78
JUAL BELI PINANG BERKULIT MENURUT HUKUM ISLAM (Studi di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Syariah Oleh : SYAMSUDIN NIM: SHE. 130149 KONSENTRASI HUKUM BISNIS ISLAM JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 1439 H / 2018 M

JUAL BELI PINANG BERKULIT MENURUT HUKUM ISLAM ...repository.uinjambi.ac.id/279/1/SYAMSUDIN SHE 130149...muamalah.6 Kegiatan jual beli di dalam hukum ilmu fikih termasuk ke dalam ruang

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • JUAL BELI PINANG BERKULIT MENURUT HUKUM ISLAM

    (Studi di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten

    Tanjung Jabung Timur)

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna

    Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam

    Ilmu Syariah

    Oleh :

    SYAMSUDIN

    NIM: SHE. 130149

    KONSENTRASI HUKUM BISNIS ISLAM

    JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

    JAMBI

    1439 H / 2018 M

  • MOTTO

    ِمْنُكم َيا َأيَُّها الَِّذيَن آَمُنوا ال َتْأُكُلوا َأْمَواَلُكْم َبْيَنُكْم ِباْلَباِطِل ِإلَّا َأْن َتُكوَن ِتَجاَرًة َعْن َتَراٍض

    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

    sesama dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang

    berlaku suka sama suka di antara kamu.”. (Q.S. An-Nisa’(4):29).

  • PERSEMBAHAN

    Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah

    Diri ini tiada daya tanpa kekuatan dari Mu

    Shalawat dan salamku kepada Nabi Muhammad SAW.

    Kuharapkan syafa’at beliau di penghujung hari nanti.

    Kupersembahkan karya sederhana ini kepada:

    Kedua orang tuaku tercinta,

    Bapak Alimuddin dan Ibu Indo Tang

    Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih.

    Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Ibu, Bapak bahagia dan bangga.

    Serta adik-adikku Indo Angka,Jumarna dan Marni Olivia

    Yang selalu menyayangiku, mencintaiku, dan

    Menantikan keberhasilanku.

    Juga kepada sahabat-sahabat ku yang tercinta yang tidak dapatku sebutkan satu

    persatu

    Yang selalu dan tak henti memberi motivasi dan semangat

    Terima kasih untuk semua do’a, cinta, kasih sayang, motivasi dan dukungan.

    Semua ini tiada dapat ku balas hanya dengan selembar kertas bertuliskan kata cinta.

  • ABSTRAK

    Skripsi ini bertujuan mengungkap tentang jual pinang berkulit menurut hukum

    Islam (Studi di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten

    Tanjung Jabung Timur). Sebagai tujuan antaranya adalah untuk mengetahui

    proses terjadinya praktik jual beli beli pinang berkulit yang dilakukan oleh

    masyarakat di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten

    Tanjung Jabung Timur,dan untuk mengetahui perspektif hukum Islam dalam jual

    beli pinang berkulit yang dilakukan oleh masyarakat Desa Siau Dalam Kecamatan

    Muara Sabak Timur. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

    metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis ditemukan bahwa yang

    mempengaruhi terjadinya praktik jual beli pinang berkulit di dalam karung adalah

    karena petani ingin mempercepat pekerjaannya dan mudah mendaptkan uang

    secepatnya, sedangkan pembeli mendapatkan harga yang lebih murah di

    bandingkan dalam membeli keadaan yang sudah siap dikocek. Ketidak jelasan

    tersebut dikarenakan pinang yang dijual tidak terlihat dengan jelas kuantitas dan

    kualitasnya. Namun berdasarkan pengakuan dari petani dan pembeli dalam

    praktik jual beli pinang berkulit didalam karung tidak menyebabkan kerugian baik

    terhadap petani maupun pembeli. Sehingga praktik jual beli pinang berkulit

    dikategorikan dalam jual beli yang sedikit gharar, dan ketentuannya dikembalikan

    kepada adat dan kebiasaan, dan diperbolehkan menurut mazhab Imam Malik yang

    terdapat sedikit gharar.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunianya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “JUAL BELI

    PINANG BERKULIT MENURUT HUKUM ISLAM (Studi di Desa Siau

    Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur).

    ”. Shalawat serta salam kami haturkan kepada nabi Muhammad Saw, karena

    berkat perjuangan beliau kita dapat merasakan indahnya hidup seperti saat ini.

    Adapun skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi persyaratan

    dalam rangka memperoleh gelar (S1) ilmu Hukum Ekonomi Syar’iah fakultas

    Syari’ah Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

    Penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak kekurangan sehingga

    skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan keterbatasan yang

    dimiliki oleh penulis. Walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal

    mungkin agar inti dari skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca di

    kemudian hari.

    Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

    besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan sehingga penulis

    dapatmenyelesaikan skripsi ini, terutama kepada yang terhormat :

    1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA., selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin

    Jambi

    2. Bapak DR. A. A. Miftah, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN

    Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

  • x

    3. Bapak H. Hermanto, Lc, M. HI., Ph. D., selaku Wakil Dekan 1 bidang

    Akademik Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

    4. Ibu DR. Rahmi Hidayati, S. Ag., M. HI., selaku Wakil Dekan II bidang

    Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan Fakultas Syari’ah UIN

    Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

    5. Ibu DR. Yuliatin, S. Ag., M. HI., selaku Pembantu Dekan III bidang

    Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha

    Saifuddin Jambi

    6. Ibu MARYANI, S. AG., M. HI., selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi

    Syari’ah Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

    7. Ibu Pidayan Sasnifa, SH., M. Sy., selaku sekertaris jurusan Hukum Ekonomi

    Syariah fakultas syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

    8. Bapak Drs. H. Maulana Yusuf, M.Ag., selaku Pembimbing Skripsi 1 dan

    Pembimbing Akademik Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin

    Jambi, yang selama ini telah membantu segala urusan yang ada dijurusan dan

    banyak membantu penulis dalam rangka memberikan arahan, petunjuk dalam

    penyusunan skripsi.

    9. Bapak Fauzi Muhammad. S. Ag., M. Ag. selaku Pembimbing Skripsi 2

    Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang selama ini telah

    membantu segala urusan yang ada dijurusan dan banyak membantu penulis

    dalam rangka memberikan arahan, petunjuk dalam penyusunan skripsi.

    10. Bapak dan Ibu dosen, asisten dosen, dan seluruh karyawan dan karyawati

    Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

  • xi

    11. Semua pihak yang ikut serta membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat

    penulis skripsi ini yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih sederhana

    dan jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan data dan pengetahuan yang

    dimiliki oleh penulis.. untuk itu penulis menghargai kritik dan saran yang

    membangun dari berbagai pihak terhadap skripsi ini.

    Akhirnya penulis berharapa semoga skripsi ini juga dapat bermanfaat

    khususnya bagi penulis dan umumnya untuk mahasiswa dan seluruh yang

    membaca skripsi ini.

    Jambi, 31 Oktober 2018

    SYAMSUDIN

    NIM: SHE 130149

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

    LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... ii

    NOTA DINAS .............................................................................................. iii

    LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................. iv

    MOTTO ........................................................................................................ v

    PERSEMBAHAN ......................................................................................... vi

    ABSTRAK .................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR .................................................................................. viii

    DAFTAR ISI ................................................................................................. x

    BAB 1 PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ...................................................................... 6

    C. Batasan Masalah ......................................................................... 7

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................ 7

    E. Kerangka Teori ........................................................................... 8

    F. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 26

    BAB II METODE PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 29

    B. Pendekatan Penelitian ................................................................ 29

    C. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 30

    D. Instrument Pengumpulan Data ................................................... 31

    E. Tekhnik Analisis Data ................................................................ 33

    F. Sistematika Penulisan ................................................................. 34

    G. Jadwal Penelitian ........................................................................ 37

    BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    A. Sejarah Desa Siau Dalam ........................................................... 38

    B. Aspek Geografis ......................................................................... 40

    C. Struktur Pemerintahan ................................................................ 42

  • D. Aspek Demografi ....................................................................... 44

    E. Aspek Ekonomi .......................................................................... 47

    BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

    A. Praktik Jual Beli Pinang Berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan

    Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur ........... 50

    B. Perspektif Hukum Islam Dalam Dalam Jual Beli Pinang Berkulit

    di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten

    Tanjung Jabung Timur ................................................................ 54

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan................................................................................. 62

    B. Saran-saran ................................................................................. 62

    C. Kata Penutup.............................................................................. 63

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    CURICULUM VITAE

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Secara pribadi manusia mempunyai kebutuhan berupa pangan, sandang,

    papan, dan lain sebagainya. Kebutuhan seperti ini tidak pernah putus dan tidak

    akan berhenti selama manusia masih hidup. Manusia dituntut untuk mampu

    memposisikan dirinya berada di dalam ruang lingkup kehidupan bermasyarakat

    dan berhubungan dengan orang lain guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

    Diantara hubungan tersebut adalah hubungan barter atau pertukaran.

    Barter merupakan salah satu bentuk awal perdagangan. Sistem ini

    memfasilitasi pertukaran barang dan jasa saat manusia belum menemukan uang.

    Sejarah barter dapat ditelusuri kembali hingga tahun 6000 SM. Diyakini bahwa

    sistem barter diperkenalkan oleh suku-suku Mesopotamia. Sistem ini kemudian

    diadopsi oleh orang Fenisia yang menukarkan barang-barang mereka kepada

    orang-orang di kota-kota lain yang terletak di seberang lautan. Sebuah sistem

    yang lebih baik dari barter dikembangkan di Babilonia. Berbagai barang pernah

    digunakan sebagai standar barter semisal tengkorak manusia. Item lain yang

    populer digunakan untuk pertukaran adalah garam.1

    Secara sederhana barter dapat dicontohkan seperti seseorang hanya

    memiliki ayam dan membutuhkan jagung, maka seseorang tersebut akan mencari

    orang lain yang memiliki jagung untuk ditukar dengan ayam yang dimilikinya.

    Kelemahan dari barter ini adalah terkadang sulit untuk mencari orang lain yang

    bersedi

    1https://id.wikipedia.org/wiki/Barter, diakses 10 Oktober 2018 pukul 21.12 WIB.

    https://id.wikipedia.org/wiki/Barter

  • 2

    ditukarkan barang yang dimilikinya, harga atau nilai tukar yang sulit ditentukan,

    sulit dibagi dalam satuan yang lebih kecil, dan sulit disimpan dalam jangka waktu

    yang lama. Berangkat dari adanya kelemahan-kelemahan dengan cara barter,

    manusia mulai menggunakan daya pikirnya untuk menemukan cara yang lebih

    efektif dalam pertukaran barang yang dibutuhkan. Pada akhirnya manusia berhasil

    menciptakan uang sebagai alat pertukaran yang lebih efektif dalam memenuhi

    kebutuhan hidupnya.

    Pertukaran yang dilakukan antara satu pihak dengan pihak yang lain

    merupakan salah satu bentuk muamalah. Pengertian muamalah menurut Rasyid

    Ridha yang dikutip oleh Abdul Rahman Ghazaly, dkk, muamalah adalah tukar

    menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah

    ditentukan.2 Dalam pengertian yang lain, kata muamalah yaitu peraturan yang

    mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam hal tukar-menukar harta

    (termasuk jual beli).3

    Jual beli adalah salah satu bentuk interaksi bertukar manfaat. Jual beli

    merupakan kegiatan pertukaran manfaat yang bertujuan untuk memenuhi

    kebutuhan yang diinginkan. Orang yang memiliki suatu kebutuhan akan mencari

    orang lain yang memiliki atau menyediakan kebutuhan yang diinginkannya.

    Dengan kata lain jual beli menjadi sarana pemenuhan kebutuhan yang didalamnya

    terjadi pertukaran manfaat, seseorang yang memiliki kebutuhan akan menukarkan

    2Abdul Rahman Ghazaly, dkk.,Fiqh Muamalat, ed.1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2010),

    hlm. 4.

    3Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, ed. 1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2012),

    hlm. 2.

  • 3

    sejumlah uang yang dimilikinya untuk memperoleh barang atau jasa yang

    dibutuhkan, sedangkan orang yang menawarkan barang atau jasa tersebut akan

    memperoleh sejumlah uang.

    Dalam melakukan proses jual beli setiap manusia akan selalu berupaya

    mencari keuntungan. Manusia akan memperhitungkan dengan tepat modal yang

    dikelola dan memperkirakan keuntungan yang akan didapat. Tidak jarang manusia

    akan melakukan berbagai cara agar jual beli yang dilakukannya mendapatkan

    keuntungan sesuai dengan yang diharapkan.

    Jual beli sebagai salah satu bentuk perikatan atau perjanjian ini pada umumnya

    dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Misalnya dari sisi serah terima

    barang, dapat dilakukan dengan tunai, uang dibayar dimuka dan barang menyusul,

    barang diterima di muka dan uang menyusul, serta barang dan uang tidak tunai.4

    Keberagaman bentuk jual beli yang dibuat oleh manusia untuk memperoleh

    keuntungan dan lebih dari itu juga untuk memudahkan dalam proses transaksi.

    Transaksi atau aqd dalam fiqh al-muamalat adalah keterkaitan atau pertemuan

    ijab dan Kabul yang berakibat timbulnya hukum. Ijab adalah penawaran yang

    diajukan oleh salah satu pihak. Kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan

    mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad

    merupakan tindakan hukum dua pihak, karena akad pertemuan ijab yang

    mempresentasikan kehendak dari satu pihak, dan kabul yang menyatakan

    kehendak pihak yang lainnya.5

    4 Ibid., hlm. 109. 5 Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif

    Maqashid Al-Syari’ah, ed. 1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 241.

  • 4

    Karena merupakan kegiatan ekonomi yang saling menguntungkan, jual beli

    harus berdasarkan pada aturan-aturan yang jelas untuk mengatur kegiatan

    tersebut agar tidak merugikan salah satu pihak atau merugikan kedua pihak yang

    melakukan jual beli. Maka Islam sebagai agama yang sempurna (komprehensif)

    yang mengatur aspek kehidupan manusia, baik akidah, ibadah, akhlak maupun

    muamalah.6 Kegiatan jual beli di dalam hukum ilmu fikih termasuk ke dalam

    ruang lingkup fikih muamalah.

    Fikih muamalah dalam arti khusus bermakna aturan-aturan Allah yang

    wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya

    dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda. Menurut penulis

    berdasarkan pengertian fikih muamalah tersebut, dalam praktiknya jual beli harus

    berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah agar jual beli tersebut

    mendapat ridha Allah. Serta Islam sangat menekankan kepada umatnya agar

    dalam setiap transaksi jual beli harus didasari oleh i’tikad yang baik dan

    memberikan pedoman supaya kegiatan jual beli tersebut saling menguntungkan.

    Agar tercipta jual beli yang menguntungkan dan tidak ada pihak yang

    dirugikan, maka fikih muamalah khususnya tentang jual beli menetapkan

    beberapa bentuk jual beli yang dilarang. Jual beli yang dilarang tersebut terbagi

    atas dua, pertama jual beliyang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual

    beli yang tidak memenuhi syarat dan rukun, dan kedua jual beli yang hukumnya

    sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya,

    6Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 2.

  • 5

    tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli. Sesuai

    dengan firman Allah yang berbunyi sebagai berikut:

    ِتَجاَرًة َعْن َتَراٍض الَِّذيَن آَمُنوا ال َتْأُكُلوا َأْمَواَلُكْم َبْيَنُكْم ِباْلَباِطِل ِإلَّا َأْن َتُكوَنَيا َأيَُّها

    ِمْنُكمArtinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

    sesama dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang

    berlaku suka sama suka di antara kamu.”.7

    Berdasarkan ayat tersebut, menurut penulis Allah menghendaki agar setiap

    transaksi seperti jual beli yang dilakukan oleh umat manusia terhindari dari cara-

    cara yang batil, karena Islam sangat menjaga hak-hak setiap orang dan

    kemaslahatan umat agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur.

    Salah satu dari kegiatan jual beli yang dilarang oleh hukum Islam adalah

    jual beli gharar. Gharar adalah semua jual beli yang mengandung ketidak jelasan

    atau keraguan tentang adanya komoditi yang menjadi objek akad, ketidak jelasan

    akibat, dan bahaya yang mengancam antara untung dan rugi, pertaruhan atau

    perjudian.8 Gharar ini terjadi bila mengubah sesuatu yang seharusnya bersifat

    pasti (certain) menjadi tidak pasti (uncertain).9

    Seperti praktik jual beli pinang berkulit yang lakukan di Desa Siau Dalam

    Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Petani Pinang

    menjual pinang yang telah di panen dalam keadaan yang sudah di dalam karung.

    Adapun yang mendasari petani untuk menjual pinang berkulit adalah untuk

    7an-Nisa’ (4): 29.

    8Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis, cet. 1,

    (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 18.

    9Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 29.

  • 6

    mengurangi pekerjaan dan mudah mendapatkan uang. Sedangkan bagi pembeli

    hanya melihat dari sisi luarnya saja tanpa mengetahui isi dalam karung apakah

    yang ada didalam karung tersebut berkualitas baik semuanya atau kurang baik.

    Dalam jual beli pinang seperti yang di lakukan para petani pinang, bisa jadi

    pembeli tersebut untung dan juga rugi sebab, berbeda dengan jual beli pinang

    yang sudah di kocek oleh penjual sudah pasti pembeli mendapatkan keuntungan

    dibandingkan dengan membeli dalam keadaan berkulit. Dikarnakan para

    pedagang nantinya akan di upahkan lagi ke masyarakat.

    Dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Siau Dalam

    Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Praktik Jual

    beli pinang berkulit tidak ada batas waktunya.

    Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap praktik jual beli

    pinang berkulit tersebut. Menurut penulis yang menjadi permasalahan tersebut

    adalah terdapat ketidak jelasan terhadap objek yang diperjual belikan. Pinang

    berkulit tersebut tidak diketahui secara pasti baik kondisi maupun jumlah

    keseluruhan dari pinang tersebut. Sehingga apakah di dalam prakteknya

    menimbulkan kerugian terhadap pihak-pihak yang melakukannya dan apakah

    masih sesuai dengan kaidah-kaidah hukum Islam, dalam hal ini khususnya fikih

    muamalah.

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana praktik jual beli pinang berkulit yang dilakukan oleh petani pinang

    di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung

    Jabung Timur?

  • 7

    2. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap praktik jual pinang berkulit yang

    dilakukan oleh petani dan pembeli di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara

    Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

    C. Batasan Masalah

    Berdasarkan rumusan masalah di atas dan agar tidak terjadi perluasan

    permasalahan, maka dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada bentuk

    praktik jual beli pinang berkulit yang dilakukan oleh petani dan pembeli di Desa

    Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

    dan yang berlangsung pada tahun 2016.

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian:

    a. Untuk mengetahui proses terjadinya praktik jual beli pinang berkulit yang

    dilakukan oleh petani dan pembeli di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara

    Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

    b. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap praktik jual beli pinang

    berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten

    Tanjung Jabung Timur.

    2. Manfaat Penelitian:

    a. Secara teoritis untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya

    tentang hukum jual beli dalam Islam.

    b. Secara praktis untuk mengimplementasikan antara ilmu pengetahuan yang

    diperoleh di perkuliahan dengan fakta yang sesuai dengan kondisi yang ada

    di dalam kehidupan masyarakat.

  • 8

    c. Secara akademis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Strata Satu (S1) pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam

    Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

    E. Kerangka Teori

    1. Pengertian Jual Beli

    Secara terminologi fikih jual beli disebut dengan al-ba’i yang berarti

    menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba’i

    dalam terminologi fikih terkadang dipakai untuk pengertian lawannya, yaitu lafal

    al-Syira yang berarti membeli. Dengan demikian, al-ba’i mengandung arti

    menjual sekaligus membeli.10

    Pengertian jual beli menurut beberapa ulama adalah sebagai berikut :

    a. Menurut Hanafiah pengertian jual beli (al-ba’i) secara definitif yaitu tukar-

    menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang

    sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.

    b. Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, bahwa jual beli (al-ba’i) yaitu

    tukar-menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik daan

    kepemilikan.11

    2. Pengertian Praktik Jual Beli Pinang Berkulit

    Pengertian praktik jual beli pinang berkulit di dalam penelitian ini adalah

    jual beli pinang antara petani dan pembeli dimana pinang telah dipanen

    dimasukkan kedalam karung tanpa takaran berat tertentu. Kondisi pinang yang

    10Ibid., hlm. 110.

    11Ibid.

  • 9

    diperjual belikan tidak diketahui oleh pembeli. Pembeli mengetahui kondisi

    pinang dari luar karung dan berdasarkan informasi yang diterima dari penjual

    tentang kondisi pinang tersebut.

    Pinang yang di telah di panen dari kebun langsung di jual oleh petani

    kepada pembeli secara borongan dalam bentuk karungan yang dilakukan oleh

    pembeli pinang. Adapun yang mendasari petani menjual pinang dalam karungan

    yaitu mempercepat pekerjaannya di bandingkan dalam menjual pinang yang

    keadaan pinang sudah kering dimana harus membelahnya, menjemurnya, serta

    mencungkilnya terlebih lagi jika dalam keadaan musim hujan dan lambat proses

    jualnya.12

    Informasi yang di peroleh dari pembeli mengenai kondisi pinang dari penjual

    adalah sebagai berikut

    a. Pinang sudah siap di panen

    b. Kondisi buah pinang dalam keadaan baik.13

    Berdasarkan cirri-ciri pada pinang tersebut, hampir dapat dipastikan kuantitas dan

    kualitas hasil panen yang baik. Sehingga praktik jual beli pinang berkulit didalam

    karung ini telah dilakukan berulang kali oleh petani dan pembeli.

    3. Dasar Hukum Jual Beli Pinang Berkulit

    a. Al-Qur’an

    12 Wawancara dengan Kasang,Petani Pinang di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak

    Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur 9 September 2018. 13 Observasi Tanda-tanda Buah Pinang Layak Panen, di Desa Siau Dalam Kecamatan

    Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur 9 September 2018.

  • 10

    ِتَجاَرًة َعْن َتَراٍض ِباْلَباِطِل ِإلَّا َأْن َتُكوَنَيا َأيَُّها الَِّذيَن آَمُنوا ال َتْأُكُلوا َأْمَواَلُكْم َبْيَنُكْم

    ِمْنُكم

    Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

    sesama dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang

    berlaku suka sama suka di antara kamu.”.14

    Sehubungan dengan ayat tersebut Allah SWT telah menjelaskan pokok-

    pokok muamalah keharta bendaan yang adil dan diperbolehkan dalam al-Quran.

    Adapun dasar yang dijadikan prinsip dalam muamalah keharta bendaan ada dua

    hal, yaitu melarang memakan makanan yang batil dan saling merelakan.15

    Berkaitan dengan larangan memakan makanan yang batil, hal ini berarti

    mencari harta dengan jalan yang batil juga dilarang. Jual beli yang batil termasuk

    jual beli yang tidak benar (ghayr shahih). Jual beli yang tidak benar adalah yang

    tidak terpenuhi syarat dan rukun akadnya.16

    b. As-Sunnah:

    ثَنَا َفُ ْبنُ للاُه َعْبدُ َحدَّ نَُ ي وس ُك َأْخََبَ ع ُ َعنُْ َماله رَُ ْبنُه للاُه َعْبدُه َعنُْ َنفه َ َُ ُع للاُ َرضهْولَُ َأنَُّ َعْْن َما ُ للاُ َرس ََّمارُه بَْيعهُ َعنُْ ََنَى َوَسّلَُّ عَلَْيهُه للاُ َصّلَّ ُ الث وَُ َحّتَّ َا يَْبد َصََلُح ْبَتاعَُ الَْبائهعَُ ََنَى . َوالْم

    Artinya: “Dari Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya

    Rasulullah SAW melarang menjual buah-buahan hingga tampak

    masak. Beliau melarang penjual dan pembeli.”.17

    14an-Nisa’ (4): 29. 15 Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, alih bahasa Saefullah dkk, cet. 11, (Jakarta: Pustaka

    Firdaus, 2008), hlm. 129.

    16 Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif

    Maqashid Al-Syari’ah, hlm. 244.

    17 Shahih Bukhari, Jilid 12, No. 2194. Lihat Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah:

    Shahih Bukhari, penerjemah Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), hlm. 337.

  • 11

    Larangan bagi penjual adalah untuk mencegahnya agar tidak memakan harta

    saudaranya dengan cara yang batil. Sedangkan larangan bagi pembeli adalah

    larangan bagi pembeli bertujuan mencegah agar tidak menyia-nyiakan hartanya

    dan tidak membantu pembeli mengerjakan perbuatan yang batil. disamping itu,

    larangan ini juga dapat menghindarkan perselisihan dan pertengkaran.

    Konsekuensi dari larangan itu adalah diperbolehkannya menjual buah

    setelah masak secara mutlak, baik tidak langsung dipetik maupun lagsung dipetik,

    sebab hukum sesuatu setelah batasan suatu larangan berbeda dengan hukum

    adanya batasan. Sementara dalam hal ini larangan tersebut dibatasi hingga buah

    itu masak. Maksudnya pada saat itu buah telah terbebas dari hama sampai pembeli

    merasa yakin akan dapat memetiknya. Berbeda dengan sebelum buah itu masak,

    karena hal itu mendekati suatu penipuan.18

    Bertalian dengan persoalan di atas, ada beberapa masalah terkenal yang

    akan kami sebutkan pokok-pokoknya. Sebab, menjual buah- buahan terkadang

    dilkakukan sebelum terjadi. Akan halnya sudah terjadi, maka kadang sesudah di

    petik dan kadang sebelum bercahayanya buah- buahan dan atau sesudahnya. Dan

    masing-masing dari kedua bentuk yang terakhir ini kadang berupa penjualan

    bebas, atau dengan syarat tetap di pohon, atau dengan syarat dipotong.19

    Sementara dalam praktik jual beli pinang berkulit masih pada penelitian ini,

    meskipun pinang berada didalam karung baik petani maupun pembeli

    18 Ibid., hlm. 341.

    19 Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Cet.1, ( Semarang : Asy- Syifa’, 1990), hlm,

    50.

  • 12

    berkeyakinan pinang yang ada didalam karung dalam kondisi baik. Keyakinan

    tersebut berdasarkan kepercayaan pembeli yang diperoleh dari penjual.

    c. Ijma’

    Adapun dalil ijma’ adalah bahwa ulama sepakat tentang halalnya jual beli

    dan haramnya riba berdasarkan dari ayat dan hadis.20 Para ulama sepakat

    memperbolehkan jual beli, karena sebagian besar kebutuhan seseorang itu ada

    pada kepemilikan orang lain, sementara orang itu tidak ingin memberikan

    kepadanya dan adanya syariat jual beli merupakan sarana untuk mencapai apa

    yang dimaksudkan tanpa ada unsur keterpaksaan.

    d. Qiyas

    Secara etimologis kata qiyas berarti artinya mengukur membanding sesuatu

    dengan yang semisalnya. Secara terminologi definisi qiyas adalah

    mempersamakan hukum sesuatu kasus yang tidak dinashkan dengan hukum kasus

    lain yang dinashkan karena adanya persamaan illat hukumnya.21

    Buah pinang yang layak untuk dipanen memiliki tanda-tanda sebagai

    berikut: usia buah 3 bulan,permukaan kulit buah pinang menguning , dan buah

    mulai berguguran. Berdasarkan keterangan tersebut penulis menganalogikan

    dengan kebolehan menjual buah-buahan pada pohonnya yang telah menunjukkan

    tanda-tanda kematangannya berdasarkan hadis Rasulullah SAW sebagai berikut:

    20Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 104. 21 Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, Cet. 5,

    (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 77.

  • 13

    ثَنَُ َُحدَّ َُحيَّاَن ُْبنه َُسلهْْيه َُعْن ُللا َ َُرضه ُللاه َُعْبده ُْبَن َُجابهَر ْعت ََُسه ُقَاَل: ْينَا ُمه ُْبن ْيد َُسعه ا

    َُوَماُ ُفَقهْيَل ُت َشق هَح. َُحّتَّ ُالثََّمَرة َُع ُت َبا َُأْن َ َُوَسّلَّ ُعَلَْيهه ُللا َُصّلَّ ُّ ُالنَِّبه ََُنَى ُقَاَل: َعْْن َما

    َُوي ْؤَُكُ َُوتَْصَفارُّ َمارُّ ؟ُقَاَل:ََُتْ ْْنَات َشق هح .ُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُمه Artinya: “Dari Sulaim bin Hayyan, Sa’id bin Mina telah menceritakan kepada

    kami, dia berkata: Aku mendengar Jabir bin Abdullah RA berkata, “Nabi

    SAW melarang menjual buah-buahan hingga masak.” Maka dikatakan,

    “Bagaimanakah buah itu masak?”Dia berkata, “Hingga memerah,

    menguning dan sudah dapat dimakan.”.22

    Berdasarkan hadis tersebut menurut penulis buah-buahan yang telah

    menunjukkan tanda-tanda seperti perubahan warna dan sudah dapat untuk untuk

    dipanen. Sedangkan pada buah pinang yang telah layak untuk dipanen

    menunjukkan tanda-tanda seperti usia tanam serta perubahan fisik pada buah

    pinang.

    e. ‘Urf

    Kata ‘urf berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu (عرف يرف) sering diartikan

    dengan al-ma’ruf ( المعروف) dengan arti sesuatu yang dikenal. Pengertian ‘urf

    menurut Badran sebagaimana yang dikutip Amir Syarifuddin adalah apa-apa yang

    dibiasakan dan diikuti oleh orang banyak, baik dalam bentuk ucapan atau

    perbuatan, berulang-ulang dilakukan sehingga berbekas dalam jiwa mereka dan

    diterima baik oleh akal mereka.23

    Ditinjau dari segi obyeknya jual beli termasuk dalam ‘urf ‘amali, yaitu

    kebiasaan manusia tentang sesuatu dalam bentuk perbuatan yang diadatkan atau

    22Shahih Bukhari, Jilid 12, No. 2196. Lihat Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah:

    Shahih Bukhari, penerjemah Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), hlm. 338.

    23 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, cet. 7, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 412.

  • 14

    dalam bentuk muamalah yang bersifat materi. Yang dimaksud dengan perbuatan

    yang diadatkan ialah perbuatan-perbuatan manusia secara individu dalam berbagai

    persoalan kehidupannya dalam rangka saling tukar kemashlahatan dan

    mendapatkan berbagai hak.24

    Sesuai dengan kaidah ‘urf sebagai berikut:25

    ُوَُلُْاَُ ْرف َد ُ ع ُِبه ه دَّ ,َُولَْمََُي ارهع ُالشَّ ْْك َُحَْكَُبههه ُح ُك ه ُِفه لَْيههُِا ُي ْرَجع ُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُالَْعاَدة

    ُُُُُُُُ Artinya: “ ‘Urf dan kebiasaan dijadikan pedoman pada setiap hukum dalam

    syariat yang batasannya tidak ditentukan secara tegas”.

    Kaidah ini mencakup berbagai aspek dalam syariat, baik muamalat, penunaian

    hak, dan yang lain. Karena penentuan hukum suatu perkara dalam syariat

    dilakukan dengan dua tahapan, yaitu :

    1) Mengetahui batasan dan rincian perkara yang akan dihukumi.

    2) Penentuan hukum terhadap perkara tersebut sesuai ketentuan syar’i.

    Adat kebiasaan (‘urf) dalam jual beli juga mempunyai peran yang sangat

    penting sebagai salah satu dalil untuk menetapkan hukum syara’, kaidah hukum

    Islam menyatakan adat istiadat (‘urf) yang digunakan sebagai hukum pelaksanaan

    jual beli dapat dijadikan sumber hukum Islam bila memenuhi syarat-syarat

    sebagai berikut:

    24 Suhar AM, Metodologi Hukum Islam (Ushul Al-Fiqh), (Jambi: Salim Media Indonesia,

    2015), hlm. 139.

    25 “Qawa’id Fiqhiyah,” https://almanhaj.or.id/2508-kaidah-ke-9-urf-dan-kebiasaan-

    dijadikan-pedoman-pada-setiap-hukum-dalam-syariat.html, akses 12 september 2018.

    https://almanhaj.or.id/2508-kaidah-ke-9-urf-dan-kebiasaan-dijadikan-pedoman-pada-setiap-hukum-dalam-syariat.htmlhttps://almanhaj.or.id/2508-kaidah-ke-9-urf-dan-kebiasaan-dijadikan-pedoman-pada-setiap-hukum-dalam-syariat.html

  • 15

    1) ‘Urf harus berlaku terus menerus (untuk semua peristiwa tanpa terkecuali)

    atau kebanyakan berlaku (‘urf tersebut telah berlaku dalam kebanyakan

    peristiwa).

    2) ‘Urf yang diajadikan sumber hukum bagi suatu tindakan tersebut yaitu yang

    berlaku pada waktu keluarnya nash, karena pengertian tersebut yang

    dikehendaki oleh syara’.

    3) Tidak ada penegasan (nash) yang berlawanan dengan ‘urf. Pemakaian ‘urf

    tidak akan mengakibatkan dikesampingkannya nash yang pasti dari syari’at,

    sebab syara’ harus dapat digunakan dengan ‘urf tersebut dapat tetap dipakai.

    Ditinjau dari segi ketentuan hukumnya maka ‘urf terbagi menjadi dua, yaitu:

    1) ‘Urf sahih adalah adat kebiasaan masyarakat yang sesuai dan tidak

    bertentangan dengan aturan-aturan hukum Islam. Dengan kata lain ‘urf yang

    tidak mengubah ketentuan yang haram menadi halal, atau sebaliknya

    mengubah ketentuan halal menjadi haram.

    2) ‘Urf fasid adalah adat kebiasaan masyarakat yang bertentangan dengan

    ketentuan dan dalil-dalil syara. Adat kebiasaan yang salah adalah

    menghalalkan hal-hal yang haram, atau mengharamkan yang halal.26

    Praktik jual beli pinang berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara

    Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur sudah menjadi suatu bentuk

    kebiasaan. Praktik jual beli Pinang berkulit yang dilakukan petani dan pembeli

    telah berlangsung sejak tahun 2011. Dalam prakteknya, baik petani maupun

    26Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Ed. 1, cet. 2, (Jakarta: Hamzah, 2011), hlm. 210-211.

  • 16

    pembeli sudah saling memahami berdasarkan pengalaman mereka terhadap jual

    beli Pinang Berkulit.

    Kaidah Fikih Muamalah

    ُُْلُ ْصُْلَُاَُ ُْاَُُلُهامَُعَُمُ الُُِْفهُُِةُ حَُبَُُل

    َُُِنُُْأَُلَُّا اهَمَُيُْرهَُُتََُّْلُعَُُلُكْيُلهُدَُُلَُّدَُي

    Artinya: “Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan

    kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.27

    Maksud dari kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi,

    pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama

    (mudharabah dan musyarakah) perwakilan, dan lain-lain, kecuali yang tegas-tegas

    diharamkan seperti mengakibatkan kemudaratan, tipuan, judi dan riba.28

    Sedangkan praktek jual beli pinang berkulit tidak menyebabkan kemudaratan.

    Berdasarkan pengakuan dari petani dan pembeli, jual beli yang mereka lakukan

    tidak menimbulkan kemudaratan, seperti kerugian dan adanya pihak-pihak yang

    merasa terzalimi.

    4. Hukum Jual Beli

    Perjanjian Jual beli merupakan akad dari sejumlah akad yang diatur oleh

    agama. Jika dilihat dari kitab-kitab fikih akan ditemukan hukum yang terdapat

    dalam perjanjian jual beli, yaitu mubah, wajib, sunat, makruh dan haram.29

    27 A. Djazuli, Kaidah- Kaidah Fikih : Kaidah- Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan

    Masalah-Masalah yang Praktis, Ed. 1, Cet.2, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2007), hlm. 130. 28Hasbi Umar, Filsafat Fiqh Muamalat Kontemporer, Ed. 1, Cet.5, (Jakarta: Rajawali Pers,

    2014), hlm. 192.

    29 Aiyub Ahmad, Fikih Lelang: Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, (Jakarta:

    Kiswah,2004), hlm. 13-16.

  • 17

    a. Mubah

    Mubah adalah hukum asal dari perjanjian jual beli, hal ini sesuai dengan

    firman Allah SWT:

    َوَأَحلَّ اللَُّه اْلَبْيَع َوَحرََّم الرَِِّبا

    Artinya: “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

    riba...”.30

    Sesuai dengan ayat di atas, hukum jual beli pada dasarnya adalah boleh (mubah),

    yang diharamkan dalam muamalah adalah apabila jual beli tersebut mengandung

    unsur riba, karena riba itu bisa merugikan salah satu pihak dan dilarang oleh

    agama.

    b. Wajib

    Hukum jual beli menjadi wajib apabila dalam keadaan terpaksa karena

    melarat atau ketiadaan makanan sehingga jika barang tersebut tidak dijual dapat

    mengakibatkan masyarakat luas menderita kelaparan.

    Jual beli seperti ini biasanya terjadi ketika ada peperangan yang lama atau

    embargo ekonomi (pemberhentian pengiriman bantuan) oleh suatu negara lain,

    maka para pedagang tidak diperbolehkan menyimpan barang-barang kebutuhan

    masyarakat atau bahan makanan yang diperlukan oleh masyarakat setempat.

    30Al-Baqarah (2): 275.

  • 18

    c. Sunah (mandub)

    Jual beli jika dilaksanakan keluarga dekat atau sahabat-sahabatnya, maka

    hukumnya sunah. Karena dalam Islam dianjurkan untuk berbuat baik kepada

    sesama saudaranya, temannya, dan kaum kerabat yang lainnya.

    Hukum sunah (mandub) ini hanya berlaku apabila jual beli tersebut

    dilakukan dengan keluargnya sendiri atau sahabat terdekatnya, karena Islam lebih

    mengutamakan hal tersebut, agar tetap terjalinnya tali persaudaraan dan

    kekerabatan yang baik. Akan tetapi, apabila salah satu keluarga atau sahabat tidak

    membutuhkan barang tersebut maka tidak boleh dipaksa.

    d. Makruh

    Makruh melaksanakan sesuatu perjanjian yang akan digunakan utnuk

    melangggar ketentuan syara’ seperti menjual anggur kepada seseorang yang

    diduga akan dibuat menjadi minuman keras (khamr).

    Ketentuan makruh tersebut dikarenakan yang menjadi objek jual beli

    dikhawatirkan akan merugikan orang lain atau dipergunakan barang yang

    diperjualbelikan,serta dikhawatirkan juga akan digunakan untuk hal-hal yang bisa

    membahayakan dan terdapat unsur yang dilarang oleh syara’.

    e. Haram

    Hukum dalam bermuamalah itu dapat berubah menjadi haram apabila benda

    yang menjadi objeknya itu adalah sesuatu yang memang telah diharamkan oleh

    syara’, seperti khamr, bangkai, daging babi dan sebagainya.

  • 19

    5. Rukun Jual Beli dan Syarat-syarat Jual Beli

    Suatu transaksi harus memenuhi rukun dan syarat yang harus ada dalam

    setiap transaksi. Jika salah satu rukun tidak ada dalam transaksi yang dilakukan,

    maka transaksi tersebut dipandang tidak sah menurut Hukum Islam.

    Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu:

    a. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli).

    b. Ada shighat (ijab dan kabul).

    c. Ada barang yang dibeli

    d. Ada nilai tukar pengganti barang.31

    Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang

    dikemukakan jumhur ulama tersebut adalah sebagai berikut:32

    a. Syarat-syarat orang yang berakad.

    Para ulama fikih sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu

    harus memenuhi syarat:

    1) Berakal.

    2) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda.

    b. Syarat-syarat yang terkait dengan ijab dan Kabul.

    Para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan Kabul itu sebagai

    berikut:

    1) Orang yang mengucapkannya telah balig dan berakal.

    2) Kabul sesuai dengan ijab.

    31Abdul Rahman Ghazaly, dkk.,Fiqh Muamalat… hlm. 71.

    32Ibid.,hlm. 71-77.

  • 20

    3) Ijab dan Kabul itu dilakukan dalam satu majelis.

    c. Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan.

    Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan sebagai

    berikut:

    1) Barang yang ada dalam akad adalah suci.

    2) Dapat dimanfaatkan secara syar’i walaupun pada masa yang akan datang.

    3) Mampu menyerahkan barang yang dijual.

    4) Mempunyai kuasa terhadap barang yang akan dijual.

    5) Mengetahui barang yang dijual baik zat, jumlah, dan sifat.

    d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang).

    Syarat-syarat nilai tukar (harga barang) sebagai berikut:

    1) Harga yag disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.

    2) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti

    pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar

    kemudian (berutang) maka waktu pembayarannya harus jelas.

    3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang

    (al-muqqyadhah) maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang

    diharamkan oleh syara’.

    Selain itu, para ulama fiqh juga mengemukakan syarat-syarat lain, yaitu:

    a. Syarat sah jual beli. Para ulama fiqh menyatakan bahwa suatu jual beli

    dianggap sah apabila:

    1) Jual beli itu terhindar dari cacat, seperti kriteria barang yang diperjualbelikan

    itu tidak diketahui, baik jenis, kualitas, maupun kuantitasnya, jumlah harga

  • 21

    tidak jelas, jual beli itu mengandung unsur paksaan, tipuan, mudarat, serta

    adanya syarat-syarat lain yang membuat jual beli itu rusak.

    2) Apabila barang yang diperjualbelikan itu benda bergerak, maka barang itu

    boleh langsung dikuasai penjual. Adapun barang tidak bergerak boleh dikuasai

    pembeli setelah surat menyuratnya diselesaikan sesuai dengan ‘urf (kebiasaan)

    setempat.

    b. Syarat yang terkait dengan jual beli. Jual beli baru boleh dilaksanakan apabila

    yang berakad mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli.

    c. Syarat yang terkait dengan kekuatan hukum akad jual beli. Para ulama fiqh

    sepakat bahwa suatu jual beli baru bersifat mengikat apabila jual beli itu

    terbebas dari segala macam khiyar (hak pilih untuk meneruskan atau

    membatalkan jual beli). Apabila jual beli itu masih mempunyai hak khiyar,

    maka jual beli itu belum mengikat dan masih boleh dibatalkan.

    6. Bentuk-Bentuk Jual Beli yang Dilarang

    Jual beli yang dilarang terbagi dua: pertama, jual beli yang dilarang dan

    hukumnya tidak sah (batal). Kedua , jaul beli yang hukumnya sah tetapi dilarang,

    yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa

    faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli. Bentuk-bentuk jual beli yang

    dilarang tersebut antara lain sebagai berikut:33

    a. Jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun.

    Bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori ini sebagai berikut:

    33Abdul Rahman Ghazaly, dkk.,Fiqh Muamala. hlm. 80-86.

  • 22

    1) Jual beli barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh diperjualbelikan.

    Adapun bentuk jual beli yang dilarang karena barangnya yang tidak boleh

    diperjualbelikan yaitu air susu ibu dan air mani (sperma) binatang.

    2) Jual beli yang dilarang karena belum jelas (samar-samar) antara lain:

    a) Jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya.

    b) Jual beli barang yang belum tampak. Misalnya menjual ikan dikolam/laut, dan

    anak ternak yang masih dalam kandungan induknya.

    3) Jual beli bersyarat.

    4) Jual beli yang menimbulkan kemudaratan.

    5) Jual beli yang dilarang karena dianiaya.

    6) Jual beli muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di sawah atau

    di ladang.

    7) Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang masih hijau (belum

    pantas dipanen).

    8) Jual beli mulamasah yaitu jual beli secara sentuh menyentuh.

    9) Jual beli munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-melempar.

    10) Jual beli munabazah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang

    kering.

    b. Jual beli terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-pihak terkait,

    antara lain:

    1) Jual beli dari orang yang masih dalam tawar-menawar.

    2) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota/pasar.

  • 23

    3) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun kemudian akan dijual

    ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.

    4) Jual beli barang rampasan atau curian.

    7. Gharar dan Konsep Gharar

    Menurut Wahbah az-Zuhaili sebagaimana yang dikutip Syakir Sula bahwa

    gharar sebagai al-khatar dan at-taghrir, yang artinya penampilan yang

    menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan

    tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian. Dengan demikian, menurut bahasa,

    arti gharar adalah al-khida’ penipuan, suatu tindakan yang di dalamnya

    diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Gharar dari segi fikih berarti penipuan dan

    tidak mengetahui barang yang diperjualbelikan dan tidak diserahkan.34

    Gharar dapat terjadi dalam empat hal, yaitu:35

    a. Gharar dalam kuantitas. Gharar dalam kuantitas terjadi dalam kasus ijon,

    dimana penjual menyertakan akan membeli buah yang belum tampak di pohon

    seharga X. Dalam hal ini terjadi ketidakpastian mengenai berapa kuantitas

    buah yang dijual, karena memang tidak disepakati sejak awal.

    b. Gharar dalam kualitas contohnya adalah seorang peternak yang menjual anak

    sapi yang masih dalam kandungan induknya. Dalam kasus ini terjadi

    ketidakpastian dalam kualitas objek transaksi, kareana tidak ada jaminan

    bahwa anak sapi tersebut akan lahir dengan sehat tanpa cacat, dan dengan

    spesifikasi kualitas tertentu.

    34 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general): konsep dan sistem operasional,

    Cet. 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 46.

    35Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 29-30.

  • 24

    c. Gharar dalam harga contohnya adalah bank syariah menyatakan akan

    memberi pembiayaan murabahah rumah1 tahun dengan margin 20% atau dua

    tahun dengan margin 40%, kemudian disepakati oleh nasabah. Ketidakpastian

    terjadi karena harga yang disepakati tidak jelas, apakah 20% atau 40%.

    d. Gharar dalam waktu contohnya adalah seseoarang menjual barang yang hilang

    dengan harga X dan disetujui oleh pembeli. Dalam kasus ini terjadi ketidak

    pastian mengenai waktu penyerahan karena penjual dan pembeli sama-sama

    tidak tahu kapankah barang yang hilang itu dapat ditemukan kembali.

    Jual beli gharar yang dilarang adalah jual beli hashah (lemparan) dengan

    cara apapun, sebab terjadi kesamaran dan ketidakjelasan harga atau benda yang

    dijual, jual beli tipuan dan ketidakjelasan dalam jual beli, sebab hal itu

    menyebabkan salah satu pihak tidak rela jika benar-benar terjadi.36 Selain itu jual

    beli bibit yang terdapat dalam tulang rusuk binatang jantan, unta yang masih

    dalam kandungan, burung yang terbang di udara, ikan yang berenang di air, dan

    buah-buahan yang belum masak pada pohonnya juga merupakan jual beli gharar

    yang dilarang. Dilarangnya jual beli seperti tersebut karena tidak dapat

    menentukan kepastian dalam akad jual belinya.37

    Menurut Dr. Yusuf Al-Subaily, alasan syariat Islam mengharamkan ba’i

    al-gharar karena beberapa hal, yaitu:

    1) Termasuk memakan harta dengan cara yang batil.

    36 Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis ayat al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta:

    Widya Cahaya, 2009), hlm. 22.

    37 Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Terj. Syed Ahmad Semait, Cet. 4,

    (Singapura: Pustaka Islamiyah Pte Ltd, 2004), hlm. 414.

  • 25

    2) Menimbulkan permusuhan sesama muslim.

    3) Mengumpulkan harta dengan cara untung-untungan dan judi yang

    menyebabkan sseorang lupa mendirikan shalat dan zikrullah serta

    menghancurkan dan menghilangkan keberkahan harta.

    4) Membiasakan seseorang menjadi pemalas, karena tidak perlu susah payah.

    5) Mengalihkan konsentrasi berpikir dari hal yang berguna kepada memikirkan

    keuntungan yang bersifat semu.

    Menurut Imam An-Nawawi larangan jual beli gharar merupakan salah satu

    asas jual beli. Dalam hal ini ada dua perkara yang dikecualikan dari larangan jual

    beli gharar. Pertama, apa yang masuk dalam barang yang diperjualbelikan, karena

    jika dipisahkan jual beli itu tidak sah. Kedua, apa yang sepertinya dapat ditolerir;

    baik karena nilainya sangat rendah atau karena sulit dibedakan dan dipisahkan.

    Contoh untuk bagian pertama adalah jual beli fondasi rumah serta hewan yang ada

    air susunya dan hewan yang hamil. Sedangkan contoh bagian kedua adalah

    pakaian yang bagian dalamnya dilapisi kain tipis, dan meminum dari timba.38

    Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya Halal dan Haram Dalam Islam,

    menyebutkan tidaklah semua jual beli gharar dilarang. Apabila gharar

    (ketidakjelasan) yang ringan maka ketentuan dikembalikan berdasarkan adat dan

    kebiasaan yang berlaku. Jual beli beli gharar yang ringan tidaklah dilarang

    seperti menjual hasil tanaman (ubi-ubian) yang ada di dalam tanah, seperti ubi,

    keladi, lobak, bawang, dan sejenisnya. Gharar (ketidakjelasan) yang ringan

    38 Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah: Shahih Bukhari… hlm. 217.

  • 26

    tersebut tidak dilarang menurut mazhab Imam Malik yang membenarkan

    penjualan segala keperluan sehari-hari dan barang-barang makanan yang terdapat

    sedikit gharar.39

    F. Tinjauan Pustaka

    Sebagaimana yang telah penulis kemukakan dalam latar belakang masalah,

    maka untuk mendukung pembahasan penelitian yang menyeluruh terhadap kajian

    permasalahan, penulis melakukan peninjauan terhadap pustaka atau karya-karya

    ilmiah (skripsi) yang mempunyai relevansi terhadap topik yang diteliti.

    Kajian dan pembahasan tentang jual beli menurut hukum Islam bukan

    merupakan wacana yang baru tetapi telah diuraikan secara jelas dan rinci oleh

    para fuqaha. Pembahasan tentang jual beli ini banyak terdapat dalam kitab klasik,

    kitab fikih dan literatur Islam lainnya. Semua menjadi acuan dan inspirasi dalam

    penyusunan skripsi ini.

    Setelah melakukan penelusuran pada beberapa penelitian terdahulu, dapat

    disimpulkan bahwa penelitian tentang jual beli dalam perspektif hukum Islam

    sudah pernah dilakukan akan tetapi obyek kajian dan permasalahan yang berbeda.

    Berdasarkan dari studi pustaka yang telah dilakukan, terdapat beberapa penelitian

    sebelumnya yang cukup relevan dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu :

    Pertama, Siti Marwiyah Mahasiswi IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi

    tahun 2013 dengan judul “ Tinjauan hukum Islam terhadap praktek jual beli buah

    jeruk karungan (Studi di Desa Bukit Subur Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten

    39 Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, alih bahasa Syed Ahmad Semait,

    Cet. 4, (Singapura: Pustaka Islamiyah Pte Ltd, 2004), hlm. 415-416.

  • 27

    Muaro Jambi). Proses pelaksanaan jual beli jeruk secara karungan di Desa Bukit

    subur, yang pertama ketika buah jeruk siap dipanen petani langsung menjualnya

    ke tengkulak, kedua, tengkulak hanya melihat keadaan buah jeruk dari luar saja

    dan kemudian para pihak melakukan transaksi dan petani langsung mendapatkan

    uang, ketiga disaat itu penjual/petani melakukan kecurangan dengan cara buah

    yang bagus yang manis, matang sempurna di atas sedangkan buah yang kurang

    bagus, yang masam, yang matangnya tidak sempurna ditaruh dibawah. Praktek

    jual beli buah jeruk yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bukit Subur dengan

    cara menipu dimana dengan cara buah jeruk yang bagus, yang manis ditaruh

    diatas sedangkan buah jeruk yang tidak bagus dan masam ditaruh di bawah

    menurut Hukum Islam adalah dilarang (haram) apalagi adanya unsur kesengajaan

    untuk melakukan jaul beli yang menipu. Sikap seperti ini tidak dibolehkan karena

    dapat merugikan salah satu pihak yaitu pembeli/tengkulak.40

    Kedua, Ali Mursidi mahasiswa IAIN STS Jambi tahun 2013 dalam

    skripsinya yang berjudul “ Jual beli putik durian dalam perspektif hukum Islam

    (Studi Kasus di Desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi

    Provinsi Jambi). Proses jual beli putik durian atau buah durian yangbelum masak

    dilakukan di Desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh adalah berawal dari pembeli

    yang datang dan melakukan pengecekan ke kebun warga yang terdapat pohon

    durian atau beberapa pohon durian, memperkirakan harga dengan pertimbangan

    jumlah putik atau buah yang baru jadi atau buah yang belum masak pada

    40 Siti Marwiyah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Jeruk Karungan

    (Studi di Desa Bukit Subur Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi)”, Skripsi IAIN

    STS Jambi, (2012), hlm. 59-60.

  • 28

    batangnya, dan menentukan harga dilanjutkan dengan transaksi. Perspektif hukum

    Islam tentang jual beli putik atau buah durian yang belum masak yang dilakukan

    oleh masyarakat desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh Hulu adalah Haram dalam

    konteks ba’i muamalah.41

    Ketiga, Nur Aripin mahasiswi IAIN STS Jambi tahun 2012 dengan judul

    “ Jual Beli duku yang belum masak (majak) ditinjau dari hukum Islam (Studi

    Kasus Di Desa Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir). Proses jual beli buah duku

    yang belum masak yang dilakukan di desa Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir

    adalah diawali dengan survei pembeli ke kebun atau warga yang memiliki

    beberapa pohon duku, menaksir atau memperikirakan harga dengan pertimbangan

    jumlah buah duku yang baru jadi atau buah yang belum masak di pohon, dan

    menentukan harga dilanjutkan dengan transaksi jual beli. Pandangan hukum Islam

    tentang jual beli duku yang belum masak yang dilakukan oleh masyarakat Desa

    Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir adalah boleh hukumnya, karena jual bedengan

    sistem ini sudah lama dilaksanakan dan tidak merugikan kedua belah pihak.42

    41 Ali Mursidi, “ Jual Beli Putik Durian Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di

    Desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi)”, Skripsi IAIN STS

    Jambi, (2013), hlm. 56-57.

    42 Nur Aripin, “Jual Beli Duku Yang Belum Masak (majak) Ditinjau Dari Hukum Islam

    (Studi Kasus Di Desa Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir)”, (2012), hlm. 59-60.

  • 29

    BAB II

    METODE PENILITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penilitian

    1. Tempat Penelitian

    Penelitian ini di lakukan di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak

    Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang membahas tentang Jual Beli

    Pinang Berkulit Menurut Hukum Islam. Pengumpulan data dengan cara

    pengambilan data dari kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur

    Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan dilanjutkan dengan mewawancarai petani

    dan pembeli serta tokoh agama mengenai jual beli yang terdapat ketidak jelasan.

    2. Waktu Penelitian

    Penelitian ini penulis lakukan pada bulan 6 Agustus – 6 Oktober 2018.

    B. Pendekatan Penelitian

    Penelitian yang penulis lakukan bersifat kualitatif deskriptif menjelaskan

    tentang penelitian lapangan yaitu tentang Jual Beli Pinang Berkulit Menurut

    Hukum Islam secara karungan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Siau Dalam

    Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Penelitian ini

    akan meneliti permasalahan mengenai bagaimana praktik jual beli pinang berkulit

    di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung

    Timur dan bagaimana perspektif hukum Islam dalam jual beli pinang berkulit

    Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung

    Timur.

    Pendekatan tersebut adalah bersifat kualitatif deskriptif sedangkan

    kualitatif deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat- sifat suatu

  • 30

    individu,keadaan,gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan

    penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara

    satu dengan gejala yang lain.43

    C. Jenis dan Sumber Data

    1) Jenis Data

    a. Data Primer

    Data primer adalah data diproleh langsung dari sumber pertama.44 Data

    primer disini adalah merupakan data pokok yang di peroleh melalui hasil hasil

    wawancara dan observasi dilapangan. Data yang termasuk dalam penelitian ini

    adalah data- data tentang praktik jual beli buah pinang berkulit didalam karung

    yang ditinjau dari hukum Islam yang dilakuakan oleh masyarakat Desa Siau

    Dalam kecamata Muara Sabak Timur.

    b. Data Sekunder

    Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi,buku-

    buku,hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.45 Data

    pendukung yang di peroleh penulis dari sumber informasi yang dikumpulkan

    selama proses penelitian yaitu berupa dokumentasi yang berkenaan dengan Desa

    Siau Dalam dan kajian pustaka yang berkenaan dengan jual beli dalam Islam.

    43 Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja

    Grafindo Persada, 2004), hlm. 25.

    44 Ibid, hlm. 30.

    45 Ibid

  • 31

    2). Sumber Data

    Sumber data adalah subjek dimana data dapat di peroleh. Adapun yang

    menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah orang dan materi yang ada di

    Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur.

    a) Kepala Desa

    b) Pemuka agama

    c) Tokoh Masyarakat

    d) Warga Masyarakat

    D. Instrumen Pengumpulan Data

    Untuk mendapatkan data yang betul- betul akurat dan lengkap, maka

    dalam penulisan ini menulis menggunakan beberapa metode penelitian dalam

    pengumpulan data antara lain :

    1) Observasi

    Observasi adalah data untuk menjawab masalah, mengamati gejala yang

    diteliti dalam hal ini panca indra manusia (penglihatan, dan pendengaran) di

    perlakukan untuk menangkap gejala yang diamati. Apa yang di tangkap tadi di

    catat dan selanjutnya catatan tersebut di analisis.46

    Penulis menggunakan metode observasi untuk melihat bagiamana

    mekanisme jual beli buah pinang berkulit karungan yang di lakukan masyarakat di

    Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur. Observasi juga dilakukan

    untuk melihat bagaimana praktik tersebut berlangsung dengan pengamatan selama

    penelitian.

    46 Rianto Adi. Metode Penelitian dan Hukum ( Jakarta : Granit . 2005), hlm .70.

  • 32

    2) Wawancara

    Wawancara adalah situasi peran antara peribadi bertatap muka (face- to-

    face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan- pertanyaan

    yang di rancang untuk memperoleh jawaban- jawaban yang relevan dengan

    masalah penilitian kepada seseorang responden.47

    Dengan melakukan wawancara, maka penulis akan mengetahui lebih

    mendalam dan detail tentang, Bagaimana praktik jual beli pinang berkulit di Desa

    Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur

    dan Bagaimana perspektif hukum Islam dalam jual beli pinang berkulit di Desa

    Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur .

    3) Dokumentasi

    Dokumentasi adalah cara mencari data mengenai hal- hal atau variabel

    yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

    lengger, agenda dan sebagainya.48

    Dokumentasi penulis gunukan untuk memperoleh semua data- data yang

    berhubungan dengan jual beli dalam hukum Islam, yang penulis kumpulkan

    dengan menggunakan kajian pustaka dan penelaah buku yang membahas tentang

    muamalah, dan terutama tentang jual beli dalam hukum Islam yang sesuai degan

    hukum bisnis Islam.

    47 Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum. Hlm. 72.

    48 Ibid,hlm 75

  • 33

    E. Teknik Analisis Data

    Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

    yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan, lapangan dan dokumentasi,dengan

    cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-

    unit,melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan

    yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga muda di pahami oleh

    diri sendiri dan orang lain.49

    Tahapan analisis data yang peneliti gunakan adalah :

    1) Analisis Domain

    Analisis ini di gunakan untuk memperoleh gambaran umum dan

    menyeluruh tentang situasi sosial yang di teliti atau objek penelitian.50 Analisis ini

    untuk menganalisis data yang di peroleh dari lapangan penelitian secara garis

    besarnya yaitu mengenai Jual Beli Pinang Berkulit Menurut Hukum Islam (Studi

    Kasus di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung

    Jabung Timur).

    2) Analisis Taksonomi

    Analisis yang di gunakan terhadap keseluruhan data yang terkumpul

    berdasarkan domain yang telah diciptkan.51 Setelah mengumpulkan data –data

    dilapangan mengemukakan permasalahan yang lebih mendalam yang mengarah

    kepada tujuan yang ingin dicapai.

    49 Sugiono, Metode Penelitian kombinasi ( Mixid Methods), ( Bandung : ALFABETA,

    2012),hlm.333.

    50 Ibid,hlm.347.

    51 Ibid,hlm.353.

  • 34

    3) Analisis komponensial

    Analisis ini di gunakan setelah mendapatkan data/ informasi dari hasil

    observasi dan wawancara serta dokumentasi yang terfokus.52 Pada masalah

    Jual Beli Pinang Berkulit Menurut Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Siau

    Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur).

    F. Sistematika Penulisan

    Untuk mendapatkan pemahaman secara runtut, pembahasan dalam

    penulisan skripsi ini akan disistematisasi sebagai berikut :

    Pembahasan diawali dengan Bab I :

    Bab ini pada hakikatnya menjadi pijakan bagi penulis skripsi, baik yang

    mencakup background, pemikiran tentang tema yang di bahas, dengan sub bab

    Latar Belakang Maslah. Inti untuk pokok permaslahan dalam pembahasan

    diperlihatkan dalam Rumusan Masalah. Kemudian penulisan suatu karya ilmiah

    tidak bisa di lepaskan dari kegunaannya berupa pemaparan pembahasan serta

    seberapa jauh kegunaannya bagi penelitian akademik berikutnya, Tujuan dan

    kegunaan Penelitian perlu diungkap menjadi suatu sub bab tersendiri. Agar

    pembahasan ini lebih terarah dan tidak adanya perluasan masalah maka penulis

    perlu membatasi penelitian ini pada sub bab batasan Masalah serta agar mudah

    untuk di pahami maka terdapat sub bab Kerangka Teori yang membahas

    mengenai pengertian jual beli. Serta penulis dirasakan perlu melakukan Tinjauan

    Pustaka. Tinjauan Pustaka merupakan aktifitas menelusuri penelitian- penelitian

    atau tulisan lampau mempunyai kaitan dengan topik yang diangkat dalam tulisan

    52 Ibid,hlm.356.

  • 35

    ini. Tujuan dari penelusuran ini tidak lain adalah untuk melihat bahwa topic atau

    pembahasan utama yang diangkat dalam tulisan saat ini belum pernah dilakukan

    oleh penulis atau peneliti sebelumnya, yang demikian akan terhindar dari asumsi

    duplikasi atau plagiasi karya ilmiah.

    Pembahasan di dalam Bab II :

    Di paparkan mengenai persoalan teknik atau metode dan landasan pijakan

    teori penulisan diulas dalam Bab II Metode Penelitian. Bab ini lebih banyak

    terkait dengan permasalahan metodologik, yang menjadi pijakan dan pendekatan

    yang di tempuh penulis. Untuk mengetahui dimana dan kapan waktunya

    penelitian maka dalam penulisan perlu adanya tempat dan waktu penelitian yang

    dibahas dalam sub bab tersendiri yaitu tempat dan waktu penelitian yang

    menjelaskan mengenai kapan waktu penelitian dan terdapat beberapa sub bab

    yang pembahasannya tersendiri antara lain membahas mengenai Pendekatan

    Penelitian, Jenis dan Sumber Data,Instrumen Pengumpulan Data, Teknik Analisis

    Data, Sistematika Penulisan, dan Jadwal Penelitian.

    Pembahasan di Bab III :

    Bab tiga membahas mengenai detail Lokasi gambaran secara umum Desa

    Siau Dalam.

    Pembahasan di Bab IV :

    Bab empat adalah pembahasan yang akan menjawab rumusan masalah

    yang ada dalam penelitian ini, yaitu mengenai Bagaimana praktek jual beli pinang

    berkulit menurut hukum islam di dalam karungan yang dilakukan oleh masyarakat

    Desa Siau Dalam dan Perspektif hukum Islam dalam jual beli pinang berkulit di

  • 36

    didalam karungan di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten

    Tanjung Jabung Timur.

    Pembahasan ini diakhiri dengan Bab V

    Bab V adalah Penutup mengenai yang terdiri dari kesimpulan dan Saran-

    Saran serta dilengkapi dengan Daftar Pustaka,Lampiran, Curiculum Vitae.

    Kesimpulan ditarik dari pembuktian atau dari uraian yang telah di tulis terdahulu

    dan bertalian erat dengan pokok masalah. Kesimpulan bukan resume atau ikhtisar

    dari apa yang ditulis terdahulu. Kesimpulan adalah jawaban masalah berdasarkan

    data yang diperoleh kesimpulan bertujuan agar pembaca dapat melihat gambaran

    seutuhnya dari penelitian berikutnya, segala bentuk opini dan pemikiran lebih

    lanjut diaktualkan dengan mediasi saran-saran.

  • 37

    G. Jadwal Penelitian

    Tabel 1

    Jadwal Penelitian

    No. Keterangan

    Tahun 2016

    Mei Juni Agustus November

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    1 Pengajuan judul

    x

    2 Pembuatan

    proposal

    x

    3 Perbaikan

    proposal dan

    seminar

    x

    x

    Tahun 2018

    Agustus September Oktober November

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    4 Surat Riset x

    5 Pengumpulan

    Data

    X

    x

    6 Pembuatan

    Skripsi

    x x

    7 Bimbingan dan

    Perbaikan X

    8 Agenda dan

    Ujian Skripsi x

  • 38

    BAB III

    GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    A. Sejarah Desa Siau Dalam

    Nama Desa Siau Dalam diambil dari nama sebuah sungai berukuran

    sedang yang mengalir dari arah utara kea rah selatan (Sungai Siau), membelah

    Desa ini menjadi dua bagian, yaitu bagian timur atau disebut oleh masyarakat

    setempet parit tanjung dan bagian barat atau disebut oleh masyarakat setempat

    dengan bagian parit gantung. Sungai ini bernama Sungai Siau.

    Pemukiman penduduk desa pertama kali adalah para pendatang dari pulau

    Sulawesi ( Suku Bugis) sekitar tahun seribu Sembilan ratus enam puluan, tepatnya

    dikuala sungai siau. Kelompok pendatang ini kemudian mendirikan pemukiman

    disekitar sungai dan beberapa saat kemudian di ikuti dengan kelompok keluarga

    lain, baik yang langsung dari pulau Sulawesi maupun orang-orang bugis yang

    telah berdomisili kuala dendang. Muara Sabak,Kuala Jambi dan lainnya, serta

    suku lain terutama suku Jawa dan Banjar.

    Maksud kedatangan penduduk kedesa ini pertama kali adalah sebagai

    petani yang memerlukan lokasi pasang surut, kemudian mereka mulai mengolah

    lahan untuk tanaman pangan (padi) dan selanjutnya menanam kelapa yang

    ternyata hasilnya cukup baik dan berkembang sampai saat sekarang.

    Perkembangan penduduk desa mengalami arus turun naik dari periode ke periode

    seperti pada akhir tahun seribu sembilan ratus tujuh puluan dan awal seribu

    Sembilan ratus delapan puluan jumlah penduduk datang cukup banyak tetapi,

    mulai tahun seribu sembilan ratus sembilan puluan jumlah pendatang cukup

    banyak, tetapi mulai tahun seribu Sembilan ratus Sembilan puluan jumlah

  • 39

    pendatang semakin sedikit dan bahkan sebagian kembali ke Sulawesi Selatan.

    Penduduk yang meinggalkan desa sampai saat masih memiliki lahan dan tidak

    diolah sehingga menjadi semak dan belukar terutama pada parit delapan daman

    pada lokasi ini masih ditemukan bekas lahan persawahan yang sudah ditumbuhi

    semak dan belukar.

    Sesuai dengan perkembangan sistem administrasi pemerintahan di

    Indonesia,sebutan desa sewaktu berdiri adalah kampong (termasuk ke dalam

    warga Siau) yang dikepalai oleh seseorang yang disebut dengan kepala kampong

    atau lebih popular disebut dengan panggilan datuk. Setelah diberlakukan undang-

    undang No.lima Tahun seribu Sembilan ratus tujuh puluh sembilan tentang

    pemerintahan Desa, maka pada tahun seribu Sembilan ratus delapan puluh sebutan

    kampong berubah menjadi Desa yang dikepalai oleh seseorang yang disebut

    dengan Kepala Desa, namun sampai sekarang masih tetap popular dengan sebutan

    Datuk. Sejak berdirinya Desa sampai sekarang telah tercatat lima orang pemimpin

    Desa seperti tabel di bawah ini.53

    Tabel 2

    Perkembangan Kepemimpinan Desa Siau Dalam54

    No Nama Tahun Menjabat Jabatan

    1 Ahmad B 1980- 1985 Kepala Desa

    2 Buirin 1990-1995 Kepala Desa

    3 M.Rasyid 2000- 2005 Kepala Desa

    4 Sunardi 2005- 2006 Kepala Desa

    5 M. Guntur 2007-2012 Kepala Desa

    6 Sarman 2013-2019 Kepala Desa

    53 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

    54 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

  • 40

    B. Aspek Geografis

    Desa Siau Dalam terletak di pesisir pantai Timur Provinsi Jambi, secara

    geografis desa ini berada pada muara sungai siau dengan koordinat geografis

    1040230’8’’ BT sampai berada 1040270’25’’ BT dan antara 10160’54’’ LS

    sampai 10210’56’’LS. Secara administrasi Desa Siau Dalam berada di Kecamatan

    Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Desa Siau

    Dalam terdiri dari 24 RT dan 4 Dusun. Desa ini memiliki luas wilayah 4,800 ha

    atau 48 km2 yang berbatasan langsung dengan :

    a. Sebelah Utara : Desa Sungai Ular

    b. Sebelah Selatan : Sungai Batang Hari

    c. Sebelah Barat : Kelurahan Muara Sabak Ilir

    d. Sebelah Timur : Desa Lambur, Lambur I dan Desa Lambur II

    Kawasan pemukiman pusat meliputi lokasi Dusun I yang meliputi Rt 1

    dengan RT 6 dan Dusun II yang terdiri dari RT 7 sampai dengan RT 10

    merupakan konsentrasi kegiatan penduduk desa ini. Kawasan pemukiman Dusun

    III yang terdiri RT 12 sampai dengan RT 16 dan Dusun IV terdiri dari RT 17

    sampai dengan RT 24 merupakan kelompok pemukiman penduduk yang berlokasi

    di tepi jalan aspal kalau dilihat dari pusat desa. Penduduk yang bermukim disini

    pada umumnya bermata pencarian pekebunan. Rumah penduduk dilokasi ini

    umumnya dibangun di jalan aspal dengan posisi menghadap ke jalan. Beberapa

  • 41

    penduduk di kawasan pemukiman ini membuka toko kebutuhan pokok dan toko

    manisan.55

    Tabel 3

    Komposisi Penggunaan Lahan Desa Siau Dalam56

    No Penggunaan Lahan Data Luas ( ha)

    1 Pemukiman 896

    2 Kebun dan Tanaman Lain 2.498

    3 Sawah 212

    4 Belukar 92

    5 Rawa 675

    6 Mangrove 325

    7 Badan Air/ Sungai 102

    Jumlah 4.800

    Tabel 4

    Jarak dan Waktu Tempuh Aksebilitas Desa Siau Dalam Kecamatan Muara

    Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.57

    NO Jarak Desa Jarak (KM) Waktu

    (Jam)

    1 Pasar Terdekat 8 0,5

    2 Kecamatan Muara Sabak Timur 8 0,5

    3 Kabupaten Tanjab Timur 24 1

    4 Provinsi Jambi 205 4

    55 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

    56Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

    57 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

  • 42

    Kepemilikan lahan di Desa Siau Dalam masih belum merata dalam artian

    bahwa tidak semua masyarakat desa memiliki lahan yang cukup untuk usaha

    pengembangan pertanian pangan maupun perkebunan ditambah lagi dengan ke

    pemilikan lahan yang cukup luas oleh beberapa orang di desa. Status kepemilikan

    lahan di desa kebanyakan berdasarkan warisan keluarga dan sedikit sekali yang

    merupakan hasil jual beli. Dari tahun ke tahun semakin menurunnya produksi

    lahan pangan maka banyak yang mengalih fungsikan lahan untuk pengembangan

    perkebunan rakyat.

    C. Struktur Pemerintahan

    Struktur pemerintahan Desa merupakan gambaran dari susunan dari

    organisasi desa dalam dalam pemerintahan dan susunan para aparat desa, untuk

    lebih jelasnya tentang tugas pemerintahan Desa Siau Dalam , berikut ini

    dijelaskan tentang tugas-tugas pemerintah desa :

    1. Kepala Desa berfungsi yaitu bertanggung jawab atas jalannya kegiatan roda

    pemerintahan di tingkat desa dengan sering melakukan koordinasi atau melalui

    kerja sama dengan aparat Desa.

    2. Sekretaris Desa yaitu bertanggung jawab di semua kegiatan baik di bidang

    administrasi atau surat menyurat dan pengarsipan surat masuk atau surat

    keluar.

    3. Kasi keuangan yaitu melakukan pembayaran baik itu di bidang pendanaan

    perlengkapan kantor dan juga berfungsi merincikan semua kegiatan yang ada

    dalam desa tersebut.

  • 43

    4. Kasi Umum yaitu berfungsi melakukan pengetahuan dan dan perlengkapan

    perkantoran yang di anggap perlu.

    5. Kasi Pemerintahan bertanggung jawab atas kegiatan yang ada dan melakukan

    koordinasi dan juga melaksanakan kegiatan-kegiatan pemerintahan.

    6. Kasi Pembangunan yaitu melakukan koordinasi dan pendataan tentang

    pembangunan Desa.

    7. Kasi Kesra yaitu melakukan pembinaan terhadap mayarakat baik itu di bidang

    agama, pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya.

    8. BPD berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung

    dan menyalurjan aspirasu masyarakat.58

    Tabel 5

    Struktur pemerintah Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur

    Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdasarkan Jabatan59

    NAMA JABATAN

    SARMAN KEPALA DESA

    KAHARUDIN SEKRETARIS DESA

    AMBO INTANG BPD

    HENI JANUARITA, S.Sos KASI UMUM

    M. SALIM KASI PEMERINTAHAN

    AJENG KASI PEMBANGUNAN

    SITI HAMINAH KASI KEUANGAN

    MARWANA, S.E KASI KESRA

    58Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam , Kecamatan Muara Sabak Timur 2018 59 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam , Kecamatan Muara Sabak Timur 2018

  • 44

    Dengan adanya struktur pemerintahan Desa di atas, maka diharapkan

    jalannya roda pemerintahan desa dapat berjalan dengan baik, semoga melalui

    struktur di atas dari masing-masing pihak dapat melaksanakan kegiatan dan tugas

    sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.

    D. Aspek Demografis

    1. Kependudukan

    Jumlah penduduk keseluruhan di Desa Siau Dalam adalah 2.177 jiwa (640

    KK), dengan rincian sebagai berikut :

    Tabel 6

    Jumlah Penduduk Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur

    Kabupaten Tanjung Jabung Timur Berdasarkan Jenis Kelamin.60

    No Penduduk Jumlah (Jiwa)

    1 Laki – Laki 1.054

    2 Perempuan 1.123

    Jumlah 2.177

    2. Struktur Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

    Berdasarkan struktur umur, mayoritas penduduk Desa Siau Dalam adalah

    tergolong penduduk yang berusia produktif. Indikasi ini tergambar dari rasio

    penduduk usia 13-50 tahun merupakan usia yang terbanyak, dibandingkan dengan

    penduduk yang berusia 0 dan 60 tahun keatas.

    60 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

  • 45

    Tabel 7

    Jumlah Penduduk Desa Siau Dalam Berdasarkan Struktur Umur61

    No Kelompok Umur Jumlah (Orang)

    1 0-5 190

    2 6-12 565

    3 13-50 1.283

    4 51-60 62

    5 0 77

    Jumlah 2.177

    3. Tingkat Kelulusan Pendidikan

    Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

    menunjang perekonomian dan kesejahteraan. Dengan tingkat pendidikan yang

    tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan, serta tingkat kecakapan juga

    akan mendorong keterampilan dalam bekerja. Pendidikan biasanya akan dapat

    mempertajam sistematika berpikir baik individu maupun kelompok-kelompok

    masyarakat.

    Tingkat pendidikan penduduk di Desa Siau Dalam terdiri atas lulusan

    pendidikan umum sebagai berikut.

    Tabel 8

    Jumlah Kelulusan Masyarakat Keluruhan Desa Siau Dalam Berdasarkan

    Tingkatan Pendidikan62

    No Lulusan Pendidikan Jumlah (Orang)

    Pendidikan Umum

    61 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018. 62Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

  • 46

    1 Taman Kanak-Kanak 47

    2 Sekolah Dasar 637

    3 Sekolah Menengah Pertama 462

    4 Sekolah Menengah Atas 339

    5 Akademi D1-D3 10

    6 Sarjana 25

    Pendidikan Khusus

    1 Pondok Pesantren 47

    2 Pendidikan Keagamaan 36

    Jumlah 1.603

    4. Sarana dan Prasarana

    Sarana dan prasarana merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi

    dalam menunjang kegiatan pemerintahan dan kegiatan kemasyarakatan. Sarana

    dan prasaranayang dibutuhkan seperti sarana dan prasarana pemerintahan,

    kesehatan, pendidikan, ibadah dan kegiatan umum lainnya. Sarana dan prasarana

    yang ada di Desa Siau Dalam :

    Tabel 9

    Keadaaan Sarana da Prasarana di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara

    Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.63

    No Sarana dan Prasarana Jumlah

    1 Pemerintahan Desa

    Kantor Desa 1

    63 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

  • 47

    2 Kesehatan

    Puskesdes 1

    Posyandu 4

    3 Pendidikan

    Paud 2

    Sd 2

    Smp 1

    4 Ibadah

    Masjid 1

    Mushollah 4

    5 Prasarana Umum

    Olahraga 4

    Air Pompa 4

    Wc Umum 2

    Balai Pertemuan 1

    Jumlah 27

    E. Aspek Ekonomi

    1. Keadaan Ekonomi

    Keadaan eknomi masyarakat Desa Siau Dalam secara umum bisa

    dikatakan masih tergolong labil atau tidak pasti. Kadang mengalami kenaikan

    terkadang juga dapat mengalami penurunan, dikarnakan keadaan cuaca, harga dari

    penjualan dan banyak tidaknya buah yang tidak menentu.

    Mata pencaharian utama masyarakat Desa Siau Dalam adalah petani dan

    pekebun yang menunjukkan sebagai desa perkebunan. Lebih dari separuh (80%)

    merupakan petani (kelapa dan kelapa sawit) dan sekitar 3% bekerja sebagai

  • 48

    pegawai negeri dan 7% diantaranya honorer. Sumber pedapat lain masyarakat

    Desa Siau Dalam diluar sector perkebunan adalah perdagangan. Tingkat

    pendapatan masyarakat Desa Siau Dalam bisa dikatakan termasuk kedalam

    keadaan ekonomi menengah. 64

    Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka sebagian dari warga Desa Siau

    Dalam menanam pohon pinang untuk penghasilan tambahan, petani buah pinang

    di Desa Siau Dalam berjumlah sekitar kurang lebih 60% orang petani buah

    pinang.65

    Data penelitian ini tidak dilakukan secara keseluruh kepada semua petani karna

    terbatasnya waktu dan tenaga.

    Sedangkan sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 20

    orang yakni dengan ketentuan 10 petani/penjual, 4 orang pembeli.1 orang kepala

    desa dan 1 orang kasi pemerintahan 2 orang tokoh agama dan 2 orang ketua RT.

    2. Pendapatan Perekonomi

    Seperti yang di jelaskan bahwa pendapatan ekonomi masyarakat Desa Siau

    Dalam masih tergolong labil atau tidak pasti dikarenakan faktor dari cuaca,harga

    penjualannya, dan tingkat pertumbuhan buah kelapa sawit. Ketika cuaca

    penghujan biasanya buah kelapa sawit banyak yang masak tetapi harga

    penjualannya murah, tetapi jika musim kemarau atau panas buah kelapa sawit

    jarang yang masak karena kurangnya kadar air tetapi harga jual buah kelapa sawit

    mahal atau tinggi. Jika cuaca panas atau kemarau petani hanya dapat

    64 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

    65Wawancara dengan Bapak Sarman, Selaku Kepala Desa Siau Dalam Kecamatan Muara

    Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 30 Agustus 2018.

  • 49

    menghasilkan buah kelapa sawit kurang lebih 1-3 ton/bulan jika di Rp kan dengan

    penjualan/ kilogramnya Rp.1000 maka mendapatkan kurang lebih Rp.1.000.000-

    3.000.000/bulan dalam luas tanah 1 ha. Tetapi jika musim penghujan dan buah

    kelapa sawit dalam keadaan normal maka petani bisa menghasilkan 2 kali lipat

    dari musim kemarau yaitu kurang lebih 2-6 ton dan jika di Rp kan dengan

    penjualan /kilogramnya Rp.1000 maka mendapatkan kurang lebih Rp 2.000.000-

    6.000.000/perbulan. Sedangkan dalam penjualan buah kelapa hanya saja yang

    membedakan yaitu dalam segi panen karna didalam pengerjaannya buah kelapa di

    panen dalam jangka waktu kurang lebih 3 bulan sekali masa panennya dilakukan

    oleh para petani.66

    66 Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

  • 50

    BAB IV

    PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

    A. Praktik Jual Beli Pinang Berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur

    Pada umumnya masyarakat di Desa Siau Dalam mata pencahariannya

    adalah perkebunan (kelapa dan kelapa Sawit) ,untuk menambah penghasilan guna

    memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian masyarkat Desa Siau Dalam menanam

    pohon pinang. Masyarakat Desa Siau Dalam menanam pohon pinang dengan

    system tumpang sari maksudnya menjelang pohon kelapa dan kelapa sawit besar

    dan tinggi petani menanam pohon pin