Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JUAL BELI PINANG BERKULIT MENURUT HUKUM ISLAM
(Studi di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten
Tanjung Jabung Timur)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam
Ilmu Syariah
Oleh :
SYAMSUDIN
NIM: SHE. 130149
KONSENTRASI HUKUM BISNIS ISLAM
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
1439 H / 2018 M
MOTTO
ِمْنُكم َيا َأيَُّها الَِّذيَن آَمُنوا ال َتْأُكُلوا َأْمَواَلُكْم َبْيَنُكْم ِباْلَباِطِل ِإلَّا َأْن َتُكوَن ِتَجاَرًة َعْن َتَراٍض
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesama dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku suka sama suka di antara kamu.”. (Q.S. An-Nisa’(4):29).
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah
Diri ini tiada daya tanpa kekuatan dari Mu
Shalawat dan salamku kepada Nabi Muhammad SAW.
Kuharapkan syafa’at beliau di penghujung hari nanti.
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada:
Kedua orang tuaku tercinta,
Bapak Alimuddin dan Ibu Indo Tang
Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih.
Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Ibu, Bapak bahagia dan bangga.
Serta adik-adikku Indo Angka,Jumarna dan Marni Olivia
Yang selalu menyayangiku, mencintaiku, dan
Menantikan keberhasilanku.
Juga kepada sahabat-sahabat ku yang tercinta yang tidak dapatku sebutkan satu
persatu
Yang selalu dan tak henti memberi motivasi dan semangat
Terima kasih untuk semua do’a, cinta, kasih sayang, motivasi dan dukungan.
Semua ini tiada dapat ku balas hanya dengan selembar kertas bertuliskan kata cinta.
ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan mengungkap tentang jual pinang berkulit menurut hukum
Islam (Studi di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten
Tanjung Jabung Timur). Sebagai tujuan antaranya adalah untuk mengetahui
proses terjadinya praktik jual beli beli pinang berkulit yang dilakukan oleh
masyarakat di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten
Tanjung Jabung Timur,dan untuk mengetahui perspektif hukum Islam dalam jual
beli pinang berkulit yang dilakukan oleh masyarakat Desa Siau Dalam Kecamatan
Muara Sabak Timur. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis ditemukan bahwa yang
mempengaruhi terjadinya praktik jual beli pinang berkulit di dalam karung adalah
karena petani ingin mempercepat pekerjaannya dan mudah mendaptkan uang
secepatnya, sedangkan pembeli mendapatkan harga yang lebih murah di
bandingkan dalam membeli keadaan yang sudah siap dikocek. Ketidak jelasan
tersebut dikarenakan pinang yang dijual tidak terlihat dengan jelas kuantitas dan
kualitasnya. Namun berdasarkan pengakuan dari petani dan pembeli dalam
praktik jual beli pinang berkulit didalam karung tidak menyebabkan kerugian baik
terhadap petani maupun pembeli. Sehingga praktik jual beli pinang berkulit
dikategorikan dalam jual beli yang sedikit gharar, dan ketentuannya dikembalikan
kepada adat dan kebiasaan, dan diperbolehkan menurut mazhab Imam Malik yang
terdapat sedikit gharar.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunianya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “JUAL BELI
PINANG BERKULIT MENURUT HUKUM ISLAM (Studi di Desa Siau
Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur).
”. Shalawat serta salam kami haturkan kepada nabi Muhammad Saw, karena
berkat perjuangan beliau kita dapat merasakan indahnya hidup seperti saat ini.
Adapun skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi persyaratan
dalam rangka memperoleh gelar (S1) ilmu Hukum Ekonomi Syar’iah fakultas
Syari’ah Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak kekurangan sehingga
skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan keterbatasan yang
dimiliki oleh penulis. Walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal
mungkin agar inti dari skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca di
kemudian hari.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan sehingga penulis
dapatmenyelesaikan skripsi ini, terutama kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA., selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi
2. Bapak DR. A. A. Miftah, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
x
3. Bapak H. Hermanto, Lc, M. HI., Ph. D., selaku Wakil Dekan 1 bidang
Akademik Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
4. Ibu DR. Rahmi Hidayati, S. Ag., M. HI., selaku Wakil Dekan II bidang
Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan Fakultas Syari’ah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
5. Ibu DR. Yuliatin, S. Ag., M. HI., selaku Pembantu Dekan III bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi
6. Ibu MARYANI, S. AG., M. HI., selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi
Syari’ah Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
7. Ibu Pidayan Sasnifa, SH., M. Sy., selaku sekertaris jurusan Hukum Ekonomi
Syariah fakultas syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
8. Bapak Drs. H. Maulana Yusuf, M.Ag., selaku Pembimbing Skripsi 1 dan
Pembimbing Akademik Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi, yang selama ini telah membantu segala urusan yang ada dijurusan dan
banyak membantu penulis dalam rangka memberikan arahan, petunjuk dalam
penyusunan skripsi.
9. Bapak Fauzi Muhammad. S. Ag., M. Ag. selaku Pembimbing Skripsi 2
Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang selama ini telah
membantu segala urusan yang ada dijurusan dan banyak membantu penulis
dalam rangka memberikan arahan, petunjuk dalam penyusunan skripsi.
10. Bapak dan Ibu dosen, asisten dosen, dan seluruh karyawan dan karyawati
Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
xi
11. Semua pihak yang ikut serta membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat
penulis skripsi ini yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih sederhana
dan jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan data dan pengetahuan yang
dimiliki oleh penulis.. untuk itu penulis menghargai kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak terhadap skripsi ini.
Akhirnya penulis berharapa semoga skripsi ini juga dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya untuk mahasiswa dan seluruh yang
membaca skripsi ini.
Jambi, 31 Oktober 2018
SYAMSUDIN
NIM: SHE 130149
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... ii
NOTA DINAS .............................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................. iv
MOTTO ........................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ......................................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 6
C. Batasan Masalah ......................................................................... 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................ 7
E. Kerangka Teori ........................................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 26
BAB II METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 29
B. Pendekatan Penelitian ................................................................ 29
C. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 30
D. Instrument Pengumpulan Data ................................................... 31
E. Tekhnik Analisis Data ................................................................ 33
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 34
G. Jadwal Penelitian ........................................................................ 37
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Siau Dalam ........................................................... 38
B. Aspek Geografis ......................................................................... 40
C. Struktur Pemerintahan ................................................................ 42
D. Aspek Demografi ....................................................................... 44
E. Aspek Ekonomi .......................................................................... 47
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Praktik Jual Beli Pinang Berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan
Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur ........... 50
B. Perspektif Hukum Islam Dalam Dalam Jual Beli Pinang Berkulit
di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten
Tanjung Jabung Timur ................................................................ 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................. 62
B. Saran-saran ................................................................................. 62
C. Kata Penutup.............................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara pribadi manusia mempunyai kebutuhan berupa pangan, sandang,
papan, dan lain sebagainya. Kebutuhan seperti ini tidak pernah putus dan tidak
akan berhenti selama manusia masih hidup. Manusia dituntut untuk mampu
memposisikan dirinya berada di dalam ruang lingkup kehidupan bermasyarakat
dan berhubungan dengan orang lain guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Diantara hubungan tersebut adalah hubungan barter atau pertukaran.
Barter merupakan salah satu bentuk awal perdagangan. Sistem ini
memfasilitasi pertukaran barang dan jasa saat manusia belum menemukan uang.
Sejarah barter dapat ditelusuri kembali hingga tahun 6000 SM. Diyakini bahwa
sistem barter diperkenalkan oleh suku-suku Mesopotamia. Sistem ini kemudian
diadopsi oleh orang Fenisia yang menukarkan barang-barang mereka kepada
orang-orang di kota-kota lain yang terletak di seberang lautan. Sebuah sistem
yang lebih baik dari barter dikembangkan di Babilonia. Berbagai barang pernah
digunakan sebagai standar barter semisal tengkorak manusia. Item lain yang
populer digunakan untuk pertukaran adalah garam.1
Secara sederhana barter dapat dicontohkan seperti seseorang hanya
memiliki ayam dan membutuhkan jagung, maka seseorang tersebut akan mencari
orang lain yang memiliki jagung untuk ditukar dengan ayam yang dimilikinya.
Kelemahan dari barter ini adalah terkadang sulit untuk mencari orang lain yang
bersedi
1https://id.wikipedia.org/wiki/Barter, diakses 10 Oktober 2018 pukul 21.12 WIB.
https://id.wikipedia.org/wiki/Barter
2
ditukarkan barang yang dimilikinya, harga atau nilai tukar yang sulit ditentukan,
sulit dibagi dalam satuan yang lebih kecil, dan sulit disimpan dalam jangka waktu
yang lama. Berangkat dari adanya kelemahan-kelemahan dengan cara barter,
manusia mulai menggunakan daya pikirnya untuk menemukan cara yang lebih
efektif dalam pertukaran barang yang dibutuhkan. Pada akhirnya manusia berhasil
menciptakan uang sebagai alat pertukaran yang lebih efektif dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Pertukaran yang dilakukan antara satu pihak dengan pihak yang lain
merupakan salah satu bentuk muamalah. Pengertian muamalah menurut Rasyid
Ridha yang dikutip oleh Abdul Rahman Ghazaly, dkk, muamalah adalah tukar
menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah
ditentukan.2 Dalam pengertian yang lain, kata muamalah yaitu peraturan yang
mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam hal tukar-menukar harta
(termasuk jual beli).3
Jual beli adalah salah satu bentuk interaksi bertukar manfaat. Jual beli
merupakan kegiatan pertukaran manfaat yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan yang diinginkan. Orang yang memiliki suatu kebutuhan akan mencari
orang lain yang memiliki atau menyediakan kebutuhan yang diinginkannya.
Dengan kata lain jual beli menjadi sarana pemenuhan kebutuhan yang didalamnya
terjadi pertukaran manfaat, seseorang yang memiliki kebutuhan akan menukarkan
2Abdul Rahman Ghazaly, dkk.,Fiqh Muamalat, ed.1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2010),
hlm. 4.
3Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, ed. 1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2012),
hlm. 2.
3
sejumlah uang yang dimilikinya untuk memperoleh barang atau jasa yang
dibutuhkan, sedangkan orang yang menawarkan barang atau jasa tersebut akan
memperoleh sejumlah uang.
Dalam melakukan proses jual beli setiap manusia akan selalu berupaya
mencari keuntungan. Manusia akan memperhitungkan dengan tepat modal yang
dikelola dan memperkirakan keuntungan yang akan didapat. Tidak jarang manusia
akan melakukan berbagai cara agar jual beli yang dilakukannya mendapatkan
keuntungan sesuai dengan yang diharapkan.
Jual beli sebagai salah satu bentuk perikatan atau perjanjian ini pada umumnya
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Misalnya dari sisi serah terima
barang, dapat dilakukan dengan tunai, uang dibayar dimuka dan barang menyusul,
barang diterima di muka dan uang menyusul, serta barang dan uang tidak tunai.4
Keberagaman bentuk jual beli yang dibuat oleh manusia untuk memperoleh
keuntungan dan lebih dari itu juga untuk memudahkan dalam proses transaksi.
Transaksi atau aqd dalam fiqh al-muamalat adalah keterkaitan atau pertemuan
ijab dan Kabul yang berakibat timbulnya hukum. Ijab adalah penawaran yang
diajukan oleh salah satu pihak. Kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan
mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad
merupakan tindakan hukum dua pihak, karena akad pertemuan ijab yang
mempresentasikan kehendak dari satu pihak, dan kabul yang menyatakan
kehendak pihak yang lainnya.5
4 Ibid., hlm. 109. 5 Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid Al-Syari’ah, ed. 1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 241.
4
Karena merupakan kegiatan ekonomi yang saling menguntungkan, jual beli
harus berdasarkan pada aturan-aturan yang jelas untuk mengatur kegiatan
tersebut agar tidak merugikan salah satu pihak atau merugikan kedua pihak yang
melakukan jual beli. Maka Islam sebagai agama yang sempurna (komprehensif)
yang mengatur aspek kehidupan manusia, baik akidah, ibadah, akhlak maupun
muamalah.6 Kegiatan jual beli di dalam hukum ilmu fikih termasuk ke dalam
ruang lingkup fikih muamalah.
Fikih muamalah dalam arti khusus bermakna aturan-aturan Allah yang
wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya
dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda. Menurut penulis
berdasarkan pengertian fikih muamalah tersebut, dalam praktiknya jual beli harus
berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah agar jual beli tersebut
mendapat ridha Allah. Serta Islam sangat menekankan kepada umatnya agar
dalam setiap transaksi jual beli harus didasari oleh i’tikad yang baik dan
memberikan pedoman supaya kegiatan jual beli tersebut saling menguntungkan.
Agar tercipta jual beli yang menguntungkan dan tidak ada pihak yang
dirugikan, maka fikih muamalah khususnya tentang jual beli menetapkan
beberapa bentuk jual beli yang dilarang. Jual beli yang dilarang tersebut terbagi
atas dua, pertama jual beliyang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual
beli yang tidak memenuhi syarat dan rukun, dan kedua jual beli yang hukumnya
sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya,
6Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 2.
5
tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli. Sesuai
dengan firman Allah yang berbunyi sebagai berikut:
ِتَجاَرًة َعْن َتَراٍض الَِّذيَن آَمُنوا ال َتْأُكُلوا َأْمَواَلُكْم َبْيَنُكْم ِباْلَباِطِل ِإلَّا َأْن َتُكوَنَيا َأيَُّها
ِمْنُكمArtinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesama dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku suka sama suka di antara kamu.”.7
Berdasarkan ayat tersebut, menurut penulis Allah menghendaki agar setiap
transaksi seperti jual beli yang dilakukan oleh umat manusia terhindari dari cara-
cara yang batil, karena Islam sangat menjaga hak-hak setiap orang dan
kemaslahatan umat agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur.
Salah satu dari kegiatan jual beli yang dilarang oleh hukum Islam adalah
jual beli gharar. Gharar adalah semua jual beli yang mengandung ketidak jelasan
atau keraguan tentang adanya komoditi yang menjadi objek akad, ketidak jelasan
akibat, dan bahaya yang mengancam antara untung dan rugi, pertaruhan atau
perjudian.8 Gharar ini terjadi bila mengubah sesuatu yang seharusnya bersifat
pasti (certain) menjadi tidak pasti (uncertain).9
Seperti praktik jual beli pinang berkulit yang lakukan di Desa Siau Dalam
Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Petani Pinang
menjual pinang yang telah di panen dalam keadaan yang sudah di dalam karung.
Adapun yang mendasari petani untuk menjual pinang berkulit adalah untuk
7an-Nisa’ (4): 29.
8Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis, cet. 1,
(Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 18.
9Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 29.
6
mengurangi pekerjaan dan mudah mendapatkan uang. Sedangkan bagi pembeli
hanya melihat dari sisi luarnya saja tanpa mengetahui isi dalam karung apakah
yang ada didalam karung tersebut berkualitas baik semuanya atau kurang baik.
Dalam jual beli pinang seperti yang di lakukan para petani pinang, bisa jadi
pembeli tersebut untung dan juga rugi sebab, berbeda dengan jual beli pinang
yang sudah di kocek oleh penjual sudah pasti pembeli mendapatkan keuntungan
dibandingkan dengan membeli dalam keadaan berkulit. Dikarnakan para
pedagang nantinya akan di upahkan lagi ke masyarakat.
Dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Siau Dalam
Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Praktik Jual
beli pinang berkulit tidak ada batas waktunya.
Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap praktik jual beli
pinang berkulit tersebut. Menurut penulis yang menjadi permasalahan tersebut
adalah terdapat ketidak jelasan terhadap objek yang diperjual belikan. Pinang
berkulit tersebut tidak diketahui secara pasti baik kondisi maupun jumlah
keseluruhan dari pinang tersebut. Sehingga apakah di dalam prakteknya
menimbulkan kerugian terhadap pihak-pihak yang melakukannya dan apakah
masih sesuai dengan kaidah-kaidah hukum Islam, dalam hal ini khususnya fikih
muamalah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktik jual beli pinang berkulit yang dilakukan oleh petani pinang
di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung
Jabung Timur?
7
2. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap praktik jual pinang berkulit yang
dilakukan oleh petani dan pembeli di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas dan agar tidak terjadi perluasan
permasalahan, maka dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada bentuk
praktik jual beli pinang berkulit yang dilakukan oleh petani dan pembeli di Desa
Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
dan yang berlangsung pada tahun 2016.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian:
a. Untuk mengetahui proses terjadinya praktik jual beli pinang berkulit yang
dilakukan oleh petani dan pembeli di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
b. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap praktik jual beli pinang
berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten
Tanjung Jabung Timur.
2. Manfaat Penelitian:
a. Secara teoritis untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya
tentang hukum jual beli dalam Islam.
b. Secara praktis untuk mengimplementasikan antara ilmu pengetahuan yang
diperoleh di perkuliahan dengan fakta yang sesuai dengan kondisi yang ada
di dalam kehidupan masyarakat.
8
c. Secara akademis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu (S1) pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam
Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
E. Kerangka Teori
1. Pengertian Jual Beli
Secara terminologi fikih jual beli disebut dengan al-ba’i yang berarti
menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba’i
dalam terminologi fikih terkadang dipakai untuk pengertian lawannya, yaitu lafal
al-Syira yang berarti membeli. Dengan demikian, al-ba’i mengandung arti
menjual sekaligus membeli.10
Pengertian jual beli menurut beberapa ulama adalah sebagai berikut :
a. Menurut Hanafiah pengertian jual beli (al-ba’i) secara definitif yaitu tukar-
menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang
sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.
b. Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, bahwa jual beli (al-ba’i) yaitu
tukar-menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik daan
kepemilikan.11
2. Pengertian Praktik Jual Beli Pinang Berkulit
Pengertian praktik jual beli pinang berkulit di dalam penelitian ini adalah
jual beli pinang antara petani dan pembeli dimana pinang telah dipanen
dimasukkan kedalam karung tanpa takaran berat tertentu. Kondisi pinang yang
10Ibid., hlm. 110.
11Ibid.
9
diperjual belikan tidak diketahui oleh pembeli. Pembeli mengetahui kondisi
pinang dari luar karung dan berdasarkan informasi yang diterima dari penjual
tentang kondisi pinang tersebut.
Pinang yang di telah di panen dari kebun langsung di jual oleh petani
kepada pembeli secara borongan dalam bentuk karungan yang dilakukan oleh
pembeli pinang. Adapun yang mendasari petani menjual pinang dalam karungan
yaitu mempercepat pekerjaannya di bandingkan dalam menjual pinang yang
keadaan pinang sudah kering dimana harus membelahnya, menjemurnya, serta
mencungkilnya terlebih lagi jika dalam keadaan musim hujan dan lambat proses
jualnya.12
Informasi yang di peroleh dari pembeli mengenai kondisi pinang dari penjual
adalah sebagai berikut
a. Pinang sudah siap di panen
b. Kondisi buah pinang dalam keadaan baik.13
Berdasarkan cirri-ciri pada pinang tersebut, hampir dapat dipastikan kuantitas dan
kualitas hasil panen yang baik. Sehingga praktik jual beli pinang berkulit didalam
karung ini telah dilakukan berulang kali oleh petani dan pembeli.
3. Dasar Hukum Jual Beli Pinang Berkulit
a. Al-Qur’an
12 Wawancara dengan Kasang,Petani Pinang di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak
Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur 9 September 2018. 13 Observasi Tanda-tanda Buah Pinang Layak Panen, di Desa Siau Dalam Kecamatan
Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur 9 September 2018.
10
ِتَجاَرًة َعْن َتَراٍض ِباْلَباِطِل ِإلَّا َأْن َتُكوَنَيا َأيَُّها الَِّذيَن آَمُنوا ال َتْأُكُلوا َأْمَواَلُكْم َبْيَنُكْم
ِمْنُكم
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesama dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku suka sama suka di antara kamu.”.14
Sehubungan dengan ayat tersebut Allah SWT telah menjelaskan pokok-
pokok muamalah keharta bendaan yang adil dan diperbolehkan dalam al-Quran.
Adapun dasar yang dijadikan prinsip dalam muamalah keharta bendaan ada dua
hal, yaitu melarang memakan makanan yang batil dan saling merelakan.15
Berkaitan dengan larangan memakan makanan yang batil, hal ini berarti
mencari harta dengan jalan yang batil juga dilarang. Jual beli yang batil termasuk
jual beli yang tidak benar (ghayr shahih). Jual beli yang tidak benar adalah yang
tidak terpenuhi syarat dan rukun akadnya.16
b. As-Sunnah:
ثَنَا َفُ ْبنُ للاُه َعْبدُ َحدَّ نَُ ي وس ُك َأْخََبَ ع ُ َعنُْ َماله رَُ ْبنُه للاُه َعْبدُه َعنُْ َنفه َ َُ ُع للاُ َرضهْولَُ َأنَُّ َعْْن َما ُ للاُ َرس ََّمارُه بَْيعهُ َعنُْ ََنَى َوَسّلَُّ عَلَْيهُه للاُ َصّلَّ ُ الث وَُ َحّتَّ َا يَْبد َصََلُح ْبَتاعَُ الَْبائهعَُ ََنَى . َوالْم
Artinya: “Dari Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya
Rasulullah SAW melarang menjual buah-buahan hingga tampak
masak. Beliau melarang penjual dan pembeli.”.17
14an-Nisa’ (4): 29. 15 Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, alih bahasa Saefullah dkk, cet. 11, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008), hlm. 129.
16 Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid Al-Syari’ah, hlm. 244.
17 Shahih Bukhari, Jilid 12, No. 2194. Lihat Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah:
Shahih Bukhari, penerjemah Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), hlm. 337.
11
Larangan bagi penjual adalah untuk mencegahnya agar tidak memakan harta
saudaranya dengan cara yang batil. Sedangkan larangan bagi pembeli adalah
larangan bagi pembeli bertujuan mencegah agar tidak menyia-nyiakan hartanya
dan tidak membantu pembeli mengerjakan perbuatan yang batil. disamping itu,
larangan ini juga dapat menghindarkan perselisihan dan pertengkaran.
Konsekuensi dari larangan itu adalah diperbolehkannya menjual buah
setelah masak secara mutlak, baik tidak langsung dipetik maupun lagsung dipetik,
sebab hukum sesuatu setelah batasan suatu larangan berbeda dengan hukum
adanya batasan. Sementara dalam hal ini larangan tersebut dibatasi hingga buah
itu masak. Maksudnya pada saat itu buah telah terbebas dari hama sampai pembeli
merasa yakin akan dapat memetiknya. Berbeda dengan sebelum buah itu masak,
karena hal itu mendekati suatu penipuan.18
Bertalian dengan persoalan di atas, ada beberapa masalah terkenal yang
akan kami sebutkan pokok-pokoknya. Sebab, menjual buah- buahan terkadang
dilkakukan sebelum terjadi. Akan halnya sudah terjadi, maka kadang sesudah di
petik dan kadang sebelum bercahayanya buah- buahan dan atau sesudahnya. Dan
masing-masing dari kedua bentuk yang terakhir ini kadang berupa penjualan
bebas, atau dengan syarat tetap di pohon, atau dengan syarat dipotong.19
Sementara dalam praktik jual beli pinang berkulit masih pada penelitian ini,
meskipun pinang berada didalam karung baik petani maupun pembeli
18 Ibid., hlm. 341.
19 Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Cet.1, ( Semarang : Asy- Syifa’, 1990), hlm,
50.
12
berkeyakinan pinang yang ada didalam karung dalam kondisi baik. Keyakinan
tersebut berdasarkan kepercayaan pembeli yang diperoleh dari penjual.
c. Ijma’
Adapun dalil ijma’ adalah bahwa ulama sepakat tentang halalnya jual beli
dan haramnya riba berdasarkan dari ayat dan hadis.20 Para ulama sepakat
memperbolehkan jual beli, karena sebagian besar kebutuhan seseorang itu ada
pada kepemilikan orang lain, sementara orang itu tidak ingin memberikan
kepadanya dan adanya syariat jual beli merupakan sarana untuk mencapai apa
yang dimaksudkan tanpa ada unsur keterpaksaan.
d. Qiyas
Secara etimologis kata qiyas berarti artinya mengukur membanding sesuatu
dengan yang semisalnya. Secara terminologi definisi qiyas adalah
mempersamakan hukum sesuatu kasus yang tidak dinashkan dengan hukum kasus
lain yang dinashkan karena adanya persamaan illat hukumnya.21
Buah pinang yang layak untuk dipanen memiliki tanda-tanda sebagai
berikut: usia buah 3 bulan,permukaan kulit buah pinang menguning , dan buah
mulai berguguran. Berdasarkan keterangan tersebut penulis menganalogikan
dengan kebolehan menjual buah-buahan pada pohonnya yang telah menunjukkan
tanda-tanda kematangannya berdasarkan hadis Rasulullah SAW sebagai berikut:
20Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 104. 21 Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, Cet. 5,
(Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 77.
13
ثَنَُ َُحدَّ َُحيَّاَن ُْبنه َُسلهْْيه َُعْن ُللا َ َُرضه ُللاه َُعْبده ُْبَن َُجابهَر ْعت ََُسه ُقَاَل: ْينَا ُمه ُْبن ْيد َُسعه ا
َُوَماُ ُفَقهْيَل ُت َشق هَح. َُحّتَّ ُالثََّمَرة َُع ُت َبا َُأْن َ َُوَسّلَّ ُعَلَْيهه ُللا َُصّلَّ ُّ ُالنَِّبه ََُنَى ُقَاَل: َعْْن َما
َُوي ْؤَُكُ َُوتَْصَفارُّ َمارُّ ؟ُقَاَل:ََُتْ ْْنَات َشق هح .ُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُمه Artinya: “Dari Sulaim bin Hayyan, Sa’id bin Mina telah menceritakan kepada
kami, dia berkata: Aku mendengar Jabir bin Abdullah RA berkata, “Nabi
SAW melarang menjual buah-buahan hingga masak.” Maka dikatakan,
“Bagaimanakah buah itu masak?”Dia berkata, “Hingga memerah,
menguning dan sudah dapat dimakan.”.22
Berdasarkan hadis tersebut menurut penulis buah-buahan yang telah
menunjukkan tanda-tanda seperti perubahan warna dan sudah dapat untuk untuk
dipanen. Sedangkan pada buah pinang yang telah layak untuk dipanen
menunjukkan tanda-tanda seperti usia tanam serta perubahan fisik pada buah
pinang.
e. ‘Urf
Kata ‘urf berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu (عرف يرف) sering diartikan
dengan al-ma’ruf ( المعروف) dengan arti sesuatu yang dikenal. Pengertian ‘urf
menurut Badran sebagaimana yang dikutip Amir Syarifuddin adalah apa-apa yang
dibiasakan dan diikuti oleh orang banyak, baik dalam bentuk ucapan atau
perbuatan, berulang-ulang dilakukan sehingga berbekas dalam jiwa mereka dan
diterima baik oleh akal mereka.23
Ditinjau dari segi obyeknya jual beli termasuk dalam ‘urf ‘amali, yaitu
kebiasaan manusia tentang sesuatu dalam bentuk perbuatan yang diadatkan atau
22Shahih Bukhari, Jilid 12, No. 2196. Lihat Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah:
Shahih Bukhari, penerjemah Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), hlm. 338.
23 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, cet. 7, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 412.
14
dalam bentuk muamalah yang bersifat materi. Yang dimaksud dengan perbuatan
yang diadatkan ialah perbuatan-perbuatan manusia secara individu dalam berbagai
persoalan kehidupannya dalam rangka saling tukar kemashlahatan dan
mendapatkan berbagai hak.24
Sesuai dengan kaidah ‘urf sebagai berikut:25
ُوَُلُْاَُ ْرف َد ُ ع ُِبه ه دَّ ,َُولَْمََُي ارهع ُالشَّ ْْك َُحَْكَُبههه ُح ُك ه ُِفه لَْيههُِا ُي ْرَجع ُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُالَْعاَدة
ُُُُُُُُ Artinya: “ ‘Urf dan kebiasaan dijadikan pedoman pada setiap hukum dalam
syariat yang batasannya tidak ditentukan secara tegas”.
Kaidah ini mencakup berbagai aspek dalam syariat, baik muamalat, penunaian
hak, dan yang lain. Karena penentuan hukum suatu perkara dalam syariat
dilakukan dengan dua tahapan, yaitu :
1) Mengetahui batasan dan rincian perkara yang akan dihukumi.
2) Penentuan hukum terhadap perkara tersebut sesuai ketentuan syar’i.
Adat kebiasaan (‘urf) dalam jual beli juga mempunyai peran yang sangat
penting sebagai salah satu dalil untuk menetapkan hukum syara’, kaidah hukum
Islam menyatakan adat istiadat (‘urf) yang digunakan sebagai hukum pelaksanaan
jual beli dapat dijadikan sumber hukum Islam bila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
24 Suhar AM, Metodologi Hukum Islam (Ushul Al-Fiqh), (Jambi: Salim Media Indonesia,
2015), hlm. 139.
25 “Qawa’id Fiqhiyah,” https://almanhaj.or.id/2508-kaidah-ke-9-urf-dan-kebiasaan-
dijadikan-pedoman-pada-setiap-hukum-dalam-syariat.html, akses 12 september 2018.
https://almanhaj.or.id/2508-kaidah-ke-9-urf-dan-kebiasaan-dijadikan-pedoman-pada-setiap-hukum-dalam-syariat.htmlhttps://almanhaj.or.id/2508-kaidah-ke-9-urf-dan-kebiasaan-dijadikan-pedoman-pada-setiap-hukum-dalam-syariat.html
15
1) ‘Urf harus berlaku terus menerus (untuk semua peristiwa tanpa terkecuali)
atau kebanyakan berlaku (‘urf tersebut telah berlaku dalam kebanyakan
peristiwa).
2) ‘Urf yang diajadikan sumber hukum bagi suatu tindakan tersebut yaitu yang
berlaku pada waktu keluarnya nash, karena pengertian tersebut yang
dikehendaki oleh syara’.
3) Tidak ada penegasan (nash) yang berlawanan dengan ‘urf. Pemakaian ‘urf
tidak akan mengakibatkan dikesampingkannya nash yang pasti dari syari’at,
sebab syara’ harus dapat digunakan dengan ‘urf tersebut dapat tetap dipakai.
Ditinjau dari segi ketentuan hukumnya maka ‘urf terbagi menjadi dua, yaitu:
1) ‘Urf sahih adalah adat kebiasaan masyarakat yang sesuai dan tidak
bertentangan dengan aturan-aturan hukum Islam. Dengan kata lain ‘urf yang
tidak mengubah ketentuan yang haram menadi halal, atau sebaliknya
mengubah ketentuan halal menjadi haram.
2) ‘Urf fasid adalah adat kebiasaan masyarakat yang bertentangan dengan
ketentuan dan dalil-dalil syara. Adat kebiasaan yang salah adalah
menghalalkan hal-hal yang haram, atau mengharamkan yang halal.26
Praktik jual beli pinang berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur sudah menjadi suatu bentuk
kebiasaan. Praktik jual beli Pinang berkulit yang dilakukan petani dan pembeli
telah berlangsung sejak tahun 2011. Dalam prakteknya, baik petani maupun
26Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Ed. 1, cet. 2, (Jakarta: Hamzah, 2011), hlm. 210-211.
16
pembeli sudah saling memahami berdasarkan pengalaman mereka terhadap jual
beli Pinang Berkulit.
Kaidah Fikih Muamalah
ُُْلُ ْصُْلَُاَُ ُْاَُُلُهامَُعَُمُ الُُِْفهُُِةُ حَُبَُُل
َُُِنُُْأَُلَُّا اهَمَُيُْرهَُُتََُّْلُعَُُلُكْيُلهُدَُُلَُّدَُي
Artinya: “Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.27
Maksud dari kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi,
pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama
(mudharabah dan musyarakah) perwakilan, dan lain-lain, kecuali yang tegas-tegas
diharamkan seperti mengakibatkan kemudaratan, tipuan, judi dan riba.28
Sedangkan praktek jual beli pinang berkulit tidak menyebabkan kemudaratan.
Berdasarkan pengakuan dari petani dan pembeli, jual beli yang mereka lakukan
tidak menimbulkan kemudaratan, seperti kerugian dan adanya pihak-pihak yang
merasa terzalimi.
4. Hukum Jual Beli
Perjanjian Jual beli merupakan akad dari sejumlah akad yang diatur oleh
agama. Jika dilihat dari kitab-kitab fikih akan ditemukan hukum yang terdapat
dalam perjanjian jual beli, yaitu mubah, wajib, sunat, makruh dan haram.29
27 A. Djazuli, Kaidah- Kaidah Fikih : Kaidah- Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah yang Praktis, Ed. 1, Cet.2, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2007), hlm. 130. 28Hasbi Umar, Filsafat Fiqh Muamalat Kontemporer, Ed. 1, Cet.5, (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), hlm. 192.
29 Aiyub Ahmad, Fikih Lelang: Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, (Jakarta:
Kiswah,2004), hlm. 13-16.
17
a. Mubah
Mubah adalah hukum asal dari perjanjian jual beli, hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT:
َوَأَحلَّ اللَُّه اْلَبْيَع َوَحرََّم الرَِِّبا
Artinya: “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...”.30
Sesuai dengan ayat di atas, hukum jual beli pada dasarnya adalah boleh (mubah),
yang diharamkan dalam muamalah adalah apabila jual beli tersebut mengandung
unsur riba, karena riba itu bisa merugikan salah satu pihak dan dilarang oleh
agama.
b. Wajib
Hukum jual beli menjadi wajib apabila dalam keadaan terpaksa karena
melarat atau ketiadaan makanan sehingga jika barang tersebut tidak dijual dapat
mengakibatkan masyarakat luas menderita kelaparan.
Jual beli seperti ini biasanya terjadi ketika ada peperangan yang lama atau
embargo ekonomi (pemberhentian pengiriman bantuan) oleh suatu negara lain,
maka para pedagang tidak diperbolehkan menyimpan barang-barang kebutuhan
masyarakat atau bahan makanan yang diperlukan oleh masyarakat setempat.
30Al-Baqarah (2): 275.
18
c. Sunah (mandub)
Jual beli jika dilaksanakan keluarga dekat atau sahabat-sahabatnya, maka
hukumnya sunah. Karena dalam Islam dianjurkan untuk berbuat baik kepada
sesama saudaranya, temannya, dan kaum kerabat yang lainnya.
Hukum sunah (mandub) ini hanya berlaku apabila jual beli tersebut
dilakukan dengan keluargnya sendiri atau sahabat terdekatnya, karena Islam lebih
mengutamakan hal tersebut, agar tetap terjalinnya tali persaudaraan dan
kekerabatan yang baik. Akan tetapi, apabila salah satu keluarga atau sahabat tidak
membutuhkan barang tersebut maka tidak boleh dipaksa.
d. Makruh
Makruh melaksanakan sesuatu perjanjian yang akan digunakan utnuk
melangggar ketentuan syara’ seperti menjual anggur kepada seseorang yang
diduga akan dibuat menjadi minuman keras (khamr).
Ketentuan makruh tersebut dikarenakan yang menjadi objek jual beli
dikhawatirkan akan merugikan orang lain atau dipergunakan barang yang
diperjualbelikan,serta dikhawatirkan juga akan digunakan untuk hal-hal yang bisa
membahayakan dan terdapat unsur yang dilarang oleh syara’.
e. Haram
Hukum dalam bermuamalah itu dapat berubah menjadi haram apabila benda
yang menjadi objeknya itu adalah sesuatu yang memang telah diharamkan oleh
syara’, seperti khamr, bangkai, daging babi dan sebagainya.
19
5. Rukun Jual Beli dan Syarat-syarat Jual Beli
Suatu transaksi harus memenuhi rukun dan syarat yang harus ada dalam
setiap transaksi. Jika salah satu rukun tidak ada dalam transaksi yang dilakukan,
maka transaksi tersebut dipandang tidak sah menurut Hukum Islam.
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu:
a. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli).
b. Ada shighat (ijab dan kabul).
c. Ada barang yang dibeli
d. Ada nilai tukar pengganti barang.31
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang
dikemukakan jumhur ulama tersebut adalah sebagai berikut:32
a. Syarat-syarat orang yang berakad.
Para ulama fikih sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu
harus memenuhi syarat:
1) Berakal.
2) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda.
b. Syarat-syarat yang terkait dengan ijab dan Kabul.
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan Kabul itu sebagai
berikut:
1) Orang yang mengucapkannya telah balig dan berakal.
2) Kabul sesuai dengan ijab.
31Abdul Rahman Ghazaly, dkk.,Fiqh Muamalat… hlm. 71.
32Ibid.,hlm. 71-77.
20
3) Ijab dan Kabul itu dilakukan dalam satu majelis.
c. Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan.
Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan sebagai
berikut:
1) Barang yang ada dalam akad adalah suci.
2) Dapat dimanfaatkan secara syar’i walaupun pada masa yang akan datang.
3) Mampu menyerahkan barang yang dijual.
4) Mempunyai kuasa terhadap barang yang akan dijual.
5) Mengetahui barang yang dijual baik zat, jumlah, dan sifat.
d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang).
Syarat-syarat nilai tukar (harga barang) sebagai berikut:
1) Harga yag disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti
pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar
kemudian (berutang) maka waktu pembayarannya harus jelas.
3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang
(al-muqqyadhah) maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang
diharamkan oleh syara’.
Selain itu, para ulama fiqh juga mengemukakan syarat-syarat lain, yaitu:
a. Syarat sah jual beli. Para ulama fiqh menyatakan bahwa suatu jual beli
dianggap sah apabila:
1) Jual beli itu terhindar dari cacat, seperti kriteria barang yang diperjualbelikan
itu tidak diketahui, baik jenis, kualitas, maupun kuantitasnya, jumlah harga
21
tidak jelas, jual beli itu mengandung unsur paksaan, tipuan, mudarat, serta
adanya syarat-syarat lain yang membuat jual beli itu rusak.
2) Apabila barang yang diperjualbelikan itu benda bergerak, maka barang itu
boleh langsung dikuasai penjual. Adapun barang tidak bergerak boleh dikuasai
pembeli setelah surat menyuratnya diselesaikan sesuai dengan ‘urf (kebiasaan)
setempat.
b. Syarat yang terkait dengan jual beli. Jual beli baru boleh dilaksanakan apabila
yang berakad mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli.
c. Syarat yang terkait dengan kekuatan hukum akad jual beli. Para ulama fiqh
sepakat bahwa suatu jual beli baru bersifat mengikat apabila jual beli itu
terbebas dari segala macam khiyar (hak pilih untuk meneruskan atau
membatalkan jual beli). Apabila jual beli itu masih mempunyai hak khiyar,
maka jual beli itu belum mengikat dan masih boleh dibatalkan.
6. Bentuk-Bentuk Jual Beli yang Dilarang
Jual beli yang dilarang terbagi dua: pertama, jual beli yang dilarang dan
hukumnya tidak sah (batal). Kedua , jaul beli yang hukumnya sah tetapi dilarang,
yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa
faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli. Bentuk-bentuk jual beli yang
dilarang tersebut antara lain sebagai berikut:33
a. Jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun.
Bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori ini sebagai berikut:
33Abdul Rahman Ghazaly, dkk.,Fiqh Muamala. hlm. 80-86.
22
1) Jual beli barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh diperjualbelikan.
Adapun bentuk jual beli yang dilarang karena barangnya yang tidak boleh
diperjualbelikan yaitu air susu ibu dan air mani (sperma) binatang.
2) Jual beli yang dilarang karena belum jelas (samar-samar) antara lain:
a) Jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya.
b) Jual beli barang yang belum tampak. Misalnya menjual ikan dikolam/laut, dan
anak ternak yang masih dalam kandungan induknya.
3) Jual beli bersyarat.
4) Jual beli yang menimbulkan kemudaratan.
5) Jual beli yang dilarang karena dianiaya.
6) Jual beli muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di sawah atau
di ladang.
7) Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang masih hijau (belum
pantas dipanen).
8) Jual beli mulamasah yaitu jual beli secara sentuh menyentuh.
9) Jual beli munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-melempar.
10) Jual beli munabazah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang
kering.
b. Jual beli terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-pihak terkait,
antara lain:
1) Jual beli dari orang yang masih dalam tawar-menawar.
2) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota/pasar.
23
3) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun kemudian akan dijual
ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.
4) Jual beli barang rampasan atau curian.
7. Gharar dan Konsep Gharar
Menurut Wahbah az-Zuhaili sebagaimana yang dikutip Syakir Sula bahwa
gharar sebagai al-khatar dan at-taghrir, yang artinya penampilan yang
menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan
tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian. Dengan demikian, menurut bahasa,
arti gharar adalah al-khida’ penipuan, suatu tindakan yang di dalamnya
diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Gharar dari segi fikih berarti penipuan dan
tidak mengetahui barang yang diperjualbelikan dan tidak diserahkan.34
Gharar dapat terjadi dalam empat hal, yaitu:35
a. Gharar dalam kuantitas. Gharar dalam kuantitas terjadi dalam kasus ijon,
dimana penjual menyertakan akan membeli buah yang belum tampak di pohon
seharga X. Dalam hal ini terjadi ketidakpastian mengenai berapa kuantitas
buah yang dijual, karena memang tidak disepakati sejak awal.
b. Gharar dalam kualitas contohnya adalah seorang peternak yang menjual anak
sapi yang masih dalam kandungan induknya. Dalam kasus ini terjadi
ketidakpastian dalam kualitas objek transaksi, kareana tidak ada jaminan
bahwa anak sapi tersebut akan lahir dengan sehat tanpa cacat, dan dengan
spesifikasi kualitas tertentu.
34 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general): konsep dan sistem operasional,
Cet. 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 46.
35Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 29-30.
24
c. Gharar dalam harga contohnya adalah bank syariah menyatakan akan
memberi pembiayaan murabahah rumah1 tahun dengan margin 20% atau dua
tahun dengan margin 40%, kemudian disepakati oleh nasabah. Ketidakpastian
terjadi karena harga yang disepakati tidak jelas, apakah 20% atau 40%.
d. Gharar dalam waktu contohnya adalah seseoarang menjual barang yang hilang
dengan harga X dan disetujui oleh pembeli. Dalam kasus ini terjadi ketidak
pastian mengenai waktu penyerahan karena penjual dan pembeli sama-sama
tidak tahu kapankah barang yang hilang itu dapat ditemukan kembali.
Jual beli gharar yang dilarang adalah jual beli hashah (lemparan) dengan
cara apapun, sebab terjadi kesamaran dan ketidakjelasan harga atau benda yang
dijual, jual beli tipuan dan ketidakjelasan dalam jual beli, sebab hal itu
menyebabkan salah satu pihak tidak rela jika benar-benar terjadi.36 Selain itu jual
beli bibit yang terdapat dalam tulang rusuk binatang jantan, unta yang masih
dalam kandungan, burung yang terbang di udara, ikan yang berenang di air, dan
buah-buahan yang belum masak pada pohonnya juga merupakan jual beli gharar
yang dilarang. Dilarangnya jual beli seperti tersebut karena tidak dapat
menentukan kepastian dalam akad jual belinya.37
Menurut Dr. Yusuf Al-Subaily, alasan syariat Islam mengharamkan ba’i
al-gharar karena beberapa hal, yaitu:
1) Termasuk memakan harta dengan cara yang batil.
36 Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis ayat al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta:
Widya Cahaya, 2009), hlm. 22.
37 Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Terj. Syed Ahmad Semait, Cet. 4,
(Singapura: Pustaka Islamiyah Pte Ltd, 2004), hlm. 414.
25
2) Menimbulkan permusuhan sesama muslim.
3) Mengumpulkan harta dengan cara untung-untungan dan judi yang
menyebabkan sseorang lupa mendirikan shalat dan zikrullah serta
menghancurkan dan menghilangkan keberkahan harta.
4) Membiasakan seseorang menjadi pemalas, karena tidak perlu susah payah.
5) Mengalihkan konsentrasi berpikir dari hal yang berguna kepada memikirkan
keuntungan yang bersifat semu.
Menurut Imam An-Nawawi larangan jual beli gharar merupakan salah satu
asas jual beli. Dalam hal ini ada dua perkara yang dikecualikan dari larangan jual
beli gharar. Pertama, apa yang masuk dalam barang yang diperjualbelikan, karena
jika dipisahkan jual beli itu tidak sah. Kedua, apa yang sepertinya dapat ditolerir;
baik karena nilainya sangat rendah atau karena sulit dibedakan dan dipisahkan.
Contoh untuk bagian pertama adalah jual beli fondasi rumah serta hewan yang ada
air susunya dan hewan yang hamil. Sedangkan contoh bagian kedua adalah
pakaian yang bagian dalamnya dilapisi kain tipis, dan meminum dari timba.38
Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya Halal dan Haram Dalam Islam,
menyebutkan tidaklah semua jual beli gharar dilarang. Apabila gharar
(ketidakjelasan) yang ringan maka ketentuan dikembalikan berdasarkan adat dan
kebiasaan yang berlaku. Jual beli beli gharar yang ringan tidaklah dilarang
seperti menjual hasil tanaman (ubi-ubian) yang ada di dalam tanah, seperti ubi,
keladi, lobak, bawang, dan sejenisnya. Gharar (ketidakjelasan) yang ringan
38 Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah: Shahih Bukhari… hlm. 217.
26
tersebut tidak dilarang menurut mazhab Imam Malik yang membenarkan
penjualan segala keperluan sehari-hari dan barang-barang makanan yang terdapat
sedikit gharar.39
F. Tinjauan Pustaka
Sebagaimana yang telah penulis kemukakan dalam latar belakang masalah,
maka untuk mendukung pembahasan penelitian yang menyeluruh terhadap kajian
permasalahan, penulis melakukan peninjauan terhadap pustaka atau karya-karya
ilmiah (skripsi) yang mempunyai relevansi terhadap topik yang diteliti.
Kajian dan pembahasan tentang jual beli menurut hukum Islam bukan
merupakan wacana yang baru tetapi telah diuraikan secara jelas dan rinci oleh
para fuqaha. Pembahasan tentang jual beli ini banyak terdapat dalam kitab klasik,
kitab fikih dan literatur Islam lainnya. Semua menjadi acuan dan inspirasi dalam
penyusunan skripsi ini.
Setelah melakukan penelusuran pada beberapa penelitian terdahulu, dapat
disimpulkan bahwa penelitian tentang jual beli dalam perspektif hukum Islam
sudah pernah dilakukan akan tetapi obyek kajian dan permasalahan yang berbeda.
Berdasarkan dari studi pustaka yang telah dilakukan, terdapat beberapa penelitian
sebelumnya yang cukup relevan dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu :
Pertama, Siti Marwiyah Mahasiswi IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi
tahun 2013 dengan judul “ Tinjauan hukum Islam terhadap praktek jual beli buah
jeruk karungan (Studi di Desa Bukit Subur Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten
39 Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, alih bahasa Syed Ahmad Semait,
Cet. 4, (Singapura: Pustaka Islamiyah Pte Ltd, 2004), hlm. 415-416.
27
Muaro Jambi). Proses pelaksanaan jual beli jeruk secara karungan di Desa Bukit
subur, yang pertama ketika buah jeruk siap dipanen petani langsung menjualnya
ke tengkulak, kedua, tengkulak hanya melihat keadaan buah jeruk dari luar saja
dan kemudian para pihak melakukan transaksi dan petani langsung mendapatkan
uang, ketiga disaat itu penjual/petani melakukan kecurangan dengan cara buah
yang bagus yang manis, matang sempurna di atas sedangkan buah yang kurang
bagus, yang masam, yang matangnya tidak sempurna ditaruh dibawah. Praktek
jual beli buah jeruk yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bukit Subur dengan
cara menipu dimana dengan cara buah jeruk yang bagus, yang manis ditaruh
diatas sedangkan buah jeruk yang tidak bagus dan masam ditaruh di bawah
menurut Hukum Islam adalah dilarang (haram) apalagi adanya unsur kesengajaan
untuk melakukan jaul beli yang menipu. Sikap seperti ini tidak dibolehkan karena
dapat merugikan salah satu pihak yaitu pembeli/tengkulak.40
Kedua, Ali Mursidi mahasiswa IAIN STS Jambi tahun 2013 dalam
skripsinya yang berjudul “ Jual beli putik durian dalam perspektif hukum Islam
(Studi Kasus di Desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi
Provinsi Jambi). Proses jual beli putik durian atau buah durian yangbelum masak
dilakukan di Desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh adalah berawal dari pembeli
yang datang dan melakukan pengecekan ke kebun warga yang terdapat pohon
durian atau beberapa pohon durian, memperkirakan harga dengan pertimbangan
jumlah putik atau buah yang baru jadi atau buah yang belum masak pada
40 Siti Marwiyah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Jeruk Karungan
(Studi di Desa Bukit Subur Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi)”, Skripsi IAIN
STS Jambi, (2012), hlm. 59-60.
28
batangnya, dan menentukan harga dilanjutkan dengan transaksi. Perspektif hukum
Islam tentang jual beli putik atau buah durian yang belum masak yang dilakukan
oleh masyarakat desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh Hulu adalah Haram dalam
konteks ba’i muamalah.41
Ketiga, Nur Aripin mahasiswi IAIN STS Jambi tahun 2012 dengan judul
“ Jual Beli duku yang belum masak (majak) ditinjau dari hukum Islam (Studi
Kasus Di Desa Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir). Proses jual beli buah duku
yang belum masak yang dilakukan di desa Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir
adalah diawali dengan survei pembeli ke kebun atau warga yang memiliki
beberapa pohon duku, menaksir atau memperikirakan harga dengan pertimbangan
jumlah buah duku yang baru jadi atau buah yang belum masak di pohon, dan
menentukan harga dilanjutkan dengan transaksi jual beli. Pandangan hukum Islam
tentang jual beli duku yang belum masak yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir adalah boleh hukumnya, karena jual bedengan
sistem ini sudah lama dilaksanakan dan tidak merugikan kedua belah pihak.42
41 Ali Mursidi, “ Jual Beli Putik Durian Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di
Desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi)”, Skripsi IAIN STS
Jambi, (2013), hlm. 56-57.
42 Nur Aripin, “Jual Beli Duku Yang Belum Masak (majak) Ditinjau Dari Hukum Islam
(Studi Kasus Di Desa Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir)”, (2012), hlm. 59-60.
29
BAB II
METODE PENILITIAN
A. Tempat dan Waktu Penilitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak
Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang membahas tentang Jual Beli
Pinang Berkulit Menurut Hukum Islam. Pengumpulan data dengan cara
pengambilan data dari kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan dilanjutkan dengan mewawancarai petani
dan pembeli serta tokoh agama mengenai jual beli yang terdapat ketidak jelasan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan pada bulan 6 Agustus – 6 Oktober 2018.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan bersifat kualitatif deskriptif menjelaskan
tentang penelitian lapangan yaitu tentang Jual Beli Pinang Berkulit Menurut
Hukum Islam secara karungan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Siau Dalam
Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Penelitian ini
akan meneliti permasalahan mengenai bagaimana praktik jual beli pinang berkulit
di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur dan bagaimana perspektif hukum Islam dalam jual beli pinang berkulit
Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur.
Pendekatan tersebut adalah bersifat kualitatif deskriptif sedangkan
kualitatif deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat- sifat suatu
30
individu,keadaan,gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara
satu dengan gejala yang lain.43
C. Jenis dan Sumber Data
1) Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data diproleh langsung dari sumber pertama.44 Data
primer disini adalah merupakan data pokok yang di peroleh melalui hasil hasil
wawancara dan observasi dilapangan. Data yang termasuk dalam penelitian ini
adalah data- data tentang praktik jual beli buah pinang berkulit didalam karung
yang ditinjau dari hukum Islam yang dilakuakan oleh masyarakat Desa Siau
Dalam kecamata Muara Sabak Timur.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi,buku-
buku,hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.45 Data
pendukung yang di peroleh penulis dari sumber informasi yang dikumpulkan
selama proses penelitian yaitu berupa dokumentasi yang berkenaan dengan Desa
Siau Dalam dan kajian pustaka yang berkenaan dengan jual beli dalam Islam.
43 Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 25.
44 Ibid, hlm. 30.
45 Ibid
31
2). Sumber Data
Sumber data adalah subjek dimana data dapat di peroleh. Adapun yang
menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah orang dan materi yang ada di
Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur.
a) Kepala Desa
b) Pemuka agama
c) Tokoh Masyarakat
d) Warga Masyarakat
D. Instrumen Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang betul- betul akurat dan lengkap, maka
dalam penulisan ini menulis menggunakan beberapa metode penelitian dalam
pengumpulan data antara lain :
1) Observasi
Observasi adalah data untuk menjawab masalah, mengamati gejala yang
diteliti dalam hal ini panca indra manusia (penglihatan, dan pendengaran) di
perlakukan untuk menangkap gejala yang diamati. Apa yang di tangkap tadi di
catat dan selanjutnya catatan tersebut di analisis.46
Penulis menggunakan metode observasi untuk melihat bagiamana
mekanisme jual beli buah pinang berkulit karungan yang di lakukan masyarakat di
Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur. Observasi juga dilakukan
untuk melihat bagaimana praktik tersebut berlangsung dengan pengamatan selama
penelitian.
46 Rianto Adi. Metode Penelitian dan Hukum ( Jakarta : Granit . 2005), hlm .70.
32
2) Wawancara
Wawancara adalah situasi peran antara peribadi bertatap muka (face- to-
face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan- pertanyaan
yang di rancang untuk memperoleh jawaban- jawaban yang relevan dengan
masalah penilitian kepada seseorang responden.47
Dengan melakukan wawancara, maka penulis akan mengetahui lebih
mendalam dan detail tentang, Bagaimana praktik jual beli pinang berkulit di Desa
Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur
dan Bagaimana perspektif hukum Islam dalam jual beli pinang berkulit di Desa
Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur .
3) Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara mencari data mengenai hal- hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
lengger, agenda dan sebagainya.48
Dokumentasi penulis gunukan untuk memperoleh semua data- data yang
berhubungan dengan jual beli dalam hukum Islam, yang penulis kumpulkan
dengan menggunakan kajian pustaka dan penelaah buku yang membahas tentang
muamalah, dan terutama tentang jual beli dalam hukum Islam yang sesuai degan
hukum bisnis Islam.
47 Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum. Hlm. 72.
48 Ibid,hlm 75
33
E. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan, lapangan dan dokumentasi,dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-
unit,melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga muda di pahami oleh
diri sendiri dan orang lain.49
Tahapan analisis data yang peneliti gunakan adalah :
1) Analisis Domain
Analisis ini di gunakan untuk memperoleh gambaran umum dan
menyeluruh tentang situasi sosial yang di teliti atau objek penelitian.50 Analisis ini
untuk menganalisis data yang di peroleh dari lapangan penelitian secara garis
besarnya yaitu mengenai Jual Beli Pinang Berkulit Menurut Hukum Islam (Studi
Kasus di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung
Jabung Timur).
2) Analisis Taksonomi
Analisis yang di gunakan terhadap keseluruhan data yang terkumpul
berdasarkan domain yang telah diciptkan.51 Setelah mengumpulkan data –data
dilapangan mengemukakan permasalahan yang lebih mendalam yang mengarah
kepada tujuan yang ingin dicapai.
49 Sugiono, Metode Penelitian kombinasi ( Mixid Methods), ( Bandung : ALFABETA,
2012),hlm.333.
50 Ibid,hlm.347.
51 Ibid,hlm.353.
34
3) Analisis komponensial
Analisis ini di gunakan setelah mendapatkan data/ informasi dari hasil
observasi dan wawancara serta dokumentasi yang terfokus.52 Pada masalah
Jual Beli Pinang Berkulit Menurut Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Siau
Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur).
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pemahaman secara runtut, pembahasan dalam
penulisan skripsi ini akan disistematisasi sebagai berikut :
Pembahasan diawali dengan Bab I :
Bab ini pada hakikatnya menjadi pijakan bagi penulis skripsi, baik yang
mencakup background, pemikiran tentang tema yang di bahas, dengan sub bab
Latar Belakang Maslah. Inti untuk pokok permaslahan dalam pembahasan
diperlihatkan dalam Rumusan Masalah. Kemudian penulisan suatu karya ilmiah
tidak bisa di lepaskan dari kegunaannya berupa pemaparan pembahasan serta
seberapa jauh kegunaannya bagi penelitian akademik berikutnya, Tujuan dan
kegunaan Penelitian perlu diungkap menjadi suatu sub bab tersendiri. Agar
pembahasan ini lebih terarah dan tidak adanya perluasan masalah maka penulis
perlu membatasi penelitian ini pada sub bab batasan Masalah serta agar mudah
untuk di pahami maka terdapat sub bab Kerangka Teori yang membahas
mengenai pengertian jual beli. Serta penulis dirasakan perlu melakukan Tinjauan
Pustaka. Tinjauan Pustaka merupakan aktifitas menelusuri penelitian- penelitian
atau tulisan lampau mempunyai kaitan dengan topik yang diangkat dalam tulisan
52 Ibid,hlm.356.
35
ini. Tujuan dari penelusuran ini tidak lain adalah untuk melihat bahwa topic atau
pembahasan utama yang diangkat dalam tulisan saat ini belum pernah dilakukan
oleh penulis atau peneliti sebelumnya, yang demikian akan terhindar dari asumsi
duplikasi atau plagiasi karya ilmiah.
Pembahasan di dalam Bab II :
Di paparkan mengenai persoalan teknik atau metode dan landasan pijakan
teori penulisan diulas dalam Bab II Metode Penelitian. Bab ini lebih banyak
terkait dengan permasalahan metodologik, yang menjadi pijakan dan pendekatan
yang di tempuh penulis. Untuk mengetahui dimana dan kapan waktunya
penelitian maka dalam penulisan perlu adanya tempat dan waktu penelitian yang
dibahas dalam sub bab tersendiri yaitu tempat dan waktu penelitian yang
menjelaskan mengenai kapan waktu penelitian dan terdapat beberapa sub bab
yang pembahasannya tersendiri antara lain membahas mengenai Pendekatan
Penelitian, Jenis dan Sumber Data,Instrumen Pengumpulan Data, Teknik Analisis
Data, Sistematika Penulisan, dan Jadwal Penelitian.
Pembahasan di Bab III :
Bab tiga membahas mengenai detail Lokasi gambaran secara umum Desa
Siau Dalam.
Pembahasan di Bab IV :
Bab empat adalah pembahasan yang akan menjawab rumusan masalah
yang ada dalam penelitian ini, yaitu mengenai Bagaimana praktek jual beli pinang
berkulit menurut hukum islam di dalam karungan yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Siau Dalam dan Perspektif hukum Islam dalam jual beli pinang berkulit di
36
didalam karungan di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten
Tanjung Jabung Timur.
Pembahasan ini diakhiri dengan Bab V
Bab V adalah Penutup mengenai yang terdiri dari kesimpulan dan Saran-
Saran serta dilengkapi dengan Daftar Pustaka,Lampiran, Curiculum Vitae.
Kesimpulan ditarik dari pembuktian atau dari uraian yang telah di tulis terdahulu
dan bertalian erat dengan pokok masalah. Kesimpulan bukan resume atau ikhtisar
dari apa yang ditulis terdahulu. Kesimpulan adalah jawaban masalah berdasarkan
data yang diperoleh kesimpulan bertujuan agar pembaca dapat melihat gambaran
seutuhnya dari penelitian berikutnya, segala bentuk opini dan pemikiran lebih
lanjut diaktualkan dengan mediasi saran-saran.
37
G. Jadwal Penelitian
Tabel 1
Jadwal Penelitian
No. Keterangan
Tahun 2016
Mei Juni Agustus November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul
x
2 Pembuatan
proposal
x
3 Perbaikan
proposal dan
seminar
x
x
Tahun 2018
Agustus September Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
4 Surat Riset x
5 Pengumpulan
Data
X
x
6 Pembuatan
Skripsi
x x
7 Bimbingan dan
Perbaikan X
8 Agenda dan
Ujian Skripsi x
38
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Siau Dalam
Nama Desa Siau Dalam diambil dari nama sebuah sungai berukuran
sedang yang mengalir dari arah utara kea rah selatan (Sungai Siau), membelah
Desa ini menjadi dua bagian, yaitu bagian timur atau disebut oleh masyarakat
setempet parit tanjung dan bagian barat atau disebut oleh masyarakat setempat
dengan bagian parit gantung. Sungai ini bernama Sungai Siau.
Pemukiman penduduk desa pertama kali adalah para pendatang dari pulau
Sulawesi ( Suku Bugis) sekitar tahun seribu Sembilan ratus enam puluan, tepatnya
dikuala sungai siau. Kelompok pendatang ini kemudian mendirikan pemukiman
disekitar sungai dan beberapa saat kemudian di ikuti dengan kelompok keluarga
lain, baik yang langsung dari pulau Sulawesi maupun orang-orang bugis yang
telah berdomisili kuala dendang. Muara Sabak,Kuala Jambi dan lainnya, serta
suku lain terutama suku Jawa dan Banjar.
Maksud kedatangan penduduk kedesa ini pertama kali adalah sebagai
petani yang memerlukan lokasi pasang surut, kemudian mereka mulai mengolah
lahan untuk tanaman pangan (padi) dan selanjutnya menanam kelapa yang
ternyata hasilnya cukup baik dan berkembang sampai saat sekarang.
Perkembangan penduduk desa mengalami arus turun naik dari periode ke periode
seperti pada akhir tahun seribu sembilan ratus tujuh puluan dan awal seribu
Sembilan ratus delapan puluan jumlah penduduk datang cukup banyak tetapi,
mulai tahun seribu sembilan ratus sembilan puluan jumlah pendatang cukup
banyak, tetapi mulai tahun seribu Sembilan ratus Sembilan puluan jumlah
39
pendatang semakin sedikit dan bahkan sebagian kembali ke Sulawesi Selatan.
Penduduk yang meinggalkan desa sampai saat masih memiliki lahan dan tidak
diolah sehingga menjadi semak dan belukar terutama pada parit delapan daman
pada lokasi ini masih ditemukan bekas lahan persawahan yang sudah ditumbuhi
semak dan belukar.
Sesuai dengan perkembangan sistem administrasi pemerintahan di
Indonesia,sebutan desa sewaktu berdiri adalah kampong (termasuk ke dalam
warga Siau) yang dikepalai oleh seseorang yang disebut dengan kepala kampong
atau lebih popular disebut dengan panggilan datuk. Setelah diberlakukan undang-
undang No.lima Tahun seribu Sembilan ratus tujuh puluh sembilan tentang
pemerintahan Desa, maka pada tahun seribu Sembilan ratus delapan puluh sebutan
kampong berubah menjadi Desa yang dikepalai oleh seseorang yang disebut
dengan Kepala Desa, namun sampai sekarang masih tetap popular dengan sebutan
Datuk. Sejak berdirinya Desa sampai sekarang telah tercatat lima orang pemimpin
Desa seperti tabel di bawah ini.53
Tabel 2
Perkembangan Kepemimpinan Desa Siau Dalam54
No Nama Tahun Menjabat Jabatan
1 Ahmad B 1980- 1985 Kepala Desa
2 Buirin 1990-1995 Kepala Desa
3 M.Rasyid 2000- 2005 Kepala Desa
4 Sunardi 2005- 2006 Kepala Desa
5 M. Guntur 2007-2012 Kepala Desa
6 Sarman 2013-2019 Kepala Desa
53 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
54 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
40
B. Aspek Geografis
Desa Siau Dalam terletak di pesisir pantai Timur Provinsi Jambi, secara
geografis desa ini berada pada muara sungai siau dengan koordinat geografis
1040230’8’’ BT sampai berada 1040270’25’’ BT dan antara 10160’54’’ LS
sampai 10210’56’’LS. Secara administrasi Desa Siau Dalam berada di Kecamatan
Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Desa Siau
Dalam terdiri dari 24 RT dan 4 Dusun. Desa ini memiliki luas wilayah 4,800 ha
atau 48 km2 yang berbatasan langsung dengan :
a. Sebelah Utara : Desa Sungai Ular
b. Sebelah Selatan : Sungai Batang Hari
c. Sebelah Barat : Kelurahan Muara Sabak Ilir
d. Sebelah Timur : Desa Lambur, Lambur I dan Desa Lambur II
Kawasan pemukiman pusat meliputi lokasi Dusun I yang meliputi Rt 1
dengan RT 6 dan Dusun II yang terdiri dari RT 7 sampai dengan RT 10
merupakan konsentrasi kegiatan penduduk desa ini. Kawasan pemukiman Dusun
III yang terdiri RT 12 sampai dengan RT 16 dan Dusun IV terdiri dari RT 17
sampai dengan RT 24 merupakan kelompok pemukiman penduduk yang berlokasi
di tepi jalan aspal kalau dilihat dari pusat desa. Penduduk yang bermukim disini
pada umumnya bermata pencarian pekebunan. Rumah penduduk dilokasi ini
umumnya dibangun di jalan aspal dengan posisi menghadap ke jalan. Beberapa
41
penduduk di kawasan pemukiman ini membuka toko kebutuhan pokok dan toko
manisan.55
Tabel 3
Komposisi Penggunaan Lahan Desa Siau Dalam56
No Penggunaan Lahan Data Luas ( ha)
1 Pemukiman 896
2 Kebun dan Tanaman Lain 2.498
3 Sawah 212
4 Belukar 92
5 Rawa 675
6 Mangrove 325
7 Badan Air/ Sungai 102
Jumlah 4.800
Tabel 4
Jarak dan Waktu Tempuh Aksebilitas Desa Siau Dalam Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.57
NO Jarak Desa Jarak (KM) Waktu
(Jam)
1 Pasar Terdekat 8 0,5
2 Kecamatan Muara Sabak Timur 8 0,5
3 Kabupaten Tanjab Timur 24 1
4 Provinsi Jambi 205 4
55 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
56Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
57 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
42
Kepemilikan lahan di Desa Siau Dalam masih belum merata dalam artian
bahwa tidak semua masyarakat desa memiliki lahan yang cukup untuk usaha
pengembangan pertanian pangan maupun perkebunan ditambah lagi dengan ke
pemilikan lahan yang cukup luas oleh beberapa orang di desa. Status kepemilikan
lahan di desa kebanyakan berdasarkan warisan keluarga dan sedikit sekali yang
merupakan hasil jual beli. Dari tahun ke tahun semakin menurunnya produksi
lahan pangan maka banyak yang mengalih fungsikan lahan untuk pengembangan
perkebunan rakyat.
C. Struktur Pemerintahan
Struktur pemerintahan Desa merupakan gambaran dari susunan dari
organisasi desa dalam dalam pemerintahan dan susunan para aparat desa, untuk
lebih jelasnya tentang tugas pemerintahan Desa Siau Dalam , berikut ini
dijelaskan tentang tugas-tugas pemerintah desa :
1. Kepala Desa berfungsi yaitu bertanggung jawab atas jalannya kegiatan roda
pemerintahan di tingkat desa dengan sering melakukan koordinasi atau melalui
kerja sama dengan aparat Desa.
2. Sekretaris Desa yaitu bertanggung jawab di semua kegiatan baik di bidang
administrasi atau surat menyurat dan pengarsipan surat masuk atau surat
keluar.
3. Kasi keuangan yaitu melakukan pembayaran baik itu di bidang pendanaan
perlengkapan kantor dan juga berfungsi merincikan semua kegiatan yang ada
dalam desa tersebut.
43
4. Kasi Umum yaitu berfungsi melakukan pengetahuan dan dan perlengkapan
perkantoran yang di anggap perlu.
5. Kasi Pemerintahan bertanggung jawab atas kegiatan yang ada dan melakukan
koordinasi dan juga melaksanakan kegiatan-kegiatan pemerintahan.
6. Kasi Pembangunan yaitu melakukan koordinasi dan pendataan tentang
pembangunan Desa.
7. Kasi Kesra yaitu melakukan pembinaan terhadap mayarakat baik itu di bidang
agama, pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya.
8. BPD berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung
dan menyalurjan aspirasu masyarakat.58
Tabel 5
Struktur pemerintah Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdasarkan Jabatan59
NAMA JABATAN
SARMAN KEPALA DESA
KAHARUDIN SEKRETARIS DESA
AMBO INTANG BPD
HENI JANUARITA, S.Sos KASI UMUM
M. SALIM KASI PEMERINTAHAN
AJENG KASI PEMBANGUNAN
SITI HAMINAH KASI KEUANGAN
MARWANA, S.E KASI KESRA
58Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam , Kecamatan Muara Sabak Timur 2018 59 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam , Kecamatan Muara Sabak Timur 2018
44
Dengan adanya struktur pemerintahan Desa di atas, maka diharapkan
jalannya roda pemerintahan desa dapat berjalan dengan baik, semoga melalui
struktur di atas dari masing-masing pihak dapat melaksanakan kegiatan dan tugas
sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.
D. Aspek Demografis
1. Kependudukan
Jumlah penduduk keseluruhan di Desa Siau Dalam adalah 2.177 jiwa (640
KK), dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 6
Jumlah Penduduk Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Berdasarkan Jenis Kelamin.60
No Penduduk Jumlah (Jiwa)
1 Laki – Laki 1.054
2 Perempuan 1.123
Jumlah 2.177
2. Struktur Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Berdasarkan struktur umur, mayoritas penduduk Desa Siau Dalam adalah
tergolong penduduk yang berusia produktif. Indikasi ini tergambar dari rasio
penduduk usia 13-50 tahun merupakan usia yang terbanyak, dibandingkan dengan
penduduk yang berusia 0 dan 60 tahun keatas.
60 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
45
Tabel 7
Jumlah Penduduk Desa Siau Dalam Berdasarkan Struktur Umur61
No Kelompok Umur Jumlah (Orang)
1 0-5 190
2 6-12 565
3 13-50 1.283
4 51-60 62
5 0 77
Jumlah 2.177
3. Tingkat Kelulusan Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
menunjang perekonomian dan kesejahteraan. Dengan tingkat pendidikan yang
tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan, serta tingkat kecakapan juga
akan mendorong keterampilan dalam bekerja. Pendidikan biasanya akan dapat
mempertajam sistematika berpikir baik individu maupun kelompok-kelompok
masyarakat.
Tingkat pendidikan penduduk di Desa Siau Dalam terdiri atas lulusan
pendidikan umum sebagai berikut.
Tabel 8
Jumlah Kelulusan Masyarakat Keluruhan Desa Siau Dalam Berdasarkan
Tingkatan Pendidikan62
No Lulusan Pendidikan Jumlah (Orang)
Pendidikan Umum
61 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018. 62Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
46
1 Taman Kanak-Kanak 47
2 Sekolah Dasar 637
3 Sekolah Menengah Pertama 462
4 Sekolah Menengah Atas 339
5 Akademi D1-D3 10
6 Sarjana 25
Pendidikan Khusus
1 Pondok Pesantren 47
2 Pendidikan Keagamaan 36
Jumlah 1.603
4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi
dalam menunjang kegiatan pemerintahan dan kegiatan kemasyarakatan. Sarana
dan prasaranayang dibutuhkan seperti sarana dan prasarana pemerintahan,
kesehatan, pendidikan, ibadah dan kegiatan umum lainnya. Sarana dan prasarana
yang ada di Desa Siau Dalam :
Tabel 9
Keadaaan Sarana da Prasarana di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.63
No Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Pemerintahan Desa
Kantor Desa 1
63 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
47
2 Kesehatan
Puskesdes 1
Posyandu 4
3 Pendidikan
Paud 2
Sd 2
Smp 1
4 Ibadah
Masjid 1
Mushollah 4
5 Prasarana Umum
Olahraga 4
Air Pompa 4
Wc Umum 2
Balai Pertemuan 1
Jumlah 27
E. Aspek Ekonomi
1. Keadaan Ekonomi
Keadaan eknomi masyarakat Desa Siau Dalam secara umum bisa
dikatakan masih tergolong labil atau tidak pasti. Kadang mengalami kenaikan
terkadang juga dapat mengalami penurunan, dikarnakan keadaan cuaca, harga dari
penjualan dan banyak tidaknya buah yang tidak menentu.
Mata pencaharian utama masyarakat Desa Siau Dalam adalah petani dan
pekebun yang menunjukkan sebagai desa perkebunan. Lebih dari separuh (80%)
merupakan petani (kelapa dan kelapa sawit) dan sekitar 3% bekerja sebagai
48
pegawai negeri dan 7% diantaranya honorer. Sumber pedapat lain masyarakat
Desa Siau Dalam diluar sector perkebunan adalah perdagangan. Tingkat
pendapatan masyarakat Desa Siau Dalam bisa dikatakan termasuk kedalam
keadaan ekonomi menengah. 64
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka sebagian dari warga Desa Siau
Dalam menanam pohon pinang untuk penghasilan tambahan, petani buah pinang
di Desa Siau Dalam berjumlah sekitar kurang lebih 60% orang petani buah
pinang.65
Data penelitian ini tidak dilakukan secara keseluruh kepada semua petani karna
terbatasnya waktu dan tenaga.
Sedangkan sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 20
orang yakni dengan ketentuan 10 petani/penjual, 4 orang pembeli.1 orang kepala
desa dan 1 orang kasi pemerintahan 2 orang tokoh agama dan 2 orang ketua RT.
2. Pendapatan Perekonomi
Seperti yang di jelaskan bahwa pendapatan ekonomi masyarakat Desa Siau
Dalam masih tergolong labil atau tidak pasti dikarenakan faktor dari cuaca,harga
penjualannya, dan tingkat pertumbuhan buah kelapa sawit. Ketika cuaca
penghujan biasanya buah kelapa sawit banyak yang masak tetapi harga
penjualannya murah, tetapi jika musim kemarau atau panas buah kelapa sawit
jarang yang masak karena kurangnya kadar air tetapi harga jual buah kelapa sawit
mahal atau tinggi. Jika cuaca panas atau kemarau petani hanya dapat
64 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
65Wawancara dengan Bapak Sarman, Selaku Kepala Desa Siau Dalam Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 30 Agustus 2018.
49
menghasilkan buah kelapa sawit kurang lebih 1-3 ton/bulan jika di Rp kan dengan
penjualan/ kilogramnya Rp.1000 maka mendapatkan kurang lebih Rp.1.000.000-
3.000.000/bulan dalam luas tanah 1 ha. Tetapi jika musim penghujan dan buah
kelapa sawit dalam keadaan normal maka petani bisa menghasilkan 2 kali lipat
dari musim kemarau yaitu kurang lebih 2-6 ton dan jika di Rp kan dengan
penjualan /kilogramnya Rp.1000 maka mendapatkan kurang lebih Rp 2.000.000-
6.000.000/perbulan. Sedangkan dalam penjualan buah kelapa hanya saja yang
membedakan yaitu dalam segi panen karna didalam pengerjaannya buah kelapa di
panen dalam jangka waktu kurang lebih 3 bulan sekali masa panennya dilakukan
oleh para petani.66
66 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
50
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Praktik Jual Beli Pinang Berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Pada umumnya masyarakat di Desa Siau Dalam mata pencahariannya
adalah perkebunan (kelapa dan kelapa Sawit) ,untuk menambah penghasilan guna
memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian masyarkat Desa Siau Dalam menanam
pohon pinang. Masyarakat Desa Siau Dalam menanam pohon pinang dengan
system tumpang sari maksudnya menjelang pohon kelapa dan kelapa sawit besar
dan tinggi petani menanam pohon pin