34
JUDUL: MENGGAGAS MEKANISME CITIZEN CHARTER DI BIDANG KESEHATAN SEBAGAI SARANA MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK PRIMA NON DISKRIMINATIF. Oleh: Kristian Dwi Sancoko BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemudahan akses dan layanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar hidup sekaligus hak setiap orang yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh negara. Amanat UUD 1945 khususnya Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa,”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” . 1 diaturnya pelayanan kesehatan sebagai bagian dari hak konstitusional merupakan wujud keberlanjutan dari tujuan nasional Negara Republik Indonesia bahwa tiada lain adalah demi tegak dan terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Bertitik pangkal pada uraian diatas secara tekstual kita memahami bahwa terdapat tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak konstitusional warga negara di bidang pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud diatas. Akan tetapi dalam kerangka kontekstual terjadi 1 Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

JUDUL HPM CCHARTER

Embed Size (px)

DESCRIPTION

m

Citation preview

Page 1: JUDUL HPM CCHARTER

JUDUL: MENGGAGAS MEKANISME CITIZEN CHARTER DI BIDANG

KESEHATAN SEBAGAI SARANA MEWUJUDKAN PELAYANAN

PUBLIK PRIMA NON DISKRIMINATIF.

Oleh: Kristian Dwi Sancoko

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemudahan akses dan layanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar

hidup sekaligus hak setiap orang yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh

negara. Amanat UUD 1945 khususnya Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan

bahwa,”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan”.1 diaturnya pelayanan kesehatan sebagai

bagian dari hak konstitusional merupakan wujud keberlanjutan dari tujuan

nasional Negara Republik Indonesia bahwa tiada lain adalah demi tegak dan

terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Bertitik pangkal pada uraian diatas secara tekstual kita memahami bahwa

terdapat tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak konstitusional warga

negara di bidang pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud diatas. Akan tetapi

dalam kerangka kontekstual terjadi kesenjangan yang tajam dalam rangka

penerapannya dilapangan. Secara riil potret buram problematika penanganan di

sektor kesehatan dan pelayanannya akan nampak dari masih tingginya angka gizi

buruk, busung lapar, minimnya akses kesehatan bagi masyarakat miskin, dan

tingginya penderita malnutrisi.2 Berkaca pada realita tersebut Menurut Mahfud

1Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2 Menurut Rahajeng Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan dalam penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas. Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan maupun adanya gangguan terhadap absorbsi, pencernaan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional serta memiliki berbagai sebab yang saling berkaitan. Di Indonesia, angka kebutuhan energi untuk kelompok umur 0-6 bulan adalah 550 kkal/hari, kelompok umur 7-12 bulan 650 kkal/hari, kelompok umur 1-3 tahun 1000 kkal/hari, dan kelompok umur 4-6 tahun 1550 kkal/hari. Diakses dari http://www.google.com, diakses pada tanggal 2 November 2010.

Page 2: JUDUL HPM CCHARTER

MD3 menegaskan bahwa politik kesehatan itu harus antisipatif secara massif,

bukan sekedar pada teknik medis. Seseorang untuk mengerti politik kesehatan

tidak perlu menjadi orang yang ahli kesehatan. Hal ini penting untuk diketahui

para petinggi-petinggi di negeri ini. Dalam hal ini Mahfud MD juga memberikan

beberapa contoh-contoh ketidak adilan yang dialami oleh masyarakat di sekitar

terutama masyarakat yang tergolong dalam ekonomi lemah yang selalu menjadi

korban dari politik kesehatan yang tidak terstruktur dengan baik di Indonesia.

Sebagai bukti kongkrit terhadap rendahnya kualitas pelayanan publik

disektor kesehatan maka akan dipaparkan gambar sebagaimana berikut ini:

Gambar 1 Aksesibilitas Warga Miskin terhadap Pelayanan Publik di Daerah

Sumber: Governance Assessment Survey, PSKK-UGM, 2006

Disamping itu menurut hasil penelitian dari Governance Assessment

Survey pada tahun 2006 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang

pelayanan publik masih sangat buruk. Kecenderungan bahwa non-official charges

atau berbagai bentuk pungutan di luar ketentuan sudah menjadi penyakit yang

sulit diberantas di dalam sistem pelayanan publik di Indonesia. Adapun tabel

pungutan ilegal dalam pelayanan publik sebagaimana dimaksud adalah sebagai

berikut:

3Mahfud, MD, 2010, Mahfud MD Menjadi Keynote Speaker Peluncuran Buku “Orang Miskin Boleh Sehat, Makalah diakses dari http://www.mahkamahkonstitusi.go.id, diakses pada tanggal 2 November 2010.

Page 3: JUDUL HPM CCHARTER

Gambar 2. Persepsi Publik di Daerah tentang Korupsi Birokratis dalam Pelayanan Publik

Berdasarkan tabel diatas, jika dilihat dari sisi pola penyelenggaraan, pelayanan

publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:4

a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur

pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line), sampai dengan

tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan,

aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau diabaikan sama

sekali. Bahkan tidak adaloket pengaduan atau unit pengaduan, apalagi petugas

yang memberikan tindak lanjut tanggapan.

b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada

masyarakat, lambat atau tidak sampai kepada masyarakat. Informasi yang

seharusnya disampaikan petugas tersebut mengenai penjelasan terkait tata cara

pendaftaran, berapa jumlah uang yang harus dibayarkan, tata cara konsultasi.

c. Kurang aksesibel. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari

jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan

pelayanan. Realitas yang terjadi adalah biaya untuk membayar pelayanan

publik jauh lebih kecil dibandingkan biaya transportasi yang harus dikeluarkan

untuk menjangkau tempat pelayanan tersebut.

4Local Governance Support Program Local Government Management Systems, 2009, Praktek-praktek yang baik dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menggunakan Pakta Pelayanan Masyarakat, Jakarta: Kerjasama USAID dan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Depdagri. hlm7-8

Page 4: JUDUL HPM CCHARTER

d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya

sangat jarang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun

pertentangan kebijakan dalam memberikan pelayanan antara satu instansi

pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.

e. Birokratis. Pelayanan pada umumnya dilakukan melalui proses panjang

bertingkattingkatan,sehingga penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam

kaitan denganpenyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan

(front line staff) menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak

kemungkinan masyarakat untuk bertemu penanggung jawab pelayanan pada

tingkat lebih tinggi juga sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan

memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.

f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada

umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar

aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa

adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu. Walaupun ada kotak aduan

atau kotak saran, feedback untuk memberikan tanggapan terkait saran atau

aspirasi pengguna layanan publik sering tidak dilakukan, akibatnya pelayanan

yang terjadi akan sama seperti semula yaitu terlalu birokratis dan

menghabiskan waktu. Selain itu masih banyak petugas pemberi pelayanan

publik yang kurang ramah.

g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan seringkali tidak relevan dan

tidak sebanding dengan waktu mendapatkan persyaratan dan pelayanan yang

diberikan. Demikian halnya jam pelayanan yang diberikan hanya sebatas jam-

jam tertentu, padahal masyarakat yang aksesnya jauh dari tempat pelayanan

membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai tempat tersebut.

Berdasarkan uraian diatas dibutuhkan upaya strategis untuk

meminimalisasi kelamahan yang ada. Keberadaan mekanisme Citizen charter

dalam konteks pelayanan publik merupakan pilar strategis dalam mendorong

terwujudnya keadilan konstitusional di bidang kesehatan yang berbasis pada

pelayanan prima non diskriminatif.

Mengingat pentingnya topik tersebut bagi keberlangsungan pelayanan

publik prima di sektor kesehatan maka penulis menyusun karya ilmiah yang

Page 5: JUDUL HPM CCHARTER

mengangkat judul, “Menggagas Penerapan Citizen Charter pada Institusi

Pelayanan Kesehatan Sebagai Sarana Mendorong Terwujudnya Keadilan

Konstitusional yang Berbasis pada Pelayanan Prima Non-Diskriminatif”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis mengidentifikasi

dan merumuskan beberapa permasalahan antara lain:

1. Apa yang menjadi dasar urgensi gagasan penerapan Citizen charter pada

institusi pelayanan kesehatan ?

2. Bagaimana model penerapan Citizen charter yang efektif pada institusi

pelayanan kesehatan sebagai sarana mendorong terwujudnya keadilan

konstitusional yang berbasis pada pelayanan prima non-diskriminatif ?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:

1. Untuk mendiskripsikan, mengkaji dan menganalisis dasar urgensi gagasan

penerapan Citizen charter pada institusi pelayanan kesehatan.

2. Untuk menawarkan gagasan kongkrit dan solutif mengenai model

penerapan Citizen charter yang efektif pada institusi pelayanan kesehatan

sebagai sarana mendorong terwujudnya keadilan konstitusional yang

berbasis pada pelayanan prima non-diskriminatif.

D. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dari penulian karya ilmiah ini diharapkan mampu

memberikan kontribusi gagasan yang terdiri dari aspek teoritik dan praktis antara

lain:

1. Manfaat Teoritik

Diharapkan penulisan ini dapat memberikan kontribusi pemikiran,

untuk memperkaya khasanah keilmuan dilapangan Hukum Adminstrasi

Negara, Hukum Tata Negara (Hukum Konstitusi), serta Ilmu Administrasi

yang berkaitan mengenai penerapan mekanisme Citizen charter pada

institusi pelayanan kesehatan. Bertambahnya khasanan keilmuan dengan

sendirinya akan menghasilkan karya-karya yang berkualitas yang mampu

Page 6: JUDUL HPM CCHARTER

memberikan gagasan-gagasan yang kreatif, inovatif, kontributif, dan

solutif.

2. Manfaat Praktis

Manfaat secara praktis dalam penulisan karya ilmiah ini

diharapkan mampu memberikan wacana kritis dan solutif kepada

pemerintah baik di pusat maupun di daerah, institusi penyedia layanan

kesehatan (Rumah sakit dan puskesmas), masyarakat, serta pegiat Hak

Asasi Manusia dan Tata Kelola Pemerintahan. Sehingga kehadiran karya

ilmiah ini mampu berperan sebagai pedoman penyusunan dan penerapan

mekanisme Citizen Charter sbegai langkah strategis mendorong

terwujudnya keadilan konstitusional yang berbasis pada pelayanan prima

non-diskriminatif.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Komprehensif Mengenai Citizen charter

1. Sejarah dan Definisi

Citizen Charter diperkenalkan pertama kali di Inggris pada jaman Perdana

Menteri Margareth Thatcher.5 Pada awalnya merupakan sebuah dokumen yang di

dalamnya disebutkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat baik dari

dalam diri providers maupun bagi customers. Kemudian dalam

perkembangannya, dalam dokumen tersebut disebutkan pula sanksi-sanksi

terhadap pelanggaran apabila salah satu pihak tidak mampu menjalankan

kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam dokumen Citizen Charter tersebut.

Kemudian seiring dengan konsep dan teori dalam Manajemen Strategis, dalam

Citizen Charter disebutkan pula visi dan misi organisasi penyelenggara pelayanan

dan juga visi dan misi pelayanan organisasi.

Istilah Citizen Charter pada awalnya ditujukan untuk pengguna jasa atau

clien saja (customers atau client), bukan untuk seluruh warga negara (citizen).

Namun, istilah yang salah kaprah ini ditujukan tetap untuk seluruh masyarakat

sebagai pengguna jasa. Citizen Charter sering juga disebut sebagai customer’s

5 Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Hlm 309

Page 7: JUDUL HPM CCHARTER

charter, client’s charter atau diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai

Kontrak Pelayanan atau Piagam Pelayanan.6

Citizen Charter di negara maju kebanyakan diterapkan di negara-negara

Anglo-Saxon seperti Inggris dan Irlandia. Citizen Charter juga menjadi bagian

penting dari The Charter of Fundamental Rights di Uni Eropa. Hasil dari uji coba

di beberapa daerah di Indonesia membuktikan bahwa sistem ini cukup efektif

untuk mengubah paradigma pelayanan publik yang sekarang ini mengalami

kebuntuan. Pada dasarnya Citizen Charter atau Kontrak Pelayanan merupakan

pendekatan baru dalam pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan

sebagai pusat perhatian atau unsur yang paling penting.7

B. Kajian Teoritik Mengenai Peran Negara dalam Pemenuhan HAM

Dalam kenyataannya hampir seluruh negara di penjuru dunia telah

memiliki konstitusi dalam wujudnya yaitu Undang-Undang Dasar. Keberadaan

konstitusi hadir sebagai bentuk kehendak umum (volonte generale) maupun

konsensus bernegara yang salah satunya bertujuan untuk menghindarkan dari

praktek otoritariarianisme kekuasaan yang absolut. Secara sederhana konsensus

antara negara dan warga negara dapat digambarkan sebagimana berikut ini:

Gambar 3 Mekanisme terbentuknya Pemerintahan

6Agus Dwiyanto. Materi Kuliah Prinsip-prinsip Administrasi Publik. 17 Desember 2007. Yogyakarta: MAP UGM Hlm 57 Wahyudi Kumorotomo, Citizen Charter (Kontrak Pelayanan): Pola Kemitraan Strategis untuk Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik. Diakses melalui http:// www.google.co.id tanggal 4 November 2010

KONSTITUSI

Page 8: JUDUL HPM CCHARTER

Berdasarkan gambar diatas maka implikasi yuridis terhadap rakyat sebagai

konstituen yang telah mengamanahkan terbentuknya pemerintahan dalam sebuah

negara maka sudah menjadi konsekuensi logis bagi negara untuk melindungi dan

menjamin hak-hak konstitusional warga negara dari tindakan kekerasan maupun

diskriminasi. Konsistensi tanggung jawab negara dalam penegakan HAM dalam

koridor pelaksanaan demokrasi merupakan salah satu agenda mendesak yang

harus diwujudkan oleh pihak negara.

Negara secara ideal seharusnya mampu menjaga inter-relasi harmoni

dengan komponen-komponen masyarakat yang ada di dalamnya, terutama pada

aras civil society. Salah satu bentuk inter-relasi yang diberikan oleh negara adalah

pemberian pelayanan publik secara optimal kepada semua kalangan, tanpa ada

satu pihak-pun yang terdiskriminasikan. Seperti prinsip-prinsip demokrasi yang

sedang berjalan, dimana mengemukakan kesempatan dan peluang yang sama dan

berkeadilan (equal) untuk semua pihak, HAM juga memberikan aksentuasi pada

bentuk-bentuk partisipasi kewargaan yang tidak membeda-bedakan satu sama

lain.8

Dalam konteks tanggung jawab negara maka eksitensi suatu negara

merupakan bentuk pengorganisasian yang didalamnya terdapat komponen rakyat

yang mendiami suatu wilayah. Sejumlah orang yang menerima keberadaan

organisasi ini mengakui kedaulatan negara sekaligus sebagai pemegang

kekuasaan tertinggi atas diri mereka. Dalam bentuk modern, konsistensi negara

senantiasa dikaitkan dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan

bersama dengan cara-cara yang demokratis.

Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pada

ranah layanan publik, yakni pelayanan yang diberikan atau disediakan negara

kepada rakyatnya. Negara dalam salah satu fungsinya adalah menyediakan

fasilitas-fasilitas pendukung bagi masyarakatnya, termasuk layanan publik yang

bisa diakses semua pihak tanpa adanya diskriminasi. Hal ini mendasarkan diri

pada sekuensi pelaksanaan HAM yang dilegitimasi oleh pemerintah berupa

regulasi atau produk hukum berupa Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia. Ada beberapa macam Hak Asasi Manusia, antara

8 Verdiansyah, Chris, Politik Kota dan Hak Warga Kota, Kumpulan Opini Harian KOMPAS, Maret 2006, Jakarta : Kompas Gramedia Hlm 10

Page 9: JUDUL HPM CCHARTER

lain: hak asasi pribadi (personal rights), hak asasi politik (political rights), hak

asasi hukum (legal equity rights), hak asasi ekonomi (property rights), hak asasi

peradilan (procedural rights),serta hak asasi sosial budaya (social culture rights).

C. Kajian Komprehensif Mengenai Keadilan dan Keadilan Konstitusional

1. Ruang Lingkup Keadilan dan Keadilan Konstitusional

Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya

filsafat Yunani maupun sejarah perkembangan peradaban manusia itu sendiri.

Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik,

filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa

bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang

dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu

halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.9

Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal dari

bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda

yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya

justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan

yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan

(3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum

suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate).10

Sedangkan kata “adil” dalam bahasa Indonesia bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya

sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan

cara yang tepat dalam mengambil keputusan.

Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran

hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan

yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara

rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim

tersebut. Secara kefilsafatan pemaknaan terhadap keadilan dalam konteks

pemikiran dapat dijabarkan ke dalam beberapa perkembangan pemikiran para

tokoh antara lain:

9 Muchamad, Ali Safaat, 2008, Pemikiran Keadilan (Plato, Aristoteles, Dan John Rawls), diakses dari http://www.sakuntalla.wordpress.com, diakses pada tanggal 5 November 2010.10AbdurrahmanWahid,KonsepKonsepKeadilan,www.isnet.org/~djoko/Islam/Paramadina/00index, diakses pada tanggal 6 November 2010.

Page 10: JUDUL HPM CCHARTER

(i) Keadilan dalam Perspektif Plato

Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui kekuatan-

kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam

filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat

bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan

adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemen-elemen

prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:11

1. Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh

para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas

dengan domba manusia.

2. Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian

khusus terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada

persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan

kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingan-

kepentingan anggotanya.

(ii) Keadilan dalam Perpektif Aristoteles

Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas tiga

hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2) apa arti

keadilan, dan (3) diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak. Untuk

mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan

pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara

jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu.

Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang

tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair),

maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan

fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua

tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah

adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan

masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan

mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.

11 Karl R. Popper, 2002, Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya, (The Open Society and Its Enemy), diterjemahkan oleh: Uzair Fauzan, Cetakan I, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 110.

Page 11: JUDUL HPM CCHARTER

Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial.

Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri,

tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan

pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai

sebuah nilai-nilai.

(iii) Keadilan dalam Perspektif John Rawls

John Rawls lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan

munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara

pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah (1) jaminan

stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan

kehidupan bersama.

John Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil

adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan,

kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi.

Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk:

1. menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak

2. melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.

John Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah

situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang

dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas

ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress)

masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar

inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota

masyarakat secara sederajat. Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang

digunakan adalah:

1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan

semua pihak;

2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling

lemah.

3. Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan

yang adil atas kesempatan.

  Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu:

Page 12: JUDUL HPM CCHARTER

1. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas.

2. perbedaan

3. persamaan yang adil atas kesempatan.

Prinsip-prinsip keadilan yang disampaikan oleh John Rawls pada

umumnya sangat relevan bagi negara-negara dunia yang sedang berkembang,

seperti Indonesia misalnya. Relevansi tersebut semakin kuat tatkala hampir

sebagian besar populasi dunia yang menetap di Indonesia masih tergolong sebagai

masyarakat kaum lemah yang hidup di bawah garis kemiskinan. Akan tetapi,

apabila dicermati jauh sebelum terbitnya karya-karya Rawls mengenai “keadilan

sosial” (social justice),

Bangsa Indonesia sebenarnya telah menancapkan dasar kehidupan

berbangsa dan bernegaranya atas dasar keadilan sosial. Dua kali istilah “keadilan

sosial” disebutkan di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dengan

demikian, keadilan sosial telah diletakkan menjadi salah satu landasan dasar dari

tujuan dan cita negara (staatsidee) sekaligus sebagai dasar filosofis bernegara

(filosofische grondslag) yang termaktub pada sila kelima dari Pancasila. Artinya,

memang sejak awal the founding parents mendirikan Indonesia atas pijakan untuk

mewujudkan keadilan sosial baik untuk warga negaranya sendiri maupun

masyarakat dunia.12

Dalam konsepsi Rawls, keadilan sosial tersebut dapat ditegakkan melalui

koreksi terhadap pencapaian keadilan dengan cara memperbaiki struktur dasar

dari institusi-institusi sosial yang utama, seperti misalnya pengadilan, pasar, dan

konstitusi negara. Apabila kita sejajarkan antara prinsip keadilan Rawls dan

konstitusi, maka dua prinsip keadilan yang menjadi premis utama dari teori Rawls

juga tertera dalam konstitusi Indonesia, terlebih lagi setelah adanya perubahan

UUD 1945 melalui empat tahapan dari 1999 sampai dengan 2002. Prinsip

kebebasan yang sama (equal liberty principle) tercermin dari adanya ketentuan

mengenai hak dan kebebasan warga negara (constitutional rights and freedoms of

citizens) yang dimuat di dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, diantaranya

yaitu Pasal 28E UUD 1945 mengenai kebebasan memeluk agama (freedom of

12 Pan, Mohammad Faiz, 2009, Teori Keadilan John Rawls Dan Relevansi Konstitusi Indonesia, diakses dari http://www.jurnalhukum.blogspot.com, diakses pada tanggal 10 November 2010

Page 13: JUDUL HPM CCHARTER

religion), kebebasan menyatakan pikiran sesuai hati nurani (freedom of

conscience), serta kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat (freedom of

assembly and speech).

D. Kajian Komprehensif Mengenai Pelayanan Publik

Kecenderungan dunia dalam penyelenggaraan negara dan pelayanan

publiknya, dewasa ini sudah mengalami pergeseran paradigma bernegara yang

digunakan yaitu dari state oriented menuju civilize oriented. Hal ini sejalan

dengan derasnya tuntutan akan peran serta masyarakat dalam era gelombang

demokrasi partisipatif menuju terciptanya kehidupan bermasyarakat yang lebih

demokratis, transparan, akuntabel, damai, dan sejahtera. Adalah wajar, kalau

semua pemerintahan di dunia sekarang ini berada dalam tekanan untuk dapat

bekerja lebih baik: efektif, efisien, ekonomis (to maximize results and minimize

costs).

Upaya-upaya yang dilakukan seperti reinventing, reengineering,

horizontal administration, responsive government dan lain sebagainya semuanya

telah dilakukan agar pemerintahan dapat dijalankan secara lebih efektif dan

efisien. Tantangan ini telah merubah peran pemerintah dari sekedar memberikan

pelayanan seadanya secara rutin menjadi melayani semua kebutuhan pelayanan

masyarakat dengan mutu yang tinggi (high quality services). Konsekuensinya,

semua pemerintahan di dunia bersaing untuk menggagas inisiatif baru tentang

upaya meningkatkan standar kinerja pelayanannya agar dapat memenuhi dan

kalau bisa melebihi keinginan dan harapan masyarakat.13 Tugas pelayanan publik

adalah tugas memberikan pelayanan kepada umum tanpa membeda-bedakan dan

diberikan secara cuma-cuma atau denagan biaya sedemikian rupa sehingga

kelompok paling tidak mampu-pun mampu menjangkaunya. Tugas ini diemban

oleh negara yang dilaksanakan melalui salah satu lengannya, yaitu lembaga

eksekutif (pemerintah sebagai pelaksana).14

Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) UU No 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik mendefinisikan bahwa Pelayanan publik adalah, “Kegiatan

13Irfan, Islamy, 2005, Upaya Meningkatkan Mutu Kinerja Pelayanan Publik di Jawa Timur, Makalah Tidak dipublikasikan.14 Jazim, Hamidi, 2007, Paradigama Baru Kebijakan Pelayanan Publik yang Pro Civil Society dan Berbasis Hukum, Makalah Tidak di Publikasikan

Page 14: JUDUL HPM CCHARTER

atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk

atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan publik”.15

Menurut Kantor Kementerian PAN, pelayanan publik adalah “Segala

bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparat pemerintah dalam

bentuk barang dan atau jasa, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan

peraturan perundang-undangan”. Sedangkan menurut Komisi Hukum Nasional

dalam kajiannya merilis, Pelayanan Publik adalah “Suatu kewajiban yang

diberikan oleh Konstitusi atau Undang-undang kepada Pemerintah untuk

memenuhi hak-hak dasar warga negara atau penduduk atas suatu pelayanan

(publik).”

Adapun indikator kualitas pelayanan menurut konsumen ada 5 dimensi

berikut (Amy Y.S. Rahayu, 1997):16

a. Tangibles: kualitas pelayanan berupa sarana fisik kantor,

komputerisasi Administrasi, Ruang Tunggu, tempat informasi dan

sebagainya.

b. Realibility: kemampuan dan keandalan dalam menyediakan

pelayanan yang terpercaya.

c. Responsivness: kesanggupan untuk membantui dan menyediakan

pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan

konsumen.

d. Assurance: kemampuan dan keramahan dan sopan santun dalam

meyakinkan kepercayaan konsumen.

e. Emphaty: sikap tegas tetapi ramah dalam memberikan pelayanan

kepada konsumen.

Berpangkal dari uraian diatas maka dalam konteks globalisasi peran

pelayanan publik perpustakaan menjadi sangat penting dan erat dengan aspek

keterbekuaan informasi publik. Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa: “Setiap orang berhak untuk

15 Pasal 1 angka (1) UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik16Amy Y.S. Rahayu, lihat dalam Ibnu Tricahyo, 2005, Urgensinya Pengaturan tentang Pelayanan Publik, Makalah tidak dipublikasikan.

Page 15: JUDUL HPM CCHARTER

berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan

menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Maka dari itu berpangkal dari ketentuan pasal 28 huruf F tersebut telah

mengilhami diundangkannya produk hukum di ranah publik yaitu UU No 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam ketentuan umum pasal

1 angka 1 dan angka 2 dijelaskan bahwa: Pertama informasi adalah keterangan,

pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan

baik data, fakta, maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca

yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan

teknologi informasi dan komunikasi baik secara elektronik maupun non

elektronik. Kedua informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,

dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan

dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan

penyelenggaraan badan publik yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta

informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Hak atas informasi sebagai hak asasi manusia juga dapat dilihat dalam

Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai cakupan dari hak atas

kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Jaminan yang sama juga

ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik

(ICCPR).17 Hak atas informasi juga menjadi materi materi amandemen pertama

konstitusi Amerika Serikat.18 Dengan demikian terdapat korelasi strategis antara

perwujudan pelayanan publik prima oleh institusi penyedia jasa kesehatan yang

ideal dengan aspek pelayanan publik dan keterbukaan informasi sebagai sarana

untuk membangun institusi publik yang pro terhadap pencerdasan dan

kesejahteraan masyarakat Indonesia.

17 Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 217 A (III) 10 Desember 194818The Journal of College and University Law, Focus on Secrecy And University Research, The National Association of College And University Attoneys And The Notre Dame Law School, Volume 19, Number 3, 1993.

Page 16: JUDUL HPM CCHARTER

BAB III

METODE PENULISAN

A. Jenis Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini merupakan karya akademik yang bersifat

kualitatif, yang didasarkan pada data (bahan hukum dan informasi). Penulisan

karya ilmiah ini lebih mengacu pada data yang bukan dalam bentuk angka

(kuantitatif). Sedangkan karakteristik dari penulisan karya ilmiah ini sendiri ialah

studi literatur dan kepustakaan dengan analisis terhadap hipotesis yang diperoleh.

Dilihat dari sifat tujuan penulisan, maka karya ilmiah ini termasuk dalam

penulisan yang bersifat deskriptif, dimana menurut Rianto Adi, penelitian ataupun

penulisan yang bersifat deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan secara

cermat dan detail terhadap fakta-fakta ataupun karakteristik, serta menentukan

frekuensi dari sesuatu hal yang terjadi.19

B. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode Yuridis

Normatif yaitu mengkaji secara komprehensif aspek hukum ketentuan ketentuan

perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan publik sebagai legal

instrument dalam merumuskan kebijakan publik di sektor penerapan Citizen

charter pada institusi penyedia layanan kesehatan. Adapun metode pendekatan

yang digunakan antara lain: Pertama metode pendekatan perundang-undangan

atau dikenal dengan istilah statuta approach. Kedua, metode pendekatan konsep

(Conceptual approach) yaitu penulisa hendak menawarkan konsep dalam

merumuskan kebijakan penerapan Citizen charter pada institusi penyedia layanan

kesehatan.

C. Bahan Hukum

Adapun bahan hukum dalam penulisan karya ilmiah ini dibagi ke dalam

tiga ketegori antara lain:

1. Bahan Hukum Primer:

a. UUD Negera Republik Indonesia Tahun 1945;

19 Adi, Rianto. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, hlm 25

Page 17: JUDUL HPM CCHARTER

b. UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

c. UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

d. UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

e. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

f. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

2. Bahan Hukum Sekunder:

Adapun bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku yang terkait dengan

topik penulisan, hasil-hasil penelitian yang relevan dengan topik penulisan,

makalah, jurnal, Surat Kabar, pendapat dari dosen pembimbing yang ahli

dibidang hukum dan kebijakan pelayanan publik.

3. Bahan Hukum Tersier

Adapun bahan hukum tersier terdiri dari ensiklopedia hukum, kamus

bahasa Indonesia dan kamus bahasa Inggris.

D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum dan Informasi

adapun teknik memperoleh bahan hukum melalui studi kepustakaan pada

Perpustakaan Daerah Kota Malang, Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya,

Studi dokumentasi dan informasi hukum, penelusuran melalui internet, dan

konsultasi dengan dosen pembimbing yang ahli dibidang hukum dan kebijakan

pelayanan publik

E. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penulisan karya ilmiah akademik ini diawali dengan pengumpulan data,

bahan hukum dan infromasi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang

akan dibahas. Kemudian data, bahan hukum dan informasi yang telah terkumpul

tersebut pada akhirnya akan dianalisis untuk kemudian dipakai dalam pemecahan

terhadap masalah yang akan dibahas dalam penulisan.

Analisis yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah deskriptif-analitis.

Dalam penulisan karya ilmiah ini, yang dilakukan penulis ialah pertama

mendikripsikan, mengidentifikasi dan menganalisis tentang adanya suatu

pengaruh yang ditimbulkan dari pelayanan publik buruk yang berimplikasi pada

minimnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan . Kemudian yang kedua

Page 18: JUDUL HPM CCHARTER

menganalisis urgensi mekanisme Citizen charter bagi terwujudnya pelayanan

prima yang berbasis keadilan konstitusional non-diskriminatif. dan yang ketiga

adalah menawarkan gagasan kongkrit dan solutif mengenai model penerapan

Citizen charter yang efektif pada institusi pelayanan kesehatan sebagai sarana

mendorong terwujudnya keadilan konstitusional yang berbasis pada pelayanan

prima non-diskriminatif.

F. Desain Penulisan

Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Tersier

Diskusi, Bimbingan

Menggunakan Metode Yuridis Normatif diolah

dengan diskriptif dan analisis isi (Content Analysis)

Inventasasi Masalah

Kontribusi Penulisan

Kontribusi teoritik dan Kontribusi secara aplikatif

PARADIGMA REFORMASI BIROKRASI

Kajian Kepustakaan di Bidang Citizen charter, Tanggung

Jawab Negara dalam Pemenuhan HAM dan Ruang

lingkup pelayanan publik

PENERAPAN MEKANISME CITIZEN

CHARTER PADA INSTITUSI PENYEDIA

LAYANAN KESEHATAN

Page 19: JUDUL HPM CCHARTER

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, 2005 Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan Kedua, Jakarta: Konstitusi Press.

Hamidi, Jazim, 2007, Paradigama Baru Kebijakan Pelayanan Publik yang Pro Civil Society dan Berbasis Hukum, Makalah Tidak di Publikasikan.

Islamy, Irfan, 2005, Upaya Meningkatkan Mutu Kinerja Pelayanan Publik di Jawa Timur, Makalah Tidak dipublikasikan.

Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan), Naskah Akademis & RUU Pelayanan Publik, diakses dari http://www.menpan.go.id, diakses pada tanggal 12 Januari 2011.

Kumorotomo, Wahyudi, Citizen Charter (Kontrak Pelayanan): Pola Kemitraan Strategis untuk Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik. Diakses melalui http:// www.google.co.id tanggal 4 November 2010.

Local Governance Support Program Local Government Management Systems, 2009, Praktek-praktek yang baik dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menggunakan Pakta Pelayanan Masyarakat, Jakarta: Kerjasama USAID dan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Depdagri.

Mahfud, MD, 2010, Mahfud MD Menjadi keynote speaker Peluncuran Buku “Orang Miskin Boleh Sehat, Makalah diakses dari http://www.mahkamahkonstitusi.go.id, diakses pada tanggal 2 November 2010.

Rahajeng, Malnutrisi, Diakses dari http://www.google.com, diakses pada tanggal 2 November 2010.

Tricahyo, Ibnu 2005, Urgensi Pengaturan tentang Pelayanan Publik, Makalah tidak dipublikasikan.

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi ManusiaUU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi PublikUU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan PublikUU No 36 Tahun 2009 tentang KesehatanUU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Page 20: JUDUL HPM CCHARTER

RANCANGAN PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

Biaya Pokok

1 Biaya Penggandaan Proposal Rp 100.000,-

2 Biaya Penggandaan Surat/menyurat Rp 20.000,-

3 Biaya rental internet Rp 100.000,-

4 Biaya Ngeprint Rp 100.000,-

5 Biaya Pengadaan Literatur Rp 250.000,-+

Rp 570.000,-

Biaya Penunjang Penelitian

1 Biaya konsumsi Rp 640.000,-

( 2orgxRp 10.000x16x2 kali makan)

2 Biaya Transportasi Rp 80.000,-

(Per liter Rp 5.000)x 16 hr

3 Biaya Komunikasi

(Pulsa Simp Rp 20.000x2org)x5 Rp 200.000,-

4 Biaya Operasional Penulis Rp 510.000,-+

(Rp 255.000x2 Orang) Rp1.430.000,-

Total Biaya yang dikeluarkan Rp 2.000.000,-

Page 21: JUDUL HPM CCHARTER

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

Kegiatan Oktober November DesemberPengajuan Proposal Penelitian Persiapan Penelitian Instrumen Data Primer Instrumen Data Sekunder Penggalian Data Primer Penggalian Data Sekunder Analisis Data Konsep Laporan Akhir Laporan Akhir

Page 22: JUDUL HPM CCHARTER

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : Arie Ryan Lumban TobingTTL : Surabaya, 11 Maret 1991NIM : 0810110011Alamat : Jl. M. T. Haryono Gg. Brawijaya VI No. 103, Malang – Jawa TimurNo. Telp. : 085731777870Fakultas/Universitas : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya MalangJurusan/Angkatan : Ilmu Hukum / Angkatan 2008Karya Tulis :

Penelitian tentang “Revitalisasi Peran Pemerintah Kabupaten Malang dalam Mendorong Regulasi Tata Kelola Pupuk Organik” bekerja sama dengan UNDP- Universitas Brawijaya.

Penulisan Karya Ilmiah dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahkamah Konstitusi yang berjudul “Gagasan Mekanisme Constitusional Complaint Sebagai Sarana Mewujudkan Keadilan Konstitusional dan Supremasi Konstitusi di Indonesia”.

Prestasi : 1. Juara II Lomba Karya Tulis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2011

Page 23: JUDUL HPM CCHARTER

NAMA : Farid RamdhaniTTL : NIM : 091011Alamat : No. Telp : Fakultas/Universitas : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya MalangJurusan/Angkatan : Ilmu Hukum / Angkatan 2009Karya Tulis : - Prestasi : 1.

NAMA : IndraTTL : NIM : 11501010Alamat : No. Telp :Fakultas/Universitas : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya MalangJurusan/Angkatan : Ilmu Hukum / Angkatan 2011

NAMA : Bayu Dwi Nur SeptianTTL : NIM : 115010107121014Alamat : No. Telp :Fakultas/Universitas : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya MalangJurusan/Angkatan : Ilmu Hukum (Kelas Bahasa Inggris) / Angkatan 2011