judul komo PASTI

Embed Size (px)

Citation preview

A. JUDUL PENGARUH PELATIHAN RENANG GAYA CRAWL TERHADAP PENINGKATAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO2 maks) DAN VOLUME PARU-PARU TERHADAP ANGGOTA CLUB JUNIOR RENANG GUNA TIRTA TABANAN

B. IDENTITAS PENELITI a. Nama Peneliti b. Nomor Induk Peneliti c. Jurusan d. Fakultas : Komang Gede Cahya Dinata : 0816021012 : Ilmu Keolahragaan : Olahraga dan Kesehatan

C. LATAR BELAKANG

Setiap aktivitas pasti mempunyai tujuan, tidak terkecuali dengan pelatihan. Tujuan pelatihan berbeda dengan tujuan berolahraga. Tujuan berolahraga dapat dibagi atas kebutuhannya, yakni untuk: 1) rekreasi (bersenang-senang), 2) pendidikan (membina disiplin, kemauan, kepribadian, kerjasama, dll), 3) kesehatan (pencegahan agar tidak sakit jantung, pengobatan sakit asma, rehabilitasi, dll.), 4) kesegaran jasmani (agar mampu melakukan pekerjaan sehari-hari dengan tingkat efisiensi dan produktivitas tinggi, dll.) dan 5) prestasi (menjadi juara olahraga) (Nala, 1998 : 4). Olahraga prestasi merupakan olahraga yang lebih menekankan pada peningkatan prestasi seorang atlet pada suatu kecabangan olahraga tertentu. Melalui olahraga prestasi ini dapat dikembangkan potensi diri atau bakat dari atlet bersangkutan. Olahraga prestasi juga berperan

1

penting dalam pengembangan aspek kepribadian atlet seperti tanggung jawab, kompetisi, disiplin, dan percaya diri. Kebugaran jasmani merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan seseorang. Kebugaran jasmani yang baik akan berimplikasi pada kekuatan, kecepatan, ketepatan, kelentukan, kelincahan, power, dan daya tahan yang baik pula. Volume oksigen maksimal (VO2 Max) dipakai sebagai salah satu parameter derajat daya tahan seseorang. Volume oksigen maksimal (VO2 Max) merupakan faktor yang dominan dalam menunjukan kemampuan tubuh seseorang. Di Indonesia, menurut data dari Sport Development Index (SDI) pada tahun 2010, hanya sebesar 1.08% masyarakat yang memiliki tingkat kebugaran jasmani yang baik sekali, 4.07% tergolong baik, 13.55% termasuk kategori sedang, 43.30% tergolong kurang bugar, dan 37.40% tergolong kurang sekali (Anonim, 2011: 1). Volume paru-paru adalah jumlah udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat (Evelyn C. Pearce, 2002). Sedangkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) adalah kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen secara maksimal dalam perunit waktu tertentu dan secara absolut dinyatakan dalam liter permenit (Junusul Hairy, 1989). Daya tahan jantung-paru (cardiorespiratory endurance) merupakan kesanggupan sistem jantung-paru dan pembuluh darah dalam mengambil oksigen dan menyalurkannya keseluruh tubuh terutama jaringan yang aktif sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh (Depkes RI, 2005). Daya tahan jantung-paru yang terdiri dari kemampuan paru-paru, jantung dan pembuluh darah dalam menyediakan oksigen bagi kelangsungan kerja otot, merupakan salah satu unsur yang paling utama dalam menunjang kebugaran jasmani seseorang. Daya tahan jantung-paru (cardiorespiratory endurance) merupakan komponen yang bersifat dinamis yang berubah-ubah sesuai dengan aktivitas fisik yang dilakukan khususnya pelatihan fisik. Pelatihan fisik yang dilakukan secara

2

teratur, sistematik, dan berkesinambungan yang dituangkan dalam suatu program dapat meningkatkan kemampuan fisik tertentu secara nyata (Astrand & Rodhal, 1986, dalam Kanca, 2004: 50). Besarnya daya tahan jantung paru dapat diukur dengan mengetahui volume paru-paru (vital capasity) serta dengan menilai volume oksigen maksimal (VO2 maks) yang dapat digunakan oleh tubuh. Olahraga renang sangat berbeda dengan olahraga yang lain dan bergerak di air berbeda dengan bergerak di darat. Gerak di darat pada umum biasanya pada posisi tegak atau vertikal yang dipengaruhi oleh daya tarik bumi sepenuhnya. Sedangkan gerak di air dalam posisi horisontal di bawah pengaruh daya tarik bumi yang dikurangi daya tekan air ke atas. Pada umumnya anak-anak lebih cepat terampil daripada orang dewasa bila belajar renang yang diakibatkan oleh anank-anak menyukai belajar renang atau pengalaman baru yang terdapat di dalam air. Sehingga dalam pelatihan renang yang akan peneliti ambil memakai anak kecil sebagai sampel atau subjek penelitian. Bertititk tolak dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul Pengaruh Pelatihan renang gaya crawl terhadap Peningkatan Volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan Volume paru-paru terhadap anggota club junior renang Guna Tirta Tabanan.

D. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah :1. Bagaimana pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan

volume oksigen maksimal (VO2 maks)?2. Bagaimana pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan

volume paru-paru?

3

E. TUJUAN Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan umum Untuk memperkenalkan serta memberikan pengetahuan oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru. tentang

pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan volume

2. Tujuan khusus Untuk mengetahui pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paruparu.

F. MANFAAT Setelah penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Secara teoritis penelitian ini memberikan informasi dalah bidang ilmu pengetahuan pada umumnya dan dalam bidang ilmu keolahragaan pada khususnya yang dikaitkan dengan pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru. 2. Manfaat praktisa. Memberikan informasi bagi pembina, pelatih, guru olahraga, atlet

dan pelaku olahraga untuk dapat digunakan sebagai salah satu acuan

4

dalam meningkatkan kebugaran jasmani maupun prestasi yang lebih menekankan pada peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru.b. Dapat digunakan sebagai pembanding dalam memberikan pelatihan

kondisi fisik untuk meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru. c. Dapat memberikan informasi ilmiah bagi peneliti untuk kepentingan penelitian yang dilaksanakan.

G. Kajian Teori 1. Pelatihan Pelatihan merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (refetitif) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal (Nala, 1998: 1). Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari meningkatkan jumlah beban pelatihan atau pekerjaan, dan salah satu yang paling penting dari pelatihan harus dilakukan secara berulang-ulang dan meningkatkan beban atau tahanan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot yang diperlukan untuk pekerjaannya (Junusul Hairy, 1989:67). Pelatihan adalah suatu proses berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang dan kian hari jumlah beban pelatihannya kian bertambah, sehingga memberikan rangsangan secara menyeluruh terhadap tubuh dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental secara menyeluruh (Kanca, 1990: 25). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang dalam jangka waktu (durasi) lama dan dengan jumlah pelatihan beban harian meningkat

5

yang bertujuan meningkatkan kemampuan fisik untuk mencapai penampilan yang optimal. Suatu pelatihan olahraga agar mencapai hasil yang maksimal, maka diperlukan prinsip-prinsip pelatihan dimana nantinya dapat mendukung pelatihan olahraga tersebut. Untuk berlatih dan melatih dengan baik, pemahaman tentang pedoman umum pelatihan yang disebut dengan prinsip-prinsip dasar pelatihan sangat penting untuk diperhatikan, selain itu pelatihan fisik juga sangat penting diperhatikan dalam melatih. 2. Prinsip-prinsip Dasar Pelatihan Prinsip pelatihan merupakan suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis, dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 1998: 11). Menurut Kanca (1990: 28) beberapa prinsip dasar program pelatihan fisik sebagai berikut:a. Prinsip beban berlebih (the overload principle)

Prinsip beban berlebih pada dasarnya untuk mendapatkan efek pelatihan yang baik, organ tubuh harus mendapatkan pembebanan melebihi beban dari biasanya diterima dari aktivitas kehidupan sehari-hari. Beban yang diberikan bersifat individual dan pada dasarnya diberi beban mendekati beban sub maksimal sampai beban maksimalnya. Menurut Martens (dalam Sukadiyanto, 2005:17) tingkat penambahan beban latihan berkaitan dengan tiga faktor, yaitu frekuensi, intensitas dan durasi. Penambahan frekuensi dapat dilakukan dengan menambah sesi pelatihan. Untuk intensitas pelatihan dapat dengan cara meningkatkan kualitas pembebanannya. Sedangkan durasi dengan cara menambah jam pelatihan atau bila jam pelatihan tetap dapat dengan cara memperpendek waktu recovery dan interval, sehingga kualitas pelatihan meningkat. Agar prinsip beban berlebih ini efektif, sebaiknya menganut sistem tangga (step-type approach) seperti nampak pada bagan di bawah ini (Bompa,1999).

6

7 6 3 2 1 4 5 8

9

1 0

1 1

PRESTASI

Gambar 1. Step Type Aproach Sumber: (Bompa, 1999: 48)

Garis vertikal menunjukkan perubahan (penambahan) beban latihan dan setiap garis horizontal adalah tahap adaptasi (penyesuaian) terhadap beban yang baru. Pada tahap ke-4 dan ke-8 beban diturunkan (ini disebut unloading phase), yang maksudnya ialah untuk memberikan kesempatan kepada tubuh untuk melakukan regenerasi agar dapat mengumpulkan tenaga dan memperbaiki sel-sel yang rusak akibat latihan. Dalam pelatihan renang gaya crawl ini, prinsip pembebanan berlebih dapat dilakukan dari meningkatkan durasi latihan secara bertahap serta set dan intensitasnya.b. Prinsip tahanan bertambah (the principle of progresive resistance)

Agar terjadi proses adaptasi terhadap tubuh, maka diperlukan prinsip beban berlebih yang diikuti dengan prinsip tahanan bertambah. Sebab keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Prinsip tahanan bertambah, artinya dalam pelaksanaan pelatihan dilakukan dari yang mudah ke yang sukar, sederhana ke kompleks serta dari beban yang ringan kemudian ditingkatkan

7

sesuai dengan kemampuannya dan makin lama beban pelatihannya makin berat.c. Prinsip pelatihan beraturan (the principle of arrangement of exercise)

Suatu pelatihan hendaknya diatur sedemikian rupa, dimulai dengan melatih kelompok otot-otot yang besar, kemudian baru dilanjutkan dengan melatih kelompok otot-otot yang kecil. Karena melatih otot yang besar lebih mudah dalam pelaksanaannya. Tidak boleh melakukan latihan secara berurutan kepada kelompok otot yang sama, berikan senggang waktu yang cukup untuk periode pemulihan. Dalam penelitian ini penerapan pelatihan beraturan dilakukkan secara sistematis yang dimulai dari pemanasan, pelatihan inti dan diakhiri dengan pendinginand. Prinsip pelatihan spesifik (the principle of spesific)

Program pelatihan dalam beberapa hal hendaknya bersifat khusus, karena setiap cabang olahraga memerlukan persiapan yang khusus dan khas dalam penyusunan program pelatihan. Menurut Sukadiyanto (2005: 18) hal yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan prinsip pelatihan spesifik, antara lain (a) spesifikasi kebutuhan energi, (b) spesifikasi bentuk dan pelatihan, (c) spesifikasi ciri gerak dan kelompok otot yang digunakan, dan (d) waktu periodisasi pelatihan. Dalam penerapan prinsip pelatihan spesifik dilakukan dengan pemberian pelatihan renang gaya crawl untuk meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-parue. Prinsip pulih asal (the principle of reversibility)

Hasil dari peningkatan kualitas fisik sebagai akibat dari pelatihan yang diberikan yang bersifat reversibel yang berarti kualitas fisik yang diperoleh melalui hasil latihan, akan menurun kembali jika tidak melakukan latihan dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu kesinambungan latihan memiliki peran yang sangat penting dalam prinsip-prinsip pelatihan. Dalam pelatihan ini prinsip pulih asal yang dimaksud yaitu selang latihan dan istirahat yang diberikan dari setiap sesi latihan yang dilakukan.

8

f. Prinsip Individu (The Principle of Individuality)

Pada dasarnya setiap individu memiliki fisik dan karakter yang berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lainya. Begitu juga dalam merespon beban latihan untuk setiap olahragawan tentu akan berbeda-beda, sehingga beban latihan setiap orang tidak bisa disamakan antara orang yang satu dengan orang yang lainnya. Sukadiyanto (2005:14) menjelaskan, hal yang harus diperhatikan dalam prinsip individualisasi adalah faktor keturunan, kematangan, status gizi, waktu istirahat dan tidur, tingkat kebugaran, pengaruh lingkungan, cedera, dan motivasi. Dalam pelatihan ini prinsip individu yang dimaksudkan adalah setiap individu yang memiliki karakter dan fisik yang berbeda nantinya dapat beradaptasi terhadap pelatihan renang gaya crawl yang diberikan dan setiap individu dapat mencapai hasil yang maksimal yang berbeda-beda pula tergantung kemampuan masing-masing individu. 3. Sistematika Pelatihan Suatu pelatihan akan memberikan dampak yang besar apabila pelatihan yang diberikan mengikuti sistematika pelatihan. Hal ini ditunjukan untuk menghindari cedera pada saat melaksanakan suatu pelatihan serta mampu memperoleh hasil yang maksimal, maka pemberian pelatihan harus dilakukan secara sistematik, kontinyu dan tepat. Jadi seorang pelatih maupun atlet harus memperhatikan sistematika pelatihan. Menurut Kanca, (1990: 62) adapun sistematika yang diperhatikan adalah sebagai berikut:a.

Pelatihan Pemanasan (Warming-up) Pemanasan ialah suatu proses aktivitas jasmani baik secara aktif maupun

pasif untuk menyiapkan fisik dan mental atlet melakukan latihan atau pertandingan dalam olahraga (Suharno, 1983: 68). Pemanasan (warming-up) amat perlu dilakukan oleh setiap atlet baik sebelum berlatih (pra-pelatihan) maupun sebelum bertanding (pra-pertandingan). Menurut Nala (1998: 50) aktivitas dalam pemanasan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga tahapan aktivitas yaitu:

9

1) Peregangan Peregangan otot merupakan aktivitas yang pertama kali dilakukan dalam periode pemanasan. Gerakan peregangan tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba atau meledak-ledak tetapi perlahan-lahan untuk menghindari cedera. 2) Kalisthenik (dinamis) Gerakan kalistherik menggerakan sekelompok otot yang dilakukan secara aktif berulang-ulang dengan tujuan untuk meningkatkan suhu dan aliran darah pada otot yang bersangkutan. 3) Aktivitas Spesifik Aktivitas spesifik dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan suhu otot dan aliran darah pada otot yang bersangkutan, serta meningkatkan kesiapan sistem saraf otot atau unit motoriknya dalam kegiatan olahraga spesifikasinya.b.

Aktivitas formal (formal activity)

Aktivitas formal merupakan fase terakhir darigerakan pemanasan. Aktivitas ini dilakukan dengan melakukan gerakan-gerakan yang dipergunakan dalam aktivitas olahraga bersangkutan seperti teknik dasar dari kecabangan olahraga yang digeluti. Aktivitas fomal yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan gerakan renag gaya crawl. c. Pelatihan Inti Pelatihan yang dilakukan merupakan aktivitas pokok dari cabang olahraga yang di latihkan. Bentuk pelatihan inti ini melakukan renang gaya crawl. Selama penelitian berlangsung pembebanan ditingkatkan secara progressif melalui intensitas, volume, dan frekuensi latihan yang diberikan selama proses penelitian berlangsung.d.

Pelatihan Pendinginan (Cooling-Down) Pendinginan atau cooling-down dilakukan setelah usai melakukan pelatihan

atau aktivitas fisik lainnya. Pelatihan pendinginan yang dimaksud adalah melakukan pelatihan yang ringan sesudah masa berat. Dengan melakukan pendinginan, derajat keasaman darah akan lebih cepat menurun, sehingga kelelahan

10

akibat stress pelatihan yang diakibatkan oleh peningkatan asam laktat dalam darah akan cepat hilang. Menurut Power dalam Nala (1998: 52) menyatakan lama pendinginan yang ideal berkisar antara 10-30 menit yang tergantung cepatnya asam laktat diubah. Lamanya pendinginan pada pelatihan ini adalah selama 10 menit. 4. Intensitas Pelatihan Intensitas pelatihan meruakan ukuran yang menunjukan kualitas (mutu) suatu rangsang atau pembebanan (Sukadiyanto, 2005:24). Intensitas pelatihan adalah dosis pelatihan yang harus dilakukan seorang atlet menurut program yang telah ditentukan. Astrad, Miller, dan Brooks (dalam Nala, 1998:45) mengatakan, untuk mengetahui intensitas pelatihan sudah cukup atau belum yaitu dengan menghitung denyut nadi pada waktu pelatihan. Menurut Harsono (1988: 115) menyatakan bahwa banyak pelatih kita yang telah gagal untuk memberikan latihan yang berat kepada atletnya. Sebaliknya banyak pula atlet kita yang tidak berani melakukan latihan melebihi ambang rangsangnya.. Menurut teori Karvonen intensitas pelatihan dapat diukur dengan berbagai cara dan yang paling mudah adalah dengan cara mengukur denyut jantung (heart rate) (Harsono, 1988: 115) teknik yang dipakai yaitu :THR = RHR + O,6 (MHR-RHR)

Keterangan: THR = Training Heart Rate (denyut/menit) (Denyut jantung pelatihan) RHR = Resting Heart Rate (denyut/menit) (Denyut jantung waktu istirahat) MHR = Maximum Heart Rate (denyut/menit) (Denyut jantung maksimal)

11

Nala berikut:

(1992:38)

menyatakan,

apabila

intensitas

pelatihan

diambil

berdasarkan denyut nadi maka, dapat diukur dengan menggunakan dalil sebagai

a. Denyut Nadi Maksimal (DNM) b. Denyut Nadi Optimal (DNO) c. Denyut Nadi Minimal

: 220-Umur : (220- Umur) -10

: X (220-Umur)

Denyut nadi atau denyut jantung merupakan salah satu ukuran tentang kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen. Oksigen ini diangkut oleh darah dari paru ke otot akibat dari kekuatan otot jantung dalam memompa darah (Nala, 1998:45). Pekik Irianto (2002:56) menerangkan, teknik yang dipakai untuk menghitung denyut nadi adalah dengan meraba atau memegang dengan tiga jari (jari telunjuk, jari tengah dan jari manis) pada arteri radialis atau pada arteri coratid selama 15 detik. Menurut Bompa dalam Nala (1998: 45) tingkat intensitas pelatihan dari tingkat intensitas terendah sampai pada intensitas tertinggi dapat dilihat pada tabel 01. Tabel 01. Tingkat intensitas dari yang terendah sampai yang tertinggi NO 1 2 3 4 5 6 Kemampuan Maksimal 30-50% 50-70% 70-80% 80-90% 90-100% 100-105% Rendah Intermedium Medium Submaksimal Maksimal Supermaksimal Intensitas

Dalam penelitian ini intensitas yang digunakan adalah 75% - 85% dari denyut nadi optimal pada tingka intensitas kombinasi antara intensitas medium dengan sub

12

maksimal, dengan pertimbangan subyek penelitian ini adalah anggota club junior yang merupakan pemula dalam aktivitas olahraga dan bukan atlet. Serta dengan intensitas tersebut tidak akan membahayakan bagi tubuh, karena tergolong dalam intensitas latihan yang medium.

5. Frekuensi Pelatihan dan Lamanya Pelatihan Frekuensi adalah jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu. Pada umumnya periode waktu yang digunakan untuk menghitung jumlah frekuensi tersebut adalah satuan minggu (Sukadiyanto, 2005:29). Menurut Nala (1998: 47), menetapkan frekuensi pelatihan amat tergantung pada tipe olahraga dan jenis komponen biomotorik yang akan dikembangkan. Lebih lanjut Fox (dalam Nala, 1998:47) menjelaskan, frekuensi pelatihan untuk mengembangkan kemampuan anaerobik akan cukup efektif dengan pelatihan selama 3 kali seminggu dengan durasi pelatihan selama 8-10 minggu. Untuk meningkatkan kecepatan dan kekuatan otot cukup baik dilakukan 2-3 kali seminggu. Sedangkan dalam meningkatkan komponen daya tahan kardiovaskuler (physical fitness), maka frekuensi pelatihannya sebanyak 4-5 kali seminggu, dengan selingan istirahat maksimal 48 jam. Program pelatihan fisik baik aerobik maupun anaerobik dengan frekuensi 3 kali perminggu selama 4 minggu merupakan stressor fisik yang dapat dikondisikan, sehingga tubuh beradaptasi dan sekaligus mampu memperbaiki dan meningkatkan fungsi sistem tubuh (Kanca, 2004:148). Dalam penelitian ini frekuensi pelatihan yang digunakan adalah 3 kali seminggu dan lamanya pelatihan adalah selama 4 minggu atau 12 kali pelatihan di luar dari pelaksanaan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test ).

6. Pelatihan Renang Gaya Crawl

13

Renang gaya crawl popular pada awal abad ke-20setelah dikembangkan oleh orang-orang yang tinggal di daerah Laut Selatan. Di Indonesia renang gaya crawl sering disebut dengan istilah gaya babas (David Haller, 2007:22) Dalam renang gaya crawl sumber penghasil power yang utama adalah datangnya dari kayuhan lengan, yang secara bergantian melakukan recovery di udara dan melakukan dorongan keseimbangn terhadap gerakan lengn dengan cara melakukan gerakan ke bawh dan keatas (gerakan menendang) di dalam air (Drs.Ermat Suryantna,m.Kes. dan Drs.Adang Suherman,Ma., 2001:67) Adapun manfaat melakukan olahraga renang menurut sumber Anonim:2012 di internet adalah: a. Membentuk otot Saat berenang, kita menggerakkan hampir keseluruhan otot-otot pada tubuh, mulai dari kepala, leher, anggota gerak atas, dada, perut, punggung, pinggang, anggota gerak bawah, dan telapak kaki. Saat bergerak di dalam air, tubuh mengeluarkan energi lebih besar karena harus melawan massa air yang mampu menguatkan dan melenturkan otot-otot tubuh. b. Meningkatkan kemampuan fungsi jantung dan paru-paru Gerakan mendorong dan menendang air dengan anggota tubuh terutama tangan dan kaki, dapat memacu aliran darah ke jantung, pembuluh darah, dan paruparu. Artinya, berenang dapat dikategorikan sebagai latihan aerobik dalam air. c. Menambah tinggi badan Berenang secara baik dan benar akan membuat tubuh tumbuh lebih tinggi (bagi yang masih dalam pertumbuhan tentunya). d. Melatih pernafasan Sangat dianjurkan bagi orang yg terkena penyakit asma untuk berenang karena sistem crdiovaskular dan pernafasan dapat menjadi kuat. Penapasan kita menjadi lebih sehat, lancar, dan bisa pernafasan menjadi lebih panjang.

14

e. Membakar kalori lebih banyak Saat berenang, tubuh akan terasa lebih berat bergerak di dalam air. Otomatis energi yang dibutuhkan pun menjadi lebih tinggi, sehingga dapat secara efektif membakar sekitar 24% kalori tubuh. f. Self safety

Dengan berenang kita tidak perlu khawatir apabila suatu saat mengalami hal-hal yang tidak diinginkan khususnya yang berhubungan dengan air (jatuh ke laut dll). g. Menghilangkan stres. Secara psikologis, berenang juga dapat membuat hati dan pikiran lebih relaks. Gerakan berenang yang dilakukan dengan santai dan perlahan, mampu meningkatkan hormon endorfin dalam otak. Suasana hati jadi sejuk, pikiran lebih adem, badan pun bebas gerah. Adapun Teknik dasar dalam renang gaya crawl menurut Drs.Ermat

Suryantna,m.Kes. dan Drs.Adang Suherman,Ma., 2001:67 adalah sebagai berikut:

1. Posisi tubuh Pada gaya crawl adalah mengapung, merentang lurus (horisontal) dengan posisi telungkup posisi tubuh sejajar dengan air. Posisi kepala agak lebih tinggi dari pada kedua bahu guna menurunkan posisi pantat dan kedua paha. Degan demikian kedua kaki turun dan dapat melalukan gerakannya dibawah permukaan air. Posisi tubuh tersebut harus dilakukan dengan rileks agar energi dapat dihemat. Sementara itu posisi tubh horizontal sangat berguna untuk memperkecil tahanan air terhadap gerak kuncuran. 2. Gerak lengan

15

Kedua lengan secara bergantian meluncurkan tubuh didalam air, dari mulai posisi lengan merentang lurus ke depan, posisi lengan bengkok dibawah tubuh, posisi lengan lurus ke belakang dekat paha, dan posisi lengan di udara (di atas permukaan air) untuk kembali ke posisi semula. Daya gerak dari dorongan lengan harus selalu dapat mengkover gerakan lengan yang sedang melakukan recovery di udara. Adapun rangkaian gerakannya yaitu gerakan menarik tangan dimulai setelah semua tangan masuk kedalam air, sampai lengan mencapai bidang vertical dibawah tubuh. Sesudah itu dilanjutkan dengan gerakan dorongan, sampai lengan lurus kebelakang dan tangan disamping paha kemudian dilanjutan dengan gerakan mengangkat sikut dan tang dari air ke atas melewati kepala untuk melakukan gerakan tahapan masuk. 3. Gerakan tungkai Gerakan tungkai di mulai dari pangkal paha secara bergantian seumpama gerakan pecut. Pertahankan kedua tungkai agar selalu lurus ketika melakukan gerakan keatas pada melakukan gerakan kebawah (menendang), paha lebih dulu bergerak diikuti oleh lutut yang lurus dan permukaan kaki bagian bawah, seperti sebuah pecut. Gerakan memecut olek tungkai bagian bawah merupakan tahap yang paling banyak menghasilkan power bagi lncuran. Kaki dan ujung jari kaki tidak menunjuk kebawah. Untuk dapat menendang secara efektif, sendi kaki harus longgar, lurus, dan rileks. 4. Gerakan koordinasi Gerakan koordinasi dalam gaya crawl diarahkan pada proporsi gerakan tungkai lengan. Koordinasi dilakukan minimal dengan proporsi satu pukulan, artinya satu kali gerakan tungkai dan satu kali gerakan lengan. Makin bnyak gerakan tungkai dan makin sedikit gerakan lengan dengan irama gerakan yang proporsional, maka akan makin baik luncurannya. Namun demikian, pada umumnya koordinasi gaya crawl ini dilakukan dengan tiga pukulan artinya tiga kali gerakan tungkai satu kali gerakan lengan.

16

Dari uraian teknik renang gaya crawl diatas terdapt beberapa kunci yang harus diperhatikan agar memperoleh renangan yang lebih baik yaitu sebagai berikut: a. Pertahankan agar tubuh selalu lurus horizontal dan rileks dengan permukaan air. b. Lakukan pengambilan dan pengeluaran udara untuk bernapas melalui mulut dengan pola yang berirama. c. Pertahankan agar sikut selalu tinggi pada saat melakukan recovery. d. Awali gerakan menarik dan akhiri gerakan mendorong dengan posisi lengan lurus, bengkokan sikut pada waktu tangan bergerak dibawah badan. e. Gunakan pangkal paha sebagai poros dalam melalukan gerakan tungkai. f. Gunakan paha, lutut, dan sendi kaki secara berurutan dalam melakukan gerakan lecutan terhadap air. Pertahankan agar tungkai selalu lurus dalam melakukan lecutan dari pangkal paha.7. Volume Oksigen Maksimal (VO2 maks)

VO2 maks merupakan kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen secara optimal dalam ukuran selang waktu tertentu, biasanya dalam satuan menit. Ukuran VO2 maks menunjukan perbedaan terbesar antara oksigen yang dihisap masuk ke dalam paru dan oksigen yang dihembuskan ke luar paru (Junusul Hairy, 1989: 186). Dalam notasi ini, V adalah volume, O2 adalah oksigen dan titik diatas V menunjukan kecepatan, sehingga VO2 mencerminkan volume oksigen per unit waktu dan secara absolut dinyatakan dalam liter per menit. Sebagai contoh jika nilai volume oksigen maksimalnya seseorang 3 liter/menit, artinya seorang tersebut dapat mengkonsumsi oksigen secara maksimal 3 liter permenit. Sehingga dalam pelatihan ini tinjauan terhadap VO2 Max yaitu besarnya volume oksigen yang mampu di konsumsi per unit waktu tertentu. Volume oksigen maksimal (VO2 Max) merupakan faktor yang dominan dalam menunjukan kemampuan tubuh seseorang.

17

VO2 Max akan memberikan gambaran terhadap besarya kemampuan motorik (motorik power) terhadap proses aerobik seseorang. Volume oksigen maksimal (VO2 Max) sangat besar pengaruhnya terhadap daya tahan seseorang yaitu terhadap pemakaian dan pengangkutan oksigen oleh otot. Volume oksigen maksimal (VO2 Max) merupakan jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik sampai akhir terjadi kelelahan karena VO2 Max dapat membatasi kapasitas kardiovaskuler seseorang, maka VO2 Max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik (http://eprints.undip.ac.id). Terdapat beberapa istilah yang berhubungan terhadap VO2 Max diantaranya maximal oxygen consumption, maximal oxygen intake dan maximal aerobic power mempunyai pengertian yang sama, yang menunjukan perbedaan terbesar antar oksigen yang disap masuk kedalam paru-paru dan oksigen yang dihembuskan keluar paru yang mana artinya sama dengan istilah volume oksigen maksimal. Peningkatan volume oksigen maksimal sangat dipengaruhi oleh peningkatan sistem kardiorespirasi serta kemampuan otot dalam menggunakan oksigen yang dibawa dalam darah. Peningkatan ukuran jantung serta dataran difusi paru yang diakibatkan oleh latihan dapat meningkatkan VO2 maks. Selain itu hypertrophy pada otot yang disertai dengan peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria juga akan meningkatkan jumlah volume oksigen maksimal. Oksigen diperlukan untuk oksidasi karbohidrat maupun lemak menjadi energi yang siap pakai dalam tubuh yaitu Adinosine Tri Posfat (ATP). Besarnya oksigen yang dikonsumsi oleh jaringan bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen maksimal seperti jenis kelamin, umur, dan tingkat aktivitas seseorang. Dalam keadaan istirahat, komsumsi oksigen maksimal sekitar 0.25 liter/menit, jumlah ini dapat meningkat sebanyak 10-20 kali apabila seorang melakukan latihan daya tahan yang berat (Lamb dalam Ismaryati, 2008: 78). Tingkat komsumsi oksigen yang dipengaruhi oleh berat badan, karena oksigen yang dipergunakan oleh semua jaringan-jaringan tubuh maka orang memiliki ukuran berat badan yang lebih besar, juga memiliki konsumsi oksigen yang lebih besar dari pada orang yang lebih kecil, baik pada waktu istirahat maupun pada waktu latihan. Karena itu ukuran tubuh merupakan dasar bagi pengukuran 18

nilai konsumsi oksigen maksimal (VO2 maks), dan biasanya dinyatakan dalam milliliter oksigen per kilogram berat badan. Menurut Junusul Hairy (1989: 188), faktor-faktor yang menentukan volume oksigen maksimal (VO2 maks) adalah: a. Jantung, paru-paru dan pembuluh darah harus berfungsi dengan baik, sehingga oksigen yang dihirup masuk ke paru-paru, selanjutnya sampai ke darah. b. Proses penyampaian oksigen ke jaringan oleh sel-sel darah merah harus normal yaitu fungsi jantung, volume darah, jumlah sel-sel darah merah, konsentrasi hemoglobin, dan pembuluh darah harus mampu mengalihkan darah dari jaringan-jaringan yang tidak aktif ke otot yang sedang aktif yang membutuhkan oksigen yang lebih besar. c. Jaringan-jaringan tubuh terutama otot, harus mempunyai kapasitas yang normal dalam mempergunakan oksigen, ini berarti harus memiliki metabolisme yang normal begitu juga terhadap fungsi mitokondria.

8. Volume Paru-Paru (Vital Capasity)

Jumlah udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat disebut volume paru-paru (Evelyn C. Pearce, 2002: 211). Volume paru dapat dibedakan menjadi: a. Volume Tidal (VT), yaitu jumlah udara yang dihirup dan akan dikeluarka setiap daur pernapasan. b. Volume Cadangan Inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang dapat dihirup setelah inspirasi biasa. c. Volume Cadangan Ekspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang dapat dihembuskan pada akhir ekspirasi biasa. d. Volume Residu, yaitu jumlah udara yang tetap tinggal di dalam paru-paru pada akhir ekspirasi maksimal. Kapasitas vital merupakan jumlah udara maksimal pada ekspirasi yang kuat, setelah inspirasi maksimal (Jusnul Hairy, 1989: 123). Ukuran tubuh proporsional

19

terhadap kapasitas vital paru-paru, kelompok atlet umumnya lebih tinggi dan lebih besar daripada non atlet. Volume dan kapasitas vital paru-paru tidak hanya dipengaruhi oleh ukuran dan pengembangan tubuh, tetapi juga oleh posisi tubuh. Apabila seseorang dalam keadaan berbaring, sebagian besar volume akan menurun. Hal ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama, organ-organ yang ada didalam rongga perut, cenderung mendorong diafragma dan sebagai akibatnya mempengaruhi gravitasi pada posisi terlentang dan yang kedua karena terjadi peningkatan volume darah pulmoner sebagai hasil dari perubahan tekanan hemodinamik ( Jusnul Hairy, 1989: 126). Kapasitas vital paru-paru dipengaruhi oleh posisi tubuh, kekuatan otot-otot pernafasan, kemampuan paru, dan rongga dada untuk berkembang ( Jusnul Hairy, 1989: 126).

9. Sistem Energi Pelatihan Renang Gaya Crawl

Energi merupakan prasyarat penting untuk suatu unjuk kerja fisik selama berlatih dan bertanding (Bompa, 1999: 19). Adenosine Triphosphate (ATP) merupakan bentuk energi siap pakai yang terdapat di dalam otot. ATP terdiri dari satu rangkaian komponen adenosin dan tiga kelompok fosfat. Energi dibutuhkan untuk kontraksi otot, dimana ATP akan dipecah menjadi adenosine diphosphat (ADP) dan phosphat inorganic (Pi). Pada reaksi pemecahan ATP ini juga dihasilkan energi yang merupakan sumber energi kontraksi otot. Pemecahan 1 molekul ATP akan melepaskan energi antara 7-12 kalori. Reaksi pemecahan ATP terlihat sebagai berikut (Jusunul Hairy, 1989: 71): ATP ADP + Pi + Energi. Ketersedian ATP di dalam otot sangat terbatas, jumlah total ATP yang terdapat di dalam tubuh setiap saat sekitar 3 ons. Jumlah ini hanya dapat menyediakan energi untuk melakukan suatu latihan maksimal beberapa detik saja (Jusunul Hairy, 1989: 73). Oleh karena itu pegisian kembali ATP di dalam otot sangat penting dilakukan untuk menunjang aktivitas kontraksi otot.

20

Secara umum resintesis ATP dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu tanpa melibatkan oksigen (metabolisme anaerob) dan dengan melibatkan oksigen (metabolisme aerob). a. Sistem Anaerob Metabolisme anaerob merupakan rangkaian reaksi kimia pembentukan energi tanpa melibatkan oksigen. Sumber energi untuk metabolisme anaerob berasal dari pemecahan phospocreatine (sistem ATP-PC) dan pemecahan glukosa (glikolisis) 1) Sistem ATP-PC Creatin phospat (CP) atau phospocreatin yang tersimpan dalam sel otot, selanjutnya dipecah menjadi creatin dan phospat. Proses ini menghasilkan energi yang dipakai untuk mensintesis ADP + P menjadi ATP dan selanjutnya diubah sekali lagi menjadi ADP + P yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot. Sistem ini berlangsung selama 8 10 detik (Bompa, 1999: 21). Rangkaian pemecahan phospocreatin (PC) dan pembentukan ATP tampak seperti bagan berikut (Foss & Keteyian, 1998: 20): PC Pi + C + Energi Energi + ADP + Pi 2) Glikolisis Anaerobik atau Sistem Asam Laktat Sistem ini dilakukan dengan memecah glikogen yang disimpan dalam sel otot dan hati, dibanding dengan PC, sistem ini melepaskan energi untuk mensintesis ATP ke ADP + P. Sistem ini dapat berlangsung selama 40 detik. Dengan tidak adanya oksigen selama pemecahan glikogen secara bersamaan terbentuk asam laktat dapat menyebabkan terjadinya kelelahan (Bompa, 1999: 21). Asam laktat ini tidak boleh dianggap sebagai limbah metabolisme, sebaliknya asam laktat merupakan sumber energi kimia yang bermanfaat dan tetap disimpan di dalam tubuh selama latihan berat. Apabila persediaan oksigen sudah mencukupi kembali, seperti pada saat pulih asal (recovery) 21 ATP

atau pada saat intensitas latihan dikurangi, hidrogen terikat ke asam laktat dan diangkut oleh NAD + dan akhirnya dioksidasi. Akibatnya, asam laktat telah siap untuk dikonversi kembali menjadi asam piruvat dan dipergunakan sebagai sumber energi. Selanjutnya, energi potensial dalam asam laktat dan asam piruvat yang dibentuk di dalam otot selama latihan dapat disimpan dan kerangka karbon dari molekul-molekul ini dipergunakan untuk sintesis glukosa, dan proses ini disebut proses glukoneogenesis yang terjadi dalam Daur Cori. Daur ini tidak hanya sebagai alat untuk mengangkut asam laktat saja, tetapi juga memperbesar glukosa darah dan glukosa otot (Junusul Hairy, 1989: 78). b. Sistem Aerob Sistem aerobik memerlukan kira-kira dua menit untuk memulai memproduksi energi dalam mensintesis ATP dari ADP + P. Denyut jantung dan nafas harus ditingkatan secara memadai untuk membawa sejumlah oksigen yang dibutuhkan sel otot, sehingga glikogen dapat dipecah melalui hadirnya oksigen. Walaupun glikogen merupakan sumber energi yang di pakai meresintesis ATP pada kedua sistem (sistem asam laktat dan aerobik), tetapai dengan sistem aerobik akan memecah glikogen berdasarkan hadirnya oksigen dan sekaligus menghasilkan sedikit bahkan tidak sama sekali asam laktatnya, hal ini memungkinkan seseorang dapat meneruskan pelatihan yang lebih lama. Sistem aerobik merupakan sumber energi utama untuk aktivitas olahraga yang berjangka waktu 2 menit sampai 2 3 jam. Kerja lama yang lebih dari 2 3 jam, akan mengakibatkan pemecahan lemak dan protein untuk menggantikan cadangan ATP selama cadangan glikogen telah mendekati habis (Bompa, 1999: 22). Dalam pelatihan ini subyek melakukan gerakan-gerakan renang gaya crawl secara cepat dan teratur serta kemampuan dalam mengatur pengambilan nafas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan 1 repetisi pelatihan adalah 1,5 sampai 2 menit per 50 meter. Prinsif dasar daya tahan dan kecepatan adalah mengubah kordinasi gerakan lengan, kaki, ketepatan pengambilan napas dan kestabilan fisik saat renang. Untuk melakukan gerakan secepat diperlukan sistem gerak yang mendukung gerakan tersebut diantaranya otot-otot pada tungkai. Otot yang terlibat

22

sebagian besar adalah otot tungkai, otot lengan dan otot perut disamping otot-otot yang lain juga memiliki peranan. Otot-otot tubuh merupakan alat, energi yang tersimpan secara kimiawi diubah menjadi pekerjaan mekanik (Hairy, 1989: 15). Dalam hubungan ini jumlah pekerjaan mekanik yang dilakukan itu menentukan berapa jumlah energi yang harus diubah dari yang tersimpan secara kimiawi untuk melakukan kontraksi. Dari penjelasan sistem pembentukan energi tersebut dan berdasarkan jenis pelatihannya yang akan dilakukan maka pelatihan renang gaya crawl lebih banyak menggunakan sistem energi aerobik.

10. Perkembangan Fisik Anak Sekolah Dasar (SD)

Perkembangan

adalah

proses

perubahan

kapasitas

fungsional

atau

kemampuan kerja organ-organ tubuh kearah keadaan yang makin terorganisasi dan terspesialisasi ( Iwan Swadesi, 2009: 10). Makin terorganisasi artinya adalah bahwa organ-organ tubuh makin bisa dikendalikan sesuai kemauan. Makin terspesialisasi artinya bahwa organ-organ tubuh semakin bisa berfungsi sesuai dengan fungsinya masing-masing (Iwan Swadesi, 2009: 10). Masa SD dikenal juga sebagai masa fisik anak besar. Anak besar adalah anak yang berusia antara 6 sampai denan 10 atau 12 tahun. Pada masa anak besar terjadi kecendrungan perbedaan dalam hal kepesatan dan pola pertumbuhan yang berkaitan dengan proporsi ukuran bagian-bagian tubuh. Pada masa anak besar pertumbuhan fisik anak laki-laki dan perempuan sudah mulai menunjukan kecendrungan semakin jelas tampak adanya perbedaan. (Dr. sugianto dkk: 1998: 113). Menurut Dr. sugianto dkk (1998: 140) pertumbuhan fisik pada masa anaa besar relatf lambat dan konstan apabila dibandingkan dengan pada masa bayi dan juga pada masa adolesensi. Ukuran dan proporsi bagian-bagian tubuh anak besar mengalami perubahan dibandingkan pada masa anak kecil. Secara proporsional kaki dan tangan tubuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan togok. Mulai umur 11 tahun pada anak perempuan presentase panjang kaki disbanding panjang togok mulai menurun, atau bearti secara proporsional pertumbuhan panjang togok mulai lebih cepat dibandng pertumbuhan panjang kaki.sedangkan pada anak laki-laki hal ini baru mulai terjadi pada umur lebih kuran 14 tahun. Dengan gambaran keadaan 23

seperti tersebut diatas berarti pada akhir masa anak besar perbandingan proporsi ukuran bagian-bagian tubuh anak laki-laki dengan ana perempuan mulai tampak perbedaannya. Masa anak besar merupakan waktu yang tepat untuk mengikuti berbagai macam kegiatan olahraga. Karena pada masa anak besar pertumbuhan fisik dan kemampuan fisik semakin meningkat. Beberapa macam kemampuan fisik yang cukup nyata perkembangannya pada anak besar adalah kekuatan, fleksibilitas, keseimbangan, dan koordinasi.(Dr. Sugianto dkk,1998:145) Berdasarkan penjelasan diatas, untuk meningkatkan kondisi fisik secara optimal melalui pelatihan fisik secara optimal melalui pelatihan fisik sangat tepat diberikan pada masa anak besar atau masa pertubuhan saat anak tersebut duduk dibangku Sekolah Dasar (SD). Salah satu pelatihan yang akan diberikan untuk meningkatkan kondisi fisik anak SD adalah pelatihan renang gaya crawl.

11. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:a. Penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh pelatihan renang gaya crawl

terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paruparu pada anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana.b. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anggota club junior renang Guna

Tirta Tabanana.c. Pengukuran volume oksigen maksimal (VO2 maks) didasarkan pada hasil tes

Multilevel Fitnes Test (MFT) d. Pengukuran volume paru-paru didasarkan pada hasil tes menggunakan spirometer. H. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

24

Subyek Penelitian

Pelatihan Renang Gaya Crawl

Prinsip-prinsip dasar dan Sistematika Pelatihan

Intensitas, Frekuensi, Lamanya Pelatihan

Proses Pelatihan

Luaran Peningkatan VO2 maks

Luaran Peningkatan Volume Paruparu

Gambar 02. Kerangka Berfikir Berdasarkan skema di atas dapat dijelaskan: Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai subjek penelitian anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana. dengan umur berkisar antara 10-12 tahun. Subyek penelitian diberikan pelatihan renang gaya crawl untuk kelompok perlakuan, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan pelatihan. Untuk menghindari terjadinya cedera pada saat melaksanakan suatu pelatihan serta mampu menghasilkan manfaat yang maksimal, maka pelatihan tersebut harus dilakukan sesuai dengan sistematika pelatihan. Adapun sistematika pelatihan tersebut yaitu: pelatihan pemanasan (peregangan,

25

kalisthenik, aktivitas spesifik), aktivitas formal, pelatihan inti, dan pelatihan pendinginan. Dalam pemberian pelatihan renang gaya crawl harus memperhatikan prinsip-prinsip pelatihan, adapun prinsip pelatihan tersebut yaitu: prinsip beban berlebih, prinsip tahanan bertambah, prinsip pelatihan beraturan,prinsip pelatihan spesifik, prinsip individu, dan prinsip pulih asal. Agar pelatihan dapat memberikan hasil yang lebih baik, dalam pemberian pelatihan tersebut hendaknya memperhatihan intensitas, frekuensi serta lamanya pelatihan. Lamanya pelatihan yang diberikan yaitu selama empat minggu atau dua belas kali pertemuan, yang tiap minggunya menggunakan frekuensi pelatihan tiga kali seminggu yaitu selasa, kamis, sabtu pada sore hari pukul 15.30 sampai 17.30 dan terjadi peningkatan secara progresif dengan intensitas 75%-85% denyut nadi optimal dan penurunan set pada akhir pelatihan agar pelatihan tersebut mendapat hasil yang efektif yang sesuai dengan sistem yang disebut the step type approach atau sistem tangga. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar pelatihan, intensitas, frekuensi, lamanya pelatihan serta sistematika pelatihan yang benar maka pelatihan renang gaya crawl dapat meningkatkan fungsi faal tubuh. Pelatihan renang gaya crawl merupakan salah satu jenis pelatihan yang dapat meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru. Dalam pelatihan renang gaya crawl ini subjek penelitian akan dituntut melakukan gerakan tangan, badan dan kaki serta pengaturan pola pengambilan nafas secara bersamaan dan melakukannya berulang-ulang. Berdasarkan hal tersebut di atas, pelatihan renang gaya crawl dapat meningkatkan meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru pada anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana dengan mengikuti prinsip-prinsip pelatihan dengan baik, memperhatikan intensitas, frekuensi, lamanya latihan dan sistematika pelatihan yang sesuai dengan program pelatihan.

I. Hipotesis Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, maka jawaban sementara yang hendak dibuktikan kebenarannya dalam penelitian ini sebagai berikut:

26

1.

Pelatihan renang gaya crawl berpengaruh terhadap peningkatan volume

oksigen maksimal (VO2 maks) pada anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana..2.

Pelatihan renang gaya crawl berpengaruh terhadap peningkatan volume

paru-paru pada anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana.

J. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subyek penelitian. Jenis penelitian eksperimen yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi experimental), dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Kanca, 2006: 79).

2. Rancangan Penelitian Kanca (2006: 42) mendefinisikan rancangan penelitian sebagai rencana tentang bagaimana cara mengumpulkan, menyajikan, dan menganalisis data untuk memberi arti terhadap data tersebut secara efektif dan efisien. Dalam menentukan suatu rancangan penelitian harus memperhatikan kegunaan dari rancangan penelitian tersebut agar dapat menguji kebenaran hipotesis penelitian serta sedapat mungkin mengontrol atau mengendalikan varians. Melihat dari permasalahan dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini rancangan penelitian yang akan digunakan adalah The Non-Randomized Control Group Pretest Posttest Design (Kanca, 2006: 81). Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut: X1 K1 T2

27

S

T1

OP X0 K0 T2

Keterangan: S T1 OP K1 K0 X1 X0 T2 : Subyek penelitian : Tes awal (pre-test) : Ordinal pairing : Kelompok perlakuan : Kelompok kontrol : Perlakuan senam aerobik Low impact : Perlakuan Konvensional (kontrol) : Test - akhir (post test) Berdasarkan rancangan penelitian di atas, maka penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: subyek penelitian diberikan tes awal atau pre-test (T1) yaitu berupa tes Multistage Fitness Test untuk mengukur VO2 maks dan tes Vital Capasity untuk mengukur volume paru-paru. Berdasarkan hasil tes awal subyek penelitian dikelompokan ke dalam dua kelompok penelitian melalui metode ordinal pairing. Kelompok perlakuan (K1) diberikan pelatihan renang gaya crawl selama empat minggu atau dua belas kali pelatihan dan belum termasuk pre-test dan posttest. Sedangkan kelompok control (K0) tidak diberikan pelatihan khusus, hanya diberikan pelatihan secara konvensional yang sering dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Setelah program pelatihan berakhir diadakan tes akhir atau posttest (T2) dengan tes Multistage Fitness Test untuk mengukur VO2 max dan tes Vital Capasity untuk mengukur volume paru-paru, setelah subyek penelitian melakukan program latihan yang diberikan. Sehingga peneliti bisa mendapatkan data sebagai bahan untuk menyimpulkan seberapa jauh pengaruhnya program latihan yang telah dilaksanakan selama penelitian.

28

3. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah keseluruhan varian yang menjadi bahan penelitian. Dalam penelitian ini jumlah subyek penelitian yang dipergunakan sebanyak 30 orang yang diambil dari anggota club junior renang Guna Tirta Tabanana.. Berdasarkan hasil tes awal subyek yang berjumlah 30 orang akan dibagi menjadi 2 kelompok secara acak, hal ini bertujuan untuk menjaga homogennya atau kesamaan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Pembagian kelompok tersebut adalah: Kelompok 1 : kelompok perlakuan dengan pelatihan renang gaya crawl (X1) = 15 orang Kelompok 2: kelompok kontrol atau aktivitas olahraga tanpa program (X0) = 15 orang. Tabel 02. Teknik Pembagian kelompok secara ordinal pairing dari hasil tes awal Rangking berdasarkan tes awal (pre-test) Kelompok 1 1 4 5 8 9 Dst Kelompok 2 2 3 6 7 10 Dst

Cara ini dimaksudkan agar kedua kelompok tersebut mempunyai kemampuan mendekati sama tau hampir sama baik itu kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol.

4. Variabel Penelitian

29

Variabel adalah semua ciri atau faktor yang dapat menunjukkan variasi atau segala sesuatu yang menjadi obyek pengamatan penelitian (Kanca, 2006: 32). Variabel dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut.a. b. Variabel terikat

Variabel bebas : pelatihan renang gaya crawl : volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru Variabel moderator : Umur, jenis kelamin, sehat

c.

jasmani dan rohani.

5. Definisi Operasional Untuk mendapatkan pengertian yang jelas dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul penelitian yang dilakukan. Istilah-istilah tersebut diantaranya: a) Pengaruh Pengaruh adalah suatu perubahan yang terjadi dari keadaan semula sebagai akibat dari pelatihan (Kanca, 1990: 22). Dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah pengaruh dari pelatihan renang gaya crawl terhadap volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan peningkatan volume paru-paru.

b) Pelatihan Renang Gaya Crawl

Renang gaya crawl adalah gaya yang paling cepat dan paling mudah dipelajari dan yang sering disebut dengan renang gaya bebas. Pelatihan renang gaya crawl ya hars diingat ialah tubuh harus berada pada posisi datar di atas air dengan bahu agak kebelakang, sedangkan kaki hanya beberapa inci dibawah permukaan air kolam. Hal yang utama adalah mempertahankan wajah agar tetap berada di atas permukaan air dengan mata terus menghadap ke depan dan kebawah, kecuali pada saat bernapas. Kita bernaps ke sisi, sementara kepala kita segaris dengan permuaan air. (Davit Haller, 2007: 22).

30

Volume Oksigen Maksimal (VO2 maks ) Volume oksigen maksimal (VO2 maks) merupakan kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen secara maksimal dalam perunit waktu tertentu dan secara absolut dinyatakan dalam liter permenit. Dalam penelitian ini nilai volume oksigen maksimal (VO2 maks) akan diukur menggunakan Multistage Fitness Test (MFT) atau lari multi tahap. c) Volume Paru-paru Jumlah udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat disebut volume paru-paru (Evelyn C. Pearce, 2002: 211). d) Umur Umur adalah lamanya orang hidup yang dimulai dari dilahirkan sampai saat meninggal. Dalam penelitian ini kisaran umur yang digunakan yaitu 10-12 tahun. e) Kebugaran jasmani Kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk beraktiftas dalam waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebih setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut. Keadaan ini diketahui melalui wawancara dan pengamatan langsung terhadap subyek penelitian.

6. Instrumen dan Fasilitas Penelitian a. Instrumen Penelitian Istrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mempergunakan spirometer untuk mengukur volume paru-paru. Sedangkan volume oksigen maksimal (VO2 maks) diukur dengan menggunakan Multistage Fitness Test (MFT) yang memiliki tingkat reliabilitas 0,98 dan nilai validitas 0,77 (Luc Leger dalam Muchsin Doewes & M.Furgon 1999:1). Petugas yang mencatat adalah mahasiswa yang telah lulus mata kuliah Tes dan Pengukuran Kebugaran Jasmani.

31

b. Fasilitas Penelitian Fasilitas yang dipergunakan adalah kolam renang Guna Tirta Tabanan, dan lapangan datar atau Gor Debes Tabanan untuk mengadakan tes. Sedangkan untuk alat-alat penelitian yang dipergunakan adalah: 1)2)

Halaman, lapangan atau permukaan datar dan tidak licin. Mesin pemutar kaset (tape recorder atau dvd) Kaset audio Meteran Stopwatch Kabel rol Buku dan pulpen Kamera Lak ban Tali Spirometer

3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11)

7. Prosedur Kerja Dalam penelitian ini terdapat beberapa langkah kerja yang dilakukan, langkah-langkah tersebut adalah. a. Konsultasi judul penelitian dengan pembimbing akademik. b. Mengajukan judul penerlitian kepada ketua jurusan setelah mendapat persetujuan dari pembimbing akademik. c. Penetapan dosen pembimbing setelah mendapat persetujuan dari Ketua Jurusan Ilmu Keolahragaan dan Dekan Fakultas Olahraga dan Kesehatan. d. Menyusun proposal penelitian dan melakukan konsultasi dengan pembimbing untuk dikoreksi dan melakukan perbaikan untuk selanjutnya disetujui melakukan seminar proposal. e. Seminar proposal penelitian di Jurusan Ilmu Keolahragaan. f. Perbaikan proposal penelitian yang telah diseminarkan pada Jurusan Ilmu Keolahragaan.

32

g. Mempersiapkan subyek penelitian, fasilitas dan alat-alat yang di perlukan dalam penelitian h. Mengurus izin penelitian. i. Mempersiapkan subyek yang akan melakukan tes awal.j.

Melaksanakan tes awal pada subyek dengan Multistage Fitness Test (MFT)

dan spirometer untuk menentukan kelompok kontrol dan perlakuan.k. Memberikan perlakuan pada subyek penelitian selama 12 kali pelatihan

yaitu selama 4 minggu dengan renang gaya crawl. l. Melaksanakan tes akhir pada kedua kelompok m. Menganalisis data yang telah terkumpul n. Menyususn laporan penelitian o. Ujian skripsi p. Revisi skripsi q. Mengumpulkan skripsi pada Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

8. Program Pelatihan Lamanya pelatihan yang diberikan dalam penelitian ini adalah 4 minggu atau 12 kali pelatihan, dengan frekensi pelatihan tiga kali seminggu.Waktu pelaksanaan pelatihan adalah selasa, kamis dan sabtu pada sore hari yaitu pukul 15.30 wita sampai 17.30 wita. Tempat pelatihan adalah Kolam Renang Guna Tirta. Setiap pelatihan harus mencapai daerah pelatihan (training zone),yaitu 70-85% dari denyut nadi optimal. Subyek yang digunakan adalah anak-anak SD yang tergabung dalam club Guna Tirta dan bukan atlet karena itu denyut nadi yang digunakan adalah denyut nadi optimal, untuk menentukan denyut nadi optimal, dituliskan sebagai berikut:Denyut nadi optimal: (220 Umur) - 10

(Nala, 1992: 38) Adapun intensitas program pelatihan tersebut adalah:

33

1. Hari I, II, III, IV2. Hari V, VI, VII, VIII

: 1 repetisi x 4 set, intensitasnya 75% DNO : 1 repetisi x 6 set, intensitasnya 80% DNO : 1 repetisi x 8 set, intensitasnya 85% DNO : 1 repetisi x 4 set, intensitasnya 80% DNO

3. Hari XI, X, XI 4. Hari XII

Hal tersebut dibuat berdasarkan prinsip-prinsip dasar pelatihan, dengan menggunakan sistem unloading fase fase dimana pada akhir pelatihan terdapat penurunan intensitas pelatihan. Pelatihan renang gaya crawl dilakukan 1-4 set dengan waktu istirahat 3-5 menit. Tabel 03. Deskripsi program pelatihan senam aerobik low impact yang dilaksanakan sebanyak 12 kali pelatihan antara lain sebagai berikut: Pelatihan KeUraian Kegiatan Pelatihan Waktu Pelaksanaan Repetisi Set Intensitas Pelatihan Waktu istirahat

I, II, III, IV

1) Pendahuluan a. Doa dan pengarahan b. Pemanasan

10 menit

10 menit

2) Inti Pelatihan 35 menit Renang gaya crawl

1

4

75% DNO

3 menit

3) Penutup a. Pendinginan b. Pengarahan dan doa V, VI, VII, 1) Pendahuluan VIII a. Doa dan pengarahan

10 menit

10 menit

10 menit

34

Pelatihan Ke-

Uraian Kegiatan Pelatihan

Waktu Pelaksanaan Repetisi Set

Intensitas Pelatihan

Waktu istirahat

b. Pemanasan

10 menit

2) Inti Pelatihan Renang gaya 50 menit crawl 3) Penutup a . Pendinginan b . Pengarahan dan doa IX, X, XI 1) Pendahuluan a. Doa dan pengarahan b. Pemanasan 10 menit 10 menit

1

6

80% DNO

3 menit

10 menit 10 menit

2) Inti Pelatihan Renang gaya 70 menit crawl

1

8

85% DNO

3 menit

3) Penutup a . Pendinginan b . Pengarahan dan doa

10 menit 10 menit

35

Pelatihan Ke-

Uraian Kegiatan Pelatihan

Waktu Pelaksanaan Repetisi Set

Intensitas Pelatihan

Waktu istirahat

XII

1) Pendahuluan a. Do a dan pengarahan b. Pe manasan 2) Inti Pelatihan Renang crawl 3) Penutup a. Pendinginan b. Pengarahan dan doa gaya

10 menit

10 menit

50 menit

1

6

80% DNO

3 menit

10 menit 10 menit

9. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah hal yang paling penting dalam penelitian untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Data penelitian ini diperoleh dari hasil pengukuran variabel terikat yaitu volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru. Data-data tersebut merupakan data yang didapat dari tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Pada masing-masing kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pelaksanaan tes akhir dilaksanakan setelah kelompok perlakuan diberikan pelatihan renang gaya crawl selama 12 kali pelatihan dengan menggunakan tes sama seperti di atas. Selanjutnya dianalisis berdasarkan hasil pengukuran dari masing-masing kelompok. a. Tahap Persiapan

36

1. Memberikan pengarahan secara umum kepada para petugas peneliti kepada tugasnya masing-masing. 2. Mengecek alat-alat dan fasilitas lainya yang akan dipakai.3. Mengumpulkan seluruh anggota club junior yang dijadikan subyek

penelitian. 4. Memberikan penjelasan kepada subyek penelitian tentang pelaksanaan penelitian yang dilakukan. 5. Sebelum melakukan pengukuran dalam penelitian, subyek penelitian diberikan peregangan dan pemanasan yang cukup dalam mempersiapkan otot-otot tubuh untuk melakukan tes. 6. Setelah melakukan tes subyek penelitian melakukan pendinginan b. Tahap Pelaksanaan1) Tes Volume Oksigen Maksimal (VO2 maks)

Pelaksanaan tes volume oksigen maksimal (VO2 maks) adalah dengan menggunakan Multistage Fitness Test (MFT), tahap pelaksanaannya adalah sebagai berikut:a) Multistage Fitness Test (MFT) dilakukan dengan menempuh jarak 20

meter dengan lebar lintasannya 1-1,5 meter, untuk setiap subyek penelitian dengan lari bolak-balik dimulai dengan lari pelan-pelan, secara bertahap makin lama makin cepat, sampai subyek penelitian tidak mampu mengikuti irama waktu lari, berarti kemampuan maksimalnya pada level dan bolak-balik tersebut. b) Setiap level waktunya satu menitc) Mulailah menghidupkan tape recorder. Pada bagian permulaan pita

tersebut, jarak antara dua sinyal tut menandai suatu interval 1 menit yang telah terukur secara akurat. d) Pada saat bunyi tut tunggal pada beberapa interval yang teratur para subyek penelitian diharapkan berusaha agar dapat sampai ke ujung yang berlawanan (di seberang) bertepatan dengan sinyal tut yang pertama berbunyi, kemudian subyek penelitian harus meneruskan berlari pada

37

kecepatan seperti ini, dengan tujuan agar salah satu dari kedua ujung tersebut bertepatan dengan terdengarnya sinyal tut berikutnya. e) Bunyi sinyal tut tunggal menandai akhir tiap lari bolak-balik dan bunyi tut tiga kali berturut-turut menandai akhir dari setiap level. f) Subyek penelitian selalu menempatkan salah satu kaki tepat pada atau di belakang tanda garis 20 meter pada akhir setiap lari dan berbalik lari menunggu bunyi tut berikutnya. g) Subyek penelitian harus meneruskan lari selama mungkin, sampai tidak mampu lagi mengikuti dengan kecepatan yang telah diatur dalam pita rekaman. h) Apabila subyek penelitian gagal mencapai jarak dua langkah menjelang garis ujung pada saat terdengar sinyal tut, subyek penelitian masih diberi kesempatan untuk meneruskan dua kali lari agar dapat memperoleh kembali langkah yang diperlukan sebelum ditarik mundur. i) Setelah subyek penelitian selesai melakukan tes harus melakukan gerakan pendinginan dengan berjalan dan diikuti dengan peregangan otot, janganlah dibiarkan subyek penelitian duduk secara mendadak setelah selesai melaksanakan tes. 1

FINIS HKeterangan:

2 3 4 5 Gambar 07. Lintasan Multiple Fitness Test 1. Angka 1 5 = subyek 2. = subyek berlari bolak balik pada lintasan

38

2)

Tes Volume Paru-paru Pelaksanaan tes volume paru-paru adalah dengan tes spirometer, tahap

pelaksanaannya adalah sebagai berikut : a) b) c) d) Subyek penelitian dipanggil dan berdiri didepan tester. Subyek penelitian kemudian diberikan spirometer untuk mengukur volume vital paru-paru. Subyek penelitian harus berkonsentrasi saat pelaksanaan tes. Setelah diberikan aba-aba oleh tester, subyek penelitian harus berusaha untuk menarik nafas sekuat-kuatnya dan kemudian menaruh spirometer didepan mulut subyek. Kemudian menghembuskan nafas sekuat-kuatnya. e) f) Pada spirometer akan terlihat hasil hembusan maksimal subyek dan itu merupakan volume paru-paru subyek. Subyek penelitian diberikan kesempatan melakukan tes dengan spirometer g) sebanyak dua kali dengan cara langsung, yaitu melakukannya langsung sebanyak dua kali. Data yang digunakan adalah nilai terbesar dari dua kali kesempatan tes tersebut. dengan

Gambar: 03 Cara pelaksanaan tes dan Spirometer ( Sumber : http://www.bpp2.com/physical_therapy_products/1875.html)

10. Teknik Analisis Data 39

a.

Uji Persyaratan

Untuk menganalisis data tentang pengaruh pelatihan renang gaya crawl terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (VO2 maks) dan volume paru-paru pada anggota junior club renang Guna Tirta Tabanan adalah menggunakan independen t-tes, pada = 0,05. Untuk memenuhi asumsi dalam teknik independen t-tes, maka dilakukan uji Normalitas dengan uji Chi Kuadrat (2) (Sugiyono, 2008:61), dan uji Homogenitas Varians dengan Uji Bartlet (Sudjana, 2002:261). Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Data Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa subyek berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji Normalitas data dalam penelitian ini mengggunakan metode uji Chi Kuadrat (2), dengan banyak kelas (db) = (k) - 3 dan taraf nyata () = 0,05. Untuk mempermudah hitungan uji Normalitas akan dibantu dengan SPSS 16. Adapun prosedur pengujian normalitas tersebut adalah sebagai berikut: a. Menentukan jumlah kelas interval (dengan rumus):

Jumlah kelas interval = 1 + 3,3 log n (n = banyak data) b. Panjang Kelas = Menentukan panjang kelas interval (dengan rumus): Data terbesar data terkecil Jumlah kelas interval

c.

Menentukan rata- rata data subyek ( x =

f i xi ) dan n

simpangan baku

s=

i =1

f i ( xi x ) n 1

k

2

40

d.

Menyusun tabel ke dalam distribusi frekuensi, sekaligus

tabel penolong untuk menghitung harga Chi Kuadrat. Table 06. Tabel Penolong untuk Menghitung Harga Chi Kuadrat Rentang kls --Luas daerah tiap bidang ---

No Data

fi

x

Z

Ei

Oi

2 hitung

---

---

---

---

---

---

---

---

Keterangan: fi x Z Oi Ei = frekuensi = batas nyata kelas = skor baku (Z-skor) = frekuensi / jumlah data hasil observasi. = jumlah/ frekuensi yang diharapkan = Chi Kuadrat

2

e.

Menentukan batas nyata kelas, menghitung Z-skor dan Menghitung Ei (frekuensi yang diharapkan) dengan rumus

menghitung luas daerah tiap kelas.f.

Ei = 100 x luas daerah tiap kelasg.

Menghitung harga Chi Kuadrat (2) hitung dengan rumus = .

( Oi Ei ) 2Ei

Membandingkan harga Chi Kuadrat (2) hitung dengan Chi Kuadrat (2) tabel. Bila harga Chi Kuadrat (2) hitung lebih kecil dari pada Chi Kuadrat (2) tabel, maka distribusi data dinyatakan normal, dan bila lebih besar dinyatakan tidak nomal. 41

2.

Uji Homogenitas Varians

Uji Homogenitas Varians data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data subyek berasal dari populasi-populasi yang memiliki varians yang sama. Uji Homogenitas Varians data dilakukan dengan uji Barlet dan untuk mempermudah hitungan dibantu dengan SPSS 16. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:a. Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom-kolom kelompok

subyek, dk (ni 1),

1 , Si2, dan (dk) log Si2. dk

b. Menghitung variansi gabungan dari semua subyek, rumusnya: ( ni 1) si2 s2 = ( n 1) i

c. Menghitung satuan B dengan rumus2 B = ( log s ) ( ni 1)

2 d. Menghitung dengan rumus

2 = (ln 10) { B ( ni 1) log si2 } ,dengan (ln 10) = 2,3026, pada taraf signifikansi = 0,05 dan dk (n 1) Hasilnya ( 2hitung

) kemudian dibandingkan dengan 2 tabel

=

2 (1-)(k-1)

2 2 e. Apabila hitung tabel maka Ho diterima, artinya varian subyek bersifat

homogen. Begitu juga sebaliknya apabila 2 hitung 2 tabel maka Ho ditolak, artinya varian subyek bersifat hiterogen.

2)

Uji Hipotesis.

42

Setelah dilakukan uji Normalitas dan uji Homogenitas Varians, maka pemanfaatan independen t-tes dalam analisis data sudah bisa dilakukan. Data hasil tes terakhir yaitu Volume Paru-paru dan O2 maks dianalisis dengan uji independen t-tes dan pengujian hipotesis dengan perhitungan uji t pada taraf signifikansi 5% dan dk = n1+n2-2 dengan bantuan SPSS 16. Adapun pengujian uji independen t-tes adalah sebagai berikut: X1 X 2 thit = 1 1 s 2 gab + n n 2 1

2 dengan s gab =

( n1 1) s12 + ( n2 1) s 22n1 + n2 22

dan s 2 =

( X X ) n 1

Kriteria pengambilan keputusan:1. Tolak Ho jika nilai t-hitung > t/2 atau nilai t-hitung < -t/2, berarti pelatihan

senam aerobik low impact berpengaruh terhadap volume paru-paru dan VO2 maks.

43