino dan lemak sebagian besar selesaikan menjelang kimus
mencapai jejunum. Absorbsi B12 berlangsung pada ileum terminal yang
memerlukan faktor intrinsic lambung.
Asam-asam empedu yang dikeluarkan kandung empedu kedalam duodenum
akan direabsorbsi pada ileum terminal dan masuk kembali kehati.
2. Definisi
Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran cerna dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu dan terdapat
gangguan kesadaran. (Suriadi, 2001)
Typhus abdominalis adalah sindrom unik sistemik yang dihasilkan oleh
organisme salmonella tertentu. (Nellson, 2000)
Typhus abdominalis (demam tifoid , enteric feve) ialah penyakit infeksi akut tang
biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari , gangguan
pada saluran cerna dan gangguan kesadaran (Mansjoer, dkk, 2000)
Typhus abdominalis (demam thypoid) adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang
diawali diselaput lender usus dan jika tidak diobati secara progresif menyerbu jaringan
diseluruh tubuh. (Tambayong , 2000)
Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam 1 minggu atau lebih disertai gangguan pencernaan dan dengan atau gangguan
kesadaran. (Rampengan, 1993)
Asuhan keperawatan adalah faktor yang penting dalam survival pasien,aspek-
aspek penting pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan .
(Doenges, 2000)
Asuhan keperawatan typhus abdominalis adalah suatu langkah dalam memberikan
pelayanan kesehatan dengan menggunakan metode sistematis dari pengkajian,
identifikasi masalah, perencanaan, implementasi dan evaluasi kepada klien dengan
infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam 1 minggu atau lebih disertai
gangguan pencernaan dan atau tanpa gangguan kesadaran.
3. Etiologi
Salmonella typhii basil gram negative bergerak dengan rambut getar,tidak
berspora, mempunyai sekurangnya 4 macam antigen yaitu antigen O (somatic),
H (flagela) Vi dan protein membrane lainnya (Mansjoer, 2000).
4. Tanda Gejala / Manifestasi klinis
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari , tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari
tergantung pada besar inokulum yang tertelan. Manifestasi klinis typhus abdominalis
tergantung umur. Pada anak sekolah biasanya dengan gejala demam , malaise,
anoreksia, myalgia, nyeri kepala dan nyeri perut berkembang selama 2-3 hari
(Nellson, 2000) .
Masa tunas 7-14 hari (rata-rata 3-30 hari), selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan.
Pada kasus khas terdapat demam remiten pada minggu pertama, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari.. Dalam minggu
kedua , pasien terus berada dalam keadaan demam yang turun secara berangsur-
angsur pada minggu ketiga.
Lidah kotor yaitu selaput kecoklatan kotor ujung dan tepi kemerahan , jarang
disertai tremor. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan . Biasanya
terdapat konstipasi, tetapi mungkin normal bahkan dapat diare (Mansjoer , 2000).
5. Patofisiologi
Kuman salmonella typhii masuk terutama lewat makanan dan minuman. Setelah
masuk dan berada dalam usus halus mengadakan infeksi kejaringan limfoid usus
halus (terutama plaq payeri) dan jaringan limfoid mesenterika.
Setelah menyebabkan peradangan , necrosis setempat , kuman lewat pembuluh
limfe masuk kedalam (bakterimia primer) menuju organ retikulo endothelial system
(RES) terutama hati dan limfa. Ditempat ini kuman yang fagosit oleh sel-sel fagosit
RES dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak.
Pada masa akhir inkubasi 5-9 hari kuman-kuman kembali masuk kedarah
menyebar keseluruh tubuh terutama limpa, kandng empedu yang selanjutnya kuman
tersebut dikeluarkan kembali kerangka usus dan menyebabkan infeksi usus.
Dalam masa bacterial ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan
kumannya ssama dengan antigen (lipodisakarida) yang smula diduga bertanggung
jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam. Endotoksin mempunyai peranan
dan merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar didarah mempunyai pusat
termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya demam.
Kelainan utama terjadi di ileum terminal dan plaq payeri hiperplasi (minggu 1),
nekrosis (minggu ke2) dan ulserasi (minggu ke3) serta bisa sembuh tanpa adanya
jaringan parut. (Rampengan , 1993)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah tepi : leucopenia kadang dijumpai , leukositosis ringan ,
kadang normal , limfositosis relative, aenosifilia , thrombositopenia ringan.
b. Pemeriksaan sumsum tulang : menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang.
c. Pemeriksaan widal titer antibody terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau
peningkatan ≥ 4 kali antara masa akut dan konvalense mengarah kepada demam
typoid. Meskipun dapat terjadi positif maupun negative palsu akibat adanya reaksi
silang antara spesies salmonella.
d. Diagnosa pasti ditegakkan dengan menemukan kuman salmonella typhii pada
biakan empedu yang diambil dari darah pasien.
e. Pemeriksaan widal/Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibody (aglutinin) . Tujuan widal adalah menentukan adanya aglutinin dalam
serum pasien yang disangka menderita demam typhoid. Akibat infeksi adalah
salmonella typhii pasien membuat antibody (agglutinin) yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman)
b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari antigen flagell kuman)
c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosisnya .
7. Penatalaksanaannya
a. Tirah baring total selama dmam sampai 2 minggu normal kembali,seminggu
kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan .
b. Makanan harus cukup mengandung cairan , kalori dan tinggi protein,tidak boleh
banyak mengandung serat, tidak merangsang / menimbulkan banyak gas.
c. Obat terpilih adalah chloramphenikol 2gr/hari.Chlorampenikol tidak boleh
diberikan bila jumlah leukosit < 2000/ui. Bila pasien alergi dapat diberika golongan
penisilin atau cotrimoxasol (Mansjoer, 2000)
8. Komplikasi
a. Perdarahan e. Kolesistitis
b. Perforasi usus f. Ensefalopati
c. Peritonitis g. Bronchopnemonia
d. Meningitis h. Hepatitis (Mansjoer, 2000)
9. Konsep Tumbuh Kembang Remaja
a. Karakteristik fisik
Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan kejanggalan awal
dalam aktifitas motoris kasar dan oleh keadaan emosi yang meninggi karena
perubahan hormon .
1). Perubahan somatic, anak perempuan menjadi dewasa rata-rata 2 tahun lebih
awal dari anak laki-laki karena pematangan yang cepat dari system syaraf pusat.
2). Tinggi badan dan berat badan , rata-rata lebih besar pada anak laki-laki karena
pertumbuhan lebih cepat dan tertundanya pubertas selama 2 tahun.
3). Gigi-geligi
1). Geliginya lengkap selama akhir masa remaja.
2). Pada 80% remaja perlu dicabut satu atau dua gigi geraham bungsu.
4). Pubertas
1). Usia awitan rata-rata adalah 12,5 tahun pada anak perempuan dan 15,5 tahun
pada anak laki-laki.
2). Emisi nocturnal (mengompol dimalam hari) umumnya dilaporkan pada usia
14,5 tahun (jangka usia 11,5 sampai 17,5 tahun)
3). Menarke merupakan penetapan criteria bagi gadis pasca puberta : usia rata –
rata 12,5 sampai 13 tahun.
b. Perkembangan Motorik kasar dan halus
Peningkatan bertahap dalam control motorik kasar dan halus terjadi selama
periode ini . Perkembangan neurologik dan peningkatan ketrampilan praktik
menerangkan perubahan ini. Kesulitan umum sehubungan dengan perubaha fisik
selama masa remaja adalah sebagai berikut :
1. Masalah dan penyakit kulit
1). Ekzema
2). Acne vulgaris
2. Postur buruk
1). Lordosis
2). Skoliosis
3. Masalah gigi
1). Pencabutan gigi geraham terakhir
2). Maloklusi
4. Sakit kepala
5. Masalah dan gangguan berat badan
1). Obesitas juvenilis
2). Anoreksia nervosa
3). Bulimia
c. Perkembangan Kognitif
Kemampuan berpikir mendekati tingkat kemampuan orang dewasa . Remaja
mendapat kemampuan penalaran secara simbolis tentang hal-hal yang lebih global
dan altruistic dan memakai pendekatan yang lebih sistematik terhadap masalah.
Ciri berfikir mencakup hal-hal berikut :
1. Mempertimbangkan pandangan lain ketika memproses informasi.
2. Berfikir tidak dibatasi oleh keadaan actual, dapat menerapkan konsep teoritis
kepada keadaan hipotetis atau imajiner
3. Mengembangkan orientasi altruistic (kejujuran dan keadilan)
4. Mengembangkan system nilai sendiri
5. Dapat membuat kesimpulan deduktif dan induktif
d. Perkembangan bahasa
1. Memakai bahasa sebagai media untuk menyampaikan ide, opini, dan nilai.
2. Memasukkan bentuk structural dan gramatikal kompleks.
3. Menggunakan istilah-istilah slang dan istilah-istilah yang diterima teman
sebaya.
e. Perkembangan Psikososial (Identitas VS Difusi Peran)
1. Tugas perkembangan, Perkembangan keyakinan diri tentang individualitas
uniknya sendiri . berdasarkan system kebutuhan , keinginan , pilihan , nilai dan
kepercayaan yang telah berkembang terus sepanjang masa kanak - kanak.
2. Krisis perkembangan , remaja merasakan rasa difusi peran : tidak dapat
mengidentifikasi secara akurat faktor-faktor apa yang diperlukan untuk
pertumbuhan diri yang optimal; sangat dipengaruhi oleh opini dan penilaian
kelompok sebaya.
3. Permainan, aktifitas fisik berat dan terstruktur (mis, sepak bola) cenderung
dimainkan dengan pengelompokan jenis kelamin. Timbul hubungan
heteroseksual , meletakkan dasar bagi hubungan intim jangka panjang.
Terbentuk persahabatan yang akrab dan kuat . Muncul kelompok – kelompok
kecil yang memberi dukungan emosional dan social yang kuat kepada anak-
anak muda . Remaja mulai melakukan aktifitas orang dewasa (mis, memberi
suara, minum, dan bekerja). Mereka memakai fantasi untuk membayangkan
pertemuan dan hubungan seksual , dan mereka mempertinggi seksualitas
dengan berfokus pada aktifitas stereotipik laki-laki dan perempuan seperti
mengebut dengan mobil, memakai pakaian seksi dan angkat beban. Novel
percintaan menjadi popular diantara remaja putri . Aktifitas seperti berbelanja
dan berlama-lama di mal meningkat.
4. Keterampilan koping , pemecahan masalah ; menggunakan pertahanan diri (mis,
reaksi formasi, perpindahan,identifikasi, supresi, rasionalisasi, intelektualisasi,
penyangkalan, konversi, reaksi); memakai humor, sosialisasi meningkat.
5. Peran orang tua dan keluarga, dapat timbul konflik dengan orang tua, terutama
sehubungan dengan kebutuhan remaja akan kebebasan; orang tua berpengaruh,
secara sadar maupun tidak sadar, dalam adaptasi dan penggunaan nilai-nilai
serta kepercayaan dalam membuat keputusan.
6. Rencana, memfasilitasi dan mendukung perkembangan sosial
f. Perkembangan Moral (Tahap Pascakonvensional)
1. Tahap ini tidak secara universal dicapai oleh remaja.
2. Remaja dapat menerapkan ideal dirinya pada keadaan-keadaan moral yang sulit
(keadilan, amal).
g. Perkembangan Kepercayaan ( Tahap Perorangan- Refleksif )
1. Remaja dapat menjadi sangat religius atau sama sekali menolak hal-hal religius
tersebut.
2. Remaja dapat mundur ketahap perkembangan lebih awal demi kenyamanan.
3 Keyakinan dapat dipengaruhi oleh teman sebaya perihal menerima dan menolak.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata umum
1). Biodata pasien
2). Biodata penanggung jawab
b. Riwayat kesehatan
1). Riwayat penyakit sekarang
2). Riwayat penyakit dahulu
3). Riwayat tumbuh kembang
4). Riwayat kesehatan keluarga
c. Pemeriksaan fisik
1). Berat badan
2). Panjang / tinggi badan
3). Tanda-tanda vital
Suhu, nadi, respirasi : mengkaji peningkatan metabolic akibat reaksi iflamasi.
4). Kepala : bibir dan mukosa mulut agak kering , lidah kotor (Putih pinggir
kemerahan )
5). Kulit : teraba panas / dingin, turgor
6). Perut
a). Palpasi : Nyeri tekan epigastrium / tidak , pembesaran limpa dan hati
b). Auskultasi : suara bising usus meningkat / menurun
c). Inspeksi : pembesaran akibat distensi
d). Perkusi : adanya distensi (kembung)
d. Pengkajian fungsional
1). Penatalaksanaan
2). Nutrisi
.Asupan nutrisi tiap hari, adanya mual dan muntah (jumlah frekuensi
karakteristik)
3). Eliminasi
Pola BAB : diare / konstipasi , warna, frekuensi
Pola BAK : frekuensi dan jumlah
4). Aktivitas dan latihan
Aktivitas sehari – hari perlu bantuan / tidak, adanya kelemahan , bedrest .
5). Tidur / istirahat
Terganggu karena rasa nyeri dan peningkatan suhu tubuh
6). Persepsi sensori dan kognitif
Adanya rasa sakit / kram pada perut, pengalaman sakit dahulu
7). Persepsi diri
Persepsi keluarga terhadap lingkungan , dan peran keadaan sekarang
8). Fungsi peran / hubungan
Persepsi keluarga terhadap lingkungan dan peran keadaan sekarang
9). Seksual
Identifikasi jenis kelamin
10). Toleransi koping
Cara mengungkapkan, penyelesaian masalah
11). Nilai dan kepercayaan
Keyakinan / agama yang dianut
e. Pemeriksaan penunjang
1. Darah : darah rutin, widal, darah tepi (leukositosis / leukopeni,
thrombositopeni)
2. Sumsum tulang
3. Diagnosa pasti : ditemukan salmonella dari biakan empedu dari darah pasien.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus.
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan distensi pada dinding perut.
c. Gangguan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan absorsi
dinding mukosa usus.
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu
makan .
e. Gangguan aktifitas intoleransi berhubungan dengan kelemahan fisik.
f. Potensial terjadinya gangguan integritas kulit bagian punggung berhubungan
dengan penekanan yang terlalu lama.
3. Fokus Intervensi
a. Diagnosa I
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus.
1). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 30 menit suhu tubuh
dalam batas normal
2). Kriteria
a). Suhu tubuh 36ºC - 37°C
b). Klien tidak mengeluh panas
c). Badan tidak terasa / teraba panas
3). Intervensi
a). Kaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh serta penyebab
adanya peningkatan suhu tubuh.
b). Observasi tanda – tanda vital : suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan.
c). Jelaskan pada keluarga pasien tentang pentingnya tirah baring bagi pasien
dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan.
d). Anjurkan pasien untuk tidak memakai selimut atau pakaian yang tebal.
e). Anjurkan pasien untuk banyak minum sesuai dengan kebutuhan..
f). Beri kompres alkohol pada lipat paha dan ketiak.
g). Berikan terapi curah intra vena dan obat sesuai dengan program dokter.
(masalah kolaborasi), (Doengoes, 1999).
a. Diagnosa II
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi pada dinding perut.
1). Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x 24 jam.
2). Kriteria
a). Ekspresi wajah tenang.
b). Tidak merasa kesakitan
c). Pasien mengatakan rasa nyeri berkurang.
3). Intervensi
a). Kaji tanda dan gejala nyeri.
b). Kaji penyebab terjadinya nyeri.
c). Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan
menggunakan pengkajian nyeri dengan menggunakan rentang nyeri (0-10)
tetapkan tipe nyeri yang dialam pasien.
d). Observasi tanda – tanda vital : Tekanan darah,nadi,
pernafasan.
e). Usahakan situasi yang tenang.
f). Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri (libatkan keluarga)
g). Kolaborasi dokter untuk pemberian analgetik. (Doengoes, 1999)
b. Diagnosa III
Gangguan eliminasi :konstipasi berhubungan dengan penurunan absorbsi
dinding mukosa usus.
1). Tujuan : selama dalam keperawatan kebutuhan eliminasi terpenuhi
2). Kriteria :
a). pasien BAB 1x sehari
b). konsistensi lunak , tidak keras
c). pasien menyatakan tidak kesulitan dalam BAB
3). Intervcensi :
a). kaji pola BAB pasien dengan palpasi abdomen
b). anjurkan pasien untuk tidak menahan bila mau BAB
c). mobilisasi secara bertahap
d). pertahankan intake cairan
e). kolaborasi gizi untuk memberi diit TKTP. (Tucker , 1993)
c. Diagnosa IV
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu
makan.
1). Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi selama perawatan .
2). Kriteria : Pasien mau makan dan menghabiskan porsi makan yang
disediakan , nafsu makan meningkat , berat badan meningkat.
3). Intervensi :
a). Kaji status nutrisi.
b). Kaji penyebab adanya gangguan nutrisi akan intake (Keluhan mual
Muntah).
c). Catat asupan dan keluaran nutrisi pasien.
d). Beri makanan yang mudah ditelan (makanan lunak ).seperti bubur atau nasi
tim dan dihidangkan dalam keadaan hangat.
e). Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
f). Jelaskan manfaat nutrisi bagi pasien atau keluarga terutama saat
Sakit.
g). Berikan umpan balik pada pasien saat mau berusaha
Menghabiskan makanannya .
h). Catat jumlah atau porsi makanan yang dihabiskan pasien tiaphari.
i). Beri nutrisi parenteral.(Kolaborasi dokter).
j). Ukur berat badan tiap hari. (Doenges,1999)
d. Diagnosa V
Gangguan aktifitas : Intoleransi berhubungan dengan kelemahan fisik .
1). Tujuan : kebutuhan akan aktifitas terpenuhi selama perawatan.
2). Kriteria : Pasien dapat melakukan aktifitas.
3). Intervensi :
a). Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas.
b). Bantu pasien dalam melakukan aktifitas.
c). Tingkatkan aktifitas secara perlahan – lahan (bertahap).
d). Untuk meningkatkan toleransi aktifitas pasien, bantu sesuai kebutuhan.
e). Anjurkan aktifitas perawatan diri setelah pasien dapat
melakukannya , libatkan keluarga dalam perawatan . (Carpenito, 1995)
f. Diagnosa VI
Potensial terjadinya gangguan integritas kulit bagian punggung berhubungan
dengan pekanan yang terlalu lama.
1). Tujuan : Tidak terjadi gangguan Integritas kulit bagian punggung selama dalam
perawatan.
2). Kriteria : Tidak ditemukan tanda – tanda gangguan Integritas kulit
(kemerahan, lecet, panas, sakit)
3). Intervensi :
a). Kaji tanda dan gejala perubahan integritas kulit.
b). Kaji faktor – faktor penyebab terjadinya perubahan Integritas kulit.
c). Kaji kulit akan adanya kemerahan, lesi , melepuh.
d). Jaga kulit tetap tetap bersih dan kering setelah dibersihkan.
e). Beri bedak , kanfer spirtus setelah mandi.
f). Ganti alas tidur setiap hari atau bila perlu.
g). Ganti posisi dengan sering untuk menghindari penekanan dan
kelelahan.
h). Tekankan pentingnya masukan nutrisi atau cairanyang adekuat.
(Carpenito,1995)